LAPORAN PRAKTIKUM PENANGKARAN SATWA LIAR BIOREPRODUKSI PADA UNTA ARAB (Camelus dromedarius), KOBRA INDIA (Naja naja), DAN ULAT SUTERA (Bombyx mori) Oleh : Gagan Hangga Wijaya (E34080033) Dosen : Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MSi Asisten: Maiser Syaputra Raya Akbar DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
22
Embed
BIOREPRODUKSI PADA UNTA ARAB ( Camelus dromedarius ),KOBRA INDIA ( Naja naja ), DAN ULAT SUTERA ( Bombyx mori )
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM
PENANGKARAN SATWA LIAR
BIOREPRODUKSI PADA UNTA ARAB (Camelus dromedarius),
KOBRA INDIA (Naja naja), DAN ULAT SUTERA (Bombyx mori)
Oleh :
Gagan Hangga Wijaya
(E34080033)
Dosen :
Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MSi
Asisten:
Maiser Syaputra
Raya Akbar
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reproduksi merupakan salah satu ciri makhluk hidup yang
membedakannya dari benda mati lainnya di muka bumi. Organisme memiliki
kemampuan bereproduksi untuk mempertahankan keberadaan jenisnya.
Reproduksi dilakukan oleh semua jenis makhluk hidup mulai dari organisme
bersel satu hingga organisme tingkat tinggi. Bentuk dan jenis-jenis reproduksi
juga bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisme
tersebut. Adaptasi suatu makhluk hidup juga dapat mempengarui bentuk
reproduksinya sehingga keturunan yang dihasilkan mampu hidup dan bersaing di
lingkungannya.
Proses reproduksi yang dibahas pada laporan ini merupakan ciri-ciri
bioreproduksi dan tipe-tipe reproduksinya serta informasi mengenai reproduksi
pada tiga jenis satwa yaitu Unta Arabia (Camelus dromedarius), Kobra India
(Naja naja), dan Ulat sutera (Bombyx mori). Informasi mengenai reproduksi
satwa-satwa tersebut dapat menjadi referensi bagi kegiatan manajemen satwa baik
di habitat alaminya maupun di penangkaran serta sebagai dasar bagi penelitian
selanjutnya.
Unta Arab merupakan mamalia yang ditemukan secara liar di Afrika
Tengah, Afrika Utara, Semenanjung Arab, dan Australia. Satwa ini merupakan
satwa yang tahan terhadap suhu lingkungan yang tinggi dan tahan terhadap
kekeringan. Satwa ini mampu menyimpan air dalam jumlah besar di tubuhnya
ketika tersedia air, dan mampu bertahan dalam waktu lama ketika kekeringan.
Dengan adanya perilaku tersebut, Unta Arab sangat mungkin dikembangkan di
Indonesia terutama di daerah-daerah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara dan
Jawa Timur. Satwa tersebut bernilai komersial karena dagingnya dapat
dimanfaatkan sebagai konsumsi. Perilaku reproduksi Unta Arab sangat penting
diketahui untuk mempercepat perbanyakan populasi yang akan digunakan di
penangkaran. Satwa ini juga bernilai komersial tinggi sehingga penangkarannya
merupakan peluang usaha penangkaran yang menguntungkan.
1
Ular Kobra India merupakan satwa yang banyak ditemui di daerah India
dan Srilanka. Di kedua negara tersebut ular kobra sering membahayakan
penduduk karena populasinya yang cukup banyak. Informasi mengenai reproduksi
ular kobra tersebut diharapkan dapat digunakan di dalam penangkaran satwa ini
yang hasilnya dapat digunakan untuk pembuatan serum bisa ular kobra untuk
mengurangi kematian manusia dan hewan ternak dari ancaman gigitan ular kobra.
Nilai estetika dan komersial ular kobra juga tinggi sehingga penangkarannya
dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar.
Ulat sutera merupakan jenis serangga yang menghasilkan benang sutera
yang bernilai komersial tinggi. Penangkarannya dapat dijadikan alternatif
lapangan kerja baru bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pasar kain sutera
baik domestik maupun internasional. Manfaat lainnya dari penangkaran ulat
sutera juga dapat dikembangkan bila kegiatan penangkarannya sudah berlangsung
secara luas dan berhasil dengan kualitas yang tinggi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan ini yaitu:
1. Pengenalan ciri umum biologi reproduksi satwa liar
2. Membedakan satwa berdasarkan ciri biologi reproduksinya.
2
II LOKASI DAN WAKTU PENGAMATAN
Kegiatan penyusunan laporan ini dilakukan di Perpustakaan Departemen
KSH, Perpustakaan Fahutan, Perpustakaan LSI, dan Warnet. Kegiatan tersebut
dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan semua informasi yang berkaitan
dengan bioreproduksi ketiga satwa yang dibahas selama maksimal 2 jam.
Pengumpulan informasi di perpustakaan dilakukan pada jam kerja petugas
perpustakaan, sedangkan pengumpulan informasi melalui internet dilakukan
setiap waktu. Secara umum kegiatan penyusunan laporan ini dilakukan mulai
tanggal 20 – 25 April 2011.
Untuk kegiatan penulisan laporan dilakukan di rumah kost penulis selama
waktu libur atau waktu istirahat dari kegiatan perkuliahan. Penulisan laporan
dilakukan bertahap setelah mendapat informasi yang dibutuhkan dan
menyusunnya pada laporan ini.
3
III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Alat tulis
2. Komputer atau laptop
3. Software Microsoft Office Word, Mozilla firefox dan koneksi internet.
B. Bahan
1. Buku, laporan atau tulisan yang berisi informasi mengenai Bioreproduksi
satwa.
2. Artikel, jurnal dan tulisan elektronik yang diunduh melalui internet.
3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Penyusunan Laporan
Pengumpulan informasi mengenai bioreproduksi satwa dilakukan dengan
membaca dan mencari semua informasi yang berkaitan. Kegiatan ini dilakukan
baik di Perpustakaan atau dari internet. Bahan yang diperoleh dari perpustakaan
dapat difotokopi sedangkan bahan yang diperoleh dari internet diunduh dan
disimpan.
Informasi yang diambil yaitu semua informasi mengenai ciri-ciri
bioreproduksi, tipe-tipe reproduksi, dan informasi umum mengenai satwa Unta
Arab (Camelus dromedarius), Kobra India (Naja naja), dan Ulat Sutera (Bombyx
mori). Informasi mengenai bioreproduksi satwa meliputi tipe pekawin, musim
kawin, minimum dan maksimum breeding age, lama estrus, siklus estrus, lama
kebuntingan, masa inkubasi dan jumlah anak/telur, usia anak disapih, jarak waktu
beranak/bertelur, dan perilaku reproduksi. Informasi-informasi yang dikumpulkan
tersebut kemudian dianalisis dan diarahkan untuk penerapannya dalam
penangkaran satwa liar dan perbanyakannya di penangkaran.
Informasi mengenai bioreproduksi tersebut kemudian disisipkan dalam
penyusunan laporan melalui proses pengutipan kemudian dicantumkan pustaka
acuannya. Penulisan laporan dilakukan dengan format laporan IPB. Laporan
kemudian dicetak untuk mengambil hardkopinya.
4
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Reproduksi pada hewan tingkat tinggi (vertebrata) berlangsung lebih baik
dan maju dibandingkan pada organisme tingkat rendah. Bentuk reproduksi pada
vertebrata berupa reproduksi seksual serta menghasilkan anak dengan cara
bertelur atau melahirkan. Mamalia mayoritas melahirkan anaknya (vivipar)
walaupun beberapa jenis mamalia bertelur. Mamalia merupakan hewan yang
memiliki kelenjar susu sehingga dapat memberi makan anaknya dari cairan susu
tersebut.
Reptil berkembang biak dengan bertelur dan sebagian jenis reptil
menetaskan telur di dalam tubuh induknya kemudian mengeluarkan dalam bentuk
anak (ovovivipar). Telur reptil ada yang diletakkan di sarangnya dan ada juga
yang ditimbun di dalam tanah atau pasir untuk memperoleh kondisi hangat. Reptil
tidak mengerami telurnya, namun menjaganya dari serangan predator. Anak reptil
yang menetas langsung meninggalkan sarang dan mencari makan dengan
sendirinya. Sangat sedikit induk reptil yang menjaga dan memberi makan
anaknya.
Serangga merupakan organisme invertebrata yang memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi. Serangga berkembangbiak secara bertelur dan
kawin dengan pembuahan internal. Untuk ordo Lepidoptera, perkembangan
organisme muda dari mulai telur hingga dewasa mengalami proses metamorfosis.
Serangga sangat mudah untuk hidup dan berbiak dalam berbagai macam kondisi
iklim dan geografis habitatnya.
4.1. Bioreproduksi Unta Arab (Camelus dromedarius)
Unta Arab (Camelus dromedarius) merupakan satwa mamalia yang
tersebar dari Afrika Utara, Semenanjung Arabia, dan terdapat pula di gurun-gurun
Australia sebagai satwa eksotik. Unta arab memiliki perbedaan bentuk fisik antara
jantan dan betinanya (sexual dimorphism) (Naumann, 1999). Unta jantan
5
memiliki tinggi badan 1,8-2 m sedangkan unta betina 1,7-1,9 m. Berat tubuh
betina lebih kecil 10% dari berat jantan. Unta jantan juga memiliki organ mirip
lidah di bagian mulutnya yang berguna untuk menarik perhatian betina ketika
masa mencari pasangan (Naumann, 1999).
Unta Arab memiliki tipe kawin Poligami. Satu ekor jantan memiliki
pasangan satu ekor, dua ekor atau beberapa ekor betina dalam kelompoknya. Satu
ekor jantan pemimpin (Alpha male) mendominasi kawanan kelompoknya
(Naumann, 1999). Dalam satu kelompok hanya terdapat satu jantan dewasa
dengan beberapa betina, remaja dan anakan (Kohler-Rollefson, 1991). Satu
kelompok dapat beranggotakan 2-20 ekor unta (Kohler-Rollefson, 1991). Unta
jantan mudah dikenali karena biasanya berjalan terpisah beberapa meter dari
kelompoknya (Kohler-Rollefson, 1991). Pejantan lain yang tidak memiliki
kelompok hidup soliter atau berkelompok dengan jantan lainnya tanpa pasangan.
Waktu terjadinya kawin pada Unta Arab terjadi secara bermusim. Jantan
maupun betina merupakan pekawin musiman artinya hanya mau kawin pada
bulan-bulan tertentu saja. Perkawinan biasanya terjadi pada musim dingin atau
pada musim hujan pada negara yang tidak bermusim dingin (Naumann, 1999).
Bulan-bulan terjadinya perkawinan ini berbeda-beda pada berbagai Negara karena
perbedaan iklim dan musim hujan. Satu ekor betina hanya memiliki satu ekor
anak dalam jangka waktu dua tahun dan siap untuk kawin lagi (Kohler-Rollefson,
1991).
Pejantan memiliki kedewasaan setelah berumur 3 tahun namun baru siap
kawin pada usia 6 tahun (Kohler-Rollefson, 1991). Betina memiliki kedewasaan
seksual setelah berumur 3 tahun namun mulai kawin dan beranak pada umur 4
atau 5 tahun (Kohler-Rollefson, 1991). Pejantan yang telah mencapai kedewasaan
kemudian mencari pasangan dan bersaing dengan pejantan lainnya. Pejantan
muda harus bersaing dengan pejantan muda lainnya atau pejantan yang memimpin
suatu kelompok. Dalam suatu kelompok bila terdapat satu ekor pejantan yang
mulai beranjak dewasa, maka anggota kelompok akan terpecah (Naumann, 1999).
Betina ada yang tetap mengikuti kelompok jantan dominan dan ada pula sebagian
yang memisahkan diri dan bergabung dengan pejantan baru (Naumann, 1999).
6
Pejantan yang akan kawin kemudian mendekati betina dan menarik
perhatian betina agar mau kawin. Setelah berada pada musim kawin yang tepat
pejantan akan mengawini betina-betina dalam kelompoknya. Kopulasi terjadi
selama 7-35 menit, namun rata-rata berkisar 11-15 menit (Naumann, 1999).
Setelah proses kopulasi, betina mengalami kebuntingan dan tidak mau kawin lagi.
Lama estrus, siklus estrus……..
Betina mengalami kebuntingan selama 12-13 bulan (Naumann, 1999).
Selama masa kebuntingan, betina akan mengandung satu ekor anak saja dan mulai
memproduksi susu untuk persiapan bagi anaknya (Kohler-Rollefson, 1991). Anak
yang lahir biasanya berjumlah satu ekor walaupun ada yang berjumlah dua ekor
(kembar) (Kohler-Rollefson, 1991). Anak yang lahir kemudian dijaga oleh induk
dan kelompoknya dan minum susu dari induknya hingga disapih.
Anak yang menyusu dari induknya akan disapih setelah berumur 1 atau 2
tahun (Kohler-Rollefson, 1991). Setelah itu anak akan mencari makan sendiri
tetapi tetap berada dalam kelompoknya. Anakan yang disapih dan setelah berumur
3 tahun kemudian mencapai kedewasaan dan siap kawin (Naumann, 1999).
Anakan itu bebas menentukan apakah tetap dalam kelompoknya atau bergabung
dengan kelompok baru.
Betina yang telah melahirkan akan menyusui anaknya dan selama masa
menyusui itu betina dapat saja kawin lagi selama berada pada musim yang tepat
untuk kawin. Betina yang menyapih anaknya sudah siap untuk mendapatkan anak
yang baru dan membesarkannya. Secara umum betina mampu memberikan satu
anak dalam jangka waktu 2 tahun.
Selama musim kawin, pejantan yang akan kawin harus bersaing dengan
pejantan lainnya yang belum mempuyai pasangan. Pejantan yang saling
berkompetisi mengadakan pertarungan dengan cara menggigit kaki lawannya,
berdiri setinggi mungkin dari lawannya, dan menggerak-gerakkan kepala hingga
salah satu jantan menyerah dan kalah (Groves, 2005). Pejantan yang kalah akan
tersingkir dari kelompoknya dan pejantan yang menang akan mendapatkan betina
yang ada dalam kelompok tersebut. Pejantan yang lebih kuat akan memimpin
7
kelompok sedangkan pejantan yang sudah tua atau pejantan yang terlalu muda
tidak mampu menyaingi.
4.2. Bioreproduksi Kobra India (Naja naja)
Ular Kobra merupakan satwa reptil yang berkembang biak dengan
bertelur. Proses perkawinannya adalah secara seksual yaitu mempertemukan
gamet jantan dan betina kemudian sel telur yang telah dibuahi tersebut dibungkus
cangkang dan dikeluarkan dari tubuh betina. Ular Kobra India (Naja naja)
merupakan reptil dengan tipe kawin monogamus (Ramirez, 2001). Tipe
monogamus yang dimiliki Kobra India menyebabkan satwa ini hanya memiliki
satu pasangan dalam satu periode perkembangbiakan dan setelah itu dapat
berganti pasangan pada periode perkembangbiakan selanjutnya.
Kobra India memiliki musim kawin pada bulan-bulan tertentu dalam satu
tahun. Musim kawin ini terjadi karena kobra harus menyesuaikan iklim
lingkungan dengan telur yang akan diletakkan dan berkaitan dengan suhu udara
serta kesehatan telur dan anakan. Kobra India betina mulai bertelur pada bulan-
bulan April hingga Juni (Whitaker et al., 2004). Telur diletakkan di lubang-lubang
dalam tanah, lubang pohon, atau lubang lain yang terasa aman.
Minimum and maximum breeding age…..
Lama estrus, siklus estrus………..
Satu ekor betina mampu bertelur sebanyak 10-30 butir . (Breen, 1974).
Telur kemudian dijaga oleh induknya dari serangan predator dan gangguan
lainnya. Telur kemudian menetas (masa inkubasi) setelah 46-69 hari (Burton,
1991). Induk Kobra India menjaga telurnya hingga menetas dan tidak keluar dari
sarangnya selama masa inkubasi kecuali hanya untuk mencari makan (Tropical
Rainforest Animals, 2000).
Anak Kobra India yang baru menetas kemudian meninggalkan sarangnya
dan mencari makan sendiri tanpa mendapat perawatan dari induknya. Makanan
8
anak kobra berupa serangga, mamalia kecil dan mangsa lainnya yang berukuran
kecil. Anak kobra yang telah menetas memiliki ukuran panjang 20-30 cm
(Whitaker et al., 2004). Anak kobra yang baru menetas memiliki bisa yang
kekuatannya sama dengan bisa kobra dewasa dan telah mampu mengembangkan
lehernya yang berbentuk sendok dan menyemburkan bias (Ramirez, 2001).
Jarak waktu bertelur………..
Perilaku reproduksi Kobra India mirip dengan perilaku jenis ular lainnya.
Jantan dan betina yang telah siap kawin pada saat bertemu langsung berinteraksi
dan mendekat. Jantan mengikuti betina kemanapun betina pergi sambil
menyentuh tubuh betina dengan kepala kobra jantan. Setelah menemui
kesempatan yang tepat, perkawinan terjadi dengan melilitkan badannya satu sama
lain. Kobra betina yang telah kawin dan siap bertelur kemudian mencari tempat
untuk menyimpan telur. Telur kemudian dijaga dari serangan predator dan
gangguan dari luar. Induk kobra yang berada di dalam sarang dan sedang menjaga
telurnya bersifat jinak terhadap aktifitas apapun di dalam sarang. Induk hanya
akan bereaksi jika terdapat mamalia kecil yang mendekati sarang.
4.3. Bioreproduksi Ulat Sutra (Bombyx mori)
Ulat sutera merupakan adalah satu jenis serangga yang terdiri dari jantan
dan betina. Ulat sutera merupakan bentuk ulat dari serangga mirip kupu-kupu
yang masih masuk dalam famili Bomycidae, ordo Lepidoptera. Ulat sutera
merupakan domestikasi dari Ulat sutera liar (Bombyx mandarina) (Arunkumar et
al., 2006). Seperti serangga lain dari famili tersebut, Bombyx mori mengalami
metamorfosis dan berkembang dari bentuk telur, ulat (larva), pupa, kepompong
dan ngengat dewasa. Betina berukuran lebih besar dibandingkan jantan dan
sayapnya lebih pendek. Ngengat dewasa tidak mampu terbang seperti kupu-kupu
lainnya.
Betina akan dikawini oleh beberapa jantan dan akan bertelur setelah
dikawini. Jantan hanya dapat bertahan hidup setelah mengawini betina sebanyak
9
satu atau dua kali saja dan setelah itu akan mati (Arunkumar et al., 2006). Betina
dapat kawin dan bertelur berkali-kali semasa hidupnya.
Serangga ini tidak memiliki musim kawin bila berada di penangkaran.
Serangga ini dapat kawin kapan saja tergantung kematangan usia dan kedewasaan
induk. Di alam liar, serangga ini akan kawin dan bertelur kapan saja, namun telur
hanya akan menetas pada musim yang lebih hangat. Betina yang meletakkan
telurnya di musim dingin tidak langsung menetas, namun telurnya akan
mengalami masa hibernasi hingga menunggu musim semi atau musim panas
(Arunkumar et al., 2006). Telur yang menetas pada musim yang tepat akan
mampu bertahan hidup sedangkan pada musim yang tidak sesuai serangga ini
akan susah berkembangbiak.
Serangga ini mencapai usia siap kawin ketika berumur…………. Setelah
siap kawin, pejantan akan mencari betina untuk dikawini. Pejantan akan
mengikuti jejak zat feromon yang dikeluarkan betina. Pejantan dapat menempel
dan mengawini apa saja yang beraroma feromon seperti pejantan lain atau
kepompong (Arunkumar et al., 2006). Betina yang siap kawin akan dihampiri
oleh pejantan dan dikawini kemudian betina meletakkan telurnya di tempat yang
aman.
Bombyx mori melakukan perkawinan selama beberapa jam. Di alam liar,
serangga ini mampu kawin selama 12-24 jam namun bila berada di penangkaran
proses perkawinan dapat dihentikan setelah 3 jam . Selama proses kawin tersebut
pejantan akan tetap menempel dengan betina hingga selesai. Setelah kawin
sebanyak satu atau dua kali, pejantan akan mati. Di penangkaran perkawinan
selama 3 jam sudak cukup untuk membuahi telur betina. Cara melepaskan tubuh
jantan dengan betina yaitu dengan cara memutar tubuhnya. Bila tidak dilakukan
dengan hati-hati akan dapat merusak ovipositor betina dan telur akan gagal
berkembang.
Siklus estrus………….
Betina yang telah dikawini akan meletakkan telurnya di tempat yang
nyaman. Betina mampu bertelur sebanyak 150-300 butir telur bahkan ada yang
10
mencapi ribuan telur per satu ekor induk. Betina meletakkan telur selama 3 hari.
Telur akan menetas setelah 10-14 hari namun ada juga yang sudah menetas dalam
waktu 7 hari. Telur akan menetas dengan baik pada suhu antara 25-30 0C namun
dapat saja menetas pada suhu dibawah temperature tersebut. Telur yang akan
menetas sebaiknya didinginkan pada suhu 1-4 0C. Bila tidak didinginkan telur
kadang-kadang tidak menetas dan mengalami kekeringan. Telur yang menetas
mengeluarkan ulat (larva) yang kemudian mengalami metamorfosis hingga
mencapai kupu-kupu dewasa.
Telur yang menetas dapat mencapai kedewasaan setelah……… Ulat yang
baru menetas akan mencari makan sendiri berupa daun murbei (Morus sp.). Anak
tersebut tidak diasuh oleh induknya seperti pada mamalia dan burung. Ulat
tersebut kemudian bertambah ukurannya dan berubah menjadi pupa, kepompong
dan ngengat dewasa. Fase kepompong merupakan fase yang menghasilkan serat
sutera. Setelah dewasa dan siap kawin terjadi proses perkawinan dan
perkembangbiakan.
Betina dapat dikawini dan bertelur berkali-kali sepanjang hidupnya.
Setelah bertelur betina dapat kawin lagi dan bertelur lagi selama ada pejanta yang
mengawininya. Lama waktu bertelur yaitu……
Pejantan dewasa akan mencari betina untuk dikawini dengan mendeteksi
feromon. Setelah bertemu betina, pejantan akan menempel pada perut betina dan
mulai membuahi sel telur betina. Perilaku kawin dapat berlangsung 12-24 jam bila
tidak diganggu dan terpisah. Pejantan akan mati setelah satu ata dua kali kawin.
Perilaku reproduksi Bombyx mori mirip dengan perilaku reproduksi kupu-kupu
lainnya pada ordo Lepidoptera.
11
V KESIMPULAN
Bentuk dan jenis-jenis reproduksi bermacam-macam sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan organisme tersebut. Mamalia merupakan hewan yang
memiliki kelenjar susu sehingga dapat memberi makan anaknya dari cairan susu
tersebut. Reptil tidak mengerami telurnya, namun menjaganya dari serangan
predator. Anak reptil yang menetas langsung meninggalkan sarang dan mencari
makan dengan sendirinya. Serangga sangat mudah untuk hidup dan berbiak dalam
berbagai macam kondisi iklim dan geografis habitatnya.
Unta Arab merupakan satwa yang berpeluang tinggi untuk ditangkarkan di
Indonesia terutama di daerak beriklim kering. Reproduksinya mirip dengan
mamalia Ungulata lainnya sehingga dapat dibandingkan dengan satwa lain yang
pernah ditangkarkan. Kobra India dapat ditangkarkan dengan mudah tanpa
perawatan lebih seperti jenis ular lainnya. Ulat sutera merupakan serangga yang
juga mudah untuk ditangkarkan karena mirip dengan serangga lainnya terutama
yang masih termasuk ordo Lepidoptera. Perkembangbiakan ulat sutera di
penangkaran tidak berbeda jauh dengan perilakunya di alam hanya saja di
penangkaran perkembangbiakannya dapat lebih dipercepat dengan perlakuan
pakan dan habitat.
12
DAFTAR PUSTAKA
Animal diversity web: Camelus dromedarius
Arunkumar KP, Muralidhar M, Nagaraju J. 2006. Molecular Phylogeny of
Silkmoth reveals the origin of domesticated silkmoth, Bombyx mori from
Chinese Bombyx mandarina and paternal inheritance of Antheraea
proyleimitochondrial DNA. Molecular Phylogenetics and Evolution (2):
419-627
Breen, J. 1974. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. New York: T.F.H.
Publications.
Burton, J. 1991. The Book of Snakes. Quarto Publishing.
Groves, C. (2005). Wilson, D. E., & Reeder, D. M, eds. ed. Mammal Species of
the World (3rd ed.). Baltimore: Johns Hopkins University Press
Köhler-Rollefson, I. U. 1991. Camelus dromedarius. Mammalian Species (375):
1-8.
Naumann, R. 1999. "Camelus dromedarius" (On-line), Animal Diversity Web.