Pakar Kejiwaan: Berfikir Liberal Bagian Dari Penyakit Mental
http://www.eramuslim.com/berita/bincang/pakar-kejiwaan-berfikir-liberal-bagian-dari-penyakit-mental.htm
Suka Ikuti Kiriman 18 Mei pukul 6:29
3 orang menyukai ini.
oRachmat Septiana Haryadi
http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/11/thinking.pdf
kalau berpikir termasuk dari pengembangan konsep/idea dan berpikir
"liberal"/bebas adalah penyakit mental, berarti kita semua gila
karena berpikir? 18 Mei pukul 9:34 Suka
oFaisal Anugrah Hasibuan ah jangan sebut kita dong,saya tidak
berfikir liberal :D,mungkin akang saja..,bedakan berfikir antara
berfikir liberal dengan berfikir secara fitrohnya manusia :D 18 Mei
pukul 9:40 Suka
oRachmat Septiana Haryadi ^oke definisikan berpikir liberal. 18
Mei pukul 9:41 Suka 1
oKharisma Prima
http://en.wikipedia.org/wiki/Religion_and_schizophrenia 18 Mei
pukul 12:57 Suka
oRachmat Septiana Haryadi yang bikin saya tidak mengerti adalah,
"berpikir secara fitrohnya manusia" atau "berpikir liberal" itu
apa, manusia selama hidupnya selalu berpikir entah itu "inside the
box" atau "outside the box"
apa yang dimaksud berpikir liberal? berada di area mana berpikir
liberal? lalu apa itu berpikir dasar? apakah berpikir termasuk
kedalam eros atau thanatos? setelah didapat kesimpulannya apa itu
berpikir liberal, kenapa ia menjadi penyakit mental? mari
berdiskusi dengan topik seperti ini :) 18 Mei pukul 13:13 Suka
oKharisma Prima "Bagaimana ciri mental hygiene dalam perspektif
Islam? Kalau dalam Islam, mental hygiene didasarkan pada al Quran
dan hadits. Ciri orang yang memiliki kesehatan mental di antaranya,
jujur, tidak iri, saling menolong, rajin beribadah. Initnya, orang
yang memiliki mental yang sehat apabila mengikuti perintah Allah
dan Rasulnya." Profesor Yusuf mungkin lupa menambahkan: Ciri orang
yang memiliki kesehatan mental di antaranya, jujur, tidak iri,
saling menolong, rajin beribadah demi mendapatkan 72 bidadari
perawan di surga. 18 Mei pukul 13:56 Suka
oElan Maulana secara simpelnya sih, berpikir liberal = berpikir
dengan menganggap/ mengkhayalkan bahwa manusia itu lebih hebat dari
tuhan (menuhankan manusia) sedangkan berpikir secara fitroh manusia
= berpikir yg sesuai dengan fitroh manusia dengan mengakui dirinya
hanyalah manusia 18 Mei pukul 14:04 Suka
oKharisma Prima sedangkan berpikir secara fitroh manusia =
berpikir yg sesuai dengan fitroh manusia dengan mengakui dirinya
hanyalah manusia biasa yg pasti tergiur ama 72 bidadari perawan di
surga. lalu teman saya bertanya, apa bedanya surga ama saritem? 18
Mei pukul 14:09 Suka
o
Yasa Aulia Natasha wow Baru tahu saya, liberal itu ada kaitannya
dengan ketuhanan :o 18 Mei pukul 14:16 Suka
oKharisma Prima Elan Maulana: Berpikir liberal itu bukan berarti
menuhankan manusia. Berpikir liberal itu "THINK OUT OF THE BOX":
Berpikir di luar kotak (think out of the box) adalah cara berpikir
di luar batasan masalah yang ada ataupun cara berpikir dengan
menggunakan perspektif yang baru. Yang dimaksud kotak dalam hal ini
adalah perumpamaan pembatasan diri seseorang pada saat melihat
suatu permasalahan. Dalam definisi yang lebih luas, berpikir di
luar kotak dideskripsikan sebagai suatu cara pikir baru di luar
kebiasaan dari cara berpikir yang sebelumnya, cara berpikir yang
berbeda dari orangorang pada umumnya, cara berpikir kreatif, di
luar kemampuan diri dan kelompok, dan cara berpikir yang mungkin
tidak pernah terpikirkan oleh siapapun sebelumnya. Pada intinya,
berpikir di luar kotak berarti berani untuk berpikir lebih jauh,
tidak terfokus hanya pada apa yang dihadapi dan apa yang biasanya
orang pikirkan, tapi untuk bisa berfikir lebih jauh dari kemampuan
dan kebiasaan yang ada dan orang-orang pada umumnya. Cara berpikir
di luar kotak pertama kali diperkenalkan oleh seorang matematikawan
Inggris Henry Ernest Dudeney lewat sebuah teka teki yang ia
ciptakan. Selain Henry, Edward de Bono juga mengartikan cara
berpikir di luar kotak sebagai cara berpikir lateral. Ia berkata
Seseorang tidak dapat menggali lubang di tempat yang berbeda dengan
menggali lebih dalam lubang yang sama. Ini memiliki arti bahwa
seseorang tidak akan menemukan hal yang baru, hal yang tidak pernah
ditemui dan dialami sebelumnya jika masih berada pada cara
pemikiran yang sama. Seseorang harus berani mengambil keputusan
untuk keluar dari kotak tersebut, zona aman yang dimiliki, maka
barulah hal-hal baru, inovasi, pengalaman, dan keberhasilan baru
yang tidak terbayangkan bisa menghampiri diri seseorang. Albert
Einstein mengatakan: "Hanya orang-orang gila yang mengharapkan
hasil berbeda akan tetapi menggunakan cara-cara yang sama." Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Berpikir_di_luar_kotak Berpikir bebas
itu TIDAK berpikir seperti "Katak Dalam Tempurung". Berpikir bebas
itu keluar dari penjara pikiranmu, keluar dari penjara dogmatis,
gunakan cara-cara baru, lihatlah dunia dan bebaskan imajinasimu,
dan temukan hal-hal yang baru. 18 Mei pukul 14:22 Suka 2
oRachmat Septiana Haryadi ada kesimpulan lain? :) berkaitan
tentang "berpikir"? 18 Mei pukul 17:16 Suka
oIrwan Izukage Syah "berpikir liberal = berpikir dengan
menganggap/ mengkhayalkan bahwa manusia itu lebih hebat dari tuhan
(menuhankan manusia)
sedangkan berpikir secara fitroh manusia = berpikir yg sesuai
dengan fitroh manusia dengan mengakui dirinya hanyalah manusia" eh
tunggu.. menuhankan manusia itu liberal, berarti orang2/kelompok2
yang ngerasa tafsirannya dan HANYA tafsirannya yang benar2 mewakili
Tuhan termasuk liberal. sementara orang2/kelompok2 yang ngerasa
tafsirannya cuman sekedar tafsiran sehingga tidak main klaim dan
monopoli "kebenaran" termasuk berpikir secara fitroh. ah ya, kalau
memang begitu berarti emang punya penyakit mental tuh para pelaku
berfikir liberal.. :) 18 Mei pukul 17:24 Suka
oIrwan Izukage Syah Think Out of the box = memaksakan melebihi
dari batas kemapuannya, mengkhayal #garuk2 kepala i'm out guys.. 18
Mei pukul 19:34 Suka
oElan Maulana perlu kita ketahui bahwa akal manusia itu mmpunyai
batas kemampuan, karena hakkatnya manusia hanylah sebatas makhluk
(ciptaan) hidup, bukan sebgai Sang Khalik (Pencipta)....Sehingga
manusia pasti mempunyai keterbatasan dalam
kemampuannya......kecuali klo ada manusia yg merasa lebih hebat
kemampuannya daripda Sang Pencipta, walaupun hakikatnya hal itu
sangat mustahil Jadi selamanya manusia tidak akan pernah mampu
berpikir di luar batas kemapuan akal manusia, klaupun ada yg
memaksakan melebihi dari batas kemapuannya (THINK OUT OF THE BOX)
maka hakikatnya dia bukan lgi sedang berpikir melainkan sedang
MENGKHAYAL, sehingga hasilnya pun hanya sekedar KHAYALAN, bukan
pemikiran 18 Mei pukul 19:35 Suka
oKharisma Prima Elan Maulana: Betul.. Akal manusia memang
terbatas, tp bukan berarti lalu manusia semakin membatasinya. :) 18
Mei pukul 19:38 Suka
o
Elan Maulana yg membatasi hanyalah batas kemampuan manusia, Oleh
karena keterbatasan inilah, Sang Pencipta menurunkan
tuntunan/pedoman melalui utusan-Nya utk menuntun manusia baik dalam
berpikir tentang hakikat kehidupan maupun dalam menjalankan
kehidupan......Sebab hakikatnya Sang Pencipta lebih Maha Mengetahui
segala sesuatu tentang kehidupan ini daripada manusia 18 Mei pukul
19:51 Suka
oRachmat Septiana Haryadi ^karena manusia berpikir melebihi
batas kemampuannya maka terciptalah teknologi baru :) dengan
berpikir akan didapatnya sebuah problem solving, "out of the box"
adalah sebuah proses berpikir radikal demi menyelesaikan sebuah
masalah. contoh: seorang desainer komputer tentu tidak akan hanya
"ngulik" sebuah desain mana yang bagus atau jelek tetapi ia akan
juga memikirkan bagaimana fungsinya kedepannya. hal ini membuat
seorang desainer berpikir antara desain dan fungsi desain dan
fungsi itu dua bidang yang berbeda tetapi dapat disatukan bila kita
melihat di "luar kotak" dalam hal ini barang.
----------------------------------------------------------------saya
kutip dari makalah yang saya sudah share diatas. Menurut Kartono
(1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada enam pola berpikir, yaitu :
Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan
tempat tertentu. Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidak
berhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir menganai klasifikasi atau
pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu. Berpikir analogis,
yaitu berpikir untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar
kemiripannya Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang
luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai
pembuktian-pembuktian. Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah
yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak
logis. termasuk manakah berpikir liberal? 18 Mei pukul 19:59
Suka
oKharisma Prima Elan Maulana: Al quran 51:49 - "Dan segala
sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangansupaya kamu mengingat akan
kebesaran Allah." Al quran 36:36 - "Maha Suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang
tidak mereka ketahui." Orang jaman dulu menginterpretasikan ayat
itu sebagai berikut: Setiap makhluk hidup pasti diciptakan
berpasangan, lelakiperempuan, jantan-betina. Tapi ilmu pengetahuan
modern telah menemukan hermafrodit (hewan berkelamin ganda) dan
hewan bersel satu yang tidak punya kelamin. Kalau kamu terus
terpenjara oleh "kotak" interpretasi dogma agama itu, kamu gak akan
pernah bisa
menerima kenyataan kalau ada hermafrodit dan makhluk hidup yg
gak punya kelamin. Kamu akan bisa menerima kenyataan itu kalau kamu
mau berpikir bebas. Itulah sebabnya kenapa ada ijtihad dan
re-interpretasi ayat. Keluarkan pikiranmu dari "kotak" dogma agama
yg belum tentu terbukti kebenarannya, lalu lihatlah hal-hal baru di
sekelilingmu. Lihatlah sesuatu dari banyak sudut pandang, sudut
pandang dirimu dan sudut pandang orang lain. Berpikirlah hal-hal yg
baru. Itu yg dinamakan "think out of the box". NB: Kita baru
ngebahas hermafrodit dan hewan bersel satu, belum ngebahas manusia
kloning. 18 Mei pukul 20:37 Suka
oAlfian Al Ayyubby Pelu Parah ni pandangan si professor
kejiawaan.. Pandangan simplistis begitu dijadiin rujukan.. 19 Mei
pukul 0:10 Suka
oKharisma Prima 1. Pernyataan itu didapat dari wawancara, bukan
dari jurnal penelitian ilmiah. Penggunaan kalimat dan
terminologinya bisa dipelintir secara sepihak oleh jurnalis/editor
berita yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan website. 2. Sumber
websitenya aja tendensius. Kalau mencari referensi tentang
psikologi ya seharusnya ke website yg memang khusus dan kompeten
membahas bidang psikologi. 3. Latar belakang pendidikan Profesor
Syamsu Yusuf itu bidang psikologi pendidikan, bukan bidang
psikiatri ataupun neurologi. S1 Bimbingan dan Penyuluhan IKIP
Bandung 1982, S2 Bimbingan dan Konseling IKIP Bandung 1989, S3
Bimbingan dan Konseling IKIP Bandung 1994. Sama halnya seperti
kasus Harun Yahya (Adnan Oktar) yang pada akhirnya dituntut oleh
ilmuwan dunia ke meja hijau dengan tuduhan pseudosains dan
penipuan. Harun Yahya sama sekali tidak memiliki background di
bidang biologi tp berani membuat teori biologi sendiri tanpa
prosedur-prosedur ilmiah. 19 Mei pukul 6:24 Suka 1
oElan Maulana Rachmat Septiana Haryadi terciptanya teknologi
baru merupakan bukti dari hasil berpikir yg masih dalam batas
kemampuan akal manusia, karena dalam ranah ilmiah maupun teknologi
merupakan masih dalm ranah logika yg masih dalam batas kemampuan
manusia sedangkan yg di luar kemampuan akal manusia smpai sekarang
belum pernuh terbukti hasilnya, seperti contohnya orang berpikir
tentang hakikat kehidupan (filosofis), mereka mengklaim telah
menemukan jalan kehidupan baru utk mencapai kebahagian dalam
kehidupan, tapi sampai sekarang belum pernah terbukti hasilnya
(mencapai kebahagian)... padahal hakikatnya sudah ada
jalan/tuntunan/pedoman hidup sebgaimana yg saya jelaskan pada
komentar sebelumnya yg mampu memuaskan akal dan menentramkan jiwa
serta menjamin kebahagian dalam kehidupan dunia maupun akhirat
Kharisma Prima,
sebelum kita masuk pada content Al-Qur'an, sebelumnya saya ingin
mengetahui, bagaimana pandangan anda terhadap AlQur'an? 19 Mei
pukul 6:25 Suka
oRachmat Septiana Haryadi ^apakah manusia dapat terbang? dulu
orang yang memimpikan "pesawat" disebut gila loh. 19 Mei pukul 8:06
Suka
oElan Maulana terbang dengan TEKNOLOGI pesawat, 19 Mei pukul
8:10 Suka
oRachmat Septiana Haryadi ^ya, itu salah satu contoh teknologi
adalah "ekstesibility" atau perpanjangan kemampuan manusia, ini
adalah hasil dari manusia berpikir diluar kotak, jika manusia
berpikir didalam kotak manusia dalam hal transportasi hanya akan
berjalan saja. 19 Mei pukul 8:14 Suka
oRachmat Septiana Haryadi Kharisma Prima menanggapi pernyataan
ke 3 darimanakah patokan pseudosains itu didapat? orang jaman dulu
yang pertama ada kan ga pada punya bekrond sains tapi dapat
menyebutkan hasil penelitian mereka. 19 Mei pukul 8:17 Suka
oElan Maulana tapi masih dalam batas kemampuan akal manusia
kan?, buktinya teknologi bisa tercipta secara real
sya ulangi lagi, yg saya permasalahkan di sini adalah berpikir
di luar kemapuan manusia, seperti berpikir tentang hakikat
kehidupan, BUKAN tentang TEKNOLOGI, SAINS, ILMIAH 19 Mei pukul 8:20
Suka
oRachmat Septiana Haryadi ^mas teknologi itu hasil real dari
sebuah pemikiran untuk membahas yang abstrak seperti pikiran
bukankah kita harus melihat hasilnya manusia bila tidak berpikir
"nyeleneh" tidak akan dapat menciptakan pesawat. proses penciptaan
berbeda dengan proses pemikiran, bila diibaratkan penciptaan adalah
semacam problem solving, ya disini kita membahas berpikir "liberal"
darimana kita dapat mengetahui apa itu "berpikir" dari bidang
Ilmiah bukan? yang anda catut saja pernyataan psikolog, oleh karena
itu saya bertanya diatas kepada teman-teman apa itu berpikir
"liberal" dan "hakikat" untuk menarik kesimpulan, apakah sama
berpikir simplistis dengan kompleks, apakah systematis atau tidak
systematis berpikir beda loh mas dengan pemikiran :) 19 Mei pukul
8:38 Suka 1
oAndi Doanks konsep teknologi 19 Mei pukul 9:38 Suka
oKharisma Prima Rachmat Septiana Haryadi: Menurut gw, patokan yg
paling standar adalah bukti fisis. Metode ilmiah atau proses ilmiah
merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara
sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan
serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena
alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji
dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji
berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
http://teacher.nsrl.rochester.edu/phy_labs/AppendixE/AppendixE.html
Misalkan teori yang mengatakan hantu pocong itu ada. Selama itu
tidak ada bukti fisisnya, teori itu tidak bisa dikatakan ilmiah, tp
masih dalam tahap diyakini atau diimani. Oleh sebab itu, iman
merupakan sikap percaya pada sesuatu yg belum tentu terbukti
kebenarannya. Coba kita pakai penalaran logis mengenai hantu
pocong, kenapa cerita hantu pocong cuma ada di Indonesia, sedangkan
di Amerika, Eropa, Arab, Jepang, atau di China sana cerita hantu
poncong tidak ada? Elan Maulana: Pandangan saya terhadap al-quran
sama saja seperti pandangan saya terhadap kitab suci lainnya.
19 Mei pukul 22:31 Suka
oKharisma Prima Rachmat Septiana Haryadi: Contoh lainnya teori
yg mengatakan bahwa gempa di Aceh sebesar 8,5 skala Richter pada
tanggal 26 Desember 2004 yg memicu tsunami merenggut lebih dari 150
ribu jiwa karena banyaknya maksiat, sehingga Tuhan memberi azab.
Hipotesisnya: Semakin banyak maksiat --> Tuhan semakin marah
--> Azab semakin besar --> Korban jiwa semakin banyak.
Hipotesis itu diuji kembali ketika kemudian Jepang dilanda gempa
sebesar 8,9 skala Richter pada tanggal 11 Maret 2011 dan memicu
tsunami. Mayoritas penduduk Jepang mengaku atheis dan di Jepang JAV
dilegalkan, Tuhan semakin marah, dan Azab semakin besar (8,9 skala
Richter). Sampai disini hipotesis terpenuhi. Tp korban jiwa yg
disebabkan oleh gempa tsunami tersebut sekitar 15 ribu jiwa.
Hipotesis tidak lolos uji atau tidak konsisten dengan hipotesis
gempa tsunami di Aceh sebelumnya. Maka teori itu tidak ilmiah.
Kira-kira seperti itu penjelasan apa itu metode ilmiah. 19 Mei
pukul 22:58 Suka
oKharisma Prima ^Tp kalau seseorang beriman secara fundamental,
tetep konservatif dengan keyakinan argumennya, tidak mau
membebaskan pikirannya dan tidak mau melihat sesuatu dari sudut
pandang yg baru, selamanya ia tidak akan pernah mau bebas
mengeksperimenkan hipotesis-hipotesis argumen baru. Selamanya ia
tidak akan pernah bisa belajar halhal yg baru,selamanya tidak akan
pernah bisa menemukan inovasi-inovasi baru. Itulah kenapa para
ilmuwan bisa mengembangkan ilmu pengetahuan yg sampai sekarang kita
nikmati ini karena mereka berpikir bebas/liberal. Mudah-mudahan
penjelasan saya bisa membantu, mas Elan Maulana. :) 19 Mei pukul
23:24 Suka
oYusuf Suparman SId pakar kejiwaannya sakit jiwa kali.. 19 Mei
pukul 23:30 Suka 1
oRachmat Septiana Haryadi oke sampai disini saya makin jadi
bingung, tiap detik manusia berpikir, dan terjadilah beberapa
pertanyaan. darimana tolok ukur "berpikir liberal" dan "berpikir
hakikat"?
apa yang menjadi dasar "liberal" atau "hakikat"? saya rasa dari
atas tidak ada yang menjawabnya Kharisma Prima kunci-nya adalah
membebaskan? kalau begitu apakah ada kaitan dengan acara "camp
pembebasan" dibawah? bila pola berpikir dibebaskan seperti yang di
bicarakan profesor diatas = penyakit mental... 19 Mei pukul 23:33
Suka
oRachmat Septiana Haryadi "cogito ergo sum" kalau ditilik lagi
hakikat manusia adalah berpikir, yang lalu menjadi pertanyaan juga,
apakah orang berpenyakit mental berpikir? 19 Mei pukul 23:36
Suka
oKharisma Prima Rachmat Septiana Haryadi: Maka dari itu gw jg
bingung. Menurut pemahaman gw, "camp pembebasan" ini memang
membebaskan dari satu ideologi, tp jg lalu memenjarakan ke dalam
ideologi lainnya. Yah, seperti keluar "kotak" satu, masuk ke
"kotak" lainnya. Seharusnya setelah bebas, kemudian ia bebas untuk
memilih "kotak" yg mana dimasuki lg atau tidak usah masuk "kotak"
sama sekali. Mana ada orang gila yg sadar kalau dirinya gila?
Logikanya, orang yg sadar kalau dirinya gila, itulah orang waras.
:) 19 Mei pukul 23:41 Suka
oYusuf Suparman SId pakar sakit jiwa pada ditanggapin.. hoammm
deh.. liberty egalite franternite.. hakikat manusia adalah berpikir
dan itu yang membedakan dengan hewan walaupun banyak para pemikir
yg mendefinisikan manusia sebagai "hewan berpikir".. 19 Mei pukul
23:42 Suka
oAlfian Al Ayyubby Pelu Cup, kontrol beunget, cup. Kalem. :p 19
Mei pukul 23:44 Suka
oYusuf Suparman SId hahah.. maneh d mana al..? NObar arek
milu..? benget maneh tah palsu hahaha 19 Mei pukul 23:47 Suka
oRachmat Septiana Haryadi eh ai grup cover kaganti teu? mas ucup
: biar yang ngepost mempertanggungjawabkan sudah membuat hamil
thread seperti ini mari pertanyakan :* kape : kalau tidak sadar dia
tidak gila bagaimana? waras? atau gila? 19 Mei pukul 23:47 Suka
oKharisma Prima Guys, gw ama temen-temen mo nobar di gampoeng
aceh. Barengan aja, yuk. 19 Mei pukul 23:48 Suka
oRachmat Septiana Haryadi ^mabok ga? kalau ga mabok ga asik. 19
Mei pukul 23:49 Suka
oKharisma Prima Rachmat Septiana Haryadi: Logikanya sih gila
hahaha. Tp ini pemahaman filosofis, jangan dimaknai simpel. 19 Mei
pukul 23:49 Suka
o
Kharisma Prima ^Gak, gw udah lama tobat yg begituan hehe 19 Mei
pukul 23:50 Suka
oAlfian Al Ayyubby Pelu Isi argumentasi si pemasang berkas ini,
mirip pakar kejiawaan yg dia kutip. Pelintir2 juga. Memperkarakan
pemikiran tanpa metode yg ketat, jelas, runtut, dan bisa
dipertanggung-jawabkan di dalam kelas, bukan di dalam masjid,
adalah 'sakit'.. Yusuf : Cup, nobar apa, "bokep"? 19 Mei pukul
23:54 Suka 2
oAlfian Al Ayyubby Pelu Pikiran liberal dan tidak liberal itu
dipisahkan (dalam pendapat si prof ini) dan disimpulkan dengan
tendensi yang moralis sekali, bukan dengan seperangkat metodologi
ilmiah non-moral.. Di depan Nietzsche, Marx atau Foucault,
moralitas adalah dongeng. Minggu pukul 0:11 Suka
oWybowo Kedot ah prof ini ma