Top Banner
ISSN: 1412-033X
46

Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

Feb 20, 2016

Download

Documents

Biodiversitas , Journal of Biological Diversity” or Biodiversitas encourages submission of manuscripts dealing with all biodiversity aspects of plants, animals and microbes at the level of gene, species, and ecosystem.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

ISSN: 1412-033X

Page 2: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK

Page 3: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

PENERBIT:Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

ALAMAT PENERBIT/REDAKSI:Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. (0271) 663375, (0271) 646994 Psw. 387. Faks. (0271) 646655.

E-mail: [email protected]. Online: www.biology.uns.ac.id.

TERBIT PERDANA TAHUN: 2000

PEMIMPIN REDAKSI/PENANGGUNGJAWAB:S u t a r n o

SEKRETARIS REDAKSI:Ahmad Dwi Setyawan

PENYUNTING PELAKSANA:Marsusi, Solichatun (Botani), Edwi Mahajoeno, Agung Budiharjo (Zoologi),

Wiryanto, Kusumo Winarno (Biologi Lingkungan)

PENYUNTING AHLI:Prof. Ir. Djoko Marsono, Ph.D. (UGM Yogyakarta)

Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, M.Sc. (IPB Bogor)Prof. Drs. Indrowuryatno, M.Si. (UNS Surakarta)

Prof. J.M. Cummins, M.Sc., Ph.D. (Murdoch University Australia)Prof. Dr. Jusup Subagja, M.Sc. (UGM Yogyakarta)

Prof. Dr. R.E. Soeriaatmadja, M.Sc. (ITB Bandung)Dr. Setijati Sastrapradja (Yayasan KEHATI Jakarta)

Dr. Dedi Darnaedi (Kebun Raya Bogor)Dr. Elizabeth A. Wijaya (Herbarium Bogoriense Bogor)

Dr. Yayuk R. Suhardjono (Museum Zoologi Bogor)

P E D O M A N P E N U L I S A NBIODIVERSITAS menerima tulisan ilmiah, baik hasil penelitian maupun telaah pustaka dalam lingkup keanekaragamanhayati (biodiversitas), baik pada tingkat gen, varietas, spesies maupun ekosistem.Tulisan yang dimuat merupakan hasil seleksi dewan redaksi dan belum pernah dimuat dalam publikasi lain. Dewan redaksiberhak mengedit naskah tanpa mengubah isi.Penulis diminta mengirimkan dua kopi naskah tulisan beserta disket yang diketik dengan program MS-word, kecuali naskah yangdikirim melalui e-mail.Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris, dengan kertas kuarto, maksimal 15 halaman, spasi 1.5, huruf 12 point,format batas kiri dan atas 4 cm, batas kanan dan bawah 3 cm. Jumlah tabel dan gambar maksimal 3 halaman.Gambar dan grafik dibuat dengan tinta cina atau dicetak dengan printer Laser, pada kertas yang sesuai. Foto dicetak pada kertasglossy dan diberi keterangan.Naskah hasil penelitian disusun dengan urutan: judul dalam bahasa Indonesia dan Inggris, nama lengkap penulis, nama danalamat institusi, abstrak dalam bahasa Inggris (tidak lebih dari 200 kata), pendahuluan, bahan dan metode, hasil danpembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasil (apabila diperlukan) dan daftar pustaka. Naskah telaah pustaka ditulis secaraberkesinambungan, tanpa sub-judul bahan dan metode, serta hasil dan pembahasan.Pustaka di dalam naskah ditunjukan dengan nama akhir penulis diikuti tahun penerbitan. Apabila penulis lebih dari dua orangdisingkat dengan dkk. atau et. al. Daftar pustaka ditulis menurut abjad, dengan sistem nama dan tahun.Penulis, penulis pertama atau penulis yang ditunjuk untuk korespondensi pada naskah kelompok akan mendapatkan limaeksemplar reprint/offprint, selambat-lambatnya sebulan setelah naskah diterbitkan.

Volume 2, Nomor 2, Juli 2001 Terbit dua kali setahun

ISSN: 1412-033X

Page 4: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

Pengantar Terbitan

BIODIVERSITAS volume 2, nomor 2, Juli 2001 merupakan terbitan khusus yang memuat hasil-hasil penelitian terseleksi dari kegiatan "Workshop Perlindungan Ekosistem Dataran Tinggi diGunung Lawu". Kegiatan ini telah dilaksanakan sebanyak dua kali, kegiatan pertama padatanggal 3-6 September 2000, sedang kegiatan kedua pada tanggal 27-29 Juli 2001. Setiapkegiatan diikuti atau diawali "Penelitian Lapangan Keanekaragaman Hayati di HutanJobolarangan, Gunung Lawu" yang dilanjutkan penelitian laboratorium dengan durasi waktubervariasi antara 1-2 bulan. Semua tulisan dalam terbitan ini secara prinsip baru dapat disetujuiDewan Redaksi pada tanggal 31 Juli 2001. Oleh karena itu, jurnal ini terlambat mengunjungipara pembaca.

Pengangkatan tema keanekaragaman hayati di Hutan Jobolarangan, Gunung Lawu dipilihkarena hingga saat ini data-data hasil penelitian di gunung tersebut – yang paling elementersekalipun – masih sangat terbatas, terlebih yang dipublikasikan secara luas. Oleh karena ituredaksi berketetapan untuk menerbitkan hasil-hasil penelitian di kawasan ini secara khusus,meskipun untuk itu harus diakui ruang lingkup materi jurnal menjadi sangat sempit. Tulisandalam terbitan ini berisikan data-data keanekaragaman hayati pada tingkat jenis atau ekosistemberdasarkan pengenalan sifat morfologi, sehingga unsur kebaruan yang disajikan hanya berupa“jenis/komunitas pada suatu lokasi dan pada waktu tertentu”, meskipun demikian hal ini sangatdiperlukan bagi penelitian-penelitian biologi lebih lanjut.

Terbitan ini memuat keanekaragaman plankton, komunitas larva insekta, mesofauna tanah,spora Endogone, anggrek epifit, tumbuhan Spermatophyta, serta ditutup dengan potensiGunung Lawu sebagai kandidat taman nasional. Kegiatan workshop dan penelitian lapanganpada dasarnya menyangkut keanekaragaman pada semua bentuk kehidupan, baik hewan,tumbuhan maupun mikrobia, akan tetapi baru tulisan dengan tema di atas yang mencukupiuntuk diterbitkan. Itupun hampir selalu dinyatakan oleh penulisnya sebagai penelitian awal(preliminary study) yang masih memungkinkan dikoreksi dengan bertambahnya temuan baru.

Di akhir terbitan ini redaksi menyisipkan halaman khusus berupa rekomendasi upaya konservasibiodiversitas di Gunung Lawu dan sekitarnya yang merupakan hasil "Semiloka NasionalKonservasi Biodiversitas untuk Perlindungan dan Penyelamatan Plasma Nutfah di Pulau Jawa,17-20 Juli 2000, yang diselenggarakan oleh Panitia Konservasi Biodiversitas Flora dan Fauna diGunung Lawu, Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.

Terbitan ini didedikasikan untuk Nova Indra Tri Sujarta, anak muda yang sangat cinta konservasibiodiversitas dan menjadi koordinator penelitian lapangan tahap pertama; meninggal pada saatpenelitian biodiversitas akuatik di sungai Bengawan Solo.

Selamat membaca.

Wassalam,

Dewan Redaksi

Page 5: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 2, Nomor 2 Juli 2001Halaman: 129-132

Kekayaan Fitoplankton dan Zooplankton pada Sungai-sungaiKecil di Hutan Jobolarangan

Richness of Phytoplankton and Zooplankton in Water Streams at Jobolarangan Forest

ARI SUSILOWATI, WIRYANTO dan AINUR ROHIMAHJurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Diterima: 29 Juli 2001. Disetujui: 31 Juli 2001

ABSTRACT

Plankton is components of aquatic ecosystem. Phytoplankton play as primary producers, zooplankton play animportant role in the higher order in the transfer of energy primary producers, the alga, to the higher order consumerssuch as aquatic insects, larval fish, and some adult fish. Streams of Jobolarangan forest may show phytoplankton andzooplankton that unique. The objectives of this research were to know diversity of phytoplankton and zooplankton andto determined their density. Plankton were sampled using 25-30 μm mesh net, in three location of streams, i.e.:Parkiran (1773 m asl.), Mrutu (1875 m asl.), and Air Terjun (1600 m asl.). Samples were examined under lightmicroscope for identification, and determined their density/L. Richness of phytoplankton in streams at Jobolaranganforest composed by family of Chlorophyceae, Euglenophyceae (Algae), and Bacillariophyceae. Zooplanktons thatwere found order of rotifer, cladoceras, and copepods. Allochtonous productivity, low nutrient level, low light level, andflowing water condition caused density of plankton/L in stream at Jobolarangan was low, i.e. 0,064 to 0,232.

© 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: plankton, Jobolarangan, richness, diversity.

PENDAHULUAN

Mempelajari suatu sistem perairan, perludiawali dengan mengidentifikasi komponen-komponen penyusun perairan tersebut danhubungan ekologis antara komponen-komponen penyususnya. Plankton merupakansalah satu komponen perairan, yang hampirselalu hadir di setiap badan air. Kelompok inibiasa dibedakan antara fitoplankton danzooplankton. Fitoplankton berperan sebagaiprodusen primer, sedangkan zooplanktonberperan penting dalam memindahkan energidari produsen primer yaitu fitoplankton (alga),ke tingkat konsumen yang lebih tinggi sepertiserangga akuatik, larva ikan, dan ikan-ikankecil. Sungai-sungai kecil di pegununganmemperlihatkan komunitas fitoplankton danzooplankton yang khas.

Fitoplankton merupakan bagian darikomunitas di sungai-sungai kecil di hutanJobolarangan. Komunitas akuatik ini mudahdicuplik dan koleksi cuplikannya mudahdiambil dan ditangani. Identifikasi fitoplanktontidak begitu sulit. Taksonomi alga mikroskopisbiasanya didasarkan atas sifat morfologi talusyang secara mudah dapat diamati denganmikroskop cahaya. Kunci identifikasi sudahtersedia. Begitu pula zooplankton, komunitasini biasanya terbatas pada kelompok taksatertentu sehingga mudah diidentifikasi.

Penelitian ini bertujuan untuk :1. Mengetahui komposisi penyusun

komunitas fitoplankton dan zooplankton disungai-sungai kecil di hutan Jobolarangan.

2. Mengetahui densitas fitoplankton danzooplankton di sungai-sungai kecil di hutanJobolarangan.

Page 6: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 129-132130

BAHAN DAN METODE

Area kajianDi hutan Jobolarangan terdapat tiga sungai

kecil, yaitu: sungai di Parkiran 1773 m dpl,Mrutu 1875 m dpl, dan di kawasan Air Terjun1600 m dpl. Sungai-sungai ini umumnyamemiliki tipe aliran yang sama, yakni: berarusderas, serta dasar sungai tersusun dari pasirhalus, batu-batu kerikil dan kerakal. Suhu airrelatif rendah berkisar antara 17-20 °C.

Pengambilan sampelPengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan jala plankton. Alga mikroskopisyang melayang-layang (fitoplankton) diambildengan jala plankton berdiameter pori 25-30μm. Zooplankton diambil dengan jala planktonberdiameter pori 80 μm. Koleksi planktondilakukan dengan menyaring 5 L air sungaidengan jala plankton dan menampungnyadalam botol flakon (5 mL). Sampel dalam botolflakon diawetkan dengan 4 tetes formalin 4%,lalu dibawa ke laboratorium untuk identifikasi,penghitungan cacah individu dan densitasnya.

Identifikasi planktonIdentifikasi plankton didasarkan pada bentuk

morfologi yang diamati dengan mikroskop.Identifikasi fitoplankton Euglenophyceae danChrorophyceae (kelompok alga) merujuk padaThompson (1983), Bacillariophyceae merujukpada Patrick, 1983. Identifikasi zooplanktonkelompok Rotifera merujuk pada Edmonson(1983), Cladocera dan Copepoda merujukpada Balcer et.al. (1984).

Densitas plankton ditentukan denganmenggunakan rumus :

n = a x c L

Keterangan :n : densitas (kerapatan) plankton.a : cacah individu plankton dalam 1 ml sampel.c : volume konsentrasi plankton dalam flakon (5 ml).L : volume plankton yang dicuplik (liter).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi komunitas planktonDi sungai-sungai kecil hutan Jobolarangan

ditemukan sebanyak 33 genus kelompokplankton. Fitoplankton yang dijumpai berasal

dari familia Chlorophyceae (alga), Eugleno-phyceae (alga), dan Bacillariophyceae. Adapunzooplankton yang ditemukan berasal darikelompok Rotifera, Cladocera, dan Copepoda.

Alga autotrof memiliki peranan sangat vitaldalam jaring-jaring makanan, karena mampumengonversi energi cahaya dan bahananorganik menjadi organik. Perananfitoplankton dalam ekosistem sungai sangatberarti. Fitoplankton merupakan produsen utamayang menopang kehidupan akuatik, penghasiloksigen utama dan memiliki klorofil untuk foto-sintesis. Fitoplankton ditemukan dalam bentukuniseluler, multiseluler, filamen, atau sepertipita, hidup secara individual, koloni, atau epifitpada tumbuhan air, batuan dan substrat lain(Rosyidi, 1998).

Bacillariophyceae yang juga dikenalsebagai diatom, biasanya hidup di sedimenhalus. Familia ini mempunyai pigmen coklat-kuning, diselubungi cangkang silika (frustule),yang mempunyai pahatan berupa alur-alur,garis atau lubang (striae). Kelompok inimemiliki raphe berperan dalam pergerakan,sehingga sel dapat menggelinding perlahan diatas sedimen.

Zooplankton yang hadir kebanyakanbersifat filter feeder, baik Rotifera, Cladoseramaupun Copepoda. Rotifera memiliki ciliatadengan ciliatum buccal khusus yang terdiridari tiga membran berkas cilia dan sebuahmembran undulata. Organella ini tidak mudahtidak mudah diamati. Kebanyakan hewan inibersifat filter feeder dan memakan bakteri.

Kebanyakan Cladosera bersifat filterfeeders. Gerakan kaki di thorak menghasilkanaliran yang membawa partikel-partikelmakanan ke valvus-valvus karapas. Seta kakimenarik partikel makanan dari air danmembawanya ke mulut. Fitoplankton,protozoa, bakteri, dan bahan organik yangukurannya sesuai dimakan (Patterson, 1996).

Copepoda juga bersifat filter feeder. Gerakanantena dan mulut menghasilkan aliran air yangmembawa partikel-partikel makanan keperlengkapan makan, dengan disaring olehseta di maksila. Copepoda cyclopoid tidakmempunyai seta untuk menyaring makanan,tetapi bagian mulutnya termodifikasi untukmerumput dan mengunyah, sehingga dapatbersifat herbivora, omnivora, atau kanivora.Dibandingkan dengan zooplankton lain hewanini lebih menyukai detritus, alga (fitoplankton)protozoa, Cladocera, atau Copepoda lain(Patterson, 1996).

Page 7: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SUSILOWATI dkk. - Plankton di Jobolarangan 131

Tabel 1. Kekayaan fitoplankton, zooplankton dan densitas plankton di sungai-sungai kecil di Stasiun Parkiran,Stasiun Mrutu, dan Stasiun Air Terjun di Hutan Jobolarangan.

Stasiun Parkiran Stasiun Mrutu Stasiun Air TerjunNamaJumlah Densitas/L Jumlah Densitas/L Jumlah Densitas/L

1. Anguillospora - - - - 3 0.0032. Alonopsis 1 0.001 - -3. Closterium 3 0.003 - - 3 0.0034. Diacyclop 1 0.001 - - - -5. Diatomella - - 8 0.008 - -6. Enteroplea 14 0.014 30 0.03 - -7. Epistylis - - 1 0.001 - -8. Euglena 1 0.001 - - - -9. Filinia 12 0.012 22 0.022 7 0.00710. Keratela 2 0.002 - - - -11. Limnocalanus 2 0.002 - - - -12. Mesocyclop 1 0.001 - - - -13. Navicula 16 0.016 5 0.005 13 0.01314. Nostoc - - 2 0.002 - -15. Notholca - - 2 0.002 - -16. Neidium 3 0.003 - - - -17. Oedogonium - - - - 13 0.01318. Pachycladon - - 1 0.001 - -19. Peridinium 1 0.001 - - - -20. Pinnularia - - 9 0.009 - -21. Rhopalodia - - 1 0.001 - -22. Schizomeris - - - - 1 0.00123. Staurastrum 1 0.001 - - - -24. Sentronella - - 1 0.001 - -25. Stentor 67 0.067 103 0.103 3 0.00326. Surirella 1 0.001 1 0.00127. Synedra - - - - 5 0.00528. Tabellaria - - 2 0.002 - -29. Tricocerca 6 0.006 6 0.006 - -30. Triploceras - - - - 1 0.00131. Ulotrix - - - - 4 0.00432. Udang* - - 2 0.002 - -33. Vorticella 29 0.029 36 0.036 11 0.011

Jumlah 0.161 0.232 0.064

Densitas planktonDensitas plankton di sungai-sungai kecil

hutan Jobolarangan sangat rendah, yakni disungai daerah Parkiran 0,161; daerah Mrutu0.232; dan daerah Air Terjun 0.064 (Tabel 1).Menurut Odum (1993; 1983), populasiplankton bervariasi dari musim ke musim, dandari satu perairan ke perairan lain. Hal inidisebabkan adanya variasi faktor-faktor fisiklingkungan seperti suhu, intensitas cahaya,dan kekeruhan, serta faktor-faktor kimia

seperti pH, oksigen terlarut, CO2 terlarut,fosfat, nitrat, dan nitrit.

Pada sungai-sungai kecil di daerah hulu,terdapat dua bentuk produsen utama yaitutumbuhan tinggi dan perifiton, yakni lapisantipis alga dan bakteri di permukaan substratdasar sungai. Tumbuh-tumbuhan yang hidupdi tepian sungai (riparian) menyumbangkansebagain besar bahan organik ke badan air.Oleh karenanya tumbuh-tumbuhan merupakanprodusen penting, meskipun proses peruraian

Page 8: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 129-132132

bahan organik tumbuhan CPOM (coarseparticulate organic matter) menjadi FPOM(fine particulate organic matter) sangat lambat(Gooderham, 1998), dan seringkali tergangguoleh bleancing yang terjadi setiap musimhujan. Kelambatan proses ini menyebabkantingkat nutrisi di sungai-sungai kecil daerahhulu sangat rendah, sehingga densitas biotaair rendah. Nutrisi merupakan sumber energiutama kehidupan.

Keanekaragaman dan jumlah organismedalam komunitas plankton di badan air tawarbiasanya merupakan fungsi dari banyaknyajumlah bahan organik yang tersedia(Patterson, 1996). Danau-danau oligotrofikumumnya mempunyai komunitas organismeyang tidak padat, tetapi akan menjadi lebihkaya, dimana keanekaragaman dan jumlahindividunya melimpah, pada musim produktif,sehingga kondisinya seperti danau kaya(eutrofik). Di danau yang mengalamipengkayaan, aggregat bakteri dan detritusterbentuk di dalam air dan mendukungkomunitas plankton yang lebih beragam.

Produktifitas sungai-sungai kecil (stream)sangat bergantung pada sisa-sisa tumbuhankering dari daratan. Sisa-sisa tumbuhan inidisebut allochtonous dan merupakan sumberenergi utama kehidupan sungai, terutamasungai-sungai kecil di bawah kanopi (Goldmandan Horne, 1983). Di lingkungan perairan,fitoplankton umumnya berperan sebagaiprodusen utama, namun pada sungai-sungaikecil di pegunungan, permukaan air sungaiumumnya tertutup kanopi tumbuhan, sehinggapenetrasi cahaya matahari terhalang. Olehkarenanya produktifitas autochtonous darifitoplankton, alga yang melekat (“aufwuchs”),makrofita, dan lumut tidak dominan di habitat ini.

Hal yang sama terjadi pada sungai-sungaidi Jobolarangan. Turbiditas (kekeruhan) air disungai-sungai ini umumnya rendah, sehinggapenetrasi cahaya matahari sangat mungkinmencapai dasar sungai. Akan tetapi intensitascahaya matahari yang diterima sungai relatifrendah, karena struktur vegetasi yang rapatmenjadikan sebagian besar batang air sungaitersebut tidak dapat menerima cahayamatahari, sehingga energi utama sungai inibersifat allochtonous. Lambatnya prosesdekomposisi allochtonous menyebabkansungai-sungai ini relatif miskin zat haraakibatnya sumber energi untuk kehidupanplankton rendah, sehingga densitasnya punmenjadi rendah.

Menurut Goldman dan Horne (1983),plankton sebenarnya sangat jarang ditemukandi sungai-sungi yang beraliran deras,umumnya hanya ditemukan di lubuh yangdalam dan alirannya lambat. Sungai-sungai dihutan Jobolarangan yang dangkal dan berarusderas menyebabkan densitas planktonyasangat rendah. Derasnya aliran airmenyebabkan semua organisme yang ada didalamnya akan selalu terbawa oleh aliran air.

KESIMPULAN

Kekayaan plankton sungai-sungai kecil dihutan Jobolarangan tersusun atas fitoplanktondari familia Chlorophyceae, Euglenophyceae(Alga), dan Bacillariophyceae dan zooplanktonkelompok Rotifera, Cladocera, Copepoda.

Produktivitas allochtonous, tingkat nutrisirendah, intensitas cahaya rendah, dan aliranair deras menyebabkan densitas planktonpada sungai-sungai di hutan Jobolarangankecil, berkisar antara 0,064-0,232 individu/L.

DAFTAR PUSTAKA

Balcer, M.D., N.L. Korda, S.I. Dodson, 1984.Zooplankton of The Great Lakes: A Guide to TheIdentification and Ecology of The CommonCrustacean Species. Wisconsin: The University ofWisconsin Press.

Edmonson (editor), 1983. Freshwater Biology, 2ndedition. New York: John Wiley and Sons Inc.

Goldman R.C. and A.J. Horne. 1983. Lymnology. McGraw Hill International Book Company.

Gooderham, J., 1998. Zoology I (Aquatic Ecology). CRCFreshwater Ecology. Sidney: Monash University.

Odum, 1993. Fundamental of Ecology, 3th edition.London: WB. Sounders Co.

Odum, 1983. Basic Ecology. London: WB. Sounders Co.Patrick, R., 1983. Bacillariophyceae. Freshwater Biology,

2nd edition. New York: John Wiley and Sons Inc.Patterson, D.J., 1996. Free-Living Freshwater Protozoa.

New York: John Wiley and Sons. Rosyidi, M.I., 1998. Alga Sebagai Indikator Awal

Biologis Kualitas Air. Workshop on Water RiverQuality Assessments. Jember: Universitas Negeri Jember.

Rosyidi, M.I., 1998. Alga: Metode Pengambilan di Lapangandan Teknik Pengawetannya. Workshop on WaterRiver Quality Assessments. Jember: UniversitasNegeri Jember.

Thompson, R.H., 1983. Alga. Freshwater Biology, 2ndedition. New York: John Wiley and Sons Inc.

Page 9: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 2, Nomor 2 Juli 2001Halaman: 133-139

Keanekaragaman Larva Insekta pada Sungai-sungai Kecildi Hutan Jobolarangan

Biodiversity of Insect Larvae in Streams at Jobolarangan Forest

EDWI MAHAJOENO, MANAN EFENDI dan ARDIANSYAHJurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Diterima: 29 Juli 2001. Disetujui: 31 Juli 2001

ABSTRACT

Insect larvae are macro-invertebrate that becomes the most perfect indicator of aquatic-environmental health. Naturalstreams usually determined by its insect-larvae community in a good condition, in which their taxonomic diversity andrichness are high. The objective of the research was to know the taxonomic diversity and richness of insect-larvaefamily in streams at Jobolarangan forest. The larvae were sampled using net-surber (dip-net) in three location ofstreams, i.e.: Parkiran (1773 m asl.), Mrutu (1875 m asl.), and Air Terjun (1600 m asl.). The screened insect-larvaewere grouped its family and counted their individual number. The diversity was counted using Shanon-Weinerdiversity indices. In this research was found 12 families of insect-larvae consisted of two families of Odonata order, 3families of Coleopteran order, and a family of Lepidoptera. Nine families identified, while the three insect-larvae i.e. 2of Coleoptera and 1 of Lepidoptera were not identified yet. The Parkiran station indicated the highest diversity indexof 0.1436.

© 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: insect-larvae, diversity, streams, Jobolarangan.

PENDAHULUAN

Pemantauan kualitas akuatik sungai-sungaiumumnya dilakukan dengan menggunakankarakter fisik dan kimia. Akan tetapi akhir-akhirini pemantauan dengan menggunakan biotalebih diperhatikan, mengingat biota lebih tegasdalam mengekspresikan kerusakan sungai,termasuk pencemaran lingkungan. Surveibiologi merupakan cara yang paling baik dancepat untuk mendeteksi adanya kerusakanpada kehidupan akuatik (Plafkin, et.al, 1985).

Penelitian biota air dengan makro-invertebrata (larva insekta), memiliki banyakmanfaat, antara lain untuk mengetahui adanyaperubahan lingkungan akibat kegiatan manusia(antropogenik). Makroinvertebrata merupakansalah satu indikator kesehatan lingkunganakuatik paling sempurna. Hewan ini hidup didalam sedimen atau substrat dasar sungai,

dengan pola migrasi terbatas dan cenderungmenetap (Chessman, 1995; Plafkin, dkk., 1985).

Komunitas larva insekta yang masih dalamkeadaan baik umumnya terdapat di sungai-sungai kecil yang masih alami. Komunitas inimempunyai kekayaan dan keanekaragamantaksa yang tinggi. Pengukuran kekayaan taksadapat dilakukan dengan menghitung seluruhspesies yang ada, menghitung jumlah familiayang ditemukan, atau menghitung taksakelompok EPT (Ephemeroptera, Plecoptera,Tricoptera) (Gooderham, 1998).

Sungai-sungai kecil di hutan Jobolarangan1600-1875 m dpl. relatif masih alami.Komunitas bentik, terutama larva insekta,dimungkinkan dapat ditemukan di tempat inidengan ragam dan komposisi yang khas.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuikekayaan dan keanekaragaman larva insektapada tingkat familia di sungai-sungai tersebut.

Page 10: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 133-139134

BAHAN DAN METODE

Area kajianPenelitian ini dilakukan pada pertengahan

musim kemarau tahun tahun 2001. Pada saatitu, di hutan Jobolarangan ditemukan tigasungai kecil yang memungkinkan untukdiambil datanya, yaitu: Parkiran (1773 m dpl.),Mrutu (1875 m dpl.), dan Air Terjun (1600 mdpl.). Sungai-sungai ini umumnya memiliki tipearus yang sama dan didominasi oleh polaaliran air yang deras. Dasar sungai disusunoleh pasir halus, batu-batu kerikil dan kerakal.Suhu air relatif rendah berkisar antara 17-20°C. Suhu ini dipengaruhi oleh tinggi rendahnyapenetrasi cahaya matahari dan besar kecilnyapepohonan yang menutupi aliran sungai. DOterukur berkisar antara 5,69-7,71 ppm.

Pengambilan sampelPengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan jaring surber (dip net). Caranya:mulut jaring dihadapkan ke hulu, lalu dasarsungai diaduk-aduk dengan kaki untukmengeluarkan biota yang menempel padabatuan atau di bawah pasir dan kerikil. Areayang diaduk sepanjang 10 meter di depanmulut jaring, sehingga diharapkan sampelakan mengalir ke dalam jaring surber. Sampelyang terkumpul di dalam surber, kemudiandiambil dan dimasukkan dalam stoples plastikuntuk diperiksa di Laboratorium (Chessman,1995).

Analisis di laboratoriumSampel-sampel yang dibawa dari

lapangan, kemudian dipisahkan dari pasiryang terbawa. Pada proses pemisahandigunakan larutan gula yang agak pekat untukmengapungkan bahan organik dari campuranpasir. Bahan organik ini disimpan dalamstoples plastik berisi alkohol 70% untukpemeriksaan lebih lanjut.

Pengambilan spesimenBahan organik yang telah terpisah diambil,

selanjutnya campuran pasir yang tersisadituangkan pada nampan sortasi, lalu denganteliti dicari larva insekta di seluruh nampanmenggunakan kaca pembesar, dan diambildengan forcep halus, kemudian dimasukkanke dalam botol kecil yang berisi alkohol,menurut kelompoknya (misalnya kelompokEphemeroptera, Plecoptera, Tricoptera, dankelompok larva insekta lain).

Identifikasi larva insektaMasing-masing kelompok taksa larva

insekta diidentifikasi sampai tingkat familia,dengan memeriksa karakter khas danmencocokkannya dengan kunci identifikasidari Gooderham (1998); Dean dkk. (1995);Hawking (1996), Lawrence (1995), dan Suter(1995). Keanekaragaman larva insekta padasetiap sungai dihitung Indeks Diversitas (ID)dari Shannon-Wiener (Krebs, 1972).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan larva insektaLarva insekta yang ditemukan di tiga

sungai kecil di hutan Jobolarangan terdiri dari12 familia, meliputi dua familia dari ordoOdonata, dua familia dari ordoEphemeroptera, satu familia dari ordoPlecoptera, tiga familia dari ordo Tricoptera,tiga familia dari ordo Coleoptera, dan satufamilia dari ordo Lepidoptera. Sembilan familiateridentifikasi, sedangkan tiga larva insektayaitu 2 dari ordo Coleoptera dan 1 dari ordoLepidoptera belum teridentifikasi familianya.Daftar familia dan deskripsi masing-masingfamilia disajikan pada tabel 1, sedang gambarmasing-masing anggota dari famila tersebutdisajikan pada gambar 1.

Jumlah familia larva insekta yang diperolehmenunjukkan kekayaannya tidak terlalu besardan tidak banyak mewakili anggota-anggotagolongan insekta terutama insekta akuatik,namun secara fungsional familia-familia yangditemukan tersebut hampir selalu dominan disungai-sungai kecil. Jenis larva insekta yangditemukan pada setiap sungai umumnyahampir sama, namun distribusi jumlahnyatidak merata, sehingga beberapa larvajumlahnya cukup besar, seperti Aeshnidae(Odonata). Capung ini sering ditemukan disekitar kolam atau rawa, dikenal kuat terbang,sulit ditangkap, dan berperan sebagai predator(Anonim, 1991).

Odonata (dragonflies) merupakan insektahemimetabola. Larva hidup di air danperilakunya sangat berbeda dengan hewandewasa. Bentuk dewasa terbang dan terlihatjelas, seringkali dengan warna-warna terang,dan lebih aktif dibandingkan kebanyakaninsekta air yang hidup di darat (teresterial).Kondisi ini sebenarnya dipengaruhi banyak haldiantaranya keadaan air, besar kecilnya arusair dan faktor-faktor ekologi lain (Ward, 1992).

Page 11: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

MAHAJOENO dkk. - Larva Insekta di Jobolarangan 135

1 2

3 4 5

6 7 8

9 10 11 12

Gambar 1. Keanekaragaman larva insekta tingkat familia di sungai-sungai kecil hutan Jobolarangan. Odonata: 1.Aeshnidae, 2. Corduliidae. Ephemeroptera: 3. Leptophlebiidae, 4. Baetidae. Plecoptera: 5. Perlidae. Tricoptera: 6.Calocidae/ Helicophidae, 7. Phylorheithridae, 8. Hydrobiosidae. Coleoptera: 9. Elmidae, 10. …….. *), 11. ………. *).Lepidoptera: 12. ……….. *). Keterangan: ……….*) belum teridentifikasi.

Page 12: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 133-139136

Tabel 1. Kekayaan dan deskripsi (kategori takson familia) larva insekta di sungai-sungai kecil hutan Jobolarangan.

No Ordo Familia Deskripsi1. Aeshnidae Larva besar (tidak ramping), tanpa insang memanjang yang terlihat jelas. Labium

datar atau hampir datar, prementum tanpa seta. Antena dengan lebih dari 4segmen, tarsi depan 3 segmen (Gooderham, 1998; Miller 1995; Hawking, 1995).

1 Odonata(larva capung)Sub ordo:Anisoptera 2. Corduliidae Labium cekung, berbentuk sendok/ladle. Palpus labial berbentuk seperti topeng

di muka wajah, prementum dengan seta besar. Palpus labial dengan duri dangigi (Gooderham, 1998; Miller 1995; Hawking, 1995).

1. Leptophlebiidae Mesonotum tidak membentuk karapak; kaki panjang, biasanya terlihat dari atas;tiga filamen terminal terlihat jelas. Abdomen tanpa tutup insang; semua insangbentuknya sama, ada pada segmen 1-7. Lembaran ventral insang membentukpiringan. Insang tidak mengalami pengerasan, tanpa duri, lembaran dorsal jugamembentuk piringan. Kepala prognathous; tubuh pipih dorsoventral. Insangpada segmen abdomen 1-7; filamen terminal panjang dan bersegmen banyak;panjang badan lebih dari 4 mm. Filamen kaudal dengan seta yang membentuklingkaran pada ujung setiap segmen; bagian dorsal dan ventral insang padasegmen 2-7 sama bentuk dan strukturnya; maxilla dan palpus labial terbagi 3,maxilla tanpa duri yang panjang dan melengkung (Suter, 1995).

2 Ephemeroptera(mayflies)

2. Baetidae Mesonotum tidak membentuk karapak; kaki panjang, biasanya terlihat dari atas;tiga filamen terminal terlihat jelas. Abdomen tanpa tutup insang; semua insangbentuknya sama, ada pada segmen 1-7. Lembaran ventral insang membentukpiringan. Insang tidak mengalami pengerasan, tanpa duri, lembaran dorsal jugamembentuk piringan. Kepala hypognathous; penampang melintang tubuh ovalatau sirkuler. Antena panjang, lebih panjang dari dua kali panjang kepala;proyeksi postero-lateral abdomen gampang hancur atau absen (Suter, 1995).

3 Plecoptera(stoneflies)

Perlidae Insang pada koksa 1 ,2, 3, tidak berbentuk kerucut. Segmen sterna posteriorthorak tidak overlaping. Posterior insang terlihat jelas (Gooderham, 1998).

4 Tricoptera(aaddisflies)

1. Calocidae atauHelicophidae

Larva berukuran kecil sampai sedang (biasanya 8-12 mm), selubung bervariasi,dapat terbentuk dari lumpur halus saja atau gabungan dengan butiran-butiranpasir dan sisa-sisa tumbuhan. Antena kecil, di dekat tepi anterior kapsul kepalaatau di sekitar pertengahan mata dan tepi anterior. Apotom ventral berbentuksegitiga, genae berbatasan dengan tepi mata. Pronotum sangat keras, tanpatonjolan pada tepi anterolateral. Insang abdomen tidak ada (Dean et al., 1995).

2. Phylorheithridae Larva berukuran sedang sampai besar (8-12 mm), membangun cangkang yangmudah dibawa dari pasir dan kerikil. Antena kecil, dekat dengan tepi anteriorkapsul kepala. Apotom ventral segitiga, tidak memisahkan genae. Pronotum danmesonotum sangat keras, metanotum sebagian besar mengeras biasanyadengan 1-3 pasang sklerit. Prosternum dengan sklerit yang besar. Kaki tengahdengan tibia dan tarsus yang menyatu. Insang abdominal ada (Dean et al., 1995).

3. Hydrobiosidae Larva berukuran sedang (panjang 8-15 mm), hidup bebas. Kepala danpronotum mengeras, prosternum sering kali dengan sentral sklerit. Mesonotumdan metanotum seperti membran. Kaki depan temodifikasi, dapat berupa capitatau cakar yang memanjang. Insang abdomen tidak ada; calon kaki sangatberkembang, cakar anal besar (Dean et al., 1995).

1. Elmidae Labium terpisah dari kepala dengan suture yang sempurna. Kaki bersegmen 5,termasuk pretarsus (cakar). Ujung abdomen dengan sambungan operkulumpada bagian ventral yang menutupi 3 rambut-rambut halus yang munculsebagai insang yang pipih. Panjang antena kurang dari setengah lebar kepala;tubuh memanjang, tidak terlalu melebar dan cenderung pipih. Kepala terlihatjelas (Lawrence, 1995).

2. ……….. *) -

5 Coleoptera

3. ……….. *) -6 Lepidoptera ……….. *) -

Keterangan: ……….*) = belum teridentifikasi.

Page 13: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

MAHAJOENO dkk. - Larva Insekta di Jobolarangan 137

Tabel 2. Penyebaran larva insekta sungai-sungai kecil di hutan Jobolarangan, beserta indeks diversitasnya.

StasiunNo Familia Parkiran

(1773 m dpl.)Mrutu

(1875 m dpl.)Air Terjun

(1600 m dpl.)1. Aeshnidae (Odonata) 0 83 102. Corduliidae (Odonata) 0 48 593. Leptophlebiidae (Ephemeroptera) 9 2 04. Baetidae (Ephemeroptera) 0 2 15. Perlidae (Plecoptera) 6 10 216. Calocidae atau Helicophidae (Tricoptera) 0 133 297. Phylorheithridae (Tricoptera) 44 14 08. Hydrobiosidae (Tricoptera) 3 1 49. Elmidae (Coleoptera) 4 2 010. …………..*) (Coleoptera) 0 0 311. …………..*) (Coleoptera) 0 0 112. …………..*) (Lepidoptera) 0 0 1

Indeks Diversitas 0,1436 0,0940 0,0884

Keterangan: …………..*) = belum teridentifikasi.

Ordo Ephemeroptera (mayflies) merupakaninsekta hemimetabola, nimfa hidup akuatik,sedangkan hewan dewasa hidup di kolamatau aliran air dan di udara. Larva umumnyabersifat herbivora, memakan detritus ataualga. Beberapa spesies bersifat “filter feeders”(kolektor) atau karnivora. Ordo ini sangat unikkarena memiliki dua tahap pembentukansayap. Sayap awal muncul pada tahap subimago (tahap akhir larva) dan seringkali tanpapematangan seksual (Ward, 1992).

Ordo Plecoptera (stoneflies) merupakaninsekta hemimetabola, larva hidup akuatik danhewan dewasa hidup di darat. Larva ordo inidicirikan hidup pada air dingin yang mengalir.Kebanyakan larvanya bersifat herbivora terutamamemakan detritus dari tanaman, beberapakelompok ada yang bersifat karnivora, tetapipada tahap larva awal dari semua spesiespemakan detritus (Ward, 1992).

Pada ordo Coleoptera (water beetles) baiktahap larva maupun dewasa, kebanyakan ber-sifat akuatik dan hidup di bawah permukaanair. Pada tahap akhir larva, insekta iniumumnya berpindah ke daratan membentukpupa, lalu kembali lagi ke air untuk berubahmenjadi tahap dewasa penuh. Coleopteraakuatik memiliki kebiasaan makan yang

beragam, kebanyakan merupakan predator,baik larva ataupun dewasa (Ward, 1992).

Ordo Tricoptera (caddisflies) merupakaninsekta holometabola dengan larva dan pupaberada di air, sedangkan dewasa berada didarat (teresterial). Ditemukan sangat beragamdi habitat dingin yang mengalir. Tricopteraberarti “sayap rambut”, yang disamakandengan rambut seperti setae yang menutupisayap pada saat dewasa. Ordo Lepidopteraakuatik merupakan insekta darat utama yangbersifat fitofagus. Kebanyakan larva spesiesini memakan jaringan tumbuhan tingkat tinggi,pemakan daun atau membuat lubang di dalambatang dan akar( Ward, 1992).

Familia larva insekta yang ditemukan dalampenelitian ini merupakan kelompok fungsionalyang dominan di sungai-sungai kecil. Larva initerdiri dari kelompok detritivora (shredder)yang memakan partikel-partikel organik kasar(CPOM = coarse particulate organic matter),kelompok kolektor yang menyaring partikel-partikel organik halus (FPOM = fine particulateorganic matter) dan kelompok predator.Kelompok larva insekta yang ditemukanadalah penghuni daerah hulu sungai, tempatyang banyak menerima masukan bahanorganik (allochtonous) dari vegetasi riparian

Page 14: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 133-139138

(Vannote, dkk., 1980). Permukaan sungai didaerah hulu tertutup oleh kanopi hutan dansinar matahari untuk fotosintesis tereduksi,sehingga energi utama diperoleh dari seresahguguran daun. Kemelimpahan grazer atauscraper sedikit, umumnya memakan diatomaedan alga yang menempel pada batuan.

Keanekaragaman larva insektaSungai-sungai kecil di hutan Jobolarangan,

sebagaimana sungai pegunungan padaumumnya, didominasi pola aliran air yangderas. Dasar sungai disusun oleh pasir halus,batu-batu kerikil, dan kerakal, sehinggakomponen biotik penyusun sungai-sungaitersebut umumnya merupakan organismeyang memiliki pola adaptasi terhadap habitatakuatik dengan arus air yang deras.Komposisi dasar sungai yang terdiri daributiran-butiran pasir menyebabkan turbiditasair sangat rendah.

Kesamaan tipe arus sungai-sungai kecil dihutan Jobolarangan menyebabkan komposisikomunitas biotiknya juga hampir sama, hanyadibedakan pada jumlah individu spesies-spesies tertentu (tabel 2). Berdasarkandiversitas larva insektanya, maka stasiunParkiran memiliki keragaman (diversitas) jenisterbesar dengan nilai 0,1436. Keragamanyang tinggi tersebut disebabkan karenakecepatan arus air di stasiun ini tidak begituderas dibandingkan dengan stasiun Mrutu danAir Terjun, sehingga mengurangi gangguanpertumbuhan larva insekta dan beberapaanggota larva insekta yang menyukai arustenang ditemukan melimpah di stasiun ini.Jumlah familia yang ditemukan di stasiunMrutu lebih banyak dibandingkan stasiunParkiran dan Air Terjun, akan tetapi indeksdiversitasnya kecil yaitu 0,0940 karena didominasi satu familia, yaitu Calocidae.

Struktur ekologi sangat tergantung padalingkungan fisik dan kimia (faktor abiotik).Faktor fisik yang sering berhubungan dengankehidupan larva insekta antara lain adalahsedimentasi, erosi tanah ke badan sungai,intensitas cahaya, oksigen terlarut, sedangfaktor kimia yang mempengaruhi antara lainpH dan salinitas air. Faktor-faktor ini akanmembatasi kehadiran atau ketidakhadiranlarva insekta di suatu sungai.

Kehadiran beberapa familia sepertiPlecoptera yang menghendaki DO lebih dari70%, substrat dasar sungai yang berbatu,jernih, dan air dingin menunjukkan bahwa

kondisi sungai-sungai kecil habitatnya masihalami dan daerah aliran sungai (DAS) belummengalami degradasi. Kehadiran kelompoktaksa EPT (Ephemeroptera, Plecoptera,Tricoptera) yang tidak toleran terhadapkualitas air yang rendah merupakan indikasikeadaan fisik sungai masih baik (Gooderham,1998; Dudgeon, 1994) Degradasi DAS dapatmeningkatkan sedimentasi dan turbiditassungai. Degradasi DAS dapat disebabkanpenggundulan hutan dan erosi permukaan(surface run off) akibat kemiringan lerengpenggunungan. Degradasi DAS dapatmenurunkan kekayaan dan keanekaragamanbiota air, serta spesies daratan yang hidup ditepian sungai dan lebak (Dudgeon, 1994).

KESIMPULAN

Di sungai-sungai kecil hutan Jobolaranganditemukan larva insekta yang berasal dari 12familia. Dua familia dari ordo Odonata, duafamilia dari ordo Ephemeroptera, satu familiadari ordo Plecoptera, tiga familia dari ordoTricoptera, tiga familia dari ordo Coleoptera,dan satu familia dari ordo Lepidoptera.Sembilan larva insekta teridentifikasifamilianya, sedangkan tiga larva insekta yaitu2 dari ordo Coleoptera dan 1 dari ordoLepidoptera belum teridentifikasi familianya.Indeks diversitas larva insekta di stasiunParkiran adalah 0,1436; Mrutu 0,0940; dan AirTerjun 0,0884 .

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1991. Program Nasional Pelatihan danPengembangan Pengendalian Hama. KunciDeterminasi Insekta. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Chessman, B.C. 1995. Rapid assessment of river usingmacroinvertebrates: A procedure based on habitatspecific sampling, family level identification and abiotic index. Aus. J. Ecol. 20: 122-129.

Dean, J.C., R.M. St Clair, and C. Cartwright. 1995. A Keyto Late Instar Larvae of Australian TricopteraFamilies. Environment Protection Authority.Melbourne: Melbourne Water, Western TreatmentPlant Victoria.

Dudgeon, D. 1994. Endangered ecosystem: a review ofthreats to tropical Asian running water. Hydrobiologia248: 167-191.

Goldman R.C. and A.J. Horne. 1983. Lymnology. NewYork: Mc Graw Hill International Book Company.

Page 15: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

MAHAJOENO dkk. - Larva Insekta di Jobolarangan 139

Gooderham, J. 1998. Zoology I (Aquatic Ecology).Sidney: CRC Freshwater Ecology, MonashUniversity.

Hawking, J.H. 1995. Monitoring River Health Initiative.Taxonomic Workshop Handbook. Adelaide: Murray-Darling Freshwater Research Cetre.

Hawking, J.H. 1986. Dragonfly Larvae of The RiverMurray System. A Preliminary Guide to TheIdentification of Known Final Instar Odonate Larvaeof South-Eastern Australia. Adelaide: TechnicalReport Number 6. Albury-Wodonga DevelopmentCorporation.

Krebs, C,J. 1972. Ecology: The Experimental Analisis ofDistribution and Abundance. New York: Harper andRow Publisher.

Lawrence, J.F. 1995. Key to The Families of Coleoptera(Adult and Larvae) with Aquatic Stages. Sidney:Australian National Insect Collection CSIRO.

Miller, P.L. 1995. Dragonflies. London: The RichmondPublishing Co. Ltd.

Plafkin, J.L., M.T. Barbour, K.D. Porter, S.K. Gross, andR.M. Hughes. 1985. Rapid Bioassessment ProtocolsFor Use in Streams and Rivers: BenthicMacroinvertebrates and Fish. Washington D.C.:USEPA, Assessment and Watershed ProtectionDivision.

Suter, P.J. 1995. Key to The Families of EphemeropteraKnown in Australia (Nymphs). Adelaide: Office of TheEnvironment Protection Authority.

Vannote, R.L., G.W. Minshall, K.W. Cummins, J.R.Sadell, and C.E. Cushing. 1980. The RiverContinuum Concept. Can. Spec. Publ. Fish. Aquat.Sci. 37: 130-137.

Ward, J. V. 1992. Aquatic Insect Ecology, Biology andHabitat. New York: John Wiley and Sons.

Page 16: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 2, Nomor 2 Juli 2001Halaman: 140-145

Hubungan Keragaman Mesofauna Tanah dan Vegetasi Bawah padaBerbagai Jenis Tegakan di Hutan Jobolarangan

Relationship of Mesofauna Bioiversity and Undergrowth Vegetations inJobolarangan Forest

SUGIYARTO1,2, MARTINUS PUJO3, NUR SIH MIATI31 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

2 Program Pascasarjana UNIBRAW Malang3 Mapala Kompos Fakultas Pertanian UNS Surakarta

Diterima: 29 Juli 2001. Disetujui: 31 Juli 2001

ABSTRACT

Soil mesofauna is one group of soil biodiversity, which take main role of decomposition processes of organic matter.The objective of this research was to investigate the composition and diversity of soil mesofauna at Jobolaranganforest. Soil samples were collected from 8 sampling points which different vegetation types. Soil mesofaunasextracted by modified Barless-Tullgren extractor apparatus for 4 days. The results showed that in the north side ofJobolarangan forest were identified 6 groups of microarthropods, i.e.: Mesostigma and Astigma (Ordo: Acarina),Isotomidae (Ordo: Collembola), Rhinotermitidae (Ordo: Hymenoptera), Staphyllinidae and Carabidae (Ordo:Coleoptera). The group with highest density and wide distribution was Astigma. There were high diversities of soilmesofauna community structure at Jobolarangan forest.

© 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: soil mesofauna, biodiversity, Jobolarangan forest.

PENDAHULUAN

Daerah-daerah tertentu di dunia dikenalsebagai pusat keanekaragaman hayati, karenamengandung keanekaragaman ekosistem,spesies maupun genetik yang besar. Hutanhujan tropis, terumbu karang, dan ekosistempulau merupakan titik puncak keaneka-ragaman hayati. Oleh karena itu, pembahasanmengenai keanekaragaman hayati banyakdifokuskan pada ekosistem-ekosistem tersebut.Peningkatan tajam proses penggundulanhutan hujan tropis sejak tahun 1970-anmerupakan isu penting dan dianggap sebagaipemicu utama krisis keanekaragaman hayati(Gray, 1993).

Banad-badan dunia yang peduli padamasalah keanekaragaman hayati telah menyusunprogram-program konservasi dengan srategi

dasar melestarikan/ melindungi, mempelajari,dan memanfaatkannya secara berkelanjutan(Gray, 1993). Melestarikan habitat yang masihutuh merupakan kegiatan konservasi yangperlu mendapatkan perhatian, mengingatfragmentasi dan hilangnya habitat merupakanpenyebab utama punahnya keanekaragamanhayati (Shaucking dan Anderson, 1993).Spears (1991) juga menyebutkan bahwa untukmemecahkan masalah penggundulan hutanharus diberikan prioritas pada upayapelestarian hutan dengan mengalokasikansebagian hutan tropis yang tersisa sebagaicagar ekologi.

Gunung merupakan salah satu ekosistemyang jumlahnya cukup banyak di Indonesia. DiJawa, luasnya mencapai 7% dari permukaandaratan (Steenis, 1972). Ekosistem gunungmemiliki keanekaragaman hayati yang relatif

Page 17: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SUGIYARTO dkk. - Mesofauna Tanah di Jobolarangan 141

tinggi, karena iklimnya yang variatif, sertapada umumnya mempunyai nilai kekhususanyang tinggi dan keberadaannya hingga saat inimasih cukup utuh. Pelestarian ekosistemgunung merupakan salah satu alternatif usahakonservasi keanekaragaman hayati yangpotensial untuk dikembangkan.

Hutan Jobolarangan merupakan bagiandari ekosistem Gunung Lawu yang terletak diperbatasan Propinsi Jawa Tengah dan JawaTimur. Lokasi ini potensial untuk digunakansebagai kawasan konservasi karena beberapaalasan, antara lain:1. Kondisi hutannya masih relatif utuh.2. Keberadaannya sangat dibutuhkan oleh

masyarakat di sekitar hutan tersebut.3. Kemungkinan pengalihan fungsinya

menjadi ekosistem binaan sangat kecil.Untuk menunjang usaha pembentukan

kawasan konservasi perlu dilakukan studi intensiftentang keanekaragaman hayati yang ada.

Mesofauna tanah merupakan bagian darikeanekaragaman hayati yang memiliki perananpenting, terutama sebagai dekomposer.Kelompok ini meliputi berbagai jenis hewantanah yang berukuran antara 0,2-2 mm.Mikroarthropoda, misalnya acari (tungau) dancolembola (ekor pegas) merupakan anggotaterpenting dari kelompok ini (Wallwork, 1970).Selain sebagai dekomposer yang mampumengubah bahan-bahan organik menjadibahan anorganik untuk tumbuhan, mesofaunatanah juga memiliki arti penting dalammenjaga kesuburan fisika, kimia, dan biologitanah (Adianto, 1993). Beberapa penelitimengusulkan kelompok mesofauna tanah inisebagai bioindikator kondisi lingkungan(Takeda, 1981; Linden et al., 1994; Suwondoet al., 1996).

Eksistensi kelompok mesofauna tanahpada suatu habitat sangat tergantung padakondisi lingkungannya (Adianto, 1993; Suin,1997). Keanekaragaman vegetasi sebagaipenyedia sumber makanan utama merupakanfaktor lingkungan dominan yang menentukanstruktur dan komposisi mesofauna tanah.Disamping itu, faktor lingkungan abiotik misal-nya suhu, pH, kadar air tanah, dan iklim diatas permukaan tanah juga sangat ber-pengaruh terhadap kehidupan mesofauna tanah.

Mengingat masih sangat terbatasnyapenelitian keanekaragaman mesofauna tanahdi Indonesia, serta belum tersedianya datamesofauna tanah di hutan Jobolarangan,maka penelitian ini dilakukan. Tujuan daripenelitian ini adalah menginventarisasikelompok mesofauna tanah pada beberapalokasi dengan tipe vegetasi yang berbeda dihutan Jobolarangan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli2001. Sampel tanah diambil pada kedalaman0-15 cm dengan menggunakan bor tanah di 8stasiun pengamatan yang ditentukanberdasarkan tipe vegetasi yang berbeda(masing-masing dengan 3 ulangan). Sebanyak250 g sampel tanah dimasukkan ke dalamkantung kain untuk diekstraksi di LaboratoriumBiologi FMIPA UNS Surakarta.

Ekstraksi mesofauna tanah dilakukandengan menggunakan alat ekstraksi corongBarless-Tullgren yang dimodifikasi selama 4hari (Suin, 1997). Mesofauna tanah yangtertampung di dalam botol koleksi diidentifikasihingga takson famili dengan menggunakanacuan Dindal (1990), Borror et al. (1992), danSuin (1997).

Struktur komunitas mesofauna tanah darimasing-masing stasiun pengamatandibandingkan berdasarkan nilai indeksdiversitas Simpson dengan rumus sebagaiberikut:

D = 1 - ∑ (pi)2

D : Indeks diversitas mesofaunaPi : Proporsi individu ke-i kelompok

mesofauna tanah didalam komunitas

Untuk membandingkan struktur komunitas,dihitung indeks kesamaan berdasarkan nilaiRenkonen dan dilanjutkan dengan pembuatandendrogram. Nilai Renkonen (%) dihitung darijumlah kepadatan relatif (KR) terendah daridua stasiun pengamatan yang dibandingkan.Adapun nilai kepadatan relatif dihitung denganrumus sebagai berikut:

Jumlah individu mesofauna Aunit contohKepadatan relatif mesofauna A =

Jumlah individu semua mesofaunaX 100%

Page 18: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 140-145142

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi lokasi penelitianAreal penelitian yang dapat dijangkau

dalam penelitian ini masih relatif sempit, yaitumencakup lokasi penanaman HTI Pinus,Puspa, dan Cemara yang terletak dikaki bukitJobolarangan hingga lereng bukit Nguncupbagian selatan (ketinggian tempat antara1700-2000 m dpl.). Pada saat pengambilansampel tanah (pukul 09.00-11.00) suhu udaraberkisar antara 16-22,5°C, sedangkan suhutanah berkisar antara 14-16,5°C.

Sampel tanah diambil pada delapan stasiunpengamatan yang vegetasinya masing-masingdidominasi oleh tumbuhan berikut:1. Stasiun I : Araucaria sp (cemara gimbal)2. Stasiun II : Pinus merkusii (tusam)3. Stasiun III : Schima wallichii (puspa)4. Stasiun IV : Alsophylla glauca (paku tiang)5. Stasiun V : Schefflera fastigiata (tanganan)6. Stasiun VI : Schefflera aromatica7. Stasiun VII : Melastoma sp.8. Stasiun VIII : Acacia decurrens (kasia)

Stasiun I-VIII secara berurutan terletakpada ketinggian tempat dari rendah (+ 1700 mdpl.) ke tinggi (+ 2000 m dpl.).

Struktur dan komposisi mesofauna tanahDari hasil identifikasi, semua mesofauna

tanah yang terkoleksi termasuk dalam filumArthtropoda yang terdiri dari dua kelas yaituArachnida dan Insekta. Kelas Arachnidaterdapat 1 (satu) ordo yaitu Acarina yangterdiri dari dua kelompok yaitu Mastigmata danAstigmata; sedangkan kelas Insekta terdiri dari

4 familia (3 ordo) yaitu: Isotonidae (ordoCollembola), Rhinotermitidae (ordo Isoptera),Staphyllinidae, dan Carabidae (ordo Coleoptera).

Dari 6 kelompok mesofauna tanah yangditemukan, Acarina merupakan kelompokyang paling sering dijumpai, Astigmata(36,84%) dan Mastigmata (26,32%); diikutikelompok Collembola (21,05%) danColeoptera serta Isoptera (5,26%). Hal inimenunjukkan bahwa Acarina memiliki daerahdistribusi yang luas di hutan Jobolarangan.Russel (1978) mengatakan bahwa Acarinadan Collembola merupakan mikroarthropodatanah yang keanekaragamannya sangat tinggiserta memiliki daerah agihan yang luas.Sugiyarto (2000) juga melaporkan bahwaAcarina dan Collembola merupakan kelompokfauna tanah yang selalu ditemukan padaberbagai perlakuan bahan organik sisatanaman yang diberikan pada media tanamkacang hijau.

Jika dilihat dari kemelimpahan ataukepadatannya, kelompok Acarina jugamenunjukkan nilai tertinggi, yaitu Astigmata(57,35%), Mesostigmata (19,12%), disusuldibawahnya Isotomidae, Rhinotermitidae, danStaphyllinidae (7,36%) serta Carbidae(1,47%). Dengan demikian dapat diketahuipula bahwa disamping memiliki distribusi yangluas, Acarina juga mendominasi kehidupanmikroarthropoda tanah di hutan Jobolarangan.Hal ini diduga berkaitan dengan fungsinyasebagai dekomposer terpenting bersamadengan Collembola (Wallwork, 1970).Beberapa peneliti juga menyatakan bahwa

Tabel 1. Kepadatan, frekuensi, dan indeks diversitas kelompok mesofauna tanah yang ditemukan di 8 stasiunpengamatan Hutan Jobolarangan

Jumlah individu pada stasiun pengamatanKelompok mesofauna

I II III IV V VI VII VIII KR (%) FR (%)Acarina 1: Mesostigmata 6 - 3 - - 2 1 1 19,12 26,32Acarina 2: Astigmata 5 3 19 1 - 4 1 6 57,35 36,84Collembola: Isotomidae 2 - - 1 1 1 - - 7,35 21,05Coleoptera 1: Staphyllinidae - - - - - 5 - - 7,35 5,26Coleoptera 2: Carabidae - - - - - 1 - - 1,47 5,26Isoptera: Rhinotermitidae - - - - - 5 - - 7,35 5,26Jumlah 13 3 22 2 1 18 2 7Indeks diversitas Simpson 0,64 0,00 0,24 0,50 0,00 0,78 0,50 0,25

Page 19: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SUGIYARTO dkk. - Mesofauna Tanah di Jobolarangan 143

Acarina dan Collembola merupakanmikroarthropoda tanah yang paling melimpahdi berbagai ekosistem dibandingkan kelompoklainnya (Russel, 1978; Adianto, 1980; Takeda,1981; Suwondo et al., 1996; Sugiyarto, 2000).

Di antara 8 stasiun pengamatan, stasiun VIyang vegetasinya didominasi oleh pohon S.aromatica merupakan habitat yang palingdisukai oleh kelompok mesofauna tanah. Halini ditunjukkan dengan tingginya nilai indeksdiversitas (0,78), jumlah kelompok mesofaunatanah (6) dan jumlah individu yang ditemukan(18). Habitat kedua yang disukai olehkelompok mesofauna tanah di hutanJobolarangan adalah stasiun I yangvegetasinya didominasi oleh pohon cemaragimbal (Araucaria sp.), dengan nilai indeksdiversitas 0,64, jumlah kelompok mesofaunatanah 3, dan jumlah individu 13. Sedangkanstasiun III yang vegetasinya didominasi olehpohon puspa (S. wallichii) juga menunjukkanjumlah individu mesofauna tanah yang tinggi(22) tetapi jumlah kelompoknya rendah (2)sehingga nilai indeks diversitasnya jugarendah (0,24). Hal ini menunjukkan bahwahabitat tersebut sangat disukai oleh kelompokmesofauna tanah tertentu saja (Acarina) dantidak disukai oleh kelompok lainnya. Adapunhabitat yang paling rendah daya dukungnyaterhadap eksistensi mesofauna tanah adalahstasiun V yang vegetasinya didominasi olehpohon tanganan (S. fastigiata) dengan nilaiindeks diversitas 0 serta jumlah kelompok danindividu mesofauna tanah 1.

Tingginya keragaman dan kemelimpahanmesofauna tanah pada stasiun VI dan Idimungkinkan karena pohon S.aromatica danAraucaria sp. memiliki struktur kanopi yangjarang sehingga intensitas cahaya mentariyang menembus kanopi masih cukup tinggi.Dengan demikian, jenis-jenis epifit dibatangnya dan berbagai jenis vegetasi bawahdapat tumbuh dengan baik. Tingginyakeragaman vegetasi bawah dan epifit yangada akan menjadi sumber makanan yangberagam pula bagi kehidupan biota tanah,termasuk kelompok mesofaunanya.

Pada stasiun VI, morfologi daun S.aromatica yang lunak dan mudah dicerna jugamendorong perkembangan biota tanah,karena merupakan penyedia bahan organikyang disukai biota tersebut. Di samping itu,lebatnya vegetasi bawah akan menjadipenutup tanah yang mendukung kestabilanfaktor fisika-kimia lingkungan. Sedangkan

rendahnya keragaman dan kemelimpahanmesofauna tanah pada stasiun V didugakarena terlalu tingginya kandungan air tanah(kondisi tanah becek) sehingga kurang disukaioleh kelompok mikroarthropoda tanah. Odum(1971 dalam Suwondo et al., 1996)menjelaskan bahwa keanekaragaman spesiescenderung rendah dalam ekosistem yangdibatasi oleh faktor fisika-kimia lingkunganyang kuat.

Faktor-faktor fisika-kimia lingkungan yangmempengaruhi distribusi dan komposisimikroarthropoda tanah antara lain suhu, kadarair, kandungan bahan organik dan pH tanah.Sejumlah bahan polutan dan alelokemi jugadapat membatasi keragaman komunitas biotatanah. Sebaliknya Suharjo et al. (1993 dalamSugiyarto, 2000) mengemukakan bahwabahan organik berperan sebagai sumberenergi bagi kebanyakan biota tanah sehinggasemakin banyak dan beragam bahan organikyang tersedia, maka semakin banyak danberagam pula biota tanahnya.

Dari hasil analisis perbandingan strukturkomunitas mesofauna tanah pada 8 stasiunpengamatan di hutan Jobolaranganberdasarkan nilai Renkonen (Tabel 1 danGambar 1), terdapat keragaman yang besardari struktur komunitasnya.

Gambar 1. Dendrogram klasifikasi kesamaanmesofauna tanah pada 8 stasiun pengamatan di HutanJobolarangan berdasarkan nilai Rrenkonen (%).

86,184,6

53,550,8

31,5

10,1

99,3

I II III IV V VI VII VIII

Page 20: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 140-145144

Tabel 2. Indeks kesamaan mesofauna tanah pada 8stasiun pengamatan di Hutan Jobolarangan berdasarkannilai Renkonen (%).

I II III IV V VI VII VIII

I 100

II 38,5 100

III 52,1 86,4 100

IV 53,9 50,0 54,0 100

V 15,4 0 0 50,0 100

VI 38,8 22,2 33,3 27,7 5,5 100

VII 84,6 50,0 63,6 50,0 0 33,3 100

VIII 52,8 85,7 99,3 50,0 0 33,3 64,3 100

Hal di atas ditunjukkan oleh rendahnyarata-rata nilai indeks similaritas Renkonen,yakni hanya 42,5%. Perbedaan indekssimilaritas terbesar tampak pada stasiun Vdan VI masing-masing dengan nilai Renkonen10,1% dan 27,7%. Hal ini juga ditunjukkanpada dendrogram, dimana stasiun V dan VImemiliki titik hubung terjauh dengan stasiunlainnya, dimana nilai indeks similaritasRenkonen-nya sangat rendah, yaitu 10,1%dan 31,5%.

Berdasarkan hasil analisis di atas, didugakondisi lingkungan di hutan Jobolarangansangat beragam. Dari satu lokasi ke lokasilainnya dijumpai kondisi mikrohabitat yangberbeda-beda dan mampu menopangkehidupan berbagai macam biota yangberanekaragam. Hal ini didasarkanpernyataan Wallwork (1970) yang mengatakanbahwa komposisi spesies pada suatu habitatmerupakan indikator yang baik untukmengungkapkan kualitas mikrohabitat darisuatu ekosistem daratan. Sejalan dengan halitu Linden et al. (1994) menyatakan bahwafauna tanah dapat digunakan sebagaibioindikator kualitas tanah. Adapun variabelfauna tanah pada tingkat komunitas yangdapat digunakan sebagai bioindikator antaralain: komposisi, kemelimpahan, biomassa dandistribusi spesies.

KESIMPULAN

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa:1. Di hutan Jobolarangan ditemukan 6

kelompok mesofauna tanah, yaitu:Mesostigmata dan Astigmata (Ordo:Acarina); Isotomidae (Ordo: Collembola);Rhinotermitidae (Ordo: Hymenoptera);Carabidae dan Staphyllinidae (Ordo:Coleoptera).

2. Kelompok Astigmata menunjukkankemelimpahan tertinggi dan distribusiterluas.

3. Terdapat keragaman struktur komunitasmesofauna tanah yang tinggi di hutanJobolarangan dengan indeks diversitasberkisar antara 0-0,78; indeks diversitastertinggi terdapat pada habitat yangvegetasinya didominasi oleh tumbuhan S.aromatica.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Bandung: Alumni.Borror, D.J., C.A. Triphleton, and N.F. Johnson. 1992.

Pengenalan Pelajaran Serangga (diterjemahkan olehP. Soetijono dan D.B. Mukayat). Yogyakarta: GadjahMada University Press.

Dindal, D.L. 1990. Soil Biology Guide. New York: JohnWiley & Sons.

Gray, A. 1993. Dampak konservasi keragaman hayatipada penduduk asli. Dalam Hira Jhamtani (ed.)Perspektif Sosial dan Ekologi Keragaman Hayati.Jakarta: Konphalindo.

Linden, R.D., P.F. Hendrix, D.C. Coleman, and P.C.J.van Vliet. 1994. Faunal Indicators of Soil Quality:Defining Soil Quality for A SustainableEnvironmental. Madison: Soil Science of AmericaInc.

Russel, E.W. 1978. Soil Condition and Plant Growth.London: English Book Society and Longman.

Shucking, H. dan P. Anderson. 1993. Suara-suara yangtercampakkan. Dalam Hira Jhamtani (ed). PerspektifSosial dan Ekologi Keragaman Hayati. Jakarta:Konphalindo.

Spears, J. 1991. Pelestarian keanekaragaman hayati dihutan tropik Asia. Dalam Kuswata, K. dan A.J.Whitten (ed.) Krisis Biologi, HilangnyaKeanekaragaman Biologi. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.

Sugiyarto. 2000. Pengaruh aplikasi bahan organiktanaman terhadap komunitas fauna tanah danpertumbuhan kacang hijau (Vigna radiata).Biodiversitas 1 (1): 25-29.

Page 21: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SUGIYARTO dkk. - Mesofauna Tanah di Jobolarangan 145

Suin, N.M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: BumiAksara.

Suwondo, S.D. Tanjung, dan Harminani. 1996.Komposisi dan keanekaragaman mikroartropodatanah sebagai bioindikator deposisi asa, di sekitarKawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng. JawaTengah: BPPS-UGM 9 (1c): 175-186.

Steenis, G.C.C.J. van. 1972. The Mountain Flora ofJava. Leiden: E.J. Brill.

Takeda, H. 1981. Effect of Shifting on the Soil Meso-fauna with Special Reference to CollembolanPopulations in the North-East Thailand. Kyoto:Laboratory of Forest Ecology, College of AgricultureKyoto University.

Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animals. London:Mc Graw-Hill Book Co. Inc..

Page 22: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 2, Nomor 2 Juli 2001Halaman: 146-149

Tipe-tipe Spora Endogone pada Tanah di Hutan JobolaranganSubterranean Types of Endogone Spores in Jobolarangan Forest

SHANTI LISTYAWATI, DEWI HANDADARI, BUDI SARYANTO, BAYU IRAWAN,DIAH DWI HANDAYANI

Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Diterima: 29 Juli 2001. Disetujui: 31 Juli 2001

ABSTRACT

Endogone spores are spores produced by Endogone genus of VAM fungi, which are abudant in soil. The objective ofthe research was to assess the types of Endogone spores found in the soil of Jobolarangan forest. Soil samples weretaken based on the dominan vegetation, identification and spores screening were then done to the sample. The resultresearch indicated that there were 5 types of spores, namely: white reticulate, yellow vacuolate, red brown laminate,honey colored sessile, and crenulate.

© 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: Endogone spores, spore types, Jobolarangan forest.

PENDAHULUAN

Spora EndogoneSpora Endogone merupakan spora yang

dihasilkan oleh jamur dari genus Endogone,familia Endogonaceae, ordo Endogonales,dan kelas Zigomycetes, serta termasuk jamurVesicular Arbuscular Mycorrhizal (VAM). VAMmerupakan asosiasi antara akar tumbuhandan jamur yang bersifat simbiosis mutualisme.Jamur memperoleh unsur C dari tumbuhaninang, sebaliknya tumbuhan inangmemperoleh bahan anorganik dari hasilaktivitas jamur yang berupa unsur P, N, S, Zn,Cl, K, dan Mg (Redhead, 1977).

Spora merupakan struktur yang dominandari jamur VAM. Spora ini dapat berkecambahdengan baik pada tanah yang tidak steril tanpaadanya akar tanaman inang. Perkecambahanspora Endogone dipengaruhi oleh pH, suhutanah, dan kelembaban lingkungan.

Spora Endogone mempunyai distribusisangat luas, dan dapat dijumpai pada hampirsemua jenis tanah di seluruh dunia.Ukurannya cukup besar berkisar antara 80-450 μm, warna dan bentuk ornamentasi

dinding sporanya bervariasi. Ukuran, warnadan ornamentasi dinding spora dapatdigunakan untuk mengidentifikasi tipe-tipespora dari kelompok genus ini. Menurut Mosse& Bowen (1968), terdapat tujuh tipe sporaEndogone yaitu: bulbus reticulate, whitereticulate, honey colored sessile, bulbusvacuolate, yellow vacuolate, red brownlaminate, dan crenulate.

Hutan JobolaranganHutan Jobolarangan merupakan hutan

dataran tinggi yang terletak di lereng GunungLawu, pada ketinggian sekitar 1600-2200 mdpl. Kelembaban udara relatif hutan ini antara78-84 %. Penelitian keanekaragaman hayati dikawasan ini belum banyak dilakukan,meskipun data agen biologi tertentu sudahdipublikasikan, terutama jenis-jenis flora danfauna besar (vertebrata). Menurut Soenarto(2000), vegetasi di hutan ini relatif homogen,dimana tumbuhan yang mendominasi adalah:pinus (Pinus merkusii), puspa (Schimawallichii), tumbuhan paku tiang, cemara(Casuarina junghuhniana), dan kemlandingangunung (Albizia lopantha), sedangkan jenis-

Page 23: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

LISTYAWATI - Spora Endogone di Jobolarangan 147

jenis hewan yang terdapat di kawasan iniadalah kijang, macan tutul (Panthera pardus),kera (Macaca fasciculatus), dan beberapajenis burung. Hutan ini diduga juga masihmenyimpan harimau jawa (Panthera tigrissondaicus), meskipun untuk itu perlu verifikasimendalam.

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui keanekaragaman tipe sporaEndogone di hutan Jobolarangan. Adapunmanfaat yang diharapkan dari penelitian iniadalah diperolehnya informasi ilmiahmengenai keanekaragaman tipe spora yangdihasilkan oleh jamur mikoriza berdasarkanvegetasi dominan di atasnya.

BAHAN DAN METODE

Sampel tanah diambil dari tanah di bawahvegetasi-vegetasi dominan yang berbeda,yaitu di bawah tegakan Pinus merkusii (pinus),Schima wallichii (puspa), Alsophila glauca(paku tiang), Melastoma malabathricum,Daucus carota (wortel), Schefflera aromatica.,Acacia decurrens dan Schefflera fastigiata.Kemudian sampel tanah disaring secarabertingkat, dengan cara: tanah sebanyak 200gram dilarutkan dengan air dan diaduk sampaihomogen, kemudian didiamkan selama satumenit. Larutan disaring dengan saringan tanahberukuran lubang 0,42 mm., filtrat yangdiperoleh disaring lagi dengan saringanberukuran lubang 0,25 mm. Bahan yang

tertinggal pada saringan kedua ini dicuci,diambil dan diidentifikasi. Filtrat hasilpenyaringan ke-2 disaring lagi dengansaringan berukuran lubang 0,105 mm, bahanyang tersisa pada saringan juga diambil untukdiidentifikasi. Identifikasi dilakukan denganbantuan mikroskop stereo, dan spora yangteramati dicocokkan dengan foto/gambarpada buku identifikasi (Mosse & Bowen,1968).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanah cuplikan diambil dari 8 stasiunpenelitian yang dibedakan berdasarkan jenisvegetasi dominannya. Hasil identifikasimenunjukkan adanya lima tipe sporaEndogone di hutan Jobolarangan, yaitu whitereticulate, yellow vacuolate, red brownlaminate, honey colored sessile dan crenulate(Tabel 1.). Setiap tipe memiliki kekhasandalam ukuran, bentuk dan warna dindingspora (Tabel 2 dan Gambar 1).

Penggolongan dalam tipe-tipe spora yangberbeda ini didasarkan pada ukuran,warnadinding, struktur dan bentuk perforasi padadinding spora (Mosse & Bowen, 1968). Warnaspora disebabkan adanya senyawa lipidberwarna merah, coklat, kuning pada dindingspora (Schenck, 1982), sedangkan sporaberwarna gelap (hitam) karena dindingnyamengandung melanin. Spora-spora berwarnagelap ditemukan pada semua cuplikan tanah.

Tabel 1. Tipe-tipe spora Endogone di hutan Jobolarangan berdasarkan vegetasi dominan.

Tipe sporaVegetasi dominan White

reticulateHoney colored

sessileYellow

vacuolateRed brownlaminate

Crenulate

Acacia decurrens - + + + +Alsophila glauca (paku tiang) + + + + +Daucus carota (wortel) - + + + +Melastoma malabathricum - + + + +Pinus merkusii (pinus) - + + - +Schefflera aromatica - + - - +Schefflera fastigiata - + + + +Schima wallichii (puspa) - - + - +

Page 24: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 146-149148

A B C

D E

Gambar 2. Tipe-tipe spora Endogone di hutan Jobolarangan: A. white reticulate, B. crenulate, C. yellow vacuolate, D.red brown laminate, dan E. honey colored sessile (perbesaran 400X).

Menurut Redhead (1977), spora-sporayang berwarna gelap ini lebih mampubertahan hidup, karena dengan warna yangmirip dengan tanah akan dapat terhindardari predator. Selanjutnya menurut Redhead(1977) dan Sancayaningsih (1994), tidakada cara khusus dalam penyebaran sporaEndogone. Penyebarannya yang nyataadalah karena dimakan oleh hewan-hewankecil (mesofauna) yang hidup dalam tanah.

Spora-spora yang berwarna gelap seperticrenulate dan yellow vacuolate ditemukanpada semua tanah cuplikan dariJobolarangan, hal ini mungkin terbawaaliran air hujan ataupun termakanmesofauna tanah. Keberadaan sporaEndogone juga dipengaruhi oleh ketahanan

hidup dari jamur VAM, yang menurut Redhead(1977) dan Sancayaningsih (1991), ditentukanoleh faktor-faktor sebagai berikut:1. Jenis tanaman, apabila di sekitarnya bukan

tanaman inang, maka populasi VAM akanmenurun, karena spora baru tidak dibentukdalam kondisi ini.

2. Kondisi tanah. Kesuburan, pH, dan jenistanah sangat mempengaruhi produksi sporaVAM. Temperatur tanah mempengaruhikolonisasi akar dan sporulasi, sehingga jugaberpengaruh langsung terhadappertumbuhan propagula jamur.

3. Pengaruh organisme tanah yang lain. Sporajamur VAM merupakan sumber makananyang melimpah dalam tanah dan menjadimakanan bagi Colembolla dan Nematoda

Page 25: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

LISTYAWATI - Spora Endogone di Jobolarangan 149

Tabel 2. Deskripsi tipe-tipe spora Endogone di hutan Jobolarangan.

White reticulate Bentuk sferis, diameter 180-450 μm, transparan, kehitaman, kadang dinding sporaberperforasi.

Honey colored sessile Kuning keemasan, bulat lonjong, diameter 180-450 μm, kadang dinding sporaterdapat retikulat.

Yellow vacuolate Bentuk sferis, kompak, kuning kehitaman, diameter 80-180 μm, tanpa peridium.Red brown laminate Bentuk sferis, diameter 180-450 μm, warna merah tua sampai coklat, kadang dinding

spora terdapat retikulat.

Crenulate Bentuk sferis, dindingnya terdapat retikulat, diameter 100 -180μm, warna hitamkompak.

Beberapa tipe spora berwarna gelapkarena mengandung Melanin. Melaninpada dinding spora ini dapat menghalangilisis yang disebabkan oleh predator atauparasitnya. Spora yang masak mempunyaikemampuan hidup yang lebih baik.

4. Iklim, pada lahan pertanian, jumlah sporaakan meningkat selama musim tanam dankemudian menurun pada musim semiberikutnya.

Hasil penelitian belum dapat menunjukkantipe spora khusus pada vegetasi tertentu yangmungkin sebagai inangnya, meskipunpengambilan cuplikan didasarkan padavegetasi dominan, tetapi vegetasi di hutanJobolarangan ini tidak terbagi dalam tegakan-tegakan yang homogen, untuk itu masih perludilakukan penelitian lebih lanjut denganpengambilan sampel langsung dari akartanaman yang terinfeksi, supaya dapatdiketahui spesifikasi inangnya.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa di bawah berbagai vegetasi tumbuhandi hutan Jobolarangan dapat ditemukan limatipe spora Endogone, yaitu: white reticulate,yellow vacuolate, red brown laminate, honeycolored sessile, and crenulate.

DAFTAR PUSTAKA

Mosse, B. and G.D. Bowen. 1968. A Key to recognitionof Some Endogone Spora Types. Mycol. Soc. 51:469-483.

Redhead, J.F. 1977. Endotrophic Mycchorhiza inNigeria: Species of Endogonaceae and TheirDistribution. Ibadan-Nigeria: Federal Departement ofForestry.

Sancayaningsih, R.P. 1991. Studies of Vesiculer-Arbuscular Mycchorhiza in Wanagama I ForestResearch Center, Yoyakarta, Indonesia. BritishColumbia: The University of British Columbia.

Schenck, N.C. 1982. Methods and Principles ofMycchorhiza Research. St Paul-Minnesota: TheAmerican Phytophatological Society..

Listyawati, S. 1991. Distribusi Spora-Spora Endogonepada Tanah di Sekitar Kebun Raya Purwodadi JawaTimur dan Bedugul Bali. Laporan Praktek Lapangan.Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM.

Soenarto, H. 2000. Penyelamatan biodiversitas dalampandangan masyarakat setempat (KabupatenMagetan). Dalam Setyawan, A.D. dan Sutarno (ed.).Menuju Taman Nasional Gunung Lawu, ProsidingSemiloka Nasional Konservasi Biodiversitas untukPerlindungan dan Penyelamatan Plasma Nutfah diPulau Jawa, Surakarta: 17-20 Juli 2000. Surakarta:Panitia Konservasi Biodiversitas Flora dan Fauna diGunung Lawu Jurusan Biologi FMIPA UNS.

Page 26: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 2, Nomor 2 Juli 2001Halaman: 150-155

Studi Keanekaragaman Anggrek Epifit di Hutan JobolaranganA Study of the Epiphytic Orchids in Jobolarangan Forest

MARSUSI1, CAHYANTO MUKTI1, YUDI SETIAWAN1, SITI KHOLIDAH2, ADIANI VIVIATI31 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

2 Mapala "Sentraya" Fakultas Sastra UNS Surakarta3 Mapala "Gopala Valentara" Fakultas Hukum UNS Surakarta

Diterima: 29 Juli 2001. Disetujui: 31 Juli 2001

ABSTRACT

The objective of the research was to know the species of epiphytic orchids in Jobolarangan forest. The orchidsamples were taken from all stand-plants. The plants were chosen randomly by considering the diversity andrichness of orchids that attach on it. Each plant was sampled in three repetitions. Sampling of orchids existence inthe plant’s stand were done using transect method through a zonation system. In this research 11 epiphytic-orchids such as Bulbophyllum bakhuizenii Stenn, Coelogyne miniata Lindl, Coelogyne rochussenii de Vr.,Dendrobium bigibbum Lindl., Dendrobchilum longifolium, Eria bogoriensis, J.J.S. Liparis caespitosa (Thou.) Lindl.,Liparis pallida (Bl.). Pholidota globosa (Bl.) Lindl., Polystachya flavescens (Bl.) J.J.S., and Trichoglottis sp. werefound. The host plant stand that was attached with most orchids was Schefflera fastigiata and Saurauia bracteosa,generally in zone three.

© 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: epiphytic orchids, host plants, diversity.

PENDAHULUAN

Orchidaceae merupakan salah satu familiadalam sub divisi Angiospermae yanganggotanya cukup banyak, meliputi 700genera dan 20.000-25.000 spesies. Distribusipertumbuhan familia ini meliputi daerah tropisdi Amerika Selatan, Asia Tenggara dansebelah timur Pegunungan Himalaya(Bhattacharyya dan Johri, 1998).

Di Indonesia anggrek sudah dikenal sejaklama, terbukti anggrek Paphiopedilumdayanum yang berasal dari Kalimantan padatahun 1896 sudah dikenal di Eropa, tetapisayangnya orang-orang pribumi pada saat itubelum menyadari akan nilai ekonomi anggrekini. Setelah semakin banyak bangsa Belandadan Inggris yang berdatangan di Indonesia,barulah anggrek mulai dibudidayakan danmendapat perhatian khusus (Lestari, 1985).

Keanekaragaman anggrek di Indonesiasangat besar, diperkirakan jumlahnya sekitar3.000 spesies, banyak diantaranya mempunyainilai ekonomi tinggi (Tjitrosoepomo, 1993).Potensi yang besar ini merupakan keuntungantersendiri bagi negara kita, namun sekaligusjuga sebagai tantangan untuk menjaga,mengelola dan melestarikan-nya. Asetkekayaan genetik ini mampu memberi nilaiekonomi tinggi apabila dikelola dengan baik.Untuk mengoptimalkan pemanfaatan anggrekdiperlukan berbagai upaya, salah satunyainventarisasi spesies-spesies anggrek liarsebagai langkah awal.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulanMaret dan Juli 2001 dengan diawali studi

Page 27: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

MARSUSI dkk. - Anggrek Epifit di Jobolarangan 151

pendahuluan untuk mendapatkan data awalpada bulan September dan Desember 2000.

Pemilihan pohon inang untuk pengambilansampel dilakukan secara acak (random),sepanjang jalan setapak mulai dari tepi hutanproduksi (1773 m dpl.) hingga puncakJobolarangan (2298 m dpl.) di tengah hutanalam, dengan memperhatikan kekayaan dankeanekaragaman anggrek yang menempelpadanya. Pengambilan sampel pada setiappohon inang dewasa – sebagaimanaditunjukkan oleh kematangan fungsireproduksi – dilakukan sebanyak tiga kali.

Pengambilan sampel keberadaan anggrekpada pohon inang dilakukan dengan metodetransek sepanjang batang pohon melaluisistem zonasi. Pembagian zonasi pada pohoninang mengikuti metode Johansson (1975,dalam Lungrayasa dan Mudiana, 2000)(Gambar 1). Parameter yang diamati selamapenelitian adalah spesies anggrek epifit,spesies pohon inang, dan zonasi anggrekpada pohon inang.

Gambar 1. Zonasi anggrek pada pohon inang:Zona 1: pangkal pohon (1/3 batang utama);Zona 2: batang utama hingga percabangan

pertama (2/3 batang utama atas);Zona 3: basal percabangan (1/3 panjang cabang);Zona 4: tengah percabangan (1/3 tengah

percabangan);Zona 5: percabangan terluar (1/3 percabangan

paling luar).

Identifikasi anggrek epifit dan tumbuhaninangnya dilakukan dengan merujuk padapustaka-pustaka: Backer dan Bakhuizen v.d.Brink (1963, 1965, 1968), Nasution danSastrapradja (1976), Sastrapradja (1980), danSteenis (1978; 1972).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hutan Jobolarangan terletak di ketinggian1773 sampai 2298 m dpl, dengan temperaturrata-rata pada siang hari 19,5°C. Hutan dibagian bawah merupakan hutan tanamanindustri, sedangkan hutan di bagian tengahdan atas merupakan hutan alami yang cocokbagi pertumbuhan anggrek epifit.

Pada penelitian ini diperoleh 11 spesiesanggrek epifit yaitu: Bulbophyllum bakhuizeniiStenn., Coelogyne miniata Lindl., Coelogynerochussenii de Vr., Dendrobium bigibbumLindl., Dendrochilum longifolium, Eriabogoriensis J.J.S., Liparis caespitosa (Thou.)Lindl., Liparis pallida (Bl.) Lindl., Pholidotaglobosa (Bl.) Lindl., Polystachya flavescens(Bl.) J.J.S., dan Trichoglottis sp.

Karakter morfologiKesebelas spesies anggrek epifit yang

dijumpai dalam penelitian ini memiliki ciri-ciridan sifat morfologi sebagai berikut:

Bulbophyllum bakhuizenii Stenn.Akar serabut, jumlah sedikit, tumbuh pada

rimpang. Pertumbuhan rimpang simpodial.Pseudobulb tumbuh pada nodus rimpang,berbentuk bulat memanjang, ujung mengecil,panjang 1-3 cm, diameter 1 cm, warnakehijauan, permukaan sedikit beralur. Dauntungal tumbuh di ujung pseudobulb, berbentuklonjong, kaku serta agak tebal, panjang daun 5cm dengan lebar 1cm, ujung meruncing, tepirata, pertulangan sejajar. Bunga muncul daririmpang, kadang-kadang bertumpuk,berbentuk bintang, daun kelopak dan daunmahkota berbentuk lonjong.

Coelogyne miniata Lindl.Akar serabut dilengkapi akar udara, jumlah

sedikit, tumbuh pada rimpang. Pertumbuhanrimpang simpodial, mempunyai pseudobulbberbentuk bulat lonjong bersegi 4-5, warnahijau kekuningan, panjang kira-kira 5 cm,diameter 1,5 cm. Setiap pseudobulbmendukung 2 helai daun. Daun berbentuk

Page 28: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 150-155152

pedang, ujung meruncing, letak berhadapan,permukaan licin, tepi rata, pertulangan sejajar,panjang dapat mencapai 18 cm, lebar sekitar3 cm. Tandan bunga tidak menggantung,tumbuh dari pangkal pseudobulb, panjang 8-11 cm, bunga mekar pada saat bersamaan.

Coelogyne rochussenii de Vr.(anggrek topas)

Akar serabut, panjang, tumbuh padarimpang. Pertumbuhan rimpang simpodial,mempunyai pseudobulb berwarna hijau,jumlah sedikit, berbentuk tabung denganbagian atas mengecil, permukaan beralur,panjang 7 cm, diameter 1,5 cm. Setiappseudobulb mendukung 2 helai daun yangsaling berhadapan. Daun berbentuk pita, tepirata, ujung runcing, pertulangan sejajar,permukaan licin, panjang 15 cm lebar 3 cmTandan bunga muncul dari pangkalpseudobulb, panjang kira-kira 50 cm. Setiaptandan terdapat 6-10 kuntum bunga berwarnakuning muda, daun kelopak dan daunmahkota berbentuk pita dengan bibir beralur 3.

Dendrobium bigibbum Lindl.(anggrek larat langsing)

Akar serabut, jumlah banyak. Pertumbuhanbatang monopodial, membentuk rumpun,batang bagian bawah sedikit menggembung,bentuk bulat memanjang, permukaan beralur.Panjang batang 23 cm atau lebih. Daunbentuk lanset, tumbuh di ujung batang, tepirata, ujung runcing, permukaan halus,pertulangan sejajar letak berselingberhadapan dengan panjang 10 cm, lebar 2cm. Tandan bunga selalu muncul dari ujungbatang, berdiri tegak, panjang 30 cm ataulebih tumbuh sekitar 15 kuntum bunga setiaptandan, bunga bergaris tengah tidak lebih dari5 cm. Daun kelopak dan daun mahkotalangsing berwarna ungu agak merah jambu.Bunga dapat bertahan mekar selama 10-14hari, menyukai tempat yang agak teduh,berbunga pada awal musim kemarau.

Dendrochilum longifoliumAkar serabut. Rumpun sangat rapat,

mudah membentuk tunas baru. Pseudobulbberbentuk bulat, panjang, mengecil ke ujung.Panjang pseudobulb sampai 8 cm, setiappseudobulb hanya berdaun satu helai.Panjang daun 25-40 cm dengan lebar 4-6 cm,tipis dan agak kaku. Tandan bunga munculdari batang muda yang belum membentuk

pseudobulb . Panjang tandan bunga sekitar25-40 cm. Bunga tunggal tumbuh di ujungtandan, jumlah 25-30 kuntum. Bungaberbentuk bintang, kecil dengan garis tengahsekitar 2 cm, warna coklat muda kehijauan.Bunga tersusun dalam dua baris dan mekarsecara hampir serempak selama 2 mingguatau lebih. Umumnya berbunga pada awalmusim hujan. Anggrek ini menyukai tempatteduh dan agak lembab.

Eria bogoriensis J.J.S (anggrek eria bogor)Akar serabut, panjang. Pertumbuhan

batang monopodial, membentuk rumpun,bentuk batang bulat memanjang, berukuran 35cm atau lebih, langsing dan agak membesarke ujung. Daun tumbuh di ujung batang,jumlah 3-5 helai, tidak bertangkai, letakberhadapan, tepi rata, ujung runcingmelengkung seperti pita, agak sempit dantebal, permukaan licin, panjang 20 cm, lebar 3cm, pertulangan sejajar. Tandan bungamuncul dari ketiak daun, kadang-kadang 3-4tandan bunga muncul secara bersusun. Letaktandan hampir tegak, ukuran 10 cm, dengan20-30 kuntum bunga dalam setiap tandan.Bunga kecil, mekar hampir bersamaan, warnaberagam (putih, kuning susu, lembayung),berbau agak harum terutama pada pagi hari.setiap kuntum bunga hanya tahan mekarselama 3 hari. Anggrek ini menyukai tempatteduh dan lembab, berbunga antara bulan Juli-September.

Liparis caespitosa (Thou.) Lindl.,(anggrek kutilang)

Akar serabut panjang, jumlah jarang.Pertumbuhan batang simpodial, membentukrimpang, mempunyai pseudobulb yangtumbuh rapat pada rimpang, berbentukkerucut, warna hijau tua, panjang 3 cm,diameter 1 cm. Setiap pseudobulb mendukung2 helai daun, berbentuk lanset, panjangsampai 14 cm, lebar 1,5 cm, bertangkai, ujungruncing, tepi rata pertulangan sejajar, letakberhadapan, permukaan licin. Ukuran tubuhlebih kecil dibandingkan spesies Liparis lain.Bunga kecil, bibir berbentuk segiempat, tidakbercelah dan tidak berumbai-umbai, warnahijau pucat, buah bentuk jorong, kecil,berbunga sepanjang tahun.

Liparis pallida (Bl.) Lindl. (anggrek parkit)Akar serabut, menggerombol. Pertumbuhan

batang monopodial, membentuk rumpun

Page 29: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

MARSUSI dkk. - Anggrek Epifit di Jobolarangan 153

rapat. Pseudobulb berbentuk bulat lonjong,panjang lebih kurang 8 cm, semakin ke atassemakin memipih. Permukaan pseudobulbberalur, ujung mendukung 1 helai daun. Daunberbentuk pita, melebar ke ujung, panjangdapat mencapai 25 cm, lebar 4 cm. Tepi rata,ujung runcing, permukaan halus, pertulangansejajar. Tandan bunga panjang 30 cm, tumbuhdi ujung pseudobulb, agak merunduk,berbunga banyak, kira-kira 20-30 kuntumdalam setiap tandan, masing-masing bungaberdiameter 1-2 cm, warna kuning kemerahan,daun kelopak dan daun mahkota berbentukjorong yang menguak ke belakang, sedangkantugu menggeliat ke depan. Berbungasepanjang tahun dengan masa mekar kira-kira5-6 hari.

Pholidota globosa (Bl.) Lindl.Akar serabut, pertumbuhan batang

simpodial, membentuk rimpang, mempunyaipseudobulb, jumlah banyak, tumbuh di atasrimpang, akar panjang, banyak dan kaku.Pseudobulb berbentuk bulat telur (lonjong),panjang 3 cm, diameter 1 cm, warna hijauagak transparan. Setiap ujung pseudobulbditumbuhi 2 helai daun yang tegak, panjang 8-19 cm, lebar 1,5 cm, tersusun berhadapan,berbentuk pita, ujung runcing, tepi rata,pertulangan sejajar, permukaan licin. Tandanbunga muncul dari ranting muda, panjang 10cm, merunduk, pada puncak bunga membukalebar, warna kemerahan atau kehijauan, bibirkemerahan, ukuran kecil. Setiap tandanmendukung 30-50 buah, bentuk jorong.Berbunga pada bulan Maret-April denganmasa mekar 6 hari.

Polystachya flavescens (Bl.) J.J.S(anggrek topi)

Akar serabut, jumlah banyak dan rapat.Pertumbuhan batang simpodial, membentukrimpang, mempunyai pseudobulb yangtumbuh rapat pada rimpang, berbentuk bulatlonjong, warna hijau kekuningan, diameter 1,5cm. Daun 2 helai tumbuh di ujung pseudobulb,letak hampir berhadapan, berbentuk pita,panjang mencapai 13 cm, lebar 1 cm, tepirata, ujung meruncing, pertulangan sejajar,mempunyai tangkai, permukaan halus.Tandan bunga mencapai panjang 30 cm,tegak dan bercabang, jumlah lebih dari 100kuntum dalam satu tandan. Daun kelopak atasberbentuk dayung, sedangkan yang sampingberbentuk segitiga dengan pangkal bersatu

membentuk tabung. Daun mahkota berbentukpita, kelopak dan mahkota bunga tersusundalam bentuk topi. Buah berbentuk bulatlonjong bersekat 3, berbunga sepanjang tahundengan lama mekar 6 hari, menyukai tempatterbuka di bawah naungan pohon.

Trichoglottis sp.Akar serabut, jumlah sedikit. Pertumbuhan

batang monopodial, membentuk rumpun,tanpa pseudobulb. Batang berbentuk bulatmemanjang, agak melengkung, ukuran kecil.Daun tumbuh rapat di sepanjang batang,tersusun berhadapan, berbentuk jorong,panjang 5 cm, lebar 1,5 cm, ujung berbelah,tepi rata, permukaan licin dan agak kaku,pertulangan sejajar. Bunga tumbuh padasetiap-tiap ketiak daun, ukuran kecil, berwarnaputih kekuningan.

Spesies tumbuhan inangSpesies pohon yang menjadi inang

anggrek epifit adalah Schefflera fastigiata,Schefflera aromatica, Schima wallchii, Pinusmerkusii, Araucaria sp., Astronia spectabilis,Daphne composite, Saurauia bracteosa, danWightia borneensis (Tabel 1.).

Tabel 1. Spesies anggrek dan pohon inang

Pohon inang Spesies anggrekAraucaria sp P. globosaAstronia spectabilis C. miniata,

P. globosaDaphne composita C. miniata,

D. bakhuizeniiPinus merkusii B. bakhuizeniiSaurauia bracteosa P. globosa,

L. caespitosa,L. pallida,D. bigibbum,Trichoglottis sp.

Schefflera fastigiata E. bogoriensis,Coelogyne miniata,C. rochussenii,D. bigibbum

Schefflera aromatica P. globosa,C. miniata,D. longifolium

Schima wallichii P. globosaWightia borneensis B. bakhuizenii,

P. flavescens

Page 30: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 150-155154

Pohon inang yang paling banyak ditempelianggrek epifit adalah Schefflera fastigiata. Halini dikarenakan perawakan pohon tinggi, besar,bercabang banyak dan usianya mencapaipuluhan tahun, sehingga memungkinkansubstrat yang tertimbun di permukaan kulitbatang tebal. Hal ini sangat berpengaruhterhadap penyimpanan air dan zat hara. Disamping itu pohon ini dikenal sebagaitumbuhan asli ekosistem setempat dan ramahterhadap vegetasi di sekitarnya, dengan tidakmenghasilkan eksudat yang bersifat racun.Sehingga tidak hanya anggrek epifit yangmenggunakannya sebagai tempat menempelnamun juga tumbuhan paku dan lumut,bahkan juga fungi, lichenes dan tumbuhanmemanjat (liana). Hal yang sama terdapatpada Saurauia bracteosa, meskipun ukuranbatangnya lebih kecil, pohon ini memilikipercabangan yang sangat efektif untukpertumbuhan spesies epifit, termasuk anggrek,sehingga dalam penelitian ini dapat ditemukanlima spesies anggrek yang menempel dibatangnya, meskipun frekuensi ditemukannyatidak sebanyak pada Schefflera fastigiata,yang hanya ditempeli empat spesies anggrek.

Pohon inang yang paling sedikit ditempelianggrek epifit adalah Pinus mekusii danAraucaria sp. Telah jamak diketahui bahwapohon pinus merupakan penghasil resinutama dalam dunia tumbuhan. Sebagian dariresin yang dihasilkan akan meresap keluarmelalui stomata pada kulit kayu muda ataumenembus jaringan gabus pada kulit kayu tua.Resin bersifat alelopati/alelokemi terhadapkebanyakan tumbuhan, temasuk anggrek epifityang kemungkinan menempel padanya. Disamping itu, bentuk arsitektur batang pohonpinus yang cenderung terdiri dari batangutama yang tegak lurus dengan cabang-cabang kecil mendatar, kurang memungkinkanterdekomposisinya serasah dedaunan, debudan air hujan di batang, sehingga memperkecilkemungkinan pertumbuhan anggrek epifit.Tumbuhan epifit yang biasanya ditemukansecara dominan pada batang pohon pinusadalah Usnea, suatu tumbuhan perintisgolongan lichenes yang memang dikenalmampu tumbuh di lingkungan dengan kondisifisik dan kimia yang ekstrem. B. bakhuizeniimerupakan satu-satunya spesies anggrekyang mampu tumbuh epifit di batang pohonpinus, hal ini didukung ukuran tubuhnya yangkecil sehingga memungkinkan melekat padacabang-cabang pinus yang relatif kecil.

Alasan serupa dijumpai pada tumbuhansejenis Araucaria sp. Sebagaimana pinuspohon hutan tanaman industri ini jugamenghasilkan resin yang bersifat racun bagitumbuhan lain. Arsitektur percabangan yangrelatif lebih kompleks dari pada pinus, namunukurannya yang relatif kecil masih merupakanhambatan bagi anggrek epifit untuk melekat.Dalam penelitian ini P. globosa merupakansatu-satunya anggrek epifit yang mampumenempelinya. Anggrek ini memiliki ukurantubuh kecil sehingga dapat menempel padabatang yang juga kecil.

Dalam penelitian ini Schima wallichii hanyaditempeli anggrek P. globosa. Pohon yangbernama daerah puspa ini memiliki arsitekturpercabangan yang memungkinkan tumbuhnyaberbagai spesies epifit. Dalam penelitiansebelumnya di lokasi yang tidak jauh dariJobolarangan, Setyawan (2000) menemukan23 spesies epifit pada batang pohon ini, duadiantaranya anggrek. Tampaknya populasinyayang menggerombol (monokultur) sebagaitanaman reboisasi di hutan tanaman industrimengurangi kesempatan anggrek epifit untukmenginvasi.

Identitas pohon inang Daphne compositaperlu mendapat verifikasi dari penelitian lebihlanjut, mengingat tumbuhan ini menurutSteenis (1972) hanya tumbuh di Jawa Barat.Dalam penelitian ini identifikasi sulit dilakukandengan pasti mengingat ketiadaan bunga.

Zonasi anggrek epifit pada pohon inangHasil pengamatan menunjukkan bahwa

anggrek epifit secara dominan ditemukanpada zona 3 (Tabel 2.). Hal ini terutamadisebabkan karena kemampuan zona 3 dalammenyimpan air dan zat hara lebih besardibandingkan zona lain. Zona 3 terletak disepertiga paling bawah dari pangkalpercabangan dengan batang utama. Zona inimerupakan bagian cabang yang paling besardan derajat kemiringannya paling kecil(cenderung datar), sehingga memungkinkandekomposisi berbagai jenis serasah dan debu,serta mampu menahan air hujan atau embunpagi yang dibutuhkan bagi kehidupan anggrekepifit.

Zona 3 yang terletak di pangkalpercabangan ini relatif menguntungkan bagipertumbuhan anggrek epifit dibandingkanzona 1 dan 2 yang terletak di batang utamapohon dengan derajat kemiringan hampir 90o

(tegak lurus), sehingga mempersulit upaya

Page 31: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

MARSUSI dkk. - Anggrek Epifit di Jobolarangan 155

anggrek epifit untuk menempel. Zona 3 jugarelatif lebih menguntungkan dibanding zona 4dan 5 yang terletak di ujung cabang, dimanaderajat kemiringannya lebih besar, ukurancabang lebih kecil, lebih sering digoyang angin,dan lebih banyak terpapar sinar matahari.

Tabel 2. Zonasi anggrek pada pohon inang.

ZonaSpesies anggrek1 2 3 4 5

Bulbophyllum bakhuizenii * * *Coelogyne miniata * * *Coelogyne rochussenii * *Dendrobium bigibbum * *Dendrochilum longifolium * *Eria bogoriensis * *Liparis caespitosa * * * *Liparis pallida * * *Pholidota globosa * * * * *Polystachya flavescens * *Trichoglottis sp. *

Keterangan: * = ditemukan

Dalam penelitian ini kesebelas spesiesanggrek yang hadir semuanya pernahditemukan menempel di zona 3 dari salah satupohon inangnya, sedangkan pada keempatzona lainnya salah satu spesies anggrek pastipernah tidak ditemukan menempel di zonatersebut.

Zona 1 merupakan tempat yang palingjarang ditempeli anggrek epifit. Hal ini sangatwajar mengingat posisinya di pangkal batangpohon yang tegak, sehingga menyulitkanuntuk menempel. Di samping itu lokasi yangada di batang bawah ini menyebabkanpenetrasi sinar matahari sangat kecil karenatertutup pohon inang dan vegetasi disekitarnya. P. globosa merupakan satu-satunya anggrek yang pernah dijumpaitumbuh di zona ini.

Zona 5 juga merupakan bagian yangsangat jarang ditempeli anggrek. Hal yangwajar mengingat posisinya di ujung pohon,dengan ukuran batang kecil, sering tertiupangin dan intensitas sinar matahari sangattinggi. Hal ini menyebabkan tingkat

evapotranspirasi sangat tinggi. L. caespitosa.L. pallida dan P. globosa merupakan tigaspesies anggrek yang mampu beradaptasidengan habitat zona ini.

KESIMPULAN

Di hutan Jobolarangan ditemukan 11spesies anggrek epifit alami, yaituBulbophyllum bakhuizenii Stenn., Coelogyneminiata Lindl., Coelogyne rochussenii de Vr.,Dendrobium bigibbum Lindl., Dendrochilumlongifolium, Eria bogoriensis J.J.S., Lipariscaespitosa (Thou.) Lindl., Liparis pallida (Bl.)Lindl., Pholidota globosa (Bl.) Lindl.,Polystachya flavescens (Bl.) J.J.S., danTrichoglottis sp. Pohon inang yang palingbanyak ditempeli anggrek epifit alami adalahSchefflera fastigiata dan Saurauia bracteosa.Anggrek epifit paling banyak ditemukan padazona tiga.

DAFTAR PUSTAKA

Backer, C.A. dan R.C. Bakhulzen van den Brink, Jr.1963. Flora of Java. Vol. I, Groningen : P. Noordhoff.

Backer, C.A. dan R.C. Bakhulzen van den Brink, Jr.1965. Flora of Java. Vol. II. Groningen: P.Noordhoff.

Backer, C.A. dan R.C. Bakhulzen van den Brink, Jr.1968. Flora of Java. Vol. III. Groningen: P.Noordhoff.

Bhattacharyya, B. dan B.M. Johri. 1998. FloweringPlants, Taxonomy and Phylogeny. New Delhi:Narosa Publishing House.

Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan(Spermatophyta). Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Lungrayasa, I.N. dan D. Mudiana. 2000. AnggrekBulbophyllum yang tumbuh alami di Kebun RayaEka Karya Bali. BioSMART 2 (2): 14 -18.

Nasution, R.E. dan S. Sastrapradja. 1976. Mengenalmarga Eria dan jenis-jenisnya di Pulau Jawa. BuletinKebun Raya Vol. 2. No.51.

Sastrapradja, S. 1980. Jenis-jenis Anggrek Jakarta:Penerbit PN. Balai Pustaka.

Lestari, S.S. 1985. Mengenal dan Bertanam Anggrek.Semarang: CV. Aneka Ilmu.

Setyawan, A.D. 2000. Tumbuhan epifit pada tegakanpohon Schima wallichii (D.C.) Korth. di GunungLawu. BIODIVERSITAS 1 (2): 14-20.

Steenis, C.G.G.J. van. 1972. The Mountain Flora ofJava. Leiden: E. J. Brill.

Steenis, C.G.G.J. van. 1978. Flora untuk Sekolah diIndonesia. Jakarta: Pradnya Paramitha.

Page 32: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 2, Nomor 2 Juli 2001Halaman: 156-162

Keanekaragaman Flora Hutan Jobolarangan Gunung Lawu:2. Spermatophyta

Plants Biodiversity of Jobolarangan Forest Mount Lawu: 2. Spermatophyta

SUTARNO1, AHMAD DWI SETYAWAN1, SUHAR IRIANTO1, APRIANA KUSUMANINGRUM2

1 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta2 Mapala "Gopala Valentara" Fakultas Hukum UNS Surakarta

Diterima: 29 Juli 2001. Disetujui: 31 Juli 2001

ABSTRACT

The objectives of the research were to make: (1) a list of Spermatophyte plants at Jobolarangan forest in mountLawu, and (2) the ecological and the economical benefits of the plants. All Spermatophyte plants on the forest werestudied. The research procedures were including species collection in the field, make up herbaria, morphologicalobservations in the laboratory, and interview to residents and government administrations. The results showed that inthe forest were found 142 species Spermatophyte plants, in which 126 species of 54 family were identified, consistingof 78 species of herbs, 26 species of bushes, and 21 species of trees. Ecological benefits of the plants werehydrological regulation, keep out landslide and erosions etc., however economical benefits of the plants were log,firewood, charcoal, honey bee, medicinal plants, etc.

© 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: biodiversity, Spermatophyte plants, Jobolarangan forest, mount Lawu.

PENDAHULUAN

Hutan Jobolarangan, atau sering pula diejasebagai Jogolarangan, terdiri dari sekumpulanbukit dan jurang yang sangat kompleks,terletak di lereng selatan Gunung Lawu.Kawasan ini terdiri dari beberapa bukit denganpuncak utama Jobolarangan setinggi 2.298 m.dpl. Secara administratif lereng barat danselatan hutan Jobolarangan terletak di PropinsiJawa Tengah, meliputi Kabupaten Karanganyardan Wonogiri, sedang lereng timur terletak diPropinsi Jawa Timur, meliputi KabupatenMagetan. Adapun di sisi utara merupakankawasan utama Gunung Lawu dengan puncakutama Argo (Hargo) Dumilah setinggi 3.265 mdpl. (US Army Maps Services, 1963).

Lereng selatan Gunung Lawu merupakankawasan yang sangat subur, karena merupa-kan daerah tangkapan hujan, dimana angintenggara yang berawan dan mengandung uap

air menabrak gunung dan terangkat ke atas,sehingga terjadi kondensasi dan titik-titik airturun sebagai hujan. Sepanjang tahun lerengselatan relatif mendapatkan curahan hujanlebih tinggi dari pada lereng lainnya(Setyawan, 2000). Sehingga kawasan inimenjadi sumber air bagi pertanian danpemikiman di sekitarnya.

Dalam penelitian sebelumnya, Setyawandan Sugiyarto (2001) menemukan 77 spesiesCryptogamae di hutan Jobolarangan, terdiridari 27 spesies Fungi, lima spesies Lichenes,20 spesies Bryophyta dan 25 spesiesPterydophyta, sehingga keanekaragamantumbuhan Spermatophyta diduga juga tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusundaftar spesies Spermatophyta di hutanJobolarangan Gunung Lawu beserta manfaatekologi terhadap ekosistem di sekitarnya danmanfaat ekonomi terutama bagi masyarakat disekitarnya.

Page 33: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SUTARNO dkk. - Spermatophyta di Jobolarangan 157

BAHAN DAN METODE

Pelaksanaan penelitian meliputi koleksispesies dan pengamatan habitatnya dilapangan, pembuatan herbarium, pengamatanmorfologi di laboratorium (Lawrence, 1951;1955), serta wawancara dengan masyarakatdan aparat pemerintah setempat.

Area kajianPenelitian ini dilaksanakan dalam dua

tahap, yakni tahap pertama bulan Septemberdan Desember 2000, sedang tahap keduabulan Juli 2001. Lokasi penelitian, hutanJobolarangan yang diteliti mulai dariketinggian sekitar 1.600 m dpl. sampai dengan2.298 m dpl.

Cara kerjaObjek yang diteliti adalah semua spesies

tumbuhan Spermatophyta, baik berhabitusherba, semak, maupun pohon.

Koleksi spesimen untuk herbariumdilakukan secara random/penjelajahan.Adapun peranan ekologi dan ekonomitumbuhan dilakukan melalui pengamatanlangsung di lapangan dan wawancara denganpenduduk, aparat desa dan perhutani.

Spesimen diawetkan dalam bentukherbarium kering atau basah dengan fiksasiformalin 4% dilanjutkan preservasi kering padakertas herbarium atau preservasi basah dalamalkohol 70%. Sebelumnya spesimen dapatdisimpan sementara dengan dibungkus kertaskoran yang dibasahi alkohol 70% dandisimpan dalam kantung plastik tertutup rapat.

Spesimen diamati sifat-sifat morfologinyasecara langsung atau dengan bantuanmikroskop stereo. Spesimen yang lengkapdan dalam kondisi baik difoto untukdokumentasi.

Identifikasi dilakukan dengan merujuk padapustaka-pustaka: Bhattacharyya dan Johri(1998), Steenis (1972; 1978), Backer danBakhuizen van den Brink (1968, 1965, 1963);Lawrence (1951).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian ini diperoleh 142 spesiestumbuhan Spermatophyta, dimana 126spesies dapat diidentifikasi, sedang sisanyabelum. Ke-126 spesies yang teridentifikasitersebut tergolong dalam 54 familia.

Berdasarkan bentuk habitusnya spesies-spesies yang ditemukan terdiri dari 78 herba,27 semak dan 21 pohon (Tabel 1). Spesiesyang belum berhasil diidentifikasi umumnyakarena tidak sedang dalam masa berbungasehingga pendeterminasian sulit dilakukan.Penelitian lebih intensif dan mencakup areayang lebih luas diyakini masih akanmenambah jumlah spesies yang ditemukan.

Dalam penelitian ini, tidak semua spesiestumbuhan yang teridentifikasi terdaftar dalamSteenis (1972), The Mountain Flora of Java,meskipun karya ini merupakan buku panduanlapangan terbaik dan terlengkap untukpengenalan jenis-jenis tumbuhan pegunungandi Jawa. Sebanyak 41 dari 126 spesiestumbuhan yang teridentifikasi tidak terdaftardalam buku tersebut. Hanya Steenis (1972)yang tahu secara pasti alasanketidakterdaftaran spesies-spesies tumbuhantersebut, namun kemungkinan telah terjadiperubahan ekologi yang menyebabkanhadirnya tumbuh-tumbuhan tersebut di hutanJobolarangan, salah satu kawasan datarantinggi di Pulau Jawa, mengingat buku tersebutmulai ditulis menjelang PD II. Steenis (1972)menyebut genus Lantana namun tidakmemasukkan satu pun spesies anggota genusini dalam daftarnya, termasuk Lantanacamara, tumbuhan semak yang kini banyakdijumpai di kawasan pegunungan Jawa.Beberapa spesies tumbuhan kemungkinanmerupakan hasil invasi dari daerah-daerahpertanian di sekitarnya, mengingat jenis-jenistersebut merupakan tumbuhan gulma di lahanbudidaya sekitar hutan, misalnya:Alternanthera sessilis, Digitaria sanguinalis,Erechtites valerianfolia, Cordyline sp., Leersiahexandra, Oxalis curniculata dan Ruselia sp.(Marsusi dan Susilowati, 2001).

Dalam penelitian ini, pohon cemara gunung(Casuarina junghuhniana) yang merupakantrade mark Gunung Lawu dan gunung-gunungdi sebelah timurnya – bahkan menjadi namadusun dan tempat bermukin tertinggi digunung ini, yakni Cemoro Sewu dan CemoroKandang – tidak ditemukan. Padahal pohon inimampu tumbuh mulai dari ketinggian 1100 mdpl., sedangkan lokasi penelitian terletak diatasnya (1600-2289 m dpl.). Pohon ini dapatditemukan secara melimpah beberapakilometer di sebelah utara lokasi penelitianpada ketinggian yang relatif sama, namunsudah di luar hutan Jobolarangan. Boleh jadicurah hujan yang relatif tinggi, menyebabkan

Page 34: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 156-162158

pohon cemara gunung tidak dapat melimpah,mengingat pohon ini khas untuk dataran tinggikering seperti gunung-gunung di Jawa Timur.

Komposisi dan struktur vegetasiBerdasarkan bentuk habitusnya, maka

komposisi tumbuhan herba, semak dan pohondi lokasi penelitian sesuai dengan kelaziman,dimana tumbuhan berhabitus herba lebihbanyak dari pada semak dan tumbuhanberhabitus semak lebih banyak dari padapohon. Komposisi dan struktur vegetasidemikian hampir selalu terjadi pada ekosistemalami, mengingat ukuran tubuh berpengaruhdalam kompetisi memperebutkan ruang hidup,zat hara, air dan sinar matahari.

Tumbuhan herba yang ukuran tubuhnyarelatif kecil memiliki kesempatan mendapatkanruang hidup lebih luas, sehinggamemungkinkan kehidupan lebih banyakindividu (kekayaan) dan lebih banyak spesies(keanekaragaman). Sedangkan semak ataupohon yang memiliki ukuran tubuh sedang danbesar, kesempatan mendapatkan ruang hiduplebih terbatas sehingga jumlah jenisnya lebihsedikit dibandingkan herba.

Hal yang sama terjadi dalam kompetisi zathara dan air, tumbuhan herba yang ukurannyarelatif kecil memerlukan lebih sedikit zat haradan air sehingga memiliki kesempatan hiduplebih tinggi dibandingkan semak dan pohon,meskipun pada herba tertentu kebutuhan aircukup tinggi sehingga hanya melimpah disekitar mata air, di tempat-tempat lembab ataupada musim hujan saja, dimana jumlahnyaakan berkurang secara drastis pada musimkemarau. Pengaruh perubahan musim ini jauhlebih kecil pada semak dan pohon, meskipunpada musim hujan – tentu saja – akan tumbuhanakan dan tunas-tunas baru.

Dalam hal kompetisi memperebutkan sinarmatahari, tumbuhan berhabitus semak danpohon selalu lebih kuat, bahkan di tempat-tempat tertentu yang dominasi pohon dansemaknya sangat tinggi, sinar matahari tidakdapat menyentuh lantai hutan. Akibatnyalantai hutan relatif bersih dari tumbuhan herba,dan di habitat ini tumbuhan herba yang bertahanumumnya hanya jenis-jenis epifit, sepertianggrek dan tumbuhan merambat (liana).

Komposisi dan struktur vegetasi di atassejalan dengan Kimball (1992) yangmenyatakan bahwa vegetasi hutan hujantropis sangat beragam, umumnya berhabitusbesar dan tinggi, sangat jarang dijumpai

pohon dari satu spesies tumbuh berdekatan.Vegetasi tumbuhan sangat rapat sehinggaintensitas cahaya matahari yang sampai kelantai hutan sedikit. Sebagian besar tumbuhanselalu hijau, bukan tipe tumbuhan yang meranggaspada musim kemarau, serta cabang pohondipenuhi tumbuhan liana dan epifit.

Manfaat ekologi dan ekonomiSecara ekologi tumbuh-tumbuhan di hutan

Jobolarangan, Gunung Lawu dapat dikatakansebagai penjaga tetap berdiri-kokohnyagunung dan kehidupan di dalamnya. Tanpatumbuh-tumbuhan, Gunung Lawu akanmengalami erosi luar biasa dan hanya akanmenjadi sekumpulan batu. Setiap spesiestumbuhan di gunung ini memiliki fungsi ekologimasing-masing. Akar-akar pohon menjagaagar tanah tidak bergerak dari tempatnyaakibat hembusan angin, air, gempa ataugravitasi bumi, sedangkan semak-semak danherba menjaga tetes-tetes air hujan tidaklangsung bersentuhan dengan tanah danmencegah surface run off. Keberadaanvegetasi menyebabkan aliran air tanah keketinggian yang lebih rendah terukur,sehingga menjaga ketersediaan air sepanjangmusim.

Tumbuh-tumbuhan juga berperan menjagakelangsungan daur bahan-bahan organik dananorganik, serta menjadi sumber energi bagibanyak kehidupan lain. Tumbuhanmenghasilkan bunga, buah, daun dan tunas-tunas muda yang menjadi makanan berbagaijenis herbivora. Sedangkan sisa-sisa tumbuhanyang mati akan menjadi sumber energi bagiberbagai jenis dekomposer, termasukmenghidupi organisme sungai-sungai kecil dihutan pegunungan ini.

Bagi masyarakat setempat manfaatekonomi hutan Jobolarangan telah dirasakanselama ratusan tahun. Ketersediaan air yangberkelanjutan merupakan manfaat utama,karena merupakan kebutuhan hidup sehari-hari, baik untuk rumah tangga ataupun tanahpertanian. Hutan ini juga menyediakan kayubangunan, kayu bakar, dan bahan baku arangmeskipun pemanfaatannya potensial merusakeksistensi hutan. Hutan ini jugamemungkinkan penggembalaan lebah madudan pemanenan tumbuhan obat, sepertiPlantago major, Cinnamomum burmannii danlain-lain. Pohon Acacia decurrens yangdiintroduksi untuk reforestasi merupakansumber penyamak kulit hewan.

Page 35: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SUTARNO dkk. - Spermatophyta di Jobolarangan 159

Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan Spermatophyta di hutan Jobolarangan, Gunung Lawu.

No FAMILI NAMA SPESIES HABITUS Ket.1. Acanthaceaea 1. Strobilanthes paniculata (Nees.) Miq. h2. Aceraceae 2. Acer laurium Hassk. p3. Amaranthaceae 3. Achyranthes bidentata Bl. h

4. Alternanthera sessilis h *5. Amaranthus gracilis h *6. Amaranthus sp. h *

4. Amaryllidaceae 7. Crinum sp. h *5. Apocyanaceae 8. Alyxia sp. s6. Araliaceae 9. Harmsiopanax aculeatus (D.C.) Boerl. p

10. Schefflera aromatica p *11. Schefflera fastigiata p *

7. Araucariaceae 12. Araucaria sp. p *8. Aristolochiaceae 13. Aristolochia coadunata Back. s9. Asclepiadaceae 14. Dischidia lanceolata (Bl.) Deene. h

15. Dischidia nummularia R.Br. h10. Asteraceae (Compositae) 16. Anaphalis javanica (Bl.) Boerl. s

17. Anaphalis longifolia (Bl.) D.C. s18. Adenostema hirsutum (Bl.) D.C. h19. Ageratum conyzoides L. h20. Bidens biternata (Lour.) Merr. & Scheff ex

Scheff.h *

21. Cosmos caudatus h *22. Crassocephalum crepidiodes (Benth.) S.Moore h23. Cromolaena odorata (L.) King & Robinson s *24. Erechtites sp. h *25. Erechtites valerianifolia (Wolf.) D.C. h *26. Erigeron sumatrensis Retz. h27. Eupatorium riparium Reg. h28. Galinsoga parviflora Cav. h *29. Inula cappa (D.Don.) D.C. h

11. Balsaminaceae 30. Impatiens javensis (Bl.) Stend h12. Begoniaceae 31. Begonia robusta Bl. h13. Caprifoliaceae 32. Viburnum coriaceum Bl. s14. Caryophyllaceae 33. Drymaria cordata (L.) Willd. ex R & S. h

34. Drymaria villosa Cham. & Schlecht. h35. Stellaria australis Zoll. h

15. Celastaceae 36. Perrottetia alpestris (Bl.) Loes. s16. Commelinaceae 37. Aneilema sp. h *17. Convolvulaceae 38. Cuscuta reflexa Roxb. h18. Cruciferae 39. Cardamine sp. h

40. Raphanus sativus L. h *19. Cucurbitaceae 41. Gynostemma pentaphyllum (Thunb.) Malino h

Keterangan: h = herba, s = semak, p = pohon; * = tidak terdaftar dalam Steenis (1972).

Page 36: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 156-162160

Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan Spermatophyta di hutan Jobolarangan, Gunung Lawu (Lanjutan).

No FAMILI NAMA SPESIES HABITUS Ket.20. Cyperaceae 42. Carex baccans Nees. h

43. Cyperus malacensis L. h *44. Cyperus melanospermus (Ness) Valek. Sur. L. h45. Cyperus rotundus L. h *

21. Ericaceae 46. Diplycosia heterophylla Bl.. s47. Gaultheria leucocorpa Bl. s48. Gaultheria sp. s *

22. Euphorbiaceae 49. Homalanthus giganteus Z & M. p23. Gesneriaceae 50. Aeschynanthus horsfieldii R.Br. s

51. Cyrtandra picta Bl. h24. Graminae 52. Agrotis infirma Buse. h

53. Andropogon contortus L. h54. Brachiaria sp. h *55. Brachypodium silvaticum (Huds.) P.B.. h56. Coelachne infirma Buse. h57. Digitaria sanguinalis h *58. Eragrostis amabilis h *59. Hierochloe horsfieldii (Kunth) Maxim. h60. Imperata cylindrica (L.) Beauv. h *61. Leersia hexandra h *62. Paspalum sp. h *63. Pennisetum polystachyon (L.) Schult. h *64. Tripogon exiguus Buse. h

25. Iridaceae 65. Gladiolus sp. h *26. Labiatae 66. Leucas marrubioides Desf. h

67. Paraphlomis oblongifolia Bl. h68. Scutellaria discolor Benth. h

27. Lauraceae 69. Cinnamomum burmanni p *28. Leguminosae 70. Dolichos falcatus Klein & Willd. h

71. Porochetus communis D.Don. h72. Acacia decurrens p *

29. Liliaceae 73. Cordiline sp. h *30. Loganiaceae 74. Fragacea blumei G.Don p31. Malvaceae 75. Urena lobata L. s *32. Melastomaceae 76. Melastoma malabathricum s *

77. Astronia spectabilis Bl. p33. Moraceae 78. Ficus religiosa L. p

79. Ficus parietalis Bl. p80. Ficus padana Burm. f. p81. Ficus glandulifera (Miq.) Wall ex King p82. Ficus sinuata Tunb. p

34. Myrsinaceae 83. Ardisia javanica D.C. s

Page 37: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SUTARNO dkk. - Spermatophyta di Jobolarangan 161

Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan Spermatophyta di hutan Jobolarangan, Gunung Lawu (Lanjutan).

No FAMILI NAMA SPESIES HABITUS Ket.35. Orchidaceae 84. Bulbophyllum bakhuizenii Stenn. h

85. Coelogyne miniata Lindl. h86. Coelogyne rochussenii de Vr. h87. Dendrobium bigibbum Lindl. h *88. Dendrochilum longifolium h89. Eria bogoriensis J.J.S. h *90. Liparis caespitosa (Thou.) Lindl. h91. Liparis pallida (Bl.) Lindl. h92. Pholidota globosa (Bl.) Lindl. h93. Polystachya flavescens (Bl.) J.J.S h94. Spathoglottis plicata Bl. h95. Trichoglottis sp h *

36. Oxalidaceae 96. Oxalis curniculata h *37. Pandanaceae 97. Freycinetia javanica Bl. s38. Papilionaceae 98. Clitoria sp. h *39. Piperaceae 99. Peperomea tetraphylla (Forst. F.) Hook. & Arn. h

100. Peperomea laevifolia (Bl.) Miq. h101. Piper sulcatum Bl. s102. Piper sp. s *

40. Plantaginaceae 103. Plantago major L. h41. Podocarpaceae 104. Podocarpus neriifolius D.Don p42. Ramnaceae 105. Rhamnus napalensis (Wall) Laws. s43. Ranunculaceae 106. Ranunculus blumei Stend. h

107. Clematis lechenaultiana D.C. h44. Rosaceae 108. Rubus chrysophillus Miq. s

109. Rubus fraxinifolius Poir. s110. Rubus lineatus Bl. s

45. Rubiaceae 111. Lasianthus stercorarius Bl. h112. Mycetia cauliflora Reinw. p113. Rubia cordifolia L. p

46. Saurauriaceae 114. Saurauria bracteosa D.C. p47. Sapindaceae 115. Dodonaea viscosa Jacq. s48. Scrophulariaceae 116. Ruselia sp. h *

117. Wightia borneensis Hook.f. p49. Solanaceae 118. Solanum mammosum L. Magn. s50. Theaceae 119. Schima wallichi (DC.) Korth. p51. Urticaceae 120. Debregeasia longifolia (Burm. F.) Wedd. s

121. Elatostema strigosum (Bl.) Hassk. h122. Pilea sp. s *

52. Verbenaceae 123. Lantana camara L. s *124. Diodia sp s *

53. Violaceae 125. Viola pilosa Bl. h54. Zingiberaceae 126. Hedychium roxburghii Bl. h

Page 38: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 156-162162

KESIMPULAN

Di Hutan Jobolarangan Gunung Lawu,setidaknya terdapat 142 spesiesSpermatophyta, dimana 126 spesies yangberasal dari 54 familia telah teridentifikasi,tediri dari 78 herba, 26 semak dan 21 pohon.Secara ekologi vegetasi tumbuhan mengaturfungsi hidrologi, menjaga erosi, pergerakantanah dan lain-lain, sedangkan secaraekonomi vegetasi tumbuhan bermanfaatsebagai bahan bangunan, kayu bakar, bahanbaku arang, penggembalaan lebah madu,tumbuhan obat dan lain-lain.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih diucapkan kepada Proyek DUE(Development for Undergraduate EducationsProject) UNS Surakarta dan Sub Lab. BiologiLaboratorium Pusat MIPA UNS Surakartayang membantu pembiayaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Backer, C.A. dan R.C. Bakhulzen van den Brink, Jr.1963. Flora of Java. Vol. I. Groningan : P. Noordhoff.

Backer, C.A. dan R.C. Bakhulzen van den Brink, Jr.1965. Flora of Java. Vol. II. Groningen: P.Noordhoff

Backer, C.A. dan R.C. Bakhulzen van den Brink, Jr.1968. Flora of Java. Vol. III. Groningen: P.Noordhoff

Bhattacharyya, B. dan B.M. Johri. 1998. FloweringPlants, Taxonomy and Phylogeny. New Delhi:Narosa Publishing House.

Kimball J., 1992. Biologi. jilid III. Jakarta: Erlangga.Lawrence, G.H.M. 1951. Taxonomy of Vascular Plant.

New York: John Wiley and Sons.Lawrence, G.H.M. 1955. An Introduction to Plant

Taxonomy. New York: John Wiley and Sons.Marsusi dan A. Susilowati. 2001. Keanekaragaman

tumbuhan gulma pada lahan budidaya di sekitarCemoro Sewu. Makalah Poster Seminar NasionalPTTI (Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia)2001. Malang, 13-14 Juli 2001.

Setyawan, A.D. 2000. Tumbuhan epifit pada tegakanPohon Puspa Schima wallichii (D.C.) Korth. diGunung Lawu. BIODIVERSITAS 1 (1): 20-25.

Setyawan, A.D. dan Sugiyarto. 2001. Keanekaragamanflora hutan Jobolarangan Gunung Lawu.BIODIVERSITAS 2 (1): 115-122.

Steenis, C.G.G..J. van. 1972. The Mountain Flora ofJava. Leiden: E.J. Brill.

Steenis, C.G.G.J. van. 1978. Flora untuk Sekolah diIndonesia. Jakarta: Pradnya Paramitha.

US Army Map Services. 1963. Sheet 5220 III(Karangpandan) & Sheet 5219 IV (Djumapolo).Series T 725. Edition 1-AMS (FE/Far East).

Page 39: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

B I O D I V E R S I T A S ISSN: 1412-033XVolume 2, Nomor 2 Juli 2001Halaman: 163-168

R E V I E W :

Potensi Gunung Lawu sebagai Taman NasionalPossibilities of Mount Lawu to be a National Park

AHMAD DWI SETYAWANJurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Diterima: 29 Juli 2001. Disetujui: 31 Juli 2001

ABSTRACT

National Park is an area of natural conservation that having indigenous ecosystem managed with zonation systemand can be utilized for education, research, crop development and recreation. This concept seems still to be the mostsuitable technique for biodiversity conservation, and can be applied in Indonesia, where the high biodiversity richnesstaken place. Mount Lawu and surrounding areas are ideal location to be developed in to National Park. This is due toall criteria needed such as: the width was mare than 10.000 ha, the natural ecosystem and endemic species are stillexisting, having ancient sites, spiritual and aesthetic value; having typical physiography and physiognomy, as well asthe high chance of developing tourism industries. Jobolarangan area is a natural ecosystem that represents the wholeecosystem and problems of Lawu Mountains. This area having quite high diversity and richness consisted of plants,animals and microbes. That development of National Park at Mount Lawu need to be supported by the formation ofbiodiversity conservation centers, i.e. botanical garden, wild live sanctuary, agro-tourism park, etc., so that becomesan integrated biodiversity conservation area.

© 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Key words: biodiversity, Jobolarangan, mount Lawu

PENDAHULUAN

Dimulai dengan Yellowstone Nasional Parkdi Amerika Serikat pada abad ke-19, tamannasional kini diadopsi banyak negara sebagaimodel utama untuk konservasi sumberdayaalam hayati dan ekosistemnya. Konsep yangmulai diterapkan di Indonesia pada akhir tahun1970-an ini, tentu saja belum dapat dianggapsebagai magnum opus umat manusia dalamupaya perlindungan keanekaragaman hayati,namun diakui oleh banyak kalangan konsep inimasih merupakan cara yang paling sesuai.Kegagalan perlindungan ekosistem alami dibebepara taman nasional, baik di Brazil,Indonesia maupun negara-negara Afrika, lebih

disebabkan kegagalan dalam penegakanhukum dari pada kesalahan pemilihan konsep.

Taman nasional merupakan kawasanperlindungan tertinggi dalam manajemenperlindungan biodiversitas di Indonesia, disamping itu terdapat pula cagar alam, suakamargasatwa dan hutan lindung. Pada masalalu, taman nasional merupakan kawasantertutup terhadap kegiatan ekonomimasyarakat dan pengelolaannya sama sekaliterpisah dengan kepentingan masyarakat disekitarnya. Sehingga nilai positif tamannasional terhadap masyarakat di sekitarnyarelatif minim, bahkan seringkali terjadibenturan antara kepentingan perlindungandan ekonomi masyarakat. Sistem pengelolaan

Page 40: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 163-168164

ini menyebabkan terjadinya perusakan besar-besaran terhadap taman nasional, ketikalegitimasi aparat pemerintah merosot seiringarus reformasi. Pada masa kini, telah menjadikesadaran umum bahwa pengelolaan tamannasional harus lebih integratif, dimanakepentingan ekonomi masyarakat dankepentingan konservasi harus berjalan seiring.Salah satu contoh menarik adalah pengakuaneksistensi masyarakat Katu yang telahbermukim selama puluhan tahun di tamannasional Lore Lindu sebagai bagian dariekosistem kawasan tersebut (Kompas14/6/1999).

KONSERVASI BIODIVERSITAS

Dalam Undang-undang No 5 tahun 1990tentang Konservasi Sumberdaya AlamHayati dan Ekosistemnya, disebutkanbahwa: taman nasional adalah kawasanpelestarian alam yang mempunyai ekosistemasli yang dikelola dengan sistem zonasi dandapat dimanfaatkan untuk kepentinganpendidikan, penelitian, pengembanganbudidaya dan rekreasi/pariwisata.

Salah satu fungsi taman nasional, adalahuntuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat di sekitarnya, misalnya melaluipariwisata, selain untuk tujuan pendidikan,penelitian dan kebudayaan. Dalam rangkamewujudkan fungsi ini, pengelolaan tamannasional dibagi menjadi beberapa zona, yaituzona inti, zona pelindung, zona pemanfaatandan zona penyangga. Zona inti merupakankawasan yang sama sekali tidak bolehdijamah kecuali untuk penelitian. Zonapelindung merupakan kawasan yang dapatdimanfaatkan, misalnya untuk pariwisata alam,dengan tidak merubah keaslian ekosistem.Zona penyangga dapat dilakukanpengambilan asli dengan batasan tertentu,sedang zona pemanfaatan dapat dilakukanbudidaya pertanian dengan tidak mengganggukeseluruhan ekosistem (Setiono dan Sensudi2000; Yusuf, 1987).

Anggapan bahwa taman nasional harussteril dari aktivitas manusia adalah tidakbenar. Masyarakat lokal beserta kearifanbudayanya seringkali menjadi bagian takterpisahkan dari ekosistem alam. Sehinggakerap kali pemindahan mereka dari tempatasalnya, bukan hanya gagal memindahkanorang setelah puluhan tahun, tetapi juga

mempermiskin masyarakat secara strukturaldan turun-temurun. Meskipun harus diakuipula budaya konsumerisme telah mulaimenggerogoti kearifan tradisional sebagiananggota masyarakat lokal, sehingga sikapmereka terhadap kelestarian lingkungandikhawatirkan oleh banyak pemerhatibiodiversitas.

Kawasan konservasi di Indonesia meliputiareal seluas hampir 20 juta ha (Yusuf, 1987),bahkan menurut Isma’il (2000) luasnya hampirmencapai 22,4 juta ha, terdiri dari tamannasional, cagar alam, suaka margasatwa,hutan wisata dan taman buru.

Indonesia memiliki sekurang-kurangnya 30taman nasional di darat dan enam tamannasional di laut dengan total luas sekitar 15juta ha (Isma’il, 2000). Di Jawa terdapatsembilan taman nasional, yakni tujuh di daratdan dua di laut. Di Propinsi Jawa Barat danBanten terdapat tiga taman nasional yaitu: TNUjung Kulon (122.956 ha), TN Gunung GedePangrango (15.000 ha) dan TN GunungHalimun (40.000 ha). Di Propinsi Jawa Timurterdapat empat taman nasional yaitu: TNBromo, Tengger, Semeru (50.276,2 ha), TNMeru Betiri (58.000 ha), TN Baluran (25.000ha) dan TN Alas Purwo (43.420 ha). Disamping itu terdapat pula dua taman nasionallaut, yaitu TNL Kepulauan Seribu di DKIJakarta (108.000 ha) dan TNL KepulauanKarimunjawa di Jawa Tengah (111.625 ha)(Anonim, 1993). Akan tetapi Propinsi JawaTengah yang terletak di tengah-tengah pulauJawa tidak memiliki taman nasional didaratannya, meskipun kondisi ekosistemnyasangat khas karena merupakan daerahperalihan.

Propinsi Jawa Tengah secara ekologimemiliki perbedaan dengan Jawa Timur sertadengan Jawa Barat dan Banten. Propinsi inimerupakan daerah peralihan antara iklim diJawa Timur yang cenderung kering dangersang dengan iklim di Jawa Barat danBanten yang cenderung basah dan lembab,sehingga di propinsi ini ditemui spesies-spesies tumbuhan, hewan atau mikrobia yangmelimpah di Jawa Timur namun tidakditemukan secara alami di Jawa Barat,misalnya pohon cemara gunung (Casuarinajunghuhniana) atau sebaliknya melimpah diJawa Barat dan Banten tetapi tidak dijumpaisecara alami di Jawa Timur, misalnya pohonrasamala (Altingia exselsa) (Steenis, 1972).

Page 41: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SETYAWAN – Gunung Lawu sebagai Taman Nasional 165

Hingga kini mimpi lama masyarakat JawaTengah untuk memiliki taman nasional didaratan, guna disandingkan dengan TNLKarimunjawa, belum berakhir (Anonim, 2001).Sebenarnya gagasan pembentukan tamannasional di daratan Jawa Tengah telah lamadigulirkan. Pada tahun 1990-an telahdiupayakan mendorong pembentukan tamannasional di Pegunungan Dieng (Rombang danRudyanto, 1999), meskipun pada akhirnyasecara teknis sulit dilaksanakan, mengingattingginya eksploitasi alam dan perubahanekosistem di tempat tersebut. Salah satulokasi di Jawa Tengah yang sangat potensialuntuk tujuan ini adalah Gunung Lawu, yangterletak di perbatasan propinsi Jawa Tengahdan Jawa Timur (Anonim, 2001).

PERSYARATAN TAMAN NASIONALGUNUNG LAWU

Gunung Lawu, gunung ketiga tertinggi diPulau Jawa, merupakan pegunungan vulkanikyang tidak aktif lagi. Secara geografi terletak disekitar 111o15’ BT dan 7o30’LS. Lereng barattermasuk Propinsi Jawa Tengah, meliputiKabupaten Karanganyar, Sragen dan Wonogiri,sedang lereng timur termasuk Propinsi JawaTimur, meliputi Kabupaten Magetan danNgawi. Gunung ini memanjang dari utara keselatan, dipisahkan jalan raya penghubungpropinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur,dengan Cemoro Sewu sebagai dusun teratas.Topografi bagian utara berbentuk kerucutdengan puncak Argo Dumilah (3.265 m), sedangbagian selatan sangat kompleks terdiri daribukit dan jurang dengan puncak Jobolarangan(2.298 m) (US Army Map Services, 1963).Hutan di lereng barat gunung ini dikelolaPerum Perhutani KPH Surakarta (Unit I JawaTengah), sedang lereng timur dikelola KPHLawu dan sekitarnya (Unit II Jawa Timur).

Menurut Setiono dan Sensudi (2000),terdapat beberapa persyaratan agar suatukawasan dapat diusulkan menjadi tamannasional, dan tampaknya semua persyaratantersebut dapat dipenuhi oleh Gunung Lawu.

Pertama: Secara keseluruhan hutan diGunung Lawu (> 1200 m.) meliputi arealseluas lebih dari 15.000 ha. Luas ini dapatbertambah apabila diikutsertakan hutan padaketinggian yang lebih rendah. Oleh karena itukawasan ini memenuhi persyaratan untukdijadikan taman nasional, mengingatperaturan di Indonesia menetapkan luas

taman nasional minimal 10.000 ha.Kedua: Vegetasi hutan Gunung Lawu

relatif mapan karena tidak adanya aktifitasvulkanik dalam jangka panjang; serta masihdijumpai banyak lokasi yang memilikiekosistem alami tanpa campur tanganmanusia atau gangguan alam sepertikebakaran. Juga terdapat spesies-spesiesbiota yang khas, misalnya jalak lawu yangbelum masuk dalam buku-buku panduanlapangan dan cemara gunung (Casuarinajunghuhniana) yang secara alami tidak pernahdijumpai pada gunung-gunung di sebelahbarat gunung ini. Ekosistem alami dan spesiesbiota yang khas merupakan salah satupersyaratan pembentukan taman nasional.

Ketiga: Gunung Lawu memiliki banyaksitus purbakala karena merupakan tempatpengasingan penguasa Majapahit terakhir,Raja Brawijaya V yang tidak bersediamengikuti putranya, Raden Fatah ke Demak.Situs-situs ini tersebar mulai dari kaki gunung,misalnya Candi Sukuh dan Candi Cetho,hingga puncak gunung, seperti “makam” ArgoDalem. Dalam kepercayaan tradisional Jawa“mataraman”, gunung ini dipercaya memilikimakna spiritual tertentu, sehingga sejakditetapkannya penanggalan hijriyah olehSultan Agung Hanyokrokusumo pada abad ke-16, setiap tahun baru hijriyah (1 Suro)masyarakat Jawa menziarahi gunung ini. Padadekade terakhir, setiap tahun baru hijriyahjumlah peziarah lebih dari 10.000 orang,begitu pula pada tahun baru masehi dan hariulang tahun kemerdekaan RI. Adanyapeninggalan purbakala, nilai spiritual dan nilaiestetis merupakan persyaratan pembentukantaman nasional.

Keempat: Bentangan topografi GunungLawu sangat khas, sehingga mampumengkondensasi angin tenggara yang basahmenjadi hujan. Hal ini menyebabkan lerengselatan relatif subur dengan vegetasi yangrapat, sekalipun musim kemarau. KecamatanTawangmangu, Kabupaten Karanganyar dilereng barat daya memperoleh cukup air untukpertanian, sedang Kecamatan Plaosan,Kabupaten Magetan di lereng tenggara yangtanahnya porous terbentuk telaga Saranganyang luas. Selain topografi yang khas, tamannasional memerlukan bentang geomorfologiyang beraneka. Kekayaan geomorfologiGunung Lawu antara lain berupa mata air/airterjun, gua, sumber air panas dan lubang-lubang kawah solfatara.

Page 42: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 163-168166

Kelima: Kelebihan-kelebihan di atas sangatmemungkinkan tumbuhnya industri pariwisata,yang merupakan persyaratan terakhir berdiri-nya taman nasional. Bahkan pengembanganpariwisata di kawasan ini telah dimulai sejaksebelum kemerdekaan, khususnya di Tawang-mangu. Pada masa kini pengembanganpariwisata alami terpadu di sekitar GunungLawu, sebagaimana di Puncak, Jawa Baratsangat mungkin dilakukan. Di samping tamannasional, kawasan ini berpotensi pulamendukung berdirinya pusat-pusat konservasibiodiversitas seperti: kebun raya, taman hutanraya, taman safari, taman bunga, taman buahdan lain-lain, termasuk agrowisata kebun teh,karet, pinus, sayuran, buah dan lain-lain.

TAMAN SURGA DI JOBOLARANGANDAN PERMASALAHANNYA

Jobolarangan (atau dilafalkan masyarakatsetempat sebagai Jogolarangan) merupakankawasan bukit, jurang dan tebing yang sangatkompleks di lereng selatan Gunung Lawu.Kawasan ini merupakan salah satu contohlokasi di Gunung Lawu yang ekosistemnyamasih sangat alami dan keanekaragamanhayati cukup tinggi, dengan berbagaipermasalahannya.

Bagian dalam hutan Jobolarangan berupahutan primer, berisi pohon-pohon tua danbesar, dengan tinggi dapat mencapai 40-60meter dan garis tengah sekitar 1½ meter.Intensitas sinar matahari di lantai hutan sangatrendah dan hanya memungkinkanpertumbuhan herba dan semak-semaktertentu. Sayangnya beberapa puncak bukitsempat mengalami kebakaran hebat padatahun 1997, sehingga pertumbuhan vegetasihanya didominasi rerumputan dan semak-semak, menunjukkan perjalanan suksesinyamasih terus berlangsung. Bagian luar berupahutan tanaman industri yang didominasi pohonpinus, puspa, sejenis Araucaria dan Acaciadecurrens, yang membatasai lahan budidayamasyarakat dengan hutan alam.

Keanekaragaman hayati kawasanJobolarangan sangat tinggi. Dalam penelitianpendahuluan yang dilaporkan dalam jurnal iniditemukan lebih dari 150 spesies tumbuhanSpermatophyta (Sutarno dkk., 2001),termasuk di dalamnya 12 spesies anggrekepifit (Marsusi dkk., 2001). Hal ini melengkapipenelitian sebelumnya yang menemukan 77

spesies Cryptogamae (Setyawan dan Sugiyarto,2001). Dalam jurnal ini juga dilaporkan adanyasekitar 20 spesies plankton (Susilowati, 2001),12 familia larva insekta akuatik (Mahajoeno,2001), 6 kelompok mesofauna tanah(Sugiyarto dkk., 2001) dan 5 tipe sporaEndogone (Listyawati dkk., 2001). Penelitianlebih mendalam diyakini akan menambahjumlah spesies yang ditemukan.

Pengamatan secara acak di lapanganmenunjukkan bahwa nilai penutupan setiapspesies tumbuhan berkisar 10-60%, sehinggadapat dibayangkan seluruh permukaan tanahtertutup kanopi tumbuhan, termasuk lantaihutan yang terbuka karena runtuhnya pohontua atau bekas kebakaran. Tumbuhan tidakhanya dijumpai di permukaan tanah, tetapijuga merambat atau epifit pada pohon dandinding jurang berbatu. Di hutan ini ditemukanpula berbagai spesies serangga dan laba-laba, burung, ular, kadal dan katak. Menurutpenduduk setempat di lokasi ini dapat puladijumpai beberapa mamalia besar, sepertianjing hutan, macan, kucing hutan, rusa,celeng, lutung dan kera.

Menurut Setyawan dan Sugiyarto (2001),tingginya keanekaragaman hayati diJobolarangan disebabkan karena letaknya dilereng selatan Gunung Lawu yang curahhujannya tinggi; tidak pernah terbakar, kecualibeberapa puncak bukit; topografinya berupabukit-bukit dan jurang dalam yang sulitdijangkau; merupakan area latihan rutinpasukan elit yang pada masa lalu sangatdisegani; serta adanya kesadaran penduduksetempat untuk menjaga kelestarian hutanyang merupakan sumber air kehidupan sehari-hari.

Salah satu jejak manusia yang palingmenyolok di hutan Jobolarangan adalah jalansetapak yang dibuat untuk memasang pipa airdan jalan setapak penghubung dua desa yangberseberangan bukit. Jalan setapak ini penuhdengan serasah dan pada tempat terbukatertutup oleh semak-semak, menunjukkanjarang dilalui manusia. Meskipun demikianJobolarangan bukan kawasan yang steril darigangguan manusia dan alam.

Kebakaran hutan merupakan momok yangterus mengancam walaupun diakui sebagaibagian siklus alamiah ekosistem hutanpegunungan di Jawa. Pengambilan pohonsecara ilegal untuk bahan bangunan, kayubakar dan bahan baku pembuatan arangmasih dilakukan masyarakat setempat,

Page 43: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

SETYAWAN – Gunung Lawu sebagai Taman Nasional 167

sedangkan masyarakat luar kadang-kadangdatang untuk menembak rusa, celeng danayam hutan sekedar untuk olah raga.Kealamiahan hutan ini juga mendorongberbagai kelompok pecinta alam melakukanjungle survival selama berhari-hari denganmengkonsumsi hewan dan tumbuhan liar,sehingga dikhawatirkan dapat mengganggukelestarian ekosistemnya, mengingat semakinhari kelompok yang datang semakin banyak,tidak hanya dari kota-kota di sekitarnya,bahkan lintas propinsi.

REKOMENDASI

Dengan mempertimbangkan berbagaipotensi dan permasalahan yang ada, maka“Semiloka Nasional Konservasi Biodiversitasuntuk Perlindungan dan PenyelamatanPlasma Nutfah di Pulau Jawa, 17-20 Juli2000” yang dilaksanakan oleh PanitiaKonservasi Biodiversitas Flora dan Fauna diGunung Lawu, Jurusan Biologi FMIPA UNSSurakarta merekomendasikan visi dan misipengelolaan Gunung Lawu dan kawasansekitarnya sebagai berikut (Anonim, 2001):Visi:1. Mempertahankan status Gunung Lawu

sebagai sumber air bagi masyarakat disekitarnya pada khususnya dan di PulauJawa pada umumnya.

2. Melestarikan sumber daya alam hayati danekosistem (keanekaragaman hayati) diGunung Lawu sebagai modal dasarpembangunan yang berkelanjutan.

Misi:1. Melakukan upaya konservasi sumber daya

alam dan lingkungan di Gunung Lawumelalui pendekatan bioprospecting.

2. Mengupayakan perubahan status hutanproduksi di sekitar Gunung Lawu menjadihutan lindung untuk memperluas kawasankonservasi, serta sebagai langkah awalpeningkatan status perlindungan kawasantersebut hingga tingkat taman nasional.

PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Kerusakan kawasan konservasibiodiversitas seringkali berkorelasi positifdengan tingkat pendapatan, jenis pekerjaan,pertambahan penduduk dan budaya baruyang berkembang pada masyarakat di

sekitarnya. Secara tradisional masyarakat disekitar kawasan konservasi umumnya telahdibekali oleh para leluhurnya dengan rambu-rambu kearifan tradisional untuk mencegahkerusakan lingkungan dan menjagatercukupinya kebutuhan hidup secaraberkesinambungan, akan tetapi perubahankultur dan tekanan ekonomi seringkalimengubah pandangan hidup tersebutsehingga eksploitasi sumber daya alam danekosistemnya dilakukan melebihi daya dukunguntuk memulihkan diri, akibatnya terjadikerusakan yang tidak terbaharui. Oleh karenaitu konservasi biodiversitas di suatu kawasantidak dapat meninggalkan upaya peningkatankesejahteraan hidup masyarakat di sekitarnya.

Salah satu bidang usaha yang sangat eratkaitannya dengan upaya konservasi adalahpengembangan pariwisata berbasiskankelestarian ekosistem. Hal ini sejalan dengankecenderungan pariwisata dunia yangmenghendaki kembali ke alam (back tonature). Pembentukan taman nasionalmemungkinkan pengembangan kawasanwisata terpadu yang meliputi kebun raya,taman safari, taman hutan raya, tamanagrowisata dan bahkan kawasan wisatamodern seperti Disneyland, Dufan, TIJA, TMIIdan lain-lain. Tentu dengan tetapmempertahankan ekosistem alamiah sebagaidaya tarik utamanya.

Selama ini upaya pengembanganpariwisata di Gunung Lawu seolah-olahmandeg di lereng barat dengan maskotnyaTawangmangu, Karanganyar dan di lerengtimur dengan maskotnya Telaga Sarangan,Magetan. Namun pada masa mendatang tidaktertutup kemungkinan pengembanganpariwisata ke lereng selatan, Wonogiri danlereng utara, Sragen dan Ngawi. Terlebihpengembangan pariwisata di Telaga Saranganakhir-akhir ini mengalami kendala karenasurutnya debit air telaga akibat perubahanekosistem gunung (Soenarto, 2000), sedangpengembangan pariwisata di Tawangmangubeberapa kali menanggung berita tidak sedapakibat adanya kasus tanah. Meskipundemikian, kota terakhir ini dalam setahunmasih dikunjungi sekitar 700.000 wisatawan.

Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun1999 tentang otonomi daerah, tampaknyasetiap pimpinan wilayah, tidak mempunyaipilihan lain kecuali bersikap proaktifmemfasilitasi investor yang bermaksudmengembangkan wilayah ini.

Page 44: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

BIODIVERSITAS Vol. 2, No. 2, Juli 2001, hal. 163-168168

PENUTUP

Pembentukan taman nasional GunungLawu, tidak sekedar mendirikan pintu gerbangyang dibenarkan secara hukum, namun haruspula diperhatikan aspek sosial, budaya,ekonomi masyarakat, serta aspek-aspekkelembagaan lainnya. Terbentuknya kawasankonservasi ini diharapkan dapat menjagakelestarian sumberdaya alam hayati danekosistem di sekitarnya, serta dapatmeningkatkan kesejahteraan masyarakat,menjadi sarana pendidikan dan penelitian,menjaga fungsi sosial-budaya, pariwisata danlain-lain. Secara praktis, ekosistem GunungLawu yang lestari memungkinkan berlanjutan-nya pasokan air untuk pertanian dankehidupan sehari-hari masyarakat setempat.

Upaya mengangkat kawasan ini menjaditaman nasional memerlukan kerjasama parapihak (stakeholders), baik pemerintah,perguruan tinggi, masyarakat setempat, LSM,pengusaha dan Perum Perhutani. Kesertaandan kerelaan Perum Perhutani sangat pokok,mengingat Gunung Lawu merupakan hutanlindung di bawah pengelolaannya dan menjadisalah satu senjata dalam menghadapi isuecolabelling. Pembentukan taman nasional,berarti hilangnya puluhan ribu hektar kawasankonservasi dari peta hutan lindung PerumPerhutani, mengingat pengelolaan tamannasional di bawah Direktorat JenderalPerlindungan Hutan dan Konservasi Alam(PHKA), Departemen Kehutanan RI.

Akhirnya tergantung kepada semua pihakuntuk pengupayakan perlindungan sumberdaya alam hayati dan ekosistem di GunungLawu dan kawasan di sekitarnya, sehinggamemberikan sumbangan yang berarti bagikeberlanjutan kehidupan liar yang alami danpeningkatan taraf hidup masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1993. Biodiversity Action Plant for Indonesia.Jakarta: National Development Agency Ministry ofNational Development Planning.

Anonim. 2001. Rekomendasi Semiloka NasionalKonservasi Biodiversitas untuk Perlindungan danPenyelamatan Plasma Nutfah di Pulau Jawa,Surakarta 17-20 Juli 2000. Sisipan BIODIVERSITAS2 (2): I-XI.

Isma’il, N.M. 2000. Kebijakan pemerintah dalamkonservasi sumber daya hutan dan ekosistemnya.

Dalam Setyawan, A.D. dan Sutarno (ed.). MenujuTaman Nasional Gunung Lawu. Surakarta: JurusanBiologi FMIPA UNS.

Kompas 14/6/1999Listyawati, S., D. Handadari, B. Saryanto, B. Irawan, dan

D.D. Handayani. 2001. Tipe-tipe spora Endogonepada tanah di hutan Jobolarangan. BIODIVERSITAS2 (2): 146-149.

Mahajoeno, E., M. Efendi dan Ardiansyah. 2001.Keanekaragaman larva insekta pada sungai-sungaikecil di hutan Jobolarangan. BIODIVERSITAS 2 (2):133-139.

Marsusi, C. Mukti, Y. Setiawan, S. Kholodah, dan A.Vivianti. 2001. Studi keanekaragaman anggrek epifitdi hutan Jobolarangan. BIODIVERSITAS 2 (2): 153-158.

Rombang, W.M. dan Rudyanto. 1999. Daerah Pentingbagi Burung di Jawa dan Bali. Bogor: PKA-BirdLifeInternational-Indonesia Programme.

Setiono, D. dan E. Sensudi. 2000. Taman nasionalGunung Gede Pangrango, Tinjauan konservasikawasan gunung di Pulau Jawa. Dalam Setyawan,A.D. dan Sutarno (ed.). Menuju Taman NasionalGunung Lawu. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPAUNS.

Setyawan, A.D. dan Sugiyarto. 2001. Keanekaragamanflora hutan Jobolarangan Gunung Lawu: 1.Cryptogamae. BIODIVERSITAS 2 (1): 115-122.

Soenarto. 2000. Penyelamatan biodiversitas dalampandangan masyarakat setempat. Dalam Setyawan,A.D. dan Sutarno (ed.). Menuju Taman NasionalGunung Lawu. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPAUNS.

Steenis, C.G.G.J. van. 1972. The Mountain Flora ofJava. Leiden: E.J. Brill.

Sugiyarto, M. Pujo dan N.S. Miati. 2001. Hubungankeragaman mesofauna tanah dan vegetasi bawahpada berbagai jenis tegakan di hutan Jobolarangan.BIODIVERSITAS 2 (2): 140-141.

Susilowati, A., Wiryanto dan A. Rohimah. 2001.Kekayaan fitoplankton dan zooplankton pada sungai-sungai kecil di hutan Jobolarangan. BIODIVERSITAS2 (2): 129-132.

Sutarno, A.D. Setyawan, S. Irianto, dan A. Kusumaningrum.2001. Keanekaragaman flora hutan JobolaranganGunung Lawu: 2...Spermatophyta. BIODIVERSITAS2 (2): 156-162

Undang-undang No 5 tahun 1990 tentang KonservasiSumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Jakarta: Departemen Kehutanan RI.

US Army Map Services. 1963. Sheet 5220 III(Karangpandan) & Sheet 5219 IV (Djumapolo).Series T 725. Edition 1-AMS (FE/Far East).

Yusuf, A.T. 1987. Perhutanan sosial, bumper untuktaman nasional. Suara Alam 52: 20-23.

Page 45: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK

Page 46: Biodiversitas vol. 2, no. 2, July 2001 (abstract in English)

Kekayaan Fitoplankton dan Zooplankton pada Sungai-sungai Kecildi Hutan JobolaranganARI SUSILOWATI, WIRYANTO dan AINUR ROHIMAH

129-135

Keanekaragaman Larva Insekta pada Sungai-sungai Kecil di HutanJobolaranganEDWI MAHAJOENO, MANAN EFENDI dan ARDIANSYAH

136-141

Hubungan Keragaman Mesofauna Tanah dan Vegetasi Bawah padaBerbagai Jenis Tegakan di Hutan JobolaranganSUGIYARTO dkk.

142-147

Tipe-tipe Spora Endogone pada Tanah di Hutan JobolaranganSHANTI LISTYAWATI dkk.

148-152

Studi Keanekaragaman Anggrek Epifit di Hutan JobolaranganMARSUSI dkk.

153-158

Keanekaragaman Flora Hutan Jobolarangan Gunung Lawu:2...SpermatophytaSUTARNO dkk.

159-165

REVIEW: Potensi Gunung Lawu sebagai Taman NasionalAHMAD DWI SETYAWAN

166-171

Gambar sampul depan:Daphnia longiremis .

Terbit dua kali setahun

ISSN: 1412-033X