Top Banner
140 p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No.3, Februari 2018, pp.140-147 http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta di Kecamatan Gamping, Sleman, 2016 Mohamad Mirza Fauzie* *Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Gamping, Sleman, DIY, 55293 email : [email protected] Abstract Private midwives in conducting health services for public have potentiality to yield environment- al pollution and disease transmission. To prevent those harms they should apply environmental health efforts. This study was aimed to reveal those efforts through direct observation and inter- view about the expense. The observation consisted of: provision of clean water, management of solid medical waste, control of insect rodent and annoying animals, and sterilization. The re- sults identify that in clean water provision, the activities are: use water from local water compa- ny and water quality examination. In solid medical waste management: provide safety box as temporal disposal, and use chlorine to treat it, and cooperate with hospitals, community health centers and private companies to annihilate it. In insect, rodent and annoying animals control: the first act is using closed door to prevent, as well as gauze wires and traps; and insecticides for indoor control and keep house clean. In sterilization: room and utilities sterilization wih alco- hol, chlorine and boiling/steaming technique. The average monthly expense for clean water is Rp.62.272, for solid medical waste management: Rp.57.778, for insect, rodent and annoying animal control: Rp.41.041, and for sterilization: Rp.38.833. The average exense per month for those four activities are Rp. 199.925. To keep the environmental health activities run, it need supervision, monitoring and support from the local community health center and association of midwives, and SOP for each of the existing and planned effort should be developed. Keywords : environmental health cost, private midwife Intisari Bidan praktik swasta (BPS) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan penularan penyakit. Untuk mencegah risiko tersebut maka BPS melaksanakan kegiatan penyehatan lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan tersebut serta mengetahui biaya yang dikeluarkan oleh BPS melalui observasi lapangan serta wawancara tentang biaya yang dikeluarkan. Kegiatan observasi me- liputi penyediaan air bersih, pengelolaan limbah medis padat, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya serta sterilisasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penye- hatan lingkungan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih kegiatannya adalah meng- gunakan air dari PDAM dan memeriksakan kualitas air; pengelolaan limbah medis padat: me- nyediakan tempat penampungan sementara berupa safety box, dan menggunakan chlorine se- bagai bahan habis pakai dalam pengelolaannnya, serta untuk memusnahkan bekerja sama de- ngan rumah sakit, puskesmas dan perusahaan swasta. Dalam kegiatan pengendalian serang- ga, tikus dan binatang pengganggu, tindakan pertama dalam mencegah masuk adalah dengan menggunakan pintu tertutup, serta cara pencegahan yang lain berupa penggunakan kasa stri- min dan perangkap, dan pembasmi serangga bila sudah masuk ke dalam rumah serta menjaga kebersihan. Dalam kegiatan sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi ruangan dan alat de- ngan menggunakan alkhohol, chlorine dengan teknik sterilisasi merebus/mengukus. Rata rata biaya per bulan yang dikeluarkan oleh BPS untuk kegiatan penyediaan air bersih adalah Rp. 62.272, biaya pengelolaan limbah medis padat: Rp.57.778, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu: Rp.41.041, dan biaya sterilisasi: Rp.38.833. Untuk empat kegiatan pe- nyehatan lingkungan tersebut diperlukan rata rata biaya: Rp. 199.925/bulan. Untuk menjaga a- gar kegiatan penyehatan lingkungan tetap berjalan, maka perlu pengawasan, monitoring dan dukungan dari puskesmas dan pengurus IBI setempat serta perlu disusun SOP untuk masing masing kegiatan penyehatan lingkungan yang telah dan yang belum dilakukan. Kata Kunci : biaya penyehatan lingkungan, bidan praktik swasta
8

Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

Oct 19, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

139p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Kristanti, Narto & Muryoto, Filter Resin Kation …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

melewatkan air sadah ke dalam unggun butiran yang terbuat dari bahan yang memiliki kemampuan menukarkan ion. Dalam proses pertukaran ion tersebut, kalsium dan magnesium ditukar dengan sodium 5).

Metoda proses penurunan kesadah-an menggunakan proses pertukaran ion yang digunakan pada penelitian ini ada-lah sistem terfluidasi (fluidized bed). Per-tukaran ion dengan sistem terfluidisasi dilakukan dengan cara mengalirkan air baku ke dalam reaktor penukar ion de-ngan aliran dari bawah ke atas, se-hingga resin penukar ion yang ada di da-lam reaktor terfluidisasi atau bergerak dan volume unggun resin menjadi lebih besar (mengembang). Sistem ini mem-punyai keuntungan antara lain partikel padatan tersuspensi yang ada di dalam air baku tidak tertahan di dalam unggun resin 5).

Penurunan kesadahan air sumur gali setelah dilakukan pengolahan meng-gunakan filter resin kation disebabkan o-leh pertukaran ion-ion penyebab kesada-han dengan ion yang ada pada resin ka-tion. Resin memiliki ion positif yaitu Na+, dimana pada saat air sadah dikontakkan dengan resin kation, maka resin kation akan melepaskan ion Na+ tersebut untuk menggantikan ion Ca+ dan Mg+ di dalam air sadah 11). Reaksi pertukaran ion da-lam proses penghilangan kesadahan de-ngan menggunakan resin kation tersebut dapat ditulis sebagai berikut 5):

R-Na2 + Ca(HCO3)2 R-Ca + 2 Na(HCO3)

R-Na2 + Mg(HCO3)2 R-Mg + 2 Na(HCO3)

Apabila operasi berlangsung terus

menerus, maka seluruh resin akan di-tempati oleh ion kalsium dan magne-sium. Pada kondisi seperti ini, resin di-nyatakan jenuh dan harus diregenerasi kembali. Proses regenerasi dapat dilaku-kan dengan cara mengalirkan larutan asam kuat misalnya HCl atau H2SO4 a-tau larutan NaCl atau garam dapur 5). Namun pada penelitian ini tidak sampai ke tahap mengetahui berapa lama resin kation akan jenuh.

Ketebalan lapisan media mempe-ngaruhi hasil filtrasi. Pada kelompok per-lakuan P3 dengan ketebalan resin kation 11 cm memiliki hasil penurunan kesa-dahan yang paling tinggi, yaitu sebesar 84,72 %. Ketebalan berpengaruh terha-dap lama waktu kontak dengan media karena semakin tebal suatu lapisan me-dia filter, maka membutuhkan waktu yang lebih lama bagi air untuk kontak dengan media 10).

Dalam hal ini, semakin tebal resin kation pada filter maka semakin banyak pertukaran ion yang terjadi antara ion Ca dan Mg pada air sadah dengan ion Na dalam resin kation. Hasil ini sejalan de-ngan penelitian serupa yang menunjuk-kan bahwa ketebalan filter PAKOZA mempengaruhi penurunan kesadahan air sumur gali dengan nilai-p <0,001 12). Selain itu, penelitian lain juga menunjuk-kan bahwa semakin tebal zeolit yang di-lalui air baku, maka semakin besar per-sentase penurunan kesadahan 13).

Faktor yang mempengaruhi hasil fil-trasi penurunan kesadahan mengguna-kan resin kation adalah lama waktu kon-tak antara media resin kation dengan air sadah. Lama waktu kontak ini juga ber-kaitan dengan debit yang dialirkan dalam tabung filter. Debit aliran dalam peneli-tian ini berdasarkan kebutuhan air di ru-mah tangga yaitu sebesar 8,67 ml/detik atau dalam satu hari dapat menghasil-kan air sebanyak 750 l, sehingga diha-rapkan mampu memenuhi kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari.

KESIMPULAN

Variasi ketebalan resin kation pada

filter berpengaruh terhadap penurunan kesadahan air sumur gali. Ketebalan re-sin kation yang efektif adalah 11 cm, de-ngan penurunan kesadahan mencapai 388,66 mg/l atau 84,72 %.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fakhrurroja, H., 2010. Membuat Su-mur Air di Berbagai Lahan, Griya Kreasi (Penebar Swadaya), Jakarta.

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.134-139

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

2. PAMSIMAS, 2014. Menjawab Tan-tangan Air Minum dan Sanitasi di Wilayah Perdesaan Indonesia, Pu-blikasi Bank Dunia, Jakarta (diak-ses 22 November 2017 dari http: //documents.worldbank.org/curated/en/257891467999387680/pdf/101178-BAHASA-WP-P085375-PUBLIC-Box393259B.pdf).

3. Krisna, D. N. P., 2011. Faktor risiko kejadian batu ginjal di wilayah kerja Puskesmas Margasari Tegal, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7 (1), diak-ses 30 November 2017 dari https ://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/1793/1984).

4. Chandra, B., 2012. Pengantar Kese-hatan Lingkungan, Buku KedokteranEGC, Jakarta,

5. Said, N. I., Ruliasih, 2008. Teknologi Pengelolaan Air Minum “Teori dan Pengalaman Praktis”, Pusat Tekno-logi Lingkungan, Jakarta.

6. Chandra, B., 2006. Pengantar Kese-hatan Lingkungan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

7. Astrini, N., Haryono & Suwerda, B., 2016. Efektifitas berbagai dosis re-kashet untuk menurunkan kesadah-an air sumur gali di Desa Jimbung,

Kalikotes, Klaten, Jurnal Sanitasi, 7 (3).

8. Wijayanti, A. N. D., Purwanto & Fa-uzi, M. M., 2012. Efektifitas variasi dosis resin dalam penurunan kesa-dahan air sumur gali di Perumahan Griya Citra Asri Temuwuh Kidul Ba-lecatur Gamping Sleman Yogyakar-ta, Jurnal Sanitasi, 4: pp.1-50.

9. Sutrisno, T., Suciastuti, E. 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih, Rineka Cipta, Jakarta.

10. Asmadi, K., Kasjono, H. S., 2011. Teknologi Pengolahan Air Minum, Gosyen Publishing, Yogyakarta.

11. Budiyono & Siswo, S., 2013. Teknik Pengolahan Air, Graha Ilmu, Yogya-karta.

12. Ariyani, R. 2017. Filter PAKOZA un-tuk menurunkan kesadahan air su-mur gali, karya tulis ilmiah, JKL Pol-tekkes Kemenkes Yogyakarta.

13. Marsidi, R., 2001. Zeolit untuk me-ngurangi kesadahan air, Jurnal Tek-nologi Lingkungan, 2 (1), diakses 29 November 2017 dari http://kelair.bp-pt.go.id/Jtl/2001/vol2-1/01zeolit.pdf.

140p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No.3, Februari 2018, pp.140-147 http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta di Kecamatan Gamping, Sleman, 2016

Mohamad Mirza Fauzie*

*Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Gamping, Sleman, DIY, 55293

email : [email protected]

Abstract

Private midwives in conducting health services for public have potentiality to yield environment-al pollution and disease transmission. To prevent those harms they should apply environmental health efforts. This study was aimed to reveal those efforts through direct observation and inter-view about the expense. The observation consisted of: provision of clean water, management of solid medical waste, control of insect rodent and annoying animals, and sterilization. The re-sults identify that in clean water provision, the activities are: use water from local water compa-ny and water quality examination. In solid medical waste management: provide safety box as temporal disposal, and use chlorine to treat it, and cooperate with hospitals, community health centers and private companies to annihilate it. In insect, rodent and annoying animals control: the first act is using closed door to prevent, as well as gauze wires and traps; and insecticides for indoor control and keep house clean. In sterilization: room and utilities sterilization wih alco-hol, chlorine and boiling/steaming technique. The average monthly expense for clean water is Rp.62.272, for solid medical waste management: Rp.57.778, for insect, rodent and annoying animal control: Rp.41.041, and for sterilization: Rp.38.833. The average exense per month for those four activities are Rp. 199.925. To keep the environmental health activities run, it need supervision, monitoring and support from the local community health center and association of midwives, and SOP for each of the existing and planned effort should be developed. Keywords : environmental health cost, private midwife

Intisari

Bidan praktik swasta (BPS) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan penularan penyakit. Untuk mencegah risiko tersebut maka BPS melaksanakan kegiatan penyehatan lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan tersebut serta mengetahui biaya yang dikeluarkan oleh BPS melalui observasi lapangan serta wawancara tentang biaya yang dikeluarkan. Kegiatan observasi me-liputi penyediaan air bersih, pengelolaan limbah medis padat, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya serta sterilisasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penye-hatan lingkungan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih kegiatannya adalah meng-gunakan air dari PDAM dan memeriksakan kualitas air; pengelolaan limbah medis padat: me-nyediakan tempat penampungan sementara berupa safety box, dan menggunakan chlorine se-bagai bahan habis pakai dalam pengelolaannnya, serta untuk memusnahkan bekerja sama de-ngan rumah sakit, puskesmas dan perusahaan swasta. Dalam kegiatan pengendalian serang-ga, tikus dan binatang pengganggu, tindakan pertama dalam mencegah masuk adalah dengan menggunakan pintu tertutup, serta cara pencegahan yang lain berupa penggunakan kasa stri-min dan perangkap, dan pembasmi serangga bila sudah masuk ke dalam rumah serta menjaga kebersihan. Dalam kegiatan sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi ruangan dan alat de-ngan menggunakan alkhohol, chlorine dengan teknik sterilisasi merebus/mengukus. Rata rata biaya per bulan yang dikeluarkan oleh BPS untuk kegiatan penyediaan air bersih adalah Rp. 62.272, biaya pengelolaan limbah medis padat: Rp.57.778, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu: Rp.41.041, dan biaya sterilisasi: Rp.38.833. Untuk empat kegiatan pe-nyehatan lingkungan tersebut diperlukan rata rata biaya: Rp. 199.925/bulan. Untuk menjaga a-gar kegiatan penyehatan lingkungan tetap berjalan, maka perlu pengawasan, monitoring dan dukungan dari puskesmas dan pengurus IBI setempat serta perlu disusun SOP untuk masing masing kegiatan penyehatan lingkungan yang telah dan yang belum dilakukan.

Kata Kunci : biaya penyehatan lingkungan, bidan praktik swasta

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

PENDAHULUAN

Bidan praktik swasta (BPS) merupa-kan salah satu ujung tombak dalam pe-layanan kesehatan untuk masyarakat, khususnya untuk kesehatan ibu dan a-nak. BPS merupakan salah satu tempat umum, sehingga banyak dikunjungi oleh masyarakat dalam rangka memenuhi ke-butuhannya akan pelayanan kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh BPS be-rupa pelayanan langsung yang berhubu-ngan dengan pasien, di antaranya ada-lah pertolongan persalinan ibu melahir-kan, pemeriksaan ibu hamil, vaksinasi bayi dan balita, dan pemeriksaan tum-buh dan kembang anak serta pelayanan keluarga berencana.

Kegiatan yang dilakukan BPS ter-sebut di atas, mempunyai dampak dan risiko terhadap kesehatan lingkungan tempat praktik BPS, seperti terjadinya penularan suatu penyakit antara pe-ngunjung dan pegawai yang ada, atau sebaliknya, sehingga dapat menimbul-kan gangguan kesehatan. Guna mengu-rangi serta menghindari dampak dan ri-siko tesebut di atas, maka BPS perlu melakukan kegiatan penyehatan lingku-ngan sesuai dengan persyaratan ke-sehatan.

Persyaratan dan kegiatan penyehat-an lingkungan tersebut meliputi: 1) pe-nyehatan ruang bangunan dan halaman tempat praktik, 2) penyehatan air, 3) pe-ngelolaan limbah, khususnya limbah me-dis padat, limbah non medis padat dan limbah cair, 4) pengelolaan tempat pen-cucian linen, 5) pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya, 6) dekontaminasi melalui disinfeksi dan sterilisasi.

Guna melaksanakan kegiatan pe-nyehatan lingkungan tersebut di atas, tentu saja diperlukan biaya, sehingga perlu diperhitungkan dalam komponen pengeluaran yang harus ditanggung oleh BPS. Dengan diketahuinya biaya terse-but, maka BPS dapat menyusun tarif la-yanan yang dibebankan kepada konsu-men 1)

Jumlah BPS di Kabupaten Sleman, pada tahun 2012 sebanyak 113. Keber-

adaan BPS tersebut tersebar merata di seluruh wilayah Kabupaten Sleman. De-ngan melihat jumlah dan penyebaran BPS tersebut dapat dilihat potensi ma-salah kesehatan lingkungan yang mung-kin terjadi di wilayah kabupaten Sleman.

BPS di Kecamatan Gamping berjum-lah 22 orang. yang menyebar, yaitu di wilayah Puskesmas Gamping I ada 16 orang dan yang berada di wilayah Pus-kesmas Gamping II ada 6 orang. Dari 10 BPS yang ada di wilayah Puskesmas Gamping I, 3 di antaranya memiliki bidan yang siaga 24 jam di tempat praktiknya, sedangkan dari 5 BPS yang ada di wila-yah Puskesmas Gamping II, 2 di antara-nya memiliki bidan yang siaga 24 jam di tempat praktiknya.

METODA

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, jenis pene-litian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua BPS yang ada di kecamatan Gamping, Sleman dan tercatat di Pus-kesmas Gamping I dan II Kabupaten Sleman, berjumlah 22 BPS. Sampel da-lam penelitian ini adalah semua BPS yang ada di kecamatan Gamping yang melaksanakan praktik BPS di rumahnya, bukan di rumah sakit atau klinik bersalin, yang berjumlah 15 BPS.

Jalannya penelitian diawali dengan kegiatan uji coba kuesioner agar kuesio-ner yang digunakan untuk mengambil data dapat mencakup semua pertanyaan untuk mengumpulkan data yang dibutuh-kan. Dalam uji coba ini, kuesioner meng-alami perubahan yaitu penghitungan bia-ya operasional, biaya pemeliharaan dan biaya administrasi tidak dapat dilakukan, karena biaya-biaya tersebut melekat a-tau menjadi satu dengan biaya pengelu-aran rumah, seperti bayar listrik dan air penggunaan pembasmi serangga, se-hingga untuk menghitung biaya kegiat-an penyehatan lingkungan BPS, digu-nakan biaya perkiraan yang dihitung o-leh BPS. Aktivitas dari kegiatan pelayan-

Page 2: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

141p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No.3, Februari 2018, pp.140-147 http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta di Kecamatan Gamping, Sleman, 2016

Mohamad Mirza Fauzie*

*Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Gamping, Sleman, DIY, 55293

email : [email protected]

Abstract

Private midwives in conducting health services for public have potentiality to yield environment-al pollution and disease transmission. To prevent those harms they should apply environmental health efforts. This study was aimed to reveal those efforts through direct observation and inter-view about the expense. The observation consisted of: provision of clean water, management of solid medical waste, control of insect rodent and annoying animals, and sterilization. The re-sults identify that in clean water provision, the activities are: use water from local water compa-ny and water quality examination. In solid medical waste management: provide safety box as temporal disposal, and use chlorine to treat it, and cooperate with hospitals, community health centers and private companies to annihilate it. In insect, rodent and annoying animals control: the first act is using closed door to prevent, as well as gauze wires and traps; and insecticides for indoor control and keep house clean. In sterilization: room and utilities sterilization wih alco-hol, chlorine and boiling/steaming technique. The average monthly expense for clean water is Rp.62.272, for solid medical waste management: Rp.57.778, for insect, rodent and annoying animal control: Rp.41.041, and for sterilization: Rp.38.833. The average exense per month for those four activities are Rp. 199.925. To keep the environmental health activities run, it need supervision, monitoring and support from the local community health center and association of midwives, and SOP for each of the existing and planned effort should be developed. Keywords : environmental health cost, private midwife

Intisari

Bidan praktik swasta (BPS) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan penularan penyakit. Untuk mencegah risiko tersebut maka BPS melaksanakan kegiatan penyehatan lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan tersebut serta mengetahui biaya yang dikeluarkan oleh BPS melalui observasi lapangan serta wawancara tentang biaya yang dikeluarkan. Kegiatan observasi me-liputi penyediaan air bersih, pengelolaan limbah medis padat, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya serta sterilisasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penye-hatan lingkungan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih kegiatannya adalah meng-gunakan air dari PDAM dan memeriksakan kualitas air; pengelolaan limbah medis padat: me-nyediakan tempat penampungan sementara berupa safety box, dan menggunakan chlorine se-bagai bahan habis pakai dalam pengelolaannnya, serta untuk memusnahkan bekerja sama de-ngan rumah sakit, puskesmas dan perusahaan swasta. Dalam kegiatan pengendalian serang-ga, tikus dan binatang pengganggu, tindakan pertama dalam mencegah masuk adalah dengan menggunakan pintu tertutup, serta cara pencegahan yang lain berupa penggunakan kasa stri-min dan perangkap, dan pembasmi serangga bila sudah masuk ke dalam rumah serta menjaga kebersihan. Dalam kegiatan sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi ruangan dan alat de-ngan menggunakan alkhohol, chlorine dengan teknik sterilisasi merebus/mengukus. Rata rata biaya per bulan yang dikeluarkan oleh BPS untuk kegiatan penyediaan air bersih adalah Rp. 62.272, biaya pengelolaan limbah medis padat: Rp.57.778, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu: Rp.41.041, dan biaya sterilisasi: Rp.38.833. Untuk empat kegiatan pe-nyehatan lingkungan tersebut diperlukan rata rata biaya: Rp. 199.925/bulan. Untuk menjaga a-gar kegiatan penyehatan lingkungan tetap berjalan, maka perlu pengawasan, monitoring dan dukungan dari puskesmas dan pengurus IBI setempat serta perlu disusun SOP untuk masing masing kegiatan penyehatan lingkungan yang telah dan yang belum dilakukan.

Kata Kunci : biaya penyehatan lingkungan, bidan praktik swasta

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

PENDAHULUAN

Bidan praktik swasta (BPS) merupa-kan salah satu ujung tombak dalam pe-layanan kesehatan untuk masyarakat, khususnya untuk kesehatan ibu dan a-nak. BPS merupakan salah satu tempat umum, sehingga banyak dikunjungi oleh masyarakat dalam rangka memenuhi ke-butuhannya akan pelayanan kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh BPS be-rupa pelayanan langsung yang berhubu-ngan dengan pasien, di antaranya ada-lah pertolongan persalinan ibu melahir-kan, pemeriksaan ibu hamil, vaksinasi bayi dan balita, dan pemeriksaan tum-buh dan kembang anak serta pelayanan keluarga berencana.

Kegiatan yang dilakukan BPS ter-sebut di atas, mempunyai dampak dan risiko terhadap kesehatan lingkungan tempat praktik BPS, seperti terjadinya penularan suatu penyakit antara pe-ngunjung dan pegawai yang ada, atau sebaliknya, sehingga dapat menimbul-kan gangguan kesehatan. Guna mengu-rangi serta menghindari dampak dan ri-siko tesebut di atas, maka BPS perlu melakukan kegiatan penyehatan lingku-ngan sesuai dengan persyaratan ke-sehatan.

Persyaratan dan kegiatan penyehat-an lingkungan tersebut meliputi: 1) pe-nyehatan ruang bangunan dan halaman tempat praktik, 2) penyehatan air, 3) pe-ngelolaan limbah, khususnya limbah me-dis padat, limbah non medis padat dan limbah cair, 4) pengelolaan tempat pen-cucian linen, 5) pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya, 6) dekontaminasi melalui disinfeksi dan sterilisasi.

Guna melaksanakan kegiatan pe-nyehatan lingkungan tersebut di atas, tentu saja diperlukan biaya, sehingga perlu diperhitungkan dalam komponen pengeluaran yang harus ditanggung oleh BPS. Dengan diketahuinya biaya terse-but, maka BPS dapat menyusun tarif la-yanan yang dibebankan kepada konsu-men 1)

Jumlah BPS di Kabupaten Sleman, pada tahun 2012 sebanyak 113. Keber-

adaan BPS tersebut tersebar merata di seluruh wilayah Kabupaten Sleman. De-ngan melihat jumlah dan penyebaran BPS tersebut dapat dilihat potensi ma-salah kesehatan lingkungan yang mung-kin terjadi di wilayah kabupaten Sleman.

BPS di Kecamatan Gamping berjum-lah 22 orang. yang menyebar, yaitu di wilayah Puskesmas Gamping I ada 16 orang dan yang berada di wilayah Pus-kesmas Gamping II ada 6 orang. Dari 10 BPS yang ada di wilayah Puskesmas Gamping I, 3 di antaranya memiliki bidan yang siaga 24 jam di tempat praktiknya, sedangkan dari 5 BPS yang ada di wila-yah Puskesmas Gamping II, 2 di antara-nya memiliki bidan yang siaga 24 jam di tempat praktiknya.

METODA

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, jenis pene-litian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua BPS yang ada di kecamatan Gamping, Sleman dan tercatat di Pus-kesmas Gamping I dan II Kabupaten Sleman, berjumlah 22 BPS. Sampel da-lam penelitian ini adalah semua BPS yang ada di kecamatan Gamping yang melaksanakan praktik BPS di rumahnya, bukan di rumah sakit atau klinik bersalin, yang berjumlah 15 BPS.

Jalannya penelitian diawali dengan kegiatan uji coba kuesioner agar kuesio-ner yang digunakan untuk mengambil data dapat mencakup semua pertanyaan untuk mengumpulkan data yang dibutuh-kan. Dalam uji coba ini, kuesioner meng-alami perubahan yaitu penghitungan bia-ya operasional, biaya pemeliharaan dan biaya administrasi tidak dapat dilakukan, karena biaya-biaya tersebut melekat a-tau menjadi satu dengan biaya pengelu-aran rumah, seperti bayar listrik dan air penggunaan pembasmi serangga, se-hingga untuk menghitung biaya kegiat-an penyehatan lingkungan BPS, digu-nakan biaya perkiraan yang dihitung o-leh BPS. Aktivitas dari kegiatan pelayan-

Page 3: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

141p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No.3, Februari 2018, pp.140-147 http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta di Kecamatan Gamping, Sleman, 2016

Mohamad Mirza Fauzie*

*Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Gamping, Sleman, DIY, 55293

email : [email protected]

Abstract

Private midwives in conducting health services for public have potentiality to yield environment-al pollution and disease transmission. To prevent those harms they should apply environmental health efforts. This study was aimed to reveal those efforts through direct observation and inter-view about the expense. The observation consisted of: provision of clean water, management of solid medical waste, control of insect rodent and annoying animals, and sterilization. The re-sults identify that in clean water provision, the activities are: use water from local water compa-ny and water quality examination. In solid medical waste management: provide safety box as temporal disposal, and use chlorine to treat it, and cooperate with hospitals, community health centers and private companies to annihilate it. In insect, rodent and annoying animals control: the first act is using closed door to prevent, as well as gauze wires and traps; and insecticides for indoor control and keep house clean. In sterilization: room and utilities sterilization wih alco-hol, chlorine and boiling/steaming technique. The average monthly expense for clean water is Rp.62.272, for solid medical waste management: Rp.57.778, for insect, rodent and annoying animal control: Rp.41.041, and for sterilization: Rp.38.833. The average exense per month for those four activities are Rp. 199.925. To keep the environmental health activities run, it need supervision, monitoring and support from the local community health center and association of midwives, and SOP for each of the existing and planned effort should be developed. Keywords : environmental health cost, private midwife

Intisari

Bidan praktik swasta (BPS) dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan penularan penyakit. Untuk mencegah risiko tersebut maka BPS melaksanakan kegiatan penyehatan lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan tersebut serta mengetahui biaya yang dikeluarkan oleh BPS melalui observasi lapangan serta wawancara tentang biaya yang dikeluarkan. Kegiatan observasi me-liputi penyediaan air bersih, pengelolaan limbah medis padat, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya serta sterilisasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penye-hatan lingkungan yang berhubungan dengan penyediaan air bersih kegiatannya adalah meng-gunakan air dari PDAM dan memeriksakan kualitas air; pengelolaan limbah medis padat: me-nyediakan tempat penampungan sementara berupa safety box, dan menggunakan chlorine se-bagai bahan habis pakai dalam pengelolaannnya, serta untuk memusnahkan bekerja sama de-ngan rumah sakit, puskesmas dan perusahaan swasta. Dalam kegiatan pengendalian serang-ga, tikus dan binatang pengganggu, tindakan pertama dalam mencegah masuk adalah dengan menggunakan pintu tertutup, serta cara pencegahan yang lain berupa penggunakan kasa stri-min dan perangkap, dan pembasmi serangga bila sudah masuk ke dalam rumah serta menjaga kebersihan. Dalam kegiatan sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi ruangan dan alat de-ngan menggunakan alkhohol, chlorine dengan teknik sterilisasi merebus/mengukus. Rata rata biaya per bulan yang dikeluarkan oleh BPS untuk kegiatan penyediaan air bersih adalah Rp. 62.272, biaya pengelolaan limbah medis padat: Rp.57.778, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu: Rp.41.041, dan biaya sterilisasi: Rp.38.833. Untuk empat kegiatan pe-nyehatan lingkungan tersebut diperlukan rata rata biaya: Rp. 199.925/bulan. Untuk menjaga a-gar kegiatan penyehatan lingkungan tetap berjalan, maka perlu pengawasan, monitoring dan dukungan dari puskesmas dan pengurus IBI setempat serta perlu disusun SOP untuk masing masing kegiatan penyehatan lingkungan yang telah dan yang belum dilakukan.

Kata Kunci : biaya penyehatan lingkungan, bidan praktik swasta

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

PENDAHULUAN

Bidan praktik swasta (BPS) merupa-kan salah satu ujung tombak dalam pe-layanan kesehatan untuk masyarakat, khususnya untuk kesehatan ibu dan a-nak. BPS merupakan salah satu tempat umum, sehingga banyak dikunjungi oleh masyarakat dalam rangka memenuhi ke-butuhannya akan pelayanan kesehatan Kegiatan yang dilakukan oleh BPS be-rupa pelayanan langsung yang berhubu-ngan dengan pasien, di antaranya ada-lah pertolongan persalinan ibu melahir-kan, pemeriksaan ibu hamil, vaksinasi bayi dan balita, dan pemeriksaan tum-buh dan kembang anak serta pelayanan keluarga berencana.

Kegiatan yang dilakukan BPS ter-sebut di atas, mempunyai dampak dan risiko terhadap kesehatan lingkungan tempat praktik BPS, seperti terjadinya penularan suatu penyakit antara pe-ngunjung dan pegawai yang ada, atau sebaliknya, sehingga dapat menimbul-kan gangguan kesehatan. Guna mengu-rangi serta menghindari dampak dan ri-siko tesebut di atas, maka BPS perlu melakukan kegiatan penyehatan lingku-ngan sesuai dengan persyaratan ke-sehatan.

Persyaratan dan kegiatan penyehat-an lingkungan tersebut meliputi: 1) pe-nyehatan ruang bangunan dan halaman tempat praktik, 2) penyehatan air, 3) pe-ngelolaan limbah, khususnya limbah me-dis padat, limbah non medis padat dan limbah cair, 4) pengelolaan tempat pen-cucian linen, 5) pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya, 6) dekontaminasi melalui disinfeksi dan sterilisasi.

Guna melaksanakan kegiatan pe-nyehatan lingkungan tersebut di atas, tentu saja diperlukan biaya, sehingga perlu diperhitungkan dalam komponen pengeluaran yang harus ditanggung oleh BPS. Dengan diketahuinya biaya terse-but, maka BPS dapat menyusun tarif la-yanan yang dibebankan kepada konsu-men 1)

Jumlah BPS di Kabupaten Sleman, pada tahun 2012 sebanyak 113. Keber-

adaan BPS tersebut tersebar merata di seluruh wilayah Kabupaten Sleman. De-ngan melihat jumlah dan penyebaran BPS tersebut dapat dilihat potensi ma-salah kesehatan lingkungan yang mung-kin terjadi di wilayah kabupaten Sleman.

BPS di Kecamatan Gamping berjum-lah 22 orang. yang menyebar, yaitu di wilayah Puskesmas Gamping I ada 16 orang dan yang berada di wilayah Pus-kesmas Gamping II ada 6 orang. Dari 10 BPS yang ada di wilayah Puskesmas Gamping I, 3 di antaranya memiliki bidan yang siaga 24 jam di tempat praktiknya, sedangkan dari 5 BPS yang ada di wila-yah Puskesmas Gamping II, 2 di antara-nya memiliki bidan yang siaga 24 jam di tempat praktiknya.

METODA

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, jenis pene-litian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua BPS yang ada di kecamatan Gamping, Sleman dan tercatat di Pus-kesmas Gamping I dan II Kabupaten Sleman, berjumlah 22 BPS. Sampel da-lam penelitian ini adalah semua BPS yang ada di kecamatan Gamping yang melaksanakan praktik BPS di rumahnya, bukan di rumah sakit atau klinik bersalin, yang berjumlah 15 BPS.

Jalannya penelitian diawali dengan kegiatan uji coba kuesioner agar kuesio-ner yang digunakan untuk mengambil data dapat mencakup semua pertanyaan untuk mengumpulkan data yang dibutuh-kan. Dalam uji coba ini, kuesioner meng-alami perubahan yaitu penghitungan bia-ya operasional, biaya pemeliharaan dan biaya administrasi tidak dapat dilakukan, karena biaya-biaya tersebut melekat a-tau menjadi satu dengan biaya pengelu-aran rumah, seperti bayar listrik dan air penggunaan pembasmi serangga, se-hingga untuk menghitung biaya kegiat-an penyehatan lingkungan BPS, digu-nakan biaya perkiraan yang dihitung o-leh BPS. Aktivitas dari kegiatan pelayan-

142p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

an BPS dan kegiatan penyehatan ling-kungan BPS juga dimasukkan ke dalam kuesioner yang telah di uji cobakan.

Tahap berikutnya adalah membagi dan menjelaskan formulir yang diguna-kan dalam penelitian kepada BPS. Ke-giatan ini tercapai apabila BPS tahu maksud dari penelitian serta mengetahui data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, petugas pengumpul da-ta bersama BPS, mengumpulkan data yang diperlukan sesuai dengan formulir yang digunakan dalam penelitian. Kegi-atan ini tercapai bila petugas di praktik BPS dapat menunjukkan bukti kegiatan penyehatan lingkungan yang dilakukan di BPS.

Langkah ke empat adalah mengum-pulkan formulir dan mengecek ulang da-ta yang ada pada formulir sesuai dengan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan ber-sama BPS yang bertanggung jawab me-ngurusi kegiatan tersebut di atas. Kegiat-an ini tercapai bila data yang dibutuhkan sudah lengkap.

Setelah itu dilakukan tahap pengo-lahan dan penyajian data yang terkum-pul sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Kegiatan ini tercapai bila data yang diperoleh sudah diolah dan dianalisis sesuai dengan tuju-an penelitian ini.

Adapun langkah terakhir adalah ve-rifikasi hasil penelitian yang diperoleh bersama BPS. Kegiatan ini tercapai bila data yang dianalisis telah ditunjukkan ke pada BPS dan diakui hasil analisis data tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kararakteristik Sampel Dari Tabel 1 terlihat bahwa sebagi-

an besar BPS berada di wilayah kerja Puskesmas Gamping I. Selain mengelo-la BPS, sebagian besar bidan (46,7 %) berkerja di rumah bersalin atau rumah sakit lain. 80 % bidan berpendidikan D3 kebidanan dan dalam menjalankan prak-tiknya, semua bidan sudah memiliki ijin. Rata-rata umur bidan 47,4 tahun, yang

termuda berumur 29 tahun dan yang ter-tua berumur 64 tahun.

Tabel 1. Karakteristik BPS

di wilayah kerja Puskesmas Gamping, Sleman 2016

Karakteristik Frekuensi (f)

Persentase (%)

Asal wilayah: 1. Pusk Gamping I 2. Pusk Gamping II

105

66,7 33,3

Pekerjaan: 1. Mengelola BPS 2. PNS 3. Bekerja di RB/RS lain

627

40,0 13,3 46,7

Pendidikan: 1. Lulusan D3 Kebidanan 2. Lulusan D4 Kebidanan 3. Lulusan S2 Kesehatan

1221

80,0 13,3 6,7

Kepemlikan ijin: 1. Memiliki 2. Tidak memiliki 15

-100

Tabel 2. Jenis Layanan BPS

di wilayah kerja Puskesmas Gamping, Sleman 2016

Jenis layanan Frekuensi (f)

Persentase (%)

1. Penyuluhan kesehatan reproduksi

2. Konseling KB 3. Antenatal care 4. Asuhan persalinan 5. Perawatan nifas 6. Perawatan bayi 7. Pealayanan KB 8. Imunisasi 9. Kesehatan reproduksi

remaja 10. Tinduk bayi 11. Senam hamil

15

1515788

156

14

22

100

100 100 46,7 53,3 53,3 100 40

93,3

13,3 13,3

Dari 15 BPS yang ada, selama pe-nelitian, empat di antaranya menolong persalinan dengan rata rata persalinan 0,933/bulan dan rata-rata imunisasi se-banyak 5,87/bulan. Aktifitas pelayanan di BPS dapat menjadi indikator kegiatan penyehatan lingkungan.

Jenis pelayanan oleh BPS kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gamping, distribusinya dapat dilihat da-lam Tabel 2. Terlihat bahwa pelayanan

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

yang diberikan oleh semua BPS (100 %) adalah: penyuluhan kesehatan reproduk-si, konseling KB, ante natal care (ANC) dan pelayanan KB.

Kegiatan asuhan persalinan, pelaya-nan KB dan imunisasi biasanya akan menghasilkan limbah medis padat yang dapat berupa jarum, spuit dan kapas, se-hingga semua bidan memiliki tempat sampah infeksius. Ini menunjukkan bah-wa semua bidan telah sadar akan baha-ya dari sampah infeksius serta melaksa-nakan SOP tentang pelaksanaan penge-lolaan limbah medis padat di BPS.

BPS yang memiliki ruang bersalin hanya ada tujuh orang (46,7 %). Ini se-suai dengan jumlah BPS yang melaksa-nakan asuhan persalinan yang hanya berjumlah tujuh, sedangkan BPS yang memiliki ruang perawatan hanya ada de-lapan (53,3 %), sesuai dengan jumlah bidan yang melaksanakan perawatan ni-fas dan perawatan bayi yang berjumlah delapan juga.

Dari pelayanan yang dilaksanakan oleh BPS, tidak semuanya memberikan layanan asuhan persalinan dan perawat-an nifas. Setelah ditanyakan kepada bi-dan yang tidak melaksanakan, diperoleh beberapa alasan.

Yang pertama, beberapa pengelola BPS merupakan pensiunan, sehingga merasa berat untuk melaksanakan pe-layanan tersebut mengingat kekuatan fi-sik yang semakin menurun serta memer-lukan fasilitas pelayanan yang lebih dan memerlukan modal yang besar.

Kedua, keberadaan program BPJS mengurangi jumlah persalinan yang di-bantu oleh bidan, mengingat seorang ibu hamil bila akan melaksanakan persalin-an yang dijamin oleh BPJS mereka ha-rus melakukan pemeriksaan kehamilan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS, padahal tidak se-mua BPS dapat bekerja sama dengan BPJS.

Alasan ketiga, dalam menolong per-salinan, disyaratkan harus dilakukan, mi-nimal oleh dua orang bidan, dimana se-telah persalinan, satu bidan mengurus ibu yang baru saja melahirkan dan bidan yang lain menolong bayi yang dilahirkan.

Syarat ini dirasa berat oleh BPS karena harus menambah jumlah bidan dalam BPS.

Aasan keempat berkaitan dengan perkembangan fasilitas kesehatan di wi-layah Kecamatan Gamping. Dalam lima tahun terakhir, jumlah fasilitas kesehatan berkembang dengan pesat, di samping adanya relokasi keberadaan puskesmas, berdirinya dan berkembangnya bebera-pa rumah sakit serta berdirinya klnik ke-sehatan dan rumah bersalin.

Alasan yang terkahir: jumlah dan penyebaran BPS yang semakin padat sedangkan jumlah pasien yang berkun-jung semakin menurun, sehingga bebe-rapa BPS memutuskan tidak memper-panjang ijin praktik.

Kegiatan dan Biaya Penyediaan Air BPS yang menggunakan sumber air

dari PDAM sebanyak delapan BPS (53,3 %) dan sumur gali tujuh BPS (46,7 %). Penggunaan PDAM oleh BPS dilakukan karena sumber air dari sumur gali tidak dapat/susah diperoleh mengingat topo-grafi BPS tersebut berada di bukit kapur, sehingga dari sisi kualitas dan kontinui-tas pemenuhan kebutuhan air lebih mu-dah bila menggunakan air dari PDAM, sedangkan BPS yang tidak berada di bukit kapur, tetapi menggunakan air dari PDAM pertimbangannya adalah di dekat BPS tersedia pipa distribusi dari PDAM serta lahan yang terbatas, sehingga se-cara ekonomis tidak terlalu menguntung-kan bila membuat sumur gali.

Kualitas air yang digunakan diperik-sa kualitasnya hanya oleh 12 BPS (80 %). Hal ini terjadi karena beberapa BPS sedang melaksanakan perpanjangan ijin praktik, di mana salah satu syaratnya adalah melakukan pemeriksaan kualitas air yang digunakan dalam aktifitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air yang digunakan, diperiksa bila BPS akan memperpanjang ijin praktik.

Dari tujuh BPS yang menggunakan air sumur gali, dua (28,6 %) di antaranya menggunakan kaporit. Penggunaan ka-porit di dalam fasilitas pelayanan kese-hatan menjadi sangat penting, karena air yang mengandung khlor dapat mence-

Page 4: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

143p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

an BPS dan kegiatan penyehatan ling-kungan BPS juga dimasukkan ke dalam kuesioner yang telah di uji cobakan.

Tahap berikutnya adalah membagi dan menjelaskan formulir yang diguna-kan dalam penelitian kepada BPS. Ke-giatan ini tercapai apabila BPS tahu maksud dari penelitian serta mengetahui data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, petugas pengumpul da-ta bersama BPS, mengumpulkan data yang diperlukan sesuai dengan formulir yang digunakan dalam penelitian. Kegi-atan ini tercapai bila petugas di praktik BPS dapat menunjukkan bukti kegiatan penyehatan lingkungan yang dilakukan di BPS.

Langkah ke empat adalah mengum-pulkan formulir dan mengecek ulang da-ta yang ada pada formulir sesuai dengan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan ber-sama BPS yang bertanggung jawab me-ngurusi kegiatan tersebut di atas. Kegiat-an ini tercapai bila data yang dibutuhkan sudah lengkap.

Setelah itu dilakukan tahap pengo-lahan dan penyajian data yang terkum-pul sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Kegiatan ini tercapai bila data yang diperoleh sudah diolah dan dianalisis sesuai dengan tuju-an penelitian ini.

Adapun langkah terakhir adalah ve-rifikasi hasil penelitian yang diperoleh bersama BPS. Kegiatan ini tercapai bila data yang dianalisis telah ditunjukkan ke pada BPS dan diakui hasil analisis data tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kararakteristik Sampel Dari Tabel 1 terlihat bahwa sebagi-

an besar BPS berada di wilayah kerja Puskesmas Gamping I. Selain mengelo-la BPS, sebagian besar bidan (46,7 %) berkerja di rumah bersalin atau rumah sakit lain. 80 % bidan berpendidikan D3 kebidanan dan dalam menjalankan prak-tiknya, semua bidan sudah memiliki ijin. Rata-rata umur bidan 47,4 tahun, yang

termuda berumur 29 tahun dan yang ter-tua berumur 64 tahun.

Tabel 1. Karakteristik BPS

di wilayah kerja Puskesmas Gamping, Sleman 2016

Karakteristik Frekuensi (f)

Persentase (%)

Asal wilayah: 1. Pusk Gamping I 2. Pusk Gamping II

105

66,7 33,3

Pekerjaan: 1. Mengelola BPS 2. PNS 3. Bekerja di RB/RS lain

627

40,0 13,3 46,7

Pendidikan: 1. Lulusan D3 Kebidanan 2. Lulusan D4 Kebidanan 3. Lulusan S2 Kesehatan

1221

80,0 13,3 6,7

Kepemlikan ijin: 1. Memiliki 2. Tidak memiliki 15

-100

Tabel 2. Jenis Layanan BPS

di wilayah kerja Puskesmas Gamping, Sleman 2016

Jenis layanan Frekuensi (f)

Persentase (%)

1. Penyuluhan kesehatan reproduksi

2. Konseling KB 3. Antenatal care 4. Asuhan persalinan 5. Perawatan nifas 6. Perawatan bayi 7. Pealayanan KB 8. Imunisasi 9. Kesehatan reproduksi

remaja 10. Tinduk bayi 11. Senam hamil

15

1515788

156

14

22

100

100 100 46,7 53,3 53,3 100 40

93,3

13,3 13,3

Dari 15 BPS yang ada, selama pe-nelitian, empat di antaranya menolong persalinan dengan rata rata persalinan 0,933/bulan dan rata-rata imunisasi se-banyak 5,87/bulan. Aktifitas pelayanan di BPS dapat menjadi indikator kegiatan penyehatan lingkungan.

Jenis pelayanan oleh BPS kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gamping, distribusinya dapat dilihat da-lam Tabel 2. Terlihat bahwa pelayanan

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

yang diberikan oleh semua BPS (100 %) adalah: penyuluhan kesehatan reproduk-si, konseling KB, ante natal care (ANC) dan pelayanan KB.

Kegiatan asuhan persalinan, pelaya-nan KB dan imunisasi biasanya akan menghasilkan limbah medis padat yang dapat berupa jarum, spuit dan kapas, se-hingga semua bidan memiliki tempat sampah infeksius. Ini menunjukkan bah-wa semua bidan telah sadar akan baha-ya dari sampah infeksius serta melaksa-nakan SOP tentang pelaksanaan penge-lolaan limbah medis padat di BPS.

BPS yang memiliki ruang bersalin hanya ada tujuh orang (46,7 %). Ini se-suai dengan jumlah BPS yang melaksa-nakan asuhan persalinan yang hanya berjumlah tujuh, sedangkan BPS yang memiliki ruang perawatan hanya ada de-lapan (53,3 %), sesuai dengan jumlah bidan yang melaksanakan perawatan ni-fas dan perawatan bayi yang berjumlah delapan juga.

Dari pelayanan yang dilaksanakan oleh BPS, tidak semuanya memberikan layanan asuhan persalinan dan perawat-an nifas. Setelah ditanyakan kepada bi-dan yang tidak melaksanakan, diperoleh beberapa alasan.

Yang pertama, beberapa pengelola BPS merupakan pensiunan, sehingga merasa berat untuk melaksanakan pe-layanan tersebut mengingat kekuatan fi-sik yang semakin menurun serta memer-lukan fasilitas pelayanan yang lebih dan memerlukan modal yang besar.

Kedua, keberadaan program BPJS mengurangi jumlah persalinan yang di-bantu oleh bidan, mengingat seorang ibu hamil bila akan melaksanakan persalin-an yang dijamin oleh BPJS mereka ha-rus melakukan pemeriksaan kehamilan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS, padahal tidak se-mua BPS dapat bekerja sama dengan BPJS.

Alasan ketiga, dalam menolong per-salinan, disyaratkan harus dilakukan, mi-nimal oleh dua orang bidan, dimana se-telah persalinan, satu bidan mengurus ibu yang baru saja melahirkan dan bidan yang lain menolong bayi yang dilahirkan.

Syarat ini dirasa berat oleh BPS karena harus menambah jumlah bidan dalam BPS.

Aasan keempat berkaitan dengan perkembangan fasilitas kesehatan di wi-layah Kecamatan Gamping. Dalam lima tahun terakhir, jumlah fasilitas kesehatan berkembang dengan pesat, di samping adanya relokasi keberadaan puskesmas, berdirinya dan berkembangnya bebera-pa rumah sakit serta berdirinya klnik ke-sehatan dan rumah bersalin.

Alasan yang terkahir: jumlah dan penyebaran BPS yang semakin padat sedangkan jumlah pasien yang berkun-jung semakin menurun, sehingga bebe-rapa BPS memutuskan tidak memper-panjang ijin praktik.

Kegiatan dan Biaya Penyediaan Air BPS yang menggunakan sumber air

dari PDAM sebanyak delapan BPS (53,3 %) dan sumur gali tujuh BPS (46,7 %). Penggunaan PDAM oleh BPS dilakukan karena sumber air dari sumur gali tidak dapat/susah diperoleh mengingat topo-grafi BPS tersebut berada di bukit kapur, sehingga dari sisi kualitas dan kontinui-tas pemenuhan kebutuhan air lebih mu-dah bila menggunakan air dari PDAM, sedangkan BPS yang tidak berada di bukit kapur, tetapi menggunakan air dari PDAM pertimbangannya adalah di dekat BPS tersedia pipa distribusi dari PDAM serta lahan yang terbatas, sehingga se-cara ekonomis tidak terlalu menguntung-kan bila membuat sumur gali.

Kualitas air yang digunakan diperik-sa kualitasnya hanya oleh 12 BPS (80 %). Hal ini terjadi karena beberapa BPS sedang melaksanakan perpanjangan ijin praktik, di mana salah satu syaratnya adalah melakukan pemeriksaan kualitas air yang digunakan dalam aktifitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air yang digunakan, diperiksa bila BPS akan memperpanjang ijin praktik.

Dari tujuh BPS yang menggunakan air sumur gali, dua (28,6 %) di antaranya menggunakan kaporit. Penggunaan ka-porit di dalam fasilitas pelayanan kese-hatan menjadi sangat penting, karena air yang mengandung khlor dapat mence-

Page 5: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

143p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

an BPS dan kegiatan penyehatan ling-kungan BPS juga dimasukkan ke dalam kuesioner yang telah di uji cobakan.

Tahap berikutnya adalah membagi dan menjelaskan formulir yang diguna-kan dalam penelitian kepada BPS. Ke-giatan ini tercapai apabila BPS tahu maksud dari penelitian serta mengetahui data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, petugas pengumpul da-ta bersama BPS, mengumpulkan data yang diperlukan sesuai dengan formulir yang digunakan dalam penelitian. Kegi-atan ini tercapai bila petugas di praktik BPS dapat menunjukkan bukti kegiatan penyehatan lingkungan yang dilakukan di BPS.

Langkah ke empat adalah mengum-pulkan formulir dan mengecek ulang da-ta yang ada pada formulir sesuai dengan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan ber-sama BPS yang bertanggung jawab me-ngurusi kegiatan tersebut di atas. Kegiat-an ini tercapai bila data yang dibutuhkan sudah lengkap.

Setelah itu dilakukan tahap pengo-lahan dan penyajian data yang terkum-pul sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Kegiatan ini tercapai bila data yang diperoleh sudah diolah dan dianalisis sesuai dengan tuju-an penelitian ini.

Adapun langkah terakhir adalah ve-rifikasi hasil penelitian yang diperoleh bersama BPS. Kegiatan ini tercapai bila data yang dianalisis telah ditunjukkan ke pada BPS dan diakui hasil analisis data tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kararakteristik Sampel Dari Tabel 1 terlihat bahwa sebagi-

an besar BPS berada di wilayah kerja Puskesmas Gamping I. Selain mengelo-la BPS, sebagian besar bidan (46,7 %) berkerja di rumah bersalin atau rumah sakit lain. 80 % bidan berpendidikan D3 kebidanan dan dalam menjalankan prak-tiknya, semua bidan sudah memiliki ijin. Rata-rata umur bidan 47,4 tahun, yang

termuda berumur 29 tahun dan yang ter-tua berumur 64 tahun.

Tabel 1. Karakteristik BPS

di wilayah kerja Puskesmas Gamping, Sleman 2016

Karakteristik Frekuensi (f)

Persentase (%)

Asal wilayah: 1. Pusk Gamping I 2. Pusk Gamping II

105

66,7 33,3

Pekerjaan: 1. Mengelola BPS 2. PNS 3. Bekerja di RB/RS lain

627

40,0 13,3 46,7

Pendidikan: 1. Lulusan D3 Kebidanan 2. Lulusan D4 Kebidanan 3. Lulusan S2 Kesehatan

1221

80,0 13,3 6,7

Kepemlikan ijin: 1. Memiliki 2. Tidak memiliki 15

-100

Tabel 2. Jenis Layanan BPS

di wilayah kerja Puskesmas Gamping, Sleman 2016

Jenis layanan Frekuensi (f)

Persentase (%)

1. Penyuluhan kesehatan reproduksi

2. Konseling KB 3. Antenatal care 4. Asuhan persalinan 5. Perawatan nifas 6. Perawatan bayi 7. Pealayanan KB 8. Imunisasi 9. Kesehatan reproduksi

remaja 10. Tinduk bayi 11. Senam hamil

15

1515788

156

14

22

100

100 100 46,7 53,3 53,3 100 40

93,3

13,3 13,3

Dari 15 BPS yang ada, selama pe-nelitian, empat di antaranya menolong persalinan dengan rata rata persalinan 0,933/bulan dan rata-rata imunisasi se-banyak 5,87/bulan. Aktifitas pelayanan di BPS dapat menjadi indikator kegiatan penyehatan lingkungan.

Jenis pelayanan oleh BPS kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gamping, distribusinya dapat dilihat da-lam Tabel 2. Terlihat bahwa pelayanan

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

yang diberikan oleh semua BPS (100 %) adalah: penyuluhan kesehatan reproduk-si, konseling KB, ante natal care (ANC) dan pelayanan KB.

Kegiatan asuhan persalinan, pelaya-nan KB dan imunisasi biasanya akan menghasilkan limbah medis padat yang dapat berupa jarum, spuit dan kapas, se-hingga semua bidan memiliki tempat sampah infeksius. Ini menunjukkan bah-wa semua bidan telah sadar akan baha-ya dari sampah infeksius serta melaksa-nakan SOP tentang pelaksanaan penge-lolaan limbah medis padat di BPS.

BPS yang memiliki ruang bersalin hanya ada tujuh orang (46,7 %). Ini se-suai dengan jumlah BPS yang melaksa-nakan asuhan persalinan yang hanya berjumlah tujuh, sedangkan BPS yang memiliki ruang perawatan hanya ada de-lapan (53,3 %), sesuai dengan jumlah bidan yang melaksanakan perawatan ni-fas dan perawatan bayi yang berjumlah delapan juga.

Dari pelayanan yang dilaksanakan oleh BPS, tidak semuanya memberikan layanan asuhan persalinan dan perawat-an nifas. Setelah ditanyakan kepada bi-dan yang tidak melaksanakan, diperoleh beberapa alasan.

Yang pertama, beberapa pengelola BPS merupakan pensiunan, sehingga merasa berat untuk melaksanakan pe-layanan tersebut mengingat kekuatan fi-sik yang semakin menurun serta memer-lukan fasilitas pelayanan yang lebih dan memerlukan modal yang besar.

Kedua, keberadaan program BPJS mengurangi jumlah persalinan yang di-bantu oleh bidan, mengingat seorang ibu hamil bila akan melaksanakan persalin-an yang dijamin oleh BPJS mereka ha-rus melakukan pemeriksaan kehamilan pada fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS, padahal tidak se-mua BPS dapat bekerja sama dengan BPJS.

Alasan ketiga, dalam menolong per-salinan, disyaratkan harus dilakukan, mi-nimal oleh dua orang bidan, dimana se-telah persalinan, satu bidan mengurus ibu yang baru saja melahirkan dan bidan yang lain menolong bayi yang dilahirkan.

Syarat ini dirasa berat oleh BPS karena harus menambah jumlah bidan dalam BPS.

Aasan keempat berkaitan dengan perkembangan fasilitas kesehatan di wi-layah Kecamatan Gamping. Dalam lima tahun terakhir, jumlah fasilitas kesehatan berkembang dengan pesat, di samping adanya relokasi keberadaan puskesmas, berdirinya dan berkembangnya bebera-pa rumah sakit serta berdirinya klnik ke-sehatan dan rumah bersalin.

Alasan yang terkahir: jumlah dan penyebaran BPS yang semakin padat sedangkan jumlah pasien yang berkun-jung semakin menurun, sehingga bebe-rapa BPS memutuskan tidak memper-panjang ijin praktik.

Kegiatan dan Biaya Penyediaan Air BPS yang menggunakan sumber air

dari PDAM sebanyak delapan BPS (53,3 %) dan sumur gali tujuh BPS (46,7 %). Penggunaan PDAM oleh BPS dilakukan karena sumber air dari sumur gali tidak dapat/susah diperoleh mengingat topo-grafi BPS tersebut berada di bukit kapur, sehingga dari sisi kualitas dan kontinui-tas pemenuhan kebutuhan air lebih mu-dah bila menggunakan air dari PDAM, sedangkan BPS yang tidak berada di bukit kapur, tetapi menggunakan air dari PDAM pertimbangannya adalah di dekat BPS tersedia pipa distribusi dari PDAM serta lahan yang terbatas, sehingga se-cara ekonomis tidak terlalu menguntung-kan bila membuat sumur gali.

Kualitas air yang digunakan diperik-sa kualitasnya hanya oleh 12 BPS (80 %). Hal ini terjadi karena beberapa BPS sedang melaksanakan perpanjangan ijin praktik, di mana salah satu syaratnya adalah melakukan pemeriksaan kualitas air yang digunakan dalam aktifitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air yang digunakan, diperiksa bila BPS akan memperpanjang ijin praktik.

Dari tujuh BPS yang menggunakan air sumur gali, dua (28,6 %) di antaranya menggunakan kaporit. Penggunaan ka-porit di dalam fasilitas pelayanan kese-hatan menjadi sangat penting, karena air yang mengandung khlor dapat mence-

144p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

gah tumbuh dan berkembangnya bakte-riologi dalam air, sehingga akan memu-tus rantai penularan penyakit yang di-sebarkan melalui media air

Pengeluaran biaya BPS untuk air ti-ap bulan, bervariasi antara Rp.10.000– Rp.150.000 dengan rerata Rp. 62.272. Perhitungan pengeluaran biaya ini agak sulit, mengingat BPS yang mengguna-kan air dari PDAM rekeningnya menjadi satu dengan rekening rumah, sedangkan yang menggunakan air dari sumur gali, biasanya akan menggunakan pompa lis-trik untuk menaikkan airnya ke bak pe-nampungan.

Perhitungan mengacu pada biaya listrik yang dikeluarkan lebih, sehingga biaya yang dikeluarkan, dihitung berda-sarkan perkiraan, sehingga biaya yang dikeluarkan kurang obyektif dan kurang realistis, karena cenderung lebih besar. Biaya yang dikeluarkan untuk pengguna-an air di BPS termasuk biaya variabel, dimana biaya ini dipengaruhi oleh ba-nyaknya produksi (output). Biasanya vo-lume produksi direncanakan secara ru-tin, maka biaya variablel ini sering dise-but dengan biaya rutin 2).

Biaya variabel merupakan biaya yang berubah sebanding dengan peru-bahan volume kegiatan 3). Kegiatan pela-yanan di BPS juga berpengaruh terha-dap volume/kuantitas air bersih yang di-gunakan, yaitu semakin tinggi kegiatan pelayanan di BPS maka akan semakin tinggi pula volume/kuantitas air yang di-butuhkan.

Harga satuan air tidak seperti harga pada umumnya. Perhitungan biaya satu-an yang dihitung berdasarkan penge-luaran nyata terhadap produk yang di-hasilkan biasa disebut dengan biaya sa-tuan aktual (actual unit cost) 4). Harga yang harus dibayar, biasanya sebanding dengan jumlah barang yang digunakan dikalikan harga satuannya. Tetapi untuk harga air, tidak berlaku demikian, karena harga air berpedoman pada jumlah yang digunakan pada volume tertentu. Harga air akan sama pada penggunaan 0-10 m3, tetapi harganya satuannya akan me-ningkat bila yang digunakan pada volu-me 10,01-20 m3 dan seterusnya 5).

Dengan mengetahui jumlah biaya untuk air, jumlah air belum tentu dapat diketahui tanpa melihat rekening air, karena dalam rekening air akan terlihat berapa biaya dan jumlah air yang digu-nakan. Secara riil, penggunaan air oleh BPS juga sulit diketahui karena pemba-yaran rekeningnya menjadi satu dengan rekening air rumah tangga.

Penggunaan air di BPS banyak ke-samaannya yaitu digunakan untuk mandi pasien, mencuci baju dan peralatan ser-ta mengepel dan membersihan meubel.

Pengelolaan Limbah Medis PadatSeperti pelayanan kesehatan pada

umumnya, BPS juga menghasilkan lim-bah medis padat. Jenis limbah medis pa-dat biasanya sesuai dengan jenis layan-annya. Layanan yang menghasilkan lim-bah medis padat di BPS di antaranya adalah: persalinan, pelayanan KB dan imunisasi, perawatan nifas dan perawat-an luka. BPS yang menghasilkan limbah dari kegiatan persalinan, pelayanan KB dan imunisasi, perawatan nifas dan pe-rawatan luka sebanyak empat BPS (26,7 %), pelayanan KB dan perawatan luka satu BPS (6,7 %), persalinan satu BPS (6,7 %) dan sisanya berasal dari pelaya-nan KB.

Jenis limbah medis padat berkaitan erat dengan pelayanan medis yang di-berikan. Jenis limbah medis di BPS be-rupa jarum, spuit, kassa, kapas, sarung tangan, botol obat dan tempat obat.

BPS yang menghasilkan limbah me-dis padat, sebelum limbah tersebut di-musnahkan, maka harus dikelola di tem-pat. Untuk mengelola limbah medis pa-dat diperlukan tempat penampungan se-mentara. Tempat penampungan semen-tara ini harus tertutup, kuat dan tidak mudah tembus oleh benda tajam. Untuk itu, sebagian besar BPS memilih meng-gunakan safety box sebagai tempat pe-nampungan limbah medis padat yang berbentuk jarum dan spuit.

Safety box ini terbuat dari kertas te-bal yang telah memenuhi spesifikasi ter-sebut. Selain safety box juga digunakan tempat sampah atau ember yang terbuat dari plastik. Chlorine juga digunakan se-

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

bagai bahan habis pakai dalam menge-lola limbah medis padat. Untuk penge-lolaan limbah medis padat, setiap hari limbah medis padat harus di kumpulkan dan diangkut ke lokasi penampungan atau dapat kurang dari satu hari bila dua pertiga bagian tempat penampungan sudah terisi 6)

Dalam memusnahkan limbah medis padat, BPS melakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan berkerja sama de-ngan rumah sakit (33,3 %), bekerja sa-ma dengan puskesmas (41,7 %), dan sisanya (25 %) menggunakan jasa per-usahaan swasta yang biasa menangani limbah medis padat.

Biaya yang timbul dalam kegiatan pemusnahan limbah medis padat berva-riasi antara Rp.7.500,- s/d Rp. 200.000,- dengan rata rata Rp.57.778,-/bulan. Bia-ya ini tergantung dari jumlah limbah me-dis padat yang akan dimusnahkan, se-makin banyak jumlah limbah yang akan dimusnahkan maka biayanya akan se-makin tinggi. Biaya ini juga digunakan untuk pembelian bahan habis pakai, an-tara lain safety box.

Biaya yang dikeluarkan untuk peng-gunaan air di BPS termasuk biaya varia-bel, dimana biaya ini dipengaruhi oleh banyaknya produksi (output). Biaya va-riabel merupakan biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan 3). Kegiatan pelayanan di BPS juga berpengaruh terhadap volume/ku-antitas limbah medis padat yang diha-silkan, semakin tinggi kegiatan pelayan-an di BPS maka akan semakin tinggi pu-la volume limbah medis padat yang di-hasilkan.

Dalam memusnahkan limbah medis padat, perhitungan biaya satuan yang di-hitung berdasarkan pengeluaran nyata terhadap produk yang dihasilkan biasa disebut dengan biaya satuan aktual 4).Dengan mengetahui jumlah biaya untuk pemusnahan limbah medis padat, jum-lah limbah medis padat yang dimusnah-kan belum dapat diketahui, karena BPS tidak dengan jelas dapat menginformasi-kan berapa volume limbah medis padat yang dimusnahkan, sehingga harga sa-tuannya tidak dapat dihitung

Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu

Dari beberapa ruang yang ada di BPS, ruang periksa menjadi salah satu ruang yang harus bebas serangga, tikus dan binatang pengganggu. Bagi BPS yang memberikan layanan persalinan, ruang bersalin menjadi prioritas utama sebagai ruang yang harus bebas se-rangga, tikus dan binatang pengganggu. Ada dua BPS yang menuntut semua ru-ang yang ada di sana harus bebas dari keberadaan serangga, tikus dan bina-tang pengganggu.

Cara fisik dan kimia merupakan me-toda yang paling banyak dipilih oleh BPS untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu agar tidak masuk ke ruang BPS. Cara fisik yang diguna-kan antara lain menutup pintu. Cara ini dipandang sebagai salah satu cara yang cukup efektif untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu masuk ke dalam rumah, dan cara ini merupakan bentuk pencegahan yang harus dilaku-kan pertama kali.

Upaya pencegahan yang lain adalah dengan memasang kasa strimin untuk mencegah serangga masuk. Apabila ada serangga yang masuk ke dalam ruang di BPS, maka harus dimatikan dengan me-makai cara kimia, yaitu dengan menggu-nakan pembasmi serangga atau obat nyamuk.

Untuk mengendalikan tikus diguna-kan perangkap tikus atau jebakan tikus. Guna mencegah serangga, tikus dan bi-natang pengganggu tidak masuk ke da-lam ruang, juga dilakukan upaya menya-pu dan mengepel lantai untuk memasti-kan tidak ada serangga, tikus dan bina-tang pengganggu serta menggunakan kapur barus serta lisol.

Biaya yang dikeluarkan oleh BPS untuk pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu berkisar dari Rp. 7.500,- sampai dengan Rp. 100.000,- dengan rerata pengeluaran sebesar Rp. 41.041,-. Penggunaan biaya pada kegi-atan penyehatan lingkungan ini lebih do-minan digunakan untuk pembelian pem-basmi serangga serta bahan habis pakai untuk kebersihan.

Page 6: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

145p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

gah tumbuh dan berkembangnya bakte-riologi dalam air, sehingga akan memu-tus rantai penularan penyakit yang di-sebarkan melalui media air

Pengeluaran biaya BPS untuk air ti-ap bulan, bervariasi antara Rp.10.000– Rp.150.000 dengan rerata Rp. 62.272. Perhitungan pengeluaran biaya ini agak sulit, mengingat BPS yang mengguna-kan air dari PDAM rekeningnya menjadi satu dengan rekening rumah, sedangkan yang menggunakan air dari sumur gali, biasanya akan menggunakan pompa lis-trik untuk menaikkan airnya ke bak pe-nampungan.

Perhitungan mengacu pada biaya listrik yang dikeluarkan lebih, sehingga biaya yang dikeluarkan, dihitung berda-sarkan perkiraan, sehingga biaya yang dikeluarkan kurang obyektif dan kurang realistis, karena cenderung lebih besar. Biaya yang dikeluarkan untuk pengguna-an air di BPS termasuk biaya variabel, dimana biaya ini dipengaruhi oleh ba-nyaknya produksi (output). Biasanya vo-lume produksi direncanakan secara ru-tin, maka biaya variablel ini sering dise-but dengan biaya rutin 2).

Biaya variabel merupakan biaya yang berubah sebanding dengan peru-bahan volume kegiatan 3). Kegiatan pela-yanan di BPS juga berpengaruh terha-dap volume/kuantitas air bersih yang di-gunakan, yaitu semakin tinggi kegiatan pelayanan di BPS maka akan semakin tinggi pula volume/kuantitas air yang di-butuhkan.

Harga satuan air tidak seperti harga pada umumnya. Perhitungan biaya satu-an yang dihitung berdasarkan penge-luaran nyata terhadap produk yang di-hasilkan biasa disebut dengan biaya sa-tuan aktual (actual unit cost) 4). Harga yang harus dibayar, biasanya sebanding dengan jumlah barang yang digunakan dikalikan harga satuannya. Tetapi untuk harga air, tidak berlaku demikian, karena harga air berpedoman pada jumlah yang digunakan pada volume tertentu. Harga air akan sama pada penggunaan 0-10 m3, tetapi harganya satuannya akan me-ningkat bila yang digunakan pada volu-me 10,01-20 m3 dan seterusnya 5).

Dengan mengetahui jumlah biaya untuk air, jumlah air belum tentu dapat diketahui tanpa melihat rekening air, karena dalam rekening air akan terlihat berapa biaya dan jumlah air yang digu-nakan. Secara riil, penggunaan air oleh BPS juga sulit diketahui karena pemba-yaran rekeningnya menjadi satu dengan rekening air rumah tangga.

Penggunaan air di BPS banyak ke-samaannya yaitu digunakan untuk mandi pasien, mencuci baju dan peralatan ser-ta mengepel dan membersihan meubel.

Pengelolaan Limbah Medis PadatSeperti pelayanan kesehatan pada

umumnya, BPS juga menghasilkan lim-bah medis padat. Jenis limbah medis pa-dat biasanya sesuai dengan jenis layan-annya. Layanan yang menghasilkan lim-bah medis padat di BPS di antaranya adalah: persalinan, pelayanan KB dan imunisasi, perawatan nifas dan perawat-an luka. BPS yang menghasilkan limbah dari kegiatan persalinan, pelayanan KB dan imunisasi, perawatan nifas dan pe-rawatan luka sebanyak empat BPS (26,7 %), pelayanan KB dan perawatan luka satu BPS (6,7 %), persalinan satu BPS (6,7 %) dan sisanya berasal dari pelaya-nan KB.

Jenis limbah medis padat berkaitan erat dengan pelayanan medis yang di-berikan. Jenis limbah medis di BPS be-rupa jarum, spuit, kassa, kapas, sarung tangan, botol obat dan tempat obat.

BPS yang menghasilkan limbah me-dis padat, sebelum limbah tersebut di-musnahkan, maka harus dikelola di tem-pat. Untuk mengelola limbah medis pa-dat diperlukan tempat penampungan se-mentara. Tempat penampungan semen-tara ini harus tertutup, kuat dan tidak mudah tembus oleh benda tajam. Untuk itu, sebagian besar BPS memilih meng-gunakan safety box sebagai tempat pe-nampungan limbah medis padat yang berbentuk jarum dan spuit.

Safety box ini terbuat dari kertas te-bal yang telah memenuhi spesifikasi ter-sebut. Selain safety box juga digunakan tempat sampah atau ember yang terbuat dari plastik. Chlorine juga digunakan se-

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

bagai bahan habis pakai dalam menge-lola limbah medis padat. Untuk penge-lolaan limbah medis padat, setiap hari limbah medis padat harus di kumpulkan dan diangkut ke lokasi penampungan atau dapat kurang dari satu hari bila dua pertiga bagian tempat penampungan sudah terisi 6)

Dalam memusnahkan limbah medis padat, BPS melakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan berkerja sama de-ngan rumah sakit (33,3 %), bekerja sa-ma dengan puskesmas (41,7 %), dan sisanya (25 %) menggunakan jasa per-usahaan swasta yang biasa menangani limbah medis padat.

Biaya yang timbul dalam kegiatan pemusnahan limbah medis padat berva-riasi antara Rp.7.500,- s/d Rp. 200.000,- dengan rata rata Rp.57.778,-/bulan. Bia-ya ini tergantung dari jumlah limbah me-dis padat yang akan dimusnahkan, se-makin banyak jumlah limbah yang akan dimusnahkan maka biayanya akan se-makin tinggi. Biaya ini juga digunakan untuk pembelian bahan habis pakai, an-tara lain safety box.

Biaya yang dikeluarkan untuk peng-gunaan air di BPS termasuk biaya varia-bel, dimana biaya ini dipengaruhi oleh banyaknya produksi (output). Biaya va-riabel merupakan biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan 3). Kegiatan pelayanan di BPS juga berpengaruh terhadap volume/ku-antitas limbah medis padat yang diha-silkan, semakin tinggi kegiatan pelayan-an di BPS maka akan semakin tinggi pu-la volume limbah medis padat yang di-hasilkan.

Dalam memusnahkan limbah medis padat, perhitungan biaya satuan yang di-hitung berdasarkan pengeluaran nyata terhadap produk yang dihasilkan biasa disebut dengan biaya satuan aktual 4).Dengan mengetahui jumlah biaya untuk pemusnahan limbah medis padat, jum-lah limbah medis padat yang dimusnah-kan belum dapat diketahui, karena BPS tidak dengan jelas dapat menginformasi-kan berapa volume limbah medis padat yang dimusnahkan, sehingga harga sa-tuannya tidak dapat dihitung

Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu

Dari beberapa ruang yang ada di BPS, ruang periksa menjadi salah satu ruang yang harus bebas serangga, tikus dan binatang pengganggu. Bagi BPS yang memberikan layanan persalinan, ruang bersalin menjadi prioritas utama sebagai ruang yang harus bebas se-rangga, tikus dan binatang pengganggu. Ada dua BPS yang menuntut semua ru-ang yang ada di sana harus bebas dari keberadaan serangga, tikus dan bina-tang pengganggu.

Cara fisik dan kimia merupakan me-toda yang paling banyak dipilih oleh BPS untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu agar tidak masuk ke ruang BPS. Cara fisik yang diguna-kan antara lain menutup pintu. Cara ini dipandang sebagai salah satu cara yang cukup efektif untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu masuk ke dalam rumah, dan cara ini merupakan bentuk pencegahan yang harus dilaku-kan pertama kali.

Upaya pencegahan yang lain adalah dengan memasang kasa strimin untuk mencegah serangga masuk. Apabila ada serangga yang masuk ke dalam ruang di BPS, maka harus dimatikan dengan me-makai cara kimia, yaitu dengan menggu-nakan pembasmi serangga atau obat nyamuk.

Untuk mengendalikan tikus diguna-kan perangkap tikus atau jebakan tikus. Guna mencegah serangga, tikus dan bi-natang pengganggu tidak masuk ke da-lam ruang, juga dilakukan upaya menya-pu dan mengepel lantai untuk memasti-kan tidak ada serangga, tikus dan bina-tang pengganggu serta menggunakan kapur barus serta lisol.

Biaya yang dikeluarkan oleh BPS untuk pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu berkisar dari Rp. 7.500,- sampai dengan Rp. 100.000,- dengan rerata pengeluaran sebesar Rp. 41.041,-. Penggunaan biaya pada kegi-atan penyehatan lingkungan ini lebih do-minan digunakan untuk pembelian pem-basmi serangga serta bahan habis pakai untuk kebersihan.

Page 7: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

145p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

gah tumbuh dan berkembangnya bakte-riologi dalam air, sehingga akan memu-tus rantai penularan penyakit yang di-sebarkan melalui media air

Pengeluaran biaya BPS untuk air ti-ap bulan, bervariasi antara Rp.10.000– Rp.150.000 dengan rerata Rp. 62.272. Perhitungan pengeluaran biaya ini agak sulit, mengingat BPS yang mengguna-kan air dari PDAM rekeningnya menjadi satu dengan rekening rumah, sedangkan yang menggunakan air dari sumur gali, biasanya akan menggunakan pompa lis-trik untuk menaikkan airnya ke bak pe-nampungan.

Perhitungan mengacu pada biaya listrik yang dikeluarkan lebih, sehingga biaya yang dikeluarkan, dihitung berda-sarkan perkiraan, sehingga biaya yang dikeluarkan kurang obyektif dan kurang realistis, karena cenderung lebih besar. Biaya yang dikeluarkan untuk pengguna-an air di BPS termasuk biaya variabel, dimana biaya ini dipengaruhi oleh ba-nyaknya produksi (output). Biasanya vo-lume produksi direncanakan secara ru-tin, maka biaya variablel ini sering dise-but dengan biaya rutin 2).

Biaya variabel merupakan biaya yang berubah sebanding dengan peru-bahan volume kegiatan 3). Kegiatan pela-yanan di BPS juga berpengaruh terha-dap volume/kuantitas air bersih yang di-gunakan, yaitu semakin tinggi kegiatan pelayanan di BPS maka akan semakin tinggi pula volume/kuantitas air yang di-butuhkan.

Harga satuan air tidak seperti harga pada umumnya. Perhitungan biaya satu-an yang dihitung berdasarkan penge-luaran nyata terhadap produk yang di-hasilkan biasa disebut dengan biaya sa-tuan aktual (actual unit cost) 4). Harga yang harus dibayar, biasanya sebanding dengan jumlah barang yang digunakan dikalikan harga satuannya. Tetapi untuk harga air, tidak berlaku demikian, karena harga air berpedoman pada jumlah yang digunakan pada volume tertentu. Harga air akan sama pada penggunaan 0-10 m3, tetapi harganya satuannya akan me-ningkat bila yang digunakan pada volu-me 10,01-20 m3 dan seterusnya 5).

Dengan mengetahui jumlah biaya untuk air, jumlah air belum tentu dapat diketahui tanpa melihat rekening air, karena dalam rekening air akan terlihat berapa biaya dan jumlah air yang digu-nakan. Secara riil, penggunaan air oleh BPS juga sulit diketahui karena pemba-yaran rekeningnya menjadi satu dengan rekening air rumah tangga.

Penggunaan air di BPS banyak ke-samaannya yaitu digunakan untuk mandi pasien, mencuci baju dan peralatan ser-ta mengepel dan membersihan meubel.

Pengelolaan Limbah Medis PadatSeperti pelayanan kesehatan pada

umumnya, BPS juga menghasilkan lim-bah medis padat. Jenis limbah medis pa-dat biasanya sesuai dengan jenis layan-annya. Layanan yang menghasilkan lim-bah medis padat di BPS di antaranya adalah: persalinan, pelayanan KB dan imunisasi, perawatan nifas dan perawat-an luka. BPS yang menghasilkan limbah dari kegiatan persalinan, pelayanan KB dan imunisasi, perawatan nifas dan pe-rawatan luka sebanyak empat BPS (26,7 %), pelayanan KB dan perawatan luka satu BPS (6,7 %), persalinan satu BPS (6,7 %) dan sisanya berasal dari pelaya-nan KB.

Jenis limbah medis padat berkaitan erat dengan pelayanan medis yang di-berikan. Jenis limbah medis di BPS be-rupa jarum, spuit, kassa, kapas, sarung tangan, botol obat dan tempat obat.

BPS yang menghasilkan limbah me-dis padat, sebelum limbah tersebut di-musnahkan, maka harus dikelola di tem-pat. Untuk mengelola limbah medis pa-dat diperlukan tempat penampungan se-mentara. Tempat penampungan semen-tara ini harus tertutup, kuat dan tidak mudah tembus oleh benda tajam. Untuk itu, sebagian besar BPS memilih meng-gunakan safety box sebagai tempat pe-nampungan limbah medis padat yang berbentuk jarum dan spuit.

Safety box ini terbuat dari kertas te-bal yang telah memenuhi spesifikasi ter-sebut. Selain safety box juga digunakan tempat sampah atau ember yang terbuat dari plastik. Chlorine juga digunakan se-

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

bagai bahan habis pakai dalam menge-lola limbah medis padat. Untuk penge-lolaan limbah medis padat, setiap hari limbah medis padat harus di kumpulkan dan diangkut ke lokasi penampungan atau dapat kurang dari satu hari bila dua pertiga bagian tempat penampungan sudah terisi 6)

Dalam memusnahkan limbah medis padat, BPS melakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan berkerja sama de-ngan rumah sakit (33,3 %), bekerja sa-ma dengan puskesmas (41,7 %), dan sisanya (25 %) menggunakan jasa per-usahaan swasta yang biasa menangani limbah medis padat.

Biaya yang timbul dalam kegiatan pemusnahan limbah medis padat berva-riasi antara Rp.7.500,- s/d Rp. 200.000,- dengan rata rata Rp.57.778,-/bulan. Bia-ya ini tergantung dari jumlah limbah me-dis padat yang akan dimusnahkan, se-makin banyak jumlah limbah yang akan dimusnahkan maka biayanya akan se-makin tinggi. Biaya ini juga digunakan untuk pembelian bahan habis pakai, an-tara lain safety box.

Biaya yang dikeluarkan untuk peng-gunaan air di BPS termasuk biaya varia-bel, dimana biaya ini dipengaruhi oleh banyaknya produksi (output). Biaya va-riabel merupakan biaya yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan 3). Kegiatan pelayanan di BPS juga berpengaruh terhadap volume/ku-antitas limbah medis padat yang diha-silkan, semakin tinggi kegiatan pelayan-an di BPS maka akan semakin tinggi pu-la volume limbah medis padat yang di-hasilkan.

Dalam memusnahkan limbah medis padat, perhitungan biaya satuan yang di-hitung berdasarkan pengeluaran nyata terhadap produk yang dihasilkan biasa disebut dengan biaya satuan aktual 4).Dengan mengetahui jumlah biaya untuk pemusnahan limbah medis padat, jum-lah limbah medis padat yang dimusnah-kan belum dapat diketahui, karena BPS tidak dengan jelas dapat menginformasi-kan berapa volume limbah medis padat yang dimusnahkan, sehingga harga sa-tuannya tidak dapat dihitung

Pengendalian Serangga, Tikus dan Binatang Pengganggu

Dari beberapa ruang yang ada di BPS, ruang periksa menjadi salah satu ruang yang harus bebas serangga, tikus dan binatang pengganggu. Bagi BPS yang memberikan layanan persalinan, ruang bersalin menjadi prioritas utama sebagai ruang yang harus bebas se-rangga, tikus dan binatang pengganggu. Ada dua BPS yang menuntut semua ru-ang yang ada di sana harus bebas dari keberadaan serangga, tikus dan bina-tang pengganggu.

Cara fisik dan kimia merupakan me-toda yang paling banyak dipilih oleh BPS untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu agar tidak masuk ke ruang BPS. Cara fisik yang diguna-kan antara lain menutup pintu. Cara ini dipandang sebagai salah satu cara yang cukup efektif untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu masuk ke dalam rumah, dan cara ini merupakan bentuk pencegahan yang harus dilaku-kan pertama kali.

Upaya pencegahan yang lain adalah dengan memasang kasa strimin untuk mencegah serangga masuk. Apabila ada serangga yang masuk ke dalam ruang di BPS, maka harus dimatikan dengan me-makai cara kimia, yaitu dengan menggu-nakan pembasmi serangga atau obat nyamuk.

Untuk mengendalikan tikus diguna-kan perangkap tikus atau jebakan tikus. Guna mencegah serangga, tikus dan bi-natang pengganggu tidak masuk ke da-lam ruang, juga dilakukan upaya menya-pu dan mengepel lantai untuk memasti-kan tidak ada serangga, tikus dan bina-tang pengganggu serta menggunakan kapur barus serta lisol.

Biaya yang dikeluarkan oleh BPS untuk pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu berkisar dari Rp. 7.500,- sampai dengan Rp. 100.000,- dengan rerata pengeluaran sebesar Rp. 41.041,-. Penggunaan biaya pada kegi-atan penyehatan lingkungan ini lebih do-minan digunakan untuk pembelian pem-basmi serangga serta bahan habis pakai untuk kebersihan.

146p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Biaya pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu dapat dima-sukkan sebagai biaya pemeliharaan. Bi-aya pemeliharaan adalah biaya yang di-keluarkan untuk mempertahankan nilai suatu barang investasi agar terus ber-fungsi 2) dan tahan lama 4). Dengan kata lain, barang investasi tersebut harus te-tap terjaga produktivitasnya dan jangan sampai mengganggu proses produksi/ pelayanan. Kegiatan pengendalian se-rangga, tikus dan binatang pengganggu juga termasuk salah satu dalam rangkai-an pencegahan terjadinya infeksi noso-komial serta patient safety.

SterilisasiDari beberapa ruang yang ada di

BPS, ruang persalinan dan ruang perik-sa menjadi salah satu ruang yang harus steril. Hal ini menjadi prioritas karena ru-ang yang steril menjadi salah satu cara untuk mencegah terjadinya infeksi noso-komial dimana persalinan dan pemerik-saan menjadi mata rantai risiko terjadi-nya infeksi nosokomial.

Selain ruangan yang harus steril, peralatan yang digunakan dalam peme-riksaan juga harus steril. Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan dan persalinan yang harus steril adalah set partus, heating, IUD kit, implant kit, sa-rung tangan dan termometer.

Bahan yang digunakan untuk sterili-sasi ruang dan alat berupa chlorine, oz-zon, karbol dan alkohol, sedangkan cara yang digunakan untuk sterilisasi alat di-lakukan dengan direbus atau mengguna-kan bahan kimia seperti alkohol atau chlorine. Cara dan bahan ini banyak di-gunakan karena mudah dilaksanakan o-leh BPS sendiri serta biaya yang dikelu-arkan tidak terlalu besar dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

Biaya yang dikeluarkan oleh BPS untuk sterilisasi berkisar dari Rp. 5.000,- sampai dengan Rp. 100.000,- dengan rerata sebesar Rp.38.833. Pengeluaran biaya pada kegiatan sterilisasi lebih do-minan digunakan untuk pembelian gas sebagai bahan bakar serta pembelian bahan habis pakai. Biaya sterilisasi da-pat dimasukkan ke dalam biaya pemeli-

haraan. Biaya pemeliharaan adalah bia-ya yang dikeluarkan untuk memperta-hankan nilai suatu barang investasi agar terus berfungsi 2) dan tahan lama 4). Di-samping itu kegiatan sterilisasi juga me-rupakan kegiatan primer dalam mendu-kung terciptanya patient safety dan men-cegah terjadinya infeksi nosokomial.

KESIMPULAN

Untuk menjaga kesehatan lingkung-an di tempat praktik, BPS melakukan kegiatan penyehatan lingkungan berupa: 1) penyediaan air bersih, yaitu dengan menggunakan air dari PDAM dan meme-riksakan kualitas air; 2) pengelolaan lim-bah medis padat, yaitu dengan menye-diakan tempat penampungan sementara berupa safety box, menggunakan chlo-rine sebagai bahan habis pakai yang di-gunakan dalam pengelolaan limbah me-dis padat, untuk memusnahkan limbah medis padat BPS bekerja sama dengan rumah sakit, puskesmas dan perusaha-an swasta; 3) pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu, yaitu dengan menerapkan pintu tertutup seba-gai tindakan pertama dalam mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu, sementara cara pencegah-an yang lain adalah dengan mengguna-kan kasa strimin dan perangkap, peng-gunaan bahan pembasmi serangga di-gunakan bila serangga sudah masuk ke dalam rumah serta menjaga kebersihan; 4) kegiatan sterilisasi dengan melakukan kegiatan sterilisasi melingkupi ruangan dan alat, bahan dan cara yang diguna-kan adalah dengan menggunakan alkho-hol, chlorine dan teknik sterilisasi yang digunakan dengan direbus/ dikukus (pe-nguapan panas).

Rata rata biaya per bulan yang di-keluarkan oleh BPS untuk kegiatan pe-nyediaan air bersih adalah Rp.62.272, biaya pengelolaan limbah medis padat: Rp.57.778, pengendalian serangga, ti-kus serta binatang pengganggu: Rp. 41.041, dan biaya sterilisasi: Rp. 38.833. Untuk empat kegiatan penyehatan ling-kungan tersebut di atas diperlukan rata rata biaya: Rp. 199.925/bulan.

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

SARAN

Bagi BPS sebaiknya memeriksakan kualitas air minimal dua kali dalam se-tahun, erlu kerjasama yang jelas antara BPS dengan instansi pengelola limbah medis padat serta disusun SOP tentang pengelolaan limbah medis padat berser-ta biaya pengelolaannya.

Dalam pengendalian serangga, ti-kus dan binatang pengganggu hendak-nya cara fisik lebih diutamakan diban-dingkan cara kimia. Pemeriksaan kuali-tas bakteriologi dalam kegiatan sterilisasi perlu dilakukan untuk mengetahui bahwa sterilisasi yang dilakukan secara mandiri hasilnya seperti yang dipersyaratkan

Sanitarian puskesmas dapat mem-berikan bantuan teknis dan konsultatif kepada BPS di wilayah kerjanya sehu-bungan dengan pelayanan kesehatan lingkungan di BPS

Ikatan Bidan Indonesia wilayah Ke-camatan Gamping sebaiknya memonitor kepatuhan BPS terhadap kegiatan pe-nyehatan lingkungan serta pemenuhan persyaratan penyehatan lingkungan

Peneliti lain dapat meneliti kegiatan penyehatan lingkungan berbeda yang dilakukan oleh BPS, seperti tentang kua-litas fisik, kimia dan mikrobiologis di ru-ang pelayanan atau yang berkaitan de-ngan kegiatan pencegahan kejadian in-feksi nosokomial dan patient safety.

DAFTAR PUSTAKA

1. Trisnantoro, L., 2005, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit, Ed.2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

2. Mardiati, 1998. Pola Perhitungan Tarip Rumah Sakit Berdasarkan Unit Cost: Makalah Pelatihan Penyusunan Pola Tarip Rumah Sakit Pemerintah, Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kese-hatan, Jakarta.

3. Mulyadi, 1997. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.

4. Gani, A., 1996. Analisis Biaya dan Penyesuaian Tarif Pelayanan Kesehatan di Indonesia, YPKM-FKMUI, Jakarta

5. Fauzie, M. M, dkk, 2009. Biaya dan kualitas penyehatan lingkungan rumah sakit umum di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Sanitasi, 2 (2): hal. 58-66.

6. Nurhidayah, A., dkk, 2013. Kajian pengelolaan limbah medis padat di puskesmas perawatan di Kota Yogyakarta tahun 2013, Jurnal Sanitasi, 5 (1): hal.24-33

Page 8: Biaya Penyehatan Lingkungan pada Bidan Praktik Swasta ...

147p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896

Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Fauzie, Biaya Penyehatan Lingkungan …

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

Biaya pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu dapat dima-sukkan sebagai biaya pemeliharaan. Bi-aya pemeliharaan adalah biaya yang di-keluarkan untuk mempertahankan nilai suatu barang investasi agar terus ber-fungsi 2) dan tahan lama 4). Dengan kata lain, barang investasi tersebut harus te-tap terjaga produktivitasnya dan jangan sampai mengganggu proses produksi/ pelayanan. Kegiatan pengendalian se-rangga, tikus dan binatang pengganggu juga termasuk salah satu dalam rangkai-an pencegahan terjadinya infeksi noso-komial serta patient safety.

SterilisasiDari beberapa ruang yang ada di

BPS, ruang persalinan dan ruang perik-sa menjadi salah satu ruang yang harus steril. Hal ini menjadi prioritas karena ru-ang yang steril menjadi salah satu cara untuk mencegah terjadinya infeksi noso-komial dimana persalinan dan pemerik-saan menjadi mata rantai risiko terjadi-nya infeksi nosokomial.

Selain ruangan yang harus steril, peralatan yang digunakan dalam peme-riksaan juga harus steril. Adapun alat yang digunakan dalam pemeriksaan dan persalinan yang harus steril adalah set partus, heating, IUD kit, implant kit, sa-rung tangan dan termometer.

Bahan yang digunakan untuk sterili-sasi ruang dan alat berupa chlorine, oz-zon, karbol dan alkohol, sedangkan cara yang digunakan untuk sterilisasi alat di-lakukan dengan direbus atau mengguna-kan bahan kimia seperti alkohol atau chlorine. Cara dan bahan ini banyak di-gunakan karena mudah dilaksanakan o-leh BPS sendiri serta biaya yang dikelu-arkan tidak terlalu besar dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

Biaya yang dikeluarkan oleh BPS untuk sterilisasi berkisar dari Rp. 5.000,- sampai dengan Rp. 100.000,- dengan rerata sebesar Rp.38.833. Pengeluaran biaya pada kegiatan sterilisasi lebih do-minan digunakan untuk pembelian gas sebagai bahan bakar serta pembelian bahan habis pakai. Biaya sterilisasi da-pat dimasukkan ke dalam biaya pemeli-

haraan. Biaya pemeliharaan adalah bia-ya yang dikeluarkan untuk memperta-hankan nilai suatu barang investasi agar terus berfungsi 2) dan tahan lama 4). Di-samping itu kegiatan sterilisasi juga me-rupakan kegiatan primer dalam mendu-kung terciptanya patient safety dan men-cegah terjadinya infeksi nosokomial.

KESIMPULAN

Untuk menjaga kesehatan lingkung-an di tempat praktik, BPS melakukan kegiatan penyehatan lingkungan berupa: 1) penyediaan air bersih, yaitu dengan menggunakan air dari PDAM dan meme-riksakan kualitas air; 2) pengelolaan lim-bah medis padat, yaitu dengan menye-diakan tempat penampungan sementara berupa safety box, menggunakan chlo-rine sebagai bahan habis pakai yang di-gunakan dalam pengelolaan limbah me-dis padat, untuk memusnahkan limbah medis padat BPS bekerja sama dengan rumah sakit, puskesmas dan perusaha-an swasta; 3) pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu, yaitu dengan menerapkan pintu tertutup seba-gai tindakan pertama dalam mencegah masuknya serangga, tikus dan binatang pengganggu, sementara cara pencegah-an yang lain adalah dengan mengguna-kan kasa strimin dan perangkap, peng-gunaan bahan pembasmi serangga di-gunakan bila serangga sudah masuk ke dalam rumah serta menjaga kebersihan; 4) kegiatan sterilisasi dengan melakukan kegiatan sterilisasi melingkupi ruangan dan alat, bahan dan cara yang diguna-kan adalah dengan menggunakan alkho-hol, chlorine dan teknik sterilisasi yang digunakan dengan direbus/ dikukus (pe-nguapan panas).

Rata rata biaya per bulan yang di-keluarkan oleh BPS untuk kegiatan pe-nyediaan air bersih adalah Rp.62.272, biaya pengelolaan limbah medis padat: Rp.57.778, pengendalian serangga, ti-kus serta binatang pengganggu: Rp. 41.041, dan biaya sterilisasi: Rp. 38.833. Untuk empat kegiatan penyehatan ling-kungan tersebut di atas diperlukan rata rata biaya: Rp. 199.925/bulan.

Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.9, No.3, Februari 2018, pp.140-147

p-ISSN: 1978-5763; e-ISSN: 2579-3896 Online: http://journalsanitasi.keslingjogja.net/index.php/sanitasi

SARAN

Bagi BPS sebaiknya memeriksakan kualitas air minimal dua kali dalam se-tahun, erlu kerjasama yang jelas antara BPS dengan instansi pengelola limbah medis padat serta disusun SOP tentang pengelolaan limbah medis padat berser-ta biaya pengelolaannya.

Dalam pengendalian serangga, ti-kus dan binatang pengganggu hendak-nya cara fisik lebih diutamakan diban-dingkan cara kimia. Pemeriksaan kuali-tas bakteriologi dalam kegiatan sterilisasi perlu dilakukan untuk mengetahui bahwa sterilisasi yang dilakukan secara mandiri hasilnya seperti yang dipersyaratkan

Sanitarian puskesmas dapat mem-berikan bantuan teknis dan konsultatif kepada BPS di wilayah kerjanya sehu-bungan dengan pelayanan kesehatan lingkungan di BPS

Ikatan Bidan Indonesia wilayah Ke-camatan Gamping sebaiknya memonitor kepatuhan BPS terhadap kegiatan pe-nyehatan lingkungan serta pemenuhan persyaratan penyehatan lingkungan

Peneliti lain dapat meneliti kegiatan penyehatan lingkungan berbeda yang dilakukan oleh BPS, seperti tentang kua-litas fisik, kimia dan mikrobiologis di ru-ang pelayanan atau yang berkaitan de-ngan kegiatan pencegahan kejadian in-feksi nosokomial dan patient safety.

DAFTAR PUSTAKA

1. Trisnantoro, L., 2005, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi dalam Manajemen Rumah Sakit, Ed.2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

2. Mardiati, 1998. Pola Perhitungan Tarip Rumah Sakit Berdasarkan Unit Cost: Makalah Pelatihan Penyusunan Pola Tarip Rumah Sakit Pemerintah, Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kese-hatan, Jakarta.

3. Mulyadi, 1997. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Bagian Penerbitan STIE YKPN, Yogyakarta.

4. Gani, A., 1996. Analisis Biaya dan Penyesuaian Tarif Pelayanan Kesehatan di Indonesia, YPKM-FKMUI, Jakarta

5. Fauzie, M. M, dkk, 2009. Biaya dan kualitas penyehatan lingkungan rumah sakit umum di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Sanitasi, 2 (2): hal. 58-66.

6. Nurhidayah, A., dkk, 2013. Kajian pengelolaan limbah medis padat di puskesmas perawatan di Kota Yogyakarta tahun 2013, Jurnal Sanitasi, 5 (1): hal.24-33