Page 1
PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN NON-LINEAR
DENGAN METODE BROYDEN DAN TERAPANNYA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Matematika
Disusun oleh :
Valentina Rian Prastiwi
NIM : 033114008
PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
Page 2
BROYDEN’S METHODS TO SOLVE THE SYSTEMS OF NON-LINEAR
EQUATIONS AND IT’S APPLICATIONS
Final Project
Presented As Partial Fulfillment Of The Requirements
To Obtain The Sarjana Sains Degree In Mathematics
By :
Valentina Rian Prastiwi
Student Number : 033114008
STUDY PROGRAM OF MATHEMATICS SCIENCE
DEPARTEMANT OF MATHEMATICS
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
ii
Page 5
Bila engkau mengarungi air, Aku akan menyertai engkau,
engkau tak akan tenggelam dalam kesukaran-kesukaranmu.
Bila melalui api, engkau takkan hangus,
percobaan-percobaan berat tak akan mencelakakan engkau.
Jangan takut sebab Aku melindungi engkau.
(Yesaya 43:2,15)
Manfaatkan setiap menit sebagai kunci berharga
yang dapat membuka gerbang kebahagiaan masa depan.
Hidup ini dipenuhi dengan tantangan
yang jika dimanfaatkan secara kreatif, menjadi sebuah kesempatan.
Kegagalan masa lalu adalah semangat
untuk meraih keberhasilan masa depan.
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus dengan segala pengorbanan dan limpahan berkatNya
Bunda Maria dengan kesetiaanNya mendampingiku
Ibu dan Alm. Ayahku tercinta
Kakak-kakakku tersayang
Teman-teman dan Sahabat-sahabatku
Almamaterku
v
Page 6
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain, kecuali telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, September 2007
Penulis
vi
Page 7
ABSTRAK
Sistem Persamaan non-linear adalah himpunan n persamaan non-linear, dengan , yang penyelesaiannya harus memenuhi semua persamaan terse-but. Sistem persamaan non-linear dengan persamaan dan variabel dapat dise-lesaikan secara numerik dengan beberapa metode, diantaranya adalah Metode Ti-tik Tetap, Metode Newton, Metode Broyden, dan sebagainya. Dalam penulisan ini hanya akan dibahas penyelesaian sistem persamaan non-linear dengan Metode Broyden.
1>n nn n
Metode Broyden merupakan pengembangan dari Metode Secant, yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan non-linear. Setiap iterasi dalam perhi-tungan dengan Metode Broyden melibatkan invers dari Matriks Jacobi . Rumus umum untuk mencari penyelesaian sistem persamaan non-linear dengan menggunakan metode Broyden adalah :
1−iA
)( )(ixF
)( )()()1( ii
ii xFAxx 1−+ −= Penyelesaian sistem persamaan non-linear dengan Metode Broyden mem-
punyai sifat konvergen superlinear-q yang terpenuhi bila dan hanya bila kondisi Dennis-Moré terpenuhi, yakni 0 ≈iE , di mana adalah kesalahan dari Ma-triks Jacobi.
iE
Dalam penulisan ini, Metode Broyden akan diterapkan dalam bidang fisika, secara khusus untuk menghitung konsentrasi unsur dalam suatu sampel.
vii
Page 8
ABSTRACT
A system of non-linear equations is sets of non-linear equations, which , and the solutions must hold all the n equations. The systems of non-linear equations with the equations and n variables may be solved numerically with some of methods, such as Fixed Points, Newton Method, Broyden’s Method, etc. However, this final project will only discuss about solving systems of non-linear equations with the Broyden’s method.
n1>n
n
Broyden’s Method is generalization of the Secant Method, which is used to solve the non-linear equations. Every iteration in the calculating with the Broy-den’s Method involve invers from Jacobian Matrix. And the general formula to solve the systems of non-linear equations with Broyden’s method is )( )(ixF
)( )()()1( ii
ii xFAxx 1−+ −= The solution of systems of non-linear equations with Broyden’s Method
has q-superlinearly convergence that is hold if and only if Dennis-Moré condition hold, that is , which is the error of Jacobian Matrix. 0 ≈iE iE
In this final project, Broyden’s Method is applied in the area of physics, particularly to calculate the concentration of elements in a sample.
viii
Page 9
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Bapa Yang Maha Pe-
ngasih atas berkat kasih karunia dan limpahan Roh Kudus yang telah diberikan
kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Sungguh
besar berkat dan penyertaan yang penulis rasakan. Tanpa kemurahan dan penyer-
taan-Nya penulis tidak akan mampu menyelesaikan tugas akhir ini dan melewati
setiap hambatan dan tantangan yang penulis alami selama proses penulisan tugas
akhir ini.
Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai
gelar Sarjana Sains pada Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Tugas akhir ini diberi judul “Penyelesaian Sistem Persamaan
Non-Linear dengan Metode Broyden dan Terapannya.”
Selesainya penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materiil, yaitu saran, nasehat,
bimbingan, pemikiran, serta waktu dan tenaga yang penulis terima selama ini.
Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada:
1. Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Kaprodi Mate-
matika Fakultas Sains dan Teknologi USD dan dosen pembimbing
skripsi yang sabar dan penuh pengertian dalam membimbing, menga-
rahkan, serta memberikan saran dan koreksi kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ign Edi Santosa, S.Si., M.Sc., yang telah menyelenggarakan
percobaan kalibrasi untuk mengukur konsentrasi larutan parasetamol
dan kafein, sehingga penulis memperoleh data untuk menerapkan Me-
tode Broyden, serta atas bimbingan, arahan, koreksi, dan saran yang te-
lah diberikan.
ix
Page 10
3. Romo. Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.Sc., M.A., selaku
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi USD, atas motivasi dan petunjuk
yang telah diberikan.
4. Ibu Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing
akademik dan seluruh dosen Fakultas Sains dan Teknologi USD yang
telah memberikan arahan, petunjuk, dan motivasi kepada penulis se-
lama kuliah di USD.
5. Mas Tukijo dan Ibu Linda atas pelayanan yang diberikan selama men-
jalani perkuliahan sampai selesai dan selama penulisan skripsi ini.
6. Ayahku (Alm. Ag. Suratman) dan Ibuku (Endang Sulastri) tercinta,
serta kakak-kakakku tersayang, mbak Lisa dan Kak Agung, atas segala
cinta, perhatian, pengertian, dukungan, pengorbanan, dan doa yang
tiada henti-hentinya untukku.
7. Teman-temanku di prodi Matematika angkatan ’03: Mekar tempatku
berkeluh kesah tanpa dukunganmu aku takkan seperti ini, Anin yang
selalu setia menemaniku kuliah dan menghadirkan kecerian dengan
banyolannya, Dewi sobatku seperjuangan yang lugu tapi baik dan se-
lalu kasih semangat, Merry yang asyik dan familiar banget ama orang,
Anggi temanku senasib dan seperjuangan, Jegul yang selalu kasih se-
mangat dan jadi teman ngobrol yang seru, Septi yang nyantai tapi
smart, Sisil yang baik dan selalu kasih semangat, Eko yang baik dan
penuh semangat, Koko yang selalu mendoakan dan memberi sema-
ngat, dan Ita. Kalian telah mengajariku arti persahabatan. Meski sedikit
pokoknya KOMPAK terus.
8. Sobat-sobatku tersayang Wawan, Popeye, kalian selalu ngingetin aku
untuk rajin berdoa dan kasih semangat, Cupid yang jadi dokter kom-
puterku, Mas Adit thanks bantuan dan semangatnya, Gendrot, Erna,
dan teman-teman gerejaku. Kalian semua tempatku berbagi susah dan
senang.
9. Buat keluargaku di Jogja, keluarga besar Adi Sumarto dan Kromo Di-
meja. Mbah Putri, Pakde, Oom dan tanteku, sepupu-sepupuku Rudy,
x
Page 11
Risky, Dea, Erwin, Tia, Tyo, Shandhy, Upie, Andre, yang telah mem-
beriku semangat, doa dan dukungan.
10. Buat teman-teman angkatan ’02: Mbak Priska makasih pinjaman bu-
kunya, Mbak Ijup, Aan, Bani, Felix, Markus, Galih, dan teman-teman
yang lain.
11. Buat teman-teman di prodi Matematika, baik kakak angkatan maupun
adik angkatanku semua.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
membantu dan mendukung dalam proses penulisan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, masih
banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis terbuka akan segala
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya tugas
akhir ini.
Yogyakarta, September 2007
Penulis
xi
Page 12
Daftar Isi
Halaman
Halaman Judul …………………...…………………….……………..... i
Halaman Judul (Inggris)……...………………………………………… ii
Halaman Persetujuan Pembimbing……………..………….…………… iii
Halaman Pengesahan…………………………………………………… iv
Halaman Persembahan……………………………………..…………… v
Pernyataan Keaslian Karya………………………………...…………… vi
Abstrak……………………………………………………..…………… vii
Abstract…………………………………………………….…………… viii
Kata Pengantar……………………………………………..…………… ix
Daftar Isi…………………………………………………...…………… xii
Daftar Tabel……………………………………………….……………. xvi
Bab I PENDAHULUAN……………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah………………………..…………… 1
B. Rumusan Masalah ……………………………...…………… 3
C. Batasan Masalah………………………………..…………… 4
D. Tujuan Penulisan……………………………….…………… 4
E. Manfaat Penulisan ……………………………...…………… 4
F. Metode Penulisan……………………………….…………… 4
G. Sistematika Penulisan…………………………...…………… 5
xii
Page 13
Bab II MATRIKS, RUANG VEKTOR, NORMA, KONVERGENSI, DAN
PENYELESAIAN PERSAMAAN NON LINEAR …………… 6
A. Matriks, Ruang Vektor, dan Norma……………..…………... 6
B. Teorema Kalkulus …………………………………………… 13
C. Konvergensi……………………………………..…………… 16
D. Penyelesaian Persamaan Non-Linear
dengan Satu Variabel………………………………………… 20
Bab III PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN NON-LINEAR ….. 26
A. Sistem Persamaan Non-Linear…………………..…………… 26
B. Penyelesaian Sistem Persamaan Non-Linear
dengan Metode Broyden……………………………………… 29
C. Kondisi Dennis-More…………………………….…………… 61
D. Analisis Konvergensi Metode Broyden………….…………… 71
1. Bounded Deterioration…………………..…………… 75
2. Konvergen Linear Lokal……………………………… 80
3. Pembuktian Kondisi Dennis-More……....…………… 84
BAB IV PENERAPAN METODE BROYDEN DALAM MENGHITUNG
KONSENTRASI UNSUR DALAM SUATU SAMPEL…….… 86
A. Metode Penyerapan Cahaya……………………..…………… 86
B. Penerapan Metode Broyden
untuk Menghitung Konsentrasi Unsur…………..……………. 88
xiii
Page 14
C. Analisis Perhitungan Konsentrasi Unsur
dengan Metode Broyden……………………………………… 91
1. Analisis Sifat Konvergensi pada Hasil…...…………… 91
2. Pengaruh Nilai Awal pada Hasil………….………….. 93
3. Perbandingan Nilai Absorban Hasil Pengukuran
dengan Hasil Perhitungan…………………………… 95
4. Konsentrasi Parasetamol dan
Kafein yang Memenuhi…………………..…………… 95
BAB V PENUTUP……………………………………………………….. 97
A. Kesimpulan………………………………………..………….. 97
B. Saran……………………………………………...…………... 101
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………….…………… 102
LAMPIRAN……………………………………………………………… 104
Lamp.1 Program Metode Broyden………………………………………. 105
Lamp.2 Program untuk Fungsi Contoh 3.2.1……………………………. 106
Lamp.3 Program untuk Turunan Fungsi Contoh 3.2.1………………….. 107
Lamp.4 Program BroydenMethods……………………………………... 108
Lamp.5 Program untuk SPNL Parasetamol dan Kafein 1………………. 109
Lamp.6 Program untuk Turunan SPNL Parasetamol dan Kafein 1……. 110
Lamp.7 Program untuk SPNL Parasetamol dan Kafein 2………………. 111
Lamp.8 Program untuk Turunan SPNL Parasetamol dan Kafein 2……. 112
xiv
Page 15
Lamp.9 Program untuk SPNL Parasetamol dan Kafein 3………………. 113
Lamp.10 Program untuk Turunan SPNL Parasetamol dan Kafein 3..…. 114
Lamp.11 Program BroydenMethods_identitas…………………………. 115
Lamp.12 Program untuk Plot Grafik…………………………………… 116
Lamp.13 Keluaran SPNL dengan Metode Broyden.……………………. 117
Lamp.14 Keluaran SPNL dengan Nilai Awal Berbeda…………………. 118
Lamp.15 Keluaran SPNL dengan Pendekatan Matriks Identitas……….. 119
xv
Page 16
Daftar Tabel
Halaman
1. Tabel 2.4.1 Hasil Pengukuran Persamaan Non-Linear
,052 23 =−− xx dengan metode Secant………………...…………… 24
2. Tabel 3.2.1 Hasil Iterasi……………………………………………… 59
3. Tabel 4.2.1 Koefisien polinomial 33
2210 cacacaaA +++=
hubungan antara absorban dan konsentrasi dari parasetamol
dan kafein untuk berbagai panjang gelombang………….……………. 89
4. Tabel 4.2.2 Hasil pengukuran absorban dari satu sampel yang
mengandung 500 ppm parasetamol dan 500 ppm kafein……………… 89
5. Tabel 4.2.3. Hasil Perhitungan Konsentrasi Parasetamol dan Kafein
antara panjang gelombang 249,1 nm dengan 260,0 nm…..…………… 90
6. Tabel 4.2.4. Hasil Perhitungan Konsentrasi
Parasetamol dan Kafein…………………………………...…………… 91
7. Tabel 4.3.1. Hasil Perhitungan Konsentrasi Parasetamol
dan Kafein pada panjang gelombang 272,2 nm dan 249,1 nm
dengan nilai awal yang berbeda-beda…………………….…………… 93
8. Tabel 4.3.2 Perbandingan nilai absorban
hasil perhitungan dan nilai absorban hasil pengukuran…..…………… 95
xvi
Page 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini matematika banyak diterapkan dalam kehidupan nyata, sehingga
tidak heran kalau banyak persoalan yang muncul berkaitan dengan penerapan
matematika tersebut. Banyak metode yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan tersebut. Metode analitis adalah metode yang menggunakan
metode-metode aljabar yang sederhana untuk menyelesaikan suatu persoalan.
Namun terkadang persoalan-persoalan tersebut sulit atau bahkan tidak bisa
diselesaikan secara analitis sehingga diperlukan metode lain yang
memformulasikan persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan dengan
menggunakan operasi-operasi aritmatika. Metode ini sering disebut dengan
metode numeris. Metode numeris banyak dipakai untuk menyelesaikan
persamaan, baik linear maupun non-linear.
Persamaan non-linear adalah persamaan di mana tiap fungsinya
melibatkan bentuk eksponensial, trigonometri, logaritma, rasional, polinomial
berderajat dua atau lebih, ada hasil kali antara fungsi yang belum diketahui
dengan turunannya, atau fungsi transenden lainnya. Persamaan non-linear sendiri
dibagi menjadi persamaan non-linear dengan satu variabel dan persamaan non-
linear dengan variabel, dengan . n 1>n
Bentuk umum persamaan non-linear dengan satu variabel adalah
0)( =xf .
1
Page 18
2
Sedangkan bentuk umum persamaan non-linear dengan variabel adalah n
0),........,,( 21 =nxxxf .
Sistem Persamaan non-linear atau sering disingkat SPNL adalah
himpunan persamaan non-linear, dengan , yang penyelesaiannya harus
memenuhi semua persamaan tersebut.
Bentuk umum sistem persamaan non-linear dengan persamaan dan variabel
adalah :
n 1>n
n
n n
0),......,,( 21 =nj xxxf untuk nj ,.........3,2,1=
di mana tiap fungsi merupakan pemetaan vektor x = dari
ke , sistem ini dapat ditulis dalam bentuk lain dengan mendefinisikan fungsi F,
etaan dari ke , yakni
F
Dengan menggunakan notasi vektor, sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk :
F(x) = 0
Penyelesaian sistem persamaan non-linear bukan merupakan akar-akar yang
merupakan penyelesaian yang eksak, melainkan penyelesaian yang mendekati
dengan tingkat konvergensi yang tinggi.
Banyak metode numeris yang telah ditemukan untuk mencari penyelesaian
persamaan non-linear, dan yang paling terkenal adalah Metode Newton-Raphson.
Meskipun Metode Newton-Raphson telah banyak digunakan, namun metode ini
mempunyai beberapa kelemahan, yaitu terkadang turunan fungsi-fungsinya sulit
dievaluasi, dan memerlukan pendekatan awal yang baik agar mempunyai tingkat
f tnxxx ),......,,( 21
nℜ
ℜ
suatu pem nℜ nℜ
tnnnnn xxxfxxxfxxxfxxx )),....,,(),....,,....,,(),,....,,((),....,,( 2121221121 =
Page 19
3
konvergensi yang tinggi. Untuk mengatasi kelemahan itu muncul metode baru,
yaitu Metode Secant. Metode Secant adalah pengembangan Metode Newton-
Raphson untuk menyelesaikan persamaan non-liear yang tidak harus menghitung
turunan di setiap iterasi. Sedangkan pengembangan Metode Secant untuk
menyelesaikan sistem persamaan dengan n persamaan dan n variabel disebut
Metode Broyden atau sering disebut juga Metode Quasi-Newton.
Bidang lain di luar matematika, khususnya bidang fisika, juga
membutuhkan analisis matematis untuk menyelidiki suatu persoalan yang sulit
atau bahkan tidak dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan rumus atau teori
fisika saja. Dalam hal ini Metode Broyden dapat digunakan untuk menyelesaikan
sistem persamaan non-linear yang muncul dalam persoalan di bidang fisika,
seperti untuk menghitung konsentrasi unsur dalam sampel yang menggunakan
metode penyerapan cahaya oleh atom.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang, dapat dirumuskan
beberapa masalah :
1. Bagaimana mencari penyelesaian sistem persamaan non-linear secara
numeris dengan menggunakan Metode Broyden?
2. Bagaimana terapan Metode Broyden dalam mencari penyelesaian sistem
persamaan non-linear dalam bidang fisika untuk menghitung konsentrasi
unsur dalam sampel yang menggunakan metode penyerapan cahaya oleh
atom?
Page 20
4
C. Batasan Masalah
1. Sistem persamaan non-linear yang akan diselesaikan adalah sistem dengan
n persamaan dan n variabel.
2. Bahasa pemrograman yang digunakan untuk membantu mencari pe-
nyelesaian sistem persamaan non-linear adalah Matlab.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menyelesaikan sistem persamaan
non-linear secara numeris dengan menggunakan Metode Broyden dan
menerapkan Metode Broyden untuk menyelesaikan sistem persamaan non-linear
yang dimodelkan dari persoalan dalam bidang fisika, khususnya untuk
menghitung konsentrasi unsur dalam suatu sampel.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan skripsi ini adalah agar pembaca mengetahui dan
mendalami Metode Broyden untuk menyelesaikan sistem persamaan non-linear,
serta untuk mengetahui penerapan Metode Broyden dalam bidang fisika terutama
untuk menghitung konsentrasi unsur dalam suatu sampel.
F. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode
studi pustaka dan analisa data.
Page 21
5
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
(Bagian ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan).
BAB II MATRIKS, RUANG VEKTOR, NORMA, KONVERGENSI
DAN PENYELESAIAN PERSAMAAN NON-LINEAR
(Penjelasan tentang matriks, ruang vektor, norma, dan proyeksi
orthogonal, serta teorema-teorema kalkulus, konvergensi, dan
penyelesaian persamaan non-linear dengan satu variabel terdapat
pada bagian ini).
BAB III PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN NON-LINEAR
(Pengertian sistem persamaan non-linear, penyelesaian sistem
persamaan non-linear dengan Metode Broyden, Kondisi Dennis-
Moré, serta analisis konvergensi Metode Broyden disajikan pada
bagian ini).
BAB IV MENGHITUNG KONSENTRASI UNSUR DALAM SUATU
SAMPEL DENGAN METODE BROYDEN
(Penerapan Metode Broyden untuk menghitung konsentrasi unsur
dalam suatu sampel, dan analisis perhitungan konsentrasi unsur
dengan Metode Broyden disajikan pada bagian ini).
BAB V PENUTUP
(Penutup mencakup kesimpulan dan saran).
Page 22
BAB II
MATRIKS , RUANG VEKTOR, NORMA, KONVERGENSI
DAN PENYELESAIAN PERSAMAAN NON-LINEAR
Dalam Bab II ini akan dibahas tentang matriks, konvergensi, dan
penyelesaian persamaan non-linear yang akan digunakan sebagai dasar untuk
membahas bab-bab selanjutnya.
A. Matriks, Ruang Vektor, dan Norma
Pada subbab ini akan dibahas mengenai sifat-sifat matriks, vektor, norma
dan proyeksi orthogonal.
Definisi 2.1.1
Jika A adalah sebarang matriks nxm , maka transpos A dinyatakan
dengan , didefinisikan sebagai matriks TA mxn yang didapatkan dengan
mempertukarkan baris dan kolom dari A ; yaitu kolom pertama dari adalah
baris pertama dari
TA
A , kolom kedua dari adalah baris kedua dari TA A , dan
seterusnya.
Jika dan TA TB berturut-turut adalah transpos matriks A dan B , maka
berlaku sifat : TTT ABAB =)(
Bukti :
Misalkan mxnijpxnijmxpij cBACbBaA )(.dan ,)(,)( ====
6
Page 23
7
Maka elemen baris ke- i , kolom ke- j dari BAC .= adalah yang
merupakan elemen baris ke-
∑=
=p
kkjikij bac
1
.
j , kolom ke- dari i
TT BAC ).(= (2.1.1)
Elemen-elemen kolom ke- dari adalah elemen baris ke- i dari i TA A ,
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
ip
i
i
a
aa
M
2
1
dan baris ke- j dari TB adalah [ ]pjjj bbb L21
Maka elemen baris ke- j kolom ke- dari i TT AB adalah
[ ]
∑=
==
+++=
+++=
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
p
kijkjik
pjipjiji
ippjijij
ip
i
i
pjjj
cba
bababa
ababab
a
aa
bbb
1
2211
22112
1
21
L
LM
L
(2.1.2)
Dari persamaan (2.1.1) dan persamaan (2.1.2)
TTT ABAB =)(
Definisi 2.1.2
Suatu matriks bujursangkar ijaA = disebut matriks simetri jika
atau
TAA =
jijiij aa ,, ∀= .
Page 24
8
Definisi 2.1.3
Suatu matriks bujursangkar A dikatakan invertibel atau non singular jika
terdapat matriks B sedemikian sehingga IBAAB == . Matriks B tersebut
dinamakan invers dari A , dan biasanya ditulis . 1−A
Teorema 2.1.1
Invers dari A adalah tunggal.
Bukti:
Misalkan B dan C invers dari A , Maka IBAAB == dan ICAAC ==
Di lain pihak CICACBBIB ==== )( , yaitu CB =
Jadi terbukti bahwa invers dari A adalah tunggal.
Teorema 2.1.2
1−A invertibel dan AA =−− 11 )(
Bukti :
Misalkan merupakan invers dari matriks1−A A maka berlaku
IAAAA == −− 11
Jadi, A merupakan invers dari , yaitu 1−A AA =−− 11 )(
Page 25
9
Definisi 2.1.4
Grup adalah suatu himpunan dengan operasi * pada G yang
memenuhi setiap aksioma berikut ini:
G
1. Bersifat asosiatif
cbacba *)*()*(* = , Gcba ∈∀ ,,
2. Terdapat Elemen Identitas
Terdapat elemen sedemikian sehingga Ge∈ aaeea == ** , Ga∈∀
3. Terdapat Invers
, , sedemikian sehingga Ga∈∀ Gb∈∃ eabba == **
Definisi 2.1.5
Grup Komutatif adalah grup yang operasi perkaliannya bersifat
komutatif, yaitu
, abba ** = Gba ∈∀ ,
Definisi 2.1.6
Lapangan adalah himpunan tak kosong dengan dua operasi yang
disebut penjumlahan dan perkalian, dengan sifat:
F
i. Himpunan F dengan operasi penjumlahan membentuk Grup
ii. Himpunan 0−F dengan operasi perkalian membentuk Grup Komutatif
iii. Berlaku sifat Distributif :
acabcba +=+ )( , Fcba ∈∀ ,,
Page 26
10
Definisi 2.1.7
Andaikan V merupakan suatu himpunan yang dilengkapi dengan dua operasi,
yakni penjumlahan dan perkalian dengan skalar dalam lapangan . Didefinisikan F
VV ∈+∈∀ yxx , yang disebut penjumlahan dan VaFaV ∈∈∀∈∀ xx ,dan yang
disebut dengan perkalian skalar, maka V dinamakan dengan ruang vektor atas
bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: F
1. xyyxyx +=+∈∀ ,, V
2. )(, z(yxzy)xzy,x, ++=++∈∀ V
3. xxx =+∈∀∈∃ 0,,0 VV
4. 0,, =+∈∃∈∀ yxyx VV
5. xxx =∈∀ 1,V
6. xxxx babaFbaV +=+∈∀∈∀ )(,,,
7. yxyxx aaaFaV +=+∈∀∈∀ )(,,
8. )()(,,, xxx baabFbaV =∈∀∈∀
Definisi 2.1.8
Vektor-vektor dan di dalam (atau ) dikatakan orthogonal jika x y 2ℜ 3ℜ
0=yxT .
Page 27
11
Definisi 2.1.9
Hasil kali dalam untuk adalah sebuah pemetaan dari ke nℜ nn xℜℜ ℜ
yang menunjuk setiap pasang vektor-vektor x dan y di dalam dengan sebuah
bilangan real yang memenuhi syarat sebagai berikut:
nℜ
(i) dan 0, ≥>< xx 00, =⇔=>< xxx
(ii) untuk semua dan di dalam >>=<< xyyx ,, x y nℜ
(iii) ><+><>=+< zyzxzyx ,,, βαβα untuk semua di dalam zyx ,,
dan semua skalar nℜ βα dan .
Definisi 2.1.10
Hasil kali dalam untuk adalah hasil kali skalar nℜ yxyx T>=< , .
Definisi 2.1.11 (Norma Vektor)
Sebuah ruang vektor dikatakan ruang linear bernorma jika untuk setiap
dikaitkan dengan sebuah bilangan real yang disebut norma dari
yang memenuhi:
nℜ
nℜ∈x |||| x x
(i) dan 0|||| ≥x 00|||| =⇔= xx
(ii) |||||||||| xx αα = untuk setiap skalar α
(iii) |||||||||||| yxyx +≤+ untuk semua nℜ∈yx,
Page 28
12
Definisi 2.1.12
Jika adalah sebuah vektor dalam sebuah ruang hasil kali dalam ,
panjang atau norma dari diberikan oleh
x nℜ
x
><== xx,xx 2|||||||| (2.1.5)
Definisi 2.1.13
ℜ→ℜ⋅ mxn:|||| adalah suatu norma matriks jika memenuhi :
(i) untuk semua dan 0|||| ≥A mxnℜ∈A 00|||| =⇔= AA
(ii) |||||||||| AA αα = untuk semua dan mxnℜ∈A ℜ∈α
(iii) |||||||||||| BABA +≤+ untuk semua mxnℜ∈BA ,
(iv) untuk semua matriks yang sesuai |||||||||||| BAAB ≤
Definisi 2.1.14
Jika dan , panjang atau norma dari diberikan oleh : mxnℜ∈A 1nxℜ∈x A
maksλ=== 21||||2 ||||max|||| AxA
x
di mana maksλ adalah nilai λ terbesar sedemikian sehingga IA λ− bersifat
singular.
Definisi 2.1.15
Sifat-sifat norma matriks-2 adalah sebagai berikut:
(i) |*|maxmax||||1||||1||||2 AxyA
x ===
y
Page 29
13
(ii) 2*
2 |||||||| AA =
(iii) 22* |||||||| AAA =
(iv) ||||,||||max00
22
2
BA=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛BA
(v) di mana 22* |||||||| AAVU = IVVIUU * == dan *
Definisi 2.1.16
Misalkan adalah suatu proyeksi, nxnℜ∈P PP 2 = . Pernyataan-pernyataan
berikut ini ekuivalen dengan adalah suatu Proyeksi Orthogonal, yaitu : P
(i) )()( PP NR ⊥
(ii) (Proyeksi Orthogonal PP =T ⇔ TPPP ==2 )
(iii) 1|||| 2=P
B. Teorema Kalkulus
Dalam subbab ini akan dibahas tentang teorema-teorema dalam kalkulus,
terutama yang berkaitan dengan integral, yaitu Teorema Dasar Kalkulus, yang
akan digunakan dalam pembahasan bab-bab selanjutnya.
Teorema 2.2.1 (Teorema Nilai Rata-rata untuk Turunan)
Jika kontinu pada selang tertutup f [ ]ba, dan terdiferensial pada titik-titik
dalam dari , maka terdapat paling sedikit satu bilangan c dalam
dimana :
),( ba ),( ba
Page 30
14
)()()( ' cfab
afbf=
−− (2.2.1)
atau ekuivalen dengan
)()()()( ' abcfafbf −=− (2.2.2)
Bukti:
Pembuktian ini didasarkan pada analisis dari fungsi
sedangkan adalah persamaan garis yang melalui dan
. Karena garis ini mempunyai kemiringan
),()()( xgxfxs −=
)(xgy = ))(,( afa
))(,( bfb )/()]()([ abafbf −− dan
melalui , bentuk titik kemiringan untuk persamaannya adalah ))(,( afa
)()()()()( axab
afbfafxg −−−
=−
Kemudian menghasilkan rumus untuk , yaitu, )(xs
)()()()()()( axab
afbfafxfxs −−−
−−=
Perhatikan bahwa 0)()( == asbs dan untuk x dalam ),( ba
abafbfxfxs
−−
−=)()()(')('
Jika diketahui bahwa terdapat suatu bilangan dalam yang memenuhi
, pembuktian selesai. Karena persamaan terakhir mengatakan
c ),( ba
0)(' =cs
abafbfcf
−−
−=)()()('0
Untuk melihat bahwa 0)(' =cs untuk suatu dalam , alasannya
adalah jelas kontinu pada , karena merupakan selisih dua fungsi kontinu.
c ),( ba
s ],[ ba
Page 31
15
Jadi harus mencapai baik nilai maksimum maupun nilai minimum pada .
Jika kedua nilai ini kebetulan adalah 0, maka secara identik adalah 0 pada
, akibatnya untuk semua
s ],[ ba
)(xs
],[ ba 0)(' =xs x dalam . ),( ba
Jika salah satu nilai maksimum atau nilai minimum berlainan dengan 0, maka
nilai tersebut dicapai sebuah titik dalam , karena c 0)()( == bsas . Sekarang
mempunyai turunan di setiap titik dari , sehingga
s
),( ba 0)(' =cs .
Teorema 2.2.2 (Teorema Dasar Kalkulus)
Misalkan kontinu (karenanya terintegralkan) pada f [ ]ba, dan andaikan
sebarang anti turunan dari di sana. Maka, F f
)()()( aFbFdxxfb
a
−=∫ (2.2.3)
Bukti:
Andaikan bxxxxxap nn =<<<<<= −1210: L adalah partisi sebarang
dari [ , maka dengan mengurangkan dan menambahkan secara baku diperoleh: ]ba,
∑=
−
−−−
−=
−++−+−=−n
iii
nnnn
xFxF
xFxFxFxFxFxFaFbF
11
01211
)]()([
)()()()()()()()( L
Menurut Teorema 2.2.1 untuk turunan yang diterapkan pada pada selang
F
],[ 1 ii xx −
ii
iiiii
xxf
xxxFxFxF
Δ=
−=− −−
)(
))(()()( 1'
1
Page 32
16
untuk suatu pilihan ix dalam selang terbuka . Jadi, ),( 1 ii xx −
∑=
Δ=−n
iii xxfaFbF
1)()()(
pada ruas kiri merupakan konstanta, sedangkan ruas kanan merupakan jumlah
Riemann untuk pada . Bila kedua ruas diambil limitnya untuk ,
diperoleh
f ],[ ba 0|| →p
∫∑ =Δ=−=
→
b
a
n
iii
pdxxfxxfaFbF )()(lim)()(
10||
C. Konvergensi
Dalam subbab ini dibahas konsep konvergensi yang nantinya akan
digunakan untuk menganalisis Metode Broyden untuk menyelesaikan sistem
persamaan non-linear.
Definisi 2.3.1
Suatu barisan (atau barisan tak hingga) adalah suatu fungsi yang daerah
asalnya adalah himpunan bilangan bulat positif.
Barisan ditulis dengan menggunakan notasi kurawal atau dapat juga
dengan menuliskan
+∞=1 nna
,......,.......,,, 321 naaaa
Page 33
17
Definisi 2.3.2
Suatu barisan disebut mempunyai limit L bila untuk sebarang ∞=1 nna
0>ε terdapat bilangan bulat positif sedemikian sehingga N ε<− Lan bila
. Bila barisan mempunyai limit L, maka barisan dikatakan
konvergen ke-L dan ditulis
Nn ≥ ∞=1 nna
Lann=
∞→lim .
Suatu barisan yang tidak mempunyai limit dikatakan divergen.
Definisi 2.3.3
Suatu deret tak hingga adalah suatu ungkapan bentuk
......321 +++++ nuuuu
atau dengan notasi sigma disebut suku-suku deret. ,.......,,; 3211
uuuuk
k∑∞
=
Secara informal, bentuk adalah jumlah suku-suku ∑∞
=1kku ,.....,, 321 uuu
Misalkan menyatakan jumlah suku pertama dari deret. Dengan demikian, nS n
∑∞
=
=+++=
++=+=
=
121
3213
212
11
,,
,
kknn uuuuS
uuuSuuS
uS
L
KKKKKKKKK
Bilangan disebut jumlah parsial ke- dari deret dan barisan disebut
barisan jumlah parsial.
nS n ∞=1 nnS
Page 34
18
Definisi 2.3.4
Misalkan adalah barisan jumlah parsial deret ∑ nS∞
=1.
kku
Jika barisan konvergen ke limit maka deret itu disebut konvergen dan
disebut jumlah deret. Dapat dituliskan
nS S S
∑∞
=
=1k
kuS
Jika barisan jumlah parsial dari deret adalah divergen maka deret disebut
divergen. Suatu deret yang divergen tidak mempunyai jumlah.
Contoh 2.3.1
Tentukan apakah deret L+−+−+− 111111 konvergen atau divergen ?
Penyelesaian:
Jumlah parsialnya adalah
.seterusnyadan ,01111,1111
,011,1
4
3
2
1
=−+−==+−=
=−==
SSSS
Jadi barisan jumlah parsial adalah 1,0,1,0,… yang divergen. Karena barisan
jumlah parsialnya divergen maka deretnya juga divergen dan akibatnya tidak
mempunyai jumlah.
Page 35
19
Teorema 2.3.1
Suatu deret geometri
0,132 ≠++++++ − aarararara k LL
konvergen jika dan divergen jka 1|| <r 1|| ≥r
Jika deret konvergen, jumlah deret itu adalah
LL ++++++=−
−132
1karararara
ra
Bukti:
Misalkan .1|| =r
Jika 1=r , deretnya adalah LL +++++ aaaa sehingga jumlah parsial ke-
adalah dan
n
naSn = ±∞=∞→
nanlim (tanda bergantung pada apakah a positif atau
negatif). Bukti ini membuktikan divergensi.
Jika 1−=r , deretnya adalah L+−+− aaaa sehingga barisan jumlah
parsialnya adalah yang divergen. K,0,,0, aa
Sekarang perhatikan kasus jika 1|| ≠r
Jumlah parsial dari deret adalah
nn aaaaS ++++= L321
12 −++++= nn arararaS L (2.3.1)
Gandakan kedua ruas dengan r , diperoleh
nn ararararrS ++++= L32 (2.3.2)
dan kurangkan (2.3.2) dengan (2.3.1) diperoleh
Page 36
20
ataur)S-(1
atau
nn
nnn
ara
ararSS
−=
−=− (2.3.3)
rar
raS
n
n −−
−=
11 (2.3.4)
Jika maka sehingga barisan konvergen. Dari
persamaan (2.3.4) diperoleh
1|| <r 0lim =+∞→
n
nr nS
raSnn −
=+∞→ 1
lim
Jika maka 1|| >r 1>r atau 1−<r . Dalam kasus 1>r maka
dan dalam kasus +∞=+∞→
n
nrlim 1−<r maka nr berosilasi antara bernilai positif
dan negatif sehingga divergen. nS
Contoh 2.3.2
Deret LL +++++ −12 45
45
455 k adalah deret geometri dengan dan 5=a
41
=r .
Karena 141|| <=r maka deret konvergen dengan jumlah
320
411
51
=−
=− ra .
D. Penyelesaian Persamaan Non-linear dengan satu variabel
Persamaan non-linear dengan satu variabel dapat diselesaikan secara
numerik dengan beberapa metode. Dalam subbab ini pembahasan lebih
difokuskan untuk penyelesaian persamaan non-linear dengan Metode Secant,
Page 37
21
karena Metode Secant yang akan digunakan sebagai dasar untuk menyelesaikan
sistem persamaan non-linear dengan Metode Broyden. Metode Secant adalah
salah satu metode yang muncul untuk mengatasi kelemahan dari Metode Newton-
Raphson.
Salah satu metode yang sangat terkenal adalah Metode Newton-Raphson.
Pada Metode Newton-Raphson untuk menemukan akar digunakan turunan
pertama dari fungsi yaitu . Misalkan dan misalkan
adalah suatu pendekatan ke- sedemikian sehingga dan
adalah kecil. Dengan mempertimbangkan Polinomial Taylor pertama
untuk ekspansi , diperoleh:
f 'f ],[2 baCf ∈
],[)( bax i ∈ p 0)(' )( ≠ixf
|| )( px i −
)(xf )(ix
))(("2
)()(')()()(2)(
)()()( xfxxxfxxxfxfi
iii ξ−+−+= (2.4.1)
di mana )(xξ terletak antara x dan )(ix
Karena 0)( =pf dan diberikan px = , maka persamaan (2.4.1) menjadi
))(("2
)()(')()(0
))(("2
)()(')()()(
2)()()()(
2)()()()(
pfxpxfxpxf
pfxpxfxpxfpf
iiii
iiii
ξ
ξ
−+−+=
−+−+=
(2.4.2)
Dalam Metode Newton diasumsikan bahwa kecil, sehingga
suku yang mengandung mendekati nol, maka persamaan (2.4.2)
menjadi sebagai berikut:
|| )(ixp −
2)( || ixp −
)(')()(0 )()()( iii xfxpxf −+≈ (2.4.3)
Penyelesaian untuk p dalam persamaan (2.4.3) adalah
Page 38
22
)(')(
)(
)()(
i
ii
xfxfxp −≈ (2.4.4)
Apabila adalah nilai awal yang diberikan, maka secara umum
didefinisikan dengan:
)0(x )1( +ix
)(')(
)(
)()()1(
i
iii
xfxfxx −=+ (2.4.5)
Iterasi dimulai dengan menentukan suatu nilai awal dan suatu nilai )0(x 0>ε ,
kemudian substitusikan ke persamaan (2.4.5).
Langkah diulangi sampai ditemukan suatu nilai
ε<−+ || )()1( ii xx
Metode Newton-Raphson mempunyai kemungkinan divergen, biasanya
disebabkan karena kesalahan menentukan nilai awal. Jadi Metode Newton-
Raphson mempunyai beberapa kelemahan, yaitu nilai awalnya harus baik dan
harus dapat mengetahui nilai turunan fungsi (atau dapat ditulis dengan ) di
setiap iterasinya. Seringkali mencari sangat sulit dan membutuhkan
perhitungan aritmatika yang sangat rumit, bahkan sering tidak dapat ditentukan
nilainya.
f 'f
)(' xf
Untuk mengatasi masalah perhitungan turunan dalam Metode Newton-
Raphson diturunkan suatu variasi, yaitu perhitungan turunan persamaan
didekati dengan menggunakan limit sebagai berikut:
f
)1(
)1()1( )()(lim)('
)1( −
−
→
−
−−
=− i
i
xx
i
xxxfxfxf
i (2.4.6)
misalkan )2( −= ixx
Page 39
23
)2()1(
)2()1(
)1()2(
)1()2()1(
)()(
)()()('
−−
−−
−−
−−−
−−
=
−−
=
ii
ii
ii
iii
xxxfxf
xxxfxfxf
(2.4.7)
Dengan menggunakan pendekatan dari dalam perhitungan dengan
Metode Newton-Raphson, yaitu sebagai berikut:
)(' )1( −ixf
)()())((
)2()1(
)2()1()1()1()(
−−
−−−−
−−
−= ii
iiiii
xfxfxxxfxx (2.4.8)
Teknik yang digunakan dalam formulasi sehingga diperoleh persamaan (2.4.8) di
atas disebut dengan Metode Secant.
Metode Secant dimulai dengan dua pendekatan awal dan ,
sedangkan pendekatan adalah titik potong sumbu-
)0(x )1(x
)2(x x dari persamaan garis
yang melalui dan dan pendekatan adalah titik
potong dari persamaan garis yang melalui dan , dan
seterusnya.
))(,( )0()0( xfx ))(,( )1()1( xfx )3(x
))(,( )1()1( xfx ))(,( )2()2( xfx
Contoh 2.4.1
Selesaikan persamaan non-linear dengan pendekatan
awal [1,4] dengan mengunakan Metode Secant dengan tingkat kesalahannya
,052 23 =−− xx
410 −
Jawab:
Diketahui , dan ,
sehingga
,052)( 23 =−−= xxxf 1)0( =x 4)1( =x
Page 40
24
)5)(2)(()5)(2)(()()5)(2)((
2)2(3)2(2)1(3)1(
)2()1(2)1(3)1()1()(
−−−−−−−−
−= −−−−
−−−−−
iiii
iiiiii
xxxxxxxxxx untuk 2≥i
Iterasi pertama
5455.14545.2433814
)521()53264()3)(53264(4
)5)1(2)1(()5)4(2)4(()14()5)4(2)4(4
)5)(2)(()5)(2)(()()5)(2)((
2323
23
2)0(3)0(2)1(3)1(
)0()1(2)1(3)1()1()2(
=−=−=
−−−−−−−
−=
−−−−−−−−
−=
−−−−−−−−
−=xxxxxxxxxx
5455.1)2( =x
Dengan menggunakan langkah yang sama seperti iterasi pertama dapat
diperoleh nilai x untuk iterasi selanjutnya seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.4.1 Hasil Perhitungan persamaan non-linear ,052 23 =−− xx
dengan Metode Secant
i )(ix
0 1
1 4
2 1.5455
3 2.0019
4 4.0862
5 2.3007
6 2.7069
7 2.6988
Page 41
25
8 2.7014
9 2.6909
10 2.6909
Karena kesalahan dari nilai x pada iterasi kesembilan dan kesepuluh lebih kecil
dari , maka penyelesaian persamaan non-linear adalah
2.6909.
410 − ,052 23 =−− xx
Page 42
BAB III
PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN NON-LINEAR
A. Sistem Persamaan Non-Linear
Persamaan non-linear adalah persamaan yang tiap suku-sukunya
melibatkan bentuk eksponensial, trigonometri, logaritma, rasional, polinomial
berderajat dua atau lebih, ada hasil kali antara fungsi yang belum diketahui
dengan turunannya, atau fungsi transenden lainnya. Berikut diberikan beberapa
contoh persamaan non-linear
02 32121
21 =++ xxx exxexe (3.1.1)
0)cos(2)2sin( =+ xx (3.1.2)
05.0)cos(3 211 =−− xxx (3.1.3)
01032 =−+ xx (3.1.4)
Persamaan-persamaan non-linear di atas dapat dibedakan menjadi
persamaan non-linear dengan satu variabel, seperti persamaan (3.1.2) dan
persamaan (3.1.4), dan persamaan non-linear dengan variabel, dengan ,
seperti persamaan (3.1.1) dan persamaan (3.1.3).
n 1>n
Bentuk umum persamaan non-linear dengan satu variabel adalah
0)( =xf . (3.1.5)
dengan x adalah variabel tunggal yang dapat mempunyai beberapa nilai
yang disebut sebagai akar-akar persamaan tersebut. Akar dari persamaan tersebut
bisa real dan berlainan, real dan berulang, serta kompleks.
Sedangkan bentuk umum persamaan non-linear dengan variabel adalah n
0),........,,( 21 =nxxxf . (3.1.6)
26
Page 43
27
Definisi 3.1.1
Sistem Persamaan non-linear adalah himpunan n persamaan non-linear,
dengan , yang penyelesaiannya harus memenuhi semua persamaan
tersebut.
1>n n
Bentuk umum sistem persamaan non-linear dengan persamaan dan
variabel adalah :
m n
0),......,,(
0),......,,(0),......,,(
21
212
211
=
==
nm
n
n
xxxf
xxxfxxxf
MMM (3.1.7)
Setiap fungsi merupakan pemetaan vektor x = dari
ke . Sistem persamaan (3.1.7) dapat ditulis dalam bentuk lain, yakni dengan
mendefinisikan fungsi F, yang merupakan pemetaan dari ke , yaitu
f tnxxx ),......,,( 21
nℜ
ℜ
nℜ mℜ
F (3.1.8) tnmnnn xxfxxfxxfxx )),....,(),....,,....,(),,....,((),....,( 112111 =
Dengan menggunakan notasi vektor, sistem di atas dapat ditulis dalam bentuk :
F(x) = 0 (3.1.9)
Fungsi disebut fungsi koordinat dari F. nfff ........,,, 21
Dalam penulisan ini masalah hanya difokuskan pada sistem persamaan non-linear
dengan n persamaan dan variabel. n
Page 44
28
Contoh 3.1.1
Perhatikan sistem persamaan non-linear
0)cos(sin2035
212
22
21
=−+=−
xxxxx
(3.1.10)
Sistem persamaan (3.1.10) adalah contoh sistem persamaan non-linear
dengan dua persamaan dan dua variabel. Dalam sistem tersebut dapat
didefinisikan menjadi dua fungsi dan , yakni ℜ→ℜ21 :f ℜ→ℜ2
2 :f
dan (3.1.11) ),cos(sin2),(
,35),(
212212
22
21211
xxxxxfxxxxf
−+=−=
Dengan demikian dapat didefinisikan fungsi F pemetaan dari
dengan
22 ℜ→ℜ
t
t
xxxxx
xxfxxf
xx
))cos(sin2,35(
)),(),,((
),()(
21222
21
212211
21
−+−=
=
= FxF
(3.1.12)
Contoh 3.1.2
Perhatikan sistem persamaan non-linear
03110
063
01)cos2)(sin(21
3
3221
321
21 =−+
=+−
=−+
− xe
xxx
xxx
xx
(3.1.13)
Sistem persamaan (3.1.13) adalah contoh sistem persamaan non-linear
dengan tiga persamaan dan tiga variabel yang dapat didefinisikan menjadi tiga
fungsi , , , yakni ℜ→ℜ31 :f ℜ→ℜ3
2 :f ℜ→ℜ33 :f
Page 45
29
,3110),,(
,63),,(
,1)cos2)(sin(21),,(
33213
32213212
3213211
21 −+=
+−=
−+=
− xexxxf
xxxxxxf
xxxxxxf
xx
(3.1.14)
Dengan demikian dapat didefinisikan fungsi F pemetaan dari
dengan
33 ℜ→ℜ
txx
t
xexxxxxx
xxxfxxxfxxxf
xxx
)3110,63,1)cos2)(sin(
21(
)),,(),,,(),,,((
),,()(
33221321
321332123211
321
21 −++−−+=
=
=
−
FxF
(3.1.15)
Untuk mencari penyelesaian persamaan atau sistem persamaan non-linear
lebih sering digunakan metode numeris daripada metode analitis. Hal ini
disebabkan karena sistem persamaan non-linear melibatkan banyak persamaan
dengan banyak variabel. Metode numeris digunakan untuk menemukan
pendekatan dari penyelesaian persamaan atau sistem persamaan non-linear,
apabila penyelesaian eksak tidak dapat ditemukan secara analitik.
B. Penyelesaian Sistem Persamaan Non-Linear dengan Metode Broyden
Metode Broyden merupakan pengembangan dari Metode Secant untuk
menyelesaikan sistem persamaan dengan fungsi dan variabel yang tidak
diketahui.
n n
Definisi 3.2.1
Metode Secant adalah metode untuk menyelesaikan persamaan dengan
satu variabel dimana dalam menghitung turunannya dengan menggunakan
pendekatan sebagai berikut :
Page 46
30
)1(
)1()1(' )()(lim)(
)1( −
−
→
−
−−
=− i
i
xx
i
xxxfxfxf
i (3.2.1)
Misalkan diketahui , )1( −= ixx
Maka turunannya dapat dihitung dengan rumus :
)2()1(
)2()1(
)1()2(
)1()2()1(' )()()()()( −−
−−
−−
−−−
−−
=−−
= ii
ii
ii
iii
xxxfxf
xxxfxfxf (3.2.2)
dengan menggunakan pendekatan seperti pada persamaan (3.2.2), maka
penyelesaian persamaan dengan Metode Secant adalah
)( )1(' −ixf
)()())((
)2()1(
)2()1()1()2()1(
−−
−−−−−
−−
−= ii
iiiii
xfxfxxxfxx (3.2.3)
Penyelesaian sistem persamaan dengan Metode Broyden dapat dilakukan
dengan langkah-langkah, misalkan bahwa suatu pendekatan awal diberikan
untuk solusi p dari F(x) = 0. Untuk menghitung pendekatan berikutnya
terlebih dahulu dibentuk Matriks Jacobi .
)0(x
)1(x
)(xJ
Definisi 3.2.2
Matriks Jacobi adalah matriks yang dibentuk dengan mencari turunan
parsial masing-masing persamaan terhadap masing-masing variabel.
)(xJ
Bentuk umum Matriks Jacobi untuk sistem persamaan dengan
persamaan dan n variabel adalah sebagai berikut:
)(xJ n
Page 47
31
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
∂∂
=
n
nnn
n
n
xf
xf
xf
xf
xf
xf
xf
xf
xf
)(...
)()(
)(...
)()(
)(...)()(
)(
21
2
2
2
1
2
1
2
1
1
1
xxx
xxx
xxx
xJMMM
(3.2.4)
Dari persamaan (3.2.4) Matriks Jacobi dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut:
(3.2.5) )()( ' xFxJ =
Atau dapat juga ditulis dalam bentuk
k
j
xf∂
∂=
)()(
xxJ , (3.2.6)
untuk j dan k masing-masing menunjukkan baris dan kolom, dengan nkj ≤≤ ,1
dan turunan parsial pada iterasi ke- adalah i
)1()(
)1()()( )()()(−
−
−
−≈
∂
∂i
ki
k
ij
ij
k
ij
xx
ffx
f xxx, (3.2.7)
Setelah diperoleh Matriks Jacobi , substitusikan ke dan
, sehingga diperoleh Matriks Jacobi dan . Matriks Jacobi
pada iterasi awal dinotasikan sebagai matriks . Kemudian analog
dengan persamaan (3.2.3) maka penyelesaian sistem persamaan non-linear (3.1.9)
adalah:
)(xJ )0(x )(xJ
)(xF )( )0(xJ )( )0(xF
)( )0(xJ 0A
)( )0(10
)0()1( xFAxx −−= (3.2.8)
Page 48
32
Setelah perhitungan dari , kemudian Matriks Jacobi didekati
dengan matriks yang harus memenuhi persamaan (3.2.2), yaitu
)1(x )( )1(xJ
1A
(3.2.9) )()()( )0()1()0()1(1 xFxFxxA −=−
Supaya vektor orthogonal )0()1( xx − tidak terpengaruh oleh , maka
diperlukan syarat tambahan, yaitu
)( )0(xJ
(3.2.10) zxJzA ))( )0(1 =
meskipun 0)( )0()1( =− zxx t
Kondisi ini menjelaskan bahwa vektor orthogonal akan
digantikan dengan perbaikan dari yang menggunakan perhitungan
menjadi , yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung .
Menggunakan persamaan (3.2.9) dan persamaan (3.2.10) diperoleh:
)( )0()1( xx −
)( )0(xJ )1(x
1A )2(x
t
t
))(())]()(()()([
)()()()(
)()(
)0()1()0()1(
)0()1()0()1()0()0()1(
)0()0()1(
)0()1(
)0(1
)0()1(
)0()1(
1
xxxxxxxxxJxFxF
xJxx
xFxF
xJAεxx
xFxFA
−−−−−−
=
−−−
=
−=−−
=
2
2
)0()1(
)0()1()0()1()0()0()1(
)(
))]()(()()([
xx
xxxxxJxFxFε−
−−−−=
t
(3.2.11)
εxJA += )( )0(1 dengan persamaan (3.2.11) dapat diperoleh matriks sebagai
berikut:
1A
Page 49
33
22
)0()1(
)0()1()0()1()0()0()1()0(
1 ||||))]()(()()([)(
xxxxxxxJxFxFxJA
−−−−−
+=t
(3.2.12)
Kemudian matriks mensubstitusikan untuk menghitung
yang ekuivalen dengan persamaan (3.2.8), yaitu:
1A )( )1(xJ )( )2(x
(3.2.13) )( )1(11
)1()2( xFAxx −−=
Sedangkan untuk menghitung dapat dilakukan dengan metode yang
sama dengan menggunakan menggantikan dan
menggantikan dan menggantikan . Sehingga pendekatan Matriks
Jacobi untuk iterasi kedua adalah
)3(x
1A )( )0(0 xJA ≡ )2(x
)1(x )1(x )0(x
22
)1()2(
)1()2()1()2()1()1()2()1(
2 ||||))]()(()()([)(
xxxxxxxJxFxFxJA
−−−−−
+=t
(3.2.14)
Berdasarkan persamaan (3.2.8), (3.2.12), (3.2.13) dan (3.2.14), dengan
ti
i
iiiii s
ssAy
AA 22
11 ||||
)( −−
−+= (3.2.15)
)()( )1()( −−= iii xFxFy
)1()( −−= iii xxs
secara umum dipakai untuk menghitung yakni )(ix )1( +ix
(3.2.16) )( )(1)()1( ii
ii xFAxx −+ −=
Setelah perhitungan dari , maka akan diperbaharui menjadi ,
dalam proses Matriks Jacobi yang didekati dengan matriks akan
menentukan berhasil atau tidaknya Metode Quasi-Newton. Keuntungan dari
)1( +ix iA 1+iA
)( )0(xJ 1A
Page 50
34
metode ini adalah penyelesaian persamaan (3.2.16) lebih mudah daripada
menggunakan koefisien matriks . )( )(' ixF
Definisi 3.2.3
Suatu barisan dikatakan konvergen superlinear-q ke jika )(ix x
0||||||||lim )(
)1(
=−−+
∞→ xxxx
i
i
i (3.2.17)
Metode Quasi-Newton yang dipakai dalam Metode Broyden ini
mempunyai sifat konvergen superlinear yang dapat mempertahankan sifat simetri
atau definit positif. Sifat ini menjamin bahwa determinan dari matriks bernilai
positif sehingga akan selalu ada. Sehingga Metode Broyden ini merupakan
salah satu alternatif yang sangat baik untuk menggantikan Metode Newton.
iA
1−iA
Preposisi 3.2.1
Misalkan adalah sebuah matriks nonsingular yang berukuran A nxn
dan misalkan , maka adalah invertibel jika dan hanya jika
atau
nℜ∈vu, tuvA +
01 1 ≠+ − uAv t
11
11
1)()( −−
−−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−=+ AuAv
vuAIuvA t
tt (3.2.24)
Ekspresi pada persamaan (3.2.24) sering disebut dengan formula Sherman-
Morisson.
Page 51
35
Bukti:
Suatu matriks nonsingular apabila dikalikan dengan inversnya, maka akan
menghasilkan matriks identitas . Jika dari persamaan (3.2.24) ruas kiri dan
kanan dikalikan dengan matriks , maka harus dibuktikan bahwa:
I
)( tuvA +
IAuAv
vuAIuvA =⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−+ −−
−1
1
1
1)()( t
tt
Perhatikan bahwa
( )
( )
IAvuI
AvuAvuAvuI
AvuAv
uAvuAv
uI
AvuAvuAvuAvuIAvuAvuAuvAuvAvuAvuI
AvuAvuAAuvA
AvuAv
uAAuvAAuAv
vuAIuvA
=−−=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
++
−=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
+−+
−=
++−+−=
+−++−=
+−+=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−+=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−+
−
−−
−
−−
−
−
−−−−−−
−−−−−−−−
−−−−−
−−
−−−
−
−
1
11
1
11
1
1
111111
11111111
11111
11
111
1
1
)11(
111
11
11
)1(1)1()1()1(
)1)(()(
1)()(
1)()(
t
tt
t
tt
t
t
tttt
tttttt
ttt
tt
tt
tt
Jadi terbukti bahwa 11
11
1)()( −−
−−
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
−=+ AuAv
vuAIuvA t
tt
Teorema 3.2.4
Misalkan adalah matriks nonsingular yang berukuran A nxn serta
adalah vektor maka adalah matriks nonsingular yang berukuran yx dan txyA +
Page 52
36
nxn jika dan hanya jika adalah matriks nonsingular yang berukuran xAy 11 −+ t
nxn dan atau dapat dituliskan: 11 −≠− xAy t
xAyAxyAAxyA 1
1111
1)( −
−−−−
+−=+ t
tt
Bukti:
)(⇒ Diketahui: adalah matriks nonsingular yang berukuran A nxn
adalah vektor yx dan
adalah matriks nonsingular yang berukuran txyA + nxn
Akan dibuktikan: 01 1 ≠+ − xAy t
Karena adalah matriks nonsingular yang berukuran txyA + nxn , berarti
mempunyai invers atau ada. txyA + 1)( −+ txyA
Menurut sifat invers matriks dari Sherman dan Morrison [Matrix
Analysis:1984].
11
11
111111
1
)1()(
−−
−−
−−−−−−
+−=
+−=+
AyxAy
xAA
AyxAyxAAxyA
tt
ttt
xAyAxyAAxyA 1
1111
1)( −
−−−−
+−=+ t
tt (3.2.20)
Dari sifat invers matriks di atas berarti ada, maka 11 )1( −−+ xAy t
01 1 ≠+ − xAy t
Page 53
37
)(⇐ Diketahui: adalah matriks nonsingular yang berukuran A nxn
adalah vektor yx dan
01 1 ≠+ − xAy t
Akan dibuktikan: adalah matriks nonsingular yang berukuran txyA + nxn
Bukti :
Karena berarti ada. Sehingga, 01 1 ≠+ − xAy t 11 )1( −−+ xAy t
Karena , maka menurut sifat invers matriks dari Sherman dan
Morrison [Matrix Analysis:1984], berlaku
01 1 ≠+ − xAy t
1
1
111
11
1111111
)(1
1)1(
−
−
−−−
−−
−−−−−−−
+=
+−=
+−=+−
t
t
t
tt
tt
xyAxAy
AxyAA
AyxAy
xAAAyxAyxAA
Karena ada berarti bahwa adalah matriks non-
singular yang berukuran
1)( −+ txyA )( txyA +
nxn .
Formula bisa dihitung langsung dari eliminasi membutuhkan
invers matriks pada setiap iterasi.
1−iA 1
1−
−iA
misalkan 1−= iAA
Page 54
38
22
1
||||)(
i
iii
ssAy
x −−= dan isy = , dengan persamaan (3.2.15) dan
(3.2.20) diperoleh
22
11
22
11
111
1
22
111
112
2
111
11
122
11
1
||||||||)(
)||||
)((1
)||||
)((
)||||
)((
iiit
ii
it
iiiii
i
iiii
ti
it
ii
iiii
i
ti
i
iiiii
syAssAssyA
A
ssAy
As
Ass
sAyA
A
ss
sAyAA
−+
−−=
−+
−
−=
−+=
−−
−−
−−−
−
−−−
−−
−−−
−−
−−−
−
maka
iit
i
it
iiiiii yAs
AsyAsAA 1
1
11
111
11 )(
−−
−−
−−−
−− −
+= (3.2.21)
Sebelum menyelesaikan sistem persamaan non-linear dengan Metode
Broyden, akan dibahas terlebih dahulu tentang implementasi Metode Broyden.
Implementasi Metode Broyden memuat hal-hal yang berkaitan dengan syarat-
syarat dalam pelaksanaan Metode Broyden, diantaranya adalah sebagai berikut :
Lemma 3.2.1
Diasumsikan terdapat barisan Broyden untuk data
maka terdapat barisan Broyden untuk data
dan
),( )(i
i Ax
),,( 0)0( AxF ),( )(
ii Cy
),,( )0(10 IxFA −
untuk semua i (3.2.22) ii
ii
CAAyx
0
)()(
==
Page 55
39
Bukti:
Akan dibuktikan dengan menggunakan induksi matematik
i) Untuk , jika diketahui maka terdapat barisan Broyden
dan jika diketahui maka terdapat barisan
Broyden , dan berlaku
0=i ),,( 0)0( AxF
),( 0)0( Ax ),,( )0(1
0 IxFA −
),( 0)0( Cy
0000
)0()0(
CAIAAyx
===
ii) Diasumsikan bahwa persamaan (3.2.22) berlaku untuk suatu yang diberikan,
yakni
i
ii
ii
CAAyx
0
)()(
==
iii) Berdasarkan persamaan (3.2.15) berlaku
)()(
)()(1
0)(
)(1)()1(
ii
i
ii
ii
xFCAx
xFAxx−
−+
−=
−= (3.2.23)
karena dimisalkan dan )()( ii yx = ii CAA 0= , maka
)1(
)(1)()1( )(+
−+
=
−=i
ii
ii
y
yFAyx
karena
)()1(
)()1(
ii
iii
yy
xxs
−=
−=+
+
dengan persamaan (3.2.23), maka
Page 56
40
10
22
110
0
22
110
00
22
1
1
||||)(
||||)(
||||)(
+
+−
+−
+
+
=
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=
+=
+=
i
i
ti
)(i
i
i
ti
)(i
i
i
ti
)(i
ii
CA
ssyFA
CA
ssyFA
ACA
ssxF
AA
Jadi terbukti bahwa jika diketahui terdapat barisan Broyden
, maka jika diketahui terdapat barisan Broyden
.
),,( 0)0( AxF
),( )(i
i Ax ),,( )0(10 IxFA −
),( )(i
i Cy
Perhatikan kembali untuk 0≥i
2
)1(
||||)(
i
i
i sxFu
+
= dan 2|||| i
ii s
sv =
maka dengan menggunakan persamaan (3.2.15), dapat ditulis sebagai 1+iA
tiiii vuAA +=+1
Misalkan,
)1(
)(1
1
iiti
iii uAv
uAw −
−
+=
lihat jika IA =0 , maka
Page 57
41
(3.2.25)
∏−
=
−−−−
−−−−−−
−−−−
−−−−
−
−=
−−−=
−−=
−=
+=
1
0
002211
122211
1111
1111
1
)(
).().........)((
))((
)(
)(
i
j
tjj
ttii
tii
itii
tii
itii
tiiii
vwI
vwIvwIvwI
AvwIvwI
AvwI
vuAA
Kemudian menurut persamaan (3.2.15) langkah pada Metode Broyden
untuk iterasi dapat ditulis sebagai berikut:
(3.2.26) )()(
)(
)(1
0
)(1
ii
j
tjj
iii
xFvwI
xFAs
∏−
=
−
−−=
−=
Misalkan
)()(
)(
)(2
0
)1(11
ii
j
tjj
ii
xFvwI
xFAw
∏−
=
−−−
−=
−=
wCwwwvs
wvsw
F(xAvsF(xA
suAvssuA
uAvuA
uAvuA
w
wi
tii
tii
ii
tii
ii
iiitii
iii
iiti
ii
iiti
iii
=+=
+=
+=
+=
+=
+=
−
−−−
−−
−−−−
−−
−−−
−−−
−−−
−
−−
−−−
−−
−−
−−
−−
−−
1
1121
121
)(11121
)(11
2111
1121
2111
1
11
111
11
11
11
11
11
)||(||
||||
))||(||)
)||||||(||||||
)1(1)(
)1()(
di mana 1121 )||(|| −−− += wvsC t
iiw
Page 58
42
dan (3.2.27) wvwIs )( 11tiii −−−−=
untuk 1≥i
121
21
21
211
21121
1
1
11
||||||||
||||))||||(1(
))||||||(||1(
))(1(
)(
)(
−−
−
−
−−
−−−
−
−
−−
−=−=
−+−=−+−=
−++−=
+−=
+−=
+−=
ii
iw
iw
iww
itiiw
tiw
tiw
tiii
wssCw
sCwwwsCCw
swvsCw
wvCw
wvwCw
wvwws
maka untuk 1≥i
2
1
|||| i
ii s
sw +−
= (3.2.28)
Kemudian persamaan (3.2.25) dapat dituliskan sebagai berikut:
∏−
=
+− +=1
022
11 )||||
(i
j j
tjj
i sss
IA (3.2.29)
Persamaan (3.2.26) dan (3.2.29) tidak dapat digunakan secara langsung
untuk menghitung karena terdapat di dua sisi persamaan. 1+is 1+is
Menurut persamaan (3.2.15) dan persamaan (3.2.26) diperoleh
)(
||||
)(
)1(122
1
)1(111
+−+
+−++
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+−=
−=
ii
i
tii
iii
xFAs
ssI
xFAs (3.2.30)
kemudian dari persamaan (3.6.9) diperoleh sebagai berikut: 1+is
22
)1(1
)1(1
1
||||)(
1
)(
i
ii
ti
ii
i
sxFAs
xFAs
+−
+−
+
+−= (3.2.31)
Page 59
43
Berdasarkan Preposisi 3.2.1 maka penyebut pada persamaan (3.2.31)
01||||
)(1 1
22
)1(1
≠+=+ −+−
iiti
i
ii
ti uAv
sxFAs
Jadi dari pembuktian Implementasi Metode Broyden di muka dapat
diasumsikan bahwa , tetapi jika terdapat pilihan yang lebih baik untuk
, maka dapat digabungkan dalam perhitungan fungsi. Selain itu formula
Sherman-Morisson berlaku, yaitu invertibel jika dan hanya jika
.
IA =0
0A
tuvA +
01 1 ≠+ − uAv t
Page 60
44
Sebelum sampai pada algoritma Metode Broyden, di bawah ini adalah
flowchart dari Metode Broyden, yaitu :
44
Page 61
45
Dari uraian di atas, misalkan diketahui sistem persamaan non-linear
dengan pendekatan awal , maka langkah-langkah
untuk menyelesaikan sistem persamaan non-linear dengan Metode Broyden
adalah sebagai berikut:
0)( =xF tnxxx ),......,( 21
)0( =x
Langkah 1:
a. Bentuk Matriks Jacobi , di mana )(xJk
jkj x
f∂
∂=
)()( ,
xxJ untuk j dan
masing-masing menunjukkan baris dan kolom, dengan dan
turunan parsial pada iterasi pertama adalah
k
nkj ≤≤ ,1
)0()1(
)0()1()1( )()()(
kk
jj
k
j
xx
ffx
f
−
−≈
∂
∂ xxx,
b. Hitung dengan mensubstitusikan ke sistem persamaan non-
linear
)( )0(xF )0(x
0)( =xF
c. Hitung matriks dengan
mensubstitusikan ke matriks Jacobi.
),........,,( )0()0(2
)0(10 nxxxJA =
)0(x
d. Hitung invers dari matriks yaitu 0A 10−A
e. Hitung )( )0(10
)0()1( xFAxx −−=
Langkah 2:
Hitung dengan mensubstitusikan ke sistem persamaan non- )( )(ixF )( ix
linear , untuk 0)( =xF K,2,1=i
Langkah 3:
Hitung )()( )1()( −−= iii xFxFy
Page 62
46
Langkah 4:
Hitung )( )1(1
−−−= iii xFAs
Hitung iii yAs 11−
−−
Hitung 11−
−iti As
Langkah 5:
Hitung ii
ti
itiiii
ii yAsAsyAs
AA 11
11
111
11 )(
−−
−−
−−−
−− −
+=
Langkah 6:
Hitung )( )(1)()1( ii
ii xFAxx −+ −=
Langkah 7:
Jika maka kembali ke langkah 2 ε>−+ |||| )()1( ii xx
Jika tidak, maka penyelesaian sistem persamaan non-linear adalah . )1( +ix
Contoh 3.2.1
Perhatikan Sistem Persamaan Non-Linear berikut:
01sin12
01)(cos8
0)sin(10
33
232
2
211
=−+=−−−
=+−
xxxxx
xxx
Selesaikan Sistem Persamaan Non-Linear dengan metode Broyden di atas apabila
diketahui nilai pendekatan awal dan ⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
08.025.002.0
)0(x 005.0=ε
Page 63
47
Penyelesaian:
Langkah 1:
Matriks Jacobi untuk sistem persamaan non-linear di atas adalah
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
+−−−−−
+−=
)cos(1200)sin()cos(2)sin()cos(280
0)cos()cos(1)(
3
23232323
211212
xxxxxxxxx
xxxxxxxJ
Dengan , maka diperoleh; t)08.025.002.0()0( =x
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
0399.00286.09250.8
)( )0(xF
Kemudian ),,( )0(3
)0(2
)0(10 xxxJA =
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
−=
999999.1200005934.0005934.80
0019999.075.0
dan
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−=−
0769.0000001.01249.0000033.03333.1
10A
maka
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.0030- 0.0000-
11.9734-
0.038604-0.0000098.980087
0.0769 0 0 0.0001 0.1249 0 0.0000 0.0033 1.3333-
08.025.002.0
)( 010
)0()1( )(xFAxx
Page 64
48
Langkah 2:
Setelah diperoleh kemudian dihitung dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
)1(x )2(x
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
1.03601-1.9999-
20.9734)( )1(xF
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.9974- 1.9999-
11.9933
0.038604-0.0000098.980087
1.03601-1.9999-
20.9734)()( )0()1(
1 xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.0830 0.2500
11.9934
08.025.002.0
0.0030- 0.0000-
11.9734-)0()1(
1 xxs
9362.19111
1 −=− yAs 0t
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+= −
−−−−
0.0769 0.0001- 0.0133 0.0000 0.1247 0.0416 0.0009- 0.0070- 0.9988
)(
11
1
111
111
01
1 yAsAsyAs
AA0
00t
t
Langkah 6:
Maka diperoleh:
Page 65
49
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.2025-0.624-31.9357-
1.03601-1.9999-
20.9734
0.0769 0.0001- 0.01330.0000 0.1247 0.04160.0009- 0.0070- 0.9988
0.0030-0.0000-11.9734-
)( 111
)1()2( )(xFAxx
Langkah 7:
Karena 005.09730.190.0030-0.0000-11.9734-
0.2025-0.624-31.9357-
|||| )1()2( >=⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx
maka kembali ke langkah 2.
Iterasi pertama
Langkah 2:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
3.4335-6.9920-
42.2868)( )2(xF
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
2.3975- 4.9921-
21.3134
1.03601-1.9999-
20.9734
3.4335-6.9920-
42.2868)()( )1()2(
2 xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.1995- 0.6240-
19.9623-
0.0030-0.0000-11.9734-
0.2025-0.624-31.9357-
)1()2(2 xxs
8667.42521
12 −=− yAs t
Page 66
50
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+=
−
−−−−
0.0769 0.0000- 0.0007- 0.0000 0.1249 0.0000-
0.0006- 0.0010- 0.9369-
)(
21
12
1122
1121
11
2 yAsAsyAsAA t
t
Langkah 6:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.09160.25037.6740
3.4335-6.9920-
42.2868
0.0769 0.0000- 0.0007- 0.0000 0.1249 0.0000-
0.0006- 0.0010- 0.9369-
0.2025-0.624-31.9357-
)( 212
)2()3( )(xFAxx
Langkah 7:
Karena 005.039.62050.2025-0.624-31.9357-
0.09160.25037.6740
|||| )2()3( >=⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx maka
kembali ke langkah 2
Iterasi kedua
Langkah 2:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
0.1907 0.0274 2.2654
)( )3(xF
Page 67
51
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
1.0310 2.0714
21.9913-
3.4335-6.9920-
42.2868
2.4025-4.9206-
20.2955)()( )2()3(
3 xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.2941 0.8743
39.6097
0.2025-0.624-31.9357-
0.0916 0.25037.6740
)2()3(3 xxs
-33
123 10 x 1.4857=− yAs t
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+= −
−−−−
0.0769 0.0000- 0.0004- 0.0000 0.1249 0.0001
0.0006- 0.0008- 0.9899-
)(
31
23
1233
1231
21
3 yAsAsyAs
AA t
t
Langkah 6:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.07780.24689.9167
0.19070.02742.2654
0.0769 0.0000- 0.0007- 0.0000 0.1249 0.0004 0.0006- 0.0010- 0.8935-
0.0916 0.25037.6740
)( 313
)3()4( )(xFAxx
Page 68
52
Langkah 7:
Karena 005.02.24270.09160.25037.6740
0.07780.24689.9167
|||| )3()4( >=⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx maka
kembali ke langkah 2
Iterasi ketiga
Langkah 2:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
0.01110.00260.2769-
)( )4(xF
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.1795- 0.0248- 2.5423-
0.1907 0.0274 2.2654
0.0111 0.0026 0.2769-
)()( )3()4(4 xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.0138- 0.0036-
2.2427
0.09160.25037.6740
0.07780.24689.9167
)3()4(4 xxs
5.644541
34 =− yAs t
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+= −
−−−−
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0002 0.0005- 0.0007- 0.8821-
)(
41
34
1344
1341
31
4 yAsAsyAs
AA t
t
Page 69
53
Langkah 6:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.0769 0.2465
9.6725
0.0111 0.0026 0.2769-
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0002 0.0005- 0.0007- 0.8821-
0.0778 0.2468
9.9167)( 41
4)4()5( )(xFAxx
Langkah 7:
Karena 005.00.24420.07780.24689.9167
0.0769 0.2465
9.6725|||| )4()5( >=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx maka
kembali ke langkah 2
Iterasi keempat
Langkah 2:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
0.0000- 0.00060.0144
)( )5(xF
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.0111- 0.0020-
0.2913
0.0111 0.0026 0.2769-
0.0000-0.00060.0144
)()( )4()5(5 xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.0009- 0.0003- 0.2442-
0.0778 0.24689.9167
0.07690.24659.6725
)4()5(5 xxs
Page 70
54
0.062851
45 =− yAs t
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+= −
−−−−
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0001- 0.0005- 0.0007- 0.8384-
)(
51
45
1455
1451
41
5 yAsAsyAs
AA t
t
Langkah 6:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.0769 0.2464
9.6846
0.0000- 0.00060.0144
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0001- 0.0005- 0.0007- 0.8384-
0.0769 0.2465
9.6725)( 51
5)5()6( )(xFAxx
Langkah 7:
Karena 005.00.01210.0769 0.2465
9.6725
0.0769 0.2464
9.6846|||| )5()6( >=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx maka
kembali ke langkah 2
Iterasi kelima
Langkah 2:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=3-
3-
-3
)6(
10x0.0003 10x0.0142-
10x0.6663)(xF
Page 71
55
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=−=0.0000 0.0006-
0.0138-
0.0000- 0.0006
0.0144
10x0.0003 10x0.0142-
10x0.6663)()(
3-
3-
-3
)5()6(6 xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
0.0000 0.0001-
0.0121
0.0769 0.2465
9.6725
0.0769 0.2464
9.6846)5()6(
6 xxs
-46
156 10x1.3945=− yAs t
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+= −
−−−−
0.0769 0.0000- 0.0000 0.0000 0.1249 0.0002- 0.0005- 0.0008- 0.8791-
)(
61
56
1566
1561
51
6 yAsAsyAs
AA t
t
Langkah 6:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.0769 0.2464
9.6852
10x0.0003 10x0.0142-
10x0.6663
0.0769 0.0000- 0.0000 0.0000 0.1249 0.0002- 0.0005- 0.0008- 0.8791-
0.0769 0.2464
9.6846
)(
3-
3-
3-
616
)6()7( )(xFAxx
Page 72
56
Langkah 7:
Karena 005.0587100.00.0769 0.2464
9.6846
0.0769 0.2464
9.6852|||| )6()7( >=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx maka
kembali ke langkah 2
Iterasi keenam
Langkah 2:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=4-
4-
-4
)7(
10x0.0001- 10x0.0178 10x0.3809-
)(xF
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=−=
3-
3-
3-
3-
3-
-3
4-
4-
-4
)6()7(7
10x0.0003- 10x0.0160 10x0.7044-
10x0.0003 10x0.0142-
10x0.6663
10x0.0001-10x0.0178 10x0.3809-
)()( xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
3-
3-
-3
)6()7(7
10x0.0000-10x0.0019 10x0.5857
0.0769 0.2464
9.6846
0.0769 0.2464
9.6852xxs
-77
167 10x3.6267=− yAs t
Page 73
57
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+= −
−−−−
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0001
0.0005- 0.0008- 0.8315-
)(
71
67
1677
1671
61
7 yAsAsyAs
AA t
t
Langkah 6:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.0769 0.2464
9.6851
10x0.0001- 10x0.0178 10x0.3809-
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0001 0.0005- 0.0008- 0.8315-
0.0769 0.2464
9.6852
)(
4-
4-
4-
717
)7()8( )(xFAxx
Langkah 7:
Karena 0005.0316700.00.0769 0.2464
9.6852
0.0769 0.2464
9.6851|||| )7()8( >=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx maka
kembali ke langkah 2.
Iterasi ketujuh
Langkah 2:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=6-
6-
-6
)8(
10x0.0002 10x0.0366-
10x0.8024)(xF
Page 74
58
Langkah 3:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
−⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=−=
4-
4-
4-
4-
4-
-4
6-
6-
-6
)7()8(8
10x0.0001 10x0.0181-10x0.3889
10x0.0001- 10x0.0178
10x0.3809-
10x0.0002 10x0.0366-
10x0.8024)()( xFxFy
Langkah 4:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
=⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=−=
4-
4-
-4
)7()8(8
10x0.0000 10x0.0022-
10x0.3167-
0.0769 0.2464
9.6852
0.0769 0.2464
9.6851xxs
-98
178 10x1.0241=− yAs t
Langkah 5:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−+= −
−−−−
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0002 0.0005- 0.0008- 0.8144-
)(
81
78
1788
1781
71
8 yAsAsyAs
AA t
t
Langkah 6:
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
−= −
0.0769 0.2464
9.6851
10x0.0002 10x0.0366-
10x0.8024
0.0769 0.0000- 0.0000- 0.0000 0.1249 0.0002 0.0005- 0.0008- 0.8144-
0.0769 0.2464
9.6851
)(
6-
6-
6-
818
)8()9( )(xFAxx
Page 75
59
Langkah 7:
Karena 0005.065347000000.00.0769 0.2464
9.6851
0.07690.24649.6851
|||| )8()9( <=⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡−
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=− xx
maka adalah penyelesaian sistem persamaan non-linear di
atas.
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡=
0.0769 0.2464
9.6851)9(x
Dari hasil perhitungan di atas dapat diperoleh Tabel 3.2.1 sebagai berikut:
Tabel 3.2.1 Hasil Iterasi
I i1x i
2x i3x
0 0.02 0.25 0.08
1 -11.9734 -0.0000 -0.0030
2 -32.9357 -0.6240 -0.2025
3 7.6740 0.2503 0.0916
4 9.9167 0.2468 0.0778
5 9.6725 0.2465 0.0769
6 9.6846 0.2464 0.0769
7 9.6852 0.2464 0.0769
8 9.6851 0.2464 0.0769
9 9.6851 0.2464 0.0769
Page 76
60
Sedangkan apabila diselesaikan dengan menggunakan Program Matlab
(Lampiran 1), dapat diperoleh hasil seperti yang terdapat dalam Tabel 3.2.2 di
bawah ini:
>> MetodeBroyden('f_cont3_2_1','diff_f_cont3_2_1')
**Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden**
Nilai awal : [0.02 0.25 0.008]'
Toleransi : 0.005
Jumlah Maksimum iterasi : 15
-----------------------------------------------------------------------
i x1(i) x2(i) x3(i)
-----------------------------------------------------------------------
1 10.411739 0.246205 0.076931
2 9.649223 0.246442 0.076929
3 9.684779 0.246442 0.076929
4 9.685121 0.246442 0.076929
Page 77
61
C. Kondisi Dennis-Moré
Dalam subbab sebelumnya, telah dibahas mengenai penyelesaian sistem
persamaan non-linear dengan Metode Broyden. Dengan menggunakan algoritma
metode Broyden yang telah dibahas di atas, ternyata dapat diperoleh penyelesaian
yang konvergen. Dalam hal ini, penyelesaian yang diperoleh dengan
menggunakan Metode Broyden akan dibuktikan kalau mempunyai sifat
konvergen superlinear-q. Kondisi tersebut dapat didasarkan pada Kondisi Dennis-
Moré.
Misalkan penyelesaian sistem persamaan non-linear adalah , maka dapat
diperoleh matriks Jacobi .
p
)(' pF
Kesalahan dalam pendekatan Matriks Jacobi tersebut adalah
)(' pFAE −= (3.3.1)
Pada langkah ke-n dapat didefinisikan . )()1( nnn xxs −= +
Secara umum dapat dituliskan
(3.3.2) )()1( iii xxs −= +
Jika data dan cukup baik, maka iterasi Broyden akan konvergen
superlinear-q ke akarnya.
)0(x 0A
Metode iterasi secara umum dengan bentuk
)( )(1)()1( ii
ii xFAxx −+ −= (3.3.3)
dengan . )()( '' pFEpFA ≈+= ii
Pembuktian dari konvergen superlinear-q tidak bisa diturunkan dengan
pendekatan langsung, tetapi harus menghubungkan kondisi konvergen
Page 78
62
superlinear-q yaitu 0→nη , tetapi untuk lebih mudahnya dibuktikan kondisi
dalam analisis Metode Broyden. Metode ini didasarkan pembuktian kondisi
Dennis-Moré pada barisan langkah dan kesalahan dari matriks Jacobi ,
yakni:
is iE
0||||||||
lim =∞→
i
ii
i ssE
(3.3.4)
Definisi 3.3.1
Misalkan dan adalah Lipschitz kontinu pada
dengan konstanta Lipschitz
nΩ ℜ⊂ .ΩG mℜ→⊂: G
Ω γ jika
||||||)()(|| yxyGxG −≤− γ
untuk semua Ωyx ∈ . ,
Dalam pembahasan ini akan digunakan asumsi standar pada F
Asumsi 3.3.2
1. Sistem persamaan (3.1.9) mempunyai penyelesaian p .
2. nxn adalah Lipschitz kontinu dengan konstanta Lipschitz ΩF ℜ→:' γ .
3. )(' pF bersifat nonsingular.
Definisi 3.3.3 (Tipe-tipe Kekonvergenan)
Misalkan dan , maka nx ℜ⊂(i) np ℜ⊂
Page 79
63
1. px →i)( kuadratik-q jika px →(i) dan terdapat 0>K sedemikian sehingga
( || 21( |||||| pxpx −≤−+ i))i K
2. px →i)( superlinear-q dengan order-q 1>α jika px →(i) dan terdapat 0>K
sedemikian sehingga α|| |||||| (1( pxpx −≤−+ i))i K
3. px →i)( superlinear-q jika
0||||
||||lim (
(1(
=−−+
∞→ pxxx
i)
i))i
i
4. linear-q dengan faktor-q px →i)( )1,0(σ jika
|||||||| (1( pxpx −≤−+ i))i σ
Teorema 3.3.4
Misalkan asumsi 3.3.2 dipenuhi, kemudian terdapat δ dan η sedemikian
sehingga jika , )()0( δAx ∈ ,0 ηη ⊂i , maka iterasi Newton yang tidak eksak
iii sxx +=+ )()1(
di mana
||)(||||)()('|| )()()1( ii
ii
i xFxFsxF η≤++
konvergen linear-q ke- . Selain itu p
jika 0→iη konvergen superlinear-q dan jika untuk suatu
adalah konvergen superlinear dengan q-order
vii K ||)(|| )(xFηη ≤
0>ηK v+1
Page 80
64
Bukti :
Misalkan δ cukup kecil sedemikian sehingga
||||)||(|||||| 11 iiiIi K eee η+≤ ++ (3.3.5)
dipenuhi.
Untuk menghasilkan )()( δAx ∈i δ dan η yang dibutuhkan sedemikian
sehinggga 1)( <+ ηδIK
di mana dari persamaan (3.3.5), maka IK
jika dan diperoleh 0≥i )()( δAx ∈i
||||
||||)(||||)||(|||||| 11
i
iI
iiiIi
KK
ee
eee
<+≤
+≤ ++
ηδη
Ini merupakan bukti konvergen linear-q dengan faktor-q dari )( ηδ +IK .
Jika 0→iη maka konvergen superliner-q mengikuti Definisi 3.3.3.
Jika maka menggunakan persamaan vii K ||)(|| )(xFηη ≤
||||||)('||2||)(2
||||||)(|| 11 epFxFepF ≤≤−− dan persamaan (3.3.5) untuk
memperoleh
vivvv
iIi KK +−++ +≤ 11
11 ||||)||||2||(|||||| e(p)F'ee η
jadi terbukti bahwa jika untuk suatu adalah
konvergen superlinear dengan q-order
vii K ||)(|| )(xFηη ≤ 0>ηK
v+1 .
Page 81
65
Teorema 3.3.5
Misalkan Asumsi 3.3.2 dipenuhi, dan misalkan adalah barisan
matriks nonsingular yang berukuran
iA
nxn , misalkan diberikan nR∈)0(x dan
diberikan yang memenuhi persamaan (3.3.3). Diasumsikankan bahwa
untuk setiap . Maka konvergen superlinear-q jika dan hanya
jika dan kondisi Dennis-Moré (3.3.4) dipenuhi.
∞=1
)( iix
px ≠)(i i px →)(i
px →)(i
Bukti :
Diketahui dan )(⇒ )()1( nnn xxs −= + pxe −= )(i
i
maka
ii
ii
iii
eepepe
xxs
−=+−+=
−=
+
+
+
1
1
)()1(
)(
dan karena
)(
)()(
)(
)(
)(
)(1
)(1)()1(
)(1)()1(
ii
iii
ii
ii
ii
ii
xFsA
xFAAsA
xFAxx
xFAxx
−=
−=
−=−
−=
−
−+
−+
sehingga diperoleh
iiiiii sEspFsAxF +==− )()( ')(
dan
)())((
)()()(
1'
)('
iii
iiii
xFeepF
xFspFsE
−−−=
−−=
+
Page 82
66
)()()( )('1
' iiiii xFepFepFsE −+−= + (3.3.6)
Digunakan teorema dasar kalkulus dan Asumsi 3.3.2 untuk mendapatkan
∫ ∫
∫
+−=
+−=
+−=−
1
0
1
0
''
1
0
''
')('
)()((
)()(
)()()()(
dttdt
dtt
iii
iii
iii
i
eepFepF
eepFepF
epFepFxFepF
∫ +−=−1
0
'')(' ))()(()()( dtt iii
i eepFpFxFepF (3.3.7)
Dengan menggunakan teorema dasar kalkulus dan asumsi 3.3.2, maka diperoleh :
2||||
||||21||||
||||||||
||||||||
||||||)(||
||||||)()(||
))()((||)()(||
2
1
0
221
0
2
1
0
1
0
1
0
1
0
''
1
0
'')('
i
ii
ii
ii
ii
ii
iii
i
tdtt
dtt
dtt
dtt
dtt
dtt
e
ee
ee
ee
eepp
eepFpF
eepFpFxFepF
γ
γγ
γ
γ
γ
=
⎥⎦⎤
⎜⎝⎛=≤
≤
−=
+−≤
+−=
+−=−
∫
∫
∫
∫
∫
∫
Jadi diperoleh
2||||
||)()(||2
)(' iii
exFepF
γ≤− (3.3.8)
Page 83
67
Oleh karena itu, dengan persamaan (3.3.3)
2
||||||)(||||||
2
1' i
iiie
epFsEγ
+≤ + (3.3.9)
Sekarang, jika konvergen superlinear-q, maka untuk i cukup besar px →)(i
2
|||||||||||||||||||| 11
i
iiiii
sessee
≥
−≥−= ++
dan
||||2||||||||
||||||||
||||||||||)(||||||)1(
11
i
iii
ii
iiiii
sses
spx
sesee
≤−+−≤−+−≤
−+≤−+=+
++
Jadi, dapat di simpulkan sebagai berikut:
||||2||||2
||||ii
i ses
≤≤ (3.3.10)
Dengan asumsi bahwa untuk setiap mengakibatkan barisan px ≠)(i i
|||||||| 1
i
ii e
ev += (3.3.11)
terdefinisikan dan karena adalah konvergen superlinear-q, maka px →)(i
0lim||||||||lim )(
)1(
)(
)1(
==−− +
∞→
+
∞→ i
i
ii
i
i ee
pxpx
jadi 0→ iv
Dengan persamaan (3.3.10) diperoleh
||||2||||2|||||||| 1 iiiiiii svsveve ≤≤=+
Oleh sebab itu persamaan (3.3.9) menghasilkan implikasi
Page 84
68
||||)||||||)(||2(
||||||||||||||)(||22
||||||||||||2||)(||||||
'
'
'
iii
iiii
iiiiii
sevpF
sesvpF
eesvpFsE
γ
γ
γ
+≤
+≤
+≤
karena dan , berarti 0→iv 0→ie
0||||||||
lim →∞→
i
ii
i ssE
sehingga kondisi Dennis-More (3.3.4) dipenuhi.
Diasumsikan bahwa dan persamaan (3.3.4) dipenuhi. )(⇐ px →)(i
Akan dibuktikan konvergen superlinear-q. px →)(i
Misalkan
||||||||
i
iiiμ s
sE=
Diperoleh,
||)(||||||
||)(||||)(||||||
)()()(
)(
'11'
,')('
iii
ii
ii
iiiii
xFsE
spFpFs
spFxFspFsAsE
+≤
≤
−−=−=−− (3.3.12)
= (3.3.13) )(|||| )(iiiμ xFs +
Page 85
69
11'
11'
11'
1111'
)('11'
)('11'
11')('
)('11'
||)(||2
||||||||||)('||
||)(||2
||||||||||)('||
||||||||
||)(||
||||||||||)('||||||
||)(||
||||||)(||
2||)(||2
||)(||2
||)(||||||2||||
2||)(||||||2||)(||||||
||)(||||||2
||)(||||||2
−−
−−
−−
−−−−
−−
−−
−−
−−
≤
−≤
−−=
+−=
−≤
−≤
≤+
+≥
pF
sspF
pF
sspF
ssE
pF
sspFsE
pF
sxFpF
xFpFss
pFsxFs
xFspFs
i
i
ii
i
i
i
ii
i
iii
i
i
i
iiii
ii
ii
iiii
μ
μ
μ
μ
μ
μ
2
||)(|| 11' −−
≤pF
iμ , (3.3.14)
untuk cukup besar. Karena ,dan diasumsikan bahwa cukup besar,
maka persamaan (3.3.14) terpenuhi.
i 0→iμ i
Karena,
||)(||||)(||2
||||
||)(||||)(||2
||||||||
||)(||||||2
||)(||
||)(||||||||)(||||||
)(1'
)(1'
)(11'
)(11'
ii
iii
ii
iiii μ
xFpFs
xFpFs
s
xFspF
xFspFs
−
−
−−
−−
≤
+≤
+≤
+≤
(3.3.15) ||)(||||)(||2|||| )(1' ii xFpFs −≤
Page 86
70
Dengan menggunakan Asumsi 3.3.2 dan persamaan (3.3.12), diperoleh
||||)||||(||||||||||||
||||||||||||
||||||)()('||||||
||)()(||||)()(||
||)()(||||)()(||
||)()()()(||||)()(||
)(
')(
')('')(
)(''')(
)(''')()(')(
iii
iiii
ii
ii
iii
ii
iii
ii
ii
iii
ii
iii
iii
μμμ
seses
spxs
sspFxFsE
spFsxFspFxF
sxFspFspFxF
sxFspFspFxFsxFxF
γγγ
+=+=
−+≤
−+−≤
−++=
+−++≤
+−+=+
(3.3.16)
Kombinasi dari persamaan (3.3.15) dan persamaan (3.3.16) diperoleh
||)(||)||||(||)(||2
||)(||||)(||2)||||(
||||)||||(||)()(||
)(1'
)(1'
)(')(
iii
iii
iiiiii
μ
μ
μ
xFepF
xFpFe
sesxFxF
γ
γ
γ
+≤
+≤
+≤+
−
−
Karena ,dengan asumsi px →)(i 0→iη di mana
(3.3.17) )||||(||)(||2 1'iii μ epF γη += −
maka diperoleh
(3.3.18) ||,)(||||)()(|| )()(')( iii
ii xFsxFxF η≤+
Persamaan (3.3.17) merupakan kondisi Newton yang tidak eksak. Jika 0→iη
maka konvergen superlinear-q. px →)(i
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konvergen superlinear-q jika dan
hanya jika dan Kondisi Dennis-Moré (3.3.4) dipenuhi.
px →)(i
px →)(i
Page 87
71
D. Analisis Konvergensi Metode Broyden
Dalam subbab kondisi Dennis-Moré di muka dapat diperoleh kesimpulan
bahwa konvergen superlinear-q jika dan hanya jika dan
Kondisi Dennis-Moré (3.3.4) dipenuhi. Dengan persamaan (3.3.4) dapat diketahui
bahwa kondisi Dennis-Moré terpenuhi jika , sehingga konvergensi
Metode Broyden dapat dianalisis lebih mendalam dengan mempertimbangkan
kesalahan atau eror yang terjadi pada setiap iterasi.
px →)(i px →)(i
0 0 ≈∞=iiE
∞=0 iiE
Analisis konvergensi ini didasarkan pada suatu pendekatan untuk masalah
dimensi tak hingga dan akan digunakan norm . 2l
Lemma 3.4.1
Misalkan dan dan misalkan
sedemikian sehingga
1ˆ0 <<θ )ˆ2,ˆ( 0 θθθ −⊂∞=ii
nii R⊂∞=0ε
∑∞
=
∞<0
2i
iε dan misalkan adalah suatu himpunan
vektor di
∞=0 iiϕ
nR sedemikian sehingga 2|||| iϕ bernilai 0 atau 1 untuk semua i .
Misalkan diberikan nR∈0ψ . Jika diberikan , di definisikan dengan nii R∈∞=1ψ
iiiTiiii εϕψϕθψψ +−=+ )(1 (3.4.1)
maka
lim (3.4.2) 0=∞→ i
Tiiψϕ
Bukti:
i) Pertama akan dipertimbangkan kasus di mana 0=iε untuk semua dan
menggunakan
i
Page 88
72
(3.4.3) 0ˆ)2( 2 >>− θθθ ii
untuk menunjukkan bahwa barisan iψ adalah terbatas dengan norm 2l
20 ||||ψ dan
22
2222
222
221
||||
)(ˆ||||
))(2(||||||||
i
iTii
iTiiiii
ψ
ψϕθψ
ψϕθθψψ
≤
−≤
−−≤+
Kemudian, untuk suatu , 0>M
220
2
221
2202
0
||||||||||||)(
∧∧
+
=
≤−
≤∑θ
ψ
θ
ψψψϕ Mi
Ti
M
i
Misalkan untuk memperoleh ∞→M
(3.4.4) ∞≤∑∞
=
2
0
)( iTi
i
ψϕ
Kekonvergenan barisan pada persamaan (3.4.4) mengakibatkan setiap suku
barisan tersebut konvergen ke-0 yakni berlaku persamaan (3.4.2).
ii) Sedangkan untuk kasus 0≠iε digunakan ketaksamaan
,2
222
ababa −≤− (3.4.5)
yang berlaku untuk dan 0>a ab ≤|| . Dari persamaan (3.4.5) diperoleh
pernyataan bahwa jika 0≠iψ maka diperoleh
2
2
2
2222
||||2))(2(
||||
))(2(||||||)(||
i
iTiii
i
iTiiiiii
Tiii
ψψϕθθ
ψ
ψϕθθψϕψϕθψ
−−≤
−−≤−
Page 89
73
Oleh sebab itu jika 0≠iψ
22
2
221 ||||||||2
))(2(|||||||| i
i
iTiii
ii εψ
ψϕθθψψ +
−−≤+ (3.4.6)
Oleh karena itu
)||||||||||||()2(
||||2)( 2212
22iii
ii
ii
Ti εψψ
θθψ
ψϕ +−−
≤ + (3.4.7)
yang dipenuhi jika 0=iψ
Dari persamaan (3.4.6) diperoleh pernyataan bahwa
20
20221212020
221
21111
212
2
2
22
2
221
21212020
2121
21111
212
212020
2121
21111
2020
20000
20
2121
21111
2122
20
20000
2021
||||||||||||||||||||||||||||
||||||||2
))(2(||||
||||2))(2(
||||
||||||||2
))(2(||||||||
||||||||||||||||
||||||||2
))(2(||||||||
||||||||||||
||||||||2
))(2(||||||||2
))(2(||||
||||||||2
))(2(||||||||
||||2))(2(
||||||||
ii
ii
ii
iT
iiii
i
iTiii
i
ii
iTiii
ii
i
ii
iT
iiiii
TT
T
T
εψεεεεψ
εψ
ψϕθθε
ψψϕθθ
ψ
εψ
ψϕθθψψ
εεεψ
εψ
ψϕθθψψ
εεψ
εψ
ψϕθθε
ψψϕθθ
ψ
εψ
ψϕθθψψ
ψψϕθθ
ψψ
∞
=−
+
++++−
+
−
−−
−−−−−
∑+=+++++≤
+−
−+−
−≤
+−
−≤
++++≤
+−
−≤
++≤
+−
−+−
−≤
+−
−≤
−−≤
L
L
M
(3.4.8)
Misalkan persamaan (3.4.8) dapat ditulis dengan 2020
|||||||| ψεμ +∑=∞
=i
i
Page 90
74
μψ ≤+ 21 |||| i (3.4.9)
Kemudian dengan menggunakan persamaan (3.4.3), persamaan (3.4.7) dan
persamaan (3.4.9) diperoleh:
2
2
220
202
20
21202
221202
2
0
ˆ2
ˆ2||||||||ˆ
2
||||||||||||ˆ2
)||||||||||||(ˆ2)(
θμμ
θμεψ
θμ
εψψθμ
εψψθμψϕ
==⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ∑+≤
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ∑+−=
+−∑≤∑
=
=+
+==
i
M
i
i
M
iM
iii
M
ii
Ti
M
i
maka persamaan (3.4.5) dipenuhi dan terbukti bahwa jika diberikan
dengan nii R∈∞=1ψ iii
Tiiii εϕψϕθψψ +−=+ )(1 maka . 0lim =
∞→ iTiiψϕ
Sedangkan untuk analisis konvergensi selanjutnya, dengan mengambil
1=iθ , akan ditunjukkan bahwa barisan dari Metode Broyden ada dan
bersifat nonsingular. Selain itu konvergensi Metode Broyden juga akan dianalisis
lebih lanjut dengan melihat suku-suku kesalahan atau eror dari iterasi
sekarang dengan iterasi berikutnya.
iA
∞=0 iiE
Definisi 3.4.1
Barisan Broyden untuk nilai awal ada dan F
didefinisikan pada untuk semua , serta adalah matriks nonsingular
untuk semua , dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(3.2.16) dan persamaan (3.2.15).
),( )(i
i Ax ),,( 0)0( AxF
)(ix i iA
i )1( +ix 1+iA
Page 91
75
Akan ditunjukkan bahwa jika Asumsi 3.3.2 dipenuhi, serta dan
masing-masing adalah pendekatan yang cukup baik untuk dan maka :
)0(x 0A
p )(' pF
i) Barisan Broyden ada untuk nilai awal . ),,( 0)0( AxF
ii) Iterasi dengan metode Broyden konvergen superlinear-q ke- . p
1. Bounded Deterioration
Dalam kasus non-linear ini untuk menunjukkan suatu barisan bersifat
konvergen tidak harus di lihat dari barisan yang tidak naik monoton,
tetapi kemungkinan kenaikan tersebut dapat dibatasi pada suku-suku kesalahan di
iterasi saat ini dan iterasi yang baru.
|||| iE
Lemma 3.4.3
Misalkan B matriks nonsingular, ]2,0[∈iθ dan diberikan .
Misalkan adalah matriks nonsingular dan diperbaharui dengan Metode
Broyden yang memenuhi persamaan (3.2.15). Maka,
ni ℜ∈)(x
iA 1+iA
221 |||||||| ii EE ≤+ (3.4.10)
Bukti:
)(
||||)(22
1
sii
ti
iii
PIEs
ssEEE
θ
θ
−=
−=+ (3.4.11)
di mana adalah proyeksi orthogonal sP
Page 92
76
22|||| s
ssPt
s = (3.4.12)
karena proyeksi orthogonal, dengan menggunakan Definisi 2.1.16, diperoleh
, sehingga
sP
Tsss PPP ==2
Apabila matriks nonsingular, berlaku : sP
IPPPPPP
PPPP
PP
==
=
=
−−
−−
s
sssss
ssss
ss
11
121
2
dengan menggunakan , maka diperoleh IP =s
|)1(|1|)1(|
|||||)1(|||)1(||
||||||||
2
2
22
i
i
i
i
isi
θθθθθθ
−=−=−=−=−=−
II
IIPI
karena 20 ≤≤ iθ , sehingga 1|)1(||||| 2 ≤−=− isi θθ PI ,
sedangkan apabila matriks singular, sP 0)(det =sP .
Misalkan
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
=
nnnn
n
n
s
ppp
pppppp
L
MMM
L
L
21
22221
12111
P
Page 93
77
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−
−
−=
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−−−
−−−−−−
=−
innnn
ni
ni
i
nninini
niii
niii
si
ppp
ppp
ppp
ppp
pppppp
θ
θ
θ
θ
θθθ
θθθθθθ
θ
1
1
1
1
11
21
22221
12111
21
22221
12111
L
MMM
L
L
L
MMM
L
L
PI
λ adalah bilangan dimana IPI λθ −− )( si adalah matriks singular.
⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−
−
−=
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
−
−
−
−=−−
i
i
i
innnn
ni
ni
i
innnn
ni
ni
isi
ppp
ppp
ppp
ppp
ppp
ppp
θλ
θλ
θλ
θ
θ
θ
θ
λ
λλ
θ
θ
θ
θλθ
L
MMM
L
L
L
MMM
L
L
L
MMM
L
L
L
MMM
L
L
00
00
00
1
1
1
00
0000
1
1
1
)(
21
22221
12111
21
22221
12111
IPI
IPI λθ −− )( si akan singular bila 01=+−
ii θλ
θ untuk 0≠iθ
1
1
=
=
λθθ
λ
ii
dengan menggunakan Definisi 2.1.14, diperoleh
11|||| 2 ===− makssi λθ PI
Jadi untuk 20 ≤≤ iθ dan proyeksi orthogonal berlaku sP 1|||| 2 ≤− siPI θ ,
Sehingga berlaku
Page 94
78
2221 |||||||||||| siii PIEE θ−≤+
Jadi terbukti bahwa 221 |||||||| ii EE ≤+
Teorema 3.4.4
Misalkan Asumsi 3.3.2 dipenuhi dan , serta diberikan
sebuah matriks nonsingular . Diasumsikan bahwa:
ni ℜ⊂Ω∈)(x
iA
Ω∈+=−= −+ sxxFAxx )()(1)()1( )( iii
ii
dan diberikan dengan persamaan (3.2.15), maka 1+iA
2
)||||||(|||||||||| 212
221+
+
++≤ ii
iiee
EEγ
(3.4.13)
Bukti:
Dari persamaan (3.3.5) dan Teorema Dasar kalkulus diperoleh implikasi bahwa:
(3.4.14) dtii
iiii
spFtsxFxF
spFxFxFxFsE
))()('()(
))()()(()(
'1
0
)()1(
')()1()1(
∫ −++−=
−−+−=
+
++
Kemudian persamaan (3.4.14) dapat dituliskan menjadi sebagai berikut:
dtii
i spFtsxFsExF ))()('()( '1
0
)()1( ∫ −++−=+
dan kemudian menggunakan persamaan (3.2.15) untuk memperoleh
Page 95
79
22
22
22
22
'1
0
)(
22
)1(
1
||||)(
)(
||||)(
||||
||||
))))()(((
||||)
sssΔ
PIE
sssΔ
sssE
E
s
sspFtsxFsEE
ssF(x
EE
Ti
si
Ti
Tc
i
Tii
i
Ti
ii
dt
+−=
+−=
−++−+=
+=
∫
+
+
di mana diberikan dengan persamaan (3.4.12) dan sP
dttii ))()(( '
1
0
)( pFsxFΔ ∫ −+=
Oleh karena itu dengan Asumsi 3.3.2
( ]
2||||||||
)||||||||21(
||||21
||||||)(||
||)||
||)(||
||)()(||||||
1
1
10
1
01
2
1
0
1
01
1
0
)(1
0
)(
)('1
0
)(2
ii
iii
iii
ici
i
iii
iii
i
tt
dtdtt
dtt
dtt
dtt
ee
eee
eee
eee
es
exsx
exFsxFΔ
+≤
+−≤
+⎥⎦⎤
⎜⎝⎛ −≤
+−≤
+≤
−−+≤
−−+≤
+
+
+
+ ∫∫
∫
∫
∫
γ
γ
γγ
γ
γ
γ
Dengan menggunakan Lemma 3.4.3 sehingga diperoleh
2||||||||
||||||||
||||||||||||
1221
2221
iiii
iii
eeEE
ΔEE+
+≤
+≤
++
+
γ
Page 96
80
2. Konvergen Linear Lokal
Dalam pembahasan ini, akan dibuktikan sifat konvergen linear lokal
dengan menyelidiki hubungan antara ukuran dan faktor-q. |||| 0E
Teorema 3.4.5
Misalkan Asumsi 3.3.2 dipenuhi, maka terdapat 0dan ,0,0 1 >>> δδBK
sedemikian sehingga dan )()0( δBx ∈ 1|||| δ<− (p)F'A , maka iterasi
)( )()()1( iii xFAxx 1−+ −=
konvergen linear-q ke- dan p
||||)||||||(|||| 01 iBi K e(p)F'Aee −+≤+
Bukti:
Misalkan 1dan δδ cukup kecil sehingga Ω⊂)(δB . Diasumsikan bahwa
, maka berlaku )()( δBx ∈i
||||||||||||||||
||)||||||||||||)(||)(
)()(
i
i
ii
e(p)F'Axp(p)F'A
(xF'(p)F'(p)F'A(p)F'Ax
γγ
+−≤−+−≤
−+−≤−=Δ
dan
||||||||))1((
||||)(||||)||||||||(
||||)||||||||||||(||||)||)(||||||(
||||||||||||
1
1
0
0
)(0
01
i
iB
iB
iB
iiB
ii
B
iBi
KKKKK
K
ee
ee(p)F'Ae
ee(p)F'Aeexe
eee
σδδγ
γδδδγδγ
=++=
++≤+−+=+−+≤
Δ+≤
≤+
Page 97
81
karena 1dan δδ cukup kecil sehingga
1)21( <=+ ηδγBK
Jadi terbukti bahwa |||||||| 1 ii ee ≤+ , sehingga konvergen
linear-q ke-p dan berlaku
)( )()()1( iii xFAxx 1−+ −=
||||)||||||||(|||| 01 iBi K e(p)F'Aee −+≤+
Teorema 3.4.6
Misalkan Asumsi 3.3.2 dipenuhi dan diberikan )1,0(∈r . Kemudian
terdapat Adan δδ sedemikian sehingga jika dan )()0( δAx ∈ A0 |||| δ≤E ,
Barisan Broyden jika diketahui ada dan konvergen
linear-q dengan faktor-q yang disebut
),,( 0)0( AxF px →)(i
r .
Bukti:
Misalkan 1dan δδ cukup kecil sedemikian sehingga konklusi dari
Teorema 3.4.6 dipenuhi. Kemudian untuk menghasilkan 1dan δδ yang
dibutuhkan selanjutnya dengan faktor-q adalah
rKB ≤+ )( 1δδ
di mana adalah pernyataan dari Teorema 3.4.5 BK
Akan dibuktikan dengan memilih Aδ dan menghasilkan δ yang
dibutuhkan sedemikian sehingga
Page 98
82
A20 |||| δ≤E maka 12|||| δ≤iE untuk semua i
Untuk menghasilkan δ yang dibutuhkan sedemikian sehingga
12 )1(2)1( δδγδ <
−+
=rr
dan misalkan
21A δδδ −=
Ditunjukkan bahwa 12|||| δ≤iE dengan menggunakan induksi matematik.
Karena 1A20 |||| δδ ≤≤E
Kemudian diasumsikan bahwa
12|||| δ≤kE untuk semua 10 ≤≤ k
dengan Teorema 3.4.5
2)||||||(||
|||||||| 212221
++
++≤ ii
iiee
EEγ
karena 12|||| δ≤iE , 221 |||||||| ii r ee ≤+ , dan kemudian
2)1(||||
2||||)1(
||||||||
2
2221
δγ
γ
i
i
iii
rr
r
++≤
++≤+
E
eEE
Page 99
83
dapat diduga
)1(2
)1(||||||||
)1(2
)1(||||2
)1()1(2
)1(||||
2)1(||||||||
)1(2
)1(||||2
)1(2
)1(||||
2)1(||||||||
2)1(||||||||
122021
220
2
20
2
2223
2020
2122
2021
−+ ++++
++≤
+++
+=+
+++
+≤
++≤
++
+=+
++
+≤
++≤
++≤
ii rrrr
rrrrrrr
rr
rrrrr
rr
r
L
M
γδ
δγδγδγ
δγ
δγδγδγ
δγ
δγ
EE
EE
EE
EE
EE
EE
sehingga dapat ditulis :
1
02021
)1(2)1(
2)1(||||||||
δ
γδδ
γδ
≤−
++≤
++≤ ∑
=+
rr
rr
A
i
j
ji EE
Jadi dengan menggunakan induksi matematik terbukti bahwa 121 |||| δ≤+iE
untuk semua , yang menunjukkan kondisi konvergen linear-q dengan
faktor-q yang disebut
i px →)(i
r .
Page 100
84
3. Pembuktian Kondisi Dennis-More
Dalam subbab di muka telah dibahas tentang Kondisi Dennis-More.
Dalam bagian ini akan dibahas lebih lanjut tentang pembuktian Kondisi Dennis-
More dengan menggunakan Asumsi 3.3.2, yaitu yang terdapat dalam Teorema
berikut:
Teorema 3.4.7
Misalkan Asumsi 3.3.2 dipenuhi. Kemudian terdapat Adan δδ
sedemikian sehingga jika dan )()0( δAx ∈ A20 |||| δ≤E , jika diketahui
maka barisan Broyden ada dan konvergen superlinear-q. ),,( 0)0( AxF px →)(i
Bukti:
Misalkan terdapat Adan δδ sedemikian sehingga Teorema 3.4.6 dipenuhi
dan dengan menggunakan Teorema 3.2.1 Kondisi Dennis-More dipenuhi, maka
konvergen superlinear-q. px →)(i
Perhatikan Teorema 3.4.6, misalkan
22|||| s
ssPt
s =
dan
dtii ))()('( '
1
0
)( pFtsxFΔ ∫ −+=
Misalkan sebarang yang memenuhi: nℜ∈φ
φφφ tii
tii
ti ΔPEPIE +−=+ )(1
Akan ditunjukkan Lemma 3.4.1 dengan
Page 101
85
, φψ tii E=
2|||| i
ii s
s=ϕ dan φε t
iii ΔP=
Hipotesis dalam Lemma ini adalah bahwa terdapat
∑∞
=
∞<1
2||||i
iε
Karena Teorema 3.2.6 dan Asumsi 3.3.2 menghasilkan implikasi bahwa
2)1(|||| 2δγi
irr+
≤Δ
maka dengan Lemma 3.4.1, diperoleh
0||||||||
)(
22
→==i
iit
i
itt
ii
ti s
sEs
sEφ
φψϕ
Jadi, kondisi Dennis-More terpenuhi dan memenuhi Teorema 3.3.5
sehingga konvergen superlinear-q. px →)(i
Jadi dari pembahasan analisis konvergensi Metode Broyden ini, dapat
diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Suatu barisan bersifat konvergen tidak harus di lihat dari barisan
yang tidak naik monoton, tetapi kemungkinan kenaikan tersebut dapat dibatasi
pada suku-suku kesalahan di iterasi saat ini dan iterasi yang baru.
|||| iE
2. Jika 121 |||| δ≤+iE untuk semua i , maka px →)(i konvergen linear-q dengan
faktor-q yang disebut r .
3. Kondisi Dennis-More dipenuhi maka barisan Broyden ada dan
px →)(i konvergen superlinear-q.
Page 102
BAB IV
PENERAPAN METODE BROYDEN DALAM MENGHITUNG
KONSENTRASI UNSUR DALAM SUATU SAMPEL
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai penerapan Metode Broyden
dalam bidang fisika, yaitu untuk mengetahui konsentrasi unsur dalam suatu
sampel dengan metode penyerapan cahaya.
A. Metode Penyerapan Cahaya
Apabila suatu cahaya dengan intensitas datang menuju sampel, setelah
mengalami penyerapan intensitasnya akan berkurang menjadi l . Kemudian dari
kedua nilai tersebut dapat diperoleh nilai absorban
0l
A seperti dalam persamaan 1
[Harris, 1999].
ll
A 0log= (4.1.1)
Sesuai dengan Hukum Beer-Lambert, besarnya penyerapan tergantung
pada konsentrasi penyerap, panjang lintasan interaksi cahaya dan penyerap, serta
jenis penyerapnya [Brehm dan Mullin, 1989; Demtroder, 1996]. Karena itu
persamaan (4.1.1) dapat dinyatakan dengan
cbA ε= (4.1.2)
dengan ε : absorbtivitas molar
b : panjang lintasan interaksi cahaya dan sampel
c : konsentrasi
86
Page 103
87
Nilai absorbtivitas molar ini tergantung pada jenis penyerap dan panjang
gelombang cahaya yang digunakan. Untuk cahaya dengan panjang gelombang i ,
persamaan (4.1.2) akan menjadi
cbA iε= (4.1.3)
Bila sampel memiliki n buah komponen, masing-masing komponen ke- j
akan memberikan sumbangan absorban seperti dalam persamaan (4.1.3), sehingga
absorban totalnya mengikuti persamaan di bawah ini
∑=
=n
jijTi AA
1 (4.1.4)
atau
∑=
=n
jjijTi cbA
1
ε (4.1.5)
Kemudian persamaan (4.1.5) dapat dinyatakan dalam bentuk
∑=
=n
jjijTi cfA
1 (4.1.6)
dengan
bf ijij ε= (4.1.7)
Untuk mengukur konsentrasi buah komponen dilakukan pengukuran
absorban pada n buah panjang gelombang yang berbeda. Sehingga akan
diperoleh sistem persamaan sebagai berikut:
n
Page 104
88
∑
∑
∑
=
=
=
=
=
=
n
jjnjn
n
jjj
n
jjj
cfA
cfA
cfA
1
122
111
M
(4.1.8)
Untuk setiap komponen sampel ke- , hubungan antara absorban dan
konsentrasi dapat diperoleh dengan kalibrasi melalui pengukuran pada panjang
gelombang ke- , dari komponen sampel ke- yang sudah diketahui
konsentrasinya. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (4.1.8), nilai
konsentrasi dari buah komponen dalam suatu sampel dapat ditentukan dengan
mengukur absorban dari sampel pada n buah panjang gelombang yang berbeda.
Penyelesaian sistem persamaan (4.1.8) tergantung pada hubungan antara absorban
dan konsentrasi. Bila diperoleh hubungan yang non-linear, maka sistem
persamaannya juga non-linear yang dapat diselesaikan secara numerik dengan
berbagai metode.
j
i j
n
B. Terapan Metode Broyden untuk Menghitung Konsentrasi unsur
Dalam penerapan Metode Broyden ini, data-data yang digunakan untuk
membentuk sistem persamaan non-linear diperoleh dari eksperimen yang telah
dilakukan oleh rekan-rekan dari Program Studi Fisika, yaitu mengukur
konsentrasi larutan yang terdiri dari parasetamol dan kafein. Diasumsikan bahwa
untuk parasetamol dan kafein didapatkan hubungan antara absorban A terhadap
konsentrasi c mengikuti hubungan polinomial sebagai berikut:
Page 105
89
33
2210 cacacaaA +++= (4.2.1)
Konstanta pada persamaan (4.2.1) yang diperoleh dari data
kalibrasi yang disajikan pada Tabel 1 di bawah ini:
3210 ,,, aaaa
Tabel 4.2.1. Koefisien polinomial 33
2210 cacacaaA +++=
Hubungan antara absorban dan konsentrasi dari parasetamol dan kafein
untuk berbagai panjang gelombang (lambda)
Komponen Lambda
(nm)
0a 1a 2a 3a
Parasetamol 249,1 5,38E-3 6,53E-5
260,0 3,92E-3 7,45E-5
Kafein 249,1 1,09E-3 4,36E-5 -2,48E-8
260,0 2,67E-3 4,75E-5 -3,97E-8 1,05E-11
Tabel 4.2.2. Hasil pengukuran absorban dari satu sampel yang
mengandung 500 ppm parasetamol dan 500 ppm kafein.
No Lambda (nm) Absorban
1 249,1 0,054
2 260,0 0,061
Page 106
90
Misalkan adalah variabel untuk konsentrasi parasetamol, dan adalah
variabel untuk konsentrasi kafein. Kemudian dari data di atas pada panjang
gelombang 249,1 nm, dan 260,0 nm dapat diperoleh sistem persamaan non-linear
masing-masing dengan dua variabel sebagai berikut :
1x 2x
0.06111x-1.05e x8-3.97e- x5-4.75e3-2.67e x5-7.45e3-3.92e
0.054 x8-2.48e- x5-4.36e3-1.09e x5-6.53e3-5.38e3
22
221
2221
=++++
=+++
(4.2.2)
Sistem persamaan tersebut kemudian digunakan untuk menentukan
konsentrasi parasetamol dan kafein pada suatu campuran yang mengandung
keduanya. Dengan menggunakan konsentrasi awal 500 ppm parasetamol dan 500
ppm kafein, maka Sistem Persamaan (4.2.2) dapat diselesaikan secara numerik
dengan menggunakan metode Broyden.
Sistem persamaan di depan apabila diselesaikan secara numerik dengan
menggunakan Metode Broyden dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.2.3. Hasil Perhitungan Konsentrasi Parasetamol dan Kafein antara
panjang gelombang 249,1 nm dengan 260,0 nm.
Konsentrasi No.
Iterasi Parasetamol ( )1x Kafein ( )2x
1 746.539107 -31.988766
2 764.088903 -60.108098
3 857.651832 -181.868456
M M M
Page 107
91
947 491.258730 1265.919029
948 491.258689 1265.918902
949 491.258687 1265.918896
Dengan melihat hasil perhitungan konsentrasi parasetamol dan kafein pada
Tabel 4.2.3 di depan, maka dapat diperoleh penyelesaian yang konvergen, yang
disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.2.4. Hasil Perhitungan Konsentrasi Parasetamol dan Kafein
No Lambda Komponen Konsentrasi Hasil Perhitungan
1 249,1 dan Parasetamol : 500 ppm Parasetamol : 491.258687
260,0 nm Kafein : 500 ppm Kafein : 1265.918896
C. Analisis Perhitungan Konsentrasi Unsur dengan Metode Broyden
Dalam subbab ini akan dianalisis tentang penyelesaian sistem persamaan
non-linear dengan menggunakan Metode Broyden. Analisis secara lengkap dari
perhitungan konsentrasi unsur dengan Metode Broyden, antara lain:
1. Analisis sifat konvergensi pada hasil
Dengan menggunakan hasil yang diperoleh dari penyelesaian sistem
persamaan dengan Metode Broyden (lihat Tabel 4.2.3) akan dianalisis sifat-
sifat konvergensinya. Sesuai dengan teori dari Metode Broyden yang
mempunyai sifat konvergen superlinear-q, maka akan dibuktikan bahwa hasil
Page 108
92
yang diperoleh dari penyelesaian sistem persamaan non-linear dengan Metode
Broyden bersifat konvergen superlinear-q. Bukti dapat dilihat dari hasil
perhitungan berikut:
i) Kekonvergenan penyelesaian sistem persamaan non-linear antara
panjang gelombang 249,1 nm dengan 260,0 nm dengan
6]'1265.91889 491.258687[=x
00.04520.00013978
460.00000632||)'0.000133 0.000043(||||)'000006.00000002.0(||lim
||)'61265.91889 491.258687()'91265.91902 491.258730(||||)'61265.91889 491.258687()'21265.91890 491.258689(||lim
||||||||lim
||||||||lim )949()947(
)949()948(
)(
)1(
≈==
=
−−
=
−−
=−−
∞→
∞→
∞→
+
∞→
i
i
ii
i
i xxxx
xxxx
Dengan menggunakan Definisi 3.2.3 dapat disimpulkan bahwa sistem
persamaan non-linear di atas mempunyai sifat konvergen superlinear-q. Dengan
sifat konvergen superlinear-q ini dapat mempertahankan sifat simetri dan
definit positif, sehingga menjamin inversnya selalu ada. Selain itu dengan
dengan menggunakan Teorema 3.3.5 menjamin bahwa Kondisi Dennis-More
terpenuhi. Dengan invers yang dijamin keberadaannya ini, maka Metode
Broyden sah untuk digunakan sebagai alternatif yang baik untuk menyelesaikan
sistem persamaan non-linear.
Page 109
93
2. Pengaruh nilai awal terhadap hasil
Sistem persamaan non-linear pada panjang gelombang 249,1 nm dan
260,0 nm mula-mula diselesaikan dengan Metode Broyden dengan nilai awal
, dan diperoleh penyelesaian sistem persamaan non-linear
tersebut yang konvergen superlinear-q.
Kemudian sistem persamaan non-linear tersebut dicoba diselesaikan
menggunakan Metode Broyden dengan nilai awal yang berbeda-beda, sehingga
diperoleh hasil seperti pada Tabel berikut ini:
( ')0( 500500=x )
)'61265.91889491.258687()949( =x
Tabel 4.3.1. Hasil Perhitungan Konsentrasi Parasetamol dan Kafein pada panjang
gelombang 249,1 nm dan 260,0 nm dengan nilai awal yang berbeda-beda.
Percob Komponen Konsentrasi Hasil Perhitungan Iterasi
Parasetamol : 501 ppm Parasetamol : 491.258687 1
Kafein : 502 ppm Kafein : 1265.918896
213
Parasetamol : 400 ppm Parasetamol : 491.258687 2
Kafein : 600 ppm Kafein : 1265.918896
71
Parasetamol : 450 ppm Parasetamol : 491.258687 3
Kafein : 550 ppm Kafein : 1265.918896
108
Parasetamol : 700 ppm Parasetamol : 491.258687 4
Kafein : 300 ppm Kafein : 1265.918896
114
Parasetamol : 250 ppm Parasetamol : 491.258687 5
Kafein : 600 ppm Kafein : 1265.918896
1193
Page 110
94
Parasetamol : 50 ppm Parasetamol : 491.258687 6
Kafein : 200 ppm Kafein : 1265.918896
25
Parasetamol : 50 ppm Parasetamol : 491.258688 7
Kafein : 20 ppm Kafein : 1265.918895
603
Dengan menggunakan Tabel 4.3.1 di atas dapat dilihat bahwa dengan
nilai awal yang berbeda-beda, sistem persamaan non-linear yang terbentuk
apabila diselesaikan dengan Metode Broyden akan konvergen ke suatu nilai
yang sama atau mendekati dengan tingkat kesalahan atau eror yang relatif kecil.
Meskipun nilai awalnya sangat jauh berbeda, tetapi diperoleh hasil yang
konvergen ke suatu nilai yang sama atau mendekati, yang membedakan di sini
hanyalah jumlah iterasi yang terjadi sampai sistem persamaan non-linear
konvergen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Metode Broyden tidak
sensitif terhadap nilai awal.
Dalam hal ini perlu dibedakan antara pernyataan tidak sensitif
terhadap nilai awal dengan nilai awal yang baik. Tidak sensitif terhadap nilai
awal berarti berapapun nilai awal yang diambil sistem persamaan non-linear
akan konvergen ke suatu nilai yang sama atau mendekati, sedangkan nilai awal
yang baik adalah nilai yang dapat membuat sistem persamaan non-linear lebih
cepat konvergen ke suatu nilai atau dengan kata lain jumlah iterasi yang terjadi
relatif sedikit.
Page 111
95
3. Perbandingan nilai absorban hasil pengukuran dengan hasil perhitungan
Dengan mensubstitusikan hasil yang diperoleh dengan Metode Broyden
(lihat Tabel 4.2.4) ke fungsi-fungsi yang membentuk sistem persamaan non-
linear, akan diperoleh nilai absorban. Perbandingan nilai absorban hasil
pengukuran dan hasil penghitungan disajikan dalam Tabel di bawah ini:
Tabel 4.3.2 Perbandingan nilai absorban
hasil perhitungan dan nilai absorban hasil pengukuran
No Konsentrasi Hasil
Perhitungan (ppm)
Lambda
(nm)
Absorban dari
perhitungan
Absorban dari
pengukuran
1 Parasetamol:491.258688 249,1 0,0540 0,0540
Kafein : 1265.918896 260,0 0,0610 0,0610
Dengan Tabel 4.3.2 di atas, nilai absorban hasil penghitungan untuk sistem
persamaan non-linear pada panjang 249,1 nm dan 260,0 nm mempunyai nilai
absorban hasil perhitungan yang sama dengan nilai absorban hasil pengukuran.
Ini menunjukkan bahwa penyelesaian yang diperoleh merupakan akar-akar dari
sistem persamaan di atas.
4. Konsentrasi Parasetamol dan Kafein yang memenuhi
Dari hasil yang diperoleh setelah diadakan analisis secara menyeluruh
dapat diperoleh konsentrasi parasetamol sebesar 491.258688 dan konsentrasi
kafein sebesar 1265.918896. Nilai konsentrasi kedua unsur di atas positif, dan
Page 112
96
perbandingan nilai absorban hasil penghitungan dengan nilai absorban hasil
pengukuran dari sistem persamaan non-linear (2.4.2) di atas adalah sama (lihat
kembali Tabel 4.3.2). Jadi dapat disimpulkan bahwa Metode Broyden dapat
diterapkan untuk mengkombinasikan besarnya konsentrasi parasetamol dan
kafein dalam larutan untuk memperoleh nilai absorban yang diinginkan. Nilai
konsentrasi yang diperoleh adalah parasetamol sebesar 491.258688 dan kafein
sebesar 1265.918896.
Page 113
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka secara umum penulis
sampai pada kesimpulan yang akan disampaikan dalam uraian di bawah ini:
Sistem persamaan non-linear 0)( =xF dapat diselesaikan secara numerik
dengan menggunakan Metode Broyden dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah 1:
a. Bentuk Matriks Jacobi , di mana )(xJk
jkj x
f∂
∂=
)()( ,
xxJ untuk j dan
masing-masing menunjukkan baris dan kolom, dengan dan
turunan parsial pada iterasi pertama adalah
k
nkj ≤≤ ,1
)0()1(
)0()1()1( )()()(
kk
jj
k
j
xx
ffx
f
−
−≈
∂
∂ xxx,
b. Hitung dengan mensubstitusikan ke sistem persamaan
non-linear
)( )0(xF )0(x
0)( =xF
c. Hitung matriks dengan
mensubstitusikan ke matriks Jacobi.
),........,,( )0()0(2
)0(10 nxxxJA =
)0(x
d. Hitung invers dari matriks yaitu 0A 10−A
e. Hitung )( )0(10
)0()1( xFAxx −−=
97
Page 114
98
Langkah 2:
Hitung dengan mensubstitusikan ke sistem persamaan non-
linear , untuk
)( )(ixF )( ix
0)( =xF K,2,1=i
Langkah 3:
Hitung )()( )1()( −−= iii xFxFy
Langkah 4:
Hitung )( )1(1
−−−= i
ii xFAs
Hitung iii yAs 11−
−−
Hitung 11−
−it
i As
Langkah 5:
Hitung ii
ti
it
iiiiii yAs
AsyAsAA 1
1
11
111
11 )(
−−
−−
−−−
−− −
+=
Langkah 6:
Hitung )( )(1)()1( ii
ii xFAxx −+ −=
Langkah 7:
Jika maka kembali ke langkah 2 ε>−+ |||| )()1( ii xx
Jika tidak, maka penyelesaian sistem persamaan non-linear adalah . )1( +ix
Page 115
99
Penyelesaian sistem persamaan non-linear dengan Metode Broyden
mempunyai sifat konvergen superlinear-q untuk mempertahankan sifat simetri dan
definit positif, untuk menjamin inversnya selalu ada. Suatu barisan
dikatakan konvergen superlinear-q ke jika
)(ix
x
0||||||||lim )(
)1(
=−−+
∞→ xxxx
i
i
i
Selain itu, keadaan konvergen superlinear-q terpenuhi bila dan hanya bila kondisi
Dennis-Moré terpenuhi, yaitu:
0||||||||
lim =∞→
i
ii
i ssE
dengan dan adalah kesalahan dari matriks Jacobi. )()1( iii xxs −= +
iE
Setelah diterapkan dalam bidang fisika, Metode Broyden dapat digunakan
untuk menyelesaikan sistem persamaan non-linear yang dibentuk dari data-data
hasil percobaan untuk menghitung konsentrasi unsur dalam suatu sampel dengan
metode penyerapan cahaya. Penyelesaian yang diperoleh juga bersifat konvergen
superlinear-q. Metode Broyden tidak sensitif terhadap nilai awal, meskipun nilai
awal yang diambil sangat jauh berbeda, tetapi diperoleh penyelesaian yang
konvergen ke suatu nilai yang sama atau mendekati, yang membedakan hanyalah
jumlah iterasi yang terjadi sampai sistem persamaan non-linear konvergen.
Semakin sedikit jumlah iterasi yang terjadi, berarti nilai awal yang dipakai
semakin baik.
Page 116
100
Setelah diterapkan ternyata Metode Broyden dapat digunakan untuk
mengkombinasikan besarnya konsentrasi unsur-unsur dalam suatu larutan untuk
memperoleh nilai absorban yang diinginkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Metode Broyden mempunyai beberapa
kelebihan, diantaranya:
1. Perhitungan turunan di setiap iterasi lebih mudah karena menggunakan
pendekatan Matriks Jacobi.
ti
i
iiiii s
ssAy
AA 22
11 ||||
)( −−
−+=
dengan dan )()( )1()( −−= iii xFxFy )1()( −−= ii
i xxs
2. Fungsi yang akan diselesaikan tidak terbatas pada fungsi yang
mempunyai turunan atau diferensiabel saja karena Matriks Jacobi awal
dapat didekati dengan menggunakan Matriks Identitas .
3. Tidak sensitif terhadap nilai awal, artinya dengan nilai awal berapapun
atau berbeda-beda, penyelesaiannya akan konvergen ke suatu nilai
yang sama.
4. Penyelesaian dengan menggunakan Metode Broyden lebih mudah
daripada menggunakan koefisien matriks , apalagi invers dari
Matriks Jacobi dihitung dengan menggunakan sifat invers dari
Sherman-Morisson.
)(' )(ixF
1A −i
Page 117
101
Sedangkan kelemahan metode Broyden adalah:
1. Matriks Jacobi dari sistem persamaan non-linear yang akan
diselesaikan harus mempunyai invers.
B. Saran
Penyelesaian SPNL dengan nilai awal yang berbeda-beda hendaknya
ditampilkan untuk membandingkan hasil iterasi yang diperoleh.
Page 118
102
Daftar Pustaka
Anton, H. (2000). Dasar-dasar Aljabar Linear. Edisi ketujuh. Batam: Interaksara. Atkinson, K. E. (1978). An introduction to Numerical Analysis. New York: John
Wiley & Sons. Burden, R. L. and Faires, J. D. (1993). Numerical Analysis, Boston: PWS
Publisher.
Edi, S. (2006). Modifikasi pada AAS IL451 untuk Pengukuran Konsentrasi Unsur dalam Sampel. Makalah Disampaikan dalam Seminar Dosen Rumpun MIPA Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Edi, S. (2007). Analisa Sampel dengan Banyak Komponen Menggunakan UV-Vis
Spektrophotometer. Makalah Disampaikan dalam Seminar Dosen Rumpun MIPA Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Hoffman, J. D. (1992). Numerical Methods for Engineers and Scientist. New
York: Mc Graw-Hill. Horn, R. A. and Johnson, C. A. (1984). Matrix Analysis. New York: Cambridge. Johnston, R. L. (1982). Numerical Methods. A Software Approach.
New York: John Wiley and Sons.
Kelley, C.T. (1995). Iterative Methods for Linear and Non-Linear Equation. Philadelphia: Society for Industrial and Applied Mathematics.
www.ec-securehost.com/SIAM/FR16.html (17 September 2006, 01.00 : AM)
Leon, S. J. (2001). Aljabar Linear dan Aplikasinya. Edisi kelima. Jakarta:
Erlangga. Linfield, G, and Penny, J. (2000). Numerical Methods Using Matlab.
Upper Saddle River: Prentice-Hall. Mathew, J. H. (1992). Numerical Methods for Mathematics, Science, and
Engineering. New York: Prentice-Hall. Meyer, C. D. (2000). Matriks Analisys and Applied Linear Algebra. Philadelphia:
Society for Industrial and Applied Mathematics. Nakamura, S. (1995). Applied Numerical Methods in C. Upper Saddle-
River: Prentice-Hall International.
Page 119
103
Penny, J. E. T. (1995) Numerical Methods Using Matlab. New York: Ellis Horwood.
Purcell, E. J. dan Varberg, D. (1987). Kalkulus dan Geometri Analitis. Jakarta:
Erlangga. Ralston, A. (1965). A First Course in Numerical Analysis. New York: Mc.Graw-
Hill Company.
Page 121
105
%Program di bawah ini untuk menyelesaikan SPNL pada Contoh 3.2.1 function MetodeBroyden(f,diff_f) fprintf('\n\n'); fprintf('\t**Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden**'); fprintf('\n\n'); % Masukan: % x Nilai awal % f Sistem Persamaan Non-Linear (SPNL) yang akan dicari akarnya % diff_f Turunan SPNL f % tol Toleransi % N Jumlah maksimum iterasi % Keluaran: % x Penyelesaian Sistem Persamaan Non-Linear % panggil fungsi f dan inputkan pendekatan awal x untuk n variabel x=input('Nilai awal : '); tol=input('Toleransi : '); N=input('Jumlah Maksimum iterasi : '); n=length(f); v=zeros(n,1); x_baru=x; % Masukkan matriks jacobi awal A_awal A_awal=feval(diff_f,x_baru); v=feval(f,x_baru); A=inv(A_awal); k=1; s=-A*v; x_baru=x_baru+s; fprintf('\n'); disp('-----------------------------------------------------------------------') disp(' i x1(i) x2(i) x3(i) ') disp('-----------------------------------------------------------------------') while k<=N v_lama=v; v=feval(f,x_baru); y=v-v_lama; z=-A*y; p=-s'*z; t=s'*A; A=A+(s+z)*t/p; s=-A*v; x_baru=x_baru+s; fprintf(' %2.0f %12.6f %12.6f %12.6f\n',k,x_baru(1,1),x_baru(2,1),x_baru(3,1)) if norm(s)<tol break; end; k=k+1; end
Page 122
106
function f=f_cont3_2_1(v) x1=v(1); x2=v(2); x3=v(3); % f vektor % Nilai awal yang diberikan x1_0=0.1, x2_0=0.25 dan x3_0=0.08 f=zeros(3,1); f(1)=10-x1+sin(x1*x2)-1; f(2)=8*x2-(cos(x3-x2))^2-1; f(3)=12*x3+sin(x3)-1;
Page 123
107
%Program di bawah ini untuk menghitung Turunan dari SPNL f
function f=diff_f_cont3_2_1(v) x1=v(1); x2=v(2); x3=v(3); % f vektor % Nilai awal yang diberikan x1_0=0, dan x2_0=0 f=eye(3); f(1,1)=-1-x2*cos(x1*x2); f(1,2)=x1*cos(x1*x2); f(1,3)=0; f(2,1)=0; f(2,2)=8-2*cos(x3-x2)*sin(x3-x2); f(2,3)=2*cos(x3-x2)*sin(x3-x2); f(3,1)=0; f(3,2)=0; f(3,3)=12+cos(x3);
Page 124
108
function BroydenMethods(f,diff_f) fprintf('\n\n'); fprintf('\t**Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden**'); fprintf('\n\n'); % Masukan: % x Nilai awal % f Sistem Persamaan Non-Linear (SPNL) yang akan dicari akarnya % diff_f Turunan SPNL f (Matriks Jacobi) % tol Toleransi % N Jumlah maksimum iterasi % Keluaran: % x Penyelesaian Sistem Persamaan Non-Linear % panggil fungsi f dan inputkan pendekatan awal x untuk n variabel x=input('Nilai awal : '); tol=input('Toleransi : '); N=input('Jumlah Maksimum iterasi : '); n=length(f); v=zeros(n,1); x_baru=x; % Masukkan matriks jacobi awal A_awal A_awal=feval(diff_f,x_baru); v=feval(f,x_baru); A=inv(A_awal); k=1; s=-A*v; x_baru=x_baru+s; fprintf('\n'); disp('-------------------------------------------------------------------------') disp(' i x1(i) x2(i) ') disp('-------------------------------------------------------------------------') while k<=N v_lama=v; v=feval(f,x_baru); y=v-v_lama; z=-A*y; p=-s'*z; t=s'*A; A=A+(s+z)*t/p; s=-A*v; x_baru=x_baru+s; fprintf(' %2.0f %12.6f %12.6f\n',k,x_baru(1,1),x_baru(2,1)) if norm(s)<tol break; end k=k+1; end
Page 125
109
% SPNL Parasetamol&Kafein pada panjang gelombang 272,2 nm dan 249,1 nm function f=f_absorban1(v) x1=v(1); x2=v(2); % f vektor % Nilai awal yang diberikan x1_0=500 dan x2_0=500 f=zeros(2,1); f(1)=1.83e-3+1.44e-4*x1-4.99e-8*(x1.^2)-3.73e-4+8.95e-5*x2-9.62e-8*(x2.^2)+3.49e-11*(x2.^3)-0.073; f(2)=5.38e-3+6.53e-5*x1+1.09e-3+4.36e-5*x2-2.48e-8*(x2.^2)-0.054;
Page 126
110
% Turunan SPNL Parasetamol&Kafein pada panjang gelombang 272,2 nm dan 249,1 nm function f=diff_f_absorban1(v) x1=v(1); x2=v(2); % f vektor f=eye(2); f(1,1)=1.44e-4-9.98e-8*x1; f(1,2)=8.95e-5-1.924e-7*x2+1.047e-10*(x2.^2); f(2,1)=6.53e-5; f(2,2)=4.36e-5-4.96e-8*x2;
Page 127
111
% SPNL Parasetamol&Kafein pada panjang gelombang 272,2 nm dan 260,0 nm function f=f_absorban2(v) x1=v(1); x2=v(2); % f vektor % Nilai awal yang diberikan x1_0=500 ppm, x2_0=500 ppm f=zeros(2,1); f(1)=1.83e-3+1.44e-4*x1-4.99e-8*(x1.^2)-3.73e-4+8.95e-5*x2-9.62e-8*(x2.^2)+3.49e-11*(x2.^3)-0.073; f(2)=3.92e-3+7.45e-5*x1+2.67e-3+4.75e-5*x2-3.97e-8*(x2.^2)+1.05e-11*(x2.^3)-0.061;
Page 128
112
% Turunan SPNL Parasetamol&Kafein pada panjang gelombang 272,2 dan 260,0 nm function f=diff_f_absorban2(v) x1=v(1); x2=v(2); % f vektor f=zeros(2,1); f(1,1)=1.44e-4-9.98e-8*x1; f(1,2)=8.95e-5-1.924e-7*x2+1.047e-10*(x2.^2); f(2,1)=7.45e-5; f(2,2)=4.75e-5-7.94e-8*x2+3.15e-11*(x2.^2);
Page 129
113
% SPNL Parasetamol&Kafein pada panjang gelombang249,1 nm dan 260,0 nm function f=f_absorban3(v) x1=v(1); x2=v(2); % f vektor % Nilai awal yang diberikan x1_0=500 ppm, x2_0=500 ppm f=zeros(2,1); f(1)=5.38e-3+6.53e-5*x1+1.09e-3+4.36e-5*x2-2.48e-8*(x2.^2)-0.054; f(2)=3.92e-3+7.45e-5*x1+2.67e-3+4.75e-5*x2-3.97e-8*(x2.^2)+1.05e-11*(x2.^3)-0.061;
Page 130
114
% Turunan SPNL Parasetamol&Kafein pada panjang gelombang 249,1 dan 260,0 nm function f=diff_f_absorban3(v) x1=v(1); x2=v(2); % f vektor f=eye(2); f(1,1)=6.53e-5; f(1,2)=4.36e-5-4.96e-8*x2; f(2,1)=7.45e-5; f(2,2)=4.75e-5-7.94e-8*x2+3.15e-11*(x2.^2);
Page 131
115
function BroydenMethods_identitas(f) fprintf('\n\n'); fprintf('\t**Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden**'); fprintf('\n\n'); % Masukan: % x Nilai awal % f Sistem Persamaan Non-Linear (SPNL) yang akan dicari akarnya % diff_f Turunan SPNL f % tol Toleransi % N Jumlah maksimum iterasi % Keluaran: % x Penyelesaian Sistem Persamaan Non-Linear % panggil fungsi f dan inputkan pendekatan awal x untuk n variabel x=input('Nilai awal : '); n=input('Jumlah Baris atau Kolom : '); tol=input('Toleransi : '); N=input('Jumlah Maksimum iterasi : '); v=zeros(n,1); x_baru=x; % Masukkan matriks jacobi awal A_awal A=eye(n); v=feval(f,x_baru); %A=inv(A_awal); k=1; s=-A*v; x_baru=x_baru+s; fprintf('\n'); disp('-------------------------------------------------------------------------') disp(' i x1(i) x2(i) ') disp('-------------------------------------------------------------------------') while k<=N v_lama=v; v=feval(f,x_baru); y=v-v_lama; z=-A*y; p=-s'*z; t=s'*A; A=A+(s+z)*t/p; s=-A*v; x_baru=x_baru+s; fprintf(' %2.0f %12.6f %12.6f\n',k,x_baru(1,1),x_baru(2,1)) if norm(s)<tol break; end k=k+1; end
Page 132
116
function plotGrafik x1=800:0.1:850; x2=-130:0.1:-80; y1=1.83e-3+1.44e-4*x1-4.99e-8*(x1.^2)-3.73e-4+8.95e-5*x2-9.62e-8*(x2.^2)+3.49e-11*(x2.^3)-0.073; y2=5.38e-3+6.53e-5*x1+1.09e-3+4.36e-5*x2-2.48e-8*(x2.^2)-0.054; figure subplot(2,2,1) plot3(x1,x2,y1,'*r') hold on plot3(x1,x2,y2,'*b') title('Lambda 272,2 dan 249,1 nm') xlabel('Parasetamol') ylabel('Kafein') grid on x1=800:0.1:850; x2=-130:0.1:-80; y1=1.83e-3+1.44e-4*x1-4.99e-8*(x1.^2)-3.73e-4+8.95e-5*x2-9.62e-8*(x2.^2)+3.49e-11*(x2.^3)-0.073; y3=3.92e-3+7.45e-5*x1+2.67e-3+4.75e-5*x2-3.97e-8*(x2.^2)+1.05e-11*(x2.^3)-0.061; subplot(2,2,2) plot3(x1,x2,y1,'*r') hold on plot3(x1,x2,y3,'*g') title('Lambda 272,2 dan 260,0 nm') xlabel('Parasetamol') ylabel('Kafein') grid on x1=480:0.1:530; x2=1240:0.1:1290; y2=5.38e-3+6.53e-5*x1+1.09e-3+4.36e-5*x2-2.48e-8*(x2.^2)-0.054; y3=3.92e-3+7.45e-5*x1+2.67e-3+4.75e-5*x2-3.97e-8*(x2.^2)+1.05e-11*(x2.^3)-0.061; subplot(2,2,3) plot3(x1,x2,y2,'*b') hold on plot3(x1,x2,y3,'*g') title('Lambda 249,1 dan 260,0 nm') xlabel('Parasetamol') ylabel('Kafein') grid on
Page 133
117
%Plot Grafik Parasetamol&Kafein dengan Modifikasi Koefisien x1=-10:0.1:850; x2=-130:0.1:730; y1=5.48e-2+5.44e-3*x1-4.99e-10*(x1.^2)-3.73e-3+8.95e-5*x2-9.62e-8*(x2.^2)-4.49e-11*(x2.^3)-0.073; y2=5.38e-2+6.53e-3*x1+3.09e-2+4.36e-2*x2-2.5e-8*(x2.^2)-0.054; subplot(2,2,4) plot3(x1,x2,y1,'*r') hold on plot3(x1,x2,y2,'*b') title('Lambda 272,2 dan 249,1 nm Modif') xlabel('Parasetamol') ylabel('Kafein') grid on
Page 134
118
Output Penyelesaian SPNL dengan Metode Broyden
>> MetodeBroyden('f_cont3_2_1','diff_f_cont3_2_1') **Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden** Nilai awal : [0.02 0.25 0.008]' Toleransi : 0.005 Jumlah Maksimum iterasi : 15 ----------------------------------------------------------------------- i x1(i) x2(i) x3(i) ----------------------------------------------------------------------- 1 10.411739 0.246205 0.076931 2 9.649223 0.246442 0.076929 3 9.684779 0.246442 0.076929 4 9.685121 0.246442 0.076929 >> BroydenMethods('f_absorban3','diff_f_absorban3') **Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden** Nilai awal : [500 500]' Toleransi : 0.0001 Jumlah Maksimum iterasi : 100
Konsentrasi No.
Iterasi Parasetamol ( )1x Kafein ( )2x
1 746.539107 -31.988766
2 764.088903 -60.108098
3 857.651832 -181.868456
M M M
947 491.258730 1265.919029
948 491.258689 1265.918902
949 491.258687 1265.918896
Page 135
119
Output Program dengan Nilai Awal yang berbeda
>> BroydenMethods('f_absorban3','diff_f_absorban3') **Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden** Nilai awal : [50 20]' Toleransi : 0.0001 Jumlah Maksimum iterasi : 1000
Konsentrasi No.
Iterasi Parasetamol ( )1x Kafein ( )2x
1 796.403604 100.713245
2 1328.329920 824.811958
3 793.307974 94.962716
M M M
601 491.258442 1265.919482
602 491.258704 1265.918858
603 491.258688 1265.918895
Page 136
120
Output Program dengan Matriks Jacobi awal yang didekati dengan Matriks Identitas
>> BroydenMethods_Identitas('f_absorban3') **Penyelesaian Sistem Persamaan Non-linear dengan Metode Broyden** Nilai awal : [500 500]' Jumlah Baris atau Kolom : 2 Toleransi : 0.0001 Jumlah Maksimum iterasi : 10
Konsentrasi No.
Iterasi Parasetamol ( )1x Kafein ( )2x
1 746.539107 -31.988766
2 764.088903 -60.108098
3 857.651832 -181.868456
M M M
3917 491.259899 1265.923005
3918 491.258769 1265.919171
3919 491.258792 1265.919252