Top Banner
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman sumberdaya di perairan Indonesia merupakan kekayaan alam yang kemungkinan besar masih sangat sedikit dimanfaatkan oleh manusia. Wilayah perairan Indonesia mencapai sekitar 5,8 juta km 2 serta mempunyai garis pantai yang panjangnya sekitar 81.000 km, sehingga pemanfaatan sumberdaya laut selayaknya dilakukan secara optimal. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Tingginya keanekaragaman hayati di laut dapat merefleksikan potensi ekonomi perairan pesisir dan lautan tersebut, dalam artian bahwa semakin tinggi keanekaragaman hayati yang terkandung, semakin besar potensi yang dapat dikembangkan (Dahuri, 2003). Mikroalga sebagai salah satu komoditi hasil perairan dewasa ini telah menjadi alternatif untuk dikembangkan karena memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Mikroalga merupakan mikroorganisme atau jasad renik dengan tingkat organisasi sel termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah. Mikroalga dikelompokkan dalam filum Thallophyta karena tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati, namun memiliki zat pigmen klorofil yang mampu
21

Boitek kltur alga

Feb 01, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Boitek kltur alga

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keanekaragaman sumberdaya di perairan Indonesia

merupakan kekayaan alam yang kemungkinan besar masih

sangat sedikit dimanfaatkan oleh manusia. Wilayah

perairan Indonesia mencapai sekitar 5,8 juta km2 serta

mempunyai garis pantai yang panjangnya sekitar 81.000 km,

sehingga pemanfaatan sumberdaya laut selayaknya dilakukan

secara optimal. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia

memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.

Tingginya keanekaragaman hayati di laut dapat

merefleksikan potensi ekonomi perairan pesisir dan lautan

tersebut, dalam artian bahwa semakin tinggi

keanekaragaman hayati yang terkandung, semakin besar

potensi yang dapat dikembangkan (Dahuri, 2003).

Mikroalga sebagai salah satu komoditi hasil perairan

dewasa ini telah menjadi alternatif untuk dikembangkan

karena memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan.

Mikroalga merupakan mikroorganisme atau jasad renik

dengan tingkat organisasi sel termasuk dalam tumbuhan

tingkat rendah. Mikroalga dikelompokkan dalam filum

Thallophyta karena tidak memiliki akar, batang, dan daun

sejati, namun memiliki zat pigmen klorofil yang mampu

Page 2: Boitek kltur alga

melakukan fotosintesis (Kabinawa 2001). Selain itu, air

dan karbon dioksida dengan adanya energi surya dari

matahari dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa

organik seperti karbohidrat. Karena kemampuannya

membentuk zat organik dari zat anorganik, maka disebut

sebagai produsen primer (Nontji, 2003).

Seiring perkembangan bioteknologi mikroalga,

sejumlah penelitian mulai ditujukan untuk menghasilkan

produk bermanfaat yang bernilai tinggi diantaranya

sebagai sumber bahan kimia yang dapat menghasilkan produk

seperti gliserol, vitamin, protein, pigmen, enzim, dan

bahan-bahan bioaktif lain. Bahan-bahan bioaktif yang

telah diketahui dapat dihasilkan dari mikroalga yaitu

antioksidan, toksin, bahan obat-obatan, dan zat pengatur

pertumbuhan (Kabinawa, 2004).

Mikroalga tumbuh di alam dapat menjadi faktor

pembatas bagi kehidupan ikan dan udang karena jumlahnya

yang tidak konstan, padahal untuk memperoleh hasil yang

optimal dibutuhkan pakan alami secara kontinu dan jumlah

yang memadai. Untuk mengatasi hal tersebut maka salah

satu alternatifnya adalah dengan mengkultur mikroalgae

tersebut pada laboratoris, karena dangan pemberian pakan

alami yang tersedia dalam jumlah banyak dan kontinu ini

diharapkan dapat mengoptimalkan hasil kultum larva udang

dan ikan. Disamping itu sampai batas waktu tidak

menyebabkan penurunan kualitas air (Kabinawa, 2004).

Page 3: Boitek kltur alga

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga jenis

Chlorella pyrenoidosa, Dunaliella salina, dan Spirulina platensis.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Page 4: Boitek kltur alga

A. Spirulina

Spirulina adalah sejenis tumbuhan air yang hanya

memiliki satu sel dan tumbuh didalam air yang beralkali.

Air yang beralkali memiliki PH lebih dari 8 Spirulina

mengandung beberapa pigmen fotosintesis, yaitu klorofil a

dan b, xantofil, beta karoten, echinenone, mixoksantofil, zeaxanthin,

canthaxanthin, diatoxantin, trihidroksi echinenone, beta-cryptoxantin,

oscillaxanthin, diatoxanthin, dan phycobiliprotein c-phycocyanin dan

allophycocyanin. Pigmen fotosintesis yang mendominasi

spirulina adalah klorofil a, klorofil b dan beta karoten. Spirulina

memiliki kandungan klorofil lebih tinggi dibandingkan

alfalfa yaitu sejenis legume yang paling kaya dengan

klorofil, sekurang-kurangnya 4 kali lebih tinggi daripada

sayur sayuran biasa (Fikri, 2007).

Spirulina plantesis merupakan sianobakteria yang berbentuk

filament yang menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang

bernilai tinggi, memiliki habitat di danau-danau atau

peraiaran dengan kandungan garam yang tinggi dan sangat

penting dalam bioteknolgi nutrisional, industri, dan

lingkungan serta kandungan proteinnya yang cukup tinggi.

Spirulina banyak dimafaatkan sebagai bahan tambahan pada

makanan, untuk pakan ikan, unggas hal ini dikarenakan

kandungan beberapa zat yan terkandung didalamnya antara

lain protein, mineral, vitamin B12, karatenoida, asam

lemak essensial seperti γ-linolenic acid (Henrikson, 2009).

Page 5: Boitek kltur alga

Spirulina sp merupakan salah satu pakan alami larva

udang dan ikan yang mempunyai nilai gizi tinggi.

Kandungan protein pada spirulina sp berkisar antara 63-68 %,

kabohidrat 18-20 %, dan lemak 2-3 %, dengan kandungan

protein yang tinggi ini maka spirulina sp mempunyai sumber

protein yang potensial bagi makhluk hidup baik manusia

atau pun hewan ternak. Pemberian spirulina sp sebagai pakan

alami larva udang dan ikan dapat menekan besarnya

kematian larva tersebut. Hal ini menjadikan spirulina

merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembenihan

larva udang dan ikan (Tri panji & suharyanto, 2001).

B. Ganggang Hijau (Chlorella sp)

Menurut Kumar dan Singh (1976), Chlorella sp.

termasuk divisi Chlorophyta. Klasifikasinya adalah:

Divisio : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Chlorococcales

Sub-ordo : Autosporinaceae

Familia : Chlorellaceae

Genus : Chlorella

Spesies : Chlorella sp.

Chlorella sp. adalah alga uniselular yang berwarna hijau

dan berukuran mikroskopis, diameter selnya berukuran 3-8

mikrometer, berbentuk bulat seperti bola atau bulat

Page 6: Boitek kltur alga

telur, tidak mempunyai flagella sehingga tidak dapat

bergerak aktif, dinding selnya terdiri dari selulosa dan

pektin, tiap-tiap selnya terdapat satu buah inti sel dan

satu kloroplast. Chlorella sp. merupakan alga yang

kosmopolit, terdapat di air payau, air laut dan air tawar

(Kumar dan Singh, 1976).

Perkembangan Chlorella sp. Terjadi secara vegetatif.

Masing-masing sel induk membelah menghasilkan 4, 8, atau

16 autospora yang dibebaskan bersama dengan pecahnya sel

induk. Perkembangbiakan sel ini diawali dengan

pertumbuhan sel yang membesar. Periode selanjutnya adalah

terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai bagian

dari persiapan pembentukan autospora yang merupakan

tingkat pemasakan akhir yang akan disusul oleh pelepasan

autospora (Bold dan Wynne, 2004).

Menurut Ohama dan Miyachi (2002) ganggang hijau memiliki

karakteristik umum yaitu :

a) Memiliki klorofil

b) Menyimpan tepung cadangan makanan dalam kantung

makanan atau pyrenoid

c) Memiliki dinding sel yang kuat yang tersusun atas

polisakarida seperti selulosa dengan sebuah matrik dari

hemyselulosa dan pectic.

Secara umum ganggang hijau memiliki kemampuan menyerap

logam yang terlarut dalam air yang digunakan untuk

membantu metabolisme ganggang hijau tersebut. Logam

Page 7: Boitek kltur alga

tersebut diserap dan disimpan dalam pyrenoid ganggang

(Ohama dan Miyachi, 2002).

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan

populasi Chlorella sp. (Fox, 1997) :

1. Temperatur

Chlorella sp. membutuhkan temperatur yang tinggi untuk

pertumbuhannya. Temperatur optimum untuk pertumbuhan

Chlorella sp. adalah 30 ºC.

2. Intensitas cahaya

Proses fotosintesis Chlorella sp. membutuhkan intensitas

cahay rata-rata 4000-3000 lux

3. pH

Nilai pH menunjukkan kadar asam dan basa yang

ditunjukkan oleh konsentrasi ion hydrogen. Ph optimum

untuk Chlorella sp. adalah 6,6-7,3.

4. Oksigen terlarut

Oksigen diperlukan Chlorella sp. untuk respirasi. Oksigen

terlarut pada perairan berasal dari hasil fotosintesis

dan difusi dari udara. Biakan alga di laboratorium

perlu penyediaan oksigen terlarut yang cukup. Kadar

oksigen terlarut 3-5 ppm kurang produktif, 5-7 ppm

produktifitasnya tingga dan diatas 7 ppm sangat

tinggi.

5. Unsur hara

Unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan alga

terdiri dari unsur mikro dan unsur makro. Makronutrien

Page 8: Boitek kltur alga

yaitu unsur-unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar,

meliputi C, H, O, N, P, K, S, Si, Ca dan Cl.

Mikronutrien adalah unsure-unsur yang dibutuhkan dalam

jumlah sedikit dan merupakan koenzim meliputi Mn, Fe,

Zn, Cu dan Mg.

6. Karbondioksida

Karbon merupakan salah satu makronutrien yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan Chlorella sp. Salah satu

sumber karbon diperairan adalah CO2 yang secara

langsung digunakan sebagai bahan untuk fotosintesis.

7. Salinitas

Salinitas adalah jumlah atau konsentrasi ion-ion

terlarut dalam air yang dinyatakan dalam permil.

Salinitas dapat mempengaruhi kehidupan organisme

perairan. Salinitas berhubungan erat dengan tekanan

osmose air. Semakin tinggi salinitas perairan maka

semakin tinggi pula tekanan osmotik. Tekanan osmotik

yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan Chlorella sp.,

salinitas optimum Chlorella sp. adalah 25-28 permil.

C. Dunaliella sp.

Secara morfologi, Dunaliella sp. merupakan mikroalga

yang bersifat uniseluler, mempunyai sepasang flagella

yang sama panjangnya, sebuah kloroplast berbentuk

Page 9: Boitek kltur alga

cangkir, dan tidak memiliki dinding sel. Dunaliella

sering juga disebut sebagai flagellata uniseluler hijau

(green unicellulair flagellata). Gambar morfologi sel Dunaliella sp.

ditunjukkan pada Gambar 2. Bentuk selnya juga tidak

stabil dan beragam, dapat berbentuk lonjong, bulat

silindris, ellip, dan lain-lain. Hal ini sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, pertumbuhan, dan

intensitas sinar matahari (Isnansetyo dan Kurniastuty,

2005).

Dunaliella memiliki kisaran toleransi pH yang luas

mulai dari pH 1 (Dunaliella acidophila) sampai pH 11 (Dunaliella

salina). Demikian halnya juga dengan suhu, mulai dari -35

ºC sampai 40 ºC. Spesies Dunaliella sp. dapat tumbuh optimal

pada pH 6-6,5 dan kisaran suhu antara 22-25 ºC dengan

salinitas air 30-35 ‰ (Redjeki dan Ismail 1993 diacu

dalam Tjahjo et al. 2002). Dunaliella termasuk kelompok

Chlorophyceae (alga hijau) yang mengandung klorofil a dan b

serta karotenoid yang umumnya berupa β-karoten

(Borowitzka dan Borowitzka 1998).

Klasifikasi Dunaliella (Bougis 1979 diacu dalam

Isnansetyo dan Kurniastuty 2005), sebagai berikut:

Phylum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Volvocales

Famili : Polyblepharidaceae

Genus : Dunaliella

Page 10: Boitek kltur alga

Reproduksi dilakukan secara vegetatif dan generatif.

Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembelahan

secara memanjang. Saat proses pembelahan inti, maka

pirenoid akan melebar melintang dan menyebabkan dua

flagella saling berjauhan. Pada pirenoid dan kloroplas

akan terbentuk suatu lekukan yang kemudian akan membelah

dan menjadi individu-individu baru, masing-masing dengan

satu flagella dan satu sel anak yang belum mempunyai

stigma. Stigma yang terbentuk ini merupakan hasil proses

metamorfosis dari kromatofora (Tjahjo et al., 2002).

Reproduksi seksual terjadi dengan cara melakukan

isogami melalui konjugasi. Zigot berwarna merah atau

hijau dikelilingi oleh dinding sporollenin yang halus dan

sangat tipis. Nukleus zigot akan membelah secara meiosis.

Pembelahan ini terjadi setelah tahap istrahat dan

terbentuk lebih dari 32 sel yang dibebaskan melalui

retakan atau celah pada dinding sel induk (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 2005).

Page 11: Boitek kltur alga

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 09 April

2014, pada pukul 13.00 sampai dengan selesai, bertempat

di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas

Pertanian, Univeritas Sriwijaya.

B. Bahan dan Alat

Pada praktikum ini alat yang digunakan adalah batu

aerasi, botol air mineral ukuran 1,5 liter, selang kecil,

timbangan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah biakan

murni rumput laut Chlorella pyrenoidosa, Dunaliella salina, dan

Spirulina platensis., pupuk za, pupuk urea dan pupuk npk.

C. Cara Kerja

Page 12: Boitek kltur alga

Cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai

berikut :

1. Isi botol air mineral dengan air jernih 1 liter.

2. Pasang selang dengan botol aerasi, masukkan ke dalam

botol.

3. Hidupkan aerator di dalam botol dengan aliran listrik,

pastikan semua erator berfungsi dengan baik.

4. Timbang pupuk masing-masing sebanyak 2 gram, masukkan

ke dalam botol.

5. Masukan biakan murni mikroalga.

6. Lakukan pengamatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Adapun hasil dalam praktikum ini yaitu sebagai

berikut:

Page 13: Boitek kltur alga

Pembahasan

Praktikum kultur mikroalga ini bertujuan untuk

menumbuhkan atau mengkultur mikroalga dari tiga spesies

Page 14: Boitek kltur alga

yaitu Spirulina sp., Chlorella sp. dan Dunaliella sp., dalam skala

laboratorim. Sebagai bahan digunakan pupuk urea, pupuk za

sebagai nutrisi bagi mikroalga yang berperan sebagai

sumber unsur hara. Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga

terdiri atas unsur hara makro (N, P, K, S, Fe, Mg, Si dan

Ca) dan unsur hara mikro (Mn, Zn, Co, Bo, Mo, B, Cu, dan

lain-lain), air jernih sebagai tempat hidup mikroalga

yang semuanya dimasukan ke dalam botol air mieral 1,5

liter setelah semuanya siap barulah dimasukan biakan

murni dari mikroalga Spirulina sp., Chlorella sp. dan Dunaliella

sp. Botol-botol tersebut diletakan di dalam laboratorium

Teknologi Hasil Perikanan.

Ketika akan dilakukan pengamatan, ternyata kultur

mikroalga yang sudah dilakukan tidak berhasil, dimana

dari keenam botol berisi kultur mikroalga tidak ada

satupun mikroalga yang berhasil dikultur,hasil yang

didapat adalah berupa air keruh berwarna coklat yang

kemungkinan merupakan koloni-koloni mikroba sehingga

tidak didapatkan perhitungan diameter sel dari mikroalga.

Kelompok kami khususnya mengkultur makroalga dari

jenis Dunaliella sp. dan kultur kami juga tidak berhasil

dilakukan. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan dalam

kultur mikroalga ini. Berdasarkan literatur disebutkan

bahwa kultur mikroalga dalam skala laboratorium biasanya

memerlukan kondisi lingkungan yang terkendali.

Pertumbuhan mikroalga sangat erat kaitannya dengan

Page 15: Boitek kltur alga

ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga, antara lain

cahaya, suhu, pH air, dan salinitas (Isnansetyo dan

Kurniastuty, 2005). Sehingga dapat dipastikan kegagalan

dalam praktikum ini diakibatkan kondisi lingkungan yang

tidak terkendali.

Faktor lainnya yaitu dari segi nutrisi bagi mikroba.

Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri atas unsur

hara makro (N, P, K, S, Fe, Mg, Si dan Ca) dan unsur hara

mikro (Mn, Zn, Co, Bo, Mo, B, Cu, dan lain-lain.). Setiap

unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus yang

ditunjukkan pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai.

Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein.

Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur dapat

diperoleh dari: KNO3, NaNO3, NH4Cl, dan lain-lain. Fosfor

juga merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim,

dan vitamin. Unsur fosfor dapat diperoleh dari KH2PO4,

NaH2PO4, Ca3PO4 dan unsur sulfur dapat diperoleh dari

NH4SO4, CuSO4 (Tjahjo et al. 2002). Kemungkinan unsur hara

yang disediakan dalam praktikum ini kurang mencukupi

untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangbiakan

mikroalga.

Mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu

membentuk senyawa organik dari senyawa anorganik melalui

proses fotosintesis. Keberadaan cahaya menentukan bentuk

Page 16: Boitek kltur alga

kurva pertumbuhan bagi mikroalga yang melakukan

fotosintesis. Cahaya matahari dapat diganti dengan sinar

lampu TL dan kisaran optimum intensitas cahaya bagi

mikroalga antara 2000-8000 lux. Pada mikroalga hijau,

pigmen yang menyerap cahaya adalah klorofil a, disamping

pigmen lain seperti karotenoid dan xantofil (Tjahjo et al.

2002). Pada praktikum inii tidak disediakan lampu yang

sesuai untuk pencahayaan bagi pertumbuhan mikroalga, hal

ini juga mendukung tidak tumbuhnya mikroalga.

Dari segi suhu di dalam laboratorium, suhu secara

langsung mempengaruhi efesiensi fotosintesis dan faktor

yang menentukan dalam pertumbuhan. Pada kondisi

laboratorium, perubahan suhu air dipengaruhi oleh

temperatur ruangan dan intensitas cahaya. Suhu optimum

untuk kultur mikroalga di laboratorium antara 25-32oC.

Kenaikan temperatur akan meningkatkan kecepatan reaksi.

Umumnya setiap kenaikan 10oC dapat mempercepat reaksi 2-3

kali lipat. Akan tetapi, temperatur tinggi yang melebihi

temperatur maksimum akan menyebabkan proses metabolisme

sel terganggu. Sehingga dengan suhu di laboratorium yang

tidak diatur menyebabkan proses metabolisme sel mikroalga

terganggu.

Proses fotosintesis mengambil karbondioksida

terlarut dari dalam air, yang berakibat penurunan

kandungan CO2 terlarut di air. Penurunan ini akan

Page 17: Boitek kltur alga

meningkatkan pH berkaitan dengan kesetimbangan CO2

terlarut, bikarbonat (HCO3-) dan ion karbonat (CO22-) dalam

air. Oleh karena itu, laju fotosintesis akan terbatas

oleh penurunan karbon dalam hal ini karbondioksida.

Umumnya pH optimum bagi pertumbuhan mikroalga adalah 8-

8,5. Fluktuasi salinitas secara langsung menyebabkan

perubahan tekanan osmosis di dalam sel mikroalga.

Salinitas yang tinggi atau rendah dapat menyebabkan

tekanan osmosis di dalam sel juga menjadi lebih rendah

atau lebih tinggi sehingga aktivitas sel menjadi

terganggu. Hal ini dapat mempengaruhi pH sitoplasma sel

dan menurunkan kegiatan enzim di dalam sel. Salinitas

optimum bagi pertumbuhan mikroalga antara 25-35‰.

Sedangkan dalam praktikum ini tidak ada penyesuaian ph

dan salinitas, sehingga wajar jika kultur mikroalga tidak

berhasil tumbuh.

Khususnya untuk spesies Dunaliella memiliki kisaran

toleransi pH yang luas mulai dari pH 1 (Dunaliella acidophila)

sampai pH 11 (Dunaliella salina). Demikian halnya juga dengan

suhu, mulai dari -35ºC sampai 40ºC. Spesies Dunaliella sp.

dapat tumbuh optimal pada pH 6-6,5 dan kisaran suhu

antara 22-25ºC dengan salinitas air 30-35‰.

Page 18: Boitek kltur alga

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat

diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan pupuk dalam kultur mikroalga berfungsi

sebagai sumber unsur hara bagi mikroalga untuk tumbuh.

2. Keberadaan cahaya menentukan bentuk kurva

pertumbuhan bagi mikroalga yang melakukan fotosintesis.

Page 19: Boitek kltur alga

3. Cahaya matahari dapat diganti dengan sinar lampu TL

dan kisaran optimum intensitas cahaya bagi mikroalga

antara 2000-8000 lux

4. Suhu optimum untuk kultur mikroalga di laboratorium

antara 25-32 oC.

5. Praktikum kultur mikroalga ini tidak berhaasil

diakibatkan kondisi lingkungan dan nutrisi yang tidak

dikontrol dengan baik.

B. Saran

Praktikum kultur mikroalga dalam skala laboratorium

sebaiknya dilakukan dalam kondisi lingkungan yang

terkendali agar mikroalga dapat tumbuh dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Page 20: Boitek kltur alga

Bold, H. C dan MJ Wyne, 2004, Introduction to the Algae,Second edition, Prentice Hall, Inc, New Jersey.

Borowitzka MA, Borowitzka LJ. 1998. Micro-algalBiotechnology. Great Britain: Cambridge UniversityPress.

Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. AsetPembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama

Fikri. A. 2007. Pengaruh Pencahayaan Terhadap KandunganPigmen Bioaktif Mikroalga Spirulina platensis StranLokal (INK). [Tesis]. Program Pasca Sarjana.Institut Pertanian Bogor.

Fogg.G.E.,1983.Algae Culture and Phytoplankton

Ecology.Madison.

Fox, J. M, 1997, Intensive Algae Culture Techniques, CRCHand Book of Mariculture, CRC Press. Inc. BocaRanton, Florida.

Henrikson.R. 2009. Spirulina, the edible microorganism.Microbiol. Rev., 47, 551-578.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuty, 2005. Teknik KulturPhytoplankton dan Zooplankton.Penerbit Kanisius.Yogyakarta

Kabinawa INK. 2004. Kultur Mikroalga: Aspek dan Prospek.Prosiding Seminar Nasional

Bioteknologi Mikroalga. Bogor: Puslitbang-Biotek. LIPI.

Kumar, H.D and Singh, H. N, A Textbook of Algae, Secondedition, Affiliated East West PUT ltd. New Delhi.

Nontji A. 2003. Laut Nusantara. Edisi ke-2. Jakarta:

Djambatan.

Oh-Hama, T dan S, Miyachi, 2002, MicroalgaeBiotechnology, Scientific publishing, New York.

Page 21: Boitek kltur alga

Tjahjo W, Erawati L, Hanung S. 2002. BudidayaFitoplankton dan Zooplankton. Direktorat JendralPerikanan Budidaya Departemen Kelautan danPerikanan: Proyek Pngembangan Perekayasaan EkologiBalai Budidaya Laut Lampung.

Tri-Panji & Suharyanto.2001. Optimization media from low-cost nutrient sources for growing Spirulinaplatensis and carotenoid production. MenaraPerkebunan, 68 (1), 64-44.

Singh, G., R.M. Kotharri, R.K. Sharma & V.Ramamurthy.1976. Enhancement of Spirulina platensisproductivity by a protein hidrolysate. Appl.Biochem. Biotech., 50, 285-290.