v
ABSTRAK
AHMAD FALETEHAN, NIM 11150440000080, PEMBAGIAN HARTA
BERSAMA DALAM PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN( STUDI KASUS
DESA PAHLAWAN SETIA, BEKASI), Prodi Hukum Keluarga, Fakultas
Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441
H/2020 M.
Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas pelaksanaan pembagian
harta bersama dalam perceraian di bawah tangan. Di Desa Pahlawan Setia. Selain
ini skripsi ini membahas Tinjauan hukum Islam tentang perceraian dan pembagian
harta bersama serta perceraian di bawah tangan dan pembagian harta bersama
menurut hukum positif.
Metode penelitian yang di gunakan adalah metode penelitian kualitatif,
pendekatan nya adalah yuridis normative. Adapun yang menjadi data primer
adalah hasil wawancara dengan, pelaku perceraian di bawah tangan dan
pembagian harta bersama, Desa Pahlawan Setia. Adalah buku-buku yang
berhubungan dengan skripsi ini.
Hasil penelitian ini menunjukan praktiknya pembagian harta bersama
dalam perceraian di bawah tangan di Desa Pahlawan Setia. Pembagian harta
bersama di Desa Pahlawan setia dilakukan dengan hasil kesepakatan keluarga,
pejabat setempat, dan melibatkan ustadz yang mengetahui hukum Islam yang di
rekomendasikan oleh Kepala Desa. dalam hal ini penjelasan diatas tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
Kata Kunci : Perceraian di bawah tangan, Pembagian harta bersama
Pembimbing : Hotnidah Nasution, MA
Pustaka : 1969-2013
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan
asing (terutama Arab) ke dalam tulisan Latin dimana istilah Arab tersebut belum
dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup penggunaannya masih
terbatas.
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te خ
Ts te dan es ث
J Je ج
H ha dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet س
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis bawah ص
D de dengan garis bawah ض
T te dengan garis bawah ط
Z zet dengan garis bawah ظ
koma terbalik di atas hadap kanan „ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Qo ق
K Ka ك
vii
L El ل
M Em م
N En ى
W We و
H Ha ه
Apostrop ˋ ء
Y Ya ي
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti bahasa Indonesia, memiliki vokal
atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal atau
monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Dammah
Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan sebagai
berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
Ai a dan i ي
Au a dan u و
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
diimbangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Tanda Vokal Keterangan
viii
Arab Latin
 a dengan topi di
atas
Î i dengan topi di
atas
Û u dengan topi di
atas
Kata sandang, dalam bahasa Arab dilambangkan dengan alif dan lam (ال),
dialihaksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah atau huruf
qomariyyah. Misalnya:
al-ijtihâd =الإجتهاد
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah =الزخصح
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya:
.al-syuf’ah tidak ditulis asy-syuf’ah =الشفعح
Dalam penulisan ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat
contoh 1) atau diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta
marbȗtah tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah
tersebut diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf “t” (te) (lihat contoh 3).
No. Kata Arab Alih Aksara
syarî’ah شزيعح 1
al-syarî’ah al-islâmiyyah الشزيعح الإسلاهيح 2
muqâranat al-madzâhib هقارح الوذاهة 3
Untuk huruf kapital tidak dikenal dalam tulisan Arab. Tetapi dalam
transliterasi huruf ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diketahui bahwa jika nama diri
ix
didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: الثخاري
= al-Bukhâri tidak ditulis Al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih
aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut
berasal dari bahasa Arab, Misalnya: Nuruddin al- Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn
al-Rânîrî.
Setiap kata, baik kata kerja (fi’il) kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih akasara dengan berpedoman
pada ketentuan-ketentuan diatas:
No Kata Arab Alih Aksara
الضزورج تثيح الوحظىراخ 1al-darûrah tubîhu al-
mahzûrât
al-iqtisâd al-islâmî الاقتصاد الإسلاهي 2
usûl al-fiqh أصىل الفقه 3
al-„asl fî al-asyya الأصل في الأشياء الإتاحح 4 al-ibâhah
al-maslahah al-mursalah الوصلحح الوزسلح 5
x
KATA PENGANTAR
حين ي ٱلزه حو ٱلزه تسن ٱلله
Alhamdulillah Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-nya. Shalawat serta salam penulis
haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat,
serta para pejuang islam dijalan Allah yang selalu istiqomah hingga akhir zaman.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul: “Pembagian Harta Bersama
Dalam Perceraian Di Bawah Tangan (Studi Kasus Desa Pahlawan Setia,
Bekasi)” sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana S1, Sarjana
Hukum (S.H) di Fakultas Syariah dan Hukum. Dalam proses pembuatan skripsi
ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami penulis, baik yang
menyangkut waktu, pengumpulan bahan-bahan (data) dan lain sebagainya.
Berkat bantuan dan motivasi berbagai pihak maka segala kesulitan dan
hambatan ini dapat diatasi dan tentunya dengan se-izin Allah SWT. Dalam
kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
terutama kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H, M.H, M.A., selaku
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Mesraini, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum
Keluarga dan Bapak Ahmad Chairul Hadi, M.A., selaku Sekretaris
Program Studi Hukum Keluarga.
3. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H, M.H, M.A.., selaku
Dosen Pembimbing Akademik yang banyak memberi nasehat yang
sangat bermanfaat demi meningkatkan spiritual dan intelektual yang
berkualitas kepada Mahasiswa/I pada umumnya khususnya pada
penulis.
xi
4. Ibu Hotnidah Nasution, M.A., selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah sabar membimbing dan menasehati selama penulis
menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang dengan tulus telah menyalurkan ilmunya
kepada penulis selama kuliah dikampus tercinta ini, dengan segala rasa
ta‟dzim “semoga apa yang telah diajarkan menjadi ilmu yang
bermanfaat di dunia dan akhirat”.
6. Segenap pengelola Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan fasilitas kepada penulis dalam mencari data pustaka.
7. Teristimewa buat Ayahanda H. Jamaludin M.Pd., dan Ibunda Hj.
Maisaroh yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, nasehat,
dengan penuh keikhlasan dalam menghadapi penulis karena mereka
menjadi sumber inspirasi bagi penulis. Semoga Allah SWT selalu
memberi rahmat dan kesehatan serta membalas atas kebaikan mereka
berdua. Serta terimakasih tetehku tersayang Nur Famelia, M.pd dan
tetehku Futuha Arifin S.pd yang tak henti selalu memberikan support
agar tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan studi ini.
8. Sahabat seperjuangan penulis yaitu teman-teman Kosan langkat (M.
Alawi, Aprianto Ridwan Salni, Dede Imron, Adli Kanza), Noval, Fikri,
Iyan, , Permasi (persatuan mahasiswa/i bekasi), dan semua teman-
teman Hukum Keluarga Angkatan 2015 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, yang menjadi teman seperjuangan sebelum
maupun ketika di bangku perkuliahan.
9. Teman KKN Muthia Al-Jufri, Faisal Zaki Mutaqin, Tua Nasarudin,
Azka, Widy, Oby, Faisal, Djuhari, Naziha Zaidah, Nabila Sabrina,
Monita, Dita, Hilmah, Febrian, Nazmil, Riska, Via, Fauzi dan Alida.
Yang banyak memberi masukan motivasi dan support dalam banyak
hal termasuk canda tawa yang menghibur.
Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik kita disisi Allah
xii
SWT. Akhirnya semoga setiap bantuan yang telah diberikan kepada
penulis mendapat balasan dari Allah SWT.
Amin yaa rabbal alamin.
Wassalamua‟alaikum Wr.Wb.
16 Januari 2020
Ahmad Faletehan
xiii
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI………………....... iii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………... iv
ABSTRAK…………………………………………………………………….. v
KATA PENGANTAR………………………………………………………… vi
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………... ix
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………………….. 5
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………………….. 5
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan…………………………………………. 6
E. Kajian (Review) Studi Terdahulu……………………………………….. 7
F. Metode Penelitian……………………………………………………….. 8
G. Sistematika Penulisan………………………………………………….. 10
BAB II HARTA BERSAMA DAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN
A. Konsep Harta Bersama
1.Pengertian Harta Bersama………………………………………………. 12
2. Dasar Hukum Harta bersama dalam hukum positif……………………... 13
3.Pembagian harta bersama dalam perceraian menurut hukum Positif......... 14
4. Pandangan hukum Islam tentang harta bersama……………………..….. 15
B. Pandangan hukum Positif terhadap perceraian di bawah tangan………… 22
C. Pandangan hukum Islam terhadap perceraian di bawah tangan………..... 27
BAB III Wilayah Penelitian
A. Sejarah Desa Pahlawan Setia…………………………………………….. 30
B. Tingkat Pendidikan…………………………………………………….... 31
C. Agama………………………………………………………………….... 33
D. Tingkat Kesejahteraan………………………………………………….... 33
E. Tingkat Perkawinan dan perceraian……………………………………… 35
DAFTAR ISI
xiv
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembagian Harta Bersama Dalam Perceraian Di Bawah Tangan di
Pahlawan
Setia…………………………………………………………………….. 36
B. Pandangan MUI Kecamatan Tarumajaya Terkait Harta Bersama Di Desa
Pahwalan Setia…………………………………………………………. 41
C. Tinjauan Hukum Islam Pada perceraian dan pembagian harta Bersama Di
Desa Pahlawan Setia…………………………………………………… 46
D. Tinjauan hukum positif pada perceraian dan pembagian harta bersama di
Desa Pahlawan
setia……………………………………………………......... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………. 52
B. Saran…………………………………………………………………… 54
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………….
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh dari Informasi, ada beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya perceraian di bawah tangan karena
ketidaktahuan mereka mengenai Hukum Administrasi Negara (HAN),
sebaliknya yang mereka ketahui hanyalah praktik perceraian yang dilakukan
secara hukum agama Islam saja, hal ini dimungkinkan adanya faktor
pendidikan agama yang melatar belakangi pendidikan mereka dan
keluarganya yang diaplikasikan pelaksanaanya pada saat terjadi keretakan
rumah tangga dengan melakukan perceraian di bawah tangan.1
Menurut mereka sudah dilakukan perceraian, namun sesungguhnya itu
bukan perceraian, tetapi hanya sebuah anggapan dan pernyataan secara lisan
atau tulisan yang disetujui secara sepihak dengan menyertakan tanda bukti
perceraian berupa surat taklik talak (talak raj’i atau talak 1). Padahal dalam
Pasal 40 (KHI) Kompilasi Hukum Islam menjelaskan secara jelas mengenai
dilarangnya melangsungkan perkawinan antara seseorang pria dengan seorang
wanita karena keadaan tertentu, yakni perempuan masih terikat satu
perkawinan dengan pria lain, perempuan yang sedang dalam masa iddah dan
yang belum melakukan perceraian yang sah di muka Pengadilan Agama.2
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
tidak memberikan definisi mengenai perceraian secara khusus.3 Namun dalam
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang perkawinan serta penjelasannya secara jelas
Mengenai perceraian menyatakan bahwa perceraian dapat dilakukan apabila
1 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1993), cet.3, h. 74-75
2 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo persada Ed),
Cet.6 2003, h. 126
2
sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan definisi perceraian di
Pengadilan Agama merupakan salah satu mekanisme dari putusnya
perkawinan. Menurut Pasal 38 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
menyatakan putusnya perkawinan disebabkan karena kematian, perceraian dan
keputusan Pengadilan.4
Dengan demikian, perceraian merupakan salah satu sebab putusnya
perkawinan. Undang-undang perkawinan menyebutkan mengenai alasan-
alasan terjadinya perceraian yang dijelaskan dalam Pasal 19 PP No. 9 Tahun
1975 jo. Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam penyebab perceraian tersebut
lebih dipertegas dalam rujukan Pengadilan Agama, yaitu Kompilasi Hukum
Islam (KHI), dimana yang pertama adalah melanggar hak dan kewajiban.
Perceraian yang sah (talak) adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan
Agama. Ini sesuai dengan Pasal 117 Kompilasi Hukum Islam.5
Perceraian peristiwa hukum yang akibatnya diatur oleh hukum, atau
peristiwa hukum yang diberi akibat hukum. Perceraian menimbulkan akibat
hukum putusnya perkawinan. Selain itu, ada beberapa akibat hukum lebih
lanjut dari perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974, sebagai berikut.6
a. Baik bapak atau ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak,
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
pengadilan memberi keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeriharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya.
4 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogjakarta
Liberty,1999),h.103 5 Muhammad Syaripudin, Hukum Peceraian, ( Jakarta Sinar Grafika 2013) h.349-350
6 M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, (Uin Malang Press 2008) h.72
3
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas istri.7
Berkaitan dengan dampak buruk yang diterima oleh salah satu
kalangan masyarakat yang bercerai di bawah tangan, bahwa sanksi dianggap
layak untuk dibuat dan dilaksanakan. Secara umum sanksi dianggap layak
untuk dibuat dan dilaksanakan. Secara umum sanksi hukum masih dalam
lingkup pelanggaran berbagai masalah seputar hukum keluarga meliputi,
perkawinan, perceraian, nafkah hak perempuan pasca cerai, dan hak waris,
sedangkan sanksi hukum yang terkait dengan perceraian di bawah tangan
dikalangan masyarakat masih banyak melakukan cerai seperti itu, sehingga di
mata hukum tidak terjadi pencatatan perceraian di Pengadilan, dan harta yang
ketika membangun rumah tangga pasti adanya pengahasilan kedua suami istri,
tanpa adanya perceraian tidak dicatat oleh pengadilan maka susah untuk
mengatur hak- hak harta bersama.8
Pasal 39 ayat (1) dinyatakan: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama yang bersangkutan
berusaha dan talak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.” Namun dalam
hal ini sanksi tidak disebutkan secara tegas dalam dalam Undang-Undang.
Prinsip Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (1) tersebut
sebagaimana mengatur Harta bersama suami isteri dalam Pasal 35 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 seperti di atas bahwa harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, mengandung arti bahwa
yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, mengandung arti
bahwa harta yang diperoleh selama tenggang waktu antara saat perkawinan
diresmikan sampai perkawinan terputus baik terputus kematian salah seorang
diantara suami isteri (cerai mati) maupun putus karena kematian salah seorang
7 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta Rajawali Pers, 2013),
h.307 8Trusto Subekti, Hukum Keluarga dan Perkawinan Bahan Pembelajaran Fakultas
Hukum Unsoed, Purwekerto, 2005. h. 80-81
4
diantara suami istri (cerai mati) maupun putus karena perceraian (cerai hidup)
menjadi harta bersama. Dengan demikian, harta yang telah ada atau di miliki
harta bersama.9
Ketentuan tersebut di atas tidak menyebutkan dari mana atau dari siapa
harta tersebut berasal dan dengan cara apa diperoleh secara bersama-sama
maupun diperoleh secara sendiri-sendiri suami istri sehingga dapat
disimpulkan bahwa yang termasuk harta bersama yaitu hasil dari pendapatan
suami, hasil dari pendapatan istri dan hasil dari pendapatan harta pribadi
suami maupun istri, sekalipun harta pokoknya tidak termasuk dalam harta
bersama, asal kesemuanya itu diperoleh sepanjang perkawinan.10
Harta bersama merupakan salah satu hal yang diperebutkan antara suami-
istri ketika terjadinya perceraian ataupun setelah perceraian. Akibat hukum
perceraian terhadap harta bersama diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang No.
1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu, bila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing, yang
dimaksud dengan hukumnya masing-masing ialah hukum agama, hukum adat
dan hukum-hukum lainnya. Jadi, akibat suatu perceraian terhadap harta
bersama bagi setiap orang dapat berbeda-beda tergantung pada hukum apa
yang digunakan para pihak untuk mengatur harta bersama tersebut.11
Sedangkan hasil observasi peneliti adalah bahwa pembagian harta bersama
tidak dilakukan berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan Kompilasi
Hukum Islam. Yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan kesepakatan
bersama oleh keluarga melibatkan ustaz yang mengetahui hukum Islam.
Dalam hal ini masyarakat masih melakukan aturan hukum fikih yang
terpenting adalah kesepakatan bersama, masyarakat menilai karena lebih
9 J. satrio, Hukum Harta Perkawinan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, , 1991),h. 189
10Mardani, Hukum Keluarga Islam Di Indonesia, (Jakarta kencana 2016), Cet.2, h.122
5
mudah tidak mengikuti sidang dan berbelit-belit, bahwa kesadaran masyarakat
terkait hukum positif dan KHI belum dipatuhi.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis memilih judul
“Pembagian Harta Bersama dalam Perceraian Di Bawah Tangan Di Desa
Pahlawan Setia Tarumajaya Bekasi“
B. Indentifikasi Masalah
1. Tinjauan Kompilasi Hukum Islam (KHI) terhadap penyelesaian
pembagian harta bersama dalam perceraian di bawah tangan di Desa
Pahlawan Setia.
2. Tinjauan Hukum Positif terhadap penyelesaian pembagian harta
bersama dalam terjadinya perceraian di bawah tangan di Desa
Pahlawan setia.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian dalam skripsi ini tidak melebar, maka penulis
membatasi masalah tentang pembahasan Pembagian harta bersama dalam
perceraian di bawah tangan, di Desa Pahlawan Setia Kecamatan
Tarumajaya Kabupaten Bekasi
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari Indentifikasi dan pembatasan masalah, Utama
yang menjadi permasalahan utama dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Pembagian harta bersama dalam perceraian di bawah
tangan di Desa Pahlawan Setia?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam, hukum positif, dan pendapat
cabang (MUI) Kecamatan Tarumajaya tentang pembagian harta
bersama di Desa Pahlawan Setia?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian yang hendak di capai penulis adalah
sebagai berikut
1. Tujuan Penelitian
a. Penelitian yang hendak dilakukan bertujuan untuk mengetahui beberapa
hal, di antaranya:
1. Ingin mengetahui pembagian harta bersama dalam perceraian di
bawah tangan.
6
2. Ingin mengetahui pandangan MUI Kecamatan Tarumajaya terkait
harta bersama di Desa Pahlawan Setia.
3. Ingin mengetahui tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif pada
pembagian harta bersama di Desa Pahlawan Setia.
2. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap beberapa
hal, yaitu sebagai berikut:
a. Memberikan wawasan keilmuan di bidang hukum keluarga,
Khususnya berkaitan dengan Perkawinan.
b. Menjadi rujukan bagi akedemisi tentang bagaimana mengatur secara
mendalam akibat perceraian di bawah tangan dan harta yang diperoleh
selama perkawinan.
c. Menambah pengetahuan dalam keilmuan di bidang hukum perkawinan
teoritsi maupun praktisi.
d. Selanjutnya menjadi bahan tambahan terhadap mahasiswa yang akan
melakukan penelitian berkaitan dengan akibat perceraian di bawah
tangan dan kedudukan harta bersama.
a. Bagi Akedemisi
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti-
peneliti selanjutnya.
2. Hasil penelitian ini bisa memperkaya khazana keilmuan dalam masalah-
masalah perceraian dan pembagian harta waris.
b. Bagi Praktisi
1. Sebagai bahan pustaka untuk mendalami topik tersebut dan referensi untuk
Fakultas Syariah dan Praktisi.
2. Bagi Masyarakat, artinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, juga
sebagai pengetahuan masyarakat terkait perceraian dan pembagian harta
waris.
E. Kajian Terdahulu
Dari hasil penelusuran pada karya tulis yang berkaitan dengan sengketa
harta bersama, ternyata memiliki sejumlah bahassan yang berbeda. Baik itu
secara tematik serta objek kajian yang diteliti. Adapun kajian terdahulu yang
penulis temukan diantaranya.
Pertama, Ahmad Khoidoni dalam karyanya yang berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap perceraian di Bawah Tangan (Studi Kasus di Desa
Lanjer Kecamatan Tukdana Kab. Indramayu), adalah desa yang mayoritas
7
beragama Islam memiliki semangat kekeluargaan yang cukup tinggi, setiap
sengketa selalu di selesaikan dengan cara kekeluargaan dan latar belakang
pendidikan masyarakat sekolah dasar. Masyarakat banyak yang tidak sadar
hukum berdampak timbulnya perceraian di bawah tangan di Desa Lanjer.
Kedua, Judul Skripsi Dalam Karyanya yang berjudul “Perceraian di Luar
Pengadilan Pada Masyarakat Muslim Desa Sumberharjo Kecamatan.
Prambanan Kabupaten Sleman” Skripsi menurut penulis oleh: Nurul Qodar,
membahas pernikahan setelah melakukan perceraian di luar Pengadilan.
Masyarakat di Desa Sumberharjo banyak melakukan perceraian di luar
pengadilan dikarenakan proses yang berbelit-belit dan memakan waktu yang
sedikit dan mereka menikah lagi dengan cara nikah siri setelah cerai di luar
pengadilan.
Ketiga Swanferi dalam karyanya yang berjudul “ Cerai Gugat Di
pengadilan Agama Klaten (Analisis Terhadap Perceraian Karena Faktor
Suami Meninggalkan Tanggung Jawab Tahun 1997-1999)” Membahas
tentang faktor-faktor yang menyebabkan suami meninggalkan tanggung jawab
terhadap istri serta penyelesaian terhadap perkara tersebut. Adapun
pertimbangan hukum yang digunakan hakim memutuskan perkara tersebut
terkait pelanggaran taklik talak.
Empat, Siti Mushofah, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan
Agama Tahun 2008, Proses Pembagian Harta Bersama Melalui Perdamaian Di
Depan Sidang: analisis Putusan N0. 1585/Pdt/2007/Pa.Jt, Menyajikan analisis
putusan No. 1585/Pdt.G/2007/PAJT tentang Proses Pembagian Harta Bersama
Melalui Perdamaian Di Depan Sidang, Skripsi ini lebih mengacu kepada
praktik penyelesain sengketa harta bersama di pengadilan Agama (Jakarta
Timur)
Lima, Cici Indriyani, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (2010) dengan skripsinya yang berjudul, Dampak
Perceraian Cerai Talak. Diluar Prosedur Pengadilan Agama Terhadap Nafkah
Iddah Dan Nafkah Anak, Dalam skripsi ini secara ini secara umum membahas
tentang pemahaman masyarakat terhadap pernikahan, yang termasuk
didalamnya masalah perceraian yang sesuai dengan prosedur hukum yang
berlaku di Indonesia
Enam, Ajid, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2007), dengan skripsinya yang berjudul persepsi Ulama Serang Tentang
Talak Dibawah Tangan. Dalam skripsi ini lebih terfokus berdasarkan hanya
pada pandangan ulama yang ada di serang mengenai bagaimana persepsi
ulama terkait talak atau perceraian yang terjadi secra tidak resmi talak di
bawah tangan.
8
Tujuh, Miftah Ulhaq T, Akhawal Al-Syahkshiyah Konsentrasi Peradilan
Agama Tahun 2009, Sita Martial terhadap harta bersama yang berada dalam
hipotik bank: analisis putusan pengadilan agama Tanjungkarang nomor
225/Pdt.G/2006/ Pa. Tanjung karang, Menyajikan analisis putusan pengadilan
Agama Tanjungkarang nomor 225/Pdt.G/ 2006/PA Tanjung Karang tentang
sita marital terhadap harta bersama menurut hukum yang berlaku. Skripsi ini
lebih mengacu kepada praktik penyelesaian sengketa harta bersama di
pengadilan Agama Tanjung Karang.
Dari Tujuh skripsi di atas, tiga membahas Pembagian harta bersama dan
Empat tentang perceraian, hanya saja yang membedakan dengan dengan
skripsi penulis adalah bahwa peneliti lebih mengarah kepada hasil perceraian
di bawah tangan dan mempunyai harta bersama secara otomatis, ketika terjadi
perceraian bagaimana mengatur hak dan kewajiban suami Istri setelah
perceraian yang dilakukan di bawah tangan dan juga mempunyai keturanan
mau ikut kemana Ibunya ataukah dengan bapaknya.
G. Metode Penelitian
Dalam membahas penelitian ini, diperlukan suatu penelitian untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan masalah-masalah yang
dibahas dan gambaran dari masalah tersebut secara jelas tepat, tepat dan
akurat. Ada beberapa metode yang akan penulis gunakan, antara lain.
1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Normatif, dengan cara mendekati masalah yang diteliti
dengan melihat dari undang-undang yang berlaku.
2. Penelitian ini kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dan
wawancara.
2. Sumber Data
a. Data Primer, data yang diperoleh dari sumber pertama, yaitu dengan
merupakan data dari wawancara langsung terhadap masyarakat.
9
b. Data sekunder didapat dari studi pustaka yaitu pengumpulan data
dengan cara membaca penelitian ini, seperti jurnal yang terkait
dengan penelitian, surat kabar, majalah tertulis lainnya.12
3. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara dilakukan oleh peneliti untuk
memperoleh data. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan oleh peneliti adalah observasi,wawancara,dokumentasi, dan studi
pustaka yang akan paparkan sebagai berikut:
a. Observasi
Teknik observasi adalah tentang pembagian harta bersama dalam
perceraian di bawah tangan Di Desa Pahlawan Setia secara sistematika.
Dalam observasi ini peneliti terjun langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data-data yang akurat dan nyata.
b. Wawancara
Teknik wawancara ini adalah suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana
dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yaitu satu dapat melihat
muka yang lain dan mendengar dengan telingga sendiri dari suaranya.13
Dengan menggunakan teknik pengumpulan wawancara ini maka diajukan
kepada informan. Adapun pemilihan informan dilakukan kepada Majlis
Ulama Indonesia (MUI) kecamatan tarumajaya, Kepala Desa Pahlawan
Setia, Ustaz, dan masyarakat yang melakukan perceraian di bawah tangan
dan pembagian harta bersama. Teknik wawancara yang digunakan oleh
peneliti adalah semi formal dimana peneliti menyediakan pertanyaan dan
pertanyaan tersebut berkembang sesuai dengan jawaban informan.
c. Dokumentasi
12
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, ( Jakarta, Universitas Indonesia,
1986), h 11 13
Sukandarrumidi, Metode Penlitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemuda,
(Yogjakarta: Gadjah Mada University press,2002),h.88
10
Dokumentasi yang digunakan oleh peneliti adalah foto-foto sebagai
penunjang data observasi dan wawancara.
d. Studi Pustaka
Studi pustaka ialah mengeidentifikasikan secara sistematis dadn
melakukan analisis terhadap buku-buku yang memuat informasi yang
berkaitan dengan tema, objek, dan masalah penelitian yang akan
dikerjakan.
4. Analisis data
Analisis data menggunakan analisis kualitatif yaitu metode
Deduktif. Artinya penulis berusaha memaparkan praktek perceraian di
bawah tangan pada masyarakat Desa Pahlawan Setia, kemudian
melakukan analisis sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah
kesimpulan.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPM) Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2017
H. Rancangan Sistematika Penulisan
Penelitian skripsi ini terdiri dari 5 (lima) Bab, dimana masing-
masing Bab berisikan pembahasan yang berkesinambungan sebagai
berikut:
Bab Pertama, berisikan Pendahuluan yang berhubungan erat
dengan permasalahan yang akan dibahas. Latar belakang masalah,
Indetifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, motode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab Kedua, Gambaran umum tentang Pembagian harta bersama
dalam perceraian di bawah tangan di mulai dari kajian teoritis, dan review.
11
(Tinjauan ulang) hasil studi terdahulu pada pembahsan awal bab yang
berhubungan dengan Pembagian harta bersama dalam perceraian di bawah
tangan, Sub berikutnya atau menjelaskan studi terdahulu yang mempunyai
hubungan dengan fokus penelitian yang dilakukan penulis.
Bab tiga, berisi data penelitian. Pada bagian ini dipaparkan data
hasil observasi di pencatatan sipil, dan masyarakat sekitar terkait perdata,
dan melakukan wawancara kepada warga yang melakukan perceraian di
bawah tangan.
Bab empat, berupa analisis dekriptis terhadap data yang diperoleh
data observasi di masyarakat.
Bab Kelima, merupakan bab akhir dalam penelitian ini terdiri dari
penutup yang berisi kesimpulan dan saran- saran yang bersifat
membangun bagi penyempurnaan penelitian ini.
12
BAB II
HARTA BERSAMA DAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN
A. Pengertian Harta Bersama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia harta bersama atau harta goni-gini
secara hukum artinya adalah harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah
tangga sehingga menjadi hak berdua suami istri. Sedangkan dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia yang dimaksud harta bersama atau harta gono-gini adalah harta
perolehan bersama selama bersuami istri.14
Istilah hukum harta bersama digunakan secara resmi dan legal, baik dalam
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Kompilasi Hukum Islam
( KHI), maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akan tetapi, istilah harta
gono-gini lebih terkenal dikalangan masyarakat dibandingkan dengan istilah
resmi.15
Dalam hukum adat, istilah harta bersama dikenal dengan harta perkawinan
yang dimaksud harta perkawinan ialah semua harta yang dapat digunakan oleh
suatu istri selama terikat dalam hubungan perkawinan.16
Adapun pengertian harta bersama yang terdapat dalam Pasal 35 ayat 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu”harta yang
diperoleh selama masa perkawinan “Pengertian harta yaitu “harta yang diperoleh
selama masa perkawinan.17
Pengertian harta bersama menurut Undang-Undang
Perkawinan dapat diibaratkan seperti halnya jika seseorang menghibahkan
tanah,mobil, atau barang lainnya kepada suami istri, atau harta benda yang dibeli
oleh suami istri dari uang mereka berdua, atau tabungan suami istri yang dijadikan
14
Tim Penyusun Kampus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Cet.IX, Jakarta; Balai Pustaka, 1997),h.28 15
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta:
Transmedia Pustaka, 2008), h.2 16
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Mandar
Maju, 1992), h.156. 17
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab VII Pasal 35 ayat (1).
13
2. Dasar Hukum Harta Bersama Dalam Hukum Positif
Berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, konsep dan
pembagian harta bersama telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi
Hukum Islam.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Masalah yang berkaitan dengan harta bersama hanya diatur secara umum dari
singkat dalam 3 Pasal dan tampaknya Undang-Undang ini menyerahkan
pelaksanaan penerapannya berdasarkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.18
Penjelasaan harta bersama terkait dengan Undang-Undang Perkawinan
terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) di sebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta
bersama adalah harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan. Selanjutnya
dalam Pasal 36 ayat (1) menjelaskan kewenangan hak kepemilikan harta bersama,
yang mana suami atau istri dapat bertindak dalam harta bersama atas persetujuan
para pihak. Pasal 37 yang menyatakan bahwa bila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.19
Artinya
bahwa harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan bukanlah
harta bersama, melainkan harta bawaan yang berasal dari hibah atau warisan.20
Dari Pasal-Pasal ini dapat disimpulkan bahwa pada dasar dalam sebuah
keluarga setidaknya terdapat dua jenis harta yaitu:
1. Harta Pribadi dan harta bawaan
Yaitu harta yang telah dimiliki oleh suami atau istri sebelum mereka
melangsungkan pernikahan dan harta yang diperoleh masing-masing
suami istri sebagai hadiah, atau warisan. Mengenai harta ini secara
hukum suami atau istri mempunyai otoritas penuh untuk
menggunakannya tanpa harus ada persetujuan pihak lain dalam
18
Mardani, Hukum Kekelurga Islam Di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2017), Cet.
2,h.122 19
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab VII Pasal 35 ayat (1) 20
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Indonesia, (Jakarta Kencana, 2007)
Ed.1,Cet. 2, h. 184
14
penggunaannya Pasal 36 ayat 2), boleh juga harta bawaan dari masing-
masing suami istri digabungkan menjadi harta bersama atau harta
perkawinan (Pasal 35 ayat 2).
2. Harta bersama atau harta gono gini
Yaitu harta yang diperoleh suami istri sepanjang keduanya terikat oleh
perkawinan, baik yang mengusahkan harta tersebut hanya suami saja,
istri saja atau diusahakan oleh keduanya. Karena dalam ketentuan di
atas tidak menyebutkan dari mana dan dari siapa harta tersebut
bersalah. Dalam penggunaan harta bersama ini harus ada persetujuan
antara kedua belah pihak suami dan istri.
Penjelasan harta bersama terdapat juga Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Bab VI pasal 119-138 pada khususnya, dan terdapat di
beberapa Pasal lain pada umumnya. Salah satunya yaitu terdapat dalam
Pasal 119 disebutkan bahwa“Sejak saat dilangsungkannya perkawinan,
maka menurut hukum terjadi harta bersama menyuruh antara suami
istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan perkawinan berjalan tidak
boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami
istri.21
3. Pembagian Harta Bersama Dalam Perceraian Menurut Hukum Positif
Berbicara mengenai tata cara pembagian harta bersama, semua
dikembalikan kepada hukumnya masing-masing sebagaimana yang tertera
pada Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan.22
Maksudnya adalah bagi
suami istri yang beragama Islam, maka pembagian harta bersama
berdasarkan hukum Islam yang dalam hal ini mengadopsi Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
Sedangkan bagi suami istri yang non-Islam, maka pembagian menganut
Undang-Undang Hukum Perdata atau Hukum Adat.23
21
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bab VI Pasal 199 22
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab VII Pasal 37 ayat (1) 23
M. Beni Kurniawan, Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Besaran Kontribusi
Suami Istri Dalam Perkawinan, Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018, h.45.
15
Penjelasan Harta bersama terkait dengan dengan Undang-Undang
Perkawinan terdapat dalam Pasal 35 ayat (1), disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama
masa perkawinan. Selanjutnya dalam Pasal 36 ayat (1) menjelaskan
kewenangan hak kepemilikan harta bersama, yang mana suami atau istri
dapat bertindak dalam harta bersama atas persetujuan para pihak. Dan
Pasal 37 yang menyatakan bahwa bila perkawinannya putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Artinya bahwa harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya
perkawinan bukanlah harta bersama, melainkan harta bawaan yang berasal
dari hibah atau warisan.
4. Pandangan Hukum Islam Tentang Harta Bersama
Hukum Islam mengenal harta kekayaan dalam perkawinan atau
syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri atau bersama suami istri
selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut
harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa.
Di dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, harta bersama
dijelaskan pada pasal 97, yaitu: Janda atau duda cerai hidup masing-
masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain
dalam perjanjian perkawinan.
Penyebutan istilah harta bersama dalam keluarga atau gono-gini
secara inplisit memang tidak dijumpai dalam Al-Qur’an atau hadits karena
istilah ini berasal dari hukum adat, pada masyarakat yang mengenal
percampuran harta kekayaan dalam keluarga salah satunya adalah
masyarakat Indonesia. Untuk menggali hukumnya, maka harta bersama
dianalogikan kepada syirkah, seperti yang telah diuraikan sebelumnya
pasangan suami istri selama mereka terikat dengan tali perkawinan. Atau
dengan kata lain selama mereka terikat dengan tali perkawinan Atau
16
dengan kata lain harta yang dihasilkan oleh perkongsian (syirkah) antara
suami istri.
Selengkapnya Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam Berbunyi: Apabila
terjadi cerai mati maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang
hidup lebih lama. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri
yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya
kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar
putusan Pengadilan Agama.24
Kompilasi Hukum Islam (Inpres Nomor 1 Tahun 1991) Pasal 85
disebutkan bahwa: “Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak
menutup kemungkinan ada harta masing-masing suami dan istri”, Pasal ini
telah menyebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan. Dengan kata
telah telah menyebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan. Dengan
kata lain. Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya harta bersama
dalam perkawinan, walaupun sudah menikah tetap tidak tertutup
kemungkinan ada harta masing-masing dari suami.25
Pasal 88 menjelaskan bahwa apabila terjadi perselisihan antara
suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu
diajukan kepada Pengadilan Agama. Pasal 89 menyatakan bahwa suami
bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri maupun hartanya
sendiri, sementara Pasal 90 menyatakan bahwa istri turut bertanggung
jawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya.
Pasal 91 terdiri dari empat ayat (1) harta bersama sebagaimana
tersebut dalam Pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau benda
tidak berwujud, (2) harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda
tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga, (3) harta bersama
24
M.Yahya Hararap, , Kedudukan dan kewenangan dan Acara Peradilan Agama,
(Jakarta: PT. Garuda Metropolitan press, 1993) Cet.2 h. 297 25
Happy Susanto, Pembagian Harta Goni-Gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta :
Transmedia Pustaka, 2008),h.13
17
yang berwujud dapat berupa hak dan kewajiban, dan (4) harta bersama
dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas
penunjukan pihak lain. Pasal 92 menyatakan bahwa suami istri tanpa
persetujuan pihak lain tidak di perbolehkan menjual atau memindahkan
harta bersama.26
Pasal 94 terdiri dari 2 ayat: (1) harta bersama perkawinan seorang
suami yang mempunyai istri lebih dari seorang masing-masing terpisah
dan berdiri sendiri (2) pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang
suami yang mempunyai istri lebih dari seorang sebagaimana tersebut
dalam ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang
kedua, ketiga atau keempat.
Pasal 95 terdiri dari 2 ayat: (10 dengan tidak mengurangi ketentuan
Pasal 24 ayat 2 huruf C, Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 dan Pasal
136 ayat (2), suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk
meletakan apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan
membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya.
(2) selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk
kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.27
Pasal 96 terdiri dari 2 ayat: (1) apabila terjadi cerai mati, maka
separoh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama (2)
pembagian harta bersama bagi seorang suami adanya kepastian matinya
yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan
Agama. Dan terakhir, Pasal 97 mengatur bahwa janda atau duda cerai
hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak
tentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Secara singkat pokok-pokok
hukum harta bersama dalam Bab XIII Kompilasi Hukum Islam ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
26
A. Sukris Sarmadi, Format Hukum Perkawinan Dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia, (Yogjakarta Pustaka Prisma, 2008), h.118 27
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, KHI, h.47-50
18
a. Harta bersama dipisah tetap menjadi milik pribadi dan dikuasai
sepenuhnya oleh pemiliknya (suami atau istri)
1) Harta pribadi tetap menjadi milik pribadi dan dikuasai
sepenuhnya oleh pemiliknya (suami atau istri)
2) Harta bersama menjadi hak bersama suami istri dan terpisah
sepenuhnya dari harta pribadi
b. Harta bersama terwujud sejak tanggal perkawinan dilangsungkan
1) Sejak itu dengan sendirinya terbentuk harta bersama.
2) Tanpa mempersoalkan siapa yang mencari.
3) Tanpa mempersoalkan atas nama siapa terdaftar.
c. Tanpa persetujuan bersama, suami atau istri tidak boleh
mengasingkan atau memindahkan
d. Hutang untuk kepentingan bersama dibebankan kepada harta
bersama.
e. Dalam perkawinan serial atau poligami wujud harta bersama
terpisah antara suami dengan masing-masing istri.
f. Apabila perkawinan putus (mati atau cerai)
1) Harta bersama dibagi dua
2) Masing-masing mendapat setengah bagian
3) Apabila terjadi kematian, bagiannya menjadi tirkah.28
Para Ulama Fiqih berbeda pendapat tentang pembagian macam-
macam Syirkah dalam pembahasan perkongsian syirkah) yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Secara garis besar Fuqaha
Mesir (mayoritas bermadzahab Syafi’I dan Malik), membagi syirkah
kepada empat macam yaitu: Syirkah Inan, Syirkah Abdan, Syirkah
Mufawwadhah, dan Syirkah Wujud.29
28
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penerbit UI, 1974),
h.83 29
Ibn Rusyd al-Qurtubi, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Mesir:
Maktabah Musthofa al-Baaby al-Halby, 1960), Juz 2, h.201
19
a. Syirkah Inan, yaitu syirkah terbatas dalam bentuk penggabungan harta dan
usaha untuk mendapatkan untung. Sedangkan perolehan masing-masing
pihak dengan cara lain seperti syirkah dan tetap menjadi milik masing-
masing.
b. Syirkah Abdan, yaitu syirkah dalam bidang pemberian jasa atau
melakukan perkerjaan, jasa atau pekerjaan yang dilakukan itu mungkin
jasa atau pekerjaan yang sama mungkin juga jasa atau pekerjaan yang
berlainan.
c. Syirkah Mufawwadhah, ialah syirkah yang tidak terbatas dalam
penggabungan harta dan usaha untuk mendapatkan untung serta meliputi
pula perolehan masing-masing pihak dengan cara lain seperti seseorang
mendapatkan hadiah, hibah dan lain-lain.
d. Syirkah Wujuh, adalah syirkah antara dua orang atau lebih dengan hanya
bermodalkan kepercayaan.
Sedangkan Ulama Madzhab Hanafi, seperti yang dapat disimpulkan dari
kitab “al-fiqh “alal Madzhaib al-Arba’ah jilid III membagi syirkah menjadi
a. Syirkah Milk, ialah syirkah terhadap suatu benda atau kekayaan dengan
tidak ada kesengajaan untuk mengadakan perjanjian khusus terlebih
dahulu
b. Syirkah Uqud, ialah syirkah yang timbulnya karena adanya perjanjian
terlebih dahulu antara dua orang atau lebih mengenai suatu usaha.
1). Syirkah Mufawwadhah bil Amwal, yaitu perkongsian antara dua orang
atau lebih tentang suatu macam perniagaan.
2) Syirkah “Inan bil Amwal, yaitu perkongsian antara dua orang atau lebih
tentang suatu macam perniagaan atau segala macam perniagaan
3). Syirkah Abdan Mufawwadhah, ialah perkongsian dengan bermodal
tenaga yang kemudian ada pembagian yang sama antara keuntungan atau
kerugian.
4) Syirkah Abdan Inan, yaitu perkongsian tenaga dengan perbedaan tenaga
kerja dan upah.
20
5) Syirkah Wujud Mufawwadhah, ialah perkongsian dengan bermodalkan
tenaga saja
6) Syirkah Wujud Inan, perkongsian kepercayaan tanpa syarat.30
Para Ulama sepakat bolehnya Syirkah “Inan, sedangkan dalam Syirkah
Mufawwadhah hanya Madzab Hanafi dan Maliki yang memperbolehkan
sedangkan Madzab Hanafi dan Maliki yang memperbolehkan sedangkan
Madzab Syafi’I tidak memperbolehkannya.31
Begitu juga dalam Syirkah Abdan, menurut Madzab Syafi’I adalah
tidak boleh sedangkan menurut Madzab Maliki dan Hambali adalah
boleh hanya saja Imam Malik mensyaratkan perkerjaan yang mereka
lakukan adalah sama sejenis dan satu tempat. Dan dalam Syirkah Wujuh,
hukumnya boleh menurut Madzab Hanafi dan Hambali, sedangkan
menurut Syafi’iyah dan Malikiyah adalah tidak boleh.32
Dari macam-macam syirkah serta adanya perbedaan pendapat
dikalangan Ulama dan melihat praktek gono-gini dalam masyarakat
Indonesia dapat disimpulkan bahwa harta bersama (gono gini) termasuk
dalam syirkah abdan, dikatakan syirkah abdan karena dalam
kenyataannya sebagian besar suami istri dalam masyarakat Indonesia
sama-sama bekerja membanting tulang berusaha untuk mendapatkan
nafkah hidup keluarga sehari-hari atau jika memang hanya suami yang
berkerja sedangkan istri sebagai rumah tangga.
Memelihara dan mendidik anak-anak, bahkan berbelanja menyediakan
makan dan minum ketika suami berkerja maka dengan hal ini suami telah
menerima bantuan yang sangat berharga dan sangat mempengaruhi
kelancaran pekerjaannya sahari-hari yang secara tidak langsung
mempengaruhi juga pada jumlah harta yang diperoleh. Pada dasarnya
para Ulama tidak menentukan secara pasti tentanmg pembagian harta
30
Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alal Mazhabib al-Arba’ah, (Mesir, Maktabah at-
Tijariyah al-Kubra, 1969), Jilid III, h.63-68 31
Sayyid Sabiq, Fiqh sunah, (Bairut Lebanon, Darul Fikr,) Cet ke 2, 1998, Juz3, h.209 32
Abi Abdillah, Ibnu Majah Al-Qozwaini Sunan Ibnu Majah, (Riyadh Darussalama, 1420
hadits) ke 2353, h.237
21
(benda) syirkah antara dua orang yang berserikat ketika perserikataan itu
bubar, begitu juga dalam syirkah abdan atau as-shulhu.
Di dalam Al-Qur’an maupun hadits tidak memberi ketentuan
dengan tegas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama perkawinan
berlangsung sepenuhnya menjadi hak suami, dan hak istri, hanya terbatas
atas nafkah yang diberikan suami. Dalam waktu yang sama Al-Qur’an dan
hadits juga tidak menegaskan bahwa harta benda yang diperoleh suami
dalam perkawinan, secara langsung istri juga ikut berhak atasnya. Dalam
menentukan apakah harta benda yang diperoleh selama perkawinan
berlangsung menjadi harta bersama atau tidak, termasuk masalah
ijtihadiyyah, masalah yang termasuk dalam daerah wewenang manusia
untuk menentukannya, bersumber kepada ajaran Islam.33
Dari sisi hukum Islam, baik ahli hukum Kelompok Syafi’iyah maupun
para ulama yang paling banyak diikuti oleh hukum kelompok Syafi’iyah
maupun para ulama yang paling banyak diikuti oleh ulama lain, tidak ada
satupun yang sudah membahas masalah harta bersama dalam perkawinan,
sebagaimana yang dipahami oleh hukum adat.34
Dalam Al-Qur’an dan sunnah, harta bersama dalam perkawinan,
sebagaimana yang dipahami oleh hukum adat. Dalam Al-Qur’an dan
sunnah, harta bersama tidak diatur dan tidak ada pembahasannya. Harta
kekayaan istri tetap menjadi milik istri dan dikuasai penuh olehnya
demikian juga sebaliknya, harta suami tetap menjadi milik suami dan
dikuasai sepenuhnya.
B. Pandangan Hukum Positif Terhadap Perceraian Di Bawah Tangan
Putusnya perkawinan Menurut Hukum Islam, menurut Hukum adat
atau perceraian di bawah tangan menurut hukum Islam menyetujui rukun
33
Ahmad Azhar Basyair, M.A, Hukum Perkawinan Islam, (Yogjakarta , UII Press, 2000),
h.66 34
Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Perundang-undangan
Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung Mandar Maju, 2007), h.127
22
dan persyaratannya terpenuhi, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang dengan jelas menyatakan
bahwa perceraian sah dan memiliki kekuatan hukum yang disetujui di
muka di Pengadilan, tetapi dikalangan masyarakat masih terjadi perceraian
di bawah tangan yang mengakibatkan hak-hak di dalam perkawinan tidak
terpenuhi ketika terjadi perceraian.
Dalam hal ini perceraian di bawah tangan menyalahi aturan sosial dan
nilai sosial yang ada di Indonesia dan lebih banyak mendatangankan
kerusakan dari pada kebaikan melanggar norma yang ada menyebabkan
penyimpangan sosial menjadi dampak buruk bagi hukum perceraian dan
perkawinan di Indonesia yang tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya.35
Perceraian menurut Hukum Islam yang dimuat dalam Pasal 38 dan
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan
dalam PP No. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain.
1) Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang
diajukan permohonannya oleh dan atas inisiatif suami kepada
Pengadilan Agama.
2) Peceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang
diajukan gugatannya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan
Agama.36
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia harta adalah barang-barang atau
uang, sedangkan benda adalah barang-barang kekayaan. Kemudian harta
bersama adalah harta yang diperoleh suami-istri selama hidup.37
35
Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta Rajawali Pers, 2013),
h.307 36
Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h 18-19 37
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.407
23
Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Hazairin mengemukakan
memang benar bahwa perjanjian dimaksud bukan termasuk taklik talak dalam
perkawinan Islam yang dibacakan mempelai pria di muka umum setelah selesai
upacara ijab Kabul, sebagaimana bentuk yang telah ditetapkan Menteri Agama
untuk seluruh Indonesia. Taklik talak di Indonesia tidak bersifat bilateral tetapi
bersifat unilateral, oleh karena ia bukan saja mengikat yang mengucapkannya
tetapi juga menjadi sumber hak bagi pihak-pihak lain yang tersebut dalam
pernyatan itu.38
Pasal 122 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mulai Perkawinan
dilangsungkan demi hukum berlakukah persatuan bulat antara harta kekayaan
suami dan istri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak ditiadakan
ketentuan lain. Peraturan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau
diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami ditetapkan dengan Undang-
Undang atau peraturan perundang-undangan, bahwa harta yang diperoleh atas
usaha salah seorang suami atau istri atau segala utang dan rugi sepanjang
perkawinan harus diperhitungkan atas mujur malang persatuan.39
Kedua-
duanya dalam masa adanya hubungan perkawinan, yaitu harta pencaharian
adalah harta bersama suami istri tersebut. Disamping dengan dua cara tersebut,
percampuran harta kekayaan suami istri dapat pula terjadi dengan kenyaatan
kehidupan pasangan suami istri itu.40
Perceraian yang merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan
dapat dikatakan sah apabila dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
dengan menyertakan alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang-Undang.
Dari sini bisa dilihat bahwa perceraian adalah bahwa perceraian hanya dapat
dilakukan apabila terdapat alasan-alasan yang kuat dalam keadaan yang tidak
dapat dihindarkan lagi.
38
Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan, Undang-undang No.1
Tahun 1974, Tirta Mas, Jakarta, h.28-29 39
Soerdharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga Pesfektif Hukum Perdata Barat/ BW
Hukum Islam, dan Hukum Adat, Edisi Revisi, (Jakarta Sinar Garfika) h.26 40
Muhammad Syarifudin, Hukum Perceraian, (Jakarta penerbit Sinar Grafika 2014), h.
415- 418
24
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha. Mendamaikan
kedua belah pihak, selanjutnya mengenai tata caranya diatur tersendiri secara
rinci dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 129 sampai dengan Pasal 148.41
Kemudian juga dalam buku Hukum Islam Suatu Analisis dari Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam Karya Mohd. Idris
Ramulyo berpendapat bahwa untuk masalah perkawinan, perceraian dan rujuk
sangat diperlukan adanya pencatatan dan kehadiran saksi karena ini sangat
berdampak pada masalah kepastian hukum.42
Islam maupun hukum positif tidak ada larangan perceraian secara mutlak.
Namun perceraian harus didahului dengan upaya perdamaian antara kedua
belah pihak. Akan tetapi jika perdamaian antara suami istri tidak terwujud dan
perselisihan semakin memuncak, perceraian adalah jalan terbaik, proses
perceraian harus didahului dengan upaya perdamaian antara suami istri.
Ketentuan perceraian yang diajukan oleh istri juga melalui proses perdamaian
sebagaimana yang ditetapkan terhadap suami. Hal ini sesuai dengan ketentuan
yang termuat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
yang mensyaratkan perceraian harus melalui proses perdamaian terlebih
dahulu.43
Hukum Positif, jika pernikahan harus dicatatkan di Kantor Urusan Agama,
perceraian juga harus dicatatkan di Kantor Pengadilan Agama, agar seluruh
perbuatan masyarakat yang dicatatkan di Kantor Pengadilan Agama, agar
seluruh perbuatan masyarakat yang berkenaan dengan adanya perlindungan
hukum tidak perlu khawatir hak-hak para pihak akan terlantar begitu saja
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mewajibkan
41
Zahri Hamid, Pokok-Pokok Hukum Islam Dan UU Perkawinan Islam Dan UU,
(Yogjakarta: Bina Cipta, 1976), h. 73 42
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata, (Yogjakarta: PustakaPelajar, 1996), h.203 43
Muhammad Syarifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta sinar Grafika 2014), Cet 2,2014
h. 20
25
perceraian harus di depan sidang pengadilan. Walaupun sebagian ulama
berpendapat bahwa perceraian tidak memerlukan persaksian, karena tidak ada
hadis Nabi yang menjelaskan bahwa perceraian harus dipersaksikan
a. Asas- asas Perceraian
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengatur
proses perceraian antara suami dan istri. Proses perceraian antara suami
istri di dalam prakteknya memiliki asas-asas perceraian yang menjadi
pedoman oleh para hakim dalam menangani proses perceraian.
b. Asas mempersukar hukum perceraian
Undang-Undang perkawinan tidak melarang perceraian, hanya dipersulit
pelaksanaannya, artinya tetap dimungkinkan adanya perceraian jika
seandainya benar-benar tidak dapat dihindarkan, itu pun harus
dilaksanakan dengan secara baik dihadapan sidang pengadilan. Asas
mempersukar proses hukum perceraian diciptakan sehubungan dengan
tujuan perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan dan penjelasanya yaitu untuk membentuk rumah
tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal melalui ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa. Dan untuk mewujudkan tujuan perkawinan itu suami istri
perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya, membantu dalam mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.44
a. Asas kepastian pranata dan kelembagaan hukum perceraian
Tujuan paling hakiki dari keberadaan peraturan-perundang-undangan
Menurut Tinto Slamet hukum dalam hal ini, tidak boleh dipahami bahwa
hukum tidak pasti tanpa adanya peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang-undangan penting untuk menciptakan kepastian hukum, karena
peraturan-perundangan dapat dibaca, dapat dimengerti dengan cara yang
lebih mudah, sehingga sekurang-kurangnya dapat menghindarkan
44
Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian, (Jakarta:Sinar Grafika 2014), Cet.2, h. 36
26
spekulasi diantara subyek hukum tentang apa yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan, tentang apa yang merupakan hak dan kewajiban.45
b. Asas perlindungan hukum yang seimbang selama dan setelah proses
Hukum Perceraian
Fitzgerald saat menjelaskan teori perlindungan hukum yang dihasilkan
oleh Salmond, menguraikan bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan
dan mengordinasikan beberapa kepentingan yang ada dalam masyarakat
dengan membatasinya, karena dalam lalu lintas kepentingan, perlindungan
terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara
membatasi kepentingan di lain pihak, hukum melindungi kepentingan
seseorang dengan cara menglokasikan kekuasaan kepadanya secara
terukur untuk bertindak dalam rangka kepentingannya, yang disebut
dengan hak. Keperluan hukum adalah mengurusi hak dan kewajiban
manusia, sehingga hukum mempunyai otoritas tertinggi untuk menentukan
kepentingan manusia yang perlu dilindungi dan di atur.46
Dalam hukum positif, jika pernikahan harus dicatatkan di Kantor
Urusan Agama, perceraian juga harus dicatatkan di Kantor Pengadilan
Agama, agar seluruh hukum yang pasti, tentunya dengan adanya
perlindungan hukum tidak perlu khawatir hak-hak para pihak akan
terlantar begitu saja Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan yang mewajibkan perceraian harus di depan sidang
pengadilan. Walaupun sebagian ulama berpendapat bahwa perceraian
tidak memerlukan persaksian, karena tidak ada hadis Nabi yang
menjelaskan bahwa perceraian harus dipersaksikan.47
Menurut hukum perkawinan, perceraian hanya dapat terjadi
berdasarkan alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang dan harus
dilakukan di depan sidang Pengadilan. Terhadap ketentuan yang termuat
di dalam pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang di
45
Tinton Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, (Bandung:PT Alumni,
2009),h.49 46
Sajipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung PT.Citra Aditya Bakti, 2000), h.53 47
Pasal 39, Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tahun 1974 tentang Perkawinan
27
jabarkan dalam Pasal 19 Peraturan No. 9 Tahun 1975 tentang Kompilasi
Hukum Islam Pasal 116 menyebutkan bahwa alasan tersebut antara lain48
:
Salah satunya berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena
hal lain kemampuannya.
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit sehingga
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri atau
suami.Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain. Suami melanggar taklik talak dan murtad
yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.49
Pembahasan permasalahan ini dilihat dari fakta sosial, yang
menyangkut struktur sosial dan institusi sosisal, dalam hal ini menyangkut
tentang pola pikir dan gaya hidup masyarakat dalam menyingkapi
perceraian.50
C.Pandangan Hukum Islam Terhadap Perceraian Di Bawah Tangan
Pasal 114 KHI (Kompilasi Hukum Islam) putusnya perkawinan yang
disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan
perceraian. Pasal 115 KHI perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang
Pengadilan Agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak bisa
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian di bawah tangan atau perceraian di luar pengadilan istilahnya
muncul menjadi fenomena di masyarakat akibat dari pelaksanaan hukum
perceraian yang dilakukan oleh masyarakat tidak sesuai ketentuan hukum
48
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta Raja Grafindo2014), h.23 49
Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta,Akedemi Presindo1992),
h.141 50
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Press,
2005) h. 5
28
positif.51
Dalam hukum Islam mensyariatkan, perceraian yang bersumber dari Al-
qur’an dan Al-Hadits, sehingga selama perceraian itu telah memenuhi syarat dan
rukun yang telah ditetapkan, maka perceraian itu telah memenuhi syarat dan
rukun yang telah tersebut diangagap syah. Perceraian dalam perspektif Hukum
Islam dapat terjadi dengan segala cara yang menunjukan berakhirnya hubungan
suami istri diantaranya sebagai berikut.
a). Perceraian dengan kata-kata
Adakalanya kata-kata yang digunakan itu terus terang, tetapi adakalanya
dengan sendirian. Yang dengan kata-kata yang mudah dipahami artinya
waktu diucapkan, seperti:”engkau terletak” atau dengan segala kata-kata
yang diambil dari kata dasar talak. Sedangkan kata-kata sindiran yang bisa
di gunakan itu berarti talak dan lainnya, seperti: “engkau terpisah”, atau
dengan kata “perkaramu”, atau tanganmu sendiri.
b). Perceraian dengan surat
Perceraian dengan menggunakan surat dapat dijatuhkan sekalipun yang
menulisnya mampu berkata-kata. Karena suami boleh menolak istrinya
dengan lafadz (ucapan), ia pun berhak untuk menolak melalui surat,
dengan syarat suratnya itu jelas dan terang, Misalnya:”Wahai Fulanah!
Engkau tertolak.52
c). Isyarat orang bisu
Isyarat orang bisu merupakan alat menjelaskan maksud hatinya kepada
orang lain. Karena itu, isyarat seperti ini dipandang sama nilainya dengan
kata-kata yang diucapkan dalam menjatuhkan talak apabila orang bisu
memberikan isyarat yang maksudnya mengakhiri hubungan suami istri.
d). Mengirimkan seorang utusan
51
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung Citra Aditya Bakti :,
2010), h. 108 52
. Aulia Muthia, Hukum Islam Dinamika Perkembangan Seputar Hukum Perkawinan
dan Hukum Kewarisan, (Wonosari Pustaka Baru Press, 2017), h. 58
29
Talak dianggap sah dengan mengirim seorang utusan untuk
menyampaikan kepada istrinya yang berada di tempat lain bahwa ia telah
ditolak. Dalam hal ini, utusan tadi bertindak selaku orang yang menolak,
Karena itu, tolaknya sah.
Memang perceraian yang dilakukan di depan sidang pengadilan lebih
memberikan adanya kepastian hukum bagi para pelaku perceraian, karena
perbutan hukumnya dapat dibuktikan dengan adanya bukti akta otentik
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang oleh pejabat yang
berwenang yaitu berupa akta perceraian. Selain itu, dari segi kemaslahatan
disyaratkannya perceraian di depan sidang pengadilan, agar tidak terjadi
perceraian secara sembarangan dan eksploitasi suami terhadap istri dengan
kekuasaan yang otoritatif dari suami untuk menceraikan si istri dengan
tanpa alasan dan perkawinan ke dua yang telah dilakukan si istri dengan
orang lain atau sebaliknya walaupun tanpa pengetahuan istri atau
sebaliknya, hal tersebit tetap tidak dapat dibenarkan karena secara yuridis
si istri masih terikat dalam perkawinan dengan suaminya yang lama begitu
sebaliknya sebagai akibat perceraian yang tidak sah secara hukum
positif.53
53
Boedi Abdulla, Perkawinan dan Perceraian Keluarga Muslim, (Bandung CV Pustaka
Setia), 2013, h. 69
30
BAB III
WILAYAH PENELITIAN
Desa Pahlawan setia merupakan salah satu desa dari 8 desa dari satu kecamatan
Kabupaten Bekasi
A. Sejarah singkat desa Sejarah singkat desa
Baik sebelum dan sesudah revolusi fisik, peran aktif rakyat yang didasari
dengan semangat nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa Indonesia, di
perkokoh dengan semangat keimanan fisabillilah untuk mengusir penjajah
khususnya di bekasi andil rakyat pahlawan setia mempunyai peran penting bagi
perjuangan Kota Bekasi sebagai Kota Patriot.54
Tambun Sungai Angke Desa Pahlawan Setia, yang merupakan bagian dari
wilayah Bekasi, tidak lepas dari sebab tersebut. Menurut Gerot, sebelum
menyerbu ke kampungnya, pihak Belanda terlebih dahulu meminta agar orang-
orang Tambun Angke dipindahkan memiliki lurah Recomba (Regerings
Commissaris Bestuurs Aangelegenheden), HJ Van Mook sebagai prakondisi
dibentuk sebagai pemerintahan federal di Indonesia, tentunya untuk
menyelesaikan peralihan roda pemerintahan itu, mereka disokong Tentara
Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) dan Tentara Kerajaan (KL) Belanda. Dengan
mata kepala saya sendiri, saya melihat tentara-tentara Belanda menghabisi para
lelaki dewasa di Tambun Sungai Angke, Desa Pahlawan Setia.55
Sementara itu dekat langgar (sekarang menjadi Masjid Attaqwa), unit KNIL
yang datang dari arah timur langsung melancarkan aksinya. Usai menghabisi
nyawa seorang lelaki bernama Kodir depan, mereka lantas mengumpulkan
belasan laki-laki di depan langgar. Kopang dan Solih termasuk yang terjaring
dalam oprerasi tersebut. Melihat paman dan abangnya digiring secara kasar oleh
54
Data Frofil Desa Pahlawan Kecamatan Tarumajaya Tahun 2018 55
Wawancara dengan Kepala Desa Pahlawan Setia pada tanggal 21 Agustus 2019 Jam
11:00 Wib
31
para serdadu KNIL, Seorang KNIL dengan kasar mendorong tubuh Gerot hingga
terjerembab ke tanah.
Gerimis masih membasahi tanah senja itu. Diiringi jerit tangis perempuan dan
anak-anak, suara tembakan brengun menghabisi kaum laki-laki yang berbaris di
depan masjid. Mayat Bergempingan bau anyir darah bersanding dengan bau mesiu
yang masih mengepul. Sejarah dibatalkan, sekira 50 orang menjadi korban pereng
militer Belanda di Tambun Sungai Angke Desa Pahlawan Setia.
Singkat cerita, anggota Belanda ultimatum untuk warga Tambun Sungai
Angke Desa Pahlawan Setia agar segera diminta mengangkat seorang lurah.
Sebagian tersebar isu bahwa Belanda sudah mengantongi satu nama, yaitu Jiran,
tokoh masyarakat yang tak lain adalah adik kandung kopang. “Tapi Pak Jiran
tidak mau, dan malah lari ke Cirendeu di Jakarta.56
Setelah melalui perjuangan yang panjang dengan mengorbankan segenap jiwa
dan raga untuk mengisi kemerdekaan yang telah di raih dan juga untuk
memperkokoh kedaulatan para masyarakat, dengan meminta petunjuk dan nasehat
Tokoh legendaris pejuang kota Patriot yang disebut Singa Karawang Bekasi KH.
Noer Ali. Akhirnya pada tahun 1948 sepakat memberi Nama DESA
PAHLAWAN SETIA KECAMATAN BABELAN dengan pusat Pemerintahan.
B Tingkat Pendidikan
Dalam hal pendidikan, Desa Pahlawan Setia terbilang cukup bagus tingkat
pendidikannya. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya jumlah penduduk yang mampu
menamatkan pendidikannya hingga SLTA. Dan hampir tidak adanya penduduk
yang putus sekolah bahkan tidak sekolah sama sekali.
Hal ini ditunjang dengan keberadaan Lembaga pendidikan yang ada di
Desa Pahlawan Setia sendiri maupun Lembaga pendidikan diluar Desa Pahlawan
56
Endra Kusnawan, Sejarah Bekasi sejak Perdaban Buni Ampe Wayah Gini, Penerbit
Tim Henya Media, cetakan 2016, h.175
32
Setia yang jaraknya tidak terlalu jauh. Dimana saat ini di Desa Pahlawan Setia
terdapat 7 buah SD/MI, 5 buah SLTP (SMP) / Mts , 2 buah SLTA (SMA) / Ma,
dan 7 Raudlatul Athfal atau TK. Sementara Lembaga Pendidikan tingkat SLTA
dan Perguruan Tinggi berada di luar Desa Pahlawan Setia yang jarak tempuhnya
bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan.57
Tabel 3.1
Tingkatan Pendidikan Mayarakat Desa Pahlawan Setia
Tingkatan Pendidikan Laki-Laki (Orang) Perempuan (Orang)
1. Usia 3-6 tahun
yang belum masuk
TK
400 500
2. Usia 3-6 tahun
yang sedang masuk
TK
600 500
3. Usia 7-18 tahun
yang tidak pernah
sekolah
500 400
4. Usia 7-18 tahun
yang sedang
sekolah
400 500
5. Usia 18-56 tahun
yang tidak tamat
SD
700 700
6. Usia 18-56 tahun
yang tidak tamat
SD
500 500
57
Data Frofil Desa Pahlawan Kecamatan Tarumajaya Tahun 2018
33
7. Usia 18-56 tahun
yang tidak tamat
SLTP
1000 500
8. Usia 18-56 tahun
yang tidak tamat
SLTA
1000 700
9. Tamat SD/sederajat 300 141
10. Tamat
SMP/sederajat
500 500
Tamat SMA/sederajat 600 1000
Tamat D3/sederajat 250 300
Tamat S1/ sederajat 200 300
Tamat S2/sederajat 37 20
Tamat S3/sederajat
Jumlah Jumlah
6.727 6.416
Demografis/jumlah Penduduk58
Jumlah penduduk
Perempuan : 6.461 Orang
Laki-laki : 6.727 Orang
Jumlah Kepala Keluarga ( KK ) : 3.530
1. Sarana ibadah dan Pendidikan
1. Gedung sekolah SD/MI : 7 Sekolah
2. Gedung sekolah SLTP/MTS : 5 Sekolah
3. Gedung sekolah SLTA : 2 Sekolah
4. Gedung sekolah TK/RA : 7 Sekolah
58 Data Frofil Desa Pahlawan Kecamatan Tarumajaya Tahun 2018
34
2. Agama dan Kewarganegaraan Masyarakat Desa Pahlawan Setia
Secara garis besar masyarkat Desa Pahlawan Setia mempunyai
kepercayaan yang sama menganut paham ajaran Islam dan begitu juga dengan
kewarganegaraanya masyarakat di desa ini secara keseluruhan warga negara
Indonesia. Jadi secara keseluruhan masyarkat desa ini menganut ajaran agama
Islam Islam berkewarganegaraan Indonesia.59
Tabel 3.2
Agama Yang di anut Desa Pahlawan Setia
Islam Katholik Prostestan Hindu Budha Jumlah
11.049 17 121 3 8 11.225
D. Tingkat Kesejahteraan
Desa Pahlawan Setia
Diklasifikasikan sejahtera (51,24 dari skala 100) meskipun memiliki selisiih yang
sangat tipis dengan klasifikasikan miskin. Secara berurutan, rata-rata tingkat
kesejahteraan indikator yang dirumuskan diantaranya hunia (83,62) kesehatan dan
Gizi (65,75), Lingkungan Alam (53,71), Lingkungan Politik (53,33), Tingkat
Pengetahuan (38,22), Lingkungan Ekonomi (27,62) dan kemilikan Aset (24,84),
Desa Pahlawan Setia.
59
Data Frofil Desa Pahlawan Kecamatan Tarumajaya Tahun 2018
35
Tabel 3.3
Tingkat Perkawinan 2017-2019
No Tingkat Perkawinan Jumlah
1 2017 100
2 2018 70
3 2019 40
210
Tabel 3.4
data perceraian dari tahun 2017-201960
No Tahun Data Perceraian Jumlah
1 2017 60
2 2018 30
3 2019 40
140
60
Buku Frofil Desa Pahlawan Setia Kecamatan Tarumajaya tahun 2018
36
BAB IV
Analisis Pembagian Harta Bersama di Desa Pahlawan Setia
A. Pembagian Harta Bersama Atas Perceraian Di Bawah Tangan Di Desa
Pahlawan Setia
Pembagian harta bersama atas perceraian di bawah tangan di Desa
Pahlawan Setia dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama kedua belah
pihak. Terdapat 20 objek pembagian harta bersama yang terjadi di Desa
Pahlawan Setia yaitu beberapa objek harta di antaranya motor, peralatan rumah
tangga, rumah, mobil, sawah, kebun, uang, tanah, kulkas, dan dvd.
Berdasarkan hasil Penelitian ditemukan fakta-fakta berikut ini:
1. Berdasarkan hasil kesepakatan kedua belah pihak, harta yang diperoleh selama
pernikahan berupa, motor, dan peralatan rumah tangga. Proses pembagian
harta bersama dilakukan dengan jalan musyawarah dengan dibimbing oleh
seorang ustaz yang dianggap memiliki pengetahuan tentang hukum Islam
khususnya dalam bidang perkawinan.61
2. Selama menikah, suami-istri memiliki harta bersama berupa peralatan rumah
tangga dan motor. Harta bersama tersebut dibagikan seminggu setelah
perceraian terjadi. Berdasarkan hasil musyawarah, istri memilih peralatan
rumah tangga dan suami memilih sepeda motor. Pembagian tersebut
melibatkan ustaz yang mengetahui hukum Islam khususnya dalam bidang
perkawinan.62
3. Pembagian harta bersama dilakukan setelah dua hari bercerai. Harta bersama
berupa motor dan peralatan rumah tangga. Berdasarkan hasil kesepakatan, istri
berhak atas peralatan rumah tangga dan suami berhak mendapatkan motor.
Pembagian harta bersama ini dibimbing oleh seorang ustaz yang mengetahui
hukum Islam khususnya dalam bidang perkawinan.63
61
Wawancara dengan Bapak H. Nasir Tanggal 18 Agustus 2019 Pukul 14:00 Wib 62
Wawancara dengan Taris pitri pada tanggal 19 September 2019 pada jam 14:00 wib 63
Wawancara dengan Rokib pada tanggal 27 September 2019 pada jam 16:00 wib
37
4. Selama menikah, mereka memiliki harta bersama berupa motor dan peralatan
rumah tangga. Saat pembagian harta bersama dilakukan musyawarah di
rumah, istri mendapatkan peralatan rumah tangga dan suami mendapatkan
motor. Seorang ustaz yang membimbing dan mengetahui hukum Islam, dalam
pembagian harta bersama.64
5. Harta bersama yang dimiliki yaitu motor dan rumah. Pembagian harta
bersama dengan jalan musyawarah keluarga yang dilakukan di rumah.
Berdasarkan kesepakatan, istri mendapatkan rumah sebagai bertimbangan
karena istri harus mengurusi anak. Sedangkan, suami mendapatkan motor.65
6. Selama lima tahun menikah, suami-istri berhasil mempunyai harta bersama,
berupa peralatan rumah tangga dan tanah 50 m2. Harta bersama di bagikan
setelah seminggu bercerai. Istri mendapatkan peralatan rumah tangga dan
suami mendapatkan tanah seluas 50 m2. Pembagian harta tersebut dibimbing
oleh seorang ustaz.66
7. Selama berumah tangga, terdapat harta yang diperoleh selama bersama yang
berbentuk tanah 100M2, rumah dan dvd. Pembagian harta dilakukan setelah
terjadinya perceraian selama 2 hari. Oleh karena itu istri mendapatkan tanah
50 M2 dan dvd, suami mendapatkan tanah 50 M2 dihadiri oleh ustaz yang
mengetahui hukum Islam.67
8. Harta bersama yang diperoleh selama menikah berupa sebidang tanah seluas
30 m2 dan uang Rp10.000.000 serta sepeda motor. Pembagian harta bersama
dilakukan seminggu pascacerai. Istri mendapatkan tanah seluas 20 m2. Dan
uang sebesar Rp10.000.000. Sedangkan, suami mendapatkan sepeda motor
dan tanah seluas 10 m2. Mereka meminta bimbingan dari seorang ustaz dalam
pembagian harta bersama ini.68
9. Harta bersama yang didapatkan selama menikah berupa peralatan rumah
tangga, sebidang tanah dengan luas 50 m2,
dan uang sebesar Rp5.000,000
64
Wawancara dengan ibu Rofikoh pada tanggal 18 Oktober 2019 pada jam 13:00 wib 65
Wawancara dengan H. Rouf tanggal 14 September 2019 pada jam 13:00 wib 66
Wawancara dengan Rini pada tanggal 10 September 2019 pada jam 14:00 wib 67
Wawancara dengan Romanih pada tanggal 17 September 2019 pada jam 13:00 wib 68
Wawancara dengan Nemit pada tanggal 19 September 2019 pada jam 17.00 wib
38
Pembagian harta bersama dilakukan secara kekeluargaan dengan didampingi
oleh seorang ustaz. Istri mendapatkan uang sebesar Rp5.000.000 dan tanah 20
m2,
sedangkan suami mendapatkan tanah 30 m2
.69
10. Selama pernikahan mereka memperoleh harta bersama berupa motor dan
peralatan rumah tangga. Pembagian harta dilakukan seminggu setelah
perceraian. Suami mendapatkan motor dan istri mendapatkan peralatan rumah
tangga. Pembagian harta bersama tersebut dengan dibimbing oleh seorang
ustaz dan dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak.70
11. Selama 10 Tahun menikah, suami-istri memiliki harta bersama berupa rumah,
peralatan rumah tangga, dan kebun. Pembagian harta bersama dilakukan
secara kekeluargaan. Istri mendapatkan rumah dan suami mendapatkan kebun.
Proses pembagiannya dibimbing oleh seorang ustaz yang dianggap memiliki
pengetahuan tentang hukum Islam.71
12. Selama menikah, suami-istri berhasil memiliki harta bersama berupa mobil,
motor, dan rumah. Pembagiannya dilakukan setelah empat hari setelah
perceraian. Istri mendapatkan rumah dan motor karena untuk mengurus dan
mengantarkan anak ke sekolah. Sedangkan suami mendapatkan mobil. Proses
pembagiannya dengan dibimbing oleh seorang ustaz yang dianggap memiliki
pengetahuan tentang hukum Islam.72
13. Pembagian harta bersama mendapatkan harta bersama sawah, rumah dan
tanah, istri mendapatkan tanah, suami mendapatkan sawah dan rumah, karena
suami lebih berkerja keras.73
14. Selama menikah, suami-istri mempunyai harta bersama berupa perabot rumah
tangga, dvd, televisi, motor, dan rumah. Pembagian harta bersama dilakukan
secara kekeluargaan dengan dibimbing oleh ustaz. Istri memperoleh motor dan
perabot rumah tangga, sedangkan suami mendapatkan rumah.74
69
Wawancara dengan jakoh pada tanggal 1 Agustus 2019 pada jam 10:00 wib 70
Wawancara dengan sari pada tanggal 2019 3 agustus 2019 pada jam 15:00 wib 71
Wawancara dengan Irma pada tanggal 20 September 2019 pada jam 15:00 wib 72
Wawancara dengan Nurhalimah pada tanggal 20 September 2019 pada jam 17:00 wib 73
Wawancara dengan Nurhayati pada tanggal 22 September 2019 pada jam 14:00 wib 74
Wawancara dengan Basit pada tanggal 10 Oktober 2019 pada jam 13:00 wib
39
15. Suami-istri mempunyai harta bersama selama menikah berupa rumah,
sebidang tanah seluas 50 m2, dvd, kulkas. Setelah bercerai, harta bersama
tersebut dibagikan secara kekeluargaan dengan dibimbing oleh seorang ustaz.
Suami mendapatkan tanah seluas 50 m2 dan istri mendapatkan rumah, dvd
kulkas dengan pertimbangan karena istri mengurus anak mereka. 75
16. Selama menikah, suami-istri mempunyai harta bersama berupa rumah,
motor,dvd, dan uang sebanyak Rp20.000.000. Pembagian harta bersama
tersebut dilakukan secara kekeluargaan. Istri mendapatkan rumah dan dvd
serta uang sebanyak Rp20.000.000 Sedangkan, Suami mendapatkan motor.
Proses pembagian harta bersama tersebut dibimbing oleh seorang ustaz.76
17. Mereka mempunyai harta bersama mobil avanza, motor dan rumah, harta
bersama dibagikan setelah suami istri berada di rumah suami mendapatkan
mobil dan istri rumah, dan motor atas dasar kesepakatan bersama. Oleh karena
itu melibatkan ustaz yang mengetahui hukum Islam.77
18. Pernikahan selama 4 tahun mempunyai harta bersama, motor, dvd, rumah,
kebun. Pembagian dilakukan secara kekeluargaan. Istri mendapatkan rumah
dan dvd karenakan mengurus anak. Sedangkan, suami mendapatkan kebun
dan motor. Seorang ustaz ditunjuk untuk membimbing pembagian harta
bersama tersebut.78
19. Selama menikah, suami-istri mempunyai harta bersama berupa motor, rumah,
dvd, kulkas. Pembagian harta bersama dilakukan dua hari setelah bercerai dan
dilakukan secara kekeluargaan. Istri mendapatkan rumah dan dvd. Sedangkan,
suami mendapatkan motor dan kulkas.79
20. Suami-istri menikah, mereka memiliki harta yaitu motor, dan sebidang tanah
seluas 30 m2. Pembagiannya dengan dibimbing oleh ustaz yang memahami
75
Wawancara dengan Ibu Hj. Saroh pada tanggal 10 Oktober 2019 pada jam 15:00 wib 76
Wawancara dengan Ibu Eva pada tanggal 11 Oktober 2019 pada jam 16:00 wib 77
Wawancara dengan Putri pada tanggal 11 Oktober 2019 pada jam 17:00 wib 78
Wawancara dengan Riski pada tanggal 15 Oktober pada jam 15: 00 wib 79
Wawancara dengan Ibu Saroh pada tanggal 17 Oktober 2019 pada jam 13:00 wib
40
tentang hukum Islam. Istri mendapatkan motor dan suami mendapatkan
sebidang tanah seluas 30 m2. 80
Dari uraian diatas pembagian yang dilakukan oleh masyarakat berdasarkan
kesepakatan bersama oleh keluarga melibatkan ustadz yang mengetahui hukum
Islam. Dalam hal ini masyarakat masih melakukan aturan fikih yang terpenting
adalah kesepakatan bersama, masyarakat menilai karena lebih mudah. Karena di
Desa Pahlawan Setia hampir semua melakukan perkawinan di bawah tangan dan
pembagiannya diselesaikan keluarga dengan kesepakatan bersama dan tokoh
ulama setempat.
Dengan adanya anggapan dan status janda ini maka mantan istri sudah
bebas melakukan pernikahan tanpa akta cerai, karena yang menjadi akta cerai
anggapan masyarakat, dan kedua belah pihak membuat surat pernyataan bahwa
sudah bercerai. Adapun masalah adalah tanggung jawab bersama sampai anak itu
menikah. Apabila mantan istri mempunyai anak dari suaminya yang baru maka
anak tersebut merupakan anak hasil pernikahan yang sah secara agama. 81
Menurut penulis, pernikahan di masyarakat desa pahlawan setia melakukan
pernikahan dibawah tangan sah secara agama tidak sah secara Negara. Maka
dengan kasus ini untuk menyelesaikan pembagian harta bersama dalam
pernikahan dibawah tangan dengan adanya musyawarah keluarga dan di hadiri
tokoh ulama setempat.
Pada zaman sahabat tidak ada pencatatan perceraian secara administasi
negara, karena terlalu rumit untuk diterapkan di Desa ini, karena belum ada
kesadaran untuk diterapkan secara keseluruhan. Hal tersebut dapat dipungkiri,
bahwa masyarakat masih berpegang teguh terhadap aturan hukum Islam dan
berpandangan bahwa hukum Islam adalah sistem yang mereka gunakan dalam
mengatur dan menyelesaikan masalah perceraian yang dapat diikuti oleh umat
Islam. Pada realita yang terjadi Desa Pahlawan Setia ditemukan, tokoh Agama
80
Wawancara dengan Ibu Tasya pada tanggal 19 Oktober 2019 pada jam 16:00 wib 81
Wawancara dengan Pribadi dengan Amil Ustaz Sobur, pada tanggal 25 Januari 2020
Jam 16:00 Wib
41
sudah pantas untuk menceraikan dan membagikan harta bersama hukum tentang
perceraian. Dan sudah di rekomendasi oleh Kepala Desa, yang berkaitan dengan
pernikahan maka beliau lah mengurusnya. Perkongsian antara lain adalah dalam
pembagian harta bersama (gono-gini) antara suami-istri ketika terjadi perceraian
tidak ada pembagian masing-masing secara pasti misalkan 50% dan suami 50%.
Namun pembagiannya bergantung pada kesepakatan antara suami dan istri
berdasarkan musyawarah atas dasar saling ridha.82
Menurut penulis, melihat kejadian di atas bahwa seharusnya tidak
demikian karena Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 sudah ada dan
harus diterapkan diseluruh daerah agar pernikahan dilakukan sah secara agama
dan sah secara Negara. tujuannya agar mempermudah warga Negara Indonesia
dalam mengurus surat akte, kk dan ijazah demi kebaikan keluaga dan masa depan
anak.
C.Pandangan MUI Desa Pahlawan Setia Tentang Harta Bersama
Menurut MUI Kecamatan Tarumajaya bahwa harta bersama dalam hukum
Islam tidak terlepas dari pembahasan tentang konsep syirkah dalam perkawinan.
Banyak Ulama yang berpendapat bahwa harta bersama termasuk dalam konsep
syirkah. Mengingat konsep tentang harta bersama tidak ditemukan dalam rujukan
teks Al-Qur’an dan Hadis, maka sesungguhnya kita dapat melakukan qiyas
(Perbandingan) dengan konsep fiqih yang sudah ada, yaitu tentang syirkah itu
sendiri. Jadi, tidak bisa dikatakan bahwa berhubung masalah harta bersama tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an, maka pembahasan harta bersama menjadi mengada-
ada.83
Oleh karena masalah pencaharian bersama suami istri adalah termasuk
perkongsian, maka untuk mengetahui hukumnya perlu dibahas terlebih dahulu
82
Wawancara Pribadi dengan Amil Desa Ustadz Khoir pada Tanggal 25 Januari 2020
pada Jam 15:00 Wib 83
Wawancara Pribadi KH. Jamalaudin, Mui Kecamatan Tarumajaya Kab. Bekasi 1
Agustus 2019 Pukul 10 : 00 Wib
42
tentang tentang macam-macam perkongsian sebagaimana yang telah dibahas oleh
para Ahli Fiqih dalam kitab-kitab mereka. Pada dasarnya dalam hukum Islam
tidak mengenal adanya percampuran harta pribadi ke dalam bentuk harta bersama
tetapi dianjurkan adanya percampuran harta pribadi ke dalam bentuk harta
bersama tetapi dianjurkan adanya saling pengertian antara suami istri dalam
mengelola harta pribadi tersebut, jangan sampai pengelolaan ini mengakibatkan
rusaknya hubungan yang mengakibatkan perceraian. Maka dalam hal itu hukum
Islam memperbolehkan adanya perjanjian perkawinan sebelum perkawinan
dilaksanakan. Perjanjian tersebut dapat berupa penggabungan harta milik pribadi
masing-masing menjadi harta bersama, dapat pula ditetapkan tidak adanya
penggabungan harta milik pribadi menjadi harta bersama. Jika perjanjian tersebut
dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan, maka perjanjian tersebut adalah sah dan
harus diterapkan.84
Pada dasarnya dalam Hukum Islam tidak mengenal adanya pencampuran
harta pribadi ke dalam bentuk harta bersama tetapi dianjurkan adanya saling
pengertian antara suami istri dalam mengelola harta pribadi tersebut, jangan
sampai pengelolaan ini mengakibatkan rusaknya hubungan yang mengakibatkan
perceraian. Maka dalam hal ini Hukum Islam memperbolehkan adanya perjanjian
perkawinan sebelum perkawinan dilaksanakan. Perjanjian tersebut dapat berupa
penggabungan harta milik pribadi masing-masing menjadi harta bersama, dapat
pula ditetapkan tidak adanya penggabungan harta milik pribadi menjadi harta
bersama. Jika perjanjian tersebut dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan, maka
perjanjian tersebut sah di terapkan.
Harta bersama diangakat menjadi Hukum Islam dalam KHI berdasarkan
dalil “urf serta sejalan dengan kaidah al-adatu al-muhakkamah, yaitu bahwa
ketentuan adat bisa dijadikan sebagai hukum yang berlaku dalam hal ini adalah
harta bersama, maka haruslah dipenuhi syarat-syarat, yaitu di antaranya:85
84
Wawancara Pribadi Ust.Didi Mursidi, Mui Kecamatan Tarumajaya Kab. Bekasi 10
Agustus 2019 Pukul 10 : 00 Wib 85
Wawancara Pribadi Ust. Sulaiman, Mui Kecamatan Tarumajaya Kab. Bekasi 15
Agustus 2019 Pukul 10 : 00 Wib
43
pertama, harta bersama tidak bertentangan dengan nas yang ada. Dalam Al-
Qur’an maupun sunnah tidak ada satupun nas yang melarang atau
memperbolehkan harta bersama. Padahal kenyataan yang berlaku dalam
masyarakat Indonesia adalah bahwa harta bersama telah lama dipraktekakan.
Bahkan manfaatnya dapat dirasakan begitu besar dalam kehidupan mereka.
Sehingga ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dalam hal ini
KHI menjadi harta bersama sebagai hukum yang berlaku di Indonesia melalui
ijtihadiyyah.
Kedua, harta bersama harus senantiasa berlaku. Harta bersama haruslah
menjadi lembaga yang telah lama berkembang dan senantiasa berlaku dalam
kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang merupakan
lembaga yang penerapannya hampir berlaku di seluruh Indonesia. Tidak hanya
pada zaman yang lalu, akan tetap ditaati dan terpelihara penerapannnya hingga
saat ini. Ketiga, harta bersama merupakan adat yang sifatnya berlaku umum. Hal
ini dapat dilihat dari penerapan harta bersama yang berlaku hampir menyeluruh
dan menjadi suatu kebiasaan di Indonesia, sekalipun dalam penyebutannya di
setiap adat mempunyai penyebutan yang berbeda.
Pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam tidak semata-mata
bersumber dari kebutuhan yang diakibatkan dinamika sosial, budaya, ilmu
teknologi. Tetapi pertumbuhan dan pengembangannya dapat didukung melalui
pendekatan kompromistis dengan adat setempat. Yang paling penting untuk
diperhatikan dalam pendekatan kompromists antara Hukum Islam dengan hukum
adat adalah hukum yang lahir dari kompromistis itu berada dalam kerangka
maslahat mursalah. Dengan demikian, ketentuan hukum adat ini sudah selayaknya
diambil berdasarkan ‘urf sebagai landasan dalam Hukum Islam yang akan
diterapkan di Indoensia.86
Al-Quran dan hadis tidak memberikan ketentuan yang jelas bahwa harta
benda yang diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya
86
Wawancara Pribadi KH. Mahbub, Mui Kecamatan Tarumajaya Kab. Bekasi 15 Agustus
2019 Pukul 12: 00 Wib
44
menjadi hak suami. Al-Qur’an juga tidak menerangkan secara jelas bahwa harta
yang diperoleh suami dalam perkawinan, maka secara tidak langsung istri juga
berhak terhadap harta tersebut. Atas dasar itulah, maka bisa dikatakan bahwa
masalah harta bersama ini tidak secara jelas disinggung dalam rujukan Hukum
Islam, baik itu berdasarkan maupun hadis. Masalah harta bersama merupakan
wilayah keduniawian yang belum tersentuh Hukum Islam klasik. Hukum Islam
Kontemporer tentang masalah ini diteropong melalui pendekataan ijtihad, yaitu
bahwa harta benda yang diperoleh oleh suami istri secara bersama-sama selama
masa perkawinan merupakan harta bersama.87
Harta gono-gini dapat disamakan atau digolongkan ke dalam harta syirkah,
yaitu harta yang terkumpul selama menikah harus dibagi secara proposional jika
terjadi perceraian.Harta gono-gini dapat di-qiyas-kan dengan syirkah karena
dipahami istri juga dihitung sebagai pasangan (kongsi) yang berkerja, meskipun
tidak ikut berkerja dalam pengertian yang sesungguhnya. Maksudnya, istri yang
berkerja dalam pengertian mengurus rumah tangga,seperti memasak, mencuci
pakaian, mengasuh anak, membereskan rumah tangga, dan pekerjaan domestik
lainnya, juga dianggap sebagai aktivitas kerja yang penannya tidak bisa dipandang
sebelah mata dan harta gono- gini yang didefinisikan sebagai harta yang
dihasilkan oleh pasangan suami istri selama perkawinan berlangsung, maka harta
gono-gini dapat kategorikan sebagai syirkah mufawadhah atau juga syirkah
abdan.
Bahwa persatuan atau percampuran harta kekayaan tambahan karena
adanya usaha bersama antara mereka berdua. Logikanya, jika terjadi pemutusan
hubungan (perceraian) di antara mereka, maka persatuan harta kekayaan (gono-
gini) itu harus dibagi dua. Pembagiannya bisa ditentukan atas dasar mana pihak
yang lebih banyak berinvestasi dadlam kerja sama itu, apakah suami/istri. Atau
juga dapat dibagi secara merata, yaitu masing-masing pihak mendapatkan
separuh. Pada dasarnya para Ulama tidak menentukan secara pasti tentang
87
Wawancara Pribadi Ust. Sobur Mui Kecamatan Tarumajaya Kab. Bekasi 23 Agustus
2019 Pukul 10 : 00 Wib
45
pembagian harta (benda) syirkah antara dua orang yang berserikat ketika
perserikatan itu bubar, begitu juga dalam syirkah abdan.
Bahwa di antara tiga sytem hukum yang berlaku di Indonesia, dalam hal
harta bersama suami-istri, hikum Islam yang paling sederhana pengaturannya,
tidak rumit dan mudah dipraktekkan. Hukum Islam tidak mengenal adanya
percampuran harta milik suami dengan harta milik istri, masing-masing pihak
beban mengatur harta miliknya masing-masing, dan tidak diperkenalkan adanya
campur tangan salah satu pihak dalam pengaturannya. Ikut campur nya salah satu
pihak dalam pengaturannya. Ikut campurnya salah satu pihak hanya bersifat
nasihat saja, bukan penentu dalam pengelolaan harta milik pribadi suami atau istri
tersebut.88
Perjanjian itu dapat berupa penggabungan harta milik pribadi masing-
masing menjadi bersama, dapat pula ditetapkan tentang penggabungan hasil harta
milik pribadi masing-masing suami istri dan dapat pula ditetapkan tidak adanya
penggabungan harta milik pribadi masing-masing harta bersama suami-istri Jika
dibuat perjanjian sebelum pernikahan dilaksasnakan, maka perjanjian itu adalah
sah dan harus dilaksanakan.Pembagian harta gono-gini tergantung pada
persetujuan suami dan istri. Kesepakatan ini dalam Al Qur’an disebut dengan
istilah” Ash-Shulhu” yaitu perjanjian untuk melakukan perdamaian antara kedua
belah pihak (suami istri) setelah berselisih.
Begitu juga dalam pembagian harta gono-gini, salah satu dari kedua belah
pihak atau kedua-keduanya terkadang harus merelakan sebagian hak-nya demi
untuk mencapai kesepakatan. Suami yang sama-sama berkerja dan membeli
barang-barang rumah tangga dan membeli barang-barang rumah tangga dengan
uang mereka berdua, kesepakatan ini berlaku jika masing-masing dari suami
memang memiliki andil di dalam pengadaan barang yang telah menjadi milik
berssama, biasannya ini terjadi jika suami dan sitri sama-sama berkerja.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa harta bersama merupakan bentuk
88
Wawancara dengan Drs. Tajudin, M.pd, MUI Kecamatan Tarumajaya pada tanggal 25
Januari 2020 Pukul 13.00 Wib
46
syirkah karena pengertian bentuk kerjasama atau perkongsian antara suami dan
istri, hanya saja bukan dalam bentuk syirkah pada umumnya yang bersifat bisnis
atau kerjasama dalam kegiatan usaha, syirkah dalam harta bersama merupakan
bentuk kerja sama antara suami dan istri untuk membangun sebuah keluarga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah tersebut di dalamnya harta bersama dalam
perkawinan.89
D. Tinjauan Hukum Islam pada Perceraian dan Pembagian Harta Bersama Di
Desa Pahlawan Setia
Pada kenyataannya peristiwa perceraian yang terjadi di Desa Pahlawan
Setia di luar pengadilan dikarnakan lebih percaya kepada hukum atau
ketentuan agama dari pada hukum positif. Dan masyarakat menilai bahwa
perceraian di luar pengadilan lebih mudah hanya melalui ustaz, tidak perlu
melakukan sidang di Pengadilan Agama, hanya dengan membuat surat ke
kantor kelurahan bahwa dia sudah bercerai.
Berdasarkan dasar hukum, Pasal 114 KHI, putusnya perkawinan yang
disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan
gugatan perceraian. Pasal 115 KHI, perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang pengadilan Agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha
dan tidak bisa berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
ق عصيىا وإ ٱنطه فئ يع عهيى ٱلل ت ٢٢٢س طهق وٱن بأفسه يتسبص
يا خهق ت أ يك ول يحم نه ثة قسوء ثه ٱلل ي يؤ إ ك حايه في أز
ب و و ٱلل يى خس ٱن أحق بسد ٱل أز وبعىنته نك إ في ذ ادوا ه حا ونه ه إص
م ب ٱنرييث ه سوف عهي ع و ٱن
دزجة ه جال عهي ونهس عصيص حكيى ٱلل
٢٢٢
89 Wawancara dengan Ust. Marwan Kurtubis MUI Kecamatan Tarumajaya pada tanggal
25 Januari 2020 Pukul 14.00 Wib
47
Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh,
Allah Maha mendengar, Maha mengetahui (Al-Baqarah ayat 227)
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’ Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak seimbang
dengan dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.Akan tetapi para
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah ayat 228)
(At Thalaq ayat 7)
سعته نيفق قه ۦ ذو سعة ي ه زش ه ۥوي قدز عهي ا ءاتى يفق ي فه ل ٱلل
يكهف سا إل يا ٱلل ف عم ها سيج ءاتى سا ٱلل س يس د عس بع
Hendaklah orang yang mempu memberi nafkah menurut kemampuanya.
Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta
yang diberikan Allah kepadanya.Allah seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah Kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan (at Thalaq ayat 7)
Melihat dari ayat Al-Qur’an di atas, bahwa kejadian yang dilakukan di
Desa Pahlawan setia, setelah terjadinya perceraian suami mengabaikan
tanggung jawab sampai dengan masa iddah, bahwa suami beranggapan suami
sudah tidak ada hubungan suami istri maka suami tidak menafkahi lagi, setelah
terjadi perceraian dibagikan harta bersama secara kesepakatan dan dihadiri
oleh ustaz.
Menurut penulis bahwa suami hendaklah memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, suami rezekinya akan
bertambah dan dimudahkan Allah dari segala urusan dunia.
Menurut penulis, hendaknya suami jangan berbuat kikir kepada istri dari
segala kebutuhan rumah tangga dan juga anak, karena di dalam rezeki di dalam
48
rumah tangga bisa mengalir dari doa istri setiap berangkat kerja agar suami
selamat dalam berkerja dan mendapatkan rejeki yang banyak.
Pasal 88 KHI, perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka
penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.
Melihat dari pasal di atas, bahwa pernikahan dibawah tangan tidak dapat di
selesaikan pem bagian harta bersama melalui pengadilan agama. karena
pernikahan dibawah tangan sah secara agama namun tidak tidak sah secara
Negara.
Menurut penulis, pembagian harta bersama secara musyawarah dengan
keluarga dan di hadiri ulama setempat inilah yang harus dilakukan dalam
pernikahan dibawah tangan. Saran penulis, bagi masyarakat yang ingin
mendapatkan hak harta bersama dengan adil dan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku, maka diharuskan melaksanakan pernikahan sah secara
agama dan sah secara Negara.
Pasal 89, menyatakan bahwa suami bertanggung jawab menjaga harta
bersama, harta istri maupun hartanya sendiri,
Melihat dari pasal di atas, setelah terjadinya pernikahan mempunyai harta
bersama, bahwa suami kurang adanya kesadaran, yang terjadi di Desa
Pahlawan Setia. Suami dan istri menghamburkan uang ketika sudah menerima
pembagian harta bersama, untuk keperluan pribadi dan membeli barang yang
seharusnya tidak perlu dibeli, dikarnakan kehidupan semakin modern apapun
dibeli untuk keperluan hidup.
Menurut penulis, terkait harta bersama suami menjaga dan mengeluarkan
hal yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari dikarnakan kebutuhan pokok
mulai mahal, istri juga ketika suami memberikan harta itu sesuai dengan
kebutuhan saja. Saran penulis, pasangan suami istri seharusnya mempunyai
tabungan untuk kehidupan setelah terjadinya perceraian agar nantinya tidak
49
menyusahkan keluarga sudah mandiri, dalam menghadapi hidup yang penuh
yang keinginan itu perlu dengan uang.
Pasal 90, menyatakan bahwa istri turut bertanggung jawab menjaga harta
bersama, maupun harta suami yang ada padanya.
Melihat dari pasal KHI. Istri selama perkawinan berlangsung harus melihat
kebutuhan apa yang harus dibelikan, dan Masyarakat Desa Pahlawan Setia istri
kurang adanya kesadaran untuk menjaga harta bersama, suami sudah
memberikan harta kepada istri. Dan istri menghamburkan dikarnakan faktor
lingkungan yang menjadi beban, karena masih ikut-ikutan ketika tetangga
membeli sesuatu maka istri membeli barang tersebut.
Menurut penulis, terkait istri mempunyai andil dalam merencanakan
kebutuhan yang diperlukan dalam rumah tangga, dan istri harus menyimpan
harta yang telah diperoleh selama bekerja. Dan apabila suami memberikan
harta tersebut harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Saran penulis, kedua
pasangan itu setelah bercerai harta itu harus dijaga dengan sebaik-baiknya
untuk keperluan diri sendiri maupun anak yang sedang bersekolah sampai
dengan dia melanjut di perguruan tinggi, karena kebutuhannya sangat banyak.
Pasal 89, menyatakan bahwa suami bertanggung jawab menjaga harta
bersama, harta istri maupun hartanya sendiri.
Melihat dari pasal diatas, setelah terjadinya pernikahan mempunyai harta
bersama, bahwa suami kurang adanya kesadaran, yang terjadi di Desa
Pahlawan Setia. Suami dan istri menghamburkan uang ketika sudah menerima
pembagian harta bersama, untuk keperluan pribadi dan membeli barang yang
seharusnya tidak perlu dibeli, dikarnakan kehidupan semakin modern apapun
di beli untuk keperluan hidup.
50
E. Tinjauan Hukum Positif Terkait Perceraian dan Pembagian Harta
Bersama Di Desa Pahlawan Setia
1. Perceraian
Pasal 39 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang
memuat ketentuan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan
Pengadilan Agama, sebagai pengadilan yang turut mendamaikan kedua
belah pihak.
Melihat dari Undang-Undang perceraian di atas, di Desa Pahlawan
Setia terdapat kurangnya pemahaman, dan kesadaran masyarakat terhadap
perceraian di Pengadilan. Karena dari hasil penelitian data dan wawancara
perceraian di luar Pengadilan di Desa Pahlawan Setia, tidak diakui oleh
Negara secara administrasi, dan yang menceraikan itu adalah ustaz.
Hal ini mestinya diperhatikan oleh masyarakat di Desa Pahlawan Setia
perceraian tidak dilakukan di luar Pengadilan, karena perceraian di luar
Pengadilan sah secara agama akan tetapi secara administrasi hukum negara
tidak diakui.
Pasal 35 berbunyi: Pertama, Harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadikan harta bersama. yang kedua, Harta bersama dari
masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-
masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-
masing si penerima para pihak tidak menentukan lain. 90
Dengan terjadinya pernikahan menyebabkan bercampurnya harta
bersama yaitu menjadi harta bersama, pada faktanya di Desa Pahlawan Setia
harus membuat perjanjian perkawinan diantaranya, ketentuan pembagian
harta bersama jika terjadi perceraian. Bahwa pembagian harta bersama di
Desa Pahlawan Setia dengan cara kesepakatan bersama dan dihadiri oleh
ustaz dan kelurga.
Melihat dari ketentuan Undang-undang bahwa pembagian harta
bersama di Desa Pahlawan Setia terdapat kurangnya pemahaman, kesadaran
90
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab VII Pasal 35 ayat (1).
51
masyarakat terhadap ketentuan pembagian harta bersama yang diatur dalam
hukum positif.
Menurut penulis hal ini mestinya diperhatikan oleh masyarakat di
Desa Pahlawan Setia perceraian tidak dilakukan di luar pengadilan, karena
perceraian di luar pengadilan sah secara agama akan tetapi tidak memiliki
kekuatan hukum, dan berdampak kepada anak yang menjadi korban setelah
perceraian.
Pasal 37 Undang-undang Perkawinan bila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Melihat dari pasal di atas, perceraian yang terjadi di Desa Pahlawan
Setia dilakukan oleh ustaz. Dan akibat perceraian salah satunya adalah
terkait harta bersama selama perkawinan, pembagian harta bersama di Desa
Pahlawan Setia dilakukan dengan cara musyawarah dan kesepakatan
bersama kedua belah pihak dihadiri dan di bimbing oleh ustaz.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan pemaparan yang terdapat pada
beberapa bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan sebagai
berikut, diantaranya:
1. Pembagian harta bersama, di Desa Pahlawan Setia oleh masyarakat
berdasarkan kesepakatan bersama dan dihadiri oleh keluarga dan ustaz.
Dalam hal ini masyarakat hanya menggunakan hukum agama dengan
berdasaarkan kesepakatan bersama atau suka rela.
2. Menurut Cabang MUI Kecamatan Tarumajaya bahwa harta bersama
dalam hukum Islam tidak terlepas dari pembahasan tentang konsep
syirkah dalam perkawinan. Banyak Ulama yang berpendapat bahwa harta
bersama termasuk dalam konsep syirkah. Mengingat konsep tentang harta
bersama tidak ditemukan dalam rujukan teks Al-Qur’an dan Hadis, maka
sesungguhnya kita dapat melakukan qiyas (Perbandingan) dengan konsep
fiqih yang sudah ada, yaitu tentang syirkah itu sendiri. Jadi, tidak bisa
dikatakan bahwa berhubung masalah harta brsama tidak disebutkan
dalam Al-Qur’an, maka pembahasan harta bersama menjadi mengada-
ada. karena masalah pencaharian bersama suami istri adalah termasuk
perkongsian, maka untuk mengetahui hukumnya perlu dibahas terlebih
dahulu tentang tentang macam-macam perkongsian sebagaimana
53
yang telah dibahas oleh para Ahli Fiqih dalam kitab-kitab mereka. Pada
dasarnya dalam Hukum Islam tidak mengenal adanya percampuran harta
pribadi ke dalam bentuk harta bersama tetapi dianjurkan adanya saling
pengertian antara suami istri dalam mengelola harta pribadi tersebut,
jangan sampai pengelolaan ini mengakibatkan rusaknya hubungan yang
mengakibatkan perceraian.
3. Perceraian yang terjadi di Desa Pahlawan Setia dilakukan dengan cara
menghadiri ustaz dan meminta nasehat, yang memutuskan bahwa dia
sudah resmi bercerai sedangkan menurut Pasal 115 KHI, perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan Agama setelah
pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak bisa berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Pembagian yang dilakukan oleh
masyarakat berdasarkan kesepakatan bersama dan dihadiri oleh keluarga
dan ustaz. Dalam hal ini masyarakat masih melakukan aturan yang
bersumber dari fikih, yang terpenting adalah kesepakatan
bersama.sedangkan menurut Pasal 97 KHI disebutkan janda atau duda
cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang
tidak ditemukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Perceraian yang dilakukan oleh masyarakat diluar pengadilan dengan
dihadiri oleh ustaz. Sebagai yang mengarahkan dan memutuskan bahwa
dia sudah bercerai. Dan membuat surat keterangan bercerai di Desa
Pahlawan Setia. Sedangkan Pasal 39 Undang-undang Perkawinan Nomor
1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan imperative bahwa perceraian
hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan Agama, sebagai pengadilan
yang turut mendamaikan kedua belah pihak.
Pembagian harta bersama yang terjadi di Desa Pahlawan Setia dengan
dilakukan dengan cara mengundang ustadz untuk membagikan hartanya.
Sedangkan menurut hukum perdata pada Pasal 126 bahwa perceraian
duda atau janda pembagaiannya ½.
54
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang sudah tertulis dalam skripsi ini, penulis
ingin menyampaikan beberapa saran sebagai penutup yakni:
1. Diharapkan kepada alim ulama/tokoh agama dan masyarakat untuk
memahami tentang pembagian harta bersama menurut Undang-
Undang yeng berlaku di Indonesia. Khususnya di Desa Pahlawan
Setia, ini untuk menyampaikan dan memberi ilmu agama dengan
sebaik-baiknya kepada masyarakat awam khususnya ilmu tentang
pembagian harta bersama agar masyarakat dapat memahami
pembagian harta bersama menurut Undang-undang dan Kompilasi
Hukum Islam. Oleh karena itu proses adanya pembinaan hukum dan
sosialisasi penyuluhan hukum sangatlah diperlukan bagi masyarakat
untuk meminimalisir terjadinya perceraian diluar Pengadilan dan
diharapkan dapat memperbaiki kesadaran hukum serta persepsi
masyarakat terhadap perceraian yang harusnnya dilakukan di depan
pengadilan, khusunya masyarakat Desa Pahlawan Setia.
2. Diharapkan kepada seluruh lapisan masyarakat Desa Pahlawan Setia
ini untuk lebih mendalami ilmu tentang pembagian harta bersama
menurut Undang-undang dan kompilasi hukum Islam.
3. Untuk menjaga dan tidak menimbulkan permasalahan dalam keluarga
diharapkan kepada seluruh warga negara republik Indonesia agar
melaksanakan pernikahan sah secara agama dan sah secara negara
sesuai dengan aturan Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974.
55
DAFTAR PUSTKA
A. Buku
Al-Qur’an dan Terjemahnya Depag RI, Tim Penerjemah, Khadim al-Haramayn,
Makkah al-Mukarommah, 1990.
Al-Jaziri Abdurrahman, Al-Fiqhu ‘alal Mazhabib al-Arba’ah, Mesir, Maktabah
at-Tijariyah al-Kubra, 1969.
As-Sadlan Ghanim, bin Sholeh, Qawaid al- Fiqhiyyah al-Kubra wa maa
tafarra’u’anha, (Riyadh: Dar al-Valesia linnasasyar wa at-Tazwij, 1417 H.
Anshori Abdul Ghofur, Peradilan Agama Di Indonesia Pasca Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 Sejarah, Kedudukan, Dan Kewenangan, Yogjakarta:
UII Press, 2007.
Azhar Basyair Ahmad, M.A, Hukum Perkawinan Islam, Yogjakarta: UII Press,
2000.
Arto Mukti, Praktek Perkara Perdata, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Abdulla Boedi, Perkawinan dan Perceraian Keluarga Muslim, CV Pustaka Setia,
Bandung, 2013.
Ali Zainudin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: PT Sinar Grafika,
2007.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia Jakarta, Akedemika
Presindo, 2004.
Abdillah Abi Ibnu Majah Al-Qozwaini Sunan Ibnu Majah, Riyadh Darussalama,
1420 hadits ke 2353
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat. Jakarta: Cahaya Qur’an, 2011.
Abu Daud, Sunan Abi Dawud, Baerut-Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996.
Aziz Muhammad Azzam Abdul, Fiqih Munakahat, Jakarta: Amzah, 2014.
Badr al-Din Muhammad bin Abdillah al Zarkasyi, al-Burhan fi “Ulum Al-Qur’an
(Mesir: Dar al-al-Ihya al-Kutub al-Arabiyat)
56
Bakar Abu Jabir Al Jabir Al-Jazairi, Minhajul Muslim, Jakarta: Darul Haq 2006.
Beni M.Kurniawan, Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Besaran Kontribusi Suami
Istri Dalam Perkawinan, Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018.
Djubaidah Neng, Pencatatan perkawinan dan Perkawinan tidak Dicatat Menurut
Hukum Tertulis Indonesia di Indonesia dan Hukum Islam, Cet Ke-1,
Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Departemen Dalam Negeri, Bahan Ajar Pencatatan Perkawinan dan Perceraian
Dalam Kerangka Sistem Adminitrasi Kependudukan, Jakarta: Pusdiklat dan
Pembangunan Depdagri 2006.
Dahlan Aziz Abdul, Eksiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997.
Frofil Desa Pahlawan Setia Kecamatan Tarumajaya 2018
Ghani Abdul, Perkawinan Di Bawah Tangan” Mim Hukum No. 23 Tahun Vi
1995
Hadikusuma Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar
Maju, 1992.
Hadi Kusuma Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Perundang-
undangan Hukum Adat dan Hukum Agama, Bandung Mandar Maju, 2007.
Harahap, M. Yahya., Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama,
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Hamid Zahri, Pokok-Pokok Hukum Islam Dan UU Perkawinan Islam, Yogjakarta:
Bina Cipta, 1976.
Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan, Undang-undang No.1
Tahun 1974.
Johan dan Sri Warijati Bahder, Hukum Perdata Islam, Bandung:Mandar Maju,
1997.
Kusuma Hilman Hadi, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Perundang-
undangan Hukum Adat dan Hukum Agama, Bandung Mandar Maju, 2007.
Kamil Syaikh Muhammad, ‘Uwaidah, Al-Jami’Fi Fiqhi an-Nisa Terjemahan
Abdul Ghofar, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, Cetakan Ke-26, 2008.
57
Kami Al-Hayati Ra’d, Memecahkan Perselisihan Keluarga Menurut Al-Qur’an
dan Sunnah Yogjakarta: Mitra Pustaka, 2004.
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Manan Abdul dan M. Fauzan, Pokok-Pokok Harta Bersama Wewenang Peradilan
Agama, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Manan Abdul, Pokok-Pokok hukum Perdata wewenang Peradilan Agama, PT
Raja Grafindo Persada 2002.
Manan Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indoensia, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006.
Manan Abdul, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta Rajawali Pers, 2013.
Muhammad Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti:
Bandung, 2010.
Muthia Aulia, Hukum Islam Dinamika Perkembangan Seputar Hukum
Perkawinan dan Hukum Kewarisan, Pustaka Baru Press, Wonosari 2017.
Mardani, Hukum Kekelurga Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2017.
M. Dlori Muhammad, Dicintai Sjuami (Istri) Sampai Mati, Yogjakarta, Kata Hati,
2005.
Nasution Johan Bahder dan Warjiati Sri, Hukum Perdata Islam, Surabaya: Mandar
maju, 1997.
Meliala Djaja S., Perkembangan Hukum Perdata tentang Orang dan Hukum
Keluarga, Bandung: Nuansa aulia 2006.
Muhammad, Hukum Perceraian Cet 2, Sinar Grafika: Jakarta, 2014.
Rofiq Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Pt. Raja Grafindo persada Ed
1 Cet ke-6 2003.
Ramulyo Idris Mohd., Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Rajid Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994,
Perkawinan, Jakarta, Prenada Media, 2006.
Rusyd al-Qurtubi Ibn, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Mesir:
Maktabah Musthofa al-Baaby al-Halby), 1960.
58
Soekanto Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1980.
Soemiyati, Hukum Perkawinan dan Undang-Undang Perkawinan, Yogjakarta
Liberty, 1999.
Syaripudin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqih dan
Munakahat dan UU Soimin Soerdharyo, Hukum Orang dan Keluarga
Pesfektif Hukum Perdata Barat/ BW Hukum Islam, dan Hukum Adat, Edisi
Revisi, ( Jakarta Sinar Garfika)
Salman Otje dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, Bandung, Pt Refika
Aditama, 2010.
Saleh Wantjik K, Hukum Perkawianan Indonesia, Jakarta 1976, Ghalia Indonesia
Cet. Ke IV,
Susanto Happy, Pembagian Harta Gono-gini Saat Terjadi Perceraian, Jakarta:
Transmedia Pustaka, 2008.
Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid 3, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006.
Sayyid Fiqih Sunnah, Jilid 3, Terjemahan Ahamad Zulfikar dan Muhammad
Khoyrurrijal, Jawa Barat: Keira, 2015.
Sabiq Sayyid, Fiqh sunah, Bairut Lebanon, Darul Fikr, Cet ke 2, 1998.
Subekti Trusto, Hukum Keluarga dan Perkawinan Bahan Pembelajaran Fakultas
Hukum Unsoed, Purwekerto, 2005.
Muhammad, Putusnya Perkawinan Kedudukan Anak di Luar Perkawinan Jakarta:
Bp-4 Pusat, 1974.
Sukris A. Sarmadi, Format Hukum Perkawinan Dalam Hukum Perdata Islam di
Indonesia, Pustaka Prisma, Yogjakarta, 2008.
Slamet Tinton Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, Bandung:PT Alumni,
2009.
Sukandarrumidi, Metode Penlitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemuda,
Yogjakarta: Gadjah Mada University press,2002.
Thalib Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia
UI-Press, 1986.
59
Raharjo Sajipto, Ilmu Hukum, Bandung PT.Citra Aditya Bakti, 2000.
Tim Penyusun Kampus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Cet.IX, Jakarta; Balai Pustaka, 1997.
B. Undang-Undang
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab VII Pasal 37 ayat (1)
Pasal 39, Undang-undang No.1 Tahun 1974 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, KHI
Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 96-97
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab VII Pasal 35 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bab VI Pasal 199
C. Wawancara
Wawancara dengan KH. Jamaludin (MUI Tarumajaya Kab. Bekasi)
Wawancara dengan Ust. Sulaiman (MUI Tarumajaya Kab. Bekasi)
Wawanacara dengan Ust. Didi Mursidi (MUI Tarumajaya Kab. Bekasi)
Wawancara dengan KH. Mahbub (MUI Tarumajaya Kab. Bekasi)
Wawancara dengan Ust. Sobur (MUI Tarumajaya Kab. Bekasi dan Amil Desa
Pahlawan Setia)
Wawancara dengan Drs. Tajudin Abdullah (MUI Tarumajaya Kab. Bekasi)
Wawancara dengan Ust. Marwan Kurtubis (MUI Tarumajaya Kab. Bekasi
Wawancara dengan H. Zainal Abidin (Kepala Desa Pahlawan Setia)
Wawancara dengan Ust. Khoir (Amil Desa Pahlawan Setia)
D. Wawancara Kepada Masyarakat Desa Pahlawan Setia
Wawancara dengan Rini pada tanggal 10 September 2019
Wawancara dengan H. Roup pada tanggal 14 September 2019
Wawancara dengan Ibu Romanih pada tanggal 17 September 2019
Wawancara dengan Taris pitri pada tanggal 19 September 2019
Wawancara dengan Nurhalimah pada tanggal 20 September 2019
Wawancara dengan Nurhayati pada tanggal 22 Septemeber 2019
60
Wawancara dengan bapak Rokib pada tanggal 27 September 2019
Wawancara dengan Ibu Rofikoh pada tanggal 10 Oktober 2019
Wawancara dengan Putri pada tanggal 11 Oktober 2019
Wawancara dengan Ibu Hj. Saroh pada tanggal 10 Oktober 2019
Wawancara dengan Riski pada tanggal 15 Oktober 2019
Wawancara dengan ibu Saroh pada tanggal 17 Oktober 2019
Wawancara dengan ibu Eva pada tanggal 18 Oktober 2019
Wawancara dengan Ibu Tasya pada tanggal 19 Oktober 2019
Wawancara dengan Irma pada tanggal 20 September Oktober 2019
Wawancara dengan Basit pada tanggal 19 Septemeber 2019
Wawancara dengan Jakoh pada tanggal 1 Agustus 2019
Wawancara dengan Sari pada pada tanggal 4 Agustus 2019
Wawancara dengan Bapak H. Nasir Tanggal 18 Agustus 2019
Wawancara dengan Nemit pada tanggal 10 Oktober 2019
61
Lampiran I
1. Format Tabel
2. Surat Permohonan Wawancara
3. Surat Pernyataan Wawancara
4. Dokumentasi Wawancara
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Drs. Tajudin Abdullah M.pd
Jabatan : Anggota Bidang Fatwa, MUI Kecamatan Tarumajaya, Bekasi
Alamat : Kp, Bali Desa Pantai Makmur Kecamatan Tarumajaya, Bekasi
Dengan ini saya memberikan pernyataan bahwasanya saya telah di wawancarai sebagai Narasumber untuk
memenuhi atau melengkapi data yang dibutuhkan oleh penulis, Saya telah memberikan jawaban-jawaban
yang telah sesuai apa yang telah di butuhkan seperti yang saya alami dan diketahui, Kepada
Nama : Ahmad Faletehan
Nim : 11150440000080
Program Study : Hukum Keluarga
Fakultas : Syariah dan Hukum
Wawancara di Lakukan pada
Hari/ Tanggal : Sabtu, 25 Januari 2020
Pukul : 13: 00 Wib
Tempat : Di Rumah
Demikian surat pernyataan ini, sebagai bukti yang bersangkutan telah mewawancarai saya
Dikeluarkan di: Tarumajaya
Pada Tanggal 24 Januari 2020
Drs. Tajudin Abdullah, M.pd
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Ustaz. Marwan Kurtubis
Jabatan : Anggota, Bidang Fatwa MUI Tarumajaya
Alamat : Kp.Bojong, Desa Pantai Makmur, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi
Dengan ini saya memberikan pernyataan bahwasanya saya telah di wawancarai sebagai Narasumber untuk
memenuhi atau melengkapi data yang dibutuhkan oleh penulis, Saya telah memberikan jawaban-jawaban
yang telah sesuai apa yang telah di butuhkan seperti yang saya alami dan diketahui, Kepada
Nama : Ahmad Faletehan
Nim : 11150440000080
Program Study : Hukum Keluarga
Fakultas : Syariah dan Hukum
Wawancara di Lakukan pada
Hari/ Tanggal : Sabtu, 25 Januari, 2020
Pukul : 14.00 Wib
Tempat : Rumah
Demikian surat pernyataan ini, sebagai bukti yang bersangkutan telah mewawancarai saya
Dikeluarkan di: Tarumajaya
Pada Tanggal 24 Januari 2020
Ustaz. Marwan Kurtubis
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Nemit
Jabatan : Wiraswasta
Alamat : Kp. Tambun Sungai Angke Desa Pahlawan Setia
Dengan ini saya memberikan pernyataan bahwasanya saya telah di wawancarai sebagai
narasumber untuk memenuhi atau melengkapi data yang di butuhkan oleh penulis, saya telah
memberikan jawaban sesuai apa yang telah di butuhkan seperti yang saya alami dan diketahui
Nama : Ahmad Faletehan
NIM : 11150440000080
Program Study : Hukum Keluarga
Wawancara di lakukan pada
Hari/ Tanggal : 1 Agustus 2019
Pukul : 11 : 00 Wib
Tempat : Lapangan Bulu Tangkis
Demikian surat pernyataan ini, sebagai bukti yang bersangkutan telah mewawancara
Dikeluarkan di Desa Pahlawan Setia
Pada Tanggal 31 Juli 2019
Nemit
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Riski
Jabatan : Wiraswasta
Alamat : Kp. Tambun Semer, Desa Pahlawan Setia
Dengan ini saya memberikan pernyataan bahwasanya saya telah di wawancarai sebagai
narasumber untuk memenuhi atau melengkapi data yang di butuhkan oleh penulis, saya telah
memberikan jawaban sesuai apa yang telah di butuhkan seperti yang saya alami dan diketahui
Nama : Ahmad Faletehan
NIM : 11150440000080
Program Study : Hukum Keluarga
Wawancara di lakukan pada
Hari/ Tanggal : 15 Oktober 2015
Tempat : Rumah Ida
Demikian surat pernyataan ini, sebagai bukti yang bersangkutan telah mewawancara
Dikeluarkan di Desa Pahlawan Setia
Pada Tanggal 14 Oktober 2019
Riski
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama Ibu?
Narasumber : Jakoh
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian dilakukan secara hukum Islam
dan kekeluargaan dengan dihadiri oleh seorang ustaz dan sebagaian
tetangga.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : peralatan rumah tangga, dan uang sebesar
5.000.000 tanah 50 m2.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan uang sebesar 5.000.000 dan
tanah 20 m2
sedangkan suami mendapatkan tanah 50 m2.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta dilakukan di rumah dengan
dibimbing oleh seorang ustaz dan diahdiri oleh keluarga kedua belah
pihak.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama Ibu?
Narasumber : Sari
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian dilakukan secara hukum Islam
dan kekeluargaan dengan dihadiri oleh seorang ustaz dan sebagaian
tetangga.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : peralatan rumah tangga, dan tanah 50 m2.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Motor dan peralatan rumah tangga.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta dilakukan di rumah dengan
dibimbing oleh seorang ustaz dan diahdiri oleh keluarga kedua belah
pihak.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Rini
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian dilakukan secara hukum Islam
dan kekeluargaan dengan dihadiri oleh seorang ustaz dan sebagian
tetangga.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya
Narasumber : Peralatan rumah tangga dan tanah 50 m2.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan peralatan rumah tangga, dan
suami mendapatkan tanah seluas 50 m2.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta dilakukan di rumah dengan jalan
musyawarah dengan bimbing oleh ustaz.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : H. Nasir
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian dilakukan secara hukum Islam
dan kekeluargaan dengan dihadiri oleh seorang ustaz dan sebagaian
tetangga.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Berupa motor, dan peralatan rumah tangga.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan peralatan rumah tangga, dan
suami mendapatkan motor.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta dilakukan di rumah dengan jalan
musyawarah dengan bimbing oleh ustaz dianggap memiliki pengetahuan
tentang hukum Islam khususnya dalam perkawinan,
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : H.Rouf
2. Penulis : Bagaimana Mekanisme Perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian dimbing oleh ustaz yang
mengerti hukum Islam.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Motor, dan rumah.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Harta di bagikan setelah seminggu bercerai. Istri
mendapatkan peralatan rumah tangga dan suami mendapatkan tanah seluas
50 m2.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta dilakukan di rumah dan
dibimbing oleh seorang ustaz.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Ibu Romanih
2. Penulis : Bagaimana Mekanisme Perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraiannya dengan didamping oleh
ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Tanah 100 m2, rumah dan dvd.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Pembagian harta dilakukan setelah terjadinya
perceraian selama 2 hari. Istri mendapatkan tanah 50 m2 dan dvd, suami
mendapatkan tanah 50 m2.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta bersama dilakukan di rumah di
hadiri oleh ustaz yang mengetahui hukum Islam.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : Taris Pitri
2. Penulis : Bagaimana Mekanisme Perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Percerainya dengan dibimbing oleh ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Peralatan rumah tangga dan motor.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Berdasarkan musyawarah, istri memilih peralatan
rumah tangga dan suami memilih sepeda motor.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian tersebut dilakukan di rumah
melibatkan ustaz yang mengetahui hukum Islam khsusnya dalam bidang
perkawinan.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama Ibu?
Narasumber : Nurhalimah
2. Penulis : Bagaimana Mekanisme Perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian melibatkan ustaz yang
mengetahui hukum Islam dan dihadiri pejabat setempat.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Mobil, motor dan rumah.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan rumah dan motor sedangkan
suami mobil.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Proses pembagiannya dilakukan di rumah ustaz
dan dibimbing ustaz yang dianggap memiliki pengetahuan tentang hukum
Islam.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama Ibu?
Narasumber : Nurhayati
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian tersebut dengan dibimbing oleh
seorang ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Sawah,rumah dan tanah 50m2.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan tanah 50m2 dan suami
mendapatkan sawah dan rumah.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Harta bersama di bagikan di rumah bersama
keluarga dan melibatkan ustaz yang mengetahui hukum Islam.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : Rokib
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian tersebut dengan dibimbing oleh
seorang ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Peralatan rumah tangga dan motor
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan peralatan rumah tangga dan
suami mendapatkan motor.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta bersama dibagikan di rumah dan
dibimbing oleh seorang ustaz yang mengetahui hukum Islam khususnya
dalam bidang perkawinan.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Rofikoh
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Suami menceraikannya secara kekeluargaan
dengan dibimbing oleh seorang ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Motor dan peralatan rumah tangga
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan peralatan rumah tangga dan
suami mendapatkan motor atas kesepakatan bersama.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Harta bersama dibagikan di rumah Seorang ustaz
yang membimbing dan mengetahui hukum Islam, dalam pembagian harta
bersama.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Putri
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Perceraiannya secara agama Islam dan
kekeluargaan.Proses perceraian dibimbing oleh seorang ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Mobil Avanza, motor dan rumah
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama
Narasumber : Suami mendapatkan mobil dan istri rumah, dan
motor atas dasar kesepakatan bersama.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta bersama dilakukan di rumah dan
melibatkan ustaz yang mengetahui hukum Islam.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Hj. Saroh
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Perceraian dihadiri oleh keluarga dari kedua belah
pihak dan dibimbing oleh seorang ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Rumah, sebidang tanah seluas 50 m2, dvd, dan
kulkas.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Suami mendapatkan tanah seluas 50 m2 dan istri
mendapatkan rumah, dvd dan kulkas dengan pertimbangan karena istri
mengurus anak mereka.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Proses pembagian harta bersama dilaksanakan di
rumah dan dihadiri keluarga dan ustaz yang mengetahui hukum Islam.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA
PAHLAWAN SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI
BAWAH TANGAN DAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Kasirah
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian berlangsung dengan dibimbing
oleh seorang ustaz dan dihadiri oleh tokoh masyarakat setempat.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Motor,dvd,rumah dan kebun.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan rumah dan dvd. Sedangkan
suami mendapatkan kebun.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : harta bersama dilaksanakan di rumah dengan
dihadiri seorang ustaz yang ditunjuk untuk membimbing pembagian harta
bersama tersebut.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA
PAHLAWAN SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI
BAWAH TANGAN DAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Saroh
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian berlangsung dengan dibimbing
oleh seorang ustaz.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Motor, rumah dan dvd.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan rumah dan dvd.Sedangakan
suami mendapatkan motor dan kulkas atas dasar kesepakatan bersama.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Proses Pembagiannya dilaksanakan di rumah
dengan dibimbing oleh ustaz dan di hadiri tetangga dan keluarga.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Eva
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : perceraian dilakukan secara Islam dan
kekeluargaan dengan dibimbing oleh seorang ustaz yang dihadiri oleh
keluarga dari kedua belah pihak.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Rumah,motor, dan uang sebanyak 20.000.000
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama
Narasumber : Istri mendapatkan rumah dan uang sebanyak
Rp.20.000.000 sedangkan suami mendapatkan motor ninja.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Harta bersama tersebut dibagikan di rumah secara
kekeluargaan dengan dibimbing oleh ustaz.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Tasya
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Istri meminta cerai kepada suami dan suami
menceraikannya dengan dibimbing seorang ustaz
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Motor, dan sebidang tanah seluas 30 m2.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan motor dan saumi mendapatkan
sebidang tanah seluas 30 m2.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagiannya dengan dilakukan di rumah dan
dibimbing oleh ustaz yang dianggap memiliki pengalaman tentang hukum
Islam.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Ibu Irma
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian dibimbing oleh ustaz dan
dihadiri keluarga.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber : Rumah, peralatan rumah tangga dan kebun.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan rumah, peralatan rumah tangga
dan suami mendapatkan kebun.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Proses pembagiannya dilakukan di rumah dan
dibimbing oleh seorang ustaz yang dianggap memiliki pengetahuan hukum
Islam.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : Basit
2. Penulis : Bagaimana mekanisme perceraian yang
dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian dibimbing ustaz dan dihadiri
pejabat setempat.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya?
Narasumber Tanah seluas 30 m2 dan uang 20 000.000 serta
sepeda motor.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri mendapatkan tanah seluas 20 m2 dan uang
sebesar Rp.20.000.000 sedangakan suami mendapatkan sepeda motor dan
tanah seluas 10 m2.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta bersama dilakukan di rumah dan
Mereka meminta bimbingan dari seorang ustaz dalam pembagian harta
bersama itu.
HASIL WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT DESA PAHLAWAN
SETIA YANG MELAKUKAN PERCERAIAN DI BAWAH TANGAN DAN
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
1. Penulis : Siapa nama ibu?
Narasumber : Nanda
2. Penulis Bagaimana mekanisme perceraian yang dilakukan?
Narasumber : Proses perceraian tersebut dengan dibimbing oleh
seorang ustaz dan dihadiri oleh keluarga dan keluarga.
3. Penulis : Bagaimana pembagian harta bersamanya
Narasumber : Peralatan rumah tangga,dvd,televisi,motor dan
rumah.
4. Penulis : Bagaimana cara pembagian harta bersama?
Narasumber : Istri memperoleh motor dan peralatan rumah
tangga, sedangkan suami mendapatkan rumah.
5. Penulis : Pembagian harta bersama, baginya di mana?
Narasumber : Pembagian harta bersama dilakukan di rumah
secara kekeluargaan dengan dibimbing oleh ustaz.
HASIL WAWANCARA DENGAN KEPALA DESA PAHLAWAN SETIA
1. Penulis : Nama bapak siapa?
Narasumber : H. Zainal Abidin
2. Penulis : Bagaimana menurut bapak asal mula sejarah
wilayah Desa Pahlawan Setia?
Narasumber : Tambun Sungai Angke Desa Pahlawan Setia, yang
merupakan bagian dari wilayah Bekasi, tidak lepas dari sebab tersebut.
Menurut Gerot, sebelum menyerbu ke kampungnya, pihak Belanda
terlebih dahulu meminta agar orang-orang Tambun Angke dipindahkan
memiliki lurah Recomba (Regerings Commissaris Bestuurs
Aangelegenheden), HJ Van Mook sebagai prakondisi dibentuk sebagai
pemerintahan federal di Indonesia, tentunya untuk menyelesaikan
peralihan roda pemerintahan itu, mereka disokong Tentara Kerajaan
Hindia Belanda (KNIL) dan Tentara Kerajaan (KL) Belanda.Dengan mata
kepala saya sendiri, saya melihat tentara-tentara Belanda menghabisi para
lelaki dewasa di Tambun Sungai Angke, Desa Pahlawan Setia.
WAWANCARA DENGAN MUI KECAMATAN TARUMAJAYA
TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI DESA PAHLAWAN
SETIA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : KH. Jamaludin M.pd
2. Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang pembagian harta
bersama di Desa Pahlawan Setia?
Narasumber : Menurut MUI Kecamatan Tarumajaya bahwa harta
bersama dalam hukum islam tidak terlepas dari pembahasan tentang
konsep syirkah dalam perkawinan. Banyak Ulama yang berpendapat
bahwa harta bersama termasuk dalam konsep syirkah. Mengingat konsep
tentang harta bersama tidak ditemukan dalam rujukan teks Al-Qur’an dan
Hadis, maka sesungguhnya kita dapat melakukan qiyas (Perbandingan)
dengan konsep fiqih yang sudah ada, yaitu tentang syirkah itu sendiri. Jadi,
tidak bisa dikatakan bahwa berhubung masalah harta brsama tidak
disebutkan dalam Al-Qur’an, maka pembahasan harta bersama menjadi
mengada-ada.
WAWANCARA DENGAN MUI KECAMATAN TARUMAJAYA
TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI DESA PAHLAWAN
SETIA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : Ust. Didi Mursidi S.pd
2. Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang pembagian
harta bersama di Desa Pahlawan Setia
Narasumber : Karena masalah pencaharian bersama suami istri
adalah termasuk perkongsian, maka untuk mengetahui hukumnya perlu
dibahas terlebih dahulu tentang tentang macam-macam perkongsian
sebagaimana yang telah dibahas oleh para Ahli Fiqih dalam kitab-kitab
mereka. Pada dasarnya dalam Hukum Islam tidak mengenal adanya
percampuran harta pribadi ke dalam bentuk harta bersama tetapi
dianjurkan adanya percampuran harta pribadi ke dalam bentuk harta
bersama tetapi dianjurkan adanya saling pengertian antara suami istri
dalam mengelola harta pribadi tersebut, jangan sampai pengelolaan ini
mengakibatkan rusaknya hubungan yang mengakibatkan perceraian. Maka
dalam hal itu hukum Islam memperbolehkan adanya perjanjian
perkawinan sebelum perkawinan dilaksanakan. Perjanjian tersebut dapat
berupa penggabungan harta milik pribadi masing-masing menjadi harta
bersama, dapat pula ditetapkan tidak adanya penggabungan harta milik
pribadi menjadi harta bersama. Jika perjanjian tersebut dibuat sebelum
perkawinan dilaksanakan, maka perjanjian tersebut adalah sah dan harus
diterapkan.
WAWANCARA DENGAN MUI KECAMATAN TARUMAJAYA
TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI DESA PAHLAWAN
SETIA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
2. Narasumber : Ustaz. Sobur S.pd
3. Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang pembagian
harta bersama di Desa Pahlawan Setia?
Narasumber : Al-Quran dan hadis tidak memberikan ketentuan
yang jelas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama
berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi hak suami. Al-Qur’an
juga tidak menerangkan secara jelas bahwa harta yang diperoleh suami
dalam perkawinan, maka secara tidak langsung istri juga berhak terhadap
harta tersebut. Atas dasar itulah, maka bisa dikatakan bahwa masalah harta
bersama ini tidak secara jelas disinggung dalam rujukan Hukum Islam,
baik itu berdasarkan maupun hadis. Masalah harta bersama merupakan
wilayah keduniawian yang belum tersentuh Hukum Islam klasik. Hukum
Islam Kontemporer tentang masalah ini diteropong melalui pendekataan
ijtihad, yaitu bahwa harta benda yang diperoleh oleh suami istri secara
bersama-sama selama masa perkawinan merupakan harta bersama.
WAWANCARA DENGAN MUI KECAMATAN TARUMAJAYA
TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI DESA PAHLAWAN
SETIA
1. Penulis : Siapa nama bapak?
Narasumber : Ustaz. Sulaiman S.HI
2. Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang pembagian
harta bersama di Desa Pahlawan Setia?
Narasumber : Pada dasarnya dalam Hukum Islam tidak
mengenal adanya pencampuran harta pribadi ke dalam bentuk harta
bersama tetapi dianjurkan adanya saling pengertian antara suami istri
dalam mengelola harta pribadi tersebut, jangan sampai pengelolaan ini
mengakibatkan rusaknya hubungan yang mengakibatkan perceraian. Maka
dalam hal ini Hukum Islam memperbolehkan adanya perjanjian
perkawinan sebelum perkawinan dilaksanakan.Perjanjian tersebut dapat
berupa penggabungan harta milik pribadi masing-masing menjadi harta
bersama, dapat pula ditetapkan tidak adanya penggabungan harta milik
pribadi menjadi harta bersama. Jika perjanjian tersebut dibuat sebelum
perkawinan dilaksanakan, maka perjanjian tersebut sah di terapkan.
Harta bersama diangkat menjadi Hukum Islam dalam KHI berdasarkan
dalil “urf serta sejalan dengan kaidah al-adatu al-muhakkamah, yaitu
bahwa ketentuan adat bisa dijadikan sebagai hukum yang berlaku dalam
hal ini adalah harta bersama, maka haruslah dipenuhi syarat-syarat.
WAWANCARA DENGAN MUI KECAMATAN TARUMAJAYA
TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI DESA PAHLAWAN
SETIA
1. Penulis : Siapa Nama bapak?
Narasumber : KH. Mahbub
2. Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang pembagian
harta bersama di Desa Pahlawan Setia
Narasumber : Pertama, harta bersama tidak bertentangan dengan
nas yang ada. Dalam Al-Qur’an maupun sunnah tidak ada satupun nas
yang melarang atau memperbolehkan harta bersama. Padahal kenyataan
yang berlaku dalam masyarakat Indonesia adalah bahwa harta bersama
telah lama dipraktekakan. Bahkan manfaatnya dapat dirasakan begitu
besar dalam kehidupan mereka. Sehingga ketentuan-ketentuan hukum
yang berlaku di Indonesia dalam hal ini KHI menjadi harta bersama
sebagai hukum yang berlaku di Indonesia melalui ijtihadiyyah.
Kedua, harta bersama harus senantiasa berlaku. Harta bersama haruslah
menjadi lembaga yang telah lama berkembang dan senantiasa berlaku
dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Indoensia
yang merupakan lembaga yang penerapannya hampir berlaku di seluruh
Indoensia. Tidak hanya pada zaman yang lalu, akan tetap ditaati dan
terpelihara penerapannnya hingga saat ini. Ketiga, harta bersama
merupakan adat yang sifatnya berlaku umum. Hal ini dapat dilihat dari
penerapan harta bersama yang berlaku hampir menyeluruh dan menjadi
suatu kebiasaan di Indonesia, sekalipun dalam penyebutannya di setiap
adat mempunyai penyebutan yang berbeda.
Pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam tidak semata-mata
bersumber dari kebutuhan yang diakibatkan dinamika sosial, budaya, ilmu
teknologi. Tetapi pertumbuhan dan pengembangannya dapat didukung
melalui pendekatan kompromistis dengan adat setempat. Yang paling
penting untuk diperhatikan dalam pendekatan kompromists antara Hukum
Islam dengan hukum adat adalah hukum yang lahir dari kompromistis itu
berada dalam kerangka maslahat mursalah. Dengan demikian, ketentuan
hukum adat ini sudah selayaknya diambil berdasarkan ‘urf sebagai
landasan dalam Hukum Islam yang akan diterapkan di Indoensia.
KUTIPAN WAWANCARA DENGAN AMIL DESA PAHLAWAN SETIA
1. Penulis : Nama Bapak siapa?
Narasumber : Ustaz. Sobur, Spd
2. Penulis : Kenapa Masyarakat lebih memilih Perceraian dan
pembagian harta bersama melalaui Bapak?
Narasumber : Dengan adanya anggapan dan status janda ini maka
mantan istri sudah bebas melakukan pernikahan tanpa akta cerai, karena yang menjadi
akta cerai anggapan masyarakat, dan kedua belah pihak membuat surat pernyataan bahwa
sudah bercerai. Adapun masalah adalah tanggung jawab bersama sampai anak itu
menikah. Apabila mantan istri mempunyai anak dari suaminya yang baru maka anak
tersebut merupakan anak hasil pernikahan yang sah secara agama.
KUTIPAN WAWANCARA DENGAN AMIL DESA PAHLAWAN SETIA
1. Penulis : Nama Bapak siapa?
Narasumber : Ustaz. Amil Khoir
2. Penulis : Kenapa Masyarakat lebih memilih Perceraian dan
pembagian harta bersama melalaui Bapak?
Narasumber : Pada zaman sahabat tidak ada pencatatan perceraian
secara administasi negara, karena terlalu rumit untuk diterapkan di Desa ini, karena
belum ada kesadaran untuk diterapkan secara keseluruhan. Hal tersebut dapat dipungkiri,
bahwa masyarakat masih berpegang teguh terhadap aturan hukum Islam dan
berpandangan bahwa hukum Islam adalah sistem yang mereka gunakan dalam mengatur
dan menyelesaikan masalah perceraian yang dapat diikuti oleh umat Islam. Pada realita
yang terjadi Desa Pahlawan Setia ditemukan, tokoh Agama sudah pantas untuk
menceraikan dan membagikan harta bersama hukum tentang perceraian. Dan sudah di
rekomendasi oleh Kepala Desa, yang berkaitan dengan pernikahan maka beliau lah
mengurusnya. Perkongsian antara lain adalah dalam pembagian harta bersama (gono-
gini) antara suami-istri ketika terjadi perceraian tidak ada pembagian masing-masing
secara pasti misalkan 50% dan suami 50%. Namun pembagiannya bergantung pada
kesepakatan antara suami dan istri berdasarkan musyawarah atas dasar saling ridha.
WAWANCARA DENGAN MUI KECAMATAN TARUMAJAYA KAB. BEKASI
1. Penulis : Nama Bapak Siapa?
Narasumber : Drs. Tajudin Abdullah, M.pd
2. Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang pembagian harta bersama di
Desa Pahlawan Setia?
Narasumber : Harta gono-gini dapat disamakan atau digolongkan ke dalam
harta
Syirkah, yaitu harta yang terkumpul selama menikah harus dibagi secara
proposional jika terjadi perceraian.Harta gono-gini dapat di-qiyas-kan dengan syirkah
karena dipahami istri juga dihitung sebagai pasangan (kongsi) yang berkerja, meskipun
tidak ikut berkerja dalam pengertian yang sesungguhnya. Maksudnya, istri yang berkerja
dalam pengertian mengurus rumah tangga,seperti memasak, mencuci pakaian, mengasuh
anak, membereskan rumah tangga, dan pekerjaan domestik lainnya, juga dianggap
sebagai aktivitas kerja yang penannya tidak bisa dipandang sebelah mata dan harta
gono- gini yang didefinisikan sebagai harta yang dihasilkan oleh pasangan suami istri
selama perkawinan berlangsung, maka harta gono-gini dapat kategorikan sebagai syirkah
mufawadhah atau juga syirkah abdan.
Bahwa persatuan atau percampuran harta kekayaan tambahan karena adanya
usaha bersama antara mereka berdua. Logikanya, jika terjadi pemutusan hubungan
(perceraian) di antara mereka, maka persatuan harta kekayaan (gono-gini) itu harus
dibagi dua. Pembagiannya bisa ditentukan atas dasar mana pihak yang lebih banyak
berinvestasi dadlam kerja sama itu, apakah suami/istri. Atau juga dapat dibagi secara
merata, yaitu masing-masing pihak mendapatkan separuh. Pada dasarnya para Ulama
tidak menentukan secara pasti tentang pembagian harta (benda) syirkah antara dua orang
yang berserikat ketika perserikatan itu bubar, begitu juga dalam syirkah abdan.
Bahwa di antara tiga sytem hukum yang berlaku di Indonesia, dalam hal harta
bersama suami-istri, hikum Islam yang paling sederhana pengaturannya, tidak rumit dan
mudah dipraktekkan. Hukum Islam tidak mengenal adanya percampuran harta milik
suami dengan harta milik istri, masing-masing pihak beban mengatur harta miliknya
masing-masing, dan tidak diperkenalkan adanya campur tangan salah satu pihak dalam
pengaturannya. Ikut campur nya salah satu pihak dalam pengaturannya. Ikut campurnya
salah satu pihak hanya bersifat nasihat saja, bukan penentu dalam pengelolaan harta milik
pribadi suami atau istri tersebut.
WAWANCARA DENGAN MUI KECAMATAN TARUMAJAYA KAB. BEKASI
1. Penulis : Nama Bapak Siapa?
Narasumber : Ustaz. Marwan Kurtubis
2. Penulis : Bagaimana pandangan bapak tentang pembagian harta bersama di
Desa Pahlawan Setia?
Narasumber : Perjanjian itu dapat berupa penggabungan harta milik pribadi
masing-masing menjadi bersama, dapat pula ditetapkan tentang penggabunganh hasil
harta milik pribadi masing-masing suami istri dan dapat pula ditetapkan tidak adanya
penggabungan harta milik pribadi masing-masing harta bersama suami-istri Jika dibuat
perjanjian sebelum pernikahan dilaksasnakan, maka perjanjian itu adalah sah dan harus
dilaksanakan.Pembagian harta gono-gini tergantung pada persetujuan suami dan istri.
Kesepakatan ini dalam Al Qur’an disebut dengan istilah” Ash-Shulhu” yaitu perjanjian
untuk melakukan perdamaian antara kedua belah pihak (suami istri) setelah berselisih.
Begitu juga dalam pembagian harta gono-gini, salah satu dari kedua belah pihak
atau kedua-keduanya terkadang harus merelakan sebagian hak-nya demi untuk mencapai
kesepakatan.Umpamanya suami yang sama-sama berkerja dan membeli barang-barang
rumah tangga dan membeli barang-barang rumah tangga dengan uang mereka berdua,
kesepakatan ini berlaku jika masing-masing dari suami memang memiliki andil di dalam
pengadaan barang yang telah menjadi milik berssama, biasannya ini terjadi jika suami
dan sitri sama-sama berkerja. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa harta
bersama merupakan bentuk syirkah karena pengertian bentuk kerjasama atau perkongsian
antara suami dan istri, hanya saja bukan dalam bentuk syirkah pada umumnya yang
bersifat bisnis atau kerjasama dalam kegiatan usaha, syirkah dalam harta bersama
merupakan bentuk kerja sama antara suami dan istri untuk membangun sebuah keluarga
yang sakinah, mawaddah dan rahmah tersebut di dalamnya harta bersama dalam
perkawinan.
DOKUMENTASI
Wawancara dengan Ibu Jakoh
Wawancara dengan Ibu Saroh
Wawancara dengan Ibu Romanih
Wawancara dengan Bapak Basit
Wawancara dengan Ibu Sari
Wawancara dengan Bapak Rokib
Wawancara dengan Ibu Rofikoh
Wawancara dengan Bapak Riski
Wawancara dengan Ibu Putri
Wawancara dengan Tasya
Wawancara dengan Bapak Nemit
Wawancara dengan Ibu Nur Halimah
Wawancara dengan Ibu Nurhayati
Wawancara dengan Ibu Hj. Saroh
Wawancara dengan Bapak H. Rouf
Wawancara dengan Ibu Eva
Wawancara dengan bapak Taris Pitri
Wawancara dengan Ibu Rini
Wawancara dengan Ibu Irma
Wawancara
Wawancara dengan Bapak H. Nasir
Observasi Kecamatan Tarumajaya
Wawancara dengan Kepala Desa Pahlawan Setia
Dokumentasi MUI Tarumajaya
Wawancara Dengan Drs. Tajudin Abdullah, M.pd
Wawancara dengan Ustaz Sulaiman S.HI
Wawancara dengan Ustaz Didi Mursidi S.pd
Wawancara dengan Ust Sobur/ Amil Desa Pahlawan Setia
Wawancara Dengan KH. Jamaludin M.pd
Wawancara Dengan KH. Mahbub
Wawancara Dengan Ustadz Marwan Kurtubis
Wawancara dengan Ustaz Khoir Amil Desa Pahlawan Setia