JURNAL PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “INJEKSI AMINOPHYLIN” Untuk menempuh sebagian persyaratan dalam menempuh Mata Kuliah Formulasi Teknologi Sediaan Solid yang dibina oleh Fandi Satria, S.Farm., Apt. Oleh : 1. Anisah Fitri 12.000 2. Arviana Wardani 12.011 3. Bernadetha Susiana 12.015 4. Bilqis Aldam 12.016 5. Cesario Pereira F. 12.000 6. Disa Cikita Putri E. 12.032 7. Elisa Ari Wulandari 12.038 8. Elisabeth Dolorosa 12.037 9. Febiyanti Suratno 12.043 10. Fitriana Zubaida 12.045 AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG Oktober, 2014
56
Embed
Web viewJURNAL PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL ... Sediaan harus dapat tercampur homogeny dengan bahan sedian lainnya, ditinjau dari segi kimia, fisika atau farmakologinya.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
JURNAL PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
“INJEKSI AMINOPHYLIN”
Untuk menempuh sebagian persyaratan
dalam menempuh Mata Kuliah Formulasi Teknologi Sediaan Solid
yang dibina oleh Fandi Satria, S.Farm., Apt.
Oleh :
1. Anisah Fitri 12.000
2. Arviana Wardani 12.011
3. Bernadetha Susiana 12.015
4. Bilqis Aldam 12.016
5. Cesario Pereira F. 12.000
6. Disa Cikita Putri E. 12.032
7. Elisa Ari Wulandari 12.038
8. Elisabeth Dolorosa 12.037
9. Febiyanti Suratno 12.043
10. Fitriana Zubaida 12.045
AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG
Oktober, 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan dalam dunia farmasi kini sangat pesat. Hal ini terlihat dengan makin
banyaknya bentuk sediaan farmasi yang beredar dimasyarakat, yang tidak lepas dari
semakin meningkatnya permintaan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Banyak
sediaan yang kini beredar membuat masyarakat memiliki banyak pilihan dan tidak lagi
terpaku pada satu sediaan.
Sediaan farmasi yang juga banyak digunakan oleh masyarakat adalah sediaan injeksi,
dimana sediaan tersebut termasuk sediaan steril. Injeksi sangat penting penggunaannya
terlebih pada pasien yang tidak bisa minum obat secara oral. Selain itu, pada kondisi
kronis pun pemberian obat lewat injeksi akan lebih dipilih karena efeknya yang lebih
cepat dari pada pemberian per oral, dimana obat akan langsung masuk ke pembuluh darah
dan akan bekerja secara optimal pada bagian yang sakit.
Dalam pembuatan sediaan injeksi harus sedapat mungkin dibuat isotonis dan isohidris
agar dapat diterima oleh tubuh dengan baik saat diberikan. Sediaan injeksi diperlukan
rancangan formulasi yang tepat dengan memperhatikan sifat dan bentuk bahan yang akan
digunakan sehingga dapat merancangkan cara kerja yang sesuai dengan karakteristik dari
bahan tersebut. Setelah sediaan tersebut selesai di buat diperlukan evaluasi sediaan untuk
mengetahui layak atau tidaknya sediaan untuk di berikan kepada pasien.
Untuk menguji sediaan Injeksi steril dapat kita lakukan beberapa pengujian yakni uji
1. Keadaan isotonis jika nilai B = 0, maka 0,9/100 x V = (W x E)
2. Keadaan hipotonis jika nilai B positif, maka 0,9/100 x V > (W x E)
3. Keadaan hipertonis jika nilai B negatif, maka 0,9/100 x V < (W x E)
2.6.2 Faktor Disosiasi
Sudah ditetapkan bahwa larutan NaCl 0,9% b/v isotonis dengan cairan tubuh.
Tekanan osmosis larutan sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan.
Dalam larutan encer, dapat dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi sempurna.
NaCl Na+ + Cl-
Dari sebuah molekul NaCl terbentuk 2 ion. Jadi, faktor disosiasi NaCl = 2, lebih tepat
sebetulnya 1,8 karena ada sedikit kesetimbangan reaksi.
Jadi faktor disosiasinya adalah
faMa
x a
h = M hf h
x{0,28−[( faMb )xa]+[( fb
Mb )xb ]+… .. dsb} Keterangan
fa : faktor disosiasi zat-zat yang mendekati keadaan sebenaenya. Untuk zat-zat
yang tidak terdisosiasi seperti glukosa dan gliserin = 1, untuk asam lemah dan
basa lemah = 1,5 dan untuk asam kuat dan basa kuat = 1,8
Ma : bobot molekul zat
a,b,c,… : kadar zat dalam larutan dalam satuan g/L
Harga (Mh/fh)
NaCl 32
Glukosa 198
Etanol 96% 43
Na Nitrat 47
Gliserin 81
1. Metode Liso
∆ Tf =Liso x mBM
x 1000V (mL)
Keterangan :
∆ Tf : Penurunan titik beku
Liso : harga tetapan,; non elektrolit = 1,86; elektrolit lemah = 2; uni-univalen = 3,4
m : berat dalam gram zat terlarut
BM : berat molekul
V : volume larutan dalam mL
2.7 Produksi Injeksi
1. Personal
Persyaratan personal atau petugas yang berada di ruangan steril atau dalam produksi steril :
1. Petugas harus mengganti baju dan membersihkan diri menggunakan cairan
antiseptik di dalam ruangan clean area dan dibilas dengan udara steril
2. Petugas di dalam ruangan produksi steril saat masuk ke ruangan changing
area, harus mengganti baju dan sepatu serta memakai topi dan kaca mata
steril yang telah tersedia, kemudian masuk ke dalam ruangan clean filling
atau ruangan preparation area
3. Dan terakhir yang paling penting adalah petugas dalam ruang produksi
steril tidak boleh dalam keadaan sakit, seperti flu, batuk, pilek
2.Ruangan
Persyaratan ruangan produksi sediaan steril :1. Bebas mikroorganisme aktif (dengan cara udara di dalam ruangan disaring dengan
HEPA (Hight Efficiency Particulate Air) filter agar mendapatkan udara yang bebas
mikroorganisme dan partikel
2. Ada batasan kontaminasi dengan partikel
Grade
Jumlah maksimum partikel dan jumlah mikrobakteri per meter kubik
0,5 µm 5 µm Jml mikroorganisme
ABCD
350035003500003500000
00200020000
< 110100200
3. Tekanan positif (tekanan udara di dalam ruangan lebih besar daripada udara di luar)
4. Minimal terbagi atas tiga area, yaitu :
1) Area kotor (black area)
2) Intermediete area (grey area)
3) Area berrsih (white area)
3.Peralatan
Syarat Umum Alat :1. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi keamanan dan mutu obat.
2. Mempunyai rancang bangun yang tepat sehingga dapat menjamin keamanan, mutu,
dan keseragaman obat dari batch to batch.
3. Mempunyai ukuran dan kapasitas produksi yang sesuai dengan jumlah produksi dan
jumlah ruangan.
4. Diletakkan ditempat yang sesuai, sehingga dalam penggunaanya tidak mencemari
obat yang sudah dibuat dan mudah dibersihkan.
4.Metode dan Prosedur Pembuatan Injeksi
Terdapat dua metode dalam pembutan sediaan steril yaitu dengan cara sterilisasi akhir
dan aseptik.
1. Sterilisasi Akhir
Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak
digunakan dalam pembutan sediaan steril. Persyaratanya adalah zat aktif harus stabil
dengan adanya molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada
tahap terakhir pembuatan sediaan. Contoh yang paling banyak digunakan pada
metode ini adalah sterilisasi dengan autoklaf (suhu 121℃, selama 15 menit).
2. Aseptik
Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu
tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya.
Antibiotik dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya
dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan
suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril dengan mencegah kontaminasi jasad
renik dan partikulat dalam sediaan jadi.
2.8 Prosedur pembuatan
Larutan (Sterilisasi akhir)
Jika zat sensitif terhadap cahaya, maka pengerjaanya di bawah lampu natrium
1. Zat aktif digerus dan ditimbang berlebih sesuai kebutuhan menggunakan kaca arloji,
kemudian dimasukan ke dalam gelas piala. Kaca arloji dibilas 2 kali dengan aqua pro
injeksi.
2. Zat aktif dilarutkan dalam sejumlah tertentu aqua pro injeksi.
3. Setelah zat aktif dan senua zat tambahan terlarut, larutan tersebut kemudian dituang
ke dalam gelas ukur sehingga volume tertentu di bawah volume akhir.
4. Kertas saring rangkap 2 yang akan digunakan untuk menyaring dibasahi sejumlah
tertentu aqua pro injeksi terlebih dahulu, kemudian corong dipindahkan ke erlemeyer
yang telah steril.
5. Larutan yang ada di gelas ukur disaring ke dalam labu elemeyer yang telah disiapkan.
IPC dilakukan dengan mengukur PH sediaan. Kekeurangan aqua pro injeksi dituang
sedikit demi sedikit untuk membilas gelas piala lalu dituang ke gelas ukur. Air bilasan
tersebut kemudian disaring lagi ke dalam erlemeyer yang telah berisi filtrasi larutan
hingga volume total seluruh larutan genap beberapa mL.
6. Larutan yang telah disaring dituang ke dalam kolom reservoir melalui membran filter
bakteri yang diletakan di atas glass filter G5 (ukuran pori-pori 0,45 μm)
7. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium
foil
8. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersikan dengan kapas yang telah
dibasahi alkohol 70%. Setiap wadah diisi dengan larutan ... mL sesuai persyaratan
volume FI IV
9. Ampul/vial yang telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen
10. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan autoklaf
secara terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (121℃, selama 15 menit)
atau metode lain yang sesuai. (Bila wadah vial) ditutup dengan tutup karet lalu di seal
dengan alumunium cap, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas
piala ang telah dialasi kapas (121℃, selama 15 menit)atau metode lain yang sesuai.
11. Setelah sterilisasi akhir, dilakukan evaluasi sediaan
12. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi
obat .
Larutan (Metode Aseptik)
Semua pengerjaan pembutan sediaan dilakukan di bawah LAF, ruang kelas II, jika zat sensitif dengan cahaya maka pengerjaannya dilakukan pada ruang terlindungi cahaya di bawah lampu natrium.
1. Semua bahan baku (zat aktif + eksipien) yang telah ditimbang lalu disterilisasi dengan
metode yang sesuai.
2. Prosedur 2-6 sama dengan tercantum pada metode sterilisasi akhir.
3. Larutan yang telah disaring, dituang ke dalam kolom reservoir melalaui membaran
filter bakteri yang diletakan di atas filter glass G3 (ukuran pori-pori 0,22 μm).
4. Larutan dituang ke dalam buret steril kemudian ujungnya ditutup dengan alumunium
foil.
5. Sebelum diisikan ke dalam wadah, jarum buret dibersikan dengan kapas yang telah
dibasahi alkohol 70%. Setiap wadah diisi dengan larutan C mL sesuai persyaratan
volume FI IV.
6. Ampul/vial telah berisi zat aktif, bila diperlukan dialiri dengan gas nitrogen.
a. (Bila wadah ampul) Ampul ditutup dengan api dan disterilkan menggunakan
autoklaf secara terbalik dalam gelas piala yang telah dialasi kapas (suhu 121℃,
selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai.
b. (Bila wadah vial) Vial ditutup dengan tutup karet lalu di-seal dengan alumunium
cap, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dalam gelas piala yang telah
dialasi kapas (suhu 121℃, selama 15 menit) atau metode lain yang sesuai.
7. Dilakukan evaluasi sediaan.
8. Sediaan dikemas dalam dus yang sudah diberi etiket dan disertakan brosur informasi
obat.
Cara Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses mematikan mikroorganisme yang mungkin ada
pada suatu benda. Secara umum terdapat tiga teknik yang biasa digunakan untuk
sterilisasi. Pemilihan teknik sterilisasi didasarkan pada sifat alat dan bahan yang akan
disterilisasi. ketiga teknik tersebut adalah :
1. Sterilisasi Mekanik/Filtrasi
Sterilisai secara mekanik (filtrasi) dikerjakan dalam suhu ruang menggunakan suatu
saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba
tertahan pada saringan tersebut. Sterilisasi ini ditujukan untuk bahan yang peka panas,
misalnya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi Fisik
Sterilsasi fisik dapat digunakan dengan cara pemanasan atau penyinaran. Terdapat
empat macam sterilisasi dengan pemanasan :
Pemijaran Api
Membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset,
batang L, dll.
Panas Kering (Oven)
Sterilisasi kering yaitu sterilisasi dengan menggunakan udara panas.
Karakteristik sterilisasi kering adalah menggunakan oven suhu tinggi (170-
180’C) dengan waktu yang lama (1-3 jam). Sterilisasi panas kering cocok untuk
alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll. Sebelum
dimasukkan ke dalam oven alat/bahan teresbut dibungkus, disumbat atau
dimasukkan dalam wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi ketika
dikeluarkan dari oven. Hubungan suhu dengan waktu tunggu pada sterilisasi
panas kering :
Suhu °C Waktu tunggu minimum (menit)160170180
1206030
Uap Panas
Konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat
menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
Uap Panas Bertekanan (Autoclaving)
Alat yang digunakan adalah autoclave. Cara kerja alat ini adalah
menggunakan uap panas dengan suhu 121°C selama 15 menit pada tekanan 1
atm. Sterilisasi uap tergantung pada : (1) alat/bahan harus dapat ditembus uap
panas secara merata tanpa mengalami kerusakan (2) Kondisi steril harus bebas
udara (vacum) (3) Suhu yang terukur harus mencapai 121°C dan dipertahankan
selama 15 menit.
Bahan/alat yang tidak dapat disterilisasi dengan uap panas adalah serum, vitamin,
antibiotik, dan enzim, pelarut organik, seperti fenol, buffer dengan kandungan
detergen, seperti SDS. Erlenmeyer hanya boleh diisi media maksimum ¾ dari
total volumenya.
Hubungan suhu dan waktu tunggu untuk sterilisasi panas lembab: (TPC)
Suhu °C Waktu tunggu minimum (menit) Fo (menit)
115-118
121-124
126-129
134-138
30
15
10
3
7,5-15
15-30
32-63
60-150
Keuntungan :
adanya uap jenuh mempunyai aktivitas pembunuhan yang tinggi dan dapat
membunuh semua jenis mikroorganisme, termasuk spora yang resisten, dalam
waktu 15 menit 121°C, murah, sederhana, hanya membutuhkan pemantauan
waktu, suhu dan tekanan.
Prosedur dalam penggunaan autoclave :
1. Pelajari bagian-bagian autoclave dan fungsinya masing-masing
2. Tuangkan air suling ke dalam autoclave hingga batas yang dianjurkan
3. Masukkan alat/bahan yang akan diserilkan, ditata sedemikian rupa
sehingga uap air secara merata dapat menembus alat/bahan yang akan
disterilkan tersebut.
4. Tutup autoclave dan hidupkan alat. Perhatikan tahap kenaikan suhu dan
tekanan pada autoclave. Tunggu hingga alat mencapai suhu 121°C
selama 15 menit. Autoclave akan otomatis membunyikan alarm, jika
proses sterilisasi sudah selesai.
5. Hindari membuka tutup autoclave begitu proses sterilisasi selesai,
tunggu sampai tekanan dan suhunya turun.
Sterilisasi kimiawi.
Digunakan pada alat/bahan yang tidak tahan panas atau untuk kondisi aseptis
(Sterilisasi meja kerja dan tangan). Bahan kimia yang dapat digunakan adalah
Alkohol, asam parasetat, formaldehida, dan lain-lain.
2.8 Evaluasi Sediaan Injeksi
1. Uji pH
Uji pH ini dilakukan pada semua sediaan injeksi baik berupa larutan, suspensi
maupun emulsi.
Cara kerja:
Larutan pendapar untuk pembakuan buat menurut petunjuk sesuai tabel.
Simpan dalam wadah tahan bahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari kaca
tipe 1. Larutan segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. Tabel
berikut menunjukkan pH dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Petunjuk ini
digunakan untuk pembuatan larutan dapar dengan kadar molal sebagaimana
disebutkan. Untuk memudahkan, petunjuk diberikan dengan pengenceran hingga
volume 1000 ml. bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g pelarut yang
merupakan dasar system molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan tidak
dapat secara sederhana diperhitungkan tanpa informasi tambahan.
2. Evaluasi kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan
Ampul : disterilkan dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur berada
dibawah. Wadah yang bocor isinya akan kosong/habis atau berkurang setelah selesai
sterilisasi.
Vial : setelah disterilkan, masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan
dingin metilen blue 0,1%. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan
metilen blue akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik/ injeksi
berwarna, diperiksa dengan memasukkannya ke dalam esikator dan divakumkan.
Pada wadah yang bocor, isi akan terisap keluar.
3. Evaluasi sterilitas
Uji ini dilakukan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur, dan ragi yang hidup
dalam sediaan yang diperiksa. Uji dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok.
Cara pengerjaan :
a. Uji fertilitas
Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah wadah yang
mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji.
b. Uji sterilitas
Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media uji dan
teknik penyaringan membran.
4. Evaluasi pirogenitas
Dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disuntik dengan
uji pirogenitas secara intravena.
Cara pengerjaan:
1. Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogan dan
kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan
yang menyebabkan kegelisahan.
2. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian, apabila pengujian
menggunakan termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap, sehingga
kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar. Tidak lebih dari 30 menit
sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci
yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan suhu. Suhu tiap kelinci tidak
boleh lebih dari 1°c dan suhu setiap kelinci tidak boleh > 39,8°.
5. Evaluasi kejernihan dan warna
Wadah diberi latar belakang hitam dan putih dan disinari dari samping. Kotoran
berwarna akan terlihat di latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan terlihat
pada latar belakang hitam.
Cara Kerja :
Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah
dari samping. Dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat berwarna
hitam dan separuhnya lagi di cat berwarna putih. Latar belakang berwarna hitam
dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih
untuk kotoran-kotoran berwarna gelap.Jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan
maka larutan tersebut sudah memenuhi syarat.
6. Uji keseragaman sediaan
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan.
1. Keseragaman bobot
Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 vial satu
persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada
isinya).
2. Keseragaman kandungan
Sediaan pada steril dalam dosis tunggal : Tetapkan kadar 10 vial satu persatu,
seperti pada penetapan kadar dalam masing-masing monografi kecuali dinyatakan
lain dalam uji keseragaman kandungan.
2.9 Praformulasi dan Formulasi Sediaan Injeksi
2.9.1 Praformulasi Sediaan Injeksi
Praformulasi sangat penting dilakukan dalam setiap pengembangan sediaan
farmasi karena meliputi penelitian farmasetik dan analitik bahan obat untuk
menunjang proses pengembangan formulasi.
Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset
efek terapi dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang
dicapai. Oleh karena itu pengembangan praformulasi dan formulasi untuk suatu
produk steril harus diintregasikan secara hati – hati dengan pemberian yang dimaksud
pada seorang pasien.
Sifat kimia dan fisika suatu obat harus ditentukan, interaksinya dengan tiap
bahan yang diinginkan harus dikaji, dan efek dari masing - masing tahap
kestabilannya harus diselidiki dan dimengerti.
Semua komponen harus memiliki kualitas yang sangat baik. Kontaminasi
fisika dan kimia tidak hanya menyebabkan iritasi kejaringan tubuh, tetapi jumlah
kontaminasi yang sangat kecil tersebut juga dapat menyebabkan degradasi produk
sebagai hasil dari perubahan kimia, khususnya selama waktu pemanasan bila
digunakan sterilisasi panas.
Untuk memformulasikan suatu sediaan dengan baik, perlu diperhatikan sifat
dari bahan-bahan yang akan digunakan baik dari segi sifat kimia maupun sifat fisika
dari masing-masing bahan yang akan digunakan. Dengan mengetahui sifat kimia
maupun sifat fisika dari bahan-bahan tersebut, maka diharapkan akan dapat
mengetahui bagaimana interaksi anatara bahan yang satu dengan yang lainnya.
Adapun parameter-parameter yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Parameter fisiologi
Faktor fisiologi perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada
formulasi. Tekanan osmotik larutan injeksi harus sama dengan tekanan
osmotik di dalam darah. Sebaiknya larutan injeksi harus bersifat isotonis, jika
terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetpai jangan sampai hipotonis. Jika larutan
hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel sehingga akan
mengerut tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak merusak sel, namun
jika lartan hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksiakan diserap dan
masuk ke dalam sel akibatnya sel akan mengembang dan pecah keadaan ini
tetap bersifat tetap.
2. Faktor fisikokimia
a. Organoleptis
Uji organoleptik berfungsi untuk menilai mutu bahan mentah yang digunakan
untuk pengolahan dan formula yang digunakan untuk menghasilkan produk. Selain
itu, dengan adanya uji organoleptik, produsen dapat mengendalikan proses produksi
dengan menjaga konsistensi mutu dan menetapkan standar tingkat atau kelas-kelas
mutu. Tidak boleh ada warna pada zat tambahan dalam sediaan injeksi, kecuali zat
aktif yang sudah berwarna. Penambahan zat warna tambahan dikhawatirkan
menimbulkan plak pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan penyumbatan
aliran darah, sehingga bisa berbahaya bagi kesehatan.
b. Kelarutan
Semua sifat fisika atau kimia bahan aktif langsung atau tidak langsung akan
dipengaruhi oleh kelarutan. Dalam larutan ideal, kelarutan bergantung pada suhu
lebur. Hubungan dengan pembuatan sediaan injeksi yaitu sediaan harus larut dalam
pembawanya sehingga ketika sediaan tersebut di suntikkan efek terapinya bisa
tercapai dengan cepat.
c. Ph
pH pada injeksi harus sama atau mendekati dengan pH darah. Isohidris yaitu pH
larutan sama dengan pH darah. Kalau bisa pH sama dengan pH darah, tapi tidak
selalu, tergantung pada stabilitas obat.
pH yang baik adalah kapasitas dapar yang dimilikinya memungkinkan penyimpanan
lama dan darah dapat menyesuaikan diri serta pH ideal = 7,4 sesuai pH darah. Bila pH
> 9 terjadi nekrosis pada jaringan dan bila pH < 3 sangat sakit waktu disuntikkan. (pH
harus disesuaikan dengan bahan aktif bukan disesuaikan dengan pH tubuh karena
adanya toleransi jika pH tersebut masi dalam rentan tidak terlalu jauh tetapi jika pH
disesuaikan dengan tubuh maka akan merusak bahan aktif tersebut sehingga tidak
ditimbang 50 mg benzalkonium, dilarutkan dengan API ad 50 mL
diambil : 50 mg ~ 50 ml
1 mg ~ x ml
x = 1 mg x 50 ml / 50 mg
= 1 ml + 10% = 1.1 ml
NaCl0.09 g + 10 % = 0,099 g = 99 mg
Aqua pro injection ad 10 ml 10 ml + 10 % = 11 ml
Perhitungan Larutan Dapar Untuk mendapatkan pH 7,4 dibutuhkan 90,9 mL Natrium fosfat 0,2 M
M = mol
Volume→ mol=M x V
= 0,2 M x 0,0909 L = 0,01818 mol
Mol = massa
Mr→ massa=mol x Mr
= 0,01818 x 358,14 = 6,5109852 mg = 6,51 gram
10 mL90,9 mL
× 651=0,761 gram=716mg(Natrium Fosfat)
Untuk mendapatkan pH 7,4 dibutuhkan 9,1 mL asam sitrat dalam 0,1 M
M = mol
Volume
Mol = M x Volume
= 0,1 M x 0,0091 L
= 0,00091 mol
Massa = mol x Mr
= 0,00091 L x 210,14 grammol
= 0,1912274 gram
Asam Sitrat
10 mL9,1
× 0,191=0,2098 gram = 209 mg
3.5 Tabel Strerilisasi alat
No Alat Cara Suhu Waktu
1. Gelas ukur Autoklaf 1210C 20 menit
2. Beaker glass Autoklaf 1210C 20 menit
3. Erlenmeyer Autoklaf 1210C 20 menit
4. Batang pengaduk Oven 1700C 2 jam
5. Pinset Oven 1700C 2 jam
6. Gelas arloji Oven 1700C 2 jam
7. Corong gelas Autoklaf 1210C 20 menit
8. Sendok tanduk Autoklaf 1210C 20 menit
9. Pipet Autoklaf 1210C 20 menit
10. Vial Autoklaf 1210C 20 menit
11. Kertas perkamen Autoklaf 1210C 20 menit
3.6 Prosedur Kerja
1. Memakai APD pada praktikan
2. Disiapkan alat dan bahan
3. Kalibrasi ampul sebanyak 10 ml
2. Disterilisasi alat dan bahan
3. Pembuatan API
Proses pertama adalah persiapan (pretreatment) untuk mendapatkan Water for
injection dimulai dari sumber air (sumur atau mata air) yang ditampung atau
diendapkan.
Proses kedua adalah proses final treatment biasanya dilakukan reverse osmosis
ataupun chemical softening (kation dan anion) kemudian disaring menggunakan
filter yang lebih kecil 2 µm atau bila perlu menggunakan ozonisator atau
ultraviolet dengan pemanasan diatas 70 oC kemudian didestilasi lagi dan
dimasukkan kedalam tangki penampung lalu disaring dengan filter bakteri
0,02µm
Proses ketiga adalah sterilisasi WFI dengan menggunakan autoklaf, sehingga
mendapatkan WFI steril.
5. Di ambil API yang dibutuhkan kemudian masukkan ke dalam beaker glass dan
tutup dengan aluminium foil
6. Ditimbang Aminophyllin 264 mg dimasukkan ke dalam beaker galss + sedikit API
kemudian diaduk ad larut.
7. Dibuat larutan pendapar dengan cara ditimbang 716 mg Natrium Fosfat dan juga
209 mg asam sitrat ke dalam beaker glass + sedikit API kemudian diaduk ad larut.
8. Dicampurkan Larutan Aminophilin dengan Pendapar di dalam beaker glass
kemudian diaduk ad homogen.
9. Ditimbang NaCl 99 mg dimasukkan ke dalam (no.8) + sisa API. Aduk ad larut dan homgen.
10. Ditimbang benzalkonium kemudian ditambahkan ke dalamnya (no 9), diaduk ad
larut dan homogen
11. Disaring dengan kertas saring, kemudian dimasukkan dalam beaker glass. Kertas
saring sebelum digunakan dibasahi terlebih dulu dengan sedikit API
12. Diukur sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam ampul.
11. Diberi etiket dan disterilkan di autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210 C.
3.7 Evaluasi Sediaan
1. Penetapan pH
a. Disiapkan larutan yang akan diuji
b. Dicelupkan satu kertas indicator universal ke dalam larutan
c. Dilihat warna yang terbentuk dan disesuaikan dengan indicator universal
d. Diulangi 2 kali
2. Uji kejernihan
Persyaratannya tidak ditemukan partikel asing yang terdapat dalam sediaan injeksi.
Pengujiannya dilakukan secara visual pada cahaya fluorosensi dengan sediaan dilihat
pada background berwarna hitam untuk mendeteksi partikel berwarna putih dan putih
yang digunakan untuk mendeteksi partikel berwarna gelap.
3. Evaluasi kebocoran
Setelah disterilkan ( ampul masih dalam keadaan panas), dimasukkan ke dalam
larutan dingin metilen blue 0,1%. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan
metilen blue akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
4. Evaluasi sterilitas
Uji ini dilakukan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur, dan ragi yang hidup
dalam sediaan yang diperiksa. Uji dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok.
Cara pengerjaan :
c. Uji fertilitas
Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah wadah yang
mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji.
d. Uji sterilitas
Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media uji dan
teknik penyaringan membran.
5. Evaluasi pirogenitas
Dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disuntik dengan
uji pirogenitas secara intravena.
Cara pengerjaan:
1. Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji pirogan dan kondisi
lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari keributan yang
menyebabkan kegelisahan.
2.kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian, apabila pengujian menggunakan
termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap, sehingga kelinci tertahan
dengan letak leher yang longgar. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan
larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk
menentukan kenaikan suhu. Suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1°c dan suhu
setiap kelinci tidak boleh > 39,8°.
6. Evaluasi warna
Wadah diberi latar belakang hitam dan putih dan disinari dari samping. Kotoran
berwarna akan terlihat di latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan terlihat
pada latar belakang hitam.
Cara Kerja :
Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah
dari samping. Dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat berwarna
hitam dan separuhnya lagi di cat berwarna putih. Latar belakang berwarna hitam
dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih
untuk kotoran-kotoran berwarna gelap.Jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan
maka larutan tersebut sudah memenuhi syarat.
7. Uji keseragaman sediaan
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan.
1. Keseragaman bobot
Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 vial satu
persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada
isinya).
2. Keseragaman kandungan
Sediaan pada steril dalam dosis tunggal : Tetapkan kadar 10 vial satu persatu,
seperti pada penetapan kadar dalam masing-masing monografi kecuali dinyatakan
lain dalam uji keseragaman kandungan.
8. Uji keseragaman sediaan
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan.
3. Keseragaman bobot
Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10 vial satu
persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada
isinya).
4. Keseragaman kandungan
Sediaan pada steril dalam dosis tunggal : Tetapkan kadar 10 vial satu persatu,
seperti pada penetapan kadar dalam masing-masing monografi kecuali dinyatakan
lain dalam uji keseragaman kandungan.
BAB IV
Hasil Evaluasi
No. Evaluasi Hasil Keterangan1. Uji pH 2 Tidak emasuki
range2. Uji kebocoran Tidak bocor Tidak bocor3. Uji bebas partikel asing Jernih semua Tidak ada
partikel melanyang
BAB V
Pembahasan dan Kesimpulan
Dalam percobaan ini yakni injeksi Aminophylin, dimana yang dimaksud injeksi adalah suatu sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus disuspensikan atau dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi dilakukan dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Anonim, 1979).
Perhitungan tonisitas dilakukan untuk mengetahui apakah larutan bersifat isotonis, hipertonis atau hipotonis. Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmose larutan obat yang sama dengan tekanan osmose tubuh kita (darah, air mata). Sedang hipotonis adalah keadaan dimana tekanan osmostis larutan obat kurang dari tekanan osmotis cairan tubuh. Hipertonis adalah tekanan osmotis larutan obat lebih dari tekanan osmotis cairan tubuh. Tekanan osmotik diartikan sebagai gaya yang dapat menyebabkan air atau bahan pelarut lainnya melintas masuk melewati membran semipermeable ke dalam larutan pekat. Dari hasil perhitungan didapatkan tonisitas larutan adalah 0,257 < 0,28, artinya larutan tersebut hipotonis, yang dapat menyebabkan cairan dari luar sel masuk ke dalam sel menyebabkan menggelembung dan pecah, dan ini bersifat irreversible dan berbahaya. Sel yang pecah akan ikut dalam aliran darah dan terjadi penyumbatan pembuluh darah. Cara mengisotoniskan larutan berdasarkan atas perhitungan turunnya titik beku dan penyeimbangan tekanan osmotik larutan terhadap cairan osmotik. Untuk mencapai keadaan isotonis, maka perlu ditambahkan NaCl. Setelah dihitung jumlah massa yang ditambahkan sebanya k45 g/L untuk mencapai isotonis. Tonisistas merupakan keadaan cairan yang mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan cairan tubuh (Voight, 1995).
Injeksi aminophylin dikemas dalam wadah dosis tunggal, yakni suatu wadah kedap udara yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak ditutup rapat kembali dengan jaminan tetap steril. Dalam pembuatan sediaan injeksi aminophylin, diperlukan aqua bebas CO2 untuk melarutkan theophylin. Dimana theophylin bersifat sukar larut air, tapi mudah larut dalam air panas, mudah larut dalam alkali hidroksida dan dalam Amonium hidroksida (Anonim, 1995). Jika adanya asam karbonat, maka theophylin tidak akan larut dan masih terbentuk serbuk hablur putih. Selain itu Aminophylin akan mudah terurai. Formula lain yang diperlukan dalam percobaan ini yakni etilendiamin yang berfungsi untuk menambah
kelarutan teofilin. Dan untuk kedua larutan ini perlu dicampur sampai benar-benar jernih, karena bila larutan tidak jernih maka dikhawatirkan ketika obat dinjeksikan kedalam tubuh akan terbentuk emboli dan terjadi rasa nyeri.
Pemeriksaan pH dengan menggunakan pH stik bertujuan untuk meningkatkan stabilitas injeksi aminopilin supaya tidak terjadi kristalisai, mengurangi rasa sakit dan iritasi juga mencegah pertumbuhan bakteri, karena jika pH terlalu asam/basa sangat mudah ditumbuhi bakteri. Untuk hasil percobaan uji kontrol kualitasnya diketahui bahwa pH sebesar 2, ini tidak sesuai dengan pH yang diinginkan yakni antara 9,5 - 9,6. 2 adalah bersifat basa hal ini disebabkan pemabahna bahan yang bersifat basa lebih banyak dari bahan lain yang bersifat asam. Padahal untuk penamabahkan sudah dilakukna perhitungan terlebih dahulu.
Untuk penggunaan karbon adsorben yang telah diaktifkan dalam percobaan ini bermaksud untuk mengikat partikel dan pyrogen dalam larutan sehingga larutan bisa jernih. Pengaktifan karbon adsorben bertujuan agar penyerapan terhadap partikel benar-benar maksimal. Dan larutan dimasukkan dalam ampul.
Sterilisasi pada percobaan ini dilakukan dengan sterilisasi uap dengan autoclave dan menggunakan uap air dengan tekanan tinggi. Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut. Adanya uap air yang panas dalam sel mikroba, menimbulkan kerusakan pada temperatur yang relatif rendah.( Ansel, 1989)
Pada uji kebocoran, diketahui tidak ada ampul yang bocor, kebocoran ditandai dengan adanya warna biru di dalam ampul. Uji kebocoran ini dilakukan untuk memastikan bahwa ampul yang digunakan benar-benar baik kondisinya. Jika terdapat kebocoran akan ada kemungkinan obat untuk keluar, sehingga dosis yang didapatkan tidak sesuai dengan dosis yang diinginkan. Selain itu adanya kebocoran dapat menyebabkan partikel asing masuk, partikel ini dapat berupa mikroorganisme atau pirogen, yang menandakan bahwa larutan tersebut tidak lagi steril.
Sedangkan untuk uji bebas partikel diketahui hasil yang positif tidak terdapat partikel asing. Ini berarti larutan tersebut dapat digunakan karena tidak dikhawatirkan menimbulkan emboli dan menyebabkan rasa nyeri. Partikel ini biasanya adalah bahan yang tidak larut dan secara tidak langsung terdapat dalam sediaan. Adanya partikel asing dalam sediaan menandakan bahwa larutan tersebut tidak jernih, karena adanya kontaminasi partikel asing, sehingga bila diamati lebih teliti dalam sediaan tersebut keruh dengan partikel asing.
KESIMPULAN1. Larutan injeksi aminophyllin tersebut bersifat hipotonis yaitu 0,262 yang artinya larutan
tersebut memiliki tekanan osmotis larutan obat kurang dari tekanan osmotis cairan tubuh.2. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa larutan injeksi tidak layak dipakai karena memiliki
pH 2 yang artinya memasuki range, tidak ada kebocoran ampul, dan tidak ada partikel asing pada larutan.
Lampiran
Hasil Injeksi
Hasil Injeksi dengan Etiket
Contoh Etiket
Hasil pH
Netto : 10 mL
Aminophilin 240 mg/mL
Larutan Injeksi I.V atau I.M
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, Departemen kesehatan.1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan
Indonesia, Departemen kesehatan.1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan
Indonesia, Departemen kesehatan.1978. Formularium Nasional. Edisi II. Jakarta:
Departemen Kesehatan
Ansel, H.C, 1985. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi IV. Terjemahan oleh Farida
Ibrahim. 1989. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Syamsuni, H.A. 2007. Ilmu resep. Jakarta: buku kedokteran EGC.
H. Klobe Arthur. H. 2000. Handbook Of Pharmaceutical Excipients Third Editor. United