Top Banner
1 “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli” OLEH : TRI YUNIATI H411 07 007 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012
68

“Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

Jan 27, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

1

“Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli”

OLEH :

TRI YUNIATI

H411 07 007

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 2: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

2

BIOAKTIVITAS EKSTRAK KLOROFORM CACING TANAH

Pheretima sp TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli

Tri Yuniati

H41107007

Skripsi ini dibuat untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012

Page 3: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

3

LEMBAR PENGESAHAN

BIOAKTIVITAS EKSTRAK KLOROFORM CACING TANAH

Pheretima sp TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli

Disetujui oleh :

Pembimbing Utama

Dr. Hj. Zohrah Hasyim M.Si

NIP. 19590322 198702 2 001

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA Prof. Dr. Ahyar Ahmad

NIP. 196005251986012001 NIP. 196712311991031020

Page 4: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

4

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan taufik

dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat penulis rampungkan. Shalawat dan salam

semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga beliau dan sahabat

hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi yang berjudul “ Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah

Pheretima sp Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli” adalah upaya penulis memenuhi salah satu syarat ujian akhir guna memperoleh

gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Universitas Hasanuddin.

Penulis menghaturkan banyak terimah kasih untuk kedua orang tuaku tercinta

Puji Jubagio dan Hj. Mare, S.Pd serta saudara-saudaraku tersayang atas segala limpahan

kasih, pengorbanan, jerih payah, kesabaran dan ketabahan serta doanya kepada penulis

demi keberhasilan dan tercapainya cita-cita penulis.

Selama penyelesaian skripsi ini penulis telah mendapat bantuan, dorongan

semangat, dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat penulis hargai. Ucapan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Dr. Hj. Zohrah Hasyim M.Si selaku

Pembimbing Utama, Ibu Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA selaku pembimbing

pertama, dan bapak Prof. Dr. Ahyar Ahmad selaku pembimbing kedua yang telah

memberi waktu, tenaga dan pikiran, sehingga rangkaian penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis juga tak lupa mengucapkan terimah kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Page 5: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

5

1. Bapak Dekan Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin beserta staf yang telah

memberikan bantuan dan kemudahan selama mengikuti pendidikan.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan serta Staf Dosen Jurusan Biologi Fakultas MIPA

Universitas Hasanuddin atas ilmu dan petunjuknya selama ini.

3. Dr. Magdalena Litaay, M.Mar.Sc, Dr. Andi Ilham Latunra, M.Si, Drs. Ambeng, M.Si,

Dr. Rosana Agus, MS selaku Penguji Sidang Sarjana.

4. Buat rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Biologi Angkatan 2007 terspesial rekan

penelitian St. Asyfah Takdir atas dukungan serta kenangan indah selama ini.

5. Terima kasih buat Keluarga Besar Radio Kampus EBS Unhas atas kekeluargaannya

selama ini.

6. Kanda Al Hidayatullah, Kanda Ririn, Kanda Sabir, Bapak Rustam Laboran BBLK,

Bu Tini Laboran Kimia Organik atas bantuannya selama penulis melakukan

penelitian.

7. Spesial Buat Sahabatku Abdul Razak Ibrahim dan Muh Asrul dan teristimewa buat

Kanda Syamsul Bahri atas semangat dan dukungannya sehari-hari dan senyum yang

tak hentinya ditorehkan oleh kalian.

Penulis menyadari adanya berbagai kekurangan yang terdapat dalam penyusunan

skripsi ini, penulis selalu membuka diri untuk menerima kritik dan saran dari berbagai

pihak sebagai upaya penyempurnaan skripsi ini.

Demikianlah skripsi ini dibuat, semoga karya ini dapat diterima sebagai

sumbangan pikiran penulis yang ada nilainya untuk pembangunan bangsa.

Makassar, Februari 2012

Penulis

Page 6: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

6

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk melihat Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing

Tanah Pheretima sp. terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli telah

dilakukan. Ekstrak dengan variasi konsentrasi diuji aktivitas antibakteri dengan metode

difusi agar menggunakan media MHA (Muller Hinton Agar). Hasil penelitian

menunjukkan ekstrak memberikan efek antibakteri terhadap bakteri uji yang digunakan.

Aktivitas antibakteri terbesar terdapat pada konsentrasi ekstrak 9% selama waktu

inkubasi 24 jam dengan diameter zona hambatan sebesar 16 mm terhadap Eschericia coli

dan pada Staphylococcus aureus sebesar 14,3 mm. Setelah 48 jam diameter zona

hambatannya menurun sehingga dikatakan cenderung bersifat bakteriostatik. Selanjutnya

untuk mengkonfirmasi senyawa yang terkandung di dalam cacing tanah dilakukan

pengujian kualitatif dengan metode skrining fitokimia, didapatkan hasil bahwa ekstrak

kloroform Cacing Tanah Pheretima sp. mengandung alkaloid.

Kata kunci : Cacing tanah Pheretima sp., Ekstrak Kloroform, Antibakteri,

Staphylococcus aureus, Escherichia coli.

Page 7: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

7

ABSTRACT

The research whose aim is to observe Chloroform Extract bioactivity Earthworm

Pheretima sp. against the bacteria Staphylococcus aureus and Escherichia coli has been

done. The extract was tested with a variation of concentrations of antibacterial activity by

agar diffusion method using MHA medium (Muller Hinton Agar). The result shows that

it has contributed extracts antibacterial effect against bacteria test used. The greatest

antibacterial activity of concentrations of extracts 9% during the incubation 24 hours with

a diameter of 16 mm inhibition against Eschericia coli and Staphylococcus aureus at 14.3

mm. After 48 hours the diameter inhibition decreases so that the inhibition zone tends to

be bacteriostatic. To confirm the contained compounds in the earthworm, this is

conducted qualitative test by using phytochemical screening method, shows that the

chloroform extract of Pheretima sp earthworm contains alkaloids.

Key words : Earthworm Pheretima sp., Chloroform extract, Antibacterial,

Staphylococcus aureus, Escherichia coli.

Page 8: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

8

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii

KATA PENGANTAR................................................................................... iii

ABSTRAK...................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xiii

BAB. I PENDAHULUAN............................................................................. 1

I.1 Latar Belakang............................................................................ 1

I.2 Tujuan Penelitian........................................................................ 4

I.3 Manfaat Penelitian....................................................................... 4

I.4 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5

II.1. Tinjauan Umum Cacing Tanah ................................................. 5

II.2 Manfaat dan Khasiat Cacing Tanah............................................ 8

II.3 Kandungan Kimia Cacing Tanah................................................ 9

II.4 Uraian Tentang Cacing Tanah Pheretima sp.............................. 11

II.4.1 Klasifikasi Cacing Tanah Pheretima sp........................... 11

II.4.2 Morfologi dan Struktur Tubuh Pheretima sp................... 11

Page 9: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

9

II.5 Senyawa Antimikroba................................................................. 12

II.5.1 Pengertian Umum Antimikroba ....................................... 12

II.5.2 Sifat-Sifat Antimikroba dan Faktor yang

Mempengaruhinya……………………………………… 14

II.5.3 Mekanisme Kerja Antimikroba ....................................... 16

II.6 Ekstraksi ....................................................................... 21

II.6.1 Pengertian Ekstraksi ....................................................... 21

II.6.2 Metode Ekstraksi ............................................................. 21

II.7 Metode Uji Daya Hambat.................................................... 23

II.8 Bakteri Uji…………….……………………………………….. 25

II.8.1 Staphylococcus aureus……………………………………… 25

II.8.1.1 Klasifikasi……………..……………………….. 25

II.8.1.2 Penjelasan umum tentang Staphylococcus aureu 26

II.8.2 Escherichia coli……………………………………………… 28

II.8.2.1 Klasifikasi……………………………………… 28

II.8.2.2 Penjelasan Umum Tentang Escherichia col…. 28

II.9 Tetrasiklin…………………………………………………….. 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………... 31

III.1. Alat ........................................................................................... 31

III.2. Bahan ....................................................................................... 31

III.3 Metode Kerja……………………….………………………… 31

III.3.1 Penyiapan Sampel..............................................… 31

III.3.2 Pembuatan Ekstrak Etanol Secara Maserasi……… 32

III.3.3 Pembuatan Ekstrak Kloroform…………………… 32

Page 10: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

10

III.3.4 Sterilisasi Alat………………………………………. 32

III.3.5 Pembuatan Medium .........................................….. 33

III.3.5.1 Pembuatan Medium Nutrien Agar (NA)……. 33

III.3.5.2 Pembuatan Medium Mueller Hinton Agar

(MHA) ................................................................…… 33

III.3.6 Penyiapan Mikroba Uji…………………..…………... 33

III.3.6.1. Peremajaan Kultur Murni Mikroba Uji…….. 33

III.3.6.2. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji…..……….. 34

III.3.7 Pembuatan Larutan Pembanding…………………….. 34

III.3.7.1 Larutan Kontrol Positif……………..……… 34

III.3.7.2 Larutan Kontrol Negatif…………………….. 34

III.3.8 Pengujian Antimikroba Ekstrak Kloroform Cacing

Tanah Pheretima sp................................................ 34

III.3.9 Pengamatan Zona Hambat………………………….. 35

III.3.10 Analisis Data………………………………………. 35

III.3.11 Pengujian Golongan Senyawa…………………….. 36

BAB 1V. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………. 37

IV.1 Hasil Penelitian……………………………………………… 37

IV.1.1 Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah

Pheretima sp Terhadap Bakteri Staphylococcus

aureus …………………….……………………………. 38

IV.1.2 Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah

Pheretima sp Terhadap Bakteri Escherichia

coli…………………….………………………………… 41

Page 11: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

11

IV.1.2 Penggolongan Senyawa Ekstrak Kloroform Cacing

Tanah Pheretima sp…………………………………… 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………..………… 49

V.1 Kesimpulan…………………………………………………... 49

V.2 Saran…………………………………………………………. 49

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 50

LAMPIRAN………………………………………………………………... 54

Page 12: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

12

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan Asam Amino (%) Cacing Tanah, Ikan dan Daging ..... 10

2. Beberapa Contoh Antibiotik, Sasaran dan Tempat Aksinya……… 19

3. Agen-Agen Antibakteri Yang Tergolong Bakteriostatik dan

Bakteriosidal………………………………………………………. 20

4. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Ekstrak Kloroform

Cacing Tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli………………………… 38

Page 13: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Anatomi Cacing Tanah. .................................................................. 5

2. Morfologi Cacing Merah Pheretima sp ......................................... 11

3. Mekanisme Kerja Antimikroba ...................................................... 18

4. Pengujian Zat Antimikroba dengan Kertas Cakram ........................ 24

5. Morfologi Staphylococcus aureus .................................................. 25

6. Morfologi Escherichia coli …. ....................................................... 28

7. Diagram Zona Hambatan Ekstrak Kloroform Dari Cacing Tanah

Pheretima sp Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada

inkubasi 24 jam dan 48 jam………………………………………... 39

8. Diameter Zona Hambat Ekstrak Kloroform Dari Cacing Tanah

Pheretima sp Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada

inkubasi 24 jam dan 48 jam ……………………………………… . 40

9. Diagram Zona Hambatan Ekstrak Kloroform Dari Cacing Tanah

Pheretima sp Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli pada

inkubasi 24 jam dan 48 jam………………………………………... 41

10. Diameter Zona Hambat Ekstrak Kloroform Dari Cacing Tanah

Pheretima sp Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli pada

inkubasi 24 jam dan 48 jam………………………………………... 42

11. Hasil Uji Golongan Senyawa Ekstrak Kloroform Cacing Tanah

Pheretima sp………………………………………………………………. 47

Page 14: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja Secara Umum ............................................................. 53

2. Hasil Pengukuran Diameter Zona hambat ekstrak kloroform cacing

tanah Pheretima sp terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli pada inkubasi 24 jam dan 48 jam………………… 54

Page 15: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

15

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Antimikroba diartikan sebagai bahan yang menganggu pertumbuhan dan

metabolisme mikroba. Beberapa bahan antimikroba digunakan secara khusus

untuk mengobati infeksi dan ini disebut sebagai bahan terapeutik (Pelczar dan

Chan, 2006). Obat-obat yang digunakan untuk membasmi mikroorganisme yang

menyebabkan infeksi pada manusia, hewan ataupun tumbuhan harus bersifat

sangat toksik terhadap parasit namun tidak pada inang atau hospes, namun

beberapa antibiotik seperti kloramfenikol, tetrasiklin dan steptomisin dapat

menghambat formasi protein pada bagian ribosom di dalam sel hospes (Hunter,

1977). Selain itu, seringkali terdapat kecenderungan perubahan pola penyakit

akibat adanya resistensi kuman penyakit terhadap antibiotik tertentu (Levy, 1998),

sehingga untuk itu perlu dilakukan penelitian sumber daya alam yang belum

tereksplorasi secara maksimal dan bermanfaat sebagai pengobatan alternatif yang

tentunya aman bagi kesehatan manusia.

Salah satu bahan alam yang menarik untuk lebih diteliti khasiat

antimikroba yakni senyawa aktif yang terdapat pada cacing tanah. Menurut

Karaca (2011), cacing tanah diduga memilki senyawa antibakteri yang terdapat

pada ekskresi kulitnya sehingga mampu bertahan hidup pada tanah dimana

banyak terdapat mikroorganisme yang dapat menyerang. Selain itu, jumlahnya

yang melimpah, mudah dikembangbiakkan serta memiliki banyak manfaat dan

khasiat. Manfaat yang telah diketahui secara umum oleh masyarakat yakni hewan

Page 16: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

16

ini memainkan peran penting dalam perkembangan dan pengaturan struktur tanah

serta menggabungkan dan mengurai sisa bahan organik dalam tanah dan

menjadikannya sumber makanan bagi organisme tanah lainnya (Edward dan

Bohlen, 1996).

Cacing tanah telah digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit

sebagai langkah alternatif pengobatan sejak 1340 Masehi. Cacing tanah telah

diakui dalam pengobatan oriental sebagai anti inflamasi, analgesik, dan agen

antipiretik. Cacing tanah sebagian besar juga telah digunakan secara internal dan

eksternal sebagai obat kuat (Mathur et al, 2010). Selain itu cacing tanah

mengandung protease yang melarutkan gumpalan fibrin atau sebagai

antikoagulan. Seperti pada penelitian Cho et al. (2003) yang telah berhasil

memurnikan dan mengkarakterisasi enam fraksi lumbrokinase sebagai agen

fibrinolitik. Penelitian lainnya oleh Aydogdu dan Cotuk (2008) yang menemukan

bahwa cairan celom dari cacing Dendrobaena veneta pada konsentrasi rendah

efektif menghambat bakteri namun tidak terhadap eritrosit pada vertebrata

sehingga dapat digunakan sebagai obat alternatif. Manfaat lainnya yaitu bubuk

cacing tanah juga bersifat anti jamur seperti penelitian Ansari dan Sitaram (2011)

yang menemukan bahwa bubuk cacing tanah Eisenia Fetida efektif mengobati

infeksi oleh jamur seperti penyakit candidosis.

Khasiat sebagai antimikroba pada cacing tanah telah dibuktikan oleh

berbagai penelitian yang dilakukan, seperti oleh Hasyim (2003) yang

menunjukkan bahwa ekstrak methanol cacing tanah Lumbricus rubellus dalam

berbagai konsentrasi mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi

dan Staphylococcus aureus. Selanjutnya Hasyim (2007), menemukan bahwa

Page 17: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

17

fraksi protein dan ekstrak kasar dari cacing tanah Lumbricus terestis efektif dalam

menghambat pertumbuhan bakteri uji ( Salmonella typhi, Staphylococcus

aureus , Vibrio cholera, dan Eschericia coli). Bioaktivitas terbesar dari senyawa

ekstrak cacing tanah ada pada tingkat kejenuhan ammonium sulfat 40-60 %

dengan rata-rata hambatan sebesar 21,56 mm.

Penelitian Marthur et al. (2010) juga membandingkan bioaktivitas ekstrak

etanol dan ekstrak petroleum eter dari cacing tanah Eudrillus eugeniae.

Didapatkan bahwa ekstrak etanol lebih besar daya hambatnya yakni 18 mm

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 15 mm terhadap bakteri Escherichia

coli dibanding ekstrak petroleum eter masing-masing sebesar 15 mm dan 10 mm.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Yanti (2003) menyatakan bahwa enzim

lumbrikinase yang terdapat di dalam cacing tanah mampu menghambat

pertumbuhan bakteri.

Menurut Shih et al. (1999) kelompok cacing Pheretima adalah kelompok

cacing tanah terbesar di dunia, terdiri dari lebih dari 700 spesies dan subspesies.

Dengan jumlah yang melimpah, penelitian tentang kandungan antimikroba pada

cacing tanah Pheretima sp perlu lebih dikembangkan lagi. Seperti penelitian

sebelumnya oleh Hasyim (2007) yang menemukan adanya senyawa antimikroba

yang tergolong dari fraksi protein yang bersifat polar. Sajuthi dkk (2009) juga

mengungkapkan bahwa cacing tanah Lumbricus rubellum dan Pheretima

aspergillum memiliki senyawa aktif yang berfungsi sebagai antipiretik diketahui

berasal dari golongan alkaloid. Untuk itu melalui penelitian ini diharapkan

diperoleh informasi mengenai bioaktivitas fraksi kloroform dalam menghambat

bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Page 18: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

18

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bioaktivitas ekstrak kloroform

cacing tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli dan mengkonfirmasi kandungan senyawa yang terkandung di

dalam ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang bioaktivitas

ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sehingga nantinya dapat lebih

dikembangkan dalam bidang farmakologi.

1.4 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni hingga November 2011.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Organik Jurusan Kimia,

Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Balai Besar

Laboratorium Kesahatan, Makassar.

Page 19: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum Cacing Tanah

Cacing tanah memiliki panjang tubuh antara 8-14 cm, jumlah segmen 95 –

100 segmen, warna tubuh bagian punggung (dorsal) cokelat cerah sampai ungu

kemerah-merahan, warna tubuh bagian ventral krem, dan bagian ke ekor

kekuning-kuningan. Bentuk tubuh dorsal membulat dan vertikal pipih, klitellum

terletak pada segmen ke 27 - 32. Jumlah segmen pada klitellum antara 6-7

segmen. Lubang kelamin jantan terletak pada segmen ke-14 dan lubang kelamin

betina pada segmen ke-13. Gerakannya lamban dan kadar air tubuh cacing tanah

berkisar antara 70% - 78% (Rukmana, 1999).

Gambar 1. Anatomi Cacing Tanah (Sumber : Wallace et al., 1988)

Page 20: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

20

Saluran pencernaan cacing tanah berbentuk tabung lurus yang mencapai

panjang tubuhnya yang dimulai dari mulut, kemudian melalui otot faring yang

berada di belakang mulut, esophagus, proventriculus, ventriculus, intestinum, dan

anus.

Sistem saraf terdiri dari sepasang ganglion di atas faring, dihubungkan

oleh cincin saraf untuk penghubung ke saraf ventral dan dilanjutkan seluruh

tubuh. Tidak terdapat mata pada cacing tanah sehingga hewan ini menggunakan

epidermis sebagai organ yang sensitif terhadap cahaya. Bagian epidermis

tubuhnya juga peka terhadap sentuhan dan getaran tanah.

Sistem pengeluarannya terdiri dari beberapa nephridia. Sebuah nephridium

tunggal adalah tabung berliku-liku dengan bersilia yang mampu mengambil

limbah dan membawanya keluar dari tubuhnya (Ritchi dan Carola, 1983).

Cacing tanah bersifat biseksual, dimana terdapat testis dan ovarium pada

satu individu, namun begitu tetap terjadi fertilisasi silang antara satu cacing ke

cacing lainnya (Ritchi dan Carola, 1983). Saat melakukan perkawinan, sepasang

cacing tanah akan saling melekat di bagian depannya dengan posisi saling

berlawanan. Dengan bantuan septa, sepasang cacing tanah akan semakin kuat

melekat. Saat itu, cacing tanah akan mengeluarkan lendir melalui kliteum. Setelah

itu, sel sperma akan bergerak kearah belakang dan masuk ke kantung penerima

sperma (ovarium). Kantung ini banyak mengandung sel telur. Setelah masing-

masing cacing tanah berpisah, kliteum akan membentuk selubung kokon dan

bergerak ke arah mulut. Selanjutnya kokon yang berisi sel telur ini akan bergerak

ke arah mulut dan keluar dari tubuh cacing tanah (Palungkung, 1999).

Cacing ini hidup dalam liang di tanah yaitu sekitar 6 kaki di bawah

Page 21: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

21

permukaan tanah, dengan kondisi kelembaban yang tinggi serta melimpahnya

humus. Pada kondisi cuaca yang hangat, mereka banyak ditemukan di dekat

permukaan tanah yang lembab, tetapi jika kondisinya kering mereka pindah dan

bersembunyi ke daerah yang lebih dalam. Daun adalah sumber makanan utama

bagi cacing tanah, tetapi tanah juga menyediakan berbagai makanan. Setiap bahan

organik dalam tanah, seperti benih, telur, hewan kecil, dan sisa-sisa tanaman dan

hewan yang telah mati akan dicerna dan dimanfaatkan. Cacing tanah adalah

binatang yang mencari makan pada malam hari (noktural) (Johnson et al., 1965).

Cacing tanah adalah salah satu jenis organisme yang tinggal di lingkungan

yang penuh mikroorganisme, yang mana beberapa mikroorganisme dapat

menyerang keberadaan cacing tanah. Untuk bertahan di beberapa kondisi

lingkungan, mereka harus meningkatkan efisiensi pertahanan terhadap serangan

mikroorganisme. Cacing tanah kurang memiliki antibodi dan sistem pertahanan

bawaan terhadap serangan asing seperti vertebrata. Secara alternatif, dapat diduga

bahwa cacing tanah harus memiliki beberapa protein aktif sebagai antibakteri dan

peptide yang berbeda dari immunoglobulin (Ig) dalam mekanisme pertahanan

terhadap bakteri dan beberapa pathogen lain. Jaringan pertahanan cacing tanah

dapat dianggap sebagai lingkaran konsentris, yang intinya memiliki ketahan dari

dalam. Ketika mikroorganisme menyerang cacing tanah dengan model dari satu

lapisan ke lapisan lainnya, cacing tanah menggunakan mekanisme pertahanan

untuk melawan serangan. Dalam mekanisme pertahanan cacing tanah, hanya

penghalang berupa antibiotik dan kekebalan alami yang memainkan peranan

utama. Sehingga dari hal ini dapat diduga bahwa ada antimikroba yang

terkandung dalam sekresi kulit cacing tanah (Karaca, 2011).

Page 22: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

22

II.2 Manfaat dan Khasiat Cacing Tanah

Menurut Edwards dan Bohlen (1996), cacing tanah memiliki banyak

manfaat dan pengaruh besar terhadap struktur tanah antara lain :

1. Proses pencernaan tanah, penguraian bagian-bagian bahan organik,

mencampur bahan organik tadi dan mengeluarkan bahan tersebut di

permukaan atau dalam tanah, dan

2. Menggemburkan tanah, selama proses-proses tersebut cacing sepenuhnya

mencampur tanah, mengumpulkan air, meningkatkan kesuburan tanah, aerasi

tanah, dan meningkatkan kapasitas penyimpanan air.

Selain itu juga memiliki potensi sumber daya yang sudah diungkap oleh

banyak kalangan. Seperti yang diungkap Palungkung (2003), bahwa kotoran

cacing tanah mampu menyuburkan tanah pertanian karena kotorannya

mengandung nilai Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Belerang (S),

Magnesium (Mg), dan Besi (Fe), selain itu cacing tanah dapat meningkatkan daya

serap air permukaan, memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah.

Cacing tanah telah digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit

sebagai langkah alternatif pengobatan sejak 1340 Masehi. Cacing tanah telah

diakui dalam pengobatan oriental sebagai anti inflamasi, analgesik, dan agen

antipiretik. Dalam dunia modern ini, senyawa aktif dalam cacing tanah sudah

banyak diteliti seperti yang ditemukan oleh Mathur et al. (2010) yang

mengungkapkan bahwa ekstrak cacing tanah Eudrilus eugeniae memiliki daya

hambat terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus, Streptococcus pyrogens, dan

Escherichia coli. Manfaat lain dari cacing tanah sebagai anti jamur juga

dilaporkan oleh penelitian Ansari dan Sitaram (2011) yang menemukan bahwa

Page 23: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

23

bubuk cacing tanah Eisenia Fetida efektif mengobati infeksi oleh jamur seperti

penyakit candidosis. Selain itu cacing tanah mengandung protease yang dapat

melarutkan gumpalan fibrin atau sebagai antikoagulan. Hal ini didukung dengan

penelitian Cho et al. (2003) yang telah berhasil memurnikan dan

mengkarakterisasi enam fraksi lumbrokinase sebagai agen fibrinolitik.

II.3 Kandungan Kimia Cacing Tanah

Kandungan protein cacing tanah ternyata lebih tinggi dari sumber protein

lain, sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak,

ikan dan makanan manusia. Di jepang, cacing tanah dibuat jus cacing. Di Amerika

dan Hongaria dibuat burger. Di Thailand dan Philipina dijadikan campuran

perkedel. Di samping itu, cacing tanah dapat digunakan sebagai ramuan obat dan

bahan kosmetik. Protein cacing tanah mengandung 20 asam amino, terdiri atas

lisin, triftopan, histidin, fenilalanin, isoleusin, leusin, threonin, methionin, valin,

arginine, glisin, alanin, sistin, tirosin, asam aspartik, asam glutamate, prolin,

hidroksiprolin, serin, dan sitruline. Keduapuluh asam amino tersebut dibagi dalam

dua bagian, yaitu asam amino esensial dan asam amino nonesensial (Palungkung,

1999 ; Rukmana, 1999).

Selain itu cacing tanah juga memiliki kandungan lemak yang bervariasi

sekitar 1 % hingga 20 % dari berat kering dengan komposisi minyak mirip

dengan minyak ikan. Minyak tersebut mengandung berbagai asam lemak

termasuk di dalamnya kandungan omega 3 yang tinggi (Dynes, 2003).

Di dalam ekstrak cacing tanah juga terdapat zat antipurin, antipiretik,

antidota, dan vitamin (Sumardi, 1997 ; Catalan, 1981). Penelitian Cho et al.

(2003) telah berhasil memurnikan dan mengkarakterisasikan enam fraksi enzim

Page 24: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

24

lumbrokinase sebagai agen fibrinolitik selain itu ekstrak cacing tanah juga

mengandung asam arakhidonat yang dapat menurunkan panas akibat infeksi..

Sajuthi dkk (2009) juga mengatakan bahwa cacing tanah Lumbricus rubellum dan

Pheretima aspergillum memiliki senyawa aktif yang berfungsi sebagai antipiretik

diketahui berasal dari golongan alkaloid.

Tabel 1. Kandungan Asam Amino (%) Cacing Tanah, Ikan, dan Daging

No. Asam Amino Cacing Tanah Daging Ikan

1 Arginin 4,13 3,48 3,909

2 Sistin 2,29 1,07 0,80

3 Asam glutamat - - 3,40

4 Glisin 2,92 2,09 4,40

5 Histidin 1,56 0,97 1,50

6 Isoleusin 2,58 1,33 3,60

7 Leusin 4,84 3,54 5,10

8 Lisin 4,33 3,08 6,40

9 Methionin 2,18 1,45 1,80

10 Fenilalanin 2,25 2,17 2,60

11 Serin 2,88 2,15 -

12 Threonin 2,95 1,77 2,80

13 Triptopan - - 0,70

14 Tirosin 1,36 1,29 1,80

15 Valin 3,01 2,22 3,50

Protein Kasar 61,00 51,00 60,0

Sumber : Palungkung, 1999

Page 25: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

25

II.4 Uraian Tentang Cacing Tanah Pheretima sp.

II.4.1 Klasifikasi Cacing Tanah Pheretima sp.

Menurut Grzimek (1974), cacing tanah Pheretima sp. dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Annelida

Class : Clitellata

Ordo : Oligochaeta

Family : Megascolecidae

Genus : Pheretima

Spesies : Pheretima sp.

Gambar 2. Morfologi cacing merah Pheretima sp (Sumber : Kalem, 2011)

II.4.2 Morfologi dan Struktur Tubuh Pheretima sp.

Pheretima memiliki bentuk tubuh gilik panjang dan silindris, berwarna

merah keunguan. Bagian anterior berujung runcing, sedangkan bagian posterior

lebih pepat. Bagian dorsal tubuh ditandai dengan garis kehitaman dari pembuluh

darah dorsal dan pigmentasi yang lebih padat dibandingkan bagian ventral. Tubuh

Page 26: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

26

bersegmen, tiap segmen disebut somite. Antara tiap somite ada sekat. Hewan ini

tergolong nokturnal, pada siang hari bersembunyi di dalam liang dan keluar pada

malam hari. Makanannya berupa serpihan tumbuhan dan hewan yang telah mati.

Termasuk jenis ini antara lain cacing merah dan cacing kalung (Oemarjati, 2000).

Cacing tanah jenis Pheretima memiliki panjang antara 139 - 173 mm,

diameternya 4,1 - 5,3 mm, segmennya 108 - 116. Warna bagian dorsal agak

kehitaman dan kebiru-biruan yang iridesen (iridescent), bagian anterior lebih

hitam dari bagian posterior, bagian ventral berwarna coklat muda sampai keputih-

putihan. Klitellum seperti cincin, pada segmen XIV - XVI (XVI 3/4 bagian), tidak

berseta, segmen tidak jelas, warnanya keabu-abuan sampai coklat hitam. Lubang

kelamin jantan terdapat pada segmen XVIII, lubang ini agak menonjol keluar,

seperti bibir yang melingkar, di antaranya terdapat 6 - 8 seta. Lubang kelamin

betina terdapat pada bagian medioventral segmen XIV. Lubang spermateka pada

septa 7/8 dan 8/9 (Suin, 1997).

II.5 Senyawa Antimikroba

II.5.1 Pengertian umum antimikroba

Menurut istilah umum, bahan antimikroba diartikan sebagai bahan yang

menganggu pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Dalam penggunaan umum,

istilah ini menyatakan penghambatan pertumbuhan, dan bila dimaksudkan untuk

kelompok-kelompok organisme yang khusus, maka seringkali digunakan istilah-

istilah seperti antibakterial atau antifungal. Beberapa bahan antimikroba

digunakan secara khusus untuk mengobati infeksi. Ini disebut bahan terapeutik

(Pelczar dan Chan, 2006).

Page 27: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

27

Seperti telah diketahui bahwa zat antibiotik terdiri dari berbagai senyawa

yang beragam, baik dalam hal struktur kimia dan tingkat aktivitasnya, yang biasa

disebut spektrum antimikroba. Untuk menunjukkan tingkat aktivitas dari

antibiotik tersebut, itu harus diisolasi, dimurnikan, dan diuji pada serangkaian

pengujian standar. Sebaiknya, setiap antibiotik harus diuji kemampuannya untuk

menghambat lebih dari satu jenis mikroorganisme. Aktivitas dari antibiotik

biasanya dinyatakan secara kuantitatif yaitu melalui konsentrasi minimum dari zat

yang akan menghambat pertumbuhan organisme yang diuji (Edmonds, 1987).

Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spectrum atau kisaran kerja,

mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur

biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat

dibedakan menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum) dan

antibiotik berspektrum luas (broad spectrum) (Pratiwi,2008). Antibiotik dengan

spektrum daya hambat yang sempit, hanya bekerja terhadap organisme tertentu.

Antibiotik lain menunjukkan spektrum antimikroba luas, dan aktif terhadap

mikroorganisme yang memiliki komposisi kimia dari kelompok mikroba yang

sangat berbeda (Edmonds, 1987).

Salah satu contoh antimikroba yang berspektrum sempit yaitu benzyl

penicillin memiliki daya hambat yang besar terhadap bakteri gram positif dan

bakteri gram negatif yang berbentuk kokus namun memiliki daya hambat yang

kecil terhadap bakteri gram negative yang berbentuk basil. Kloramfenikol,

tetrasiklin dan chepalosporin, dan yang lainnya adalah antimikroba berspektrum

luas terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif (Ray et al, 2010).

Page 28: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

28

II.5.2 Sifat-sifat antimikroba dan faktor yang mempengaruhinya

Menurut Pelczar et al., (1993) terdapat beberapa kriteria suatu agen

antimikroba yang baik, antara lain :

1. Aktivitas antimikroba.

Kemampuan dari zat tersebut untuk menghambat atau membunuh secara

efektif. Zat kimia tersebut pada konsentrasi rendah memiliki aktivitas

antimikroba berspektrum luas yang artinya dapat menghambat atau

membunuh banyak mikroba yang berbeda.

2. Kelarutan

Zat tersebut dapat larut pada air atau pelarut yang sesuai (seperti alkohol).

3. Kestabilan

Zat ini dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dan tidak

mengurangi daya antimikrobanya.

4. Rendah tingkat toksisitasnya pada manusia maupun hewan.

5. Bersifat homogen

6. Kurangnya inaktivasi oleh zat tambahan

Ada beberapa zat antimikroba yang dikombinasi dengan protein otau

bahan organik sehingga hal ini dapat mengurangi aktivitasnya terhadap

mikroorganisme.

7. Aktif pada suhu kamar

8. Dapat meresap

9. Terdiri dari bahan-bahan yang aman

10. Idealnya agen antimikroba sebaiknya tidak berbau atau mempunyai aroma

yang baik.

Page 29: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

29

11. Kemampuan membersihkan atau menghapus mikroba

12. Harganya murah

Banyak faktor dan keadaan mempengaruhi penghambatan mikroorganisme

oleh bahan antimikroba. Hal tersebut harus dipertimbangkan bagi efektifnya

penerapan praktis metode-metode pengendalian. Berikut ini adalah beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas antimikroba (Pelczar dan Chan, 2006):

1. Konsentrasi atau intensitas zat antimikroba

Peluang untuk mengenai suatu sasaran sebanding tidak hanya terhadap

jumlah sasaran yang ada tetapi juga terhadap jumlah antimikroba yang

diberikan, yaitu konsentrasi bahan kimia atau intensitas sarana fisik. Makin

besar intensitas yang diberikan dalam suatu waktu tertentu, maka akan

semakin cepat pula bakteri patogen akan mati. Apabila sasarannya adalah

bakteri dan yang digunakan adalah sinar X atau cahaya ultraviolet, maka

nyatalah bahwa sel-sel akan mati lebih cepat bila intensitas radiasinya

bertambah besar.

2. Jumlah mikroorganisme

Artinya, diperlukan banyak waktu untuk membunuh populasi, dan bila

jumlah selnya banyak, maka perlakuan harus diberikan lebih lama supaya kita

cukup yakin bahwa semua sel tersebut mati.

3. Suhu

Kenaikan suhu yang sedang secara besar dapat menaikkan keefektifan

suatu disinfektan atau bahan antimikroba lain.

4. Spesies mikroorganisme

Spesies mikroorganisme menunjukkan kerentanan yang berbeda-beda

Page 30: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

30

terhadap sarana fisik dan bahan kimia. Telah kita ketahui bahwa pada spesies

pembentuk spora, sel vegetatif yang sedang tumbuh lebih mudah dibunuh

dibandingkan dengan sporanya.

5. Adanya bahan organik

Adanya bahan organik asing dapat menurunkan kefektifan zat kimia

antimikroba dengan cara menginaktifkan bahan-bahan tersebut atau

melindungi mikroorganisme.

6. Keasaman atau kebasaan (pH)

Mikroorganisme yang terdapat pada bahan dengan pH asam dapat

dibasmi pada suhu yang lebih rendah dan dalam waktu yang lebih singkat

dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama di dalam lingkungan basa.

Pada pengalengan makanan di rumah-rumah, dibutuhkan waktu lebih singkat

serta suhu lebih rendah untuk mengolah tomat dan buah-buahan (makanan

masam) dibandingkan dengan buncis dan jagung (makanan alkalin).

II.5.3 Mekanisme kerja antimikroba

Antimikroba yang ideal menunjukkan toksisitas selektif. Hal ini secara

tidak langsung menjelaskan bahwa obat berbahaya bagi parasit dan tidak

membahayakan inang. Seringkali toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan tidak

mutlak, hal ini menyatakan bahwa konsentrasi obat-obatan yang toleran terhadap

inang, mungkin merusak mikroorganisme penyebab infeksi (Brooks et al., 2005).

Mekanisme kerja antimikroba dapat melalui beberapa cara, yaitu (Pelczar

dan Chan, 2006) :

1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba

Page 31: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

31

Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.

Berbeda dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari lingkungan luar,

bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam Para Amino

Benzoal (PABA) untuk kehidupan hidupnya. Zat yang dapat menghambat

sintesis asam folat ini misalnya sulfanamid dan sulfon karena senyawa-

senyawa ini menggantikan PABA untuk disintesis menjadi asam folat yang

hasilnya akan terbentuk adalah analog asam folat yang nonfungsional yang

akhirnya akan mengakibatkan kehidupan mikroba terganggu.

2. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Dinding sel bakteria secara kimia terdiri dari polipeptidoglikan yaitu

suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Senyawa antimikroba

jenis ini menghambat reaksi awal dari pembentukan dinding sel mikroba

karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel

maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis yang

merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka termasuk senyawa

antimikroba jenis ini adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, ristosetin dan

sikloserin.

3. Antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba

Antimikroba dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan

fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Antimikroba yang mengubah

tegangan permukaan “surface-active agents” dapat merusak permeabilitas

selektif dari membran sel mikroba. Kerusakan membran sel menyebabkan

keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel mikroba, yaitu protein,

Page 32: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

32

asam nukleat, nukleotida, dan lain-lain, termasuk dalam kelompok ini adalah

polimiksin dan golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik.

4. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein untuk kelangsungan

hidupnya. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan tRNA dan

mRNA. Antimikroba berikatan dengan komponen ribosom dan menyebabkan

kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein.

Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel

mikroba. termasuk dalam kelompok ini adalah senyawa streptomisin,

eritromisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.

5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Antibakteri menghambat pertumbuhan bakteri dengan ikatan yang

sangat kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polimerase bakteri sehingga

menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut.

Gambar 3. Mekanisme Kerja Antimikroba. (Sumber : Wiley dan Sons, 2004)

Page 33: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

33

Tabel 2. Beberapa contoh antibiotik, sasaran dan tempat aksinya Antibiotik Sasaran Tempat aksi

Penisilin Bakteri gram positif Sintesis dinding

Sefalosporin Spektrum luas Sintesis dinding

Griseofulvin Fungi dermatofitik Mikrotubul

Basitrasin Bakteri gram positif Sintesis dinding

Polimiksin B Bakteri gram negatif Membran sel

Amfoterisin B Fungi Membran sel

Eritromisin Bakteri gram positif Sintesis protein

Neomisin Spektrum luas Sintesis protein

Streptomisin Bakteri gram negatif Sintesis protein

Tetrasiklin Spektrum luas Sintesis protein

Vankomisin Bakteri gram positif Sintesis protein

Gentamisin Spektrum luas Sintesis protein

Rifamisin Tuberkolosis Sintesis protein

Sumber : (Pratiwi, 2008)

Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada

manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.

Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif

tidak toksik untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolute belum atau

mungkin juga tidak akan diperoleh.

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat

menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan

ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisida. Kadar

minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan

pertumbuhannya mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai

kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antimikroba

Page 34: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

34

tertentu aktivitasnya dapat meningkat dan bakteriostatik menjadi bakterisida bila

kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswarna, 2001).

Agen bakteriostatik yaitu seringkali menghambat sintesis protein dan

bereaksi dengan cara terikat pada ribosom. Jika konsentrasi antimikroba ini

berkurang, maka akan dikeluarkan dari ribosom dan pertumbuhan bakteri kembali

berlangsung dan agen bakteriosidal terikat kuat pada sel targetnya dan

mengakibatkan lisis, karena sel tadi kehilangan integritas selnya sehingga

mengeluarkan semua isi selnya (Brock et al, 2006).

Klasifikasi agen-agen antibakteri sebagai bakterisidal atau bakteriostatik

mempunyai keterbatasan. Agen-agen tertentu yang dianggap sebagai

bakteriostatik mungkin bersifat bakterid melawan organisme-organisme tertentu.

Sebagai contoh kloramfenikol seringkali bersifat bakteridal melawan

pneumokokkus, meningokokkus, dan Haimophilus influenza. Sebaliknya,

enterococcus dihambat tetapi tidak dibunuh oleh vancomycin, penicillin, atau

ampicilin yang digunakan sebagai agen-agen tunggal.

Tabel 3. Agen-agen antibakteri yang tergolong bakteriostatik dan baktriosidal

Agen bakteriosidal Agen Bakteriostatik

Aminoglycosides Chloramphenicol

Bacitracin Clindamycin

Beta-lactam antibiotics Ethambutol

Isoniazid Macrolides

Metronidazole Nitrofurantoin

Polymyxins Novobiocin

Pyrazinamide Oxazolidinones

Quinolones Sulfonamides

Rifampin Tetracyclines

Vanomycin Trimethoprim

Sumber : (Katzung, 2004)

Page 35: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

35

Agen-agen bakterisidal dapat dibagi menjadi dua kelompok agen-agen

yang menunjukkan kerja membunuhnya tergantung konsentrasi dan agen-agen

yang menunjukkan kerja membunuhnya tergantung waktu. Untuk obat-obat yang

kerja membunuhnya tergantung konsentrasi, tingkat dan kadar membunuhnya

meningkat dengan peningkatan konsentrasi obat (Katzung, 2004).

II.6 Ekstraksi

II.6.1 Pengertian ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penyarian atau penarikan senyawa-senyawa

organik yang terkandung dalam jaringan tumbuhan maupun hewan yang dapat

dilakukan dengan berbagai macam cara dan dipengaruhi oleh kecepatan difusi zat

yang terlarut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan

yang mengandung senyawa tersebut. Pelarut yang umum digunakan adalah eter,

diklorometana, kloroform, aseton, alcohol dan air (Harborne, 1996 & Pasto,

1992).

II.6.2 Metode ekstraksi

Menurut Tobo, dkk (2001), ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa

cara, antara lain :

a. Maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang

dilakukan dengan cara merendam 10 bagian simplisia di dalam bejana

tertutup, dituang dengan 75 bagian cairan penyari, kemudian ditutup dan

dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk.

Kemudian disaring ke dalam wadah penampung lalu ampas diperas dan

ditambahkan lagi hingga diperoleh 100 bagian. Kemudian dipindahkan ke

Page 36: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

36

dalam bejana tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari

cahaya selama 2 hari.

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada

temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke

dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari

dengan konsentrasi rendah. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan

penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya

dipekatkan.

Keuntungan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugiannya ialah cara

pengerjaan yang lama dan kurang sempurna.

b. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara simplicia dengan air

pada suhu 90oC selama 15 menit. Penyarian dengan cara ini menghasilkan

sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan perkolasi.

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

Page 37: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

37

Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang di bagian

bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah

melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel

yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

c. Penyaringan berkesinambungan

Penyaringan berkesinambungan adalah proses penyarian yang

menggabungkan proses yang menghasilkan proses yang menghasilkan

ekstrak cair dan proses penguapan seperti proses penyarian yang biasa

dilakukan (Tobo, dkk., 2001).

d. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen

kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana

sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase

kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu

didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan

fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut

sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang

tetap.

II.7 Metode uji daya hambat

Seperti yang telah kita pelajari, mikroorganisme yang berbeda memiliki

tingkat ketahanan yang berbeda terhadap antibiotik yang berbeda, dan bakteri bisa

menjadi resisten terhadap antibiotik yang awalnya sensitif. Untuk alasan ini

penting bagi dokter untuk mengetahui tes serupa yang berguna dalam menentukan

spektrum antimikroba dari antibiotik yang diberikan (Pelczar dan Reid, 1958).

Page 38: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

38

Salah satu metode yang yang sering digunakan dalam pengujian antibiotik

yaitu metode difusi agar sebab metode ini sederhana, nyaman, cepat, dan

ekonomis (Pelczar dan Reid, 1958). Metode pengujian bakteri yang diuji dengan

menumbuhkan bakteri pada permukaan agar-agar dan diberi pada permukaannya

disk yang telah diresapi dengan berbagai konsentrasi antibiotik komersial telah

disiapkan untuk penghambatan pertumbuhan bakteri sebagai bukti adanya

aktivitas antibiotik. walaupun metode difusi agar sebagai penentu sensitivitas

antibiotik terlihat sederhana, namun terdapat keunggulan terkait dengan komposisi

medium pertumbuhan, pH medium pertumbuhan, kelarutan antibiotik,

kemampuan antibiotik terikat pada medium, konsentrasi agar pada medium,

kemampuan antibiotik berdifusi pada agar, temperatur inkubasi, dan waktu

inkubasi (Edmonds, 1978).

Gambar 4. Pengujian zat antimikroba dengan kertas cakram (Sumber : Brock et al.,2006)

Page 39: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

39

Metode difusi agar dilakukan dengan cara mengisi cawan petri dengan

medium agar yang telah diinokulasikan dengan mikroorganisme uji kemudian

agen antimikroba ditambahkan pada kertas saring dan diletakkan pada permukaan

agar. Setelah diinkubasi, agen antimikroba akan menyebar pada kertas saring dan

sampai di agar, sejumlah eksudat akan ditemukan di sekitar kertas saring yang

merupakan zona hambatan. Diameter zona hambatan menunjukkan kemampuan

senyawa antimikroba yang digunakan dalam menghambat mikroorganisme.

Metode ini sering digunakan untuk menunjukkan tingkat sensifitas antibiotik

terhadap bakteri patogen (Brock et al., 1997).

II.8 Bakteri Uji

II.8.1 Staphylococcus aureus

Gambar 5. Morfologi Staphylococcus aureus (Sumber : Pelczar et al., 1993)

Page 40: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

40

II.8.1.1 Klasifikasi (Garrity, 2002) :

Kingdom : Procaryotae

Phylum : Protobacteria

Class : Protophyta

Ordo : Eubacteriales

Family : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

II.8.1.2 Penjelasan umum tentang Staphylococcus aureus

Staphylococcus pertama kali diberi nama oleh Ogston pada tahun 1882.

Nama Staphylococcus berasal dari kata Yunani “staphyle” yang berarti

"sekelompok anggur" dan “coccus” berarti "anggur". Staphylococcus dapat

menjadi agen penyebab dalam berbagai jenis infeksi. Selain itu bakteri ini

membawa faktor resistensi antibiotik, sehingga kontrol infeksi oleh bakteri ini

masih menjadi masalah di bidang kedokteran yang masih terus dikembangkan

(Boyd dan Marr, 1980).

Genus Staphylococcus termasuk bakteri gram positif yang umumnya

berkoloni pada permukaan kulit dan membran mukosa pada mamalia dan unggas.

Spesies yang paling sering menginfeksi serta paling virulen yaitu Staphylococcus

aureus yang mengakibatkan penyakit melalui toksin atau serangan langsung dan

kerusakan terhadap jaringan (Maza et al., 2004)

Staphylococcus aureus berbentuk bulat dengan diameter 1 µm, biasanya

tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur, bersifat nonmotil

dan tidak membentuk spora. Tumbuh baik pada temperatur 37oC , pada medium

Page 41: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

41

padat membentuk koloni berbentuk bulat, lembut, mengkilat, berwarna abu-abu

hingga kuning (Brooks et al., 2005).

Bakteri ini tumbuh pada kisaran pH 4,0 - 9,3. Nilai pH optimalnya 7,0 –

7,5. Kisaran nilai pH untuk pembentukan enterotoksin lebih sempit dan toksin

yang diproduksi akan lebih sedikit pada pH di bawah 6,0. Pertumbuhan bakteri ini

akan tetap terjadi pada nilai Aw 0,85 tetapi pembentukkan toksinnya tidak terjadi

pada nilai di bawah 0,86 . Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling

resisten dalam kaitannya dengan penurunan aktivitas air (Aw). Intoksikasi terjadi

karena toksin yang terbentuk dalam makanan. Toksin tersebut relatif stabil

terhadap panas dan dapat bertahan terhadap perebusan yang melebihi waktu satu

jam. Karena itu makanan yang sudah dimasak sampai matang dapat menyebabkan

sakit kendati sudah tidak mengandung sel-sel hidup bakteri (WHO, 2002).

Dinding sel bakteri gram positif mengandung banyak peptidoglikan (juga

dikenal sebagai murein), yang menyebabkan kakunya dinding sel. Peptidoglikan

merupakan polimer (molekul besar) yang terdiri atas perulangan disakarida yang

tersusun atas monosakarida N-acetylglucosamine (NAG) dan N-acetylmuramic

acid (NAM). Dan juga terdapat asam teikoat yang mengandung alkahol (gliserol

atau ribitol) dan fosfat. Ada 2 macam asam teikoat, yaitu asam lipoteikoat yang

merentang di lapisan peptidoglikan dan terikat pada membran plasma, dan asam

teikoat dinding yang terikat pada lapisan peptidoglikan (Pratiwi, 2008).

Page 42: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

42

II.8.2 Escherichia coli

Gambar 6. Morfologi Escherichia coli (Sumber : Krotz, 2004)

II.8.2.1 Klasifikasi (Garrity, 2002) :

Kingdom : Procaryotae

Phylum : Proteobacteria

Classis : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Species : Escherichia coli

II.8.1.2 Penjelasan umum tentang Escherichia coli

Bakteri gram negatif, berbentuk batang lurus, dengan ukuran 0,4-0,7 µm

kali 2-4 µm dan kadang-kadang lebih pendek membentuk rantai. Tidak

mempunyai spora dan kapsul. Dapat meragikan dekstrosa, laktosa dan maltosa.

Tumbuh optimal pada suhu 37 oC. Bersifat motil dengan flagel peritrik dan

merupakan penghuni flora usus (Brooks, 2005).

Page 43: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

43

Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis

peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada lipoprotein pada

membran luar. Terdapat daerah periplasma yaitu daerah yang terdapat di antara

membran plasma dan membran luar. Periplasma berisi enzim degradasi

konsentrasi tinggi serta protein-protein transpor. Dinding sel bakteri gram negatif

tidak mengandung asam teikoat, dan karena hanya mengandung sejumlah kecil

peptidoglikan, maka dinding sel bakteri gram negatif ini relatif lebih tahan

terhadap kerusakan mekanisme (Pratiwi, 2008).

II.9 Tetrasiklin

Antibiotik golongan tetrasiklin adalah antibiotik yang diisolasi dari

berbagai jenis Streptomyces dan termasuk antibiotik berspektrum luas sehingga

digunakan dalam sejumlah penyakit infeksi. Tetrasiklin bekerja baik pada

mikroba ekstra sel maupun intasel. Tipe kerjanya adalah bakteriostatik.

Mekanisme kerjanya yaitu menghambat pada sintesis protein ribosom yaitu

dengan menghambat pemasukan aminoasil-tRNA pada fase pemanjangan yang

menyebabkan blokade perpanjangan peptida (Mutschler, 1991).

Secara normal, pada saat tetrasiklin berdifusi melewati membran

sitoplasma bakteri, tetrasiklin akan dikonversi dalam bentuk ionik. Hal ini

membuat tetrasiklin tidak lagi dapat berdifusi melewati membran sehingga

menyebabkan akumulasi tetrasiklin di dalam sel, yang akhirnya dapat

menghambat sintesis protein bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri

(Pratiwi, 2008).

Tetrasiklin dinamakan sesuai 4 cincin hidrokarbon yang dimilikinya, juga

digunakan sebagai obat alternatif pada sifilis dan gonorhea. Kerugiannya adalah

Page 44: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

44

tetrasiklin dapat menekan mikrobiota normal pada intestinal dan menyebabkan

superinfeksi Candida albicans (Pratiwi, 2008).

Tetrasiklin memodifikasi flora normal, dengan mensupresi organisme-

organisme coliform yang rentan dan mensupresi juga perkembangan

pseudomonas, proteus, staphylococcus, coliform yang resisten, clostridia, dan

candida yang berlebihan. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan-gangguan fungsi

usus, pruritus anus, candidiasis vagina atau oral, atau enterokolitis yang disertai

renjatan dan kematian (Katzung, 2004).

Adanya efek samping pemakaian lain yang dapat terjadi yaitu antara lain :

Gangguan lambung, efek terhadap kalsifikasi jaringan, hepatoksisitas fatal,

gangguan kesimbangan, dll (Agoes, 1995). Sama seperti antibiotika spektrum luas

lainnya, karena gangguan kesetimbangan biologik, flora usus fisiologik akan

bertambah banyak karena galur yang resisten dari mikroba dan jamur. Kerusakan

hati hanya tampak pada penggunaan secara dosis tinggi. Karena menyebabkan

perubahan gigi yang ireversibel berwarna kuning sampai coklat, hipoplasia email

gigi dan kadang-kadang gangguan pertumbuhan, tetrasiklin tidak digunakan saat

kehamilan, pada bayi dan anak-anak sampai usia 8 tahun (Mutschler, 1991).

Page 45: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

45

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca Ohaus,

neraca analitik, rotavapor, corong buchner, autoklaf, oven, jangka sorong, lemari

pendingin, inkubator, blender, vacum buchner, mikropipet, batang pengaduk,

cawan petri, gelas kimia, gelas ukur (Iwaki pyrex), lampu spirtus, erlenmeyer

(Iwaki pyrex), laminar air flow (laf), autoklaf, tabung reaksi, rak tabung, toples,

penangas, pencadang yg diameter 8 mm, plat tetes, corong pisah.

III.2 Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah cacing tanah

Pheretima sp., biakan murni bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli,

kertas saring, etanol, kloroform, tetrasiklin, medium pertumbuhan bakteri NA

(Nutrien Agar), MHA (Muller Hinton Agar), Na-CMC (Natrium Carboxyl Methyl

Celullosa), NaCl 0,9% b/v, aluminium foil, aquades, FeCl3, Asam asetat anhidrat,

Pereaksi Mayer, (Mg+HCl panas).

III.3 Metode Kerja

III.3.1 Penyiapan Sampel

Sampel cacing Pheretima sp. yang telah dikumpulkan, dicuci bersih

hingga semua kotoran yang melekat pada tubuhnya hilang. Selanjutnya direndam

dalam air selama ± 1 x 24 jam yang bertujuan untuk mematikan cacing dan

pembersihan secara internal. Cacing dicuci kembali dengan air mengalir,

Page 46: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

46

kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian dihaluskan dengan

blender dan siap untuk diekstrak.

III.3.2 Pembuatan ekstrak etanol secara maserasi

Ekstraksi bahan dilakukan secara maserasi dengan menggunakan cairan

penyari etanol. Bahan berupa tepung cacing tanah Pheretima sp. sebanyak 500

gram dimaserasi dengan pelarut etanol dan dibiarkan selama 1x24 jam ditempat

yang terlindung dari cahaya pada suhu kamar, sambil berulang-ulang diaduk.

Bahan disaring menggunakan corong Buchner dan ekstraknya ditampung. Ampas

kemudian direndam kembali dengan etanol untuk dimaserasi seperti tahap

pertama. Proses ini berlangsung sampai 3 kali maserasi. Ekstrak yang diperoleh

digabungkan dan ditentukan volumenya. Ekstrak etanol cair yang diperoleh

dievaporasi dan kemudian ditimbang.

III.3.3 Pembuatan ekstrak kloroform

Selanjutnya ekstrak kental etanol tadi diekstraksi cair-cair menggunakan

kloroform yaitu ekstrak kental etanol cacing tanah Pheretima sp. dilarutkan

kembali pada pelarut kloroform dengan perbandingan 1 : 2, kemudian dimasukkan

ke dalam corong pisah sambil di kocok rata dan dibiarkan selama beberapa hari

sampai terbentuk dua fase. Setelah terbentuk dua fase, maka ekstrak kloroform

dipisahkan kemudian dievaporasi sehingga diperoleh ekstrak kloroform dari

cacing tanah Pheretima sp. kemudian ditimbang beratnya.

III.3.4 Sterilisasi Alat

Semua alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat

gelas dan yang terbuat dari logam disterilkan dalam oven pada suhu 180o C

selama 2 jam. Alat-alat plastik dan alat-alat yang tidak tahan suhu tinggi

Page 47: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

47

disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15

menit, sedangkan ose disterilkan dengan cara pemanasan langsung pada nyala api

biru.

III.3.5 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Uji

III.3.5.1 Medium Nutrien Agar (NA)

Nutrien agar ditimbang sebanyak 23 gram dan dimasukkan kedalam

Erlenmeyer, dilarutkan dengan menggunakan 1000 mL aquades lalu dipanaskan

sambil diaduk sampai bahan larut, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf

pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15 menit.

III.3.5.2 Medium Muller Hinton Agar (MHA)

Muller Hinton Agar ditimbang sebanyak 38 gram, kemudian dilarutkan

kedalam 1000 mL aquades. Larutan kemudian diaduk sambil dipanaskan dan

dibiarkan mendidih. Sterilisasi larutan dengan menggunakan autoklaf pada suhu

121oC tekanan 2 atm selama 15 menit.

III.3.6 Penyiapan Mikroba Uji

III.3.6.1 Peremajaan Kultur Murni Mikroba Uji

Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang berasal dari

biakan murni, masing-masing diambil sebanyak satu ose lalu diinokulasikan

dengan cara digores pada medium NA (Nutrien Agar) miring. Kultur bakteri dari

masing-masing agar miring diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

III.3.6.2 Pembuatan Suspensi Mikroba Uji

Mikroba uji hasil peremajaan, masing-masing disuspensikan dengan ke

larutan NaCl 0,9% b/v kemudian dihomogenkan dan dibandingkan kekeruhannya

Page 48: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

48

dengan tabung standar 0,5 Mac Farland. Jika sudah sama/hampir sama, maka

dianggap sudah baik dan dapat digunakan pada prosedur selanjutnya yaitu

pengujian daya hambat.

III.3.7 Larutan Pembanding

III.3.7.1 Larutan Kontrol Positif

Larutan kontrol positif yang digunakan adalah larutan tetrasiklin dengan

konsentrasi 30 ppm. Sebanyak 0,03 gr tetrasiklin dilarutkan ke dalam 100 ml

aquades steril. Setelah larut, dipipet sebanyak 1 mL dan dicukupkan hingga 10

mL dengan aquades steril.

III.3.7.2 Larutan Kontrol Negatif

Larutan kontrol negatif yang digunakan adalah Na-CMC (Natrium

Carboxyl Methyl Cellulosa) dengan konsentrasi 10.000 ppm. Sebanyak 0,5 gr Na-

CMC dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam 25 ml aquades panas, kemudian

diaduk rata. Setelah itu dimasukkan ke dalam labu ukur dan dicukupkan

volumenya hingga 50 ml dengan aquades.

III.3.8 Pengujian Antimikroba Ekstrak Kloroform Cacing Pheretima sp.

Medium MHA yang telah disterilkan, didinginkan pada suhu 40-500C, lalu

dituang kedalam cawan petri secara aseptis dan dibiarkan memadat sebagai base

layer kemudian untuk sead layernya adalah media MHA yang telah dituangi

bakteri uji di dalamnya sebesar 10µL. Setelah media base layer memadat,

kemudian dituang kembali media sead layer dan pencadang disusun di atasnya.

Jika media sead layer telah memadat, pada masing-masing pencadang dimasukkan

ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp berbagai konsentrasi yaitu 1%, 3%,

Page 49: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

49

5%, 7%, 9%, b/v sebanyak 20µL dan tetrasiklin sebagai kontrol positif serta

larutan Na-CMC (Natrium Carboxyl Methyl Cellulosa) sebagai kontrol negatif.

Cawan petri diberi label, selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C

selama 24 jam, lalu diamati dan diukur daerah hambatannya. Inkubasi dilanjutkan

selama 48 jam dan diukur kembali daerah hambatan yang terbentuk.

III.3.9 Pengamatan zona hambatan

Pengamatan zona hambatan dilakukan dengan memperhatikan ada atau

tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekitar pencadang. Zona hambatan

tersebut diukur dengan menggunakan jangka sorong dengan cara meletakkan

jangka sorong tersebut pada permukaan tutup cawan petri, tepat di atas zona

hambatan yang akan diukur. Posisi paruh jangka sorong (rahang tetap dan rahang

sorong) terletak selurusan dengan zona hambatan yang akan diukur. Rahang

sorong kemudian digeser dengan cara ditekan hingga berubah sesuai dengan

besarnya diameter zona hambatan yang terlihat. Membaca skala utama dan skala

nonius pada jangka sorong untuk menentukan besarnya diameter zona hambatan

dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran zona hambatan diambil dari tiga sudut

yang berbeda, hasilnya kemudian dijumlahkan lalu dibagi tiga.

III.3.10 Analisis Data

Data hasil pengukuran ditabulasi dan dibandingkan besar diameternya

zona bening yang terbentuk pada kedua bakteri. Pengukuran dilakukan setelah

inkubasi 24 jam dan setelah inkubasi 48 jam. Kemudian data tadi dianalisis

secara deskriptif.

Page 50: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

50

III.3.11 Skrining Fitokimia

Untuk mengkonfirmasi senyawa yang berfungsi sebagai antimikroba maka

dilakukan pengujian skrining fitokimia untuk melihat golongan senyawa yang

terdapat dalam ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp. Ekstrak kloroform

cacing tanah Pheretima sp dimasukkan ke dalam lubang plat tetes masing-masing

sebanyak 2 tetes. Ditambahkan masing-masing pereaksi yang berbeda untuk

mendeteksi kandungan senyawanya sebanyak 1 tetes. pereaksi FeCl3 untuk

mendeteksi Fenolik, Asam asetat anhidrat untuk Terpenoid dan Steroid, Pereaksi

Mayer untuk Alkaloid, (Mg+HCl panas) untuk Flavonoid. Kemudian diaduk

selanjutnya amati perubahan warna yang terbentuk.

Page 51: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji bioaktivitas cacing tanah Pheretima sp

yang diambil dari peternakan di daerah Bandung dengan menggunakan kloroform

sebagai pelarut ekstraksi dan juga menggunakan bakteri uji yaitu Staphylococcus

aureus dan Escherichia coli.

Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp memiliki sifat yang sukar

larut ke dalam pelarut air, sehingga diperlukan suspending agent agar didapatkan

suatu suspensi yang baik antara media dan ekstrak. Pada penelitian ini

menggunakan suspending agent berupa Na-CMC (Natrium Carboxy Methyl

Cellulosa) sebab dapat mensuspensikan dengan baik antara media dengan ekstrak

kloroform cacing tanah Pheretima sp dan juga digunakan sebagai control negative

sebab tidak memberikan aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri uji. Kontrol

negatif ini bertujuan untuk melihat bahwa zona hambat yang terbentuk memang

berasal dari senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak dan bukan karena

teknis perlakuan.

Dalam penelitian ini digunakan tetrasiklin sebagai kontrol positif yang

bertujuan untuk melihat kualitas bakteri uji serta membandingkan zona hambatnya

terhadap zona hambat yang terbentuk oleh ekstrak cacing tanah Pheretima sp.

Menurut Volk & Wheeler (1988), tetrasiklin merupakan antibiotik yang

berspektrum luas, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri baik Gram positif

maupun Gram negatif dengan cara menghambat sintesis protein mikroba.

Page 52: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

52

Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp dibuat ke dalam berbagai

variasi konsentrasi yaitu 1%, 3%, 5%, 7%, dan 9% kemudian diuji bioaktivitasnya

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli. Hasil pengukuran zona hambat terhadap pertumbuhan bakteri uji selama

inkubasi 24 jam hingga 48 jam dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengukuran diameter zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Konsentrasi

Diameter Zona Hambat (mm)

Staphylococcus aureus Escherichia coli

24 jam 48 jam 24 jam 48 jam

1% 8,0 8,0 10,0 10,0

3% 8,0 8,0 12,5 11,8

5% 8,0 8,0 13,2 12,2

7% 12,3 11,8 14,0 13,7

9% 14,3 14,0 16,0 15,7

K (+) 22,7 23,5 26,0 26,0 K (-) 8,0 8,0 8,0 8,0

Keterangan :

K (+) : Kontrol positif menggunakan Tetrasiklin (30 ppm) K (-) : Kontrol negatif menggunakan larutan Na-CMC (Natrium Carboxy Methyl Cellulosa) Diameter pencadang : 8 mm

IV.1.1 Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp Terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus

Hasil pengukuran zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima

sp pada bakteri uji Staphylococcus aureus pada inkubasi 24 jam hingga 48 jam

dapat diamati pada diagram berikut :

Page 53: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

Gambar 7. Diagram zona hambatan ekstrak kloroform dari cacing tanah Pheretima sp pada masa inkubasi 24 jam dan 48 jam

Pada Gambar 7 memperlihatkan zona hambat ekstrak kloroform cacing

tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan bakteri

yaitu pada konsentrasi 9% sebesar 14,3 mm dan zona hambat terkecil yaitu pada

konsentrasi 7% sebesar 12,3 mm selama inkubasi 24 jam. Konsentrasi 1%, 3%,

5% dan kontrol negatif pada inkubasi 24 ja

adanya daya hambat atau tidak terdapat zona bening.

Capuccino dan Sherman (1992) berpendapat bahwa antibiotik dikatakan

efektif bila diameter zona hambat pertumbuhan bakterinya

kurang efektif apabila d

tidak efektif jika diameter hambatannya

pengukuran diameter zona hambat dari ekstrak kloroform cacing tanah pada

konsentrasi 9% dinilai efektif dalam menghambat bakteri

sedangkan konsentrasi 7% kurang efektif dan konsentrasi 1%, 3%, 5% tidak

efektif.

0

5

10

15

20

25

1

Dia

me

ter

Zo

na

Ha

mb

at

(mm

)

zona hambatan ekstrak kloroform dari cacing tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureuspada masa inkubasi 24 jam dan 48 jam

Pada Gambar 7 memperlihatkan zona hambat ekstrak kloroform cacing

terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

yaitu pada konsentrasi 9% sebesar 14,3 mm dan zona hambat terkecil yaitu pada

konsentrasi 7% sebesar 12,3 mm selama inkubasi 24 jam. Konsentrasi 1%, 3%,

5% dan kontrol negatif pada inkubasi 24 jam hingga 48 jam tidak menunjukkan

adanya daya hambat atau tidak terdapat zona bening.

Capuccino dan Sherman (1992) berpendapat bahwa antibiotik dikatakan

efektif bila diameter zona hambat pertumbuhan bakterinya ≥ 14 mm dan bersifat

kurang efektif apabila diameter hambatannya hanya berkisar ±10 -11 mm serta

tidak efektif jika diameter hambatannya ≤ 9 mm, sehingga berdasarkan

pengukuran diameter zona hambat dari ekstrak kloroform cacing tanah pada

konsentrasi 9% dinilai efektif dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus

sedangkan konsentrasi 7% kurang efektif dan konsentrasi 1%, 3%, 5% tidak

3 5 7 9 K (+) K (-)

Konsentrasi (%)

24 jam

48 jam

53

zona hambatan ekstrak kloroform dari cacing tanah Staphylococcus aureus

Pada Gambar 7 memperlihatkan zona hambat ekstrak kloroform cacing

Staphylococcus aureus terbesar

yaitu pada konsentrasi 9% sebesar 14,3 mm dan zona hambat terkecil yaitu pada

konsentrasi 7% sebesar 12,3 mm selama inkubasi 24 jam. Konsentrasi 1%, 3%,

m hingga 48 jam tidak menunjukkan

Capuccino dan Sherman (1992) berpendapat bahwa antibiotik dikatakan

≥ 14 mm dan bersifat

11 mm serta

≤ 9 mm, sehingga berdasarkan

pengukuran diameter zona hambat dari ekstrak kloroform cacing tanah pada

lococcus aureus ,

sedangkan konsentrasi 7% kurang efektif dan konsentrasi 1%, 3%, 5% tidak

24 jam

48 jam

Page 54: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

54

Pengamatan diameter zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah

Pheretima sp pada inkubasi 48 jam mengalami penurunan yaitu pada konsentrasi

9% menurun menjadi 14,0 mm sedangkan pada konsentrasi 7% juga menurun

menjadi 11,8 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak cacing tanah Pheretima sp

hanya bersifat bakteriostatik dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus,

seperti menurut Wattimena (1991) bahwa antibiotik bersifat bakteriostatik jika

mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji dan tidak mematikan hingga waktu

48 jam dimana zona hambat kembali ditumbuhi bakteri. Menurut Brock et al.

(2006) bahwa agen bakteriostatik yaitu seringkali menghambat sintesis protein

dan bereaksi dengan cara terikat pada ribosom, sehingga jika konsentrasi

antimikroba ini berkurang maka akan dikeluarkan dari ribosom dan pertumbuhan

bakteri kembali berlangsung.

Hasil uji bioaktivitas ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp

terhadap bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 8 berikut :

A. B. Gambar 8. Diameter zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah

Pheretima sp terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada inkubasi (A) 24 jam dan (B) 48 jam.

Page 55: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

IV.1.2 Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah

Bakteri Escherichia coli

Zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah

pertumbuhan bakteri Escherichia coli

besar dibanding hasil pengukuran zona hambat pada bakteri

aureus, hal ini dapat dilihat pada diagram berikut :

Gambar 9. Diagram zona hambatan ekstrak kloroform dari cacing tanah Pheretima sp inkubasi 24

Ekstrak kloroform cacing tanah

5%, 7%, dan 9% seperti yan

menunjukkan besarnya zona hambat yang terbentuk yaitu masing

10 mm, 12,5 mm, 13,2 mm,

kontrol positif, zona hambat terbentuk sebesar 26 mm sedangkan kontrol negatif

baik pada inkubasi 24 jam hingga 48 jam tidak terdapat zona hambat.

0

5

10

15

20

25

30

1 3

Dia

me

ter

Zon

a H

am

bat

(m

m)

IV.1.2 Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp

Escherichia coli

Zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp.

Escherichia coli menunjukkan hasil pengukuran yang lebih

hasil pengukuran zona hambat pada bakteri Staphylococcus

ini dapat dilihat pada diagram berikut :

Diagram zona hambatan ekstrak kloroform dari cacing tanah Pheretima sp terhadap pertumbuhan Escherchia coli pada masa inkubasi 24 jam dan 48 jam

Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp. pada konsentrasi 1%, 3%,

5%, 7%, dan 9% seperti yang terlihat pada Gambar diagram 9

menunjukkan besarnya zona hambat yang terbentuk yaitu masing-masing sebesar

10 mm, 12,5 mm, 13,2 mm, 14 mm, dan 16 mm pada inkubasi 24 jam. Pada

kontrol positif, zona hambat terbentuk sebesar 26 mm sedangkan kontrol negatif

baik pada inkubasi 24 jam hingga 48 jam tidak terdapat zona hambat.

5 7 9 K (+) K (-)

Konsentrasi (%)

55

Pheretima sp Terhadap

Pheretima sp. terhadap

menunjukkan hasil pengukuran yang lebih

Staphylococcus

Diagram zona hambatan ekstrak kloroform dari cacing tanah pada masa

pada konsentrasi 1%, 3%,

g terlihat pada Gambar diagram 9 di atas,

masing sebesar

14 mm, dan 16 mm pada inkubasi 24 jam. Pada

kontrol positif, zona hambat terbentuk sebesar 26 mm sedangkan kontrol negatif

24 jam

48 jam

Page 56: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

56

Hal ini berarti, pada konsentrasi 7% dan 9% besar diameter ≥ 14 mm sehingga

dikatakan efektif dalam menghambat bakteri Escherichia coli sedangkan

konsentrasi 5%, 3%, dan 1% kurang efektif dalam menghambat bakteri

Escherichia coli.

Zona hambat yang terbentuk setelah inkubasi 48 jam, terlihat menurun

yaitu pada konsentrasi ekstrak 3%, 5%, 7%, dan 9%, masing-masing menjadi 11,8

mm, 12,2 mm, 13,7 mm, dan 15,7 mm. Nilai pengukuran zona bening pada

konsentrasi 1% tidak mengalami perubahan setelah inkubasi 48 jam, demikian

juga larutan kontrol positif. Hal ini berarti ekstrak kloroform cacing tanah

Pheretima sp. juga bersifat bakteriostatik dalam menghambat bakteri Escherichia

coli.

Bioaktivitas ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap bakteri

Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 10 berikut :

A. B.

Gambar 10. Diameter zona hambat ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terhadap bakteri Escherchia coli pada inkubasi (A) 24 jam dan (B) 48 jam.

Page 57: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

57

Membandingkan besarnya diameter zona hambat ekstrak kloroform cacing

tanah Pheretima sp. terhadap kedua bakteri uji, menunjukkan bahwa cacing tanah

Pheretima sp. lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia

coli dibandingkan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sama seperti yang

diungkapkan oleh Hasyim (2011) yang menemukan bahwa ekstrak kloroform dari

cacing tanah Pheretima sp. yang merupakan cacing tanah lokal daerah Makassar,

lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dibanding

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Salmonella thypi, dan Vibrio

cholerae.

Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi peningkatan besar diameter zona

hambat seiring peningkatan konsentrasi ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima

sp. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi tingkat konsentrasi dari ekstrak

maka semakin tinggi pula jumlah konsentrasi zat aktif didalamnya, sama seperti

pendapat Pelczar dan Chan (2006) yang mengatakan bahwa semakin besar tingkat

konsentrasi suatu antimikroba yang diberikan dalam kurun waktu tertentu maka

semakin capat pula bakteri tersebut mati.

Adanya kemampuan dari ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp.

dalam menghambat bakteri uji ini menunjukkan bahwa terdapat senyawa-senyawa

antimikroba yang terdapat pada tubuh cacing tanah tersebut. Hal ini didukung

dengan adanya penelitian-penelitian oleh para ahli sebelumnya yang menemukan

senyawa-senyawa penting di dalam tubuh berbagai cacing tanah yang dapat

digunakan sebagai bahan alternatif pengobatan (terapeutik) antara lain yang

dilaporkan oleh Yan-Qin Liu et al (2004) dalam Julendra (2005) bahwa terdapat

senyawa antibakteri dalam tubuh cacing tanah Eisenia Foetida dengan mendeteksi

Page 58: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

58

adanya senyawa peptida yang mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen,

peptida tersebut diberi nama OEP 3121 dan disebut senyawa lumbricin.

Menurut Nugroho (1994), senyawa yang berperan sebagai antimikroba

dalam tubuh cacing tanah sebagian besar berupa protein yang terdiri dari

lumbrifebrin, terestrolimbrolisin, hipoksantin, asam amino, xantin, guanin, cholin

dan guanidin. Di dalam ekstrak cacing tanah juga terdapat zat antipurin,

antipiretik, antidota, dan vitamin (Sumardi, 1997 ; Catalan, 1981). Penelitian Cho

et al. (2003) telah berhasil memurnikan dan mengkarakterisasikan enam fraksi

enzim lumbrokinase sebagai agen fibrinolitik, selain itu ekstrak cacing tanah juga

mengandung asam arakhidonat yang dapat menurunkan panas akibat infeksi.

Penelitian mengenai aktivitas antimikroba yang terdapat di dalam ekstrak

cacing tanah Pheretima sp terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus dan

Escherchia coli didapatkan hasil pengukuran diameter zona hambat yang berbeda-

beda dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Menurut Pelczar dan

Chang (2006) banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas suatu antimikroba,

yaitu : konsentrasi dan intensitas antimikroba, jumlah bakteri uji yang digunakan,

keasaman (pH) serta kemungkinan adanya bahan organik asing yang dapat

menurunkan kefektifan zat kimia antimikroba. Selain itu faktor yang paling

penting dimana kondisi biologis bakteri uji yaitu memiliki struktur dinding sel

yang berbeda sehingga tentunya akan memilki perbedaan dalam penghambatan

pertumbuhan sel bakteri sebagai bentuk pertahanan hidup dari masing-masing

bakteri tersebut.

Pada penelitian ini digunakan dua bakteri uji yang masing-masing

memiliki struktur dinding sel yang berbeda, Staphylococcus aureus merupakan

Page 59: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

59

bakteri Gram positif sedangkan Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif, hal

ini tentu saja mempengaruhi bioaktivitas dari suatu senyawa antimikroba dalam

menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Menurut Pratiwi (2008) struktur

dinding sel bakteri Gram positif mengandung banyak peptidoglikan dan juga

terdapat asam teikoat yang mengandung alkahol (gliserol atau ribitol) dan fosfat

sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis

peptidoglikan dan membran luar. Peptidoglikan terikat pada lipoprotein pada

membran luar. Terdapat daerah periplasma yaitu daerah yang terdapat di antara

membran plasma dan membran luar. Periplasma berisi enzim degradasi

konsentrasi tinggi serta protein-protein transpor.

Kontrol positif yaitu tetrasiklin menunjukkan diameter zona hambat yang

jauh lebih besar dibandingkan ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp dan

tentunya jauh lebih efektif dalam menghambat kedua jenis bakteri uji sebab

tetrasiklin merupakan antibiotik yang telah paten digunakan sebagai antibakteri

dan memiliki spektrum yang luas dalam menghambat bakteri Gram Positif

maupun bakteri Gram Negatif (Mutschler, 1991).

Antibiotik seperti tetrasiklin ini memiliki efektivitas dalam menghambat

pertumbuhan bakteri patogen tetapi disamping itu juga memiliki efek samping

yang luar biasa terhadap hospes antara lain menurut Pratiwi (2008) bahwa

tetrasiklin dapat menekan mikrobiota normal pada saluran intestinal dan juga

menyebabkan superinfeksi Candida albicans. Penggunaan antimikroba yang

berasal dari alam seperti ekstrak cacing Pheretima sp ini cukup efektif sebagai

pilihan alternatif pengobatan dan tentunya relatif lebih aman.

Page 60: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

60

IV.1.2 Penggolongan Senyawa ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp

Dalam penelitian ini, dilakukan pula pengujian kualitatif dengan metode

skrining fitokimia untuk mengkonfirmasi golongan senyawa yang terdapat dalam

ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp. Hal ini sebagai referensi tambahan

mengenai kandungan senyawa dari cacing tanah jenis Pheretima sp, yang

sebelumnya telah dilaporkan oleh Sajuthi dkk (2009) bahwa cacing tanah

Lumbricus rubellum dan Pheretima aspergillum memiliki senyawa aktif yang

berfungsi sebagai antipiretik diketahui berasal dari golongan alkaloid.

Pengujian skrining fitokimia pada ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima

sp bertujuan mendeteksi adanya kandungan senyawa berupa Fenolik, Terpenoid,

Steroid, Alkaloid, dan Flavonoid. Hasil uji kualitatif ini ditandai dengan

terjadinya perubahan warna dari ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp.

Kandungan Alkaloid diidentifikasi dengan menambahkan Pereaksi Mayer pada

ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp dan ditandai dengan terbentuknya

endapan putih kekuningan. Senyawa fenolik dengan FeCl3 yang ditandai dengan

perubahan warna ekstrak menjadi merah, violet atau merah-ungu. Senyawa

flavonoid diidentifikasi dengan menambahkan (Mg+HCl panas) ke dalam ekstrak

kloroform cacing tanah Pheretima sp. dan akan berubah warna menjadi merah

cerah lalu berubah menjadi biru indigo jika hasilnya positif. Senyawa

terpenoid/steroid juga diidentifikasi dengan penambahan pereaksi asam asetat

anhidrat dan akan ditandai dengan perubahan warna menjadi hijau-biru, sehingga

bila tidak terjadi perubahan warna setelah penambahan pereaksi menandakan pada

sampel uji tidak mengandung senyawa tersebut.

Page 61: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

61

Hasil pengujian golongan senyawa ekstrak kloroform cacing tanah

Pheretima sp dapat dilihat pada Gambar 11 berikut :

Gambar 11. Hasil uji golongan senyawa ekstrak kloroform Pheretima sp A. Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp B. Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp + Pereaksi

1) Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp + FeCl3 2) Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp + Pereaksi

Meyer 3) Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp + Asam asetat

anhidrat 4) Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp + (Mg+HCl

panas)

Berdasarkan hasil pengujian skrining fitokimia pada Gambar 11

menunjukkan bahwa ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp. mengandung

senyawa alkaloid yang ditunjukkan dengan terbentuknya perubahan warna berupa

endapan putih.

Kandungan senyawa alkaloid pada ekstrak kloroform cacing tanah

Pheretima diduga erat kaitannya terhadap kemampuanya sebagai antibakteri,

seperti pada penelitian Karou et al. (2005) yang menyimpulkan bahwa senyawa

alkaloid yang berasal dari tanaman Sida acuta memiliki kemampuan antimikroba

yang baik terhadap beberapa mikroorganisme.

B

A

Page 62: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

62

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Bioaktivitas ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp lebih besar

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dibandingkan

Staphylococcus aureus dan bioaktivitas ini meningkat seiring dengan

penambahan konsentrasi ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp.

2. Ekstrak kloroform cacing tanah Pheretima sp terdapat senyawa alkaloid

yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pengujian skrining

fitokimia.

V.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dalam menguji bioaktivitas

ekstrak cacing tanah Pheretima sp dalam menghambat pertumbuhan bakteri

patogen dengan meningkatkan konsentrasinya agar diketahui daya hambat

maksimal dari ekstrak cacing tanah Pheretima sp.

Page 63: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

63

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A., 1995, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi:2, Widya Medika,

Jakarta. Ansari, A.A., and Sitaram K., 2011, An Investigation Into The Anti-microbial and

Anti-fungal Propertis of Earthworm Powder Obtained from Eisenia fetida, American Journal of Food Techology Vol.6 No.4.

Aydogdu, E.O.A., and Cotuk, A., 2008, Antibacterial and Hemolytic of The

Coelomic Fluid of Dendrobaena veneta (oligochaeta, Lumbricidae) Living in Different Localities, IUFS Journal of Biology Vol.67 No.1.

Brock, T.d., Michael, T.M., John, M. M., dan Jack, P., 1997, Biology of

Microorganism, Eight Edition. Prentice Hall International Inc, London. Brock, T.d., Michael, T.M., John, M. M., dan Jack, P., 2006, Biology of

Microorganism, Eleventh Edition. Prentice Hall International Inc, London. Brooks, Geo, F., Janet, S. B., Stephen, A. M., 2005, Mikrobiologi Kedokteran,

Salemba Medika, Jakarta. Boyd, R.f., and Marr, J.J., 1980, Medical Microbiology, Little, Brown and

Company,Inc, USA. Catalan, I. G., 1981, Earthworm A New Source of Protein, Philipine Earthworm

Center, Philipines. Cappuccino, J.G. and Sherman, N, 1992, Microbiology A Laboratory Manual 3rd

Edition, The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc, Redwood City,

California.

Cho, I.H., Eui, S.C., Hun, G.L., and Hyung, H.L., 2003, Purification and Characterization of Six Fibrinolytic Serine-Protease from Earthworm Lumbricus rubellus, Journal of Biochemistry and Molecular Biology, Vol.37 No.2.

Dynes, R.A., 2003, Earthworm Technology Information to Enable The

Development of Earthworm Production, Union Offset Printing, Canberra. Edmonds, P., 1978, Microbiology An Environmental perspective, Macmillan

Publishing Co., Inc, New York. Edwards, C.A. and Bohlen, P.J., 1996, Biology and Ecology of Earthworms.3rd

ed. Chapman & Hall, London.

Page 64: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

64

Ganiswarna, S. G., 2001, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Garrity, G. et al., 2002, Bergey”s Manual Sysmatic Of Bacteriology 2nd Edition,

Baltimore, London. Grzimek, B., 1974, Grzimek’s Animal Life Encyclopedia Volume 1. Lower

Animals, Van Nostrand Reinhold Company, United States. Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan, Intitut Teknologi Bandung, Bandung. Hasyim, Z., 2003, Efektivitas Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Sebagai

Kandidat Antibakteri Salmonella thypi Penyebab Demam Typhoid, Jurnal Bioma Vol. 3 No.5.

Hasyim. Z., 2007, Bioaktivitas Fraksi Protein dari Cacing Tanah Lumbricus

terestris sebagai Antimikroba, Jurnal Bionatur Volume 8 Nomor 1, ISSN 1411-4720.

Hunter, P., 1977, General Microbiology, C.V. Mosby Company, USA. Jawets. E., Melnick, J. L., dan Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran.

Salemba Medika, Jakarta. Julendra, Hardi, 2005, Pengaruh Penambahan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus

rubellus) sebagai suplemen pakan terhadap aktifitas Salmonella pullorum dengan uji in-vitro, UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI, Yogyakarta.

Johnson, Laubengayer, and Delanney, 1965, General Biology Revised Edition,

Holt, Rinehart and Washington,Inc, USA. Kalem, 2011, Cacing tanah Pheretima, http://xx-tipus.blogspot.

com/2009_08_01_archive.html, diakses pada 20 Februari 2011. Karaca, Ayten, 2011, Biology of Earthworm, Spinger Heidelberg Dordrech

London, New York. Karou, D. et al., 2005, Antibacterial Activity of Alkaloid From Sida acuta, African

Journal of Biotechnology, 4 (12) : 1452 – 1457. Krotz, D. 2004, Cataloging Airborne Bacteria, City by City. http://www.lbl.gov,

diakses pada 4 November 2011. Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. Lay, W.B., and H. Sugyo, 1994, Analisis Mikroba di Laboratorium, PT. Raja

Grafindo persada, Jakarta.

Page 65: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

65

Levy, S.B., 1998, The Challenge of Antibiotic Resistance. Scientific American,

Inc. Mathur, A., Satish, K.V., Rakshanda, B., Santosh, K.S., Archana, P., G., Prasad,

V., Dua, 2010, Antimicrobial Activity of Earthworm Extract, J. Chem. Pharm. Res., Vol.2 No.4.

Maza, L. et al., 2004, Color Atlas of Medical Bacteriology, American society For

Microbiology, Washington. Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, Penertbit ITB,

Bandung. Nugroho, E., I. Whendrato, I.M. Dyana dan E. Kosumo, 1994, Satwa Berkhasiat

Pengobatan, Eka Offset, Semarang. Oemarjati, B. S. dan Wisnu, W., 2000, Taksonomi Avertebrata Pengantar

Praktikum Laboratorium, UI Press, Jakarta. Palungkun, R., 1999, Sukses Beternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus,

Swadaya, Jakarta. Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Yogyakarta. Pelczar , M.J. dan Chan, E.C.S., 2006, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Universitas

Indonesia, Jakarta.

Pelczar , M.J., Chan, E.C.S., dan Krieg, N.R., 1993, Microbiology Concepts and Applications, MacGraw-Hill, Inc, USA.

Ray, Kenneth J., et al., 2010, Sherris Medical Microbiology, Fifth Edition , The

McGraw –Hill Companies, USA. Ritchie, D.D. and Carola, R., 1983, Biology Second Edition, Addison-Wesley

Publishing Company, USA. Rukmana, R., 2003, Budi Daya Cacing Tanah, Cetakan kelima, Kanisius,

Jakarta. Sajuthi, D., E. Suradikusuma, dan M.A. Santoso, 2009, Efek Antipiretik Ekstrak

Cacing Tanah, www.kompas.com, diakses tanggal 11 Januari 2012. Shih, H.T., Hsueh, W.C., and Jiun, H.C., 1999, A Review of the Earthworms

(Annelida: Oligochaeta) from Taiwan, Institute of Marine Biology, Department of Biological Sciences, National Sun Yat-sen University, Kaohsiung, Taiwan.

Page 66: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

66

Suin, N.M., 1997, Ekologi Hewan Tanah, Bumi Aksara, Jakarta. Sumardi, 1997, Karakteristik Penelusuran Efek Antibakteri Pada Cacing Tanah

Allobophora roseae, Tesis, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Tobo, F., B. T. Mufidah, dan I. Mahmud, 2001, Buku Pegangan Laboratorium

Fitokimia I, Universitas Hasanuddin, Makassar. Wallace, R.A., King, J.L., and Sanders, G.P., 1988, Biosphere the Realm of Life

Second Edition, Scott, foresman and company, USA. Ward, D.R., and Hackney, C.R., 1991, Microbiology of Marine Food Product,

Van Nostrand Reinhold, New York. Wattimena, J. R., Nelly C. S., Mathilda B. W., Elin Y. S., Andreanus A. S. dan

Anna R. S., 1991, Farmakodinamika dan Terapi Antibiotik, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Willey, J., and Sons, 2004, Science Technologies, http: www.wiley.com, diakses pada tanggal 20 Juni 2011.

Wilson & Gisvold, 1991, Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical

Chemistry : Ninth Edition, J.B. Lippincott Company. Philadelphia.

World Health Organization, 2002, Penyakit Bawaan Makanan :Fokus Pendidikan Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Yanti, Suhartono, MT., Tami indiyanti, Sajuthi D., 2003, Karakteristik Protease

dari Cacing Tanah Lumbricus rubellus dengan anlisis zimogram dan SDS-Page, Seminar NasionalPertemuan Tahunan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), Yogyakarta.

Yan-Qin Liu, Zhen-Jun Sung, Chong-wan, Shi-Jie Li, Yu Zhi Liu, 2004,

Purification of Novel Antibacterial Short Peptide in Earthworm, Acta Biochemica et Biophysica Sinica 2004, 36 (4) : 297-302

Page 67: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

67

Lampiran 1. Skema Kerja

1 ose bakteri diinokulasi pd medium NA, dikeringanginkan 37oC, inkubasi 24 jam dipotong-potong diblender

Evaporasi

Inkubasi 37oC, 24-48 jam

Biakan murni bakteri

Bakteri yang telah

diremajakan

Medium MHA

Cacing tanah Pheretima sp.

Tepung cacing 500 gr

Ekstraksi dengan metanol

Uji daya hambat

Dibuat menjadi konsentrasi

1%, 3%, 5%, 7%, 9%

Inokulum

Pengukuran zona

hambatan

Ekstraksi cair-cair dgn

kloroform

Analisis data

Ekstrak kental Kloroform

Uji Skrining

Fitofarmaka

Page 68: “Bioaktivitas Ekstrak Kloroform Cacing Tanah Pheretima sp ...

68

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Diameter Zona hambat ekstrak kloroform

cacing tanah Pheretima sp terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli pada inkubasi 24 jam dan 48 jam

Konsentrasi Ekstrak

Diameter Zona Hambat (mm) Staphylococcus aureus Escherichia coli 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam

1% 8,0 8,0 8,0

8,0 8,0 8,0

10,0 10,0 10,0

10,0 10,0 10,0

Rata-rata 8,0 8,0 10,0 10,0

3% 8,0 8,0 8,0

8,0 8,0 8,0

12,5 12,5 12,5

11,8 11,8 11,8

Rata-rata 8,0 8,0 12,5 11,8 5% 8,0

8,0 8,0

8,0 8,0 8,0

13,3 13,2 13,1

12,1 12,3 12,2

Rata-rata 8,0 8,0 13,2 12,2

7% 12,3 12,3 12,3

11,8 11,8 11,8

14,0 14,0 14,0

13,7 13,7 13,7

Rata-rata 12,3 11,8 14,0 13,7 9% 14,3

14,3 14,3

14,0 14,0 14,0

16,0 16,0 16,0

15,8 15,6 15,7

Rata-rata 14,3 14,0 16,0 15,7

Kontrol (+) 22,7 22,7 22,7

23,5 23,5 23,5

26,0 26,0 26,0

26,0 26,0 26,0

Rata-rata 22,7 23,5 26,0 26,0 Kontrol (-) 8,0

8,0 8,0

8,0 8,0 8,0

8,0 8,0 8,0

8,0 8,0 8,0

Rata-rata 8,0 8,0 8,0 8,0