PERCOBAAN VIIIPENETAPAN KADAR OBAT DALAM SAMPEL BIOLOGIS
A. TUJUAN Agar mahasiswa mampu melakukan uji penetapan kadar
obat dalam sampel biologis.
B. LANDASAN TEORI Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh
berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan/atau metabolitnya
di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva, atau cairan tubuh
lainnya). Oleh karena itu agar nilai-nilai parameter kinetic obat
dapat dipercaya, metode penetapan kadar harus memenuhi berbagai
kriteria yaitu meliputi perolehan kembali (recovery), presisi, dan
akurasi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode analisis
adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan
kembali yang tinggi (75-90 % atau lebih), kesalahan acak dan
sistematik kurang dari 10 %. Kepekaan dan selektivitas merupakan
kriteria lain yang penting dan nilainya tergantung pula dari alat
pengukur yang dipakai. Dalam percobaan ini akan dilakukan
langkah-langkah yang perlu dikerjakan untuk optimalisasi analisis
meliputi:1. Penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan
resapan tetap
(khusus untuk reaksi warna)2. Penetapan panjang gelombang
larutan obat yang memberikan resapan
maksimum (parasetamol).
3. Pembuatan kurva baku (parasetamol). 4. Perhitungan nilai
perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan sistemik.
Fasa farmakokinetik meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa
II adalah proses absorpsi molekul obat yang menghasilkan
ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah
yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa III
adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan
ekskresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen
tempat reseptor berada (Shergel, 1999). Faktor-faktor penentu dalam
proses farmakokinetika obat adalah:a.
sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti cairan intrasel,
ekstrasel, plasma darah, cairan intestinal, cairan serebrospinal,
dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.
b. protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa
boilogis yang
mungkin dapat mengikat obat.c. distribusi obat dalam berbagai
sistem kompartemen biologis,terutama
hubungan waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut,
yang sangat menentukan kinetika obat.d. dosis sediaan obat,
transport antar kompartemen seperti proses absorspi ,
bioaktivasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh.
Karena konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan
farmakokinetik suatu individu maupun populasi konsentrasi diukur
dalam sampel biologis seperti air, susu, saliva, plasma, dan urin.
Sensitivitas, akurasi, presisi dari
metode analisis harus ada untuk pengukuran secara langsung obat
dalam matriks biologis. Untuk itu metode penetapan kadar secara
umum divalidasi sehingga informasi akurat didapatkan untuk
dimonitoring farmakokinetika dan klinik. Untuk memberikan efek
biologis obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi dengan
reseptor atau tempat aksi atau sel target,dengan kadar yang cukup
tinggi. Sebelum mencapai reseptor, obat terlebih dahulu harus
melalui proses farmakokinetik. Pengukuran konsentrasi obat di
darah, serum, atau plasma adalah pendekatan secara langsung yang
paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah
mengandung elemen selule rmencakup sel darah merah, sel darah
putih, keping darah, dan protein seperti albumin dan globulin. Pada
umumnya serum atau plasma digunakan untuk pengukuran obat. Untuk
mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari
supernatan setelah disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan
darah yang disentrifugasi dengan ditambahkan antikoagulan seperti
heparin. Oleh karena itu serum dan plasma tidak sama. Plasma
mengalir ke seluruh jaringan tubuh termasuk semua elemen seluler
dari darah. Dengan berasumsi bahwa obat di plasma dalam
kesetimbangan equilibrium dengan jaringan, perubahan konsentrasi
obat akan merefleksikan perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi
obat di jaringan (Shergel, 1999). Cepat, simpel, dan sensitif telah
membuat spektrofotometer UV-VIS menjadi suatu metode analisis
farmasetika yang sangat popular untuk pengukuran secara kuantitatif
obat dan metabolit dalam sampel biologi. Identifikasi kualitatif
dari obat atau metabolit menggunakan spektrofotometri UV-VIS
berdasarkan pada panjang gelombang maksimum. Pada absorpsi yang
maksimum, menggunakan hukum Beer pada sensitivitas optimum akan
didapat. Karena perubahan absorbansi minimal untuk sedikit
perubahan panjang gelombang, error diminimalkan. Hasilnya akurasi
dan presisi yang baik didapatkan (Smith, 1981).
1.
PARASETAMOL
Gambar 1. Struktur Parasetamol
(Anonim, 1979)
Parasetamol adalah metabolit fenasetin dengan khasiat analgetik
dan antipiretik yang sama (sedikit lebih lemah dari pada asetosal).
Sifat-sifat farmakokinetiknya lebih kurang sama dengan fenasetin,
efek-efek sampingnya lebih ringan, khususnya tidak nefrotoksis dan
tidak menimbulkan perdarahan lambung seperti asetosal. Namun,
penggunaannya tetap harus dengan hati-hati, karena dosis dari 6-12
g sudah dapat merusak hati secara fatal. Hal ini disebabkan karena
terbentuknya metabolit toksis di dalam hati, yang pada dosis di
bawah ca 10 g dapat diikat oleh glutathione (suatu tripeptida
dengan _SH). Tetapi, pada dosis yang lebih tinggi persediaan akan
zat ini telah terpakai seluruhnya dan terjadilah pengikatan pada
molekul-molekul makro lainnya dari sel-sel hati hingga
mengakibatkan kerusakan yang irreversibel. Keuntungan lain dari
parasetamol dibandingkan dengan fenasetin adalah kelarutannya dalam
air, sehingga dapat digunakan dalam sediaan-sediaan cair. Terhadap
intoksikasi dapat digunakan N-asetil-sistein (Fluimucil atau
metionin) pada pasien-pasien borok-lambung. Parasetamol hanya
sedikit sekali memperpanjang waktu protrombin bila digunakan lebih
dari 14 hari, maka dapat dikombinasi dengan antikoagulansia. Kofein
memperkuat efeknya dengan ca.40 % (Tjay dan Rahardja, 1990). 2.
CMC-Na
Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan,
tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau
bubuk yang bersifat higroskopis. Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC
ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan
dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik
(reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan,
kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan
jika pH terlalu rendah ( ginjal > paru-paru. Hal ini karena
peran hati sebagai organ metabolisme lebih besar dibanding dua
sampel organ lain yang perannya sebagai agen pensekresi.
G. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kadar yang diperoleh masing-masing sampel organ adalah :1.
Hati 2. Ginjal 3. Paru-paru
: 55,0794 mg : 10,5925 mg : 3,7839 mg
Dari data tersebut diketahui hati memiliki nilai kadar yang
terbesar. Urutan kadar dari yang tertinggi hingga terkecil adalah :
hati > ginjal > paru-paru. Hasil tersebut sesuai dengan
teori, dimana hati > ginjal > paru-paru.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta.
Anonim. 2004. Cellulose. http://en.wikipedia.org/wiki/cellulose.
diakses tanggal 1 Mei 2012. Anonim. 2005. Natrium hidroksida.
http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_hidroksida. diakses tanggal 1
Mei 2012. Fennema, Karen and Lund. 1996. Principle of Food Science.
Connecticut : The AVI Publishing. Lilley, Linda Lane & Aucker,
Robert S. 1999. Pharmacology; Nursing; Drug Therapy; Pharmaceutical
Preparations; nurses' instruction; administration & dosage.
Mosby (St. Louis). Shergel, L., Yu, B.C. Andrew., 1999, Applied
Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, edisi 4, hal 30-32,
Appleton & Lange, USA. Smith, R & Steavary, 1981, Text Book
of Biopharmaceutics Analysis A Description of Methods for The
Determination of Drug in Biological Fluid, hal 80, Les &
Febiger, Philadelphi. Tjay, T.H. dan Rahardja, K., 1991, Obat-obat
Penting Edisi Empat, Depkes RI: Jakarta.