Page 1
BIOSINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL ZnO
MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT LABU KUNING (Cucurbita
moschata) DAN APLIKASINYA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL
(DSSC)
SKRIPSI
DZIKRI ANFASA FIRDAUS
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
Page 2
BIOSINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL ZnO
MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT LABU KUNING (Cucurbita
moschata) DAN APLIKASINYA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL
(DSSC)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
DZIKRI ANFASA FIRDAUS
11160960000003
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1442 H
Page 3
BIOSINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL ZnO
MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT LABU KUNING (Cucurbita
moschata) DAN APLIKASINYA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL
(DSSC)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
DZIKRI ANFASA FIRDAUS
NIM : 11160960000003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Dr. La Ode Sumarlin, M. Si
NIP. 19750918 200801 1 007
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Nanda Saridewi, M. Si
NIP. 19841021 200912 2 004
Isalmi Aziz, M.T
NIP. 19751110 200604 2 001
Page 4
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Biosintesis dan Karakterisasi Nanopartikel ZnO
Menggunakan Ekstrak Kulit Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan
Aplikasinya pada Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)” yang ditulis oleh Dzikri
Anfasa Firdaus, NIM 11160960000003 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam
sidang munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada hari Jumat, 26 Maret 2021. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi
Kimia.
Menyetujui,
Penguji I Penguji II
Nurhasni, M.Si
NIP. 19740618 200501 2 005
Dr. Siti Nurbayti, M.Si
NIP. 19740721 200212 2 002
Pembimbing I
Pembimbing II
Nanda Saridewi, M.Si NIP. 19841021 200912 2 004
Isalmi Aziz, M.T NIP. 19751110 200604 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Ir. Nashrul Hakiem, Ph.D
NIP. 19710608 200501 1 005
Dr. La Ode Sumarlin, M.Si
NIP. 19750918 200801 1 007
Page 5
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Pandeglang, 26 Maret 2021
Dzikri Anfasa Firdaus
11160960000003
Stamp
Page 6
ABSTRAK
DZIKRI ANFASA FIRDAUS. Biosintesis dan Karakterisasi Nanopartikel ZnO
Menggunakan Ekstrak Kulit Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan Aplikasinya
pada Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Dibimbing oleh NANDA SARIDEWI
dan ISALMI AZIZ.
Nanopartikel seng oksida (ZnO) merupakan salah satu material anorganik yang
memiliki sifat absorpsi ultraviolet/UV. Nanopartikel ZnO merupakan material
semikonduktor dengan celah pita lebar, yaitu 3,37 eV dan energi eksitasi cukup
tinggi yaitu sebesar 60 meV, sehingga dapat digunakan pada Dye Sensitized Solar
Cell (DSSC). Ekstrak kulit labu kuning (Cucurbita moschata) dapat dimanfaatkan
sebagai agen penstabil sekaligus agen pereduksi pada sintesis nanopartikel ZnO.
Proses sintesis nanopartikel ZnO selama ini tidak ramah lingkungan dan masih
harus diteliti parameter fisika dan kimianya agar menghasilkan nanopartikel ZnO
yang baik sehingga menghasilkan efisiensi DSSC yang besar. Penelitian ini
bertujuan untuk menentukan gugus fungsi ekstrak kulit labu kuning Cucurbita
moschata, menentukan karakteristik nanopartikel ZnO dan penentuan efisiensi
semikonduktor ZnO dengan menggunakan dye ekstrak buah manggis. Prekursor
Zn(CH3COO)2.2H2O dengan konsentrasi 0,15 M pada variasi pH 7, 8, dan 9
direaksikan dengan ekstrak kulit labu kuning. Ekstrak kulit labu kuning
dikarakterisasi menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR). Nanopartikel
ZnO ditentukan jenis fasa dan ukuran kristal menggunakan X-Ray Diffraction
(XRD) dan morfologi distribusi partikel dan ukuran partikelnya menggunakan
Transmission Electron Microscope (TEM). Sampel hasil biosintesis diaplikasikan
pada DSSC sebagai semikonduktor. Hasil FTIR menunjukan adanya gugus fungsi
dan senyawa yang berperan sebagai agen penstabil sekaligus pereduksi seperti
protein, karbohidrat dan gugus OH. Hasil XRD menunjukan ZnO memiliki sistem
kristal hexagonal dan ukuran kristal terkecil sebesar 18,99 nm. TEM menunjukan
ZnO konsentrasi 0,15 M pada pH 8 memiliki bentuk partikel spherical dengan
ukuran partikel 24,90 nm. Sedangkan DSSC menghasilkan efisiensi sebesar 9,06
10-4 %.
Kata kunci: Biosintesis, Cucurbita moschata, Nanopartikel ZnO, Dye Sensitized
Solar Cell (DSSC), agen penstabil
Page 7
ABSTRACT
DZIKRI ANFASA FIRDAUS. Biosynthesis and Characterization of ZnO
Nanoparticles Using Pumpkin Skin Extract (Cucurbita moschata) Its Application
in Dye Sensitized Solar Cells (DSSC). Supervised by NANDA SARIDEWI and
ISALMI AZIZ.
Zinc oxide (ZnO) nanoparticles are an inorganic material that has ultraviolet / UV
absorption properties. ZnO nanoparticles are semiconductor materials with a wide
band gap of 3.37 eV and a high enough excitation energy of 60 meV, so they can
be used in Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Pumpkin skin extract (Cucurbita
moschata) can be used as a stabilizing agent as well as a reducing agent in the
synthesis of ZnO nanoparticles. The synthesis process of ZnO nanoparticles so far
is not environmentally friendly and the physical and chemical parameters must be
examined in order to produce good ZnO nanoparticles resulting in large DSSC
efficiency. This study aims to determine the functional groups of Cucurbita
moschata pumpkin peel extract, determine the characteristics of ZnO
nanoparticles and determine the efficiency of ZnO semiconductors using
mangosteen fruit extract dye. Zn(CH3COO)2.2H2O precursor with a concentration
of 0.15 M at various pH values 7, 8, and 9 was reacted with pumpkin skin extract.
Pumpkin skin extract was characterized using Fourier Transform Infrared (FTIR).
ZnO nanoparticles were determined by phase type and crystal size using X-Ray
Diffraction (XRD) and particle distribution morphology and particle size using a
Transmission Electron Microscope (TEM). The biosynthetic sample was applied
to DSSC as a semiconductor. FTIR results show the existence of functional
groups and compounds that act as stabilizing and reducing agents such as
proteins, carbohydrates and OH groups. XRD results show that ZnO has a
hexagonal crystal system and the smallest crystal size is 18.99 nm. TEM showed
that ZnO concentration of 0.15 M at pH 8 had a spherical particle shape with a
particle size of 24.90 nm. Meanwhile, the DSSC produces an efficiency of 9.06
10-4%.
Keywords: Biosynthesis, Cucurbita moschata, ZnO Nanoparticles, Dye
Sensitization Solar Cells (DSSC), stabilizing agents.
Page 8
viii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirraohim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi. Shalawat serta
salam selalu tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi
wasallam serta kepada kerluarga, sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Biosintesis
dan Karakterisasi Nanopartikel ZnO Menggunakan Ekstrak Kulit Labu
Kuning (Cucurbita moschata) dan Aplikasinya pada Dye Sensitized Solar Cell
(DSSC)”.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Nanda Saridewi, M.Si selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan
tenaga memberikan bimbingan, pengarahan, dan pengetahuan dalam
menyelesaikan skripsi.
2. Isalmi Aziz, M.T selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
tenaga memberikan bimbingan dan saran dalam menyelesaikan skripsi.
3. Nurhasni, M.Si selaku penguji I dan Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku penguji II
4. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ir. Nashrul Hakiem, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Page 9
ix
6. Kedua orang tua serta keluarga tercinta yang telah memberikan nasihat dan
do’a kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
7. Teman-teman tercinta yang telah berbesar hati meluangkan waktunya untuk
senantiasa mendukung dan mengingatkan penulis dikala lengah.
8. Segenap dosen Program Studi Kimia yang telah mengajarkan ilmu
pengetahuan dan ilmu hidup dengan ikhlas kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Pandeglang, 26 Maret 2021
Penulis
Page 10
x
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... xii
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
1.3 Hipotesis ........................................................................................................ 6
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
2.1 Tanaman Labu Kuning .................................................................................. 8
2.2 Nanopartikel Seng Oksida (ZnO) ................................................................ 10
2.3 Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) ............................................................... 11
2.5 Fourier Transform InfraRed (FTIR) ............................................................ 15
2.6 X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................................. 17
2.7 Transmission Electron Microscopy (TEM) ................................................. 18
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 20
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 20
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 20
3.3 Prosedur Kerja ............................................................................................. 21
3.3.1 Skema Penelitian ...................................................................................... 21
2.4 Biosintesis Nanopartikel Melalui Metode Sol-gel....................................... 13
Page 11
xi
3.3.2 Ekstraksi simplisia (Azizi et al., 2014) ..................................................... 22
3.3.3 Biosintesis nanopartikel ZnO (Nurbayasari et al., 2017) ......................... 22
3.3.4 Analisis Gugus Fungsi Nanopartikel ZnO Menggunakan Instrumen FTIR
(ASTM D-6348-03; Vimala et al., 2014) ................................................. 23
3.3.5 Penentuan Jenis Fasa dan Ukuran Kristal dengan Instrumen XRD (ASTM
D3906-03) ................................................................................................ 23
3.3.6 Identifikasi morfologi permukaan dengan instrumen TEM (ASTM
D3849-14) ................................................................................................ 24
3.3.7 Pengujian Efisiensi Material Semikonduktor Nanopartikel ZnO pada
DSSC (Maryani et al., 2012) .................................................................... 24
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 26
4.1 Hasil Analisis Gugus Fungsi Ekstrak Kulit Labu Kuning (Cucurbita
moschata) Menggunakan FTIR ................................................................... 26
4.2 Hasil Biosintesis Nanopartikel ZnO ............................................................ 28
4.3 Hasil Karakterisasi Nanopartikel ZnO Menggunakan XRD ....................... 31
4.4 Hasil Morfologi Permukaan Nanopartikel ZnO Menggunakan TEM ......... 35
4.5 Hasil Penentuan Efisiensi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) .................... 37
BAB V PENUTUP ..................................................................................................... 41
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 41
5.2 Saran ............................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 42
LAMPIRAN........................................................................................................................... 50
Page 12
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ukuran kristal dan struktur kristal pada pH 7, 8, dan 9................................ 33
Tabel 2. Hasil uji TEM ............................................................................................... 60
Tabel 3. Pengukuran Arus (I) dan Tegangan (V) ....................................................... 62
Tabel 4. Hasil perhitungan efisiensi DSSC ................................................................ 62
Page 13
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Buah labu kuning ....................................................................................... 8
Gambar 2. Struktur kristal ZnO: (a) kubik rocksalt, (b) zinc blende, (c) wurtzite . 10
Gambar 3. Prinsip kerja DSSC .................................................................................. 12
Gambar 4. Mekanisme pembentukan nanopartikel ZnO ........................................... 14
Gambar 5. Skema prinsip kerja FTIR ........................................................................ 16
Gambar 6. Skema prinsip kerja XRD ........................................................................ 17
Gambar 7. Skema prinsip kerja TEM ........................................................................ 19
Gambar 8. Skema penelitian ...................................................................................... 21
Gambar 9. Data hasil FTIR ekstrak kulit labu kuning ............................................... 26
Gambar 10. Pola XRD nanopartikel ZnO pada pH 7, 8 dan 9 .................................. 31
Gambar 11. Distribusi ukuran nanopartikel ZnO hasil uji TEM ............................... 35
Gambar 12. Kurva hubungan I-V .............................................................................. 38
Gambar 13. Sampel kulit labu kuning Cucurbita moschata kering .......................... 51
Gambar 14. Proses penghalusan kulit labu kuning Cucurbita moschata .................. 51
Gambar 15. Proses ekstraksi kulit labu kuning Cucurbita moschata ........................ 52
Gambar 16. Proses biosintesis kulit labu kuning Cucurbita moschata ..................... 52
Gambar 17. Sol-gel hasil biosintesis kulit labu kuning Cucurbita moschata ........... 53
Gambar 18. Proses sentrifugasi hasil biosintesis kulit labu kuning .......................... 53
Gambar 19. Proses pemanasan dengan furnace ekstraksi kulit labu kuning ............. 54
Gambar 20. Nanopartikel ZnO hasil biosintesis ........................................................ 54
Gambar 21. DSSC ..................................................................................................... 55
Gambar 22. Spektrum hasil analisis FTIR ................................................................ 56
Gambar 23. Spektrum hasil analisis XRD sampel pH 7............................................ 58
Gambar 24. Spektrum hasil analisis XRD sampel pH 8............................................ 58
Page 14
xiv
Gambar 25. Spektrum hasil analisis XRD sampel pH 9............................................ 59
Gambar 26. Hasil uji TEM dan analisis menggunakan image j ................................ 60
Page 15
xv
LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan ............................................................ 50
Lampiran 2. Foto penelitian ...................................................................................... 51
Lampiran 3. Hasil pengujian FTIR ........................................................................... 56
Lampiran 4. Hasil pengujian XRD dan perhitungan ukuran partikel ....................... 57
Lampiran 5. Hasil uji TEM ....................................................................................... 60
Lampiran 6. Hasil penentuan efisiensi DSSC ........................................................... 63
Page 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini penggunaan energi dari fosil mulai diminimalisir, karena pasokan
cadangan bahan bakarnya cenderung menurun. Menurut Kementerian ESDM
(2015) dan ESDM (2016), cadangan minyak bumi Indonesia per-1 Januari 2015
mengalami penurunan sebesar 1,2 % dibandingkan tahun sebelumnya yakni 3,70
miliar barel dan akan habis 13 tahun kedepan. Di sisi lain, konsumsi minyak bumi
mengalami peningkatan. Berdasarkan outlook Kementerian ESDM tahun 2016,
kebutuhan energi pada tahun 2015 sebesar 876,594 SBM, diperkirakan
pertumbuhan kebutuhan energi pada tahun 2025 meningkat 1,8 kali lipat dari
tahun 2015 dan pada tahun 2050 meningkat menjadi 5,5 kali lipat.
Energi alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti fosil adalah
energi yang bersumber dari matahari. Di Indonesia potensi sumber daya
energi matahari sekitar 4,8 kWh/m2 per-hari atau sebanding dengan
112 ribu GWp (ESDM, 2016). Sel surya merupakan alat yang dapat
mengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik dan telah mengalami
banyak perkembangan, dimulai dari sel surya silikon, sel surya film tipis (thin film
solar cell) dan dye sensitized solar cell (DSSC). DSSC merupakan sel surya yang
lebih baik diantara ketiganya karena menghasilkan energi listrik besar dengan
biaya murah dan memiliki efisiensi tinggi melalui pembuatan sel surya polimer
atau disebut dengan sel surya organik (Adam et al., 2019).
Page 17
2
DSSC mengandung material semikonduktor yang berfungsi sebagai
pembawa muatan dari cahaya matahari, sedangkan dye sebagai penyerap
cahayanya. Dye yang digunakan adalah ekstrak kulit manggis. Maulina et al
(2014) menyatakan bahwa dye anto-sianin kulit buah manggis (Garcinia
Mangostana L) menghasilkan efisiensi DSSC cukup besar yaitu 0,592 %.
ZnO dapat dijadikan material semikonduktor karena menunjukkan sifat-
sifat optik dan kelistrikan yang baik sehingga memiliki potensi aplikasi yang baik
dalam bidang elektronik, optoelektronik, dan sensor. ZnO sebagai material
semikonduktor memiliki stabilitas kimia dan termal yang tinggi serta memiliki
nilai energi celah pita yang cukup besar yaitu 3,37 eV. Dengan besarnya nilai
tersebut besar pula muatan energi foton dari cahaya matahari yang akan diserap
oleh DSSC. Sintesis nanopartikel ZnO berperan memperkecil ukuran
semikonduktor pada DSSC. Adanya efek ukuran yang dinamakan quantum size
effect dapat memperluas aplikasi nanomaterial. Dimana dengan semakin kecilnya
ukuran partikel akan memperbesar nilai energi celah pita sehingga dengan
demikian dapat meningkatkan efisiensi sel surya organik atau DSSC (Gratzel,
2003; Ramahdita, 2011; Vaseem et al., 2010).
Sintesis nanopartikel ZnO dapat dilakukan dengan metode fisika dan
kimia. Metode fisika yang umum digunakan antara lain ball mill, laser ablation,
dan physical vapor deposition (PVD). Metode-metode tersebut memerlukan alat
yang cukup mahal dan menghasilkan ukuran dan bentuk partikel yang terbatas
(Yadav, 2015). Metode kimia yang umum digunakan antara lain metode sol-gel,
mikroemulsi dan presipitasi. Metode sol-gel cukup baik dalam menghasilkan
partikel berukuran nano. Afia (2018) mensintesis ZnO:Zr dengan variasi pelarut
Page 18
3
yang berbeda (H2O, metanol, propanol, isopropanol) menghasilkan ukuran
partikel antara 45-126 nm. Selain itu kelebihan dari metode ini adalah
homogenitas yang lebih baik, kemurnian yang tinggi dan proses pembentukan
kristalinitas cepat.
Surfaktan umumnya digunakan sebagai agen penstabil dalam sintesis
dalam metode sol-gel. Wang et al. (2002) menggunakan surfaktan CTAB (Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide) untuk mengontrol ukuran nanopartikel ZnO. Li et
al. (2005) mensintesis ZnO dengan pelarut NaDS (Natrium Dodecyl Sulfate) dan
surfaktan TEA (Trietanolamina). Metode-metode tersebut memerlukan waktu
yang cukup lama, energi yang besar, dan penggunaan bahan kimia yang kurang
ramah lingkungan (Ismaili et al., 2005; Li et al., 2009; Ristic et al., 2005; Wang et
al., 2002).
Pendekatan secara biologi melalui ekstrak tanaman sebagai agen
penstabil/surfaktan dapat digunakan pada sintesis nanopartikel ZnO agar
diperoleh karakteristik dan ukuran nanopartikel ZnO yang baik. Pada proses
biosintesis organisme yang berperan cukup banyak antara lain, yeast, fungi,
bakteria, diatom, mikroalga, cyanobakteria, dan ekstrak tanaman (Asmathunisha
dan Kathiresan, 2012; Iravani, 2011; Kharissova et al., 2013; Mittal et al., 2013;
Sharma, 2015).
Senyawa pada organisme tersebut yang berperan sebagai stabilisator,
capping agent sekaligus reduktor pada biosintesis nanopartikel ZnO antara lain
seperti vitamin, protein, asam lemak, mineral, asam amino, polisakarida sulfat,
enzim, asam organik seperti asam sitrat. Senyawa lain juga yang berperan seperti
senyawa karbohidrat, fenolik, flavonoid, terpenoid, flavonon, fenolik, polifenol,
Page 19
4
tanin, alkaloid, amina, amida, gugus pigmen, karbonil (Asmathunisha, 2012;
Madhumita et al., 2016; Mittal et al., 2013; Iravani, 2011).
Biosintesis nanopartikel ZnO sudah banyak dilakukan. Beberapa
penelitian yang telah berhasil diantaranya menggunakan ekstrak tanaman
Camellian sinensis (daun teh) menghasilkan nanopartikel ZnO berukuran rata-rata
16 nm berbentuk hexagonal (Senthilkumar, 2014). Menggunakan ekstrak buah
Borassur flabellifer menghasilkan nanopartikel berukuran rata-rata 55 nm
berbentuk rod (Vimala et al., 2012). Menggunakan ekstrak Sargassum muticum
mensintesis nanopartikel ZnO berbentuk spherical dengan ukuran partikel 30-57
nm (Azizi et al., 2014) dan Nurbayasari et al. (2017) telah berhasil melakukan
biosintesis nanopartikel ZnO dengan menggunakan ekstrak rumput laut hijau
Caulerpa sp. dimana ukuran partikel rata-rata 370,72 nm.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 99:
ىء ش كل نبات بهۦ فأخرجنا ما ء ا ء م س ٱل من ل أنز ذى ٱل وهو ا منه رجناخ فأ خضر
ت دانية قنوان طلعها من ٱلن خل ن وم تراكب ام حبا منه نخرج ن وجن يتون أعناب م وٱلز
ان وٱلر ام م ا به ش مت غير و شتبه لكم فى إن ه ۦ ع ين و ر أثم ا إذ ثمره ۦ إلى ٱنظرو ت ذ ل قوم لءاي
ؤمنون ي
Artinya: Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan
dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan
(Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak
serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan
(perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian
itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.
Page 20
5
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT telah menurunkan air hujan,
dengan air hujan tersebut Allah SWT menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan buah-
buahan untuk menunjukan tanda-tanda kebesarannya, seluruh jenisnya memiliki
manfaat dan fungsi yang beragam. Manusia hendaknya memperhatikan dan
mengambil pelajaran terhadap tanda-tanda kebesaran Allah SWT tersebut. Kulit
buah labu kuning memiliki banyak manfaat karena didalamnya terdapat senyawa-
senyawa yang dapat dipergunakan untuk kebutuhan hidup manusia. Dalam upaya
mencari tanda-tanda kebesaran Allah SWT tersebut.
Pemanfaatan buah labu kuning saat ini sebagian besar masih terbatas pada
skala rumah tangga. Kulit labu kuning dianggap hanya sebagai sampah yang tidak
dapat dikonsumsi. Penelitian-penelitian terhadap kulit labu kuning sangat jarang
dilakukan padahal kulit labu kuning banyak mengandung karbohidrat, gula dan
protein (Abdella, 2008). Penelitian terkait biosintesis nanopartikel ZnO
menggunakan ekstrak tanaman belum banyak dilaporkan di Indonesia. Hal
tersebut dikarenakan selama ini masih harus diteliti parameter fisika kimianya.
Parameter tersebut diantaranya adalah variasi pH. Menurut Nurbayasari et al.
(2017) kondisi pH yang baik untuk biosintesis nanopartikel ZnO adalah pada
konsentrasi prekursor Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M pada pH 8. Tamtowi (2020)
telah melakukan penelitian biosintesis nanopartikel ZnO menggunakan ekstrak
biji labu kuning dengan variasi konsentrasi prekursor 0,15, 0,05 dan 0,1 M.
Menemukan bahwa konsentrasi prekursor yang optimal dalam pembentukan
nanopartikel ZnO terdapat pada Zn(CH3COO)2.2H2O konsentrasi 0,15 M.
Sehingga konsentrasi tersebut dipilih sebagai acuan pada penelitian ini dan
dilakukan variasi pH 7, 8, dan 9.
Page 21
6
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian ini yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh variasi pH 7, 8 dan 9 terhadap pembentukan
nanopartikel ZnO menggunakan ekstrak kulit labu kuning dengan metode sol-gel
dan efisiensi yang dihasilkan. Ekstrak kulit labu kuning dikarakterisasi
menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsinya, nanopartikel ZnO
dikarakterisasi dengan XRD untuk mengetahui kristalinitas dan ukuran kristalnya,
serta TEM untuk mengetahui morfologi dan ukuran partikel ZnO. Nanopartikel
ZnO kemudian diaplikasikan sebagai semikonduktor pada Dye Sensitized Solar
Cell (DSSC).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, rumusan masalah yang
diajukan adalah :
1. Gugus fungsi apakah yang terdapat pada ekstrak kulit labu kuning
(Cucurbita moschata)?
2. Bagaimana karakteristik nanopartikel ZnO yang dihasilkan melalui
metode sol-gel?
3. Bagaimana efisiensi semikonduktor ZnO yang dihasilkan pada
perangkat DSSC?
1.3 Hipotesis
1. Gugus fungsi gugus yang terdapat pada ekstrak kulit labu kuning
(Cucurbita moschata) adalah gugus fungsi O-H hidroksi, CH2, amida
sekunder (R-CO-NR2, C-H dan posfat (PO43-).
2. Karakteristik nanopartikel yang dihasilkan melalui metode sol-gel
cukup baik.
Page 22
7
3. Efisiensi semikonduktor ZnO yang dihasilkan pada perangkat DSSC
cukup baik.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menentukan gugus fungsi yang terdapat pada ekstrak kulit labu
kuning (Cucurbita moschata).
2. Menentukan karakteristik nanopartikel ZnO terbaik yang dihasilkan
pada metode sol-gel.
3. Menentukan efisiensi semikonduktor ZnO yang dihasilkan pada
perangkat DSSC.
1.5 Manfaat Penelitian
Manafaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ekstrak tanaman
sebagai agen penstabil dan variasi pH yang sesuai dalam pembentukan
nanopartikel ZnO, sekaligus meningkatkan nilai manfaat limbah kulit labu kuning
sebagai campuran material semikonduktor pada Dye Sensitized Solar Cell
(DSSC).
Page 23
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Labu Kuning
Tanaman labu kuning merupakan jenis tanaman sayuran yang menjalar
dan banyak ditemukan di Indonesia. Tanaman tersebut berasal dari famili
Cucurbitaceae, serumpun dengan tanaman semangka, timun, melon, dan blewah.
Labu kuning (Cucurbita moschata) dikenal dengan sebutan Waluh (Jawa
Tengah), labu parang (Jawa Barat), pumpkin (Inggris) (Suprapti, 2005). Labu
kuning sangat baik untuk kesehatan tubuh karena terdapat kandungan betakaroten
yang bermanfaat untuk pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh, penglihatan,
reproduksi, perkembangan janin serta mengurangi resiko timbulnya penyakit
kanker hati (Keller, 2001).
Gambar 1. Buah labu kuning (https://www.khasiatsehat.com)
Buah labu kuning memiliki kulit sangat keras dan tebal, sehingga mampu
berfungsi sebagai penghalang keluarnya air melalui penguapan, laju respirasi,
maupun masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal ini yang menyebabkan
labu kuning menjadi tahan lama atau awet dibanding buah-buahan lainnya. Tahan
Page 24
9
lamanya dapat mencapai 6 bulan atau lebih, tergantung pada cara
penyimpanannya. Kulitnya juga mengandung polisakarida yaitu 4,05% dan 0,25%
pektin, juga dalam komposisi per-100 gram mengandung 96,02% air, 4,06%
karbohidrat, 1,64% protein dan 3,33% gula total (Abdella, 2008). Gambar 1
menunjukan daging buahnya berwarna kuning/oranye dan banyak mengandung
karbohidrat. Bagian tengah buah labu kuning memiliki biji berbentuk pipih kedua
ujungnya meruncing dan berlendir. Labu kuning mempunyai klasifikasi sebagai
berikut:
Divisi : Mongnoliophyta/ Spermatophyta (berbunga)
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledo nae (berkeping dua)
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucurbita
Spesies : cucurbita moschata durch
(Arief , 2009)
Labu kuning tua dapat diolah sebagai makanan tradisional yang dikenal
dengan jenang, kolak, dawet, lepet, dodol dan lain lain. Getah dan daging buahnya
digunakan sebagai obat gigitan serangga berbisa dan air perasan buahnya
dipercaya dapat mengobati luka akibat racun binatang, selain itu bijinya dapat
digunakan sebagai agen penstabil/surfaktan pada sintesis nanopartikel ZnO, dan
kulitnya digunakan sebagai bioplastik. (Suprapti, 2005; Tamtowi, 2020).
Page 25
10
2.2 Nanopartikel Seng Oksida (ZnO)
Nanopartikel adalah partikel dengan ukuran 1-100 nm. Materi pada skala
ukuran ini, memiliki sifat kimia, fisika dan biologi yang berbeda-beda sebagai
molekul/atom tunggal (Nagarajan dan Hatton, 2008). Nanopartikel umumnya
banyak dimanfaatkan pada peralatan kesehatan, bidang lingkungan, biomedis,
pangan, pertanian, tekstil, elektronika, industri, serta energi (Tsuzuki, 2009).
Seng oksida adalah komponen anorganik dengan rumus kimia ZnO, dan
merupakan senyawa semikonduktor paduan golongan II dan VI yaitu antara
logam dan oksida yang memiliki sifat elektronik dan fotonik yang baik karena
memiliki stabilitas termal yang baik, energi celah pita (band gap) cukup besar
yaitu 3,37 eV pada suhu kamar, dan energi ikat eksiton yang besar (60 meV).
Seng oksida mengkristal dalam tiga fasa yaitu heksagonal wurtzite, kubik rocksalt
dan zink blende. Gambar 2 menunjukan struktur-struktur keristal ZnO.
(a) (b) (c)
Gambar 2. Struktur kristal ZnO: (a) kubik rocksalt, (b) zinc blende,
(c) wurtzite (Sirelkhatim et al., 2015).
Gambar 2 memperlihatkan tiga bentuk struktur kristal dari ZnO. Struktur
wurtzite berupa heksagonal close-packed yang tiap atom seng dikelilingi oleh 4
atom oksigen tetrahedron (Jime, 2013). Seng oksida dapat ditemukan dalam
Page 26
11
bentuk 1 dimensi 1D, 2D dan 3D. Bentuk 1D yang lebih mendominasi yaitu
nanorods, nanoneedles, nanotubes, nanoheliks, nanorings, nanowires, dan
nanosprings. Nanopartikel bentuk 2D yaitu nanosheet dan nanopellet, sedangkan
pada bentuk 3D yaitu berstruktur flower, dandelion, snowflakes (Kolodziejczak et
al., 2014). ZnO adalah suatu material semikonduktor yang paling menjanjikan
karena telah berhasil disintesis dan menghasilkan partikel berukuran nano juga
memiliki sifat optik, listrik dan piezoelectric yang baik. Adanya efek ukuran yang
dinamakan quantum size effect dapat memperluas aplikasi nanomaterial dimana
dengan semakin kecilnya ukuran partikel akan memperbesar nilai energi celah
pita sehingga dengan demikian dapat meningkatkan efisiensi sel surya organik.
Selain digunakan pada sel surya, ZnO juga dapat berfungsi sebagai
elektroluminisens, nano material dan laser untuk piranti pemancar ultraviolet
(Azizi et al., 2014; Gratzel, 2003; Masuda, 2008).
2.3 Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
Sel surya adalah peralatan yang dapat mengkonversi energi cahaya
menjadi energi listrik dan telah mengalami banyak perkembangan mulai dari
generasi pertama yaitu sel surya silikon, sel surya film tipis (thin film solar cell)
dan Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Sel surya silikon memiliki efisiensi yang
cukup tinggi, namun biaya produksinya mahal. Sel surya generasi kedua yaitu sel
surya film tipis adalah modifikasi dari sel surya generasi pertama, sel surya jenis
ini memiliki biaya produksi lebih murah jika dibandingkan sel surya silikon,
namun efisiensinya lebih rendah, generasi ketiga yaitu Dye Sensitized Solar Cell
(DSSC) merupakan sel surya yang menghasilkan efisiensi yang tinggi, energi
Page 27
12
listrik tinggi dan dengan biaya yang murah melalui pembuatan sel surya polimer
atau dinamakan dengan sel surya organik (Richhariyaa et al., 2017).
DSSC terdiri dari dua keping kaca TCO (Transparent Conducting Oxide),
keping kaca TCO yang pertama sebagai elektroda kerja yang dideposisikan pasta
material semikonduktor tersensitasi zat warna (dye), material semikonduktor
berfungsi sebagai transport pembawa muatan sedangkan dye berfungsi sebagai
penyerap cahaya. Keping kaca TCO yang kedua sebagai elektroda lawan yang
dilapisi karbon. Kedua elektroda tersebut dirangkai mengapit elektrolit yang
umum digunakan berupa iodide/triiodide (I-/I3-) (Gratzel, 2003).
Gambar 3. Prinsip kerja DSSC (Eli et al., 2016)
Gambar 3 menunjukan prinsip kerja DSSC menggunakan ZnO/TiO2
sebagai material semikonduktor.
1. Ketika foton dari sinar matahari menimpa elektroda kerja pada DSSC,
energi foton tersebut diserap oleh larutan dye yang melekat pada
permukaan partikel ZnO/TiO2. Sehingga elektron dari dye mendapatkan
energi untuk dapat tereksitasi (D*).
D + cahaya → D∗……………………………………………………(1)
Page 28
13
2. Elektron yang tereksitasi dari molekul dye tersebut akan diinjeksikan ke
pita konduksi ZnO/TiO2 yang bertindak sebagai kolektor/akseptor
elektron. Molekul dye yang ditinggalkan kemudian dalam keadaan
teroksidasi (D+).
D∗ + ZnO/TiO2 → (ZnO/TiO2) + D+……....………………................(2)
3. Kemudian akan ditransfer melewati rangkaian luar menuju elektroda
pembanding (elektroda karbon).
4. Elektrolit redoks umumnya berupa pasangan iodine dan triiodide I-/I3- yang
bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses
siklus dalam sel. Triiodida dari elektrolit yang terbentuk akan bertindak
sebagai akseptor elektron yang berasal dari rangkaian luar dengan bantuan
molekul karbon sebagai katalis.
5. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan
elektrolit menuju dye teroksidasi. Sehingga dye kembali ke keadaan awal
dengan persamaan reaksi:
D+ + e − (elektrolit) → elektrolit + D……………………………..(3)
Tegangan yang dihasilkan oleh DSSC bersumber dari perbedaan tingkat
energi konduksi elektroda semikonduktor TiO2/ZnO dengan potensial
elektrokimia pasangan elektrolit redoks I-/I3-. Sedangkan arus yang dihasilkan dari
sel surya ini terkait dalam proses konversi dan bergantung pada intensitas
penyinaran serta kinerja dye yang dipakai (Kumara et al., 2012).
2.4 Biosintesis Nanopartikel Melalui Metode Sol-gel
Saat ini metode biosintesis nanopartikel sedang berkembang dan menjadi
metode alternatif untuk menghasilkan partikel berukuran nano yang ramah
Page 29
14
lingkungan. Biosintesis nanopartikel dapat melalui berbagai metode salah satunya
adalah metode sol-gel. Metode sol-gel adalah proses pembentukan senyawa kimia
anorganik dimana terjadi perubahan fasa dari suspensi koloid (sol) kepada
pembentukan fasa cair kontinyu (gel). Prinsip yang digunakan pada metode ini
adalah membuat partikel koloid dengan cara menambahkan agen
penstabil/surfaktan yang akan mendeaktivasi pertumbuhan koloid dan melindungi
permukaan koloid (Soderlind, 2008). Istilah biosintesis digunakan karena metode
sintesisnya melalui pendekatan biologi menggunakan organisme seperti
cyanobakteria, bakteria, yeast, fungi, diatoms, mikroalga, makroalga, dan ekstrak
tanaman. Organisme-organisme tersebut dapat digunakan karena memiliki
kemampuan sebagai agen penstabil/surfaktan sekaligus sebagai agen pereduksi.
(Asmathunisha, 2012; Iravani, 2011; Kharissova et al., 2013; Nurbayasari et al.,
2017; Mittal et al., 2013; Sharma, 2015).
Gambar 4. Mekanisme pembentukan nanopartikel ZnO (Nurbayasari et al.,
2017).
Gambar 4 menjelaskan tentang biosintesis nanopartikel ZnO melalui
metode sol-gel. Ekstrak tanaman yang digunakan pada pembentukan nanopartikel
dapat berperan sebagai agen penstabil dimana gugus-gugus fungsi dari komponen
biologi ekstrak tanaman tersebut berinteraksi dengan permukaan zink dan
Page 30
15
menyelubungi kluster Zn yang terbentuk atau biasa disebut ‘capping’ sehingga
tidak terjadi agregasi antar kluster Zn dan membentuk nanopartikel ZnO yang
stabil. Gugus hidroksi juga turut berperan untuk mengikat kluster Zn sehingga
permukaan partikel diselimuti oleh ion-ion yang bermuatan negatif yang
menyebabkan adanya gaya tolak-menolak antar muatan sejenis sehingga
mencegah terjadinya agregasi antar nanopartikel (Tournebize et al., 2012).
Senyawa ekstrak tanaman yang berperan dalam pembentukan nanopartikel adalah
vitamin, protein, asam lemak, mineral, asam amino, polisakarida sulfat, enzim,
asam organik seperti asam sitrat, senyawa metabolit sekunder seperti senyawa
karbohidrat, fenolik, flavonoid, terpenoid, flavonon, fenolik, polifenol, tanin,
alkaloid, amina, amida, gugus pigmen, karbonil dan masih banyak agen penstabil
dan pereduksi lainnya (Asmathunisha, 2012; Madhumita et al., 2016; Mittal et al.,
2013; Iravani, 2011).
2.5 Fourier Transform InfraRed (FTIR)
FTIR merupakan spektroskopi yang berfungsi untuk menentukan adanya
gugus-gugus fungsional utama dalam suatu sampel yang diketahui berdasarkan
bilangan gelombang yang dibutuhkan untuk vibrasi. FTIR menggunakan sinar
inframerah dengan panjang gelombang 600-4000 cm-1 sehingga energinya lebih
rendah dibandingkan UV-Vis. Sinar infra merah dapat menyebabkan vibrasi
(getaran) pada ikatan berupa rentangan (stretching) maupun bengkokan (bending).
Setiap molekul memiliki spektra IR yang spesifik dan dikenal sebagai daerah
sidik jari. Umumnya spektra IR banyak digunakan untuk mengetahui gugus fungsi
yang spesifik seperti alkena (C=C), alkuna (C≡C), karbonil (C=O), hidroksi (-
OH), amina (-NH) dan lain-lain (Sitorus, 2009).
Page 31
16
Di daerah 2000-400 cm-1 tiap senyawa organik memiliki absorbsi yang unik,
sehingga daerah tersebut sering dinamakan sebagai daerah sidik jari (fingerprint
region). Daerah ini menunjukkan absorbsi yang berasal dari vibrasi sangat rumit,
karena vibrasi regangan maupun bengkokan mengakibatkan absorbsi pada daerah
tersebut. Gugus karbonil yang teroksidasi terlihat pada bilangan gelombang 1720-
1710 cm-1 yang termasuk dari wilayah daerah infra merah pertengahan.
Gambar 5. Skema prinsip kerja FTIR (https://www.slideshare.net)
Gambar 5 menjelaskan skema kerja spektroskopi inframerah, sampel
dilakukan scaning, yang berarti sinar inframerah akan ditembakan pada sampel,
sinar inframerah tersebuat ada yang dipantulkan dan ada yang diteruskan, sinar
yang diteruskan oleh sampel akan ditangkap oleh detektor yang terhubung ke
komputer, kemudian komputer akan memberikan gambaran spektrum sampel
yang diuji. Struktur kimia, bentuk ikatan molekul dan gugus fungsional tertentu,
sampel yang diuji menjadi dasar bentuk spektrum yang akan diperoleh dari hasil
analisis. Dengan demikian alat ini dapat digunakan untuk pengujian secara
kualitatif dan kuantitatif. Umumnya analisis spektrofotometri inframerah memiliki
dua kelebihan utama diantaranya yaitu:
Page 32
17
a. Dapat diaplikasikan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara
simultan sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat dari pada memakai
cara pemindaian atau sekuensial.
b. Sensitifitas dari metoda spektroskopi Fourier Transform Infrared lebih
tinggi dari metode dispersi, karena radiasi yang memasuki detector system
lebih banyak sebab tanpa harus melalui celah.
2.6 X-Ray Diffraction (XRD)
XRD merupakan metode karakterisasi yang digunakan untuk
mengidentifikasi fase kristalin dari suatu material dengan cara menentukan
parameter struktur kisi serta mendapatkan ukuran kristal. XRD dapat digunakan
untuk mengetahui jenis atom, susunan kristal dan cacat kristal. Instrumen XRD
juga dapat membedakan antara material yang bersifat kristal dan bersifat amorf.
Pola difraksi yang khas akan dicocokan dengan bank data JCPDS/ICDD (Vitalij
& Peter, 2009).
Gambar 6. Skema prinsip kerja XRD (Robert et al., 2012)
Pada Gambar 6, ditunjukkan skema kerja dari alat spektroskopi XRD.
Seberkas sinar-X terarah jatuh pada kristal dengan sudut θ dan sebuah detektor
Page 33
18
diletakan untuk mencatat sinar yang sudut hamburannya sebesar θ. Ketika θ
diubah, detektor akan mencatat puncak intensitas yang bersesuaian dengan orden
yang akan divisualisasikan dalam difraktogram.
Prinsip dasar dari XRD yaitu hamburan elektron yang mengenai
permukaan kristal. Apabila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian
kristal akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang dihamburkan tersebut
akan berinterferensi secara konstruktif dan destruktif. Hamburan sinar yang
berinterferensi konstruktif inilah yang digunakan sebagai analisis. Prinsip dasar
yang digunakan untuk menentukan sistem kristal menggunakan persamaan
hukum Bragg (Kittel, 2005).
2.7 Transmission Electron Microscopy (TEM)
Transmission Electron Microscopy (TEM) merupakan instrumen untuk
menentukan morfologi partikel dan distribusi ukuran samapel. Prinsip kerja TEM
secara fisis memiliki kesamaan dengan mikroskop cahaya, perbedaannya terletak
pada sumber cahaya yang digunakan. TEM menggunakan elektron sebagai
sumber cahaya yang memiliki resolusi sebesar 0,1 nm. Berdasarkan sumber
cahaya yang digunakan tersebut, TEM memiliki kesamaan dengan SEM, namun
perbedaannya terletak pada penembakkan sampel. Pada SEM, elektron hanya
menumbuk sampel dan hasil pendaran tersebut yang ditangkap oleh detektor.
Sedangkan pada TEM, sampel disiapkan dengan sangat tipis sehingga elektron
dapat menembusnya dan diolah menjadi gambar (Rosenauer, 2003).
Page 34
19
Gambar 7. Skema prinsip kerja TEM (Woodford, 2017).
Gambar 7 menjelaskan skema kerja TEM. Bermula dari elektron yang
ditembakan dipercepat dengan menggunakan energi tinggi sebesar 300 eV hingga
pada daerah vakum, elektron tersebut berperilaku seperti cahaya cahaya yaitu
bergerak lurus dan memiliki sifat seperti gelombang dengan panjang gelombang
100.000 kali lebih pendek dari pada cahaya tampak. Selanjutnya elektron melalui
susunan system optic yang menggunakan kumparan lensa yang terbuat dari
magnet. Elektron akan menembus material sampel dan akan menyebar, jarak
fokus elektron dapat disesuaikan dengan mengatur arus kumparan lensa, lensa
elektromagnetik canggih akan memfokuskan elektron yang tersebar dan akan
menghasilkan citra atau gambar dari sampel. Gambar sampel yang tampil dapat
memberikan informasi ukuran kuantitas baik diperbesar dalam ukuran mikro atau
nano (Beniac et al., 2010; Hofer, 2014).
Page 35
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada September 2019 hingga September 2020 di
Laboratorium Kimia Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Lab
Pengujian ITB.
3.2. Alat dan Bahan
Pada penelitian ini menggunakan peralatan antara lain peralatan gelas,
indikator pH, hot plate, thermometer, sentrifuge, timbangan analitik, cawan
porselen, lumpang dan alu, furnace, blander, oven, dan magnetic stirrer.
Peralatana instrumen untuk karakterisasi dan analisa meliputi: X-ray Diffraction
(XRD) Shimadzu XRD-7000 Maxima. Fourier Transform Infrared (FT-IR) Alpha
II dan Transmission Electron Microscopy (TEM).
Bahan utama yang digunakan pada penelitian adalah kulit labu kuning
Cucurbita moschata segar yang didapat dari pasar Ciputat Tanggerang Selatan
dan serbuk ekstrak kulit buah manggis. Zn(CH3COO)2.2H2O, NaOH, dan
akuades. Bahan kimia analisis antara lain ZnO Sigma Aldrich, etanol, dan KBr.
Page 36
21
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Skema Penelitian
Kulit Labu Kuning
curcubita moschata
10 g sampel
10 mL fitrat
Sampel sol-gel
1. Dikeringkan dan dihaluskan
1. Dipanaskan pada T= 100 °C dalam
aquades 100 mL, t = 25
2. Disaring dengan kertas (Whatman
no. 41)
1.
+ Zn(CH3COO)2.2H2O
90 mL
Dilakukan Freeze dryer
Diuji FTIR
1. Dipanaskan pada penangas air pada T
= 70 °C, t = 1 jam, pengadukan 4000
rpm
2. pH diatur (7, 8 dan 9) dengan NaOH
0,1 M, pengadukan 4000 rpm
1. Disentrifugasi pada T = 25 °C, t = 10
s, 4000 rpm
2. Dicuci dengan aquades
3. Dioven (T= 100 °C, 18 jam)
4. Dipanaskan (T = 450 °C, t = 4 jam)
Kristal ZnO
XRD
TEM
DSSC
Gambar 8. Skema Penelitian
Page 37
22
3.3.2 Ekstraksi Simplisia (Azizi et al., 2014)
Sebanyak 10 g serbuk kulit labu kuning Cucurbita moschata kering
diletakan pada gelas kimia lalu ditambah sebanyak 100 mL akuades, magnetic
stirrer diletakan dalam gelas kimia tersebut, kemudian dipanaskan dalam
penangas air pada suhu 100 °C selama 25 menit sambil diaduk konstan, kecepatan
pengadukan 4000 rpm. Ekstrak disaring dengan kertas saring Whatman No. 41
(Azizi et al., 2014). Ekstrak kulit labu kuning yang didapat dibagi menjadi tiga
perlakuan, perlakuan pertama adalah ekstrak kulit labu kuning digunakan untuk
proses biosintesis nanopartikel ZnO, perlakuan kedua sebagian sampel disimpan
dalam pendingin hingga digunakan lebih lanjut, perlakuan ketiga sebagian yang
lain dikerikan dengan freeze dryer untuk diuji gugus fungsinya menggunakan
FTIR.
3.3.3 Biosintesis Nanopartikel ZnO (Nurbayasari et al., 2017)
Ekstrak kulit labu kuning Curcubita moschata sebanyak 10 mL
direaksikan dengan 90 mL larutan precursor Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M.
Campuran tersebut diletakan dalam gelas kimia yang berisi magnetic stirrer
kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 70 °C selama 1 jam dengan
kecepatan pengadukan 4000 rpm. Kemudian ditambahkan NaOH 0,1 M dengan
variasi pH campuran 7, 8 dan 9. Produk sol-gel yang terbentuk (padat berwarna
putih pucat), kemudian disentrifugasi pada suhu kamar yaitu 25 °C dengan
kecepatan 4000 rpm, endapan diambil dan dicuci dengan akuades untuk
menghilangkan galat, padatan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 °C. Produk
dioven pada suhu 100 °C selama 18 jam kemudian dikalsinasi dengan furnace
pada suhu 450 °C selama 4 jam untuk memperoleh nanopartikel ZnO murni.
Page 38
23
3.3.4 Analisis Gugus Fungsi Nanopartikel ZnO Menggunakan Instrumen
FTIR (ASTM D-6348-03)
Sampel yang telah diekstrak dan dikeringkan dalam oven dianalisa gugus
fungsinya menggunakan instrumen FTIR. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 mg
lalu dicampur dengan KBr sebanyak 100-200 mg kemudian sampel digerus
hingga halus. Perbandingan KBr dan sampel sebesar 1:100. Sampel ditekan pada
tekanan 7-8 ton dalam waktu 10-15 menit hingga terbentuk disk transparan. Disk
transparan tersebut kemudian dimasukan pada instrumen FTIR untuk di-scan.
Setiap disk KBr di-scan pada bilangan gelombang 500-4000 cm-1.
3.3.5 Penentuan Jenis Fasa dan Ukuran Kristal dengan Instrumen XRD
(ASTM D3906-03)
Sampel ZnO 0.1 gram dihaluskan dan dipreparasi pada plat sampel. Sampel
dicetak pada cetakan alumunium yang merupakan cetakan standar untuk analisis
XRD berukuran 20x10 mm dan tebal 1 mm. sampel akan diuji dengan kondisi
pengoperasian 40 kV dan 30 mA menggunakan radiasi monokromatik Cu Kα (λ =
1.54056 Å). Difraktogram hasil uji XRD diolah menggunakan aplikasi Match 3.0
untuk diketahui kristalinitas dari sampel. Di tentukan ukuran kristal (crystallite
size) melalui persamaan Debye Scherrer yang dirumuskan sebagai berikut :
…………………………………………………………………..…(4)
Keterangan :
D : ukuran kristal
K : faktor bentuk dari kristal (0,9)
Λ : panjang gelombang dari sinar-X (1,54056 Å)
β : nilai dari Full Width at Half Maximum (FWHM)(rad)
θ : sudut difraksi (derajat)
Page 39
24
3.3.6 Identifikasi Morfologi Nanopartikel ZnO dengan Instrumen TEM
(ASTM D3849-14)
Sebelum diuji dengan TEM, Holey Carbon-coated TEM Grid dikeringkan
pada ruangan terbuka selama 24 jam, Holey Carbon-coated TEM merupakan
sebuah tempat untuk meletakan sampel yang akan dianalisa atau diuji dengan
menembakan radiasi. Sampel yang telah disiapkan diteteskan pada Holey Carbon-
coated TEM dan dimasukan pada alat TEM. Sampel yang sudah terdapat dalam
TEM akan diperbesar 100000 kali dan 200000 kali. Selanjutnya sampel akan
diprogram atau diubah oleh software Image J atau Origin untuk menghasilkan
ukuran dan distribusi partikelnya.
3.3.7 Pengujian Efisiensi Material Semikonduktor Nanopartikel ZnO pada
DSSC (Maryani et al., 2012)
Pembuatan pasta ZnO dengan mencampurkan 1 gram ZnO dengan 4 mL
asam asetat, diaduk 30 menit dan ditambah triton diaduk 30 menit. DSSC dirakit
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Kaca FTO dibersihkan dengan
menggunakan etanol dan dikeringkan pada suhu 100oC (15 menit). Substrat
ukuran 4 x 3 cm2 dilakukan perekatan, hingga tersisa 3 x 2 cm2 ditengah substrat.
Substrat dilapisi dengan pasta ZnO sampai merata. Dikeringkan dengan hotplate
30-40oC selama 1 jam. Substrat yang dilapisi pasta ZnO direndam dalam larutan
zat warna (dye) berupa ekstrak kulit manggis selama 30 menit. Lapisan ZnO
kemudian ditutup dengan elektroda perlawanan karbon (elektroda-n) dan dijepit
pada kedua sisinya dengan struktur sandwich. Dilakukan pelapisan elektrolit gel
polyethylene glycol (PEG) disela-sela kedua elektroda yang telah dilapisi gel
polimer PEG tersebut. Dilakukan pengujian efisiensi kinerja DSSC melalui
Page 40
25
pengukuran arus. Rangkaian pengukuran DSSC dilakukan dengan potensiometer,
multimeter dan sinar matahari sebagai sumber cahaya. Perhitungan efisiensi
DSSC dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
....................................................................................(5)
Keterangan :
η : efisiensi
Pmax : daya yang dihasilkan dari sel
Pcahaya : daya yang datang dari cahaya
Page 41
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis Gugus Fungsi Ekstrak Kulit Labu Kuning (Cucurbita
moschata) menggunakan FTIR
Spektrum hasil FTIR ekstrak kulit labu kuning Cucurbita moschata
menunjukan puncak utama pada 3156 cm-1 - 3302 cm-1, 2931 cm-1, 1560 cm-1,
1393 cm-1, 1036 cm-1. Keberadaan gugus-gugus fungsi pada pucak 3156 cm-1
mengindikasikan adanya gugus fungsi OH- (Anam et al., 2007). Menurut Song et
al. (2009); Susanto et al. (2009) rentang 3200 cm-1 -3310 cm-1 menunjukkan
adanya gugus O-H pada polifenol atau protein/enzim atau
polisakarida/karbohidrat. Menurut Chadijah et al. (2019) pada puncak 2931 cm-1
mengindikasikan adanya CH2, menurut Puspawati et al. (2012) pada puncak 1560
cm-1 mengindikasikan adanya amida sekunder (R-CO-NR2), menurut Skoog et al.
(1998) pada puncak 1393 cm-1 mengindikasikan adanya C-H dan pada puncak
1036 cm-1 mengindikasikan adanya posfat (PO43-) (Dahlan et al., 2006).
Gambar 9. Data hasil FTIR ekstrak kulit labu kuning
Page 42
27
Data hasil FTIR pada Gambar 9 menunjukan semua gugus fungsi tersebut
mengindikasikan adanya protein. Menurut Winarno (1992) protein terdiri dari
unsur-unsur C, H, O, dan N. Protein juga mengandung posfor, belerang dan
terdapat jenis protein yang mengandung logam berupa besi dan tembaga. Adanya
kandungan protein dalam kulit labu kuning dapat berfungsi sebagai agen penstabil
sekaligus agen pereduksi dalam biosintesis nanopartikel ZnO (Mittal et al., 2013;
Iravani, 2011). Gugus fungsi seperti -CO- sebagaimana ditunjukan pada amida
sekunder merupakan turunan dari senyawa heterokompleks yang merupakan
turunan dari protein yang terkandung pada ekstrak Cucurbita moschata dan
berfungsi sebagai capping agent dalam biosintesis nanopartikel ZnO (Peletiri et
al., 2012).
Peletiri et al. (2012) melaporkan jika protein terlibat dalam proses reduksi
Zn2+. Menurut Abdella (2008) di dalam per-100 gram kulit labu kuning
mengandung 1,64% protein dan 4,06 % karbohidrat. Senyawa polisakarida yang
terdapat dalam ekstrak biji labu kuning diduga juga terlibat dalam proses reduksi
kation Zn2+ membentuk Zn untuk kemudian membentuk ZnO saat proses
kalsinasi. Purwaningsih et al. (2017) juga menyatakan kulit labu kuning juga
mengandung senyawa fenolik. Senyawa asam fenolik yang mudah larut dalam air
juga berperan dalam mereduksi Zn2+ (Peletiri et al., 2012).
Gugus fungsi seperti hidroksi (OH) berperan sebagai agen penstabil dalam
biosintesis nanopartikel ZnO. Menurut Tiwari dan Declan (2015) gugus fungsi ini
berperan sebagai ligan yang mendonorkan pasangan elektron bebas ke orbital
Zn2+ kemudian Zn2+ dan gugus polar tersebut membentuk senyawa kompleks
dalam template yang berukuran nano. Senyawa kompleks terbentuk melalui ikatan
Page 43
28
kovalen koordinasi antara ligan dengan logam. Ligan akan menyumbangkan
pasangan elektron bebas ke ion logam yang menyediakan orbital kosong. Ion
logam bertindak sebagai asam Lewis sedangkan ligan sebagai basa Lewis.
Senyawa kompleks yang terbentuk memiliki efek kelat yang lebih stabil.
Nanopartikel ZnO terbentuk setelah proses kalsinasi.
4.2 Hasil Biosintesis Nanopartikel ZnO
Pembentukan nanopartikel ZnO terjadi melalui mekanisme reaksi antara
larutan prekursor Zn(CH3COO)2.2H2O, ekstrak kulit labu kuning Cucurbita
moschata dan NaOH. Konsentrasi prekursor untuk biosintesis nanopartikel ZnO
adalah konsentrasi 0,15 M. Menurut Nurbayasari et al (2017); Tamtowi (2020)
konsentrasi 0,15 M dan pH 8 merupakan standar yang baik untuk biosintesis
nanopartikel ZnO. Reaksi antara larutan prekursor dan NaOH menghasilkan
Zn(OH)2, CH3COONa dan H2O. Senyawa Zn(OH)2 terbentuk diawali dengan
larutan keruh. Larutan keruh tersebut berubah menjadi koloid yang berwarna
putih susu. Larutan koloid tersebut terbentuk setelah Zn2+ dan OH- berada pada
titik kritikal kelarutan. Sementara itu ion OH- yang berlebih akan bereaksi dengan
Zn(OH)2 kemudian terbentuk kompleks Zn(OH)42-. Adanya proses pengadukan,
dan H2O, menyebabkan senyawa Zn(OH)42- terdisosiasi menjadi ion Zn2+ dan OH-
kembali dan selajutnya berubah menjadi ZnO karena adanya reaksi reduksi ion
Zn2+ menjadi Zn oleh gugus fungsi yang berasal dari ekstrak kuilit labu kuning
Cucurbita moschata. Mekanisme reaksi yang terjadi antara Zn(CH3COO)2.2H2O
dengan NaOH dapat dilihat pada persamaan berikut (Wang et al., 2011) :
Zn(CH3COO)2.2H2O + 2NaOH Zn(OH)2(l) + 2CH3COONa + 2H2O………..(6)
Page 44
29
Zn2+ + 2OH- Zn(OH)2(l)……………………………………………………....(7)
Zn2+ + 4OH- Zn(OH)42-
(l)……………………………………………………...(8)
Zn2+ + 2OH- ZnO(l) + 2H2O…………………………………………………...(9)
Dalam biosintesis nanopartikel ZnO, senyawa protein dalam kulit labu
kuning Cucurbita moschata berperan sebagai agen pestabil sekaligus agen
pereduksi. Gugus-gugus fungsi dari kulit labu kuning Cucurbita moschata dibantu
dengan NaOH akan mereduksi ion-ion Zn2+ menjadi atom Zn. Kemudian atom-
atom Zn berkumpul dan membentuk kluster Zn. Selajutnya terjadi pertumbuhan
dimana laju pertumbuhan tersebut akan mempengaruhi ukuran partikelnya.
Gugus-gugus fungsi dari ekstrak kuilit labu kuning Cucurbita moschata
berinteraksi dengan interface senyawa Zn dan menyelubungi kluster Zn, peristiwa
ini disebut ‘capping’ sehingga dalam pembentukan nanopartikel ZnO tidak terjadi
agregasi antar nanopartikel dan membentuk nanopartikel ZnO yang stabil. Hal ini
disebabkan adanya gaya toak-menolak antar muatan sejenis disebabkan oleh
gugus hidroksi (OH-) yang berperan dalam mengikat kluster Zn sehingga interface
partikel diselimuti oleh ion-ion bermuatan negatif (Tournebize et al., 2012).
Kecenderungan partikel untuk beragregasi disebabkan oleh efek gerak
Brown atau gerakan terus menerus partikel yang terjadi dalam larutan.
Kecenderungan ini menyebabkan diameter partikel tidak seragam. Agregasi
nanopartikel terjadi melalui dua tahapan. Tahap pertama partikel saling mendekat
dan saling bertumbuk satu sama lain dan tahap kedua partikel yang bertumbuk
saling melekat satu sama lain (Masakke et al., 2015).
Page 45
30
Gugus-gugus fungsi pada protein dalam ekstrak labu kuning seperti
hidroksi tersebut berperan sebagai agen penstabil atau surfaktan. Surfaktan atau
surface active agent adalah molekul-molekul yang mengandung gugus hidrofilik
(suka air) dan lipofilik (suka minyak/lemak) pada molekul yang sama (Sheat,
1997). Gugus bagian polar (hidrofilik) dapat bermuatan positif, negatif, atau
netral. Umumnya bagian polar mengandung gugus hidroksil, sedangkan bagian
nonpolar (lipofilik) merupakan rantai alkil panjang. Dengan adanya dua bagian
tersebut akan mendorong pembentukan nanopartikel secara homogen (Sundaram
et al,.2012).
Gugus-gugus fungsi yang terdapat pada ekstrak kulit labu kuning tersebut
mengalami reaksi kompleksasi dengan Zn2+. Ekstrak kulit labu kuning sebagai
ligan dan Zn2+ sebagai logam membentuk ikatan kovalen koordinasi. Dimana
ligan menyumbangkan pasangan elektron bebas ke ion logam yang menyediakan
orbital kosong. Gugus fungsi pada ekstrak tersebut yang berperan sebagai ligan
yang mendonorkan pasangan elektron bebas ke orbital Zn2+ membentuk senyawa
kompleks yang berukuran nano dan nanopartikel ZnO akan terbentuk setelah
proses kalsinasi (White et al.,2015).
Pengeringan pada suhu 100 °C menyebabkan terjadinya reaksi dehidrasi
yaitu lepasnya hidrat kelingkungan berupa uap air. Sementara itu, Zn(OH)2 belum
sepenuhnya mengalami dekomposisi. Pada penelitian Zhou et al. (2002); Wu et al.
(2007) menyatakan Zn(OH)2 mengalami dekomposisi pada temperatur di atas
125 °C.
Kalisinasi pada suhu sebesar 450 °C akan menimbulkan energi pendorong
yang dapat memutuskan ikatan Zn dan OH (HOZnOH) yang terdapat pada
Page 46
31
permukaan atau intersisi ZnO untuk membentuk radikal Zn2+∙ + OH- yang
selanjutnya terjadi penyusunan ulang dan pembentukan nanopartikel (reaksi 10
dan 11) (Zhou et al., 2002; Wu et al., 2007). Juga dipertegas dengan penelitian
Mornani et al. (2016) yang menghasilkan ZnO nanopartikel dengan ukuran
semakin mengecil yaitu dari 66 nm ke 46 nm dengan suhu kalsinasi dari 400 oC
ke 650 oC. Ashraf et al (2015) menyatakan pada suhu kalsinasi yang semakin
tinggi mengindikasikan telah terjadi proses restrukturisasi kristal. Kalsinasi selain
sebagai energi pendorong juga bertujuan untuk menghilangkan senyawa-senyawa
lain seperti natrium hidroksida, natrium asetat, maupun seng asetat untuk
meningkatkan kristalinitas nanopartikel ZnO.
4.3 Hasil Karakterisasi Nanopartikel ZnO Menggunakan XRD
Hasil analisis XRD diolah menggunakan program Match 3 sehingga
diperolah informasi data mengenai struktur kristal. Selanjutnya data tersebut
dikonfirmasi dengan data Crystallography Open Database (COD) sebagai
referensi data base kisi kristal. Data tersebut dapat digunakan untuk menghitung
ukurun kristal ZnO dengan persamaan Debye Scherrer, perhitungan dilakukan
dengan menggunakan Microsoft Excel.
Gambar 10. Pola XRD nanopartikel ZnO pada pH 7, 8 dan 9
Page 47
32
Hasil analisis dengan XRD pada Gambar 10 menunjukan bahwa semua
sampel memiliki pola difraksi yang sama dan menunjukkan adanya struktur kristal
ZnO wurtzite dengan bentuk hexagonal. Puncak kurva pertama sampel pada pH 7
eksrak kulit labu kuning Curcubita moschata berada pada sudut 2θ sebesar 31,79°
menunjukkan adanya intesitas kristalit nanopartikel ZnO dengan arah (100). Pada
puncak kedua didapatkan orientasi kristal (002) pada sudut antara 34,46°.
Orientasi kristal dengan intensitas terbesar adalah (101) pada sudut 36,29°.
Puncak lain yang mengindikasikan terbentuknya nanopartikel ZnO adalah (012),
(110), (013), (200), (112) dan (201) pada sudut 47,60°, 56,66°, 62,95°, 66,45°,
68,02°, dan 69,18°. Nilai hkl (indeks bidang). Nilai dari sudut terdeteksi dengan
arah kisi kristal nanopartikel ZnO 0,15 M pada pH 7. Puncak tertinggi dengan
nilai FWHM yang diperoleh untuk sudut 36,29° adalah 0,32 sehingga dihitung
dengan persamaan Debye Scherrer diperoleh ukuran kristalnya sebesar 26,125
nm (Lampiran 4).
Adapun puncak kurva pertama sampel pada pH 8 pada Gambar 11 berada
pada sudut 2θ sebesar 31,78° menunjukkan adanya intesitas kristalit nanopartikel
ZnO dengan arah (100). Pada puncak kedua didapatkan orientasi kristal (002)
pada sudut antara 34,45°. Orientasi kristal dengan intesitas terbesar adalah (101)
pada sudut 36,28°. Puncak lain yang mengindikasikan terbentuknya nanopartikel
ZnO adalah (012), (110), (013), (200), (112) dan (201) pada sudut 47,58°, 56,65°,
62,93°, 66,40°, 68,02°, dan 69,15°. Nilai dari sudut terdeteksi dengan arah kisi
kristal nanopartikel ZnO 0,15 M pada pH 8. Puncak tertiggi dengan nilai FWHM
yang diperoleh untuk sudut 36,28° adalah 0,44 sehingga dihitung dengan
persamaan Debye Scherrer diperoleh ukuran kristalnya sebesar 18,999 nm.
Page 48
33
Sampel pH 9 pada Gambar 11 menunjukan puncak kurva tertinggi dengan
nilai FWHM yang diperoleh untuk sudut 36,27° adalah 0,32 sehingga dihitung
dengan persamaan Debye Scherrer diperoleh ukuran kristalnya sebesar 26,123 nm
(Lampiran 4). nilai FWHM pH 8 dan pH 9 serta nilai hkl (indeks bidang).
Ukuran kristal dibuktikan dengan perhitungan menggunakan persamaan
Debye Scherrer (Lampiran 4). Diperoleh ukuran kristal terkecil pada nilai FWHM
terbesar, terdapat pada sampel konsentrasi 0,15 M pada pH 8 yaitu sebesar 18,999
nm dapat dilihat pada Tabel 1.
Ukuran kristal yang terkecil pada pH 8 dengan konsentrasi prekursor
Zn(CH3COO)2.2H2O sebanyak 0,15 M merupakan kondisi yang optimal dalam
biosintesis nanopartikel ZnO. Selain pengaruh pH kondisi yang optimal dalam
biosintesis nanopartikel ZnO disebabkan oleh pengaruhi konsentrasi sampel
ekstrak kulit labu kuning Cucurbita moschata. Sampel dengan konsentrasi ekstrak
yang sesuai dapat menjadi capping agent sekaligus sebagai agen penstabil yang
baik sehingga tidak terjadi agregasi. Sebagimana menurut Nagarajan et al, (2013)
menyatakan pada pH rendah agregasi nanopartikel ZnO mengarah pada
pembentukan nanopartikel yang lebih besar di sekitaran nukleasi. Oleh karena
itulah sampel pada pH 7 memiliki ukuran kristal terbesar yaitu sebesar 26,125 nm
dibanding pH 9 sebesar 26,123 nm dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran kristal dan struktur kristal pada pH 7, 8 dan 9
Variasi
pH Struktur kristal FWHM tertinggi (°) Ukuran kristal (nm)
pH 7 Heksagonal 0,32 26,125
pH 8 Heksagonal 0,44 18,999
pH 9 Heksagonal 0,32 26,123
Page 49
34
Terbentuknya ukuran kristal yang kecil sangat dipengaruhi oleh
penambahan NaOH selama biosintesis berlangsung. Kemampuan berbagai gugus
fungsi untuk mereduksi berkurang dengan adanya konsentrasi H+ yang tinggi pada
kondisi pH rendah. Namun saat pH ditingkatkan kemampuan berbagai gugus
fungsi sebagai pereduksi meningkat sehingga meningkatkan kestabilan serta
mencegah terjadinya aglomerasi seiring dengan meningkatnya ion OH- (Sharma et
al., 2015). Saat suplai NaOH yang lebih banyak (pH tinggi), sebagai agen pereaksi
pembentuk ZnO dari ion prekursor Zn2+ juga memberikan efek terhadap coverage
pertumbuhan nanopartikel ZnO di atas substrat (Sholehah, 2015). Selain pH
larutan reaksi, pembentukan nanopartikel dipengaruhi oleh beberapa faktor
lainnya yaitu konsentrasi rumput laut, konsentrasi garam logam (prekursor) dan
waktu reaksi. Menurut Fawcett et al, (2017) suhu reaksi juga mempengaruhi
ukuran partikel.
Untuk mengetahui tingkat keakuratan atau tingkat kesalahan dalam
pencocokan difraktogram dengan suatu data refrensi perlu metode analisis
kuantitatif dengan metode Rietveld. Metode tersebut merupakan penghalusan data
(refinement) dari data keluaran difraktogram sinar-X yang dicocokkan dengan
parameter-parameter suatu model yang disusun berdasarkan interpretasi struktur
kristal untuk dicocokkan dengan data terukur sehingga tercapai nilai selisih
kuadrat minimal (Young, 1993). Penghalusan data (refinement) dilakukan pada
program Match 3 didapat nilai R-profile (Rp). Untuk sampel konsentrasi 0,15 M
pada pH 7, pH 8 dan pH 9 secara berturut-turut memiliki nilai Rp sebesar 5,6 %,
3,2 %, 4,4 %. Tingkat keakuratan difraksi sinar-X dapat diterima jika Rp kurang
dari 20 % (Kisi, 1994).
Page 50
35
Putra (2015) menyatakan bahwa semakin kecil nilai Rp maka kemurnian
semakin tinggi dan semakin baik karena kesesuaian antara data teoritis dengan
observasi semakin tinggi. Juga semakin kecil nilai Rp yang maka akan semakin
baik kristalinitas yang dihasilkan. Pada sampel pH 8 menunjukan nilai Rp terkecil
dapat dilihat pada Gambar 11. Hal ini menunjukan bahwa pada kondisi pH 8
merupakan kondisi optimal, dimana pembentukan kristal ZnO lebih baik dan lebih
murni.
4.4 Hasil morfologi permukaan nanopartikel ZnO menggunakan TEM
Sampel yang dipilih adalah sampel yang terbaik yaitu sampel yang memiliki
ukuran kristal paling kecil berdasarkan hasil analisis XRD. Sampel tersebut
adalah Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M dengan kondisi pH 8.
Gambar 11. Distribusi ukuran nanopartikel ZnO hasil uji TEM
Gambar 11 menunjukkan ukuran nanopartikel ZnO yang disintesis memiliki
distribusi partikel yang cenderung seragam, distribusi ukuran partikel antara 12,95
nm - 46,58 nm dengan rata-rata diameter partikel sebesar 24,90 nm. Hal ini
disebabkan oleh adanya kandungan protein yang terdapat pada ekstrak kulit labu
Page 51
36
kuning yang berperan sebagi agen penstabil. Vasquez et al. (2016) menyatakan
bahwa partikel yang memiliki diameter <1.000 nm dapat diterima sebagai zat
pembawa berukuran nano yang dapat digunakan oleh industri farmasi. Bentuk
yang dihasilkan adalah bentuk klaster diantaranya adalah tube, cubic, spherical
dan tetrahedral dengan bentuk klaster dominan adalah spherical.
Dengan membandingkan pada penelitian Nurbayasari et al, (2017)
menggunakan Caulerpa sp. Menghasilkan nanopartikel ZnO berukuran rata- rata
370,72 nm dan Tamtowi (2020) menggunakan ekstrak biji labu kuning
menghasilkan ukuran rata-rata 28,07 nm, maka hasil penelitian ini sudah cukup
baik karena dapat menghasilkan nanopartikel ZnO dengan ukuran yang lebih kecil
yaitu 24,09 nm. Namun demikian masih terdapat aglomerasi. Hal ini diduga
karena masih adanya senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak kulit
labu kuning yang ikut berperan sebagai template atau pemerangkap untuk
prekursor. Foliatini et al. (2015) menyatakan bahwa ukuran nanopartikel ZnO
yang terbentuk yang dihasilkan sangat bergantung pada ukuran template yang
mengelilingi permukaan nanopartikel, juga disebabkan daya elektrostatik ZnO,
polaritas serta energi yang besar di permukaan sampel yang biasa terjadi ketika
proses sintesis berlangsung (Elumalai dan Velmurugan 2015; Azizi et al., 2014;
Zhang et al., 2002).
Ukuran nanopartikel berdasarkan ZnO standar Sigma Aldrich memiliki
diameter rata-rata sebesar 317 nm. Jika dibandingkan dengan hasil biosintesis
ZnO pada penelitian ini, menghasilkan partikel berukuran 24,09 nm (Lampiran 5).
Hal ini membuktikan bahwa ekstrak kulit labu kuning berhasil berperan sebagai
agen penstabil, capping agent sekaligus agen pereduksi. Dengan semakin kecilnya
Page 52
37
ukuran partikel yang diperoleh maka akan semakin besar pengaruh yang akan
dihasilkan pada aplikasi DSSC. Adanya efek ukuran yang dinamakan quantum
size effect dapat memperluas aplikasi nanomaterial dimana dengan semakin
kecilnya ukuran partikel akan memperbesar nilai energi celah pita sehingga
dengan demikian dapat meningkatkan efisiensi sel surya organik atau DSSC
(Gratzel, 2003; Jafarirad et al., 2016).
4.5 Hasil penentuan efisiensi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
Pada pengujian DSSC terdapat variasi hambatan R (Ω) yaitu pada R1 = 0, R2
= 50, R3 = 100, R4 = 150, R5 = 200, R6 = 250. Hubungan dari arus pendek (Isc)
dan tegangan (Voc) merupakan faktor penting dalam penentuan efisiensi (η).
Setelah mengetahui nilai dari tegangan maksimum (Vmax), arus maksimum
(Imax), dan nilai fill factor (FF) maka dapat ditentukan besar nilai efisiensinya.
Berikut kurva hubungan antara kerapatan arus (I) terhadap tegangan (V).
Gambar 12. Kurva hubungan I-V
Page 53
38
Gambar 12 menunjukan kurva karakteristik hubungan antara arus (I) dan
tegangan (V). Dari hukum ohm diketahui hambatan (R) berbanding terbalik
dengan jumlah arus (I) yang mengalir melaluinya. Sedangkan tegangan (V)
berbanding lurus dengan arus (I). Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm
(Ω). Alat untuk menghambat arus dinamakan resistor. Tipe resistor yang umum
adalah berbentuk tabung dengan dua kaki tembaga di kedua kakinya (Ruri, 2013).
Kurva karakteristik hubungan I-V memiliki beberapa parameter seperti
arus hubungan singkat Isc (short circuit), tegangan rangkaian terbuka Voc (open
circuit voltage), Imax ialah kuat arus yang memberikan nilai daya maksimum, Vmax
yaitu tegangan yang memberikan daya maksimum. Dalam keadaan rangkaian
terbuka (Voc) sel surya mencapai 77,9 mV. Besar (Voc) yang dihasilkan oleh
rangkaian tersebut masih dalam satuan millivolt (mV) masih cukup rendah dari
peneltian terdahulu seperti Maddu et al., (2007) yang mencapai 500 mV dan
Ramdhani (2012) yang mencapai 207 mV namun lebih tinggi jika dibandingkan
dengan Prajitno (2015) yang mencapai 77 mV. Arus rangkaian pendek (Isc) = 5,51
µA. Arus yang kecil menurut Maddu et al., (2007) disebabkan adanya resistansi
dari lapisan semikonduktor ZnO dan besarnya larutan elektrolit. Akibatnya laju
elektron pada lapisan ZnO yang diinjeksi dari dye mengalami perlambatan.
Karena arus yang dihasilkan masih cenderung kecil maka daya maksimum (Pmaks)
yang dihasilkan masih dalam miliWatt (mW) yaitu sebesar 0,01499 x 10-6
mW/cm2 dan fill factor (FF) = 0,1746 dengan waktu perendaman dye selama 24
jam.
Nilai (FF) bersesuaian dengan terbentuknya kurva hubungan I-V yang
landai. Kurva I-V paling ideal adalah bentuk kotak persegiempat, namun
Page 54
39
demikian menurut Maddu et al. (2007) kurva ideal seperti itu tidak akan pernah
tercapai karena resistansi dari sel surya. Pengukuran tersebut dilakukan pada
pukul 11.30-12.00 WIB saat kondisi cuaca cerah berawan menghasilkan efisiensi
sebesar 9,06 10-4 % (Lampiran 6). Efisiensi yang dihasilkan oleh DSSC sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah pemilihan dye yang harus
memiliki daya serap foton yang tinggi. Hal tersebut dapat mempengaruhi
besarnya efisiensi yang dihasilkan oleh DSSC. Efisiensi yang dihasilkan masih
rendah jika dibandingkan dengan penelitian Maulina et al (2014) dan Davy et al
(2019) yang menyatakan menghasilkan efisiensi DSSC sebesar 0,592 % dan 1,5
%, namun cukup besar jika dibandingkan dengan penelitian Nasori (2012) pada
penentuan efisiensi DSSC menggunakan TiO2 dengan dye ekstrak jahe merah
menghasilkan efisiensi sebesar 7 10-4 %.
Ukuran partikel dapat berpengaruh terhadap besarnya efisiensi yang
dihasilkan DSSC. Dengan adanya teknologi nano yang berperan untuk
memperkecil ukuran semikonduktor untuk aplikasi sel surya, energi celah pita
dapat direkayasa hingga mendekati energi celah pita material ruahnya. Adanya
efek ukuran yang dikenal sebagai quantum size effect dapat memperluas aplikasi
nanomaterial dimana partikel dengan ukuran yang lebih kecil dapat menghasilkan
energi celah pita yang semakin besar dibandingkan material ruahnya. Hal ini
didasarkan pada efek permukaan (surface effect) yang menjelaskan bahwa
material dengan ukuran kecil hingga pada skala nano akan memiliki persentase
atom terluar yang semakin besar dibandingkan keseluruhan atom yang dimiliki
oleh partikel tersebut. Susunan atom terluar inilah yang memiliki fungsionalitas
paling baik karena dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan luar melalui
Page 55
40
bagian interface yang tersusun oleh atom terluar, sehingga potensi yang dimiliki
oleh nanopartikel akan semakin besar. Dengan demikian efesiensi DSSC yang
dihasilkan besar.
Page 56
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Gugus fungsi yang terdapat pada ekstrak kulit labu kuning (Cucurbita
moschata) adalah gugus fungsi O-H hidroksi, CH2, amida sekunder (R-CO-
NR2, C-H dan posfat (PO43-).
2. Kondisi optimum dalam biosintesis nanopartikel ZnO adalah pada prekursor
Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M dengan kondisi pH 8, menghasilkan kristal
wurzhite dengan sistem heksagonal, ukuran kristal terkecil sebesar 18,99 nm
dan nanopartikel ZnO berukuran 24,90 nm.
3. Efisiensi DSSC yang dihasilkan sebesar 9,06 10-4 %.
5.2 Saran
Penggunaan elektrolit sangat berpengaruh dalam meningkatkan efisiensi DSSC
maka perlu dilakukan variasi elektrolit padat, elektrolit semipadat dan elektrolit
cair agar dapat mengetahui besar pengaruh variasi elektrolit tersebut sehingga
efisiensi yang dihasilkan DSSC lebih tinggi.
Page 57
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdella AMY. 2008. Isolation and Characterization of Pectic Substances from
Pumpkin (Cucurbita sp) Peels. A Thesis Submitted in partial fulfillment of
the requirement for the degree of Master of Food Science and Technology
Omdurman Islamic University. 42-59.
Adam H, Dwioknain E, Tahir D dan Gareso PL. (2019). Pembuatan Prototipe Dye
Sensitized Solar Cell (DSSC) Menggunakan Dye Bunga Pacar Air
(Impatiens Balsamina L.) dan Bunga Kertas (Bougenville Spectabilis).
Jurnal Fisika Flux: Jurnal Ilmiah Fisika FMIPA Universitas Lambung
Mangkurat. 16(2): 124.
Afia AF. 2018. Sintesis dan Karakterisasi ZnO: Zr Melalui Metode Sol-gel
dengan Variasi Pelarut serta Uji Kinerjanya untuk Dye Sensitized Solar Cell
[Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Anam C, Sirojudin Firdausi KS. 2007. Analisis Gugus Fungsi Pada Sampel Uji,
Bensin Dan Spiritus Menggunakan Metode Spektroskopi Ftir. Berkala
Fisika, 10(2), 79–85.
Arief P. 2009. Agribisnis Labu Kuning. Bandung: CV Pustaka Grafika.
Ashraf R, Saira R, Zohra NK, Shahzad N. 2015. Effect of Calcination on
properties of ZnO nanoparticles. Materials Today: Proceedings. 2(10) Part
B: 5097-5814.
Asmathunisha N, dan K Kathiresan. 2012. Biointerfaces a Review on
Biosynthesis of Nanoparticles by Marine Organisms. Colloids and Surfaces
B. 103: 283-287.
ASTM D3849-14. 2014. Standard Test Method for Carbon Black-Morphological
Characterization of Carbon Black Using Electron Microscopy. United
States: Association of Standard Testing Materials.
ASTM D3906-03. 2013. Standard Test Method for Determination of Relative
Xray Diffraction Intensities of Faujasite-Type Zeolite-Containing Materials.
United States: Association of Standard Testing Material.
ASTM D6348-03. 2010. Standard Test Method for Determination of Gaseous
Compounds by Extractive Direct Interface Fourier Transform Infrared
(FTIR) Spectroscopy. United States: Association of Standard Testing
Materials.
Azizi S, Mansor BA, Farideh N, Rosfarizan M. 2014. Green Biosynthesis and
Characterization of Zink Oxide Nanoparticles Using Brown Marine
Macroalga Sargassum muticum Aqueous Extract. Materials Letters.116:
275–277.
Page 58
43
Beniac D, Belova L, Burgess R, Barnes C, Cifuentes LT, Crassous P, Difiore A,
Gspan C, Gunning P, Holthuysen F, Ito J, Jane WN, Johnson C, Keller A,
Kisielowski NC. 2010. An Introduction of Microscopy Electron. FEI. ISBN
978-0-578-06276-1.
Chadijah S, dan Baharuddin M. 2009. Firnanelty Potensi Instrumen FTIR dan
GC-MS dalam Mengkarakterisasi dan Membedakan Gelatin Lemak Ayam,
Itik dan Babi. Al-Kimia: Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
Dahlan K, Sari YW, Yuniarti E, Soejoko DS. 2006. Karakterisasi gugus fosfatdan
karbonat dalam tulang tikus dengan fourier transform infrared (FT-IR)
spectroscopy. Jurnal sains materi Indonesia.
Davy PH, Choiry GA, Lusi S, dan Annisa. 2019. Sintesis ZnO Serbuk dan
Penggunaannya Sebagai Fotoanoda pada Sel Surya Tersensitasi Warna.
Jurnal Material dan Energi Indonesia. 9(1): 44-52.
Eli D, Musa GP, Ezra D. 2016. Chlorophyl and Betalain as Light Harvesting
Pigments for Nanostructured TiO2 Based Dye-Sensitized Solar Cells.
Journal of Energy and Natural Resources. 5(5):53-58.
Elumalai K, dan Velmurugan S. 2015. Applied surface science green synthesis,
characterization and antimicrobial activities of zink oxide nanoparticles
from the leaf extract of Azadirachta indica (L.). Applied Surface Science.
345: 329–336.
ESDM. 2016. Outlook Energi Indonesia 2016. Dewan Energi Nasional. ISSN
2527- 3000.
Fawcett D, Verduin JJ, Shah M, Sharma SB, dan Poinern GEJ. 2017. Review of
Current Research into the Biogenic Synthesis of Metal and Metal Oxide
Nanoparticles via Marine Algae and Seagrasses. Journal of Nanoscience:
Article ID. 8013850: 1-15.
Foliatini F, Yulizar Y, Hafizah MAE A. 2015. The Synthesis of alginate-capped
silver nanoparticles under microwave irradiation. Journal of Mathematical
and Fundamental Sciences. 47(1): 31–50.
Gratzel M. 2003. Dye-sensitised solar cells. Journal of Photochemistry and
Photobiology: Photochemistry Review. 2(4): 145-153.
Hofer F. 2014. Transmission Electron Microscopy and Nanoanalysis. FELMI-
ZFE: Electron Microsopy and Nanoanalysis.
Iravani S. 2011. Green Chemistry green synthesis of metal nanoparticles using
plants: Green Chemistry. 13: 2638-2650.
Ismaili AA, Elmidany A, Abdel EA, Elshall H. 2005. Application of Statistical
Design to Optimize the Preparation of ZnO Nanoparticles via Hydrothermal
Page 59
44
Technique. Materials Letters. 1924–1928.59(14): 1924–1928.
Jafarirad S, Meysam M, Baharak D, Morteza K. 2016. Biofabrication of Zinc
Oxide Nanoparticles Using Fruit Extract of Rosa Canina and Their Toxic
Potential against Bacteria : A Mechanistic Approach. Materials Science &
Engineering. 59: 296–302.
Jime, & Victor M. 2013. The Greener Synthesis of Nanoparticles.Trends in
Biotechnology. 31(4).
KESDM. 2015a. Rencana Strategis Kementerian ESDM Tahun 2015–2019
(Renstra KESDM 2015–2019). Jakarta: Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (KESDM)
Keller H. 2001. National Vitamin A Supplementation Campaign Activities:
August 2001. Criss Bulletin, Year 3, (2): Helen Keller Int. Ind.helen Keller
International.
Kharissova OV, Jime VM, Dias H, Kharisov BI dan Perez BO. 2013. the Greener
Synthesis of Nanoparticles. Trends in Biotechnology. 31: 240-248.
Kisi, EH. 1994. Rietveld Analysis of Powder Diffraction Pattern. Material Forum.
Kittel, C. 2005. Introduction to Solid State Physics (8th edition). New York :
Wiley.
Kołodziejczak R, Agnieszka, Jesionowski T. 2014. Zinc Oxide From Synthesis to
Application: A Review.Materials Basel.7(4): 2833–2881.
Kumar V dan Yadav SK. 2009. Plant Mediated Synthesis of Silver and Gold
Nanoparticles and their Applications. Journal Chemical Technology and
Biotchnology. 84:151-157.
Kumara MSW dan Prajitno G. 2012. Studi Awal Fabrikasi Dye Sensitized Solar
Cell (DSSC) dengan Menggunakan Ekstrak Daun Bayam (Amaranthus
Hybridus L.) sebagai Dye Sensitizer dengan Variasi Jarak Sumber Cahaya
pada DSSC [Skripsi]. Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Li P, Wei Y, Liu H, Wang X. 2005. Growth of Well-Defined ZnO Microparticles
With Additives from Aqueous Solution. Journal of Solid State Chemistry.
178: 855-860.
Maddu A, Zuhri M, & Irmansyah I. 2009, Penggunaan Ekstrak Antosianin Kol
Merah Sebagai Fotosensitizer pada Sel Surya TiO2 Nanokristal
Tersensitisasi Dye. MAKARA, 11(2), pp-78.
Madhumita G, Elango G, dan Roopan SM. 2016. Biotechnological aspects of ZnO
nanoparticles: overview on synthesis and its applications. Appl Microbiol
Biotechnol. 100: 571-81.
Page 60
45
Maiaugree W, Lowpa S, Towannang M, & Rutphonsan P. 2015. A dye sensitized
solar cell using natural counter electrode and natural dye derived from
mangosteen peel waste. Nature Publishing Group. 1–12.
Maryani D, Gunawan, Khabibi. 2012. Penentuan Efisiensi DSSC (Dye-Sensitized
Solar Cell) yang Dibuat dari Semikonduktor ZnO yang diemban Fe3+
Melalui Metode Presipitasi. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 15(1): 29-35.
Masakke Y, Sulfikar, Muhaedah R. 2015. Biosynthesis of Silver nanoparticles
using methanol extract of mangosteen leaves (Garcinia mangostana L.).
Jurnal Sainsmat. 4(1): 28–41.
Masuda Y. dan Kato K. 2008. High c-Axis Oriented Stand-Alone ZnO Self-
Assembeld Film. Crystal Growth & Designt. 8(1): 275-279.
Maulina A, Hardeli, Bahrizal. 2014. Preparasi Dye Sensitized solar cell
Menggunakan Ekstrak Antosianin Kulit Buah Manggis (Garcinia
Mangostana L). Jurnal Sainstek. 4(2): 158-167.
Mittal AK, Chisti Y dan Banarjee UC. 2013. Synthesis of Metallic Nanoparticles
Using Plant Extracts. Biotechnology Advances. 31: 346-356.
Nagarajan R dan Hatton TA. 2008. Nanoparticles: Synthesis, Stabilization,
Passivation, and Functionalization. American Chemical Society. Washington
DC.
Nagarajan S, dan Kuppusamy KA. 2013. Extracellular synthesis of zinc oxide
nanoparticle using seaweeds of gulf of Mannar. India. Journal of
Nanobiotechnology. 11: 39.
Nasori. 2012. Pengembangan Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell berbasis Jahe
Merah dengan Metode Deposisi Spin Coating dan Docot Blade. Thesis, ITS
Surabaya.
Nurbayasari R, Saridewi N, Sofwatunnisa. 2017. Biosintesis dan Karakterisasi
Nanopartikel ZnO dengan Ekstrak Rumput Laut Hijau Caulerpa sp.
Biosynthesis and Characterization of ZnO Nanoparticles with Extract of
Green Seaweed. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 19(1), 17–28.
Peletiri C, Matur BM, Ihongbe JC, Okoye M. 2012. The effect of Azadirachta
indica (Neem Tree) on human plasmodiasis: the laboratory perspective.
Global Research Journal of Medical Sciences. 2: 013-017.
Prajitno G & Hikmah I. 2015. Pengaruh Penggunaan Gel-Electrolyte pada
Prototipe Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) berbasis TiO2 Nanopartikel
dengan Ekstrak Murbei (Morus) sebagai Dye Sensitizer pada Substrat Kaca
ITO. Jurnal Sains dan Seni ITS. 4(1). B5-B10,
Prasetya M, Susanto A, Ajeng P, & Sulhadi W. 2017. Facile syntehsis of
luminescent carbon dots from mangosteen peel by pyrolysis method.
Page 61
46
Journal of Tehoretical and Applied Physics. 11(2), 119–126.
Purwaningsih Y, Wigati D, Indriyanti E. 2017. Kandungan Total fenolik dan
Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Labu Kuning (Cucurbita moschata). Jurnal
Ilmiah Cendekia Eksakta. 30–35.
Puspawati NM, Simpen IN, Miwada SIN. 2012. Isolasi gelatin dari kulit ayam
broiler dan karakterisasi gugus fungsinya dengan spektrofotomtri FTIR.
Bukit Jimbaran Denpasar: Universitas Udayana.
Putra KP, & Priyono. 2015. Kajian Sifat Struktur Kristal pada Bahan Barium
Heksaferit yang ditambah variasi Fe2O3 menggunakan Analisis Rietveld.
Youngster Physics Journal. 4(2): 165-172.
Rahman dan Gontjang. 2013. Pengaruh Pemberian Space (Bantalan) untuk
Mendapatkan Kestabilan Arus dan Tegangan Prototipe DSSC dengan
Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L) sebagai Dye
Sensitizer. Jurnal Sains dan Seni POMITS. 1(2).
Ramahdita G. 2011. Karakterisasi Nanopartikel ZnO Hasil Sintesis Dengan
Metode Presipitasi Dan Perlakuan Pra-Hidrotermal [skripsi]. Depok (ID):
Universitas Indonesia.
Ramdhani HS. 2012. Pembuatan Sel Surya TiO2 Tersensitisasi Dye Padat Dengan
Elektrolit Polimer. Departemen Fisika FMIPA Institut Pertanian Bogor.
Richhariyaa G, Kumara A, Tekasakul P, Guptac B. 2017. Natural Dyes for Dye
Sensitized Solar Cell. A Review. Renewable and Sustainable Energy
Reviews. 69:705–718.
Ristic M, Music S, Ivanda M, Popovic S. 2005. Sol–gel Synthesis and
Characterization of Nanocrystalline ZnO Powders 39. Journal Alloy
Compound. 397(1): 1-4.
Robert RW, Soegijono B, Rinaldi N. 2012. Characterization of Cr/Bentonite and
HZSM-5 Zeolite as Catalysts for Ethanol Conversion to Biogasolin. Makara
Journal of Science. 16: 65–70.
Rosenauer A. 2003. Transmission Electron Microscopy of Semiconductor
Nanostructures: Analysis of Composition and Strain State. Springer. p. 1.
Ruri dan Hartika Z. 2013. Sistem Keamanan Ruangan Menggunakan Sensor
Passive Infra Red (PIR) Dilengkapi Kontrol Penerangan pada Ruangan
Berbasis Mikrokontroller ATMEGA 8535 dan Real Time Clock DS1307,
Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikan.
Senthilkumar SR dan Sivakumar T. 2014. Green Tea (Camellia sinensis)
Mediated Synthesis of Zinc Oxide (ZnO) Nanoparticles and Studieson their
Antimicrobial Activities. Int J Pharm Sci. 6: 461- 465.
Page 62
47
Sharma A, Sharma S dan Sharma K. 2015. Algae as Crucial Organisms in
Advancing Nanotechnology: a systematic review. J Appl Phycology. 1:1-16.
Sheats WB dan Foster NC. 1997. Concentrated Products from Methyl Ester
Sulfonates. Diakses pada 15 September 2020 (http://www.chemiton.com).
Sholehah A. 2015. Sintesis nanostruktur seng oksida (ZnO) berketeraturan tinggi
dengan metode kimiawi basah untuk aplikasi sel surya tersensitasi zat
pewarna. Disertasi. Program Studi Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas
Teknik: Universitas Indonesia. Depok. 128 p.
Sirelkhatim A, Shahrom M, Seeni A. 2015. Review on Zinc Oxide Nanoparticles:
Antibacterial Activity and Toxicity Mechanism. Nano-Micro Letters. 7:
219– 242.
Sitorus M. 2009. Spektroskopi (Elusidasi Struktur Molekul Organik). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Skoog DA, James H, Timothy AN. 1998. Principle of instrumental analysis. Fifth
Edition. Florida USA: Harcourt Brace & Company.
Soderlind F. 2008. Colloidal Synthesis of Metal Oxide Nanocrystals and Thin
Films. Sweden: Linkoping University.
Song JY, Jang HK, Kim BS. 2009. Biological synthesis of gold nanoparticles
using Magnolia kobus and Diopyros kaki leaf extracts. Process Biochem.
44:1133– 1138.
Sundaram SS, Raghvendra Y, Avinash P. 2012. Synthesis of lamellar porous
photocatalytic nano ZnO with the help of anionic surfactant. Advanced
Materials Letter. 4(5):378-384.
Suprapti L. 2005. Kuaci dan Manisan Waluh. Yogyakarta: Kanisius.
Susanto H, Feng Y, Ulbricht M. 2009. Fouling behavior of aqueous solutions of
polyphenolic compounds during ultrafifiltration. Journal Food Engineering.
91:333–340.
Tamtowi SH. 2020. Biosintesis dan Karakterisasi Nanopartikel ZnO
Menggunakan Ekstrak Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata) Melalui
Metode Sol-gel [Skripsi]. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Tiwari B.K., & Declan, J.T. (2015). Seaweed Sustainability: Food and Non-Food
Applications Chapter 11: 288-313. Elsevier Inc.
Tournebize J, Boudier A, Joubert O, Eidi H, Bartosz G, Maincent P, Leroy P dan
Sapin A. 2012. Impact of gold nanoparticle coating on redox homeostasis.
International Journal of Pharmaceutics. 438:107-116.
Tsuzuki T. 2009. Commercial Scale Production of Inorganic Nanoparticles.
Page 63
48
Vaseem M, Umar A, Hahn Y. 2010. ZnO Nanoparticles: Growth, Properties, and
Applications. Metal Oxide Nanostructures and Their Applications. 5:1-36.
Vasquez RD, Jovencio GA, Joshua DL, Jonathan DM, Chriselle MCM, Samuel
SP, Alyssa GMR, Emmanuel TZ. 2016. Polysaccharide-mediated green
synthesis of silver nanoparticles from Sargassum siliquosum: Assessment of
toxicity activity. Open Nano. 1: 16-24.
Vimala K, Sundarraj S, Paulpandi M, Vengatesan S dan Kannan S. 2014. Green
Synthesized Doxorubicin Loaded Zinc Oxide Nanoparticles Regulates the
Bax and Bcl-2 Expression in Breast and Colon Carcinoma. Process
Biochemistry. 49: 160-172.
Vitalij KP, & Peter YZ. 2009. Fundamentals of Powder Diffraction and
Structural Characterization of Materials, 2nd Edition. New York: Springer
Science Business Media.
Wang H, J Xie K, Yan, Duang M. 2011. Growth mechanism of different
morphologies of ZnO crystals prepared by hydrometals method. J. Mater.
Sci. Technology. 27: 153-158.
Wang, Yu-de, Ma C, Sun X, Li H. 2002. Preparation of Nanocrystalline Metal
Oxide Powders with the Surfactant-Mediated Method. Inorganic Chemistry
Communication. 5:751–755.
White, Lindsey W, Wilson P. 2015. World Seaweed Utilization. Seaweed
Sustainability: Food and Non-Food Applications. Elsevier Inc.
Widiyadana K. 2011. Penumbuhan Nanopartikel Seng Oksida (ZnO) yang
Disintesis Dengan Metode Sonokimia dan Pemanfaatannya Sebagai Tinta
Pengaman [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. 6–7.
Widiyana K. 2011. Penumbuhan Nanopartikel Seng Oksida (ZnO) yang Disintesis
dengan Metode Sonokimia dan Pemanfaatannya sebagai Tinta Pengaman
[Skripsi]. Semarang (ID). UNS.
Woodford C. 2017. Electron Microscopes. http://www.explainthatstuff.com
diakses pada tanggal 8 Februari 2020.
Wu YL, AIY Tok, FYC Boey, XT Zeng dan XH Zhang. 2007. Surface
modification of ZnO nanocrystals. J. Applied Surface Science. 253: 5473–
5479.
Yadav A, & Rai M. 2015. Phytosynthesis of Metal Nanoparticles.
Nanotechnology and Plant Sciences. 259-269.
Young RA. 1993. Introduction to The Rietveld Method in the Rietveld method:
Oxford University Press.
Zhang J, Sun L, Yin J, Su H, Ch Liao, Yan Ch. 2002. Control of ZnO morphology
via a simple solution route. Chemistry of Materials. 14: 4172–7.
Page 64
49
Zhou H, H Alves, DM Hofmann, BK Meyer, G Kaczmarczyk, A Hoffmann dan C
Thomsen. 2002. Effect of the (OH) surface capping on ZnO quantum dots.
J. phys. 229: 825-828.
www.khasiatsehat.com diakses pada tanggal 20 November 2019
www.slideshare.net diakses pada tanggal 8 Februari.
Page 65
50
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan
a. Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M dalam 1 L air
Massa seng asetat dihidrat : Mr Zn(CH3COO)2.2H2O x 0,15 M
: 219,49 x 0,15
: 32,923 gram
b. NaOH 0,1 M dalam 1 L air
Massa NaOH : Mr NaOH x 0,1 M
: 40 x 0,1
: 4 gram
Page 66
51
Lampiran 2. Foto penelitian
Gambar 13. Sampel kulit labu kuning Cucurbita moschata kering
Gambar 14. Proses penghalusan kulit labu kuning Cucurbita moschata
Page 67
52
Gambar 15. Proses ekstraksi kulit labu kuning Cucurbita moschata
Gambar 16. Proses biosintesis kulit labu kuning Cucurbita moschata
Page 68
53
Gambar 17. Sol-gel hasil biosintesis kulit labu kuning Cucurbita moschata
Gambar 18. Proses sentrifugasi hasil biosintesis kulit labu kuning
Page 69
54
Gambar 20. Nanopartikel ZnO hasil biosintesis
Gambar 19. Proses pemanasan dengan furnace ekstraksi kulit labu kuning
Page 70
55
Gambar 21. DSSC
Page 71
56
Lampiran 3. Hasil pengujian FTIR
Gambar 22. Spektrum hasil analisis FTIR
Page 72
57
Lampiran 4. Hasil pengujian XRD dan perhitungan ukuran partikel
D
a. Sampel 1 konsentrasi Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M pada pH 7
Gambar 23. Spektrum hasil analisis XRD sampel 1
Page 73
58
D
b. Sampel 2 konsentrasi Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M pada pH 8
Gambar 24. Spektrum hasil analisis XRD sampel 2
Page 74
59
c. Sampel 3 konsentrasi Zn(CH3COO)2.2H2O 0,15 M pada pH 9
Gambar 25. Spektrum hasil analisis XRD sampel 3
D
Page 75
60
Lampiran 5. Hasil uji TEM
Gambar 26. Hasil uji TEM dan analisis menggunakan image j
Page 76
61
Tabel 2. Hasil uji TEM
No Area Mean Min Min Angle Length
1 2.729 102.357 74.867 180.673 -15.807 24.848
2 2.908 96.953 70.662 236.432 -43.002 26.571
3 3.134 68.770 34.795 180.061 -82.767 28.612
4 2.741 73.803 39.900 156.000 -74.261 24.953
5 2.777 87.299 42.171 179.000 -70.396 25.379
6 3.289 82.226 45.835 143.000 -43.675 30.037
7 4.612 97.815 35.000 157.737 -121.015 42.163
8 4.422 90.377 65.460 126.238 -64.890 40.389
9 2.634 66.579 40.686 89.656 -95.218 24.008
10 1.430 65.304 42.339 92.032 -126.773 12.947
11 2.002 102.995 73.221 178.000 -34.739 18.200
12 3.480 107.663 73.379 190.000 -54.233 31.752
13 3.373 82.613 41.729 162.000 -63.890 30.759
14 2.705 65.738 41.800 132.000 -61.390 24.622
15 1.812 81.400 61.343 154.149 -25.887 16.503
16 2.241 89.130 57.000 130.000 -84.778 20.390
17 4.493 76.647 38.132 124.998 -54.409 41.080
18 2.193 113.939 85.487 180.854 -83.729 19.988
19 2.074 112.747 84.298 159.000 -106.763 18.926
20 2.670 93.950 65.468 196.000 -21.849 24.347
21 3.432 58.415 29.633 230.428 -94.199 31.306
22 1.669 86.852 31.579 163.947 -63.319 15.147
23 2.813 87.767 60.276 123.646 -100.065 25.612
24 2.777 118.995 69.000 171.707 -90.988 25.331
25 1.788 112.144 58.845 166.000 -48.526 16.319
26 2.098 68.890 43.061 106.000 -70.633 19.093
27 5.101 67.017 26.663 188.000 -64.156 46.580
28 2.157 113.202 86.928 247.893 -60.988 19.653
29 3.361 86.714 61.313 112.104 -103.591 30.662
30 2.610 65.832 44.193 209.000 -65.317 23.789
31 3.659 99.557 65.000 174.056 -93.180 33.457
32 3.730 64.591 20.892 163.292 -85.404 34.061
33 2.848 96.700 57.999 155.637 -38.697 26.017
34 2.515 112.884 84.291 162.000 -74.242 22.913
35 3.170 120.439 96.511 167.417 -52.524 28.888
36 2.431 92.129 62.711 142.000 -52.397 22.185
37 1.609 109.937 84.207 163.770 -132.589 14.680
38 3.552 78.349 30.148 157.010 -91.543 32.435
39 1.800 108.152 61.253 151.598 -20.965 16.413
40 1.883 46.627 23.027 147.458 31.967 17.115
41 1.764 68.397 43.047 114.430 98.241 15.995
Page 77
62
42 2.229 68.513 36.000 185.000 -90.000 20.305
43 2.741 112.588 90.450 148.923 49.426 25.008
44 2.777 69.729 25.532 131.788 85.783 25.297
45 1.502 114.457 70.920 156.600 -130.799 13.700
46 2.407 51.244 22.301 159.000 -53.301 21.921
47 1.835 60.759 17.255 119.052 1.363 16.686
48 2.884 76.329 44.563 149.288 116.672 26.266
49 2.789 85.007 34.445 158.803 -73.525 25.462
50 3.099 56.767 31.219 156.000 63.435 28.317
51 2.979 80.678 56.525 112.046 36.864 27.145
52 3.861 73.142 43.603 138.548 85.522 35.268
53 1.931 112.296 86.423 169.121 41.987 17.625
54 2.550 48.230 23.232 157.000 -29.211 23.264
55 2.813 51.645 24.392 85.000 -30.713 25.650
56 2.002 37.373 13.986 78.000 -134.029 18.220
57 2.932 71.389 46.313 176.874 175.156 26.732
58 3.993 12.951 0.194 73.000 -101.411 36.418
59 1.633 92.839 63.117 147.205 14.036 14.854
60 2.431 40.176 11.583 142.000 -129.190 22.114
Ukuran partikel rata-rata
Page 78
63
Lampiran 6. Hasil penentuan efisiensi DSSC
a. Pengukuran Arus (I) dan Tegangan (V) pada R = 0 Ω, 50 Ω, 100 Ω, 150 Ω, 200
Ω, 250 Ω.
Tabel 3. Pengukuran Arus (I) dan Tegangan (V)
R (ohm) V (mV) I (µA) Lux T (°C)
0 4,7 5,51 12300 30
0 4,6 5,39 12000 30
0 4,5 5,36 11800 30
50 63 1,19 11300 30
50 62,3 1,15 11200 30
50 61,7 1,15 11100 30
100 69,6 0,64 11700 30
100 69,6 0,64 12000 30
100 70 0,64 12200 30
150 74,8 0,46 10900 30
150 74,7 0,47 11000 30
150 74,8 0,48 11100 30
200 74,9 0,01 9400 30
200 74,7 0 9300 30
200 74,8 0 9200 30
250 79,3 0 11100 30
250 79,2 0 11000 30
250 77,9 0 10900 30
Tabel 4. Hasil perhitungan efisiensi DSSC
Pin = 11300 lux x 0,00000014641 W/cm2 = 0,001654433 W/cm2
= 0,000000238
Jam Vmaks
(V)
Imaks
(mA)
Jmaks
(mA/cm2)
Voc (V)
Isc
(mA)
Jsc
(mA/cm2)
A
(cm2)
PIn
(mW/cm2) FF
Pmaks
(mW/cm2)
Efisiensi
(%)
11.30-
12.00 0,063
1,19 x
10-6
0,238 x
10-6 0,0779
5,51 x
10-6 1,102 x 10-6 5 0,001654433 0,1746
0,01499 x
10-6
9,06
10-4