Tinjauan Pustaka
Demam Berdarah DengueJennifer
10.2012.023 / D6Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
WacanaJalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email: [email protected] : dr. Ernawaty
TambaPendahuluanPada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak
seperti Indonesia, saat peralihan dari musin hujan kemusim panas
banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan genangan air ini
merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya
nyamuk Aedes aegypti penyebab demam berdarah dengue. Demam berdarah
dengue (DBD) menjadi masalah utama kesehatan, hal ini bukan hanya
di Indonesia tetapi di juga diseluruh negara di Asia Tenggara.
Demam berdarah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang jumlah penderitanya cederung meningkat dan
penyebarannya semakin meluas. Penyakit DBD merupakan penyakit
menular yang terutama menyerang anak-anak. DBD menyerang khususnya
pada musim peralihan dan musim hujan karena terdapat banyak
genangan-genangan air yang menjadi tempat perkembangannya nyamuk
yang menjadi vector terinfeksi virus dengue. Demam berdarah dengue,
suatu penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh
virus, ditandai oleh gangguan permeabilitas kapiler, dan hemostasis
tubuh, dan pada kasus berat menebabkan sindrom syok.1Tujuan
penulisan makalah ini ialah untuk membahas mengenai penyakit demam
berdarah dengue. Dalam tulisan ini diulas mengenai cara anamnesis
pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penyebab, proses
perjalanan virus dalam tubuh, gejala klinis dan penatalaksanaan
penyakit demam berdarah dengue serta pencegahan penyakit dengan
pemberantasan vektornya.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang
dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien
(autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan
penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa,
anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan
pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada
di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.21. Penyakit atau
kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain
penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya
penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk
keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang
diperlukan untuk menentukan diagnosisnyaSelain pengetahuan
kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan
untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan
keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam
anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang diperlukan
untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan
dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang
diperoleh.2Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien
dan menanyakan identitas pasien tersebut. Dilanjutkan dengan
menanyakan keluhan utama, dan untuk setiap keluhan waktu muncul
gejala, cara perkembangan penyakit, derajat keparahan, hasil
pemeriksaan sebelumnya dan efek pengobatan dapat berhubungan satu
sama lain.3Riwayat penyakit sekarang berhubungan dengan gejala
penyakit, perjalanan penyakit dan keluhan penyerta pasien. Riwayat
penyakit terdahulu merupakan penyakit yang pernha diderita pasien
dapat masa lalu. Riwayat sosial ialah kondisi lingkungan sosial,
ekonomi dan kebiasaan pasien sehari-hari. Riwayat keluarga ialah
riwayat penyakit yang pernah dialami atau sedang diderita oleh
keluarga pasien.3Dari skenario yang diberikan didapat keluhan untuk
dan riwayat penyakit sekarang dan keluhan penyerta.
Keluhan utama : Seorang laki-laki 18 tahun datang dengan keluhan
demam sejak 3 hari yang lalu.Saat menanyakan keluhan utama harus
disertai lamanya keluhan tersebut timbul untuk mengetahui masa
inkubasi dari suatu penyakit sebagai bahan untuk diagnosis lebih
lanjut. Riwayat penyakit sekarang : Demam tinggi dan turun sebentar
setelah pasien minum obat penurun panas lalu deman naik lagi.
Ditanyakan kepada pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh
pertanyaan :
Bagaimana ciri-ciri demamnya pak? Apakah demamnya panas sekali,
atau hangat? Demamnya terus menerus atau naik turun ? Apakah sudah
minum obat? Lalu bagaimana hasilnya setelah minum obat, tetap saja
atau turun atau bagaimana? Keluhan penyerta : Panasnya tidak tentu,
disertai adanya pegal otot, pusing dan mual-mual. Ditanyakan kepada
pasien dan keluarga bila hadir dengan contoh pertanyaan :
Selain keluhan demam tadi apakah ada keluhan lain lagi? Seperti
mual, muntah, lemas?
Dari skenario juga didapatkan bintik-bintik kemerahan pada kedua
lengan bawahnya dengan dilakukan uji tournikuet pada pemeriksan
fisik.
Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital Berikut yang meliputi tanda-tanda vital
yaitu : suhu badan, respiratory rate, denyut nadi, dan tekanan
darah. Hasil dari pemeriksaan fisik tersebut :
Suhu : 39C
Respiratory rate : 18 x / menit Nadi : 98 x/ menit Tekanan darah
: 120/80 mmHg Dari pemeriksaan fisik tersebut maka kita dapat
menyimpulkan bahwa pasien tersebut memiliki suhu tubuh yang tinggi,
sementara respiratory rate, nadi dan tekanan darah masih dalam
batas normal.2. Uji Tourniquet
Uji ini merupakan manisfestasi pendarahan kulit paling ringan
dan dapat dinilai sebagai uji presumtif oleh karena uji ini positif
pada hari-hari pertama demam. Di daerah endemis DBD, uji tourniquet
dilakukan kepada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa
alasan yang jelas. Pemeriksaan ini harus dilakukan sesuai standar
yang ditetapkan oleh WHO. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah pasien. Selanjutnya diberikan
tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat pengukur yang
diletakan dilengan atas siku, tekanan ini diusahakan menetap selama
percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulmya petekie di bagain volar lengan bawah. Uji dinyatakan
positif apabila pada satu inci persegi didapatkan10 atau lebih 10
petekie (WHO1997). Pada DBD uji ini biasanya menunjukan hasil
positif. Namun dapat berhasil negative atau positif lemah pada
keadaan syok. Sesuai dengan skenario didapatkan hasil uji
tourniquet postif (+).43. Inspeksi Palpasi Perkusi dan
Auskultasi
Dengan melakukan IPPA pada pemeriksaan demam berdarah bisa
didapati adanya hepatomegali. Nyeri tekan sering kali terasa dan
pada palpasi didapati konsistensi hepar yang kenyal. Namun pada DBD
dapat disertai atau tanpa hepatomegali.5 Penekanan pada ulu hati
(epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati dapat
disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.5 Perabaan hati.
Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase
kritis.5Pemeriksaan penunjang
Sesuai dengan kasus maka dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah rutin dan uji serologi.
1. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan ini yang mencakup: eritrosit (Hemoglobin, Jumlah
sel, Hematokrit, dll), leukosit, dan trombosit. Hemoglobin
merupakan zat protein yang ditemukan dalam sel darah merah SDM yang
memberikan warnah merah pada darah. Hemogloblin berisi zat besi
yang membawa oksigen. Kadar hemoglobin tinggi karena ada nya
hemokonsenstrasi akibat kehilangan cairan. Hematokrit adalah volume
sel darah merah dalam 100 ml darah yang dihitung dalam presentase.
Hematokrit rendah pada kondisi anemia dan leukemia dan tinggi pada
keadaan hemokonsentrasi akibat penurunan volume cairan dan
peningkatan SDM. Sementara leukosit berpengaruh pada proses
imunitas dan trombosit pada pembekuan darah.62. Uji serologiPrinsip
dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG dalam
serum penderita dengan cara menangkap antibodi yang beredar dalam
darah penderita.7 IgM merupakan antibody yang diproduksi dalam 48
sampai 72 jam setelah antigen masuk kedalam tubuh dan banyak
berperan atas imunitas primer. N= 4% ; 40-350 mg/dl.7 IgG merupakan
antibody utama. Ig G terjadi akibat pajanan terhadap antigen asing
dan menimbulkan aktivitas antivirus dan antibacterial. Respon ini
leboh kuat dan lebih lama dari immuonoglobulin lainnya. N= 80% ;
900-2200 mg/dl.7Seseorang dapat didiagnosis menderita demam
berdarah dengue dengan parameter medis sebagai berikut :1
Leukosit
: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat.
Trombosit
: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit
: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3
demam.
Hemostasis
: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, ataua FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma.
SGOT/SGPT : dapat meningkat
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit
: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : bila akan
diberikan transfuse darah atau komponen darah
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke -3
, menghilang setelah 60-90 hari
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14,
pada infeksi sekunder IgG muali terdeteksi hari ke 2. Uji HI:
dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama, serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas NS1 berkisar 63-93,4% dengan
spesifisitas gold standart kultur virus.Diagnosa
A. Working Diagnosis
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit
ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai
sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgias dan
arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri
merah terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada
beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh
tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi
sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.8Demam berdarah
umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam
yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam
berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi . Sejumlah kecil kasus bisa
menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian
tinggi.8Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam
disertai Ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar
dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan atau demam tinggi
(>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7
hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri
sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan
di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik
perdarahan di farings dan konjungtiva.9Penderita juga sering
mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang
rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai
40-410C dan terjadi kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan
bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue tidak selalu ditandai
dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis
secara dini dapat mengurangi resiko kematian daripada menunggu
akut.9 Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang
3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri
kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997
diagnosis ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1,3 Demam
atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
Uji bending positif
Petekie, ekimosis, purpura.
Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi),
pendarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena
Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran
plasma) sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan niali hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara
DD dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
Selain itu perbedaan yang paling utama adalah pada demam dengue
tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit
pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja
sementara pada pasien demam berdarah dengue akan tampak bintik
bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit, penderita demam
berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung,
usus dan lain lain.
B. Differential Diagnosis
Demam Tifoid
Demam tipoid ialah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tipoid menyerang penduduk
di semua Negara. Seperti penyakit menular lainnya, tipoid banyak di
temukan di Negara berkembang yang sanitasi linkungannya kurang
baik. Meskipun demam tipoid menyerang semua umur, namun golongan
terbesar tetap usia kurang dari 20 tahun. Penularan penyakit ini
ialah melalui air dan makanan. Kuman salmonela dapat bertahan lama
dalam makanan. Serangga sebagai vector juga berperan dalam
penularan penyakit.10,11Salmonella ialah bakteri gram negatife,
tidak berkapsul, menpunyai flagella dan tidak membentuk spora.
Kuman ini mempunyai antigen yang penting untuk pemeriksaan
laboratorium yaitu antigen O, H, dan K. Bakteri ini akan mati pada
pemanasan 57C selama beberapa menit. Masa inkubasinya adalah 10-20
hari.11Kuman Salmonela typhi masuk dalam tubuh melalui makanan yang
telah terkontaminasi. Sebagian kuman mati di lambung dan sebagian
lagi bertahan dan sampai diusus. Kuman kemudian masuk ke lamina
propria dan difagositosis oleh makrofag. Kuman berkembang biak
didalam makrofag yang selanjutnya dibawa ke plaque penyeri di ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterium lalu
melalui ductus torasikus masuk ke peredaran darah (bakterimia
asimptomatik). Kuman lalu masuk ke oragan retikuloendotelial sel,
terutama hati dan limpa. Di organ ini kuman keluar dari makrofag
masuk ke sinusoidnya lalu masuk kembali ke dalam darah ( bacteremia
simptomatik). Dalam hati kuman masuk ke empedu dan masuk ke usus,
sebagian dikeluarkan dengen feses sebagian lagi melalui siklus dari
awal lagi. Makrofag yang memfagositosis kuman kemudian mengeluarkan
mediator inflamasi yang menyebabkan gejala.10Demam lebih dari tujuh
hari adalah gejala yang paling menonjol. Demam ini sifatnya ialah
meningkat perlahan-lahan terutama pada sore dan malam hari. Demam
ini bias diikuti oleh gejala khas lainnya yaitu diare, anoreksia,
mual, muntah, batuk dan epiktasis. Pada kondisi yang parah dapat
terjadi gangguan kesadaran. Komplikasi yang bias terjadi ialah
perforasi usus, pendarahan usus dan koma. Diagnosis ditegakkan bila
ditemukan salmonella dalam dalam melalui kultur. Pemeriksaan
serologi widal untuk mendekteksi antigen O dan H. Titer lebih besar
atau sama dengan 1/40 maka dianggap positif demam tifoid.10,11
Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia
dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing
plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya
demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang,
merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan
anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang
dingin.11Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara
berurutan: periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti
dengan periode panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan panas
badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan
berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat
banyak dan temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia
dan splenomegali juga merupakan gejala yang sering dijumpai pada
malaria.11
EtiologiDemam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus dengue dari kelompok arbovirus B, arthropod-borne virus, atau
virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk dalam
genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4x106.1,4Terdapat empat serotipe virus, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat
reaksi silang anatara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West Nile
virus.1Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan
mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primate.
Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap
virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada
antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.1Mekanisne penularan
Virus dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam
kelenjar air liurnya, jika nyamuk ini menggigit orang lain maka
virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nayamuk. Dalam tubuh
manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang
tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue
akan memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam daarah
selama satu minggu.4Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus
dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah degue. Ada yang
mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada
yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan
pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan
kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya.
Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur
hidupnya.4Epidemiologi
Demam berdarah menjadi endemis di banyak negara tropis dan
subtropis. Di asia penyakit ini sering menyerang di cina selatan,
Pakistan, india dan semua Negara di asia tenggara. Di Indonesia
kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968.
Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah mejadi
KLB. Mortalitasnya kemudian menurun mencapai 2 % pada tahun 1999.
1,4Terdapat beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan
transmisi biakan virus dengue yaitu :
1. LingkunganTerdapat beberapa faktor lingkungan yang
berpengaruh pada penularan virus dengue, yaitu lingkungan fisik dan
biologis. Lingkungan fisik contohnya seperti cuaca yang hujan akan
meningkatkan perkembangan penularan virus ini dengan terciptanya
banyak genangan-genangan air yang merupakan tempat nyamuk yang
terinfeksi virus dapat berkembang. Sementara lingkungan biologis
lebih erat kaitannya dengan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan virus dalam tubuh nyamuk. Penularan virus dengue
terjadi pada nyamuk A. aegypti betina yang betina yang suka hidup
di air-air yang jernih seperti bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampungan air lainnya. Bila sanitasi lingkungan tidak baik,
banyak sampah-sampah kaleng berserakan saat musim hujan maka
genangan air tersebut dapat menjadi wadah yang baik untuk
perkembangan nyamuk.12. Pejamu
Faktor ini berpengaruh pada penularan virus degue bila kondisi
tubuh pejamu sedang dalam keadaan yang tidak baik atau bila
terdapat penderita DBD pada anggota keluarga sehingga mempermudah
penularan virus dengue, sebab setiap orang yang terinfeksi DBD
dengan atau tanpa gejala dapat menjadi pembawa penularan
virus.1,43. Vektor
Vektor utama penyakit DBD ialah nyamuk Aedes aegypti (di daerah
perkotaan) dan nyamuk Aedes albopictus (di derah
pedesaan).4Morfologi Daur Hidup
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya.
Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang
putih pada punggungnya (mesonotum). Telur A. Aegypti mempunyai
dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa.
Larva A. Aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang
berduri lateral.12Nyamuk betina meletakkan telurnya di dinding
tempat perindukannya 1-2cm di atas permukaan air. Seekor nyamuk
betina dapat meletakkan rata-rata100 butir telur tiap kali
bertelur. Setelah kira-kira 2 hari telur menetas menjadi larva lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi
dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu
kira-kira 9 hari. 12Tempat perindukan utama A. Aegypti adalah
tempat-tempat berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan
rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah.
Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia;
seperti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi,
pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman
rumah atau di kebun yan berisi air hujan, juga berupa tempat
perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang),
tempurung kelapa, tongak bamboo, dan lubang pohon yang berisi air
hujan. Di tempat perindukan A.aegypti seringkali ditemukan larva A.
Albopictus yang hidup bersama-sama.12Perilaku Nyamuk Betina
Nyamuk betina menisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di dalam rumah ataupun di luar rumah. Pengisapan
darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu
yaitu setelah matahari terbit(08:00-12:00) dan sebelum matahari
terbenam (15:00-17:00). Tempat istirahat Ae. Aegypti berupa
semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat
di halaman / kebun / pekarangan rumah. Juga berupa benda-benda yan
tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan lain
sebagainya. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10
hari, sedangkan di laboratorium mencapai 2 bulan. Ae.aegypti mampu
terbang sejauh 2 kilometer, walaupun umumnya jarak terbangnya
adalah pendek yaitu kurang lebih 40 meter. 12
Patogenesis Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga
saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat
bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam
terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan
dengue.1Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary
heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila
seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda.
Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi. 1Pada saat ini
dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu kelompok monoklonal reaktif
yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi
virus dan atobodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa
disertai daya memacu replikasi virus. Antibody yang dibentuk pada
infeksi primer akan meyebabkan terbentuknya kompleks imun pada
infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini
pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue
oleh serotipe berbeda cenderung menyebabkan manifestasi yang berat.
4Reaksi immunologi yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
sebagai berikut:
a. Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit
dan sel kupffer merupakn tempat terjadinya infeksi virus dengue
primer. Sel ini berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; 1,4b. Limfosit T
baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan
TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan
histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan
terjadi kebocoran plasma.1c. Respons humoral berupa pembentukan
antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan
dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement (ADE).1d.
Virus ini kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuclear
yang telah terinfeksi. Selanjutnya sel monosit yang mengandung
kompleks inmin akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum
tulang. Parameter perbedaan terjadinya BD dengan atau tanpa
renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.1,4e. Sel monosit
yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun
menyebabkan terbentuknya mediator (C3a dan C5a) yang akan
memperngaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem
koagulasi.1,4Permeabilitas kapiler yang meninggi mengakibatkan
terjadinya hemokonsentrasi sehingga aliran darah lambat. Kemudian
terjadi hipoksia dan asidosis metabolik. Trombositopenia pada
infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang
dan 2) destruksi dan pemendekan massa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan
keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir
tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi
trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui peningkatan fragmen C3g. Koagulapati terjadi sebagai akibat
interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel.
Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif
pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.1Gejala klinis
Pada kasus DBD biasanya disertai dengan demam tinggi,
pendarahan, hepatomegaly dan gangguan sirkulasi. Trombositopenia
yang disertai dengan hemokonsentrasi dapat ditemukan dengan uji di
laboratorium. Perubahan patofisologis yang utama yang menbedakan
demam berdarah dan deman berdarah dengue ialah hemostatis abnormal
dan kebocoran plasma yang dimanifestasikan dengan trombositopenia
dan peningkatan hematokrit.13Demam berdarah dengue dimulai dengan
peningkatan suhu secara tiba-tiba dan disertai dengan kemerahan dan
gejala lainya seperti anoreksia, muntah, sakit kepala, nyeri otaot
dan sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorok.
Ketidaknyamanan di epigastrik dan nyeri tekan pada tepi rusuk kanan
dan nyeri perut. Demam tinggi pada dua sampai tujuh hari kemudian
baru turun menjadi normal atau subnormal. Terkadang suhu tubuh
mencapai 40C dan dapat terjadi kejang demam.13Pendarahan paling
umum yaitu hasil positif pada uji tounikuet positif. Ditemukan
petekie yang kecil dan menyebar pada anggota gerak, ketiak, wajah
dan palatum lunak yang tampak pada masa awal demam. Ruam
makulopapular atau ruam seperti pada campak mucul pada awal dan
akhir perjalanan penyakit. Terkadang terjadi epiktasis dan gusi
berdarah. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak
sesuai dengan beratnya penyakit.13Pada kasus ringan maupun sedang
semua gejala biasanya mereda saat demam turun, perdaan ini terjadi
dengan adanya pengeluaran keringat, perubahan nadi dan tekanan
darah serta mendinginnya anggota gerak dan kongesti kulit.
Perubahan ini menandakan adanya gangguan ringan dan sementara pada
system sirkulasi akibat kebocoran plasma. Pasien biasanya akan
pulih dengan sendirinya setelah diberikan terapi cairan dan
elektrolit.13Pada kasus yang berat, kondisi pasien memburuk
tiba-tiba setelah beberapa hari demam. Gejala renjatan ditandai
dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang
terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta
dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada
waktu demam atau saat demam turun antara hari ke-3 dan hari ke-7.
Nyeri abdomen akut ialah keluhan yang biasa diutarakan pasien tepat
sebelum syok terjadi. Bila terjadi syok paisen dapat meninggal
12-24 jam kemudian atau pulih dengan cepat bila diberikan terapi
pergantian cairan yang tepat. Syok yang tidak ditangani akan
menciptakan situasi yang lebih rumit, terjadi asidosis metabolic,
pendarahan pada saluran gastrointestinal dan lainnya sehingga
prognosis menjadi buruk. Sementara pada pasien yang pulih dari syok
akan pulih dengan cepat tanpa meninggalkan gejala, peningkatan
nafsu makan ialah tanda prognosis membaik.13Derajat beratnya DBD
secara klinis dibagi sebagai berikut:11. Derajat I (ringan),
terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain
yang tidak spesifik, dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu
uji turniket yang positif atau mudah memar. 2. Derajat II (sedang),
gejala yang ada pada tingkat I ditambah pula dengan perdarahan
kulit dan manifestasi perdarahan lain dengan ditandai oleh denyut
nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, suhu tubuh yang rendah, kulit
lembab dan penderita gelisah. 3. Derajat III, ditemukan tanda-tanda
renjatandan pendarahan spontan Pendarahan bisa terjadi di kulit
atau tempat lain.
4. Derajat IV, syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diperiksa, hal ini biasaq disebut dengue
shock syndrome atau biasa disingkat DSS. Fase kritis pada penyakit
ini terjadi pada akhir masa demam. Setelah demam selama 2 - 7 hari,
penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda gangguan
sirkulasi darah. Penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya
dingin, dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut
nadi.Diagnosis klinis perlu disokong pemeriksaan serologi. Serologi
dan reaksi berantai polymerase tersedia untuk memastikan diagnose
demam berdarah jika terindikasi secara klinis.1Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka
kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan
volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak
mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara
bermakna.1Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
bersana dengan Divisi Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi
Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien
dewasa berdasarkan kriteria:1 Penatalaksanaan yang tepat dengan
rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya.
Mempertimbangkan cost effectiveness.Protokol ini terbagi dalam 5
kategori :
1. Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
2. Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
4. Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
5. Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasaProtokol 1.
Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan
pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di
Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai petunjuk dalam
memutuskan indikasi rawat.1
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat
dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan
trombosit, bila:1 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit
antara 100.000 150.000 pasien dapat dipulangkan dengan anjuran
kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap
24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke
Instalansi Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk
dirawat.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan
untuk dirawat.
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang
Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif
tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid
dengan jumlah seperti rumus berikut ini:1Volume cairan kristaloid
per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24
jam:1 Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000
jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi
pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam.
Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka
pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan
peningkatan Ht > 20%.
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit
> 20%
Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami
defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian
cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6
7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 4 jam pemberian
cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi
5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap
membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam
kemudian.1
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 7ml/kgBB/jam tadi
keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan
nadi meningkat, tekanan darah menurun , 20mmHg, produksi urin
menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10
ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi
5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda
syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana
sindroma syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan
awal.1Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah
diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan
melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4 5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini
jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD
tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan
jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht,
dan trombosit serta hemostase harus segera dilakukan dan
pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 6
jam.1
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan
laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskulat
diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb
kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada
pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.1Protokol 5.
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal
pertama yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera
diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler yang
hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue
sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa
renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita
DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang
tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda
renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang tidak
adekuat.1Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang
diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan
oksigen 2 4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida,
serta ureum dan kreatinin.1Pada fase awal, cairan kristaloid
diguyur sebanyak 10 20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15 30 menit.
Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah
sistolik 100 mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi
nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 1
ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila
dalam waktu 60 120 menit kemudian tetap stabil pemberian cairan
menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit kemudian
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila
24 - 48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan
hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan
perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma
yang mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya
hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi,
edema paru atau gagal jantung dapat terjadi.1Pengawasan dini
kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain
proses patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan
kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluih
darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui
apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan
tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi jantung dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis
diusahak 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan
penyakit.1Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan
belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan
menjadi 20 30 ml/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi setelah 20 30
menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan
plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan
pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi
perdarah (internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi
darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.1
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus
mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri
mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 - 20ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi
maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter
vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah
maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan
vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus
diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa,
elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila
tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi
renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /
vasopresor.1Komplikasi
1. Sindrom Syok Dengue
Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang
kearah syok tiba-tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama
2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi pada waktu, atau segera setelah,
penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakit. Terdapat
tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti:14 Kulit menjadi
dingin
Bintil-bintil
Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi
semakin cepat)
Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi
gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari shok.1DSS
biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan
darah turun ( 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,
kulit dingin dan lembab serta gelisah.. Dimana pasien yang shok
bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada kematian.
Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan
kematian. 12. Edema ParuEdema Paru Kardiogenik adalah edema paru
yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang
disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru
Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein
di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran
balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.153.
Ensefalopati Dengue Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai
komplikasi syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat
juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Kecuali kejang,
gejala ensefalopati lain tidak atau jarang menyertai DBD. Tingginya
presentasi enselopati dengue pada golongan umur 1-4 tahun
memerlukan peningkatan kewaspadaan. Pada ensefalopati cenderung
terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi
cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah
cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa
segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3.
Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali
tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya
kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula
darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan
jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi
produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan
tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi
yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.4Prognosis
Bila penanganan demam berdarah dengue dilakukan dengan manajemen
medis yang baik yaitu pemantau kadar trombosit dan hematokrit maka
mortalitasnya dapat diturunkan dan prognosisnya baik. Namun keadaan
bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dahulu dan tidak
dilakukan penanganan yang tepat sehingga jumlah trombosit