-
BIOAKTIFITAS MINYAK ATSIRI UMBI LAPIS BAWANG MERAH
Allium cepa L. LOKAL ASAL ENREKANG TERHADAP BAKTERI
Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES PADA GIGI
MILADIARSI
H 411 09 286
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
ii
BIOAKTIFITAS MINYAK ATSIRI UMBI LAPIS BAWANG MERAH
Allium cepa L. LOKAL ASAL ENREKANG TERHADAP BAKTERI
Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES PADA GIGI
MILADIARSI
H 411 09 286
Skripsi ini dibuat untuk Melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi
Syarat
untukMemperoleh Gelar Sarjana Sains Pada
Jurusan Biologi
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN
BIOAKTIFITAS MINYAK ATSIRI UMBI LAPIS BAWANG MERAH
Allium cepa L. LOKAL ASAL ENREKANG TERHADAP BAKTERI
Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES PADA GIGI
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama Pembimbing Pertama
Prof. Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA Dr. Hj. Sartini, M.Si,
Apt.
Nip. 19600525 198601 2 001 Nip. 19611111 198703 2 001
-
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji Bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah
dan perlindungan-Nya sehingga penulis merampungkan penelitian
dan
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tetap tercurah
kepada Baginda Rasulullah SAW kepada keluarganya, sahabatnya,
dan orang-
orang yang senantiasa berada di jalan-Nya.
Dalam rentang waktu dan perjalanan panjang yang harus dilalui
penulis,
tak terlepas dari uluran tangan yang datang dari orang-oarng
disekeliling tanpa
mampu untuk dibalas, serta begitu banyak harapan, motivasi dan
doa yang
menyertai penulis hingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan hal ini Teristimewa, ditujukan sebagai wujud rasa terima
kasih
yang tidak terhingga, serta teriring doa dan kasih sayang tiada
henti atas segala
pengorbanan kepada Ayahanda tercinta Mustafa dan Ibunda
tersayang Nasira
Rauf yang selama ini melimpahkan cinta kasih sayangnya, doa dan
dorongan
moril dan materi tidak terkira yang tak dapat terbalaskan.
Terimah kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Prof.
Dr. Hj. Dirayah R. Husain, DEA selaku pembimbing utama, ibu Dr.
Hj. Sartini,
M.Si, Apt. selaku pembimbing pertama yang telah memberikan
bimbingan,
motivasi dan arahan yang sangat berharga dari awal penelitian
hingga penyusunan
skripsi ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan
Ibu dengan
balasan yang lebih baik.
-
v
Kakakku tercinta, Nasriani Musra, Dedi Musra, dan Hastati Musra
serta
kakak iparku Masdar, Derhana dan Hasman yang selalu memberi
dorongan dan
membantu dalam berbagai hal. Adikku tersayang Asdi Bustamin
Musra,
Azzahrah Musra, dan adikku si kembar (Muqlisa Musra dan Mubariqa
Musra)
serta ponakanku tercinta Adiyatza M., Dude Asfarul M. dan Kumail
Mutawaddi
D., terima kasih untuk segala keceriaan yang mewarnai hari-hari
penulis.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas
Hasanuddin beserta para staf.
2. Ketua Jurusan Biologi beserta staf dosen dan pegawai jurusan
Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin.
3. Dra. Nur Haedar, M.Si selaku penasehat akademik yang telah
banyak
membantu penulis selama masa perkuliahan.
4. Tim penguji skripsi yang telah membantu penulis dalam
menyempurnakan
kesalahan-kesalahan dalam penulisan maupun pembahasan: Dr. Andi
Ilham
Latunra, M.Si, Helmy Widyastuti, S.Si., M.Si., Drs. Munif S.
Hassan, M.S,
dan Drs. Muh. Ruslan Umar, M.Si,.
5. Kepada keluarga Ir. Mustamin Almandary dan Dr. Rahmaniah
Hamzah SG.
yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi serta membantu
penulis
dalam berbagai hal.
6. Kepada rekan penelitian St. Hatijah, St. Rahbiah, Yulinar,
Hasriani Rahman,
Yusdar M. Terimah kasih atas kerjasama dan kebersamaan yang
terjalin
-
vi
selama ini. Suka duka dan suka cita kita telah lalui bersama
takkan
terlupakan.
7. Saudara-saudariku Bi09enesis (Biologi 09 Generasi Eksis)
Terima kasih
atas doa, bantuan dan dukungannya selama ini. Waktu terasa
singkat
untuk bisa bersama kalian namun moment kebersamaan selama
beberapa
tahun tidak akan terlupakan sampai kapanpun, kalian telah
mengajarkan arti
persahabatan dan persaudaraan kepada penulis, semoga Allah
SWT
melimpahkan rahmat kepada kita semua. Aamiin....
8. Saudara-saudariku Jurusan Biologi dan keluarga besar KMF MIPA
yang
tercinta, Terima kasih atas doa dan dukungannya. Semoga
karunia-Nya
selalu tercurah kepada kita semua. Aamiin
9. Seluruh keluarga besar Abd. Rauf/Sarina dan Mahudil/Jua yang
senantiasa
perhatian kepadapenulis baik suka maupun duka dan penyemangat
penulis
untuk segera menyelesaikan studi.
10. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu.
Keterbatasan Penulis sebagai manusia biasa, Penulis menyadari
masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi
kesempurnaan skripsi. Demikianlah skripsi ini dibuat untuk
menambah ilmu
pengetahuan semoga bisa menjadi acuan yang bermanfaat dikemudian
hari bagi
siapapun yang membutuhkan.
Makassar, April 2013
Penulis,-
-
vii
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang Bioaktifitas Minyak Atsiri
Umbi Lapis
Bawang Merah Allium cepa L. Lokal Asal Enrekang Terhadap
Bakteri
Streptococcus mutans Penyebab Karies Pada Gigi. Penelitian ini
bertujuan untuk
mengetahui sifat antibakteri efektifitas ekstrak minyak atsiri
bawang merah
Allium cepa L. terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans. Uji
konsentrasi hambat minimum (KHM) pada Medium Brain Heart
Infusion Broth
(BHIB) yaitu 1,25%. Pengujian daya hambat dilakukan dengan
metode difusi
Agar dengan menggunakan empat variasi konsentrasi 2,5%, 5%, 10%
dan 20%
b/v pada medium Glucose Nutrient Agar (GNA) yang diinkubasi
selama 2 x 24
jam. Sebagai kontrol digunakan antibiotik yaitu Povidone Iodine
betadin obat
kumur dan DMSO (Dimetill Sulfoksida). Bawang merah Allium cepa
L.
mengandung minyak atsiri yang tersusun atas senyawa sulfida
bersifat antibakteri
yang dapat mematikan bakteri mulut termasuk Streptococcus mutans
penyebab
karies gigi dengan diameter hambat terbesar 22,8-23,2 mm pada
konsentrasi 20%
dan daya hambat terkecil pada konsentrasi 2,5% yaitu 21,5-21,8
mm.
Kata kunci: Bioaktivitas, Umbi lapis Bawang Merah Allium cepa
L., minyak
atsiri, bakteriosida, Streptococcus mutans, karies gigi.
-
viii
ABSTRACT
A research on the assay of bioactivity volatil oil of Allium
cepa L. against
Streptococcus mutans causes of dental caries. The aim of this
research is to
determine the efectivity antimicroba of volatil oil of Allium
cepa L in inhibiting
the growth of the Streptococcus mutans. Assay Minimal Inhibition
Concetration
(MIC) using Brain Heart Infusion Broth (BHIB) medium at 1.25%.
Bioactivity
of the sample was diffusion method using four variations of
concentrations of
2.5%, 5%, 10%, and 20% b/v using Glucose Nutrient Agar (GNA)
medium were
incubated for 2 x 24 hours. The antibiotic we used for control
was Povidone
Iodine betadin and DMSO (Dimetill sulfoxide). Allium cepa L
containing
Essencial oil compounds sulfida that are antimicrobial that is
bacteriosida and the
largest inhibition zone 22,8-23,2 mm at 20% concentration and
the smallest
inhibition zona 21,5-21,8 mm at 2,5% concentration .
Keywords: Bioactivity, Allium cepa L, volatil oil, bacteriosida,
Streptococcus
mutans, dental caries.
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
........................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN
.............................................................................
iii
KATA PENGANTAR
.....................................................................................
iv
ABSTRAK
.......................................................................................................
v
ABSTRACT
.....................................................................................................
vi
DAFTAR ISI
....................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL
............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR
.......................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN
....................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................
1
1.1 Latar Belakang
....................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian
................................................................................
4
1.3 Manfaat Penelitian
..............................................................................
4
1.4 Waktu dan Tempat Penelitian
............................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
......................................................................
5
II.1 Tinjauan Umum Bawang Merah Allium cepa L.
.............................. 5
II.1.1 Deskripsi Bawang Merah Allium cepa L.
............................... 5
II.1.2 Nama-nama Daerah Bawang Merah Allium cepa L
................. 9
II.1.3 Klasifikasi Bawang Merah Allium cepa L
............................... 10
II.1.4 Habitus
.....................................................................................
10
II.1.5 Kandungan Kimia dan Khasiat Bawang Merah Allium cepa
L.
............................................................................................
11
-
x
II.2 Tinjauan Umum Karies Gigi
..............................................................
12
II.2.1 Definisi Karies Gigi
.................................................................
12
II.2.2 Etiologi Karies
..........................................................................
14
II.2.3 Penggolongan Karies
................................................................
16
II.3 Tinjauan Umum Bakteri Streptococcus mutans
................................. 19
II.3.1 Ciri-ciri Morfologi Bakteri Streptococcus mutans
................... 19
II.3.2 Klasifikasi Streptococcus
mutans............................................. 21
II.4 Ekstraksi
.............................................................................................
22
II.4.1 Definisi Ekstraksi
.....................................................................
22
II.4.2 Tujuan Ekstraksi
.......................................................................
22
II.4.3 Destilasi
....................................................................................
22
II.5. Tinjauan Umum Antimikroba
........................................................... 26
II.5.1 Sifat Antimikroba
.....................................................................
26
II.5.2 Mekanisme Antimikroba
.......................................................... 27
II.5.3 Uji Antimikroba
.......................................................................
31
BAB III METODE
PENELITIAN...................................................................
35
III.1 Alat
....................................................................................................
35
III.2 Bahan
................................................................................................
35
III.3 Metode kerja
.....................................................................................
36
III.3.1 Pengambilan dan Pengolahan Sampel
.................................... 36
III.3.1.1 Pengambilan Sampel
..................................................... 36
III.3.1.2 Pengolahan Sampel
....................................................... 36
III.3.2 Destilasi Umbi Lapis Bawang Merah Allium cepa L.
............ 36
III.3.3 Konsentrasi Ekstraksi
..............................................................
37
III.3.4 Sterilisasi Alat
.........................................................................
37
-
xi
III.3.5 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Uji
....................... 37
III.3.5.1 Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA)
..................... 37
III.3.5.2 Pembuatan Medium Brain Heart Infusion Broth
(BHIB)
..........................................................................
38
III.3.5.3 Pembuatan Medium Glucose Nutrient Agar (GNA) ....
38
III.3.6 Penyiapan Bakteri Uji
.............................................................
39
III.3.6.1 Peremajaan Bakteri Uji
................................................. 39
III.3.6.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
................................... 39
III.3.7 Penyiapan Larutan Pembanding
............................................. 39
III.3.8 Uji Konsentrasi Hambat Minimum
......................................... 40
III.3.9 Uji Daya Hambat
....................................................................
40
III.3.10 Pengukuran Diameter Daerah Hambatan
.............................. 41
III.3.11 Analisis Data
.........................................................................
42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
......................................................... 43
IV.1 Bioaktivitas Minyak Atsiri Bawang Merah Allium cepa L
Terhadap Bakteri streptococcus mutans
.......................................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
........................................................... 52
V.1 Kesimpulan
........................................................................................
52
V.2 Saran
...................................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................
53
DAFTAR LAMPIRAN
....................................................................................
57
-
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel 1. Nama-nama daerah Bawang Merah Allium
cepa........................ 9
2. Tabel 2. Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri
..................... 32
3. Tabel 3. Diameter zona hambat minyak atsiri umbi lapis
bawang
merah Allium cepa L pada bakteri Streptococcus mutans dengan
masa
inkubasi 24 jam hingga 48 jam
.................................................................
45
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tanaman Bawang merah Allium cepa L
................................................... 6
2. Bawang Merah Allium cepa L. asal Enrekang
......................................... 6
3. Bawang merah dengan daun yang sudah dikeringkan
.............................. 7
4. Umbi lapis Bawang merah Allium cepa L. dengan perbandingan
dengan
benda lain
..................................................................................................
8
5. Anatomi Gigi
............................................................................................
13
6. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial
yang
disebabkan 4 komponen
............................................................................
14
7. Karies rampan
...........................................................................................
17
8. Karies terhenti
...........................................................................................
18
9. Karies berdasarkan kedalamannya
............................................................ 19
10. Morfologi Streptococcus mutans pada mikroskop elektron
..................... 20
11. Streptococcus mutans terlihat pada mikroskop elektron
scaning dengan
perbesaran 10 µl
........................................................................................
20
12. Destilasi sederhana yang sedang beroperasi
............................................. 23
13. Destilasi bertingkat/fraksinasi
...................................................................
25
14. Rangkaian alat destilasi uap
......................................................................
26
15. Mekanisme aktivitas antibakteri
...............................................................
28
16. Mekanisme Kerja Antimikroba Menghambat Fungsi Membran Sel
........ 29
17. Aminoglycoside bekerja dengan berikatan pada ribosom 30S
sehingga
menghambat sintesis protein (menyebabkan salah baca-misreading)
...... 30
18. Kerja antimikroba
.....................................................................................
31
19. Metode uji antibakteri dengan Disk Difusion agar
................................... 34
20. Hasil uji penentuan Konsentrasi Hambatan Minimal minyak
atsiri umbi
bawang merah Allium cepa L terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans
................................................................................
44
-
xiv
21. Hasil uji daya hambat minyak atsiri umbi lapis bawang merah
Allium
cepa L terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans
setelah
masa inkubasi (A) 1 x 24 jam dan ( B) 2x 24 jam
.................................. 47
22. Diagram zona hambat minyak atsiri umbi bawang merah Allium
cepa L
Terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada masa
inkubasi 24 jam dan 48 jam
......................................................................
48
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
A. Komposisi Medium
...................................................................................
57
B. Skema Pembuatan Medium
......................................................................
58
C. Pengolahan Umbi Lapis Bawang Merah Allim cepa L.
............................ 59
D. Pembuatan Minyak Atsiri Umbi Lapis Bawang Merah Allium cepa
L. ... 60
E. Pembuatan Konsentrasi Minyak Atsiri Umbi Lapis Bawang
Merah
Allium cepa L.
...........................................................................................
61
F. Uji Konsentrasi Hambatan Minimum
....................................................... 62
G. Uji Daya Hambat Antimikroba
.................................................................
63
H. Skema Kerja Penelitian
.............................................................................
64
-
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Keanekaragaman jenis tumbuhan di bumi ini sangat banyak
dengan
potensi masing-masing, salah satunya jenis tumbuhan berpotensi
menjadi tanaman
obat. Menurut Nath et al (2010) pemanfaatan dan penggunaan
tumbuhan sebagai
bahan obat herbal sangat umum terjadi, karena terbukti secara
alamiah
sebagai antimikroba untuk mengurangi efek samping dibandingkan
dengan
antimikroba sintetik. Hal ini karena adanya senyawa aktif pada
tumbuhan yang
berpotensi sebagai sumber antimikroba baru. Salah satunya
tanaman yang
dimaksud adalah bawang merah Allium cepa L.
Tanaman bawang merah Allium cepa L. diduga berasal dari daerah
Asia
tengah, yaitu sekitar India, Pakistan sampai Palestina dan sudah
dikenal sejak
lebih dari 5000 tahun yang lalu. Menurut Direktorat Jenderal
Pengolahan Dan
Pemasaran Hasil Pertanian (2006) Indonesia dengan 33 Propinsi,
325 Kabupaten,
dan 5.054 Kecamatan mempunyai daerah potensial produksi bawang
merah salah
satunya Provinsi Sulawesi Selatan (Wiboho, 2007)
Di Provinsi Sulawesi Selatan sentral produksi bawang merah
terdapat di
Kabupaten Enrekang yang merupakan daerah dataran tinggi, sekitar
530 m dari
permukaan laut (dpl). Hasil produksi bawang merah tersebut telah
beredar di
berbagai daerah di pulau sulawesi bahkan ke pulau Kalimantan dan
Jawa
(Moekasan et al, 2011).
1
-
xvii
Bawang merah Allium cepa L. merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang penting bagi masyarakat, baik secara ekonomis
ataupun
kandungan gizinya (Rajiman, 2009). Menurut Kumar et al (2010),
bawang merah
Allium cepa L. dikenal sebagai bumbu masakan yang dapat
menghasilkan aroma
dan rasa yang sedap. Penelitian lain dari Lampe JW (1999)
menunjukkan bahwa
bawang merah kaya akan karbohidrat, protein, sodium, kalium dan
fosfor yang
berguna sebagai antioksidan dan antibakteri. Idrawati (2009)
melakukan
penelitian menggunakan tiga macam ekstrak bawang merah yaitu
ekstrak air,
ekstrak etanol dan ekstrak minyak atsiri, dari ke tiga jenis
ekstrak tersebut
ternyata ekstrak minyak atsiri memiliki daya hambat lebih tinggi
terhadap bakteri
penyebab karies gigi mulai dari konsentasi 10%, 20%, 40% dan 80%
b/v
dibandingkan ekstrak etanol dan ekstrak air. Wahyu (2005)
menunjukkan bahwa
bawang merah mengandung minyak atsiri yang tersusun atas senyawa
sulfida
bersifat antibakteri yang dapat mematikan bakteri mulut termasuk
Streptococcus
mutans penyebab karies gigi. Minyak atsiri terdiri atas
dialilsulfida, propantiol-S-
oksida, S-Alil-L-Sistein-sulfoksida atau Aliin, prostaglandin
A-1, difenilamina
dan sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, kaemferol dan
foroglusinol (Asgar dan
Yusdar, 1995).
Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada
masyarakat, namun dianggap penyakit yang tidak tergolong kronis
sehingga
kadang kurang diperhatikan. Menurut Kustiawan (2002) bahwa
karies gigi atau
gigi berlubang terjadi akibat proses secara bertahap larutnya
email dan terus
berkembang sampai ke bagian dalam gigi. Kidd dan Bechal (2002)
menyatakan
2
-
xviii
bahwa karies merupakan suatu penyakit jaringan keras pada bagian
gigi yaitu:
email, dentil dan sementum.
Menurut Forssten et al (2010), bahwa penyebab utama karies gigi
yaitu
adanya beberapa bakteri yang hidup di dalam rongga mulut yaitu
Streptococcus
mutans. Bakteri tersebut dapat menfermentasi karbohidrat berupa
sukrosa dan
fruktosa dan membentuk asam organik sehingga pH plak akan
menurun sampai di
bawah 5 dalam waktu 1-3 menit.
Pencegahan terjadinya karies dapat dilakukan dengan
memperhatikan jenis
makanan yang dikomsumsi dan membersihkan gigi secara teratur
dengan pasta
gigi dan obat kumur yang bersifat antibakteri. Pasta gigi dan
obat kumur yang
beredar di pasaran umumnya mengandung flour yang bersifat
antibakteri.
Penggunaan konsentrasi flour yang tinggi akan menimbulkan efek
samping
berupa flourisis email dan tidak efektif membunuh bakteri karena
bersifat
bakteriostatistik (Dea, 2006). Penggunaan antibiotika dalam
menghilangkan plak
gigi seperti penisilin, vankomisin dan klorheksidin secara rutin
dapat
menyebabkan resisten dan efek samping seperti diskolorisasi gigi
(Schuurs et al,
1992; Houwink et al, 1993).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka akan dilakukan penelitian
tentang
kemampuan ekstrak minyak atsiri bawang merah Allium cepa L. asal
Enrekang
terhadap bakteri Streptococcus mutans yang merupakan penyebab
karies gigi.
3
-
xix
I.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Untuk mengetahui sifat antibakteri pada minyak atsiri bawang
merah Allium
cepa L dalam menghambat bakteri penyebab karies pada gigi.
b. Untuk mengetahui efektifitas ekstrak minyak atsiri bawang
merah Allium
cepa L. terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans
penyebab karies
pada gigi.
I.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi bahwa
bawang merah
Allium cepa L. bukan hanya bermanfaat sebagai bumbu masakan akan
tetapi juga
dapat dijadikan sebagai bahan obat herbal salah satunya untuk
mencegah penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans khususnya
penyakit karies
gigi.
I.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2012–
Februari
2013. Pengambilan sampel umbi lapis bawang merah Allium cepa L.
di Desa
Sudu, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi
Selatan. Analisis
kandungan minyak atsiri umbi lapis bawang merah Allium cepa L
dilakukan di
Balai Besar Laboratorium Kesahatan Makassar. Pengujian terhadap
bakteri
Streptococcus mutans di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas
Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
4
-
xx
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Bawang Merah Allium cepa L.
II.1.1 Deskripsi Bawang Merah Allium cepa L.
Bawang merah Allium cepa L. merupakan tanaman tergolong dalam
genus
Allium yang meliputi sekitar 450 jenis, yang tersebar luas
hampir seluruh dunia
diantaranya China, India Dan Amerika Serikat (Hannan, 2010).
Pendapat lain dari
Wiboho (2009) ada 250 jenis bawang yang sangat populer di
indonesia salah
satunya bawang merah, bahkan telah tumbuh menjadi usaha
agribisnis yang
menawan.
Bawang merah termasuk tanaman herba semusim, tidak berbatang.
Daun
tunggal memeluk umbi lapis. Umbi lapis menebal dan berdaging,
warna merah
keputihan (Gambar 2). Perbungaan berbentuk bongkol, mahkota
bunga berbentuk
bulat telur. Buah batu bulat, berwarna hijau. Biji segi
tigawarna hitam. Bagian
yang digunakan umbi lapis. Menurut Wiboho (2007) bawang merah
merupakan
terna rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai
15-50 cm,
membentuk rumpun dan termasuk terna semusim. Perakarannya berupa
akar
serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam
dalam tanah. seperti
jenis bawang yang lain, tanaman ini termasuk tanaman yang tidak
tahan
kekeringan.
5
-
xxi
Gambar 1. Tanaman Bawang merah Allium cepa L.
Gambar 2. Umbi Bawang Merah Allium cepa L. asal Enrekang
Bawang merah memang berbeda dengan bawang putih. Daunnya
hanya
mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat kecil memanjang, dan
berlubang
6
-
xxii
seperti pipa (Gambar 1). Bagian ujung daun meruncing dan bagian
bawahnya
melebar seperti kelopak dan membengkak. Ada juga daun yang
setengah
lingkarang pada penampang melintang daunya. Warnanya hijau muda.
Kelopak-
kelopak daun sebelah luar selalu melingkar dan menutup daun yang
ada
didalamnya. Demikian seterusnya, sehingga jika dipotong
melintang di bagian
tersebut akan terlihat lapisan-lapisan berbentuk cincin (Wiboho,
2007).
Beberapa helai kelopak daun terluar (2-3 helai) tipis dan
mengaring tetapi
cukup liat. Kelopak yang menipis dan kering ini membungkus
lapisan kelopak
daun yang ada di dalamnya (yang saling membungkus) yang
membengkak
sehingga akan terlihat menggembung membentuk umbi lapis. Bagian
ini berisi
cadangan makanan untuk persediaan makanan bagi tunas yang akan
menjadi
tanaman baru, sejak mulai bertunas sampai keluar akarnya.
Sedangkan bagian atas
membengkak (umbi) dan saling membungkus sehingga membentuk
batang semu
(Wiboho, 2007).
Gambar 3. Bawang merah dengan daun yang sudah dikeringkan
7
-
xxiii
Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna berbentuk tandan
yang
tiap bunga terdapat benang sari dan putik. Bakal buah duduk di
atas seperti kubah
membentuk segitiga. Dengan sifat tersebut, dapat dilakukan
penyerbukan untuk
mendapatkan varietas yang lebih baik. Dalam tandannya itu
berasal dari satu
tanaman atau tanaman yang berbeda dan tidak semua bawang merah
di indonesia
berbunga walaupun ada bunga tersebut sulit menghasilkan biji
(Wiboho, 2007).
Gambar 4. Umbi lapis Bawang merah Allium cepa L. dengan
perbandingan
dengan benda lain
8
-
xxiv
II.1.2 Nama-nama Daerah Bawang Merah Allium cepa L.
Di indonesia bawang merah mempunyai nama yang khas untuk tiap
daerah
diantaranya.
Tabel 1. Nama-nama daerah Bawang Merah Allium cepa L (Wiboho,
2007).
No. Asal Nama Daerah Bawang Merah
1 Sumatera Bawang abang mirah (Aceh), bawang megaren (Alas),
pia
(Batak), barambang sirah, bawang sirah, dasun merah
(Minang), Bawang suluh (Lampung), Bawang abang
(Palembang, Melayu),
2 Jawa Bawang beureum (Sunda), Bawang abang, Brambang
abang (Jawa), Bhabang mera (Madura)
3 Nusa Tenggara Jasun bang, Jasun mirah (BaIi), Laisona piras
(Roti),
Kalpeo meh (Timor).
4 Sulawesi Lasuna mahamu, Ransuna mahendong, Jantuna mopura,
Dansuna rundang, Lasuna randang, Lansuna mea, Lansuna
Raindang (Sulawesi Utara), Bawangi (Gorontalo), Lasuna
eja (Makassar), Lasuna cela (Bugis), Lasuna mamea
(Mandar).
5 Maluku Bowang wulwul (Kai), Kosai mina (Buru), Bawa rohiha
(Ternate), Bawa kohori (Tidar), Bawang nawuli (Tanibar),
Bawa, Bawang (Halmahera)
6 Nama Asing Allium cepa var. ascalonicum, Allium ascalonicum
(Nama
Ilmiah), shallot (Inggris), Syalot (Belanda), Eschlauch
(Jerman), Echalote (Perancis), Tamanagi (Jepang).
9
-
xxv
II.1.3 Klasifikasi Bawang Merah Allium cepa L.
Menurut Tjitrosoepomo (2000), sistematika bawang merah Allium
cepa L.
yaitu:
Regnum : Plantae
DIvisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledonae
Sub Classis : Sympetalae
Ordo : Liliales/Liliflorae
Familia : Amaryllidaceae/Liliaceae
Genus : Allium
Species : Allium cepa L.
II.1.4 Habitus
Bawang merah di tanam pada elevasi 1000 - 1800 m dari permukaan
laut
(dpl). Tetapi ada pula budidaya di dataran rendah (5 - 100 m
dpl.) Bawang merah
termasuk jenis tanaman yang tidak menyukai air hujan, tidak suka
tempat-tempat
yang airnya menggenang dan becek, tetapi pada pertumbuhannya,
tumbuhan ini
membutuhkan banyak air, terutama pada masa pembentukan umbi dan
perlu
lingkungan yang beriklim kering, suhu yang hangat. Karenanya
tanaman ini
paling cocok ditanam di musim kemarau dengan sistem pengairan
yang memadai
(Asgar dan Yusdar, 1995).
10
-
xxvi
II.1.5 Kandungan Kimia dan Khasiat Bawang Merah Allium cepa
L.
Umbi bawang merah sebagian besar terdiri atas air yang jumlahnya
dapat
mencapai 80-05%. untuk setiap 100 gram umbi, kandungan protein
sekitar 1,5%,
lemak 0,3 % dan karbohidrat 9,2 %. Komponen gizi lainnya
diantara β-karoten
(50 IU), thiamin (30 mg), riboflavin (0,04 mg), niasin (20 mg)
dan asam askorbat
(9 mg). Dari bahan yang sama didapati sekitar 334 mg mineral
kalium dengan
sekitar 30 kalori tenaga (Wiboho, 2007).
Umbi bawang merah mengandung senyawa turunan asam amino yang
mengandung sulfur yaitu sikloalliin 2%, propilalliin dan
propenilalliin. Bila sel-
sel umbi pecah senyawa tersebut akan berubah menjadi bentuk
ester ( ester asam
tiosulfinat), sulfinil disulfida (Kepaen), disulfida dan
polisulfida, begitu juga
tiofen. Di samping itu terbentuk pula propantial-S-oksida (suatu
senyawa yang
dapat menyebabkan keluarnya air mata), juga ditemukan pula
adenosine dan
prostaglandin (Asgar dan Yusdar, 1995).
Kandungan zat besinya sekitar 0,8 mg dan fosfor 40 mg. Selain
itu, dalam
umbi bawang merah terdapat senyawa allicin yang dapat membuat
vitamin B1
menjadi lebih efisien dimanfaatkan tubuh. Senyawa-senyawa lain
yang dipercaya
yang bersifat bakterisida dan fungisida terhadap bakteri dan
cendawan tertentu
diduga didalam terdapat minyak atsirinya (Wiboho, 2007).
Sejak 5000 tahun yang lalu, bawang merah sudah dikenal dan
digunakan
oleh masyarakat mesir kuno. Bawang merah tidak hanya dikenal
sebagai bumbu
penyadap masakan, tetapi juga untuk pengobatan.Bawang merah
dapat digunakan
untuk obat penyakit kencing manis (Diabetes mellitus). Beberapa
ahli dokter
11
-
xxvii
penyakit dalam di RS Dr. Sutomo Surabaya, menemukan bahwa bawang
merah,
mampu menekan penyakit mencing manis (Wiboho, 2007).
Bawang ini, menurut penelitiannya, mampu menurunkan kadar gula
dan
kolestrol tubuh. pengaruh yang lain diantaranya dapat menghambat
penumpukan
trombosit, meningkatkan aktivitas vibrinolitik sehingga dapat
memperlancar
aliran darah. Bawang juga mampu memobilisasi kolestrol dari
tempat
penimbunannya (Wiboho, 2007). Bawang merah juga mengandung
flavonoid
quercetin menunjukkan bahwa quercetin dapat mengobati katarak,
penyakit
cardiovasculer, dan kanker. Bawang merah mengandung
thiosulphinate, yang
efektif membunuh banyak bakteri diantaranya Salmonella typhi,
Pseudomonas
aeriginosa, dan Escherichia coli. Oleh karena itu, bawang merah
digunakan untuk
mengobati luka seperti infeksi/peradangan kulit dan gangguan
pada perut,
menormalkan tekanan darah, mencegah diare. Untuk pengobatan
berbagai
penyakit tersebut dengan menggunakan bawang merah dapat
diberikan dalam
bentuk utuh, mentah dan dapat dimasak. dapat juga dibuat sari
bawang, dibuat
bentuk ekstrak kasar yang kering berupa bubuk atau dalam bentuk
atsirinya
(Kumar et al, 2010).
II.2 Tinjauan Umum Karies Gigi
II.2.1 Definisi Karies Gigi
Gigi adalah organ yang vital yang terdiri atas bagian mahkota
dan akar,
bagian mahkota terlihat di dalam mulut sedangkan akar terbenam
dalam tulang
rahang dan gusi (Julianti et al, 2008), dapat di lihat pada
gambar berikut.
12
-
xxviii
Gambar 5. Anatomi Gigi (Julianti, 2008).
Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di
rongga
mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.
Penyakit ini
terjadi karena demineralisasi jaringan permukaan gigi oleh asam
yang berasal dari
makanan yang mengandung gula (Tampubolon, 2005). Menurut (E.A.M.
Kidd et
al, 2002) Karies adalah penyakit pada jaringan keras gigi yang
disebabkan oleh
kerja mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat diragikan.
Karies ditandai oleh
adanya demineralisasi mineral-mineral email dan dentin, diikuti
oleh kerusakan
bahan-baham organiknya. Ketika semakin mendekati atau mematikan
pulpa dan
terjadi invasi bakteri serta penyebaran infeksi ke jaringan
periapeks, sehingga
karies menimbulkan perubahan-perubahan bentuk dentin reaksioner
dan
menyebabkan nyeri (Kidd dan Bechal, 2002).
13
-
xxix
II.2.2 Etiologi Karies
Ada yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas
faktor
penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan
tipis normal pada
permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor modifikasi
yang tidak
langsung mempengaruhi biofilm. Karies terjadi bukan disebabkan
karena satu
kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan
serangkaian
proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu (Julianti et.
al, 2008).
Berdasarkan gambar berikut.
Gambar 6. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit
multifaktorial
yang disebabkan 4 komponen (Julianti et al, 2008).
Keempat faktor tersebut bekerja sama sehingga mengakibatkan
karies gigi.
Beberapa macam bakteri plak mempunyai kemampuan untuk
melakukan
14
-
xxx
fermentasi substrak karbohidrat dalam makanan yang sesuai
(misalnya gluukosan
dan sukrosa) sehingga membentuk asam dan mengakibatkan turunnya
pH sampai
di bawah 5 atau 4,5 dalam tempo 1-3 menit. Perubahan pH plak
dalalm beberapa
waktu mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi yang
rentan, dan
proses karies pun dimulai (E.A.M. Kidd et al, 2002).
Faktor penyebab karies yaitu dari segi morfologi gigi (ukuran
dan bentuk
gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan
fisur pada gigi
posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan
mudah
menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam.
Selain itu,
permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah
melekat dan
membantu perkembangan karies gigi (Tampubolon, 2005).
Faktor terjadinya karies menurut (Tarigan, 1990) yaitu:
1. Faktor-faktor perusak secara aktif terdiri dari:
a. Demineralisasi yang berasal dari makanan, saliva, bakteri,
dan bahan gigi.
b. Proteolisis dapat disebabkan oleh enzim yang dihasilkan oleh
bakteri
Streoptococcus.
2. Faktor perusak bersifat predisposisi terdiri dari:
a. Lokal yang meliputi makanan dan plak
b. Umum meliputi:
1) Umur, semakin bertambah umur seseorang maka presentase
karies
semakin berkurang.
2) Gizi, merupakan salah satu faktor yang penting dalam etiologi
karies.
15
-
xxxi
3) Geografis, dimana tergantung dari air minum yang mengandung
flour,
bila minum air air yang mengandung flour 1 ppm maka gigi
mempunyai daya penolak terhadap karies tetapi jika
mengkomsumsi
lebih dari 1 ppm maka akan menyebabkan kerusakan email
berupa
bintik-bintik hitam.
4) Hormonal, jika terjadi ketidak seimbangan hormon yang
mengakibatkan terjadinya peradangan gusi sehingga memudahkan
perlekatan dari plak, dan memperbesar terjadinya karies.
5) Keturunan, jika orang tua dengan frekuensi karies yang
tinggi,
kemungkinan besar akan menurun pada anaknya.
6) Kebersihan, dimana kebersihan yang buruk akan
mengakibatkan
presentase karies lebih tinggi.
II.2.3 Penggolongan Karies
Menurut Kidd dan Bechal (2002) dalam bukunya, karies dapat
diklasifikasikan berdasarkan daerah anatomis tempat karies itu
timbul yaitu:
a. Karies akar yaitu lesi permukaan halus dimulai pada email
atau sementum
dan dentin akar yang terbuka.
b. Karies rekuren atau karies sekunder yaitu karies yang biasa
timbul pada
lapisan restorasi.
Karies juga bisa digolongkan menurut keparahan dan kecepatan
serangannya dan akan meliputi gigi-geligi dan permukaan gigi
yang berlainan
tergantung keparahannya (E.A.M. Kidd et al, 2002).
16
-
xxxii
a. Karies rampan
Karies rampan adalah kerusakan terjadi sangat cepat pada
beberapa gigi yang
sering melibatkan permukaan gigi yang biasanya relatif bebas
karies. Karies
rampan umumnya terjadi gigi sulung pada anak balita anak,
biasanya
disebabkan kebiasaan mengisap botol susu (Gambar. 7). Namun,
karies juga
dapat terjadi pada gigi permanen pada anak belasan tahun karena
sering
mengkomsumsi makanan dan minuman yang manis.
Gambar 7. Karies rampan (Alhusna, 2009).
b. Karies terhenti
Karies terhenti (arrested caries) adalah suatu keadaan yang
kontras sekali
dengan karies rampan. Karies terhenti menggambarkan suatu lesi
karies yang
tidak berkembang pada (Gambar. 8).
17
http://www.edinburghdentist.co.rampant.pdf/
-
xxxiii
Gambar 8. Karies terhenti (Alhusna, 2009).
c. Karies residif yaitu karies yang berlanjut terus di bawah
tambalan yang
disebabkan kurang sterilnya proses penambalan ataupun
pembuangan
jaringan tidak sempurna (Tarigan, 1990).
d. Karies sirkuler yaitu karies yang sering terdapat pada daerah
sekitar lingkaran
leher gigi (Tarigan, 1990).
Karies berdasarkan kedalamannya (Julianti et al, 2008)
berdasarkan pada
(Gambar. 9) yaitu:
a. Karies Superfisial yaitu karies yang hanya mengenai email
gigi.
b. Karies Media yaitu karies yang mengenai email dan telah
mencapai setengah
dentin
c. Karies Profunda yaitu karies yang mengenai lebih dari
setengah dentin dan
bahkan menembus pulpa.
18
http://www.edinburghdentist.co.rampant.pdf/
-
xxxiv
Gambar 9. Karies berdasarkan kedalamannya (Julianti et al,
2008).
II.3 Tinjauan Umum Bakteri Streptococcus mutans
II.3.1 Ciri-ciri Morfologi Bakteri Streptococcus mutans
Streptococcus mutans termasuk kelompok Streptococcus yang
merupakan anggota floral normal rongga mulut yang memiliki sifat
α-hemolitik
dan komensal oportunistik (Balakrishnan et al, 2000).
Streptococcus mutans
merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidak
bergerak),
berdiameter 1-2 µm, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk
bulat atau bulat
telur, tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora seperti
ditunjukkan pada
gambar (Gambar 9 dan 10). Bakteri ini tumbuh secara optimal pada
suhu
sekitar 180C –40
0C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi
manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif
menyebabkan karies
untuk email gigi (Nugraha, 2008).
Menurut Forssten et al (2010) Streptococcus mutans adalah
bersifat
asidogenik yaitu menghasilkan asam asidurik, mampu tinggal
pada
lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang
lengket yang
19
-
xxxv
disebut dengan dextran. Oleh karena kemampuan ini, bakteri
tersebut bisa
menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email
gigi, dan
membentuk asam sehingga melarutkan email gigi (Nugraha,
2008).
Gambar 10. Morfologi Streptococcus mutans pada mikroskop
elektron (Nugraha, 2008)
Gambar 11. Streptococcus mutans terlihat pada mikroskop elektron
scaning dengan
perbesaran 10 µl (Nugraha, 2008)
Karakteristik pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans energi
secara
prinsip didapat dari pemanfaatan gula. Pertumbuhan cenderung
lambat pada
media padat atau pada media cair kecuali diperkaya dengan cairan
darah atau
cairan jaringan. Kebutuhan akan makanan sangat beragam diantara
jenis-jenis
berbeda (Brooks et al, 2005).
20
-
xxxvi
Streptococcus mutans yang tumbuh pada agar Mitis Salivarius
memperlihatkan bentuk koloni halus berdiameter 0,5 - 1,5 mm,
cembung,
berwarna biru tua dan pada pinggiran koloni kasar serta berair
membentuk
genangan di sekitarnya. Seperti bakteri streptococcus lainnya,
bakteri ini juga
bersifat gram positif, selnya berbentuk bulat atau lonjong
dengan diameter 1 mm
dan tersusun dalam bentuk rantai. (Michalek dan Mc Ghee,
1982).
Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu
glikosiltransferase
dan fruktosiltransferase. Enzim-enzim ini bersifat spesifik
untuk subtsrat sukrosa
yang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktan. Pada
metabolisme karbohidrat,
enzim glikosiltransferase menggunakan sukrosa untuk mensintesa
molekul
glukosa dengan berat molekul tinggi yang terdiri dari ikatan
glukosa alfa (1-6) dan
alfa (1-3) (Michalek dan Mc Ghee, 1982).
II.3.2 Klasifikasi Streptococcus mutans
Sistematika dari bakteri Streptococcus mutans menurut (Brooks et
al,
2005) yaitu:
Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacilalles
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Species : Streptococcus mutans
21
-
xxxvii
II.4 Ekstraksi
II.4.1 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu
campuran homogen dengan menggunakan pelarut cair (solven)
sebagai separating
agent. Ekstraksi merupakan jenis pemisahan satu atau beberapa
bahan dari suatu
padatan atau cairan. Proses Ekstraksi bermula dari penggumpalan
ekstrak dengan
pelarut kemudian terjadi kontak antara bahan dan pelarut
sehingga terjadi
pengendapan massa dengan cara difusi (Underwood dan Day,
1990).
II.4.2 Tujuan Ekstraksi
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia
yang
terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada
perpindahan massa
komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai
terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut
(Handa et al,
2008).
II.4.3 Destilasi
Destilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan
penguapan
senyawa cair dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan
uap yang
terbentuk. Prinsip dasar dari destilasi adalah perbedaan titik
didih dari zat-zat cair
dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang
memiliki titik didih
terendah akan menguap lebih dahulu, kemudian apabila didinginkan
akan
mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat). Macam- macam
destilasi
antara lain sebagai berikut (Handa et. al, 2008):
22
-
xxxviii
a. Destilasi sederhana
Destilasi sederhana adalah salah satu cara pemurnian zat cair
yang
tercemar oleh zat padat atau zat cair lain dengan perbedaan
titik didih cukup
besar, sehingga zat pencemar/pengotor akan tertinggal sebagai
residu. Destilasi
ini digunakan untuk memisahkan campuran cair-cair. misalnya
air-alkohol, air-
aseton dll (Gambar. 11).
Gambar 12. Destilasi sederhana yang sedang beroperasi
(http://hidupituindah.blogger.co)
b. Destilasi bertingkat/fraksinasi
Destilasi bertingkat adalah proses pemisahan destilasi ke dalam
bagian-
bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi yang
selanjutnya pemisahan
bagian-bagian ini dimaksudkan untuk destilasi ulang. Destilasi
bertingkat
merupakan proses pemurnian zat/senyawa cair dimana zat
pencampurnya berupa
senyawa cair yang titik didihnya rendah dan tidak berbeda jauh
dengan titik didih
senyawa yang akan dimurnikan. Dengan perkataan lain, destilasi
ini bertujuan
23
http://picasaweb.google.com/riiand32/HidUpItUInDah?authkey=Gv1sRgCKHJws223ZmFGg
-
xxxix
untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran yang
komponen-
komponennya memiliki perbedaan titik didih relatif kecil.
Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran
aseton-metanol,
karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada proses destilasi
bertingkat digunakan kolom
fraksinasi yang dipasang pada labu destilasi (Gambar: 12).
Tujuan dari
penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap campuran
senyawa cair
yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda. Sebab
dengan adanya
penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang titik
didihnya akan
sama-sama menguap atau senyawa yang titik didihnya rendah akan
naik terus
hingga akhirnya mengembun dan turun sebagai destilat, sedangkan
senyawa yang
titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai harga titik
didihnya maka
senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu destilasi,
yang akhirnya
jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga titik
didihnya. Senyawa
tersebut akan menguap, mengembun dan turun/menetes sebagai
destilat.
Gambar 13. Destilasi bertingkat/fraksinasi
(http://hidupituindah.blogger.co)
24
http://picasaweb.google.com/riiand32/HidUpItUInDah?authkey=Gv1sRgCKHJws223ZmFGg
-
xl
c. Destilasi uap
Untuk memurnikan zat/senyawa cair yang tidak larut dalam air,
dan titik
didihnya cukup tinggi, sedangkan sebelum zat cair tersebut
mencapai titik
didihnya, zat cair sudah terurai, teroksidasi atau mengalami
reaksi pengubahan
(rearranagement), maka zat cair tersebut tidak dapat dimurnikan
secara destilasi
sederhana atau destilasi bertingkat, melainkan harus didestilasi
dengan destilasi
uap.
Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk
destilasi
campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan
cara
mengalirkan uap air ke dalam campuran sehingga bagian yang dapat
menguap
berubah menjadi uap pada temperatur yang lebih rendah dari pada
dengan
pemanasan langsung. Untuk destilasi uap, labu yang berisi
senyawa yang akan
dimurnikan dihubungkan dengan labu pembangkit uap (lihat gambar
13. alat
destilasi uap).
Uap air yang dialirkan ke dalam labu yang berisi senyawa yang
akan
dimurnikan, dimaksudkan untuk menurunkan titik didih senyawa
tersebut, karena
titik didih suatu campuran lebih rendah dari pada titik didih
komponen-
komponennya.
25
-
xli
Gambar 14. Rangkaian alat destilasi uap
(http://hidupituindah.blogger.co)
II.5 Tinjauan Umum Antimikroba
II.5.1 Sifat Antimikroba
Antimikroba secara umum digunakan dalam pengobatan medis
infeksi
bakteri. Antimikroba adalah bahan-bahan atau obat-obat yang
digunakan untuk
memberantas infeksi mikroba pada manusia dan merupakan produk
metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dalam
konsentrasi yang
rendah memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau
membunuh
mikroorganisme lain (Volk dan Wheeler, 1989; Dorland, 2002)
Antimikroba dapat bersifat (Djide dan Sartini, 2008):
1. Bakteriostatis, yaitu zat atau bahan yang dapat menghambat
atau
menghentikan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri). Fungistatika,
yaitu zat
atau bahan yang dapat menghentikan pertumbuan fungi dan
sitostatika
terhadap kanker.
26
http://hidupituindah.blogger.co/http://picasaweb.google.com/riiand32/HidUpItUInDah?authkey=Gv1sRgCKHJws223ZmFGg
-
xlii
2. Bakteriosida zat atau bahan yanng dapat membunuh
mikroorganisme
(bakteri). Dalam hal ini jumlah mikroorganisme (bakteri) akan
berkurang
bahkan habis, tidak dapat lagi melakukan multiplikasi atau
berkembang biak.
Antimikroba yang bersifat bakteriostatik tidak boleh digabung
dengan
antimikroba bakteriosida.
Antimikroba yang ideal menujukkan tosisitas selektif, seringkali
toksisitas
bersifat relatif atau tidak mutlak hal ini menyatakan bahwa
konsetrasi obat-obatan
yang toleran terhadap inang yang dapat merusak mikroorganisme
penyebab
infeksi. Toksisitas selektif merupakan fungsi reseptor spesifik
yang dibutuhkan
untuk melekatkan obat-obatan, atau karena hambatan biokimia yang
dapat terjadi
bagi organisme namun tidak untuk inang (Brooks et al, 2005).
II.5.2 Mekanisme Antimikroba
Mekanisme antimikroba dapat terjadi diantaranya (Brooks, et al,
2005;
Pelczar dan Chan, 2006):
1. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.
Berbeda
dengan mamalia yang mendapatkan asam folat dari lingkungan luar,
bakteri
patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari Asam Para
Amino Benzoal
(PABA) untuk kehidupan hidupnya. Zat yang dapat menghambat
sintesis asam
folat ini misalnya sulfanamid dan sulfon (Gambar: 14),
senyawa-senyawa ini
menggantikan PABA untuk disintesis menjadi asam folat yang
hasilnya akan
terbentuk adalah analog asam folat yang nonfungsional yang
akhirnya akan
mengakibatkan kehidupan mikroba terganggu.
27
-
xliii
Gambar 15. Mekanisme aktivitas antibakteri (Russell dan Chopra
(1996)
2. Menghambat sintesis dinding sel
Dinding sel bakteria secara kimia terdiri dari polipeptidoglikan
yaitu suatu
kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Senyawa antimikroba
jenis ini
menghambat reaksi awal dari pembentukan dinding sel mikroba
karena tekanan
osmotik dalam sel kuman lebih tinggi daripada di luar sel maka
kerusakan dinding
sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan dasar
efek
bakterisidal pada kuman yang peka. termasuk senyawa antimikroba
jenis ini
adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, dan ristoseti.
3. Menghambat fungsi membran sel
Sitoplasma sel hidup dibatasi oleh membran sel yang berperan
sebagai
barrier permeabilitas selektif, membawa transfor aktif dan
mengontrol
kompoposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran
dirusak, makromelekul
dan ion akan keluar dari sel, kemudian sel rusak dan terjadi
kematian. Contoh dari
mekanisme adalah polimiksin pada bakteri gram negatif dan kerja
polien pada
28
7
-
xliv
fungi (Gambar: 15). Polien memerlukan ikatan pada sterol yang
terdapat ada
membran fungi.
Gambar 16. Mekanisme kerja antimikroba menghambat fungsi
membran sel (Pelczar, 1988)
4. Menghambat sintesis protein
Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein untuk
kelangsungan
hidupnya. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan
tRNA dan
mRNA. Antimikroba berikatan dengan komponen ribosom, dan
menyebabkan
kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis
protein. Sehingga,
akan terbentuk protein yang abnormal, dan nonfungsional bagi sel
mikroba
(Gambar: 16). termasuk dalam kelompok ini adalah senyawa
streptomisin,
eritromisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.
29
-
xlv
Gambar 17. Aminoglycoside bekerja dengan berikatan pada ribosom
30S
sehingga menghambat sintesis protein (menyebabkan salah
baca-
misreading) (http://sectiocadavires.wordpress.com)
5. Menghambat sintesis asam nukleat
Antibakteri menghambat pertumbuhan bakteri dengan ikatan yang
sangat
kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polimerase bakteri sehingga
menghambat
sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut (Gambar: 17). Contoh
senyawa
diantaranya kloramfenikol, eritromisin, linkomisin, tetrasiklin
dan aminoglosida.
30
http://sectiocadavires/http://sectiocadaveris.files.wordpress.com/2010/04/ribosome.jpg
-
xlvi
Gambar 18. Kerja antimikroba
(http://kitapelangi.blogspot.com)
II.5.3 Uji Antimikroba
Konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan
MIC
(Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah
dari antibiotika
atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
tertentu. Nilai
MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika
dan mikroba.
(Greenwood, 1995). MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba
digunakan
untuk mengetahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika.
Nilai MIC
berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin
rendah nilai MIC
dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteriakan semakin
besar. MIC dari
31
http://3.bp.blogspot.com/-1eDKGVWw0VY/T8HamF7npWI/AAAAAAAAAEk/jRYNbvHbC6w/s1600/Picture2.jpg
-
xlvii
sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah rata-rata MIC
terhadap
seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa
spesies mikroba adalah
sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya. (Greenwood, 1995).
Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode
Difusi
Lempeng Agar. Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat.
Mikroba
ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang
berbentuk cakram
yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona
penghambatan
diukur. Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran MIC
secara tidak
langsung dari antibiotika terhadap mikroba. Sensitivitas klinik
dari mikroba
kemudian ditentukan dari tabel klasifikasi menurut Ahn dkk
(Greenwood, 1995).
Tabel 2. Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri
(Greenwood, 1995).
Diameter Zona bening Respon hambatan pertumbuhan
…> 20 mm Kuat
16-20 mm Sedang
10-15 mm Lemah
…0 mm tidak ada
Metode uji antibakterial dan antimikrobial yang lain adalah
dengan teknik
Tube Dillution Test. Fungsinya untuk mengetahui hasil MIC secara
langsung.
Metode yang lain adalah metode E-test, yang merupakan metode uji
difusi agar
yang dengan mudah dan cepat memperoleh hasil MIC. (Greenwood,
1995).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona
penghambatan
dan harus dikontrol adalah (Greenwood, 1995).:
32
-
xlviii
a. Konsentrasi mikroba pada permukaan medium. Semakin tinggi
konsentrasi
mikroba maka zona penghambatan akan semakin kecil.
b. Kedalaman medium pada cawan petri. Semakin tebal medium pada
cawan
petri maka zona penghambatan akan semakin kecil.
c. Nilai pH dari medium. Beberapa antibiotika bekerja dengan
baik pada kondisi
asam dan beberapa basa kondisi alkali/basa.
d. Kondisi aerob/anaerob. Beberapa antibakterial kerja
terbaiknya pada kondisi
aerob dan yang lainnya pada kondisi aerob.
Pengujian aktivitas antimikroba secara invitro dilakukan
untuk
menentukan potensi agen antimikroba dalam larutan,
konsentrasinya dalam tubuh
atau jaringan dan kepekaan mikroorganisme terhadap obat yang
diketahui. Secara
umum pengujian antimikroba secara in vitro dapat dilakukan
dengan cara metode
difusi. Metode ini dilakukan dengan menentukan kemampuan
antimikroba
berdasarkan hambatan yang terjadi. Metode ini terdiri atas
beberapa macam yaitu
(Brooks et al, 2005).:
a. Metode difusi dengan silinder pipih
Cara ini digunakan plat silinder yang diletakkan pada media
kemudian
larutan contoh dimasukkan ke dalamnya. Silinder yang digunakan
adalah besi
tahan karat atau porselin dengan toleransi ukuran masing-masing
lebih kurang
0,1 mm, diameter luar 8 mm, diameter dalam 6 mm, dan tinggi 10
mm.
33
-
xlix
b. Metode difusi mangkuk pipih
Prinsip kerjanya sama dengan plat silinder. Perbedaannya di sini
adalah
menggunakan alat berupa cup plate, yaitu lubang atau semacam
mangkok yang
diletakkan langsung pada medium.
c. Metode difusi dengan kertas saring/Kirby-Bauer
Uji ini diperkenalkan oleh William Kirby dan Alfred Bauer tahun
1966.
Cara ini menggunakan kertas saring dengan garis tengah 0,7-1 cm,
yang nantinya
dicelupkan ke dalam larutan pembanding (Gambar: 18).
Penghambatan
pertumbuhan mikroba terlihat sebagai wilayah jernih di sekitar
pertumbuan
mikroba.
Gambar 19. Metode uji antibakteri dengan Disk Difusion agar
(Brooks et al, 2005).
34
-
l
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada peneitian ini adalah cawan petri,
botol
pengenceran, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur
50 ml, neraca
analitik, inkubator, neraca ohaus, oven, autoklaf, jangka
sorong, pisau, blender,
ose bulat, lemari pendingin, laminary air flow, bunsen, pinset,
rak tabung, corong
pisah, corong Buchner, spoit, rotavapor, kuvet, spoit,
mikropipet, pencadang,
batang pengaduk, sendok tanduk dan spektrofotometer, dan alat
destilasi.
III.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi
lapis
bawang merah Allium cepa L, biakan murni bakteri Streptococcus
mutans,
minyak atsiri umbi lapis bawang merah Allium cepa L., medium
Nutrient Agar
(NA) sintetik, medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB)
sintetik, medium
Glucose Nutrient Agar (GNA) sintetik, povidone iodine obat kumur
cair,
kloroform, DMSO (Dimetil sulfoksida), alkohol 70%, NaCl
fisiologis 0,9%,
aquades, kertas label, kapas, dan aluminium foil, spiritus dan
tissue.
35
-
li
III.3 Metode kerja
III.3.1 Pengambilan dan Pengolahan Sampel
III.3.1.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel umbi lapis bawang merah Allium cepa L. yang
masih
segar diperoleh di Desa Sudu, Kecamatan Alla, Kabupaten
Enrekang, Provinsi
Sulawesi Selatan yang merupakan sebagian besar hasil panen para
petani
setempat.
III.3.1.2 Pengolahan Sampel
Sampel umbi lapis bawang merah Allium cepa L. yang telah
diperoleh
dikupas, dan dicuci bersih. Umbi lapis yang telah dibersihkan
kemudian
ditimbang sebanyak 800 g dan kemudian ditambahkan aquades 400 ml
lalu di
blender.
III.3.2 Destilasi Umbi Lapis Bawang Merah Allium cepa L.
Umbi lapis bawang merah Allium cepa L. telah diolah
dimasukkan
kedalam labu gelas kemudian dilakukan proses destilasi uap untuk
memperoleh
cairan yang terdiri atas air dan minyak. Hasil destilat
ditambahkan kloroform yang
merupakan pelarut non polar sehingga terdapat dua lapisan pada
cairan destilat
yang bertujuan untuk. Selanjutnya lapisan kloroform dipisahkan
menggunakan
corong pisah, kemudian cairan tersebut dievaporasi dengan tujuan
untuk
menguapkan pelarut kloroform sehingga yang tertinggal hanya
cairan minyak
atsiri.
36
-
lii
III.3.3 Konsentrasi Ekstraksi
Minyak atsiri yang diperoleh, ditambahkan NaCMC 0,5 %
kemudian
dibuatkan variasi konsentrasi yaitu konsentrasi 20%, 10%, 5%,
dan 2,5% b/v
dengan stok 5 ml. Konsentrasi 20% dibuat dengan memasukkan 1 ml
minyak
atsiri dalam tabung reaksi ditambahkan 4 ml DMSO. Selanjutnya
konsentrasi 10
% dibuat dengan menambahkan 0,5 minyak atsiri dengan 4,5 ml
DMSO.
Selanjutnya untuk kosentrasi 5 % dibuat dengan menambahkan 0,25
ml minyak
atsiri dengan 4,75 ml DMSO dan konsentrasi 2,5 % dibuat dengan
penambahan
0,125 ml miyak atsiri dengan 4,875 ml DMSO, kemudian
masing-masing tabung
reaksi dihomogenkan.
III.3.4 Sterilisasi Alat
Semua alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu.
Alat-alat
gelas disterilkan dalam oven pada suhu 180 oC selama 2 jam.
Alat-alat non gelas,
medium dan alat-alat yang tidak tahan suhu tinggi disterilkan
menggunakan
autoklaf pada suhu 121 oC tekanan 2 atm selama 15 menit,
sedangkan ose dan
alat-alat logam disterilkan dengan cara pemanasan langsung pada
nyala api spirtus
hingga memijar.
III.3.5 Pembuatan Medium Pertumbuhan Bakteri Uji
III.3.5.1 Pembuatan Medium NA (Nutrient Agar)
Medium yang digunakan adalah NA (Nutrien Agar) sintetik yang
dilarutkan dalam 100 ml aquades.
Cara membuatnya :
37
-
liii
Bahan ditimbang 2,3 gram NA sintetik, kemudian dimasukkan ke
dalam
erlenmeyer dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 100 ml.
Setelah larut,
medium tersebut diukur pH-nya hingga 7, kemudian di sterilkan
dalam autoklaf
pada suhu 121 oC dengan tekanan 2 atm selama ± 15 menit.
III.3.5.2 Pembuatan Medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB)
Medium yang digunakan adalah Brain Heart Infusion Broth
(BHIB)
sintetik yang dilarutkan dalam 100 ml aquades..
Cara membuatnya :
Bahan ditimbang 3,7 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
dan dilarutkan dengan aquades. Setelah larut, medium tersebut
diukur pH-nya
hingga 7, kemudian di sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC
dengan tekanan
2 atm selama ± 15 menit.
III.3.5.3 Pembuatan Medium GNA (Glucose Nutrient Agar)
Medium yang digunakan adalah Glucose Nutrient Agar (GNA)
sintetik
yang dilarutkan dalam 100 ml aquades.
Cara membuatnya :
Bahan ditimbang 2,3 gram sama dengan NA kemudian ditambahkan
Glukosa 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
dilarutkan
dengan 100 ml aquades. Setelah larut, medium tersebut diukur
pH-nya hingga 7,
kemudian di sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC dengan
tekanan 2 atm
selama ± 15 menit.
38
-
liv
III.3.6 Penyiapan Bakteri Uji
III.3.6.1 Peremajaan Bakteri Uji
Bakteri Streptococcus mutans yang berasal dari biakan murni
yang
diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas
Hasanuddin, masing-masing diambil sebanyak satu ose lalu
diinokulasikan
dengan cara digores pada medium NA (Nutrien Agar) miring. Kultur
bakteri dari
masing-masing agar miring diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24
jam. Setelah
diinkubasi kemudian mengambil satu koloni pada medium NA miring
dengan
menggunakan ose, koloni bakteri tersebut di pindahkan pada
medium NA cawan
petri dan didapatkan koloni terpisah kemudian dinokulum pada
medium Brain
Heart Infusion Broth (BHIB) dan dimasukkan kedalam inkubator
pada suhu 37 oC
selama 24 jam.
III.3.6.2 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri Streptococcus mutans yang telah diremajakan selama 24
jam,
kemudian disuspensikan kedalam larutan NaCl fisiologis 0,9%
steril, setelah itu
dihomogenkan. Suspensi diukur dengan larutan Mc. Farland 0,5
yang setara
dengan 1,5 x 108.
III.3.7 Penyiapan Larutan Pembanding
Larutan pembanding yang digunakan yaitu larutan kontrol positif
dengan
menggunakan Povidone Iodine betadin obat kumur cair sebanyak
0,25 ml.
sedangkan larutan kontrol negatif dengan menggunakan 0,25 ml
DMSO (Dimetil
sulfoksida).
39
-
lv
III.3.8 Uji Konsentrasi Hambat Minimum
Hasil pembuatan konsentrasi dilakukan uji KHM untuk mengetahui
daya
hambat minimum pada konsentrasi minyak atsiri. Medium Brain
Heart Infusion
Broth (BHIB) dimasukkan kedalam 8 tabung reaksi masing-masing 2
ml.
Kemudian setiap tabung reaksi ditambahkan 0,02 ml. Selanjutnya
masing-masing
tabung reaksi tersebut ditambahkan minyak atsiri dengan
konsentrasi 2,5%, 5%,
10%, 20% dan larutan pembanding yaitu kontrol positif Povidone
Iodine betadin
obat kumur cair dan kontrol negatif DMSO (Dimetil sulfoksida)
masing-masing 2
ml, serta 1 tabung reaksi tanpa penambahan apapun sebagai
konrtol tanpa
perlakuan. Kemudian diinkubasi selama 24 jam untuk melihat
kekeruhan pada
tabung reaksi.
Catatan: Konsentrasi minyak atsiri umbi lapis bawang merah yang
dibuat adalah
2,5%, 5%, 10%, dan 20%, ketika dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang berisi
medium Medium Brain Heart Infusion Broth (BHIB) dengna
perbandingan 1:1
maka konsentrasi pada uji KHM yaitu 1,25%, 2,5%, 5%, dan
10%.
III.3.9 Uji Daya Hambat
Pengujian daya hambat dilakukan secara in vitro dengan metode
difusi
agar yang menggunakan Cup-plate technique, yaitu membuat sumur
pada medium
dengan menggunakan pencadang dengan diameter dalam 6 mm,
diameter luar 8
mm, dan tinggi 10 mm. Pencadang diletakkan pada cawan petri
diatur dengan
jarak yang sama secara aseptik. Selanjutnya Medium Glucose
Nutrient Agar
(GNA) steril dituang pada cawan petri dan didinginkan pada suhu
40 oC – 45
oC
sebagai “based layer”. Setelah lapisan based layer memadat
kemudian dituang
lapisan “seed layer” atau sebagai lapisan pembenihan yaitu
medium Glucose
40
-
lvi
Nutrient Agar (GNA) yang telah dihomogenkan dengan bakteri uji
masing-
masing sebanyak 1 ml ke dalam 10 ml. Setelah lapisan based layer
dan seed layer
memadat pencadang tersebut dilepas sehingga membentuk sumur pada
medium
Masing-masing lubang sumur pada medium diisi dengan 0,25 ml
ekstrak minyak atsiri bawang merah pada kadar konsentrasi yang
telah
ditentukan. Demikian pula larutan sebagai kontrol positif
povidone iodine obat
kumur 10% dan DMSO sebagai kontrol negatif menggunakan
mikropipet.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.
III.3.10 Pengukuran Diameter Daerah Hambatan
Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter hambatan
pertumbuhan
yaitu daerah zona bening pada medium yang terjadi di sekeliling
lubang sumur
pada permukaan medium dengan menggunakan jangka sorong. Zona
hambatan
tersebut diukur untuk masing-masing konsentrasi ekstrak minyak
atsiri umbil
lapis bawang merah Allium cepa L. yaitu pada konsentrasi 2,5%,
5%, 10% dan
20% b/v. Kemudian membaca skala utama dan skala nonius pada
jangka sorong
untuk menentukan besarnya diameter zona hambatan dalam satuan
milimeter
(mm). Pengukuran dilakukan pada inkubasi selama 24 jam dan 48
jam, untuk
melihat kemampuan senyawa bioaktif ekstrak bawang merah Allium
cepa L.
tersebut dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
mutans. Hasil
yang diperoleh dicatat untuk proses analisis data.
41
-
lvii
III.3.11 Analisis Data
Hasil pengukuran daya hambat dilihat berdasarkan kepekaan
bakteri
terhadap ekstrak bawang merah Allium cepa L. dengan melihat Data
yang
diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan cara
membandingkan diameter
zona hambatan dari semua konsentrasi pada 24 jam dan 48 jam
inkubasi ditabulasi
dan dianalisis.
42
-
lviii
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan tuntuk memperoleh
senyawa
antimikroba adalah umbi lapis Bawang merah Allium cepa L. Proses
untuk
mendapatkan minyak atsiri yaitu umbi lapis bawang merah
didestilasi
menggunakan alat destilasi uap kemudian hasil destilat
ditambahkan pelarut
kloroform sehingga cairan tersebut terjadi dua fase, selanjutnya
cairan kloroform
dipisahkan menggunakan corong pisah kemudian dievaporasi
sehingga diperoleh
minyak atsiri dari bawang merah. Penggunaan kloroform sebagai
pelarut karena
dapat melarutkan semua zat wangi secara cepat dan sempurna,
mempunyai titik
didih rendah jika diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi dan
tidak tertinggal
dalam minyak, bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan
komponen minyak
dan bersifat non-polar (Elisabeth, 2004). Minyak atsiri umbi
lapis bawang merah
Allium cepa L diujikan langsung pada bakteri Streptococcus
mutans dengan
menggunakan metode difusi agar membentuk sumur.
Bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif,
sering
ditemukan pada rongga mulut dan menjadi bakteri yang paling
kondusif
menyebabkan karies untuk email gigi (Nugraha, 2008).
Dalam pengolahan umbi lapis bawang merah Allium cepa L yang
digunakan dengan berat 825 gram dan menghasilkan minyak atsiri 2
ml sehingga
rendemen yang diperoleh sebanyak 0,2 %.
43
-
lix
Penentuan konsentrasi daya hambat dilakukan setelah dilakukan
pengujian
Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM). Pengujian konsentrasi
dilakukan pada
konsentrasi 1,25 %, 2,5 %, 5 %, dan 10% terhadap bakteri
Streptococcus mutans.
Pada konsentrasi 1,25% terlihat bahwa bakteri mulai tumbuh
dengan indikator
keruh pada tabung reaksi, dari hasil uji konsentrasi hambat
minimum pada 1,25%
menunjukkan bakteri uji tidak mengalami pertumbuhan dapat
dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 20 . Hasil uji penentuan Konsentrasi Hambatan Minimal
minyak atsiri
umbi bawang merah Allium cepa L terhadap pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans.
Keterangan: A = Kontrol
B = Kontrol positif (Betadin Povidone Iodine)
C = Kontrol Negatif (Dimetil Sulfoksida)
D = Konsentrasi Minyak Atsiri 1,25 %
E = Konsentrasi Minyak Atsiri 2,5 %
F = Konsentrasi Minyak Atsiri 5 %
G = Konsentrasi Minyak Atsiri 10 %
A B C D E F G
44
-
lx
Dari hasil uji KHM tersebut sama halnya pada penelitian Idrawati
(2009)
memperoleh bahwa ekstrak bawang merah pelarut air menghasilkan
nilai KHM
1,25% sedangkan ekstrak etanol dan minyak atsiri bawang merah
memiliki rata-
rata nilai KHM sebesar 5%.
IV.1 Bioaktivitas Minyak Atsiri Bawang Merah Allium cepa L
Terhadap
Bakteri streptococcus mutans
Aktivitas antimikroba dari minyak atsiri umbi lapis bawang merah
Allium
cepa L terhadap bakteri Streptococcus mutans menggunakan
beberapa tingkatan
konsentrasi diatas nilai uji Konsentrasi Hambatan Minimal (KHM)
yaitu 2,5%, 5
%, 10 % dan 20 %. Pada masing-masing konsentrasi menunjukkan
adanya zona
hambat pada sekitar daerah sumur yang ditetesi minyak atsiri.
Untuk mengetahui
sifat dari antimikroba pada minyak atsiri pengukuran zona hambat
terhadap
bakteri tersebut dilakukan setelah di inkubasi selama 24 jam dan
48 jam. Adapun
hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
45
-
lxi
Tabel 3. Diameter zona hambat minyak atsiri umbi lapis bawang
merah Allium cepa L
pada bakteri Streptococcus mutans dengan masa inkubasi 24 jam
hingga 48
jam.
Konsentrasi
Ekstrak
Diameter Zona Hambatan (mm)
Pada Bakteri Uji
Streptococcus mutans
24 Jam 48 Jam
2,5% 21,8
21,5
22,1
20,6
Rata-rata 21,65 21,35
5% 22,1
21,9
22,1
21,4
Rata-rata 22 21,75
10% 22,4
22,3
22,2
22
Rata-rata 22,35 22,1
20% 22,8
23,2
22,4
22,9
Rata-rata 23 22,65
Kontrol (+) 18,2
17,8
17,9
17,8
Rata-rata 18 17,85
Kontrol (-) 8
8
8
8
Rata-rata 8 8
Keterangan:
Kontrol positif : Betadin Povidone Iodine
Kontrol Negatif : Dimetil Sulfoksida
Diameter pencadang : 8 mm
Dari hasil pengukuran pada tabel 3, daerah zona hambat minyak
atsiri
umbi lapis bawang merah Allium cepa L terhadap bakteri
Streptococcus mutans
dengan masa inkubasi 24 jam hingga 48 jam terlihat jelas bahwa
masing-masing
kosentrasi tidak terjadi perbedaan yang berdasarkan urutan
konsentrasi yang
digunakan dan masing-masing konsentrasi memiliki tingkat
antimikroba yang
sangat tinggi dan, berikut dapat dilihat pada gambar dibawah
ini.
46
-
lxii
Ulangan I
A B
Ulangan II
A B
Gambar 21. Hasil uji daya hambat minyak atsiri umbi lapis bawang
merah Allium cepa L
terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans setelah
masa
inkubasi (A) 1 x 24 jam dan ( B) 2x 24 jam.
Keterangan:
A. Konsentrasi 2,5% B. Konsentrasi 5% C. Konsentrasi 10% D.
Konsentrasi 20% E. Kontrol (+) : Betadin Povidone Iodine F. Kontrol
(-) : DMSO (Dimetil Sulfoksida)
Diameter Pencadang : 8 mm
47
-
lxiii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing konsentrasi
minyak
atsiri bawang merah Allium cepa L yaitu 2,5 %, 5 %, 10 % dan 20
% mampu
menghambat terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans
dengan adanya
zona bening yang terbentuk disekitar sumur pada media. Pada
gambar 21
pengulangan I selama 1x24 jam dan 2x24 jam terjadi perubahan
diameter yang
sangat tipis.Pengulangan I dan pengulangan II selama inkubasi 24
jam dan 48 jam
masing-masing konsentrasi terjadi perubahan yaitu pada
konsentrasi 2,5 %
mampu menghambat dengan diameter rata-rata 21,65 mm menjadi
21,35 mm.
Konsentrasi 5 % diameter rata-rata pada inkubasi 24 jam yaitu 22
mm sedangkan
pada inkubasi 48 jam menjadi 21,75 mm. Pada konsentrasi 10 %
diameter rata-
rata pada inkubasi 24 jam dan 48 jam yaitu 22,35 mm menjadi 22,1
mm,
sedangkan pada konsentrasi 20 % diameter rata-rata pada inkubasi
24 jam sampai
48 jam jg mengalami penurunan yaitu 23 mm menjadi 22,65 mm.
Hasil penelitian diperoleh perbedaan besarnya daya hambat untuk
masing-
masing konsentrasi diakibatkan karena perbedaan besarnya
kandungan zat aktif
yang bereaksi terhadap medium, dimana makin besar konsentrasi
makin besar
pula hambatannya (Mustary, 2003). Beberapa faktor yang
mempengaruhi
pertumbuhan bakteri yaitu pH lingkungan, komponen media,
stabilitas obat,
ukuran inokulum, waktu inkubasi dan aktivitas metabolik
mikroorganisme. Hal
tersebut sesuai dengan prinsip antimikroba, dimana semakin
tinggi konsentrasi
ekstrak maka zona hambat akan bertambah besar dalam kurung waktu
tertentu
(Pelczar dan Chan, 2006). Tampak jelas pada diagram berikut:
48
-
lxiv
Gambar 22. Diagram zona hambat minyak atsiri umbi bawang merah
Allium cepa L
Terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada masa
inkubasi
24 jam dan 48 jam.
Daerah hambat yang dihasilkan minyak atsiri pada umbi bawang
merah
Allium cepa L disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri
bawang merah
yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
asal karies
gigi. Minyak atsiri terdiri atas dialilsulfida,
propantiol-S-oksida, S-Alil-L-Sistein-
sulfoksida atau Aliin, prostaglandin A-1, difenilamina dan
sikloaliin, metilaliin,
dihidroaliin, kaemferol dan foroglusinol (Asgar dan Yusdar,
1995). Menurut
Wahyu (2005), bawang merah mengandung minyak atsiri yang
tersusun atas
senyawa sulfida bersifat antibakteri yang dapat mematikan
bakteri mulut termasuk
Streptococcus mutans penyebab karies gigi.
Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan
bakteri
dengan mengganggu proses terentuknya membran atau dinding sel
sehingga
membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak
sempurna (Ajizah,
2004). Dimana membran sel mempunyai fungsi diantaranya
mengendalikan
0
5
10
15
20
25D
iam
eter
zo
na
ha
mb
at
(mm
)
Konsentrasi Minyak Atsiri
Diameter Rata-rata
24 jam
48 Jam
2,5 % 5 % 10 % 20 % Kontrol (+)
Kontrol
(-)
49
-
lxv
masuk keluarnya berbagai zat dan merupakan lokasi sistem
transport aktif untuk
itu terjadinya penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri dapat
disebabkan
karena kerusakan yang terjadi pada komponen struktural membran
sel bakteri
(Schlegel, 1994).
Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dari minyak atsiri
umbi
lapis bawang merah Allium cepa L terlihat bahwa terjadi
penurunan zona hambat
pada bakteri setelah inkubasi 48 jam. Meskipun hal terjadi
demikian, namum
belum tentu dapat dikatakan bersifat bakteriostatis karena dapat
dilihat pada
Gambar 21 bahwa tidak terjadi hampir tidak terjadi perubahan dan
pada bagian
zona bening tidak terlihat adanya pertumbuhan koloni, sehingga
sifat antimikroba
dapat dikatakan bersifat bakteriosida. Menurut Djide dan Sartini
(2008),
bakteriostatis yaitu zat atau bahan yang dapat menghambat atau
menghentikan
pertumbuhan mikroorganisme, apabila pemberian ekstrak dihentikan
atau habis,
maka pertumbuhan dan perbanyakan dari bakteri akan kembali
meningkat.
Sedangkan bakteriosida yaitu zat atau bahan yang dapat
membunuh
mikroorganisme (bakteri). Dalam hal ini jumlah mikroorganisme
(bakteri) akan
berkurang bahkan habis, tidak dapat lagi melakukan multiplikasi
atau berkembang
biak.
Dalam penelitian digunakan kontrol positif dan kontrol negatif.
Dimana
kontrol positif yaitu Betadin Povidone Iodine juga terjadi
penurunan diameter
zona hambat setelah 48 jam, bahkan ukuran diameter zona hambat
dari Betadin
Povidone Iodine terlihat lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi yang
digunakan. Betadin Povidone Iodine merupakan antibiotik obat
kumur yang
50
-
lxvi
digunakan untuk menghindari gangguan pada mulut seperti gigi
berlubang, bau
mulut, sariawan dan lain-lain. Sedangkan kontrol negatif yaitu
DMSO (Dimetil
Sulfoksida) untuk melihat respon kematian bakteri benar-benar
berasal dari
sampel yang digunakan. DMSO (Dimetil Sulfoksida) dapat
mensuspensikan
dengan baik antara media dengan ekstrak, dapat pula berfungsi
sebagai pelarut,
agen peningkat viskositas (kekentalan), dan penstabil
emulsi.
51
-
lxvii
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa
bioaktivitas minyak atsiri umbi lapis bawang merah Allium cepa L
asal Enrekang
bersifat bakteriosida terhadap bakteri Steptococcus mutans dan
minyak atsiri umbi
lapis bawang merah Allim cepa L. efektif menghambat bakteri
Steptococcus
mutans mulai pada konsentrasi 2,5% dengan diameter 21,8 hingga
konsentrasi
20% dengan diameter 23,2 mm pada inkubasi 24 jam.
V.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji kandungan
senyawa
spesifik yang terkandung dalam umbi lapis bawang merah Allium
cepa L. serta
dapat dilakukan uji tingkat senyawa aktif dalam minyak atsiri
umbi lapis bawang
merah dalam berbagai varietas.
51
-
lxviii
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. 2009. Manfaat Bawang Merah untuk Pengobatan.
http://aziachmad.com. Diakses pada tanggal 7 September 2012.
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap
Ekstrak Daun
Psidium guajava L. Bioscientiae. 1(1): 31-38
Alhusna. 2009. Rampant Caries. http://elmurobbie.wordpress.com.
Diakses pada
tanggal 6 Oktober 2012.
Anonim. 2010. Mekanisme Kerja Antimikroba.
http://kitapelangi.blogspot.com.
Diakses pada Tanggal 6 Oktober 2012.
Anonim. 2008. Destilasi. http://hidupituindah.blogger.co.
Diakses pada tanggal
18 Oktober 2012.
Asgar, A., dan Yusdar H. 1995. Kualitas Umbi Bawang Merah
Allium
ascalonicum Kultivar Kuning Dari Berbagai Umur Panen Pada
Dua
Macam Pemupukan. Penel. Hort. XXVII. No.4.
Balakrishnan, M., Robin S. Simmonds, John R Tagg. 2000. Dental
Caries Is A
Preventable Infectious Disease. Australian Dental Journal.
45(4): 235-
245.
Brooks, G.F., Janet S. B. dan Stepen A. M. 2005. Mikrobiologi
Kedokteran Edisi
Pertama. Salemba Medika. Jakarta.
Dea, H. 2006. Daun Sirih Sebagai Antibakteri Pasta Gigi.
http:www.kompas.com.
17 Oktober 2006.
Direktorat Jenderal Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian
(2006). Road
Map Pasca Panen, Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Bawang
Merah.
Djide, N dan Suhartini. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi.
Lembaga
Penerbitan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Elisabeth. 2004. Analisis Minyak Atsiri Daun Kasembukan Paederia
foetida L
Menggunakan Kromatografi Gas Spektrometer Massa. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Forssten, S. D., M. Bjorklund And A. C. Ouwehand . 2010.
Streptococcus
Mutans, Caries And Simulation Models. Jurnal Nutrients. 2:
290-298;
Doi:10.3390/Nu2030290.
52
http://aziachmad.com/http://elmurobbie.wordpress.com/http://kitapelangi.blogspot.com/http://hidupituindah.blogger.co/
-
lxix
Greenwood, 1995, Antibiotics Susceptibility (Sensitivity) Test,
Antimicrobial and
Chemoterapy.
Handa, S. S., Sukh Hadev, S. H. Suman, P.S. K. Gennaro, L., Bed,
D. R.. 2008.
Ekstraktion Technologies for Medicinal and Aromatic Plants.
International Center For Sains and Hight Technology.
Hannan, A., T. Humayun, Muh. Barkaat Hussain, Muh. Yasir, Dan S.
Sikandar.
2010. In Vitro Antibacterial Activity Of Onion (Allium Cepa)
Against
Clinical Isolates Of Vibrio Cholerae. Department Of
Microbiology,
University Of Health Sciences, Lahore. Pakistan. 2(22):
160-161.
Houwink, B.. 1993. Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan.
Diterjemahkan oleh
Suryo, S. dkk. Yogyakarta. UGM Press.
Idrawati, I. 2009. Potensi Ekstrak Air, Ekstrak Etanol Dan
Minyak Atsiri Bawang
Merah Allium Cepa L. Kultivar Batu Terhadap Isolat Bakteri Asal
Karies
Gigi. Jurnal Biotika. 7 (1): 40-48.
Julianti, S. R., Mohan S. Dharma, Erdaliza, Dini Anggia, Febry
Fahmi, Laila Aidi,
Marissa Alfian. 2008. Gigi Dan Mulut (Tutorial). Faculty of
Medicine –
University of Riau. Pekanbaru, Riau.
http://yayanakhyar.wordpress.com.
10 September 2012
Kidd, E.A.M., dan S. J. Bechal. 2002. Dasar-Dasar Karies,
Penyakit Dan
Penanggulangannya. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Kidd, E.A.M., B.G.N. Smith dan H.M. Pickard. 2002. Manual
Konservasi
Restoratif Menurut Pickard Edisi ke-6. Widya Medika. Kedokteran
Gigi.
Kumar, K. P. S., D. Bhowmik, Chiranjib, Biswajit And Pankaj
Tiwari. (2010).
Allium Cepa: A Traditional Medicinal Herb And Its Health
Benefits. J.
Chem. Pharm. Res. 2(1): 283-291.
Kustiawan, W. 2002. Lubang Gigi (Karies) dan Perawatannya.
www.unisosdem.org. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2012.
Lampe JW. 1999. Health effects of vegetables and fruits:
assessing
mechanisms of action in human experimental studies. Am J Clin
Nutr.
70: 475–90.
Michalek, S.M.,dan J.R. Mc Ghee. 1982. Dental Microbiology,
Fourth Edition,
Harper & Raw Publisher, Philadelphia.
53
http://yayanakhyar.wordpress.com/http://www.unisosdem.org/
-
lxx
Moekasan, T. K., W. Setiawati, F. Hasan, A. Somantri1 Dan R.
Runa. (2011).
Penggunaan Feromonoid Seks Spodoptera Exigua Pada Tanaman
Bawang Merah Sebagai Upaya Perbaikan Ambang Pengendalian
Berdasarkan Kelompok Telur Dan Intensitas Serangan. Badan
Penelitian
Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Selatan.
Mustary, Mardiyah. 2003. Uji Daya Hambat Dan Analisis KLT
Bioautografi
Perasan Buah Sawo Manila Achras Zapota Linn Terhadap Bakteri
Uji
Salmonella Thyposa. Skripisi Penelitian.Universitas
Hasanuddin
Makassar.
Nath, K. V. S., K.N.V Rao, S. Sandhya, M. Sai Kiran, David
Banji, L. Satya
Narayana, Vijaya laxmi.C. 2010. Invitro antibacterial activity
of dried
scale leaves of Allium cepa linn. Jurnal Scholars Research
Library. Der
Pharmacia Lettre. 2(5): 187-192.
Nugraha, A. W. 2008. Streptococcus mutans. Fakultas Farmasi USD.
Yogyakarta.
Pelczar, M. I., dan Chan, E. C. S. 2006. Dasar-Dasar
Mikrobiologi 1. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Rajiman. 2009. Pengaruh Pemupukan Npk Terhadap Hasil Bawang
Merah Di
Lahan Pasir Pantai. Jurnal Llmu-Ilmu Pertanian. 5(1): 52-60.
Russell, A. D. & Chopra, I. 1996. Understanding
Antibacterial Action and
Resistance, 2nd edition. Ellis Horwood, Chichester, UK.
Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. Edisi ke-6. Yogyakarta.
UGM Press.
Schuurs, A.H. B.. 1992. Patologi Gigi-Geligi Kelainan-Kelaian
Jaringan Keras
Gigi. Diterjemahkan o