BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA BERKAH MENARA HIJAU DI TIMUR JAWA BARAT MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 2018
144
Embed
BERKAH MENARA HIJAU DI TIMUR JAWA BARATnamun juga ekonomi sosial dan budaya. Apa yang dilakukan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai tentu tidak 100 % dapat langsung diduplikasi pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BALAI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN EKOSISTEM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Pagi hari mulai menyapaMenyambut titik embun bening yang menggantung
Bergelayut lembut di ujung daunMenyaksikan sang burung bersenandung
Dalam rimba bersuka ria
yaya s-btngc
MAKNA LOGO
TAMAN NASIONAL
GUNUNG CIREMAI
EPISODE MENGUBAH MASALAH MENJADI BERKAH
MAKNA UMUM
DENGAN MODAL SEMANGAT DINAMIS MENGOPTIMALKAN KEGIATAN PERLINDUNGAN,
PENGAWETAN DAN PEMANFAATAN KAWASAN YANG DIINTERAKSIKAN SECARA POSITIF MELALUI
PENINGKATAN EFEKTIFITAS PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
BAGI KEPENTINGAN EKOLOGI, EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA
MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN
TAPAK MACAN Melambangkan upaya pantang menyerah penyelamatan ekosistem Gunung Ciremai untuk kepentingan lintas generasi
WARNA BIRU Melambangkan kesetiaan, ketaatan, kepatuhan, kebesaran jiwa, berpandangan luas, perasaan halus, rendah hati dan berjiwa besar
WARNA HIJAU Melambangkan kemakmuran, kesejukkan, ketenangan, dan harapan (optimis)
WARNA JINGGA Melambangkan semangat, dinamis, persahabatan, keadilan dan daya tahan.
WARNA PUTIH Melambangkan kesucian, kebersihan dan kejujuran
SEGI ENAM Melambangkan kesatuan ekosistem Ciremai sebagai perwujudan kesatuan ekologi, sosial
budaya dan ekonomi masyarakat
GUNUNG CIREMAI Melambangkan kawasan pelaksanaan
pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai
MACAN TUTUL JAWA (Panthera pardus Javanica) melambangkan
satwa kunci kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dan identitas fauna
Jawa Barat
POHON CIREMAI (Phyllanthus Acidus)
Melambangkan flora yang menjadi asal mula nama Gunung Ciremai
ALIRAN AIR Melambangkan keberadaan
Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai sumber air utama untuk mendukung
keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari
TEKS TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
Melambangkan identitas nama taman nasional.
KATA SAMBUTAN
“namun semangat dan strategi yang dilakukan perlu menjadi contoh sehingga ke depan masalah demi masalah tentang pengelolaan hutan konservasi yang ada dapat segera teratasi dan tidak mengakar lebih dalam”
Dewasa ini, konservasi tidak hanya menjadi milik rimbawan ataupun pegiat lingkungan saja namun
juga masyarakat sekitar kawasan yang sebelumnya menjadi “issue” utama dalam pengelolaan
kawasan hutan konservasi. Dapat dikatakan, 90% permasalahan di kawasan hutan konservasi adalah
sosial. Baik itu gangguan kawasan seperti perburuan liar, illegal logging, perambahan, ataupun
pembakaran lahan dan hutan. Ekologi hutan dan sumberdaya alam hayati yang ada di dalamnya
menjadi obyek yang diperebutkan oleh manusia. Pada kenyataannya, pertumbuhan/perluasan hutan
dan sumberdaya alam hayati cenderung berbanding terbalik dengan pertumbuhan manusia yang
memang sudah digariskan Sang Pencipta menjadi makhluk tertinggi diantara lainnya. Permasalahan
di hutan konservasi tidak akan pernah tuntas selama akar yang menjadi masalah tidak diatasi.
Sosial, itu adalah masalah sosial yang harus diselesaikan. Yakin bahwa tidak ada masalah yang tidak
ada jalan keluarnya. Kreatifitas unit pelaksana teknis (UPT) berperan penting dalam penyelesaian
permasalahan di tingkat tapak. Lain daerah tentu lain permasalahan dan cara penyelesaiannya.
Hal yang paling penting bagaimana membangun kedekatan dengan masyarakat, pemerintah desa
bahkan pemerintah daerah. Tidak dapat dipungkiri, bahwa politisasi mewarnai pengelolaan kawasan
hutan konservasi. Ini adalah tantangan yang harus dihadapi khususnya dalam ber”negosiasi” dan
meyakinkan semua pihak akan pentingnya hutan konservasi bagi masa depan umat manusia.
Taman Nasional Gunung Ciremai dengan banyak aksesibilitas dan kepentingan, menghadirkan
sesuatu hal baru yang dapat menjawab permasalahan “sosial”. Tentu bukan dalam waktu singkat,
sejak ditunjuk menjadi kawasan taman nasional pada tahun 2004 dan ditetapkan menjadi taman
nasional pada tahun 2014 telah terjadi perubahan yang signifikan. Bagaimana masyarakat yang
semula menggarap semenjak belum ditunjuk menjadi taman nasional, diajak untuk memanfaatkan
kawasan taman nasional sesuai fungsi dan tujuannya. Bagaimana memberikan pemahaman
bahwa hutan Taman Nasional Gunung Ciremai ini menjadi milik yang seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin
berkontribusi, bahkan bidang yang mungkin jauh berkaitan seperti seni budaya dan olahraga. Semua butuh Taman
Nasional Gunung Ciremai sebagai penyangga kehidupan, bahkan keberadaan satwa kunci yang ada didalamnya
menjadi indikator kualitas ekosistem hutan Gunung Ciremai.
Buku “Menara Hijau di Parahiyangan Timur-Episode Mengubah Masalah Menjadi Berkah” menceritakan bagaimana
kronologis penanganan masalah di tingkat tapak hingga dapat memberikan manfaat yang tidak hanya ekologi,
namun juga ekonomi sosial dan budaya. Apa yang dilakukan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai tentu tidak 100
% dapat langsung diduplikasi pada wilayah lain yang mungkin mempunyai masalah yang berbeda, namun semangat
dan strategi yang dilakukan perlu menjadi contoh sehingga ke depan masalah demi masalah tentang pengelolaan
hutan konservasi yang ada dapat segera teratasi dan tidak mengakar lebih dalam.
Harapannya ini menjadi motivasi membangun untuk terus meningkatkan kinerja pengelola. Tidak hanya berhenti
sampai disini karena sosial itu memiliki dinamika, “lose control” akan menimbulkan polemik berkepanjangan.
Pengawasan yang intensif dan berkelanjutan serta membina hubungan menjadi episode terpenting bagi Taman
Nasional Gunung Ciremai. Terus berkarya, Sang Pencipta akan membalas apa yang sudah teman-teman perjuangkan.
Salam konservasi
Wiratno
Direktur Jenderal KonservasiSumber Daya Alam dan Ekosistem
KATA PENGANTAR “Sang Pencipta
menciptakan alam yang luar biasa dengan segala sumberdaya alam hayati dapat berdaya guna bagi makhluk hidup yang ada di sekitarnya terutama manusia”
PPengelolaan kawasan konservasi dari tahun ke tahun
berkembang atas fakta yang terjadi di lapangan. Hutan
konservasi yang merupakan benteng terakhir pertahanan
sumberdaya alam hayati yang juga merupakan
penyangga kehidupan manusia tidak hanya selalu harus
dilindungi, justru semakin dilindungi ancaman terhadap
kawasan hutan semakin besar. Karena ada irisan yang
belum tersambung antara hutan dengan masyarakat
di sekitarnya. Inilah awal berfikir bagaimana konsep
“kedaulatan rakyat” di pinggir hutan diterapkan.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi bertanggung
jawab atas anugrah alam yang luar biasa. Keterbatasan
akses dan wawasan menjadi kendala pemahaman
pentingnya kawasan konservasi dilestarikan, terutama
bagi keseimbangan ekosistem hutan yang erat kaitannya
dengan kehidupan manusia. Fakta-fakta ini yang
terkadang sulit ditangkap masyarakat pinggir hutan
yang berharap hutan memberikan “nafkah” hidup secara
langsung. Benar, Sang Pencipta menciptakan alam yang
luar biasa dengan segala sumberdaya alam hayati dapat
berdaya guna bagi makhluk hidup yang ada di sekitarnya
KEPALA
BALAI TAMAN NASIONAL
GUNUNG CIREMAI
terutama manusia. Hanya saja bagaimana pemanfaatan yang pas dilakukan di kawasan hutan konservasi itulah
yang sebagian besar belum dipahami.
Strategi “kedaulatan rakyat” ini telah membuktikan bagaimana permasalahan sosial dan ekonomi di sekitar
kawasan konservasi, terutama kawasan taman nasional dapat diterapkan. Dalam penerapannya harus sesuai
peraturan perundangan kehutanan yang berlaku dan tak lepas pengawasan. Lepas pengawasan, maka kemungkinan
“pemanfaatan yang kebablasan” akan terjadi. Pencapaian kami, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai sampai saat
ini tak lepas dari peran semua pihak. Pimpinan dengan karakter individu yang kuat mengkerucutkan hasil yang
maksimal, bahkan sampai saat ini upaya penguatan hubungan baik terus dilakukan. Tentu tidak berakhir sampai
disini, masih banyak hal yang perlu kami pertahankan dan kami capai pada babak selanjutnya. Organisasi kami,
Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, adalah organisasi yang terus bertumbuh. Semoga menjadi organisasi yang
terus belajar dan berinovasi untuk menjawab semua tantangan dalam pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai
selalu menjadi semakin baik.
Semoga apa yang kami lakukan setidaknya memberikan “ide atau gagasan” khususnya bagi pengelola kawasan
hutan konservasi lainnya. Masalah akan terus menjadi masalah apabila tidak dihadapi, akan terus mengakar semakin
dalam selama sumber akar utamanya tidak diketahui. Sosial dan ekonomi, poin penting akar “permasalahan” di
setiap kawasan hutan taman nasional. Namun masalah itu tetap masalah apabila tidak diselesaikan. Selesaikan
masalah sosial dan ekonomi, ekologi akan ikut serta didalamnya.
Kuningan, November 2018
Kuswandono
JEJAK PENDAHULU
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT2 0
MUHTADINKepala Balai TNGC (2007 - 2009)
Saya mulai bertugas 1 November 2006, perubahan dari Satuan
Kerja menjadi Balai Taman Nasional. Awal thn 2007 merupakan
tahun definitif BTNGC, luas wilayah 15.500 Ha, 2 Kabupaten Kuningan dan Majalengka. Belum ada Kepala Seksi, yang ada
hanya staf & anggota POLHUT yg semuanya tangguh. Kantor dipinjami oleh Bupati Kuningan. Kala itu, tidak mudah meyakinkan
pemerintah daerah dan masyarakat untuk merubah cara
pandang dari berkebun dalam kawasan, menanam dan menebang
kayu menjadi wisata alam berbasis konservasi. Tapi alhamdulillah
segera terbentuk Seksi 1 Kuningan dan Seksi 2 Majalengka
yg memudahkan pendekatan kpd semua itu. Terimakasih kpd
seluruh teman2 yg tlh ber sama2 2006-2009 bertugas bersama
sy disini trmsk kang Ridwan (Kasi 2) & kang Maman (Kasi 1) tanpa kalian sy tak punya arti apa-apa.
Salam Rimbawan !! Salam Konservasi !!
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 2 1
KURUNGKepala Balai TNGC (2009 - 2011)
Koordinasi dengan pemerintah daerah menjadi kekuatan dalam
menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi. Dukungan Bupati
Kuningan dan Majalengka menjadi faktor utama keberhasilan penghentian penggarapan di dalam kawasan TN Gunung Ciremai
tanpa represif. Hanya dalam kurun waktu 1 tahun, masyarakat mengerti peran penting adanya kawasan TNGC. semoga TNGC
memberikan keberkahan yang luar biasa untuk masyarakat
sekitar dan masyarakat luas.
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT2 2
DULHADIKepala Balai TNGC (2012 - 2015)
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Perjalanan tugas di Balai TNGC Maret 2012 s/d Agustus 2014:
Kesan: Adanya dukungan dari pihak Pemda kabupaten Kuningan dan Majalengka dalam upaya untuk melestarikan
kawasan TNGC; Nilai kebersamaan terasa sekali mulai dari
para pegawai, ibu ibu Dharmawanita TNGC dan kepala SKPD khususnya Pemda Kuningan. Pesan: Pengelolaan kawasan konservasi khususnya KPA mempunyai spesifik, karakteristik, keunggulan dan kelemahan yang berbeda di setiap daerah/kawasan. Dalam pengelolaan kawasan TNGC yang menjadi perhatian adalah dengan
memanfaatkan potensi yang ada antara lain seperti jasa wisata alam dan air, ini perlu melibatkan peran dari masyarakat dan
Pemda setempat. Dengan harapan masyarakat dan Pemda akan merasa memiliki kawasan TNGC.
Evaluasi Permasalahan Pengelolaan Tiga Pilar PengelolaanPembagian Ruang Potensi Hutanperhitungan nilai ekonomi untuk pengawetan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati
Gbr. 13. Surili Merupakan Salah Satu Spesies Kunci di Gunung Ciremai,Balai TNGC Mengajak Untuk Turut Melindungi Melalui Pengembangan Wisata Alam berbasis Sumberdaya Alam Hayati
Infogr. 4. Tiga Pilar Kelola Sebagai Pedoman Implementasi Manajemen Kedaulatan Rakyat .............................................................. 67
Infogr. 5. Perubahan Organisasi di Tingkat Resor .................................. 70
Infogr. 6. Implementasi Manajemen Kedaulatan Rakyat ......................... 73
Infogr. 7. Potensi Ruang Ekosistem ........................................................ 81
Infogr. 8. Nilai Ekonomi Pembudidayaan Ikan Dewa dan Permintaan Pasar Akan Kebutuhan Ikan Dewa Pembudidayaan Ikan Dewa di Balong Cigugur dan Pesawahan, Kuningan ...................... 89
Infogr. 9. Graphic Bar Nilai Ekonomi Untuk Pengawetan dan Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati 2016 & 2017 ............................. 95
Infogr. 10. Grafik Peningkatan Jumlah ODTWA di Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai ........................................... 101
Infogr. 11. Fakta Angka terkait Tangkapan Air di Kawasan TNGC ......... 104
Infogr. 12. Jumlah ijin pemanfaatan air komersil dan non komersil. ..... 105
Infogr. 13. Realisasi Penerimaan PNBP Dalam Kurun Waktu 10 Tahun ....................................................................................... 119
DAFTAR ISI
FILOSOFI LOGO
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR, INFOGRAFIS DAN TABEL
BAB SATU PENDAHULUAN ............................................................. 35
BAB KEDUA MENCARI POLA PENGELOLAAN KAWASAN ......................................................................... 45
BAB KETIGA MANAJEMEN KEDAULATAN RAKYAT PERIODE 2015 - 2018 ............................................ 55
BAB EMPAT MANFAAT IMPLEMENTASI MANAJEMEN KEDAULATAN RAKYAT ............................................................................... 111
BAB KELIMA DIBALIK LAYAR .............................................................. 125
RADIUS KAWAH TIMUR 600 MLUAS TNGC DI KABUPATEN KUNINGAN (8.811,48 HA), KABUPATEN MAJALENGKA (6.029,82 HA), TOTAL LUAS SESUAI SK KEMENHUT14.841,3 HA2017 DESA WISATA CIBUNTU MERAIH URUTAN LIMA TERBAIK HOME STAY DI ASEAN, BUKIT SERIBU BINTANG,
JUARA II KATEGORI DATARAN TERTINGGI TERPOPULER AJANG ANUGRAH PESONA INDONESIA & DESA BANTARAGUNG,
JUARA III KATEGORI SURGA TERSEMBUNYI TERPOPULER AJANG ANUGRAH PESONA INDONESIA
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT4 2
menjadi bahan bakar apabila musim kemarau datang. Selain itu, flora fauna yang ada di hutan Gunung
Ciremai terancam keberadaannya akibat hilang habitatnya. Terlebih pada tahun 2002, Perum Perhutani
mempunyai program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang melibatkan masyarakat
sekitar. Program ini membuka kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh manfaat dari
kawasan hutan dengan skema menggarap sebidang lahan.
Pada tahun 2003, status hutan produksi berubah menjadi hutan lindung yang masih dikelola oleh Perum
Perhutani. Lantas pada 2004 bertiup angin perubahan. Pemerintah daerah Kuningan dan Majalengka
mengusulkan perubahan fungsi kawasan hutan Gunung Ciremai, dari hutan lindung menjadi taman
nasional.
Penunjukan Sebagian Kawasan Hutan Gunung Ciremai Sebagai Hutan Lindung/tutupan Oleh Pemerintah Hindia Belanda (Terakhir Disahkan Tanggal 28 Mei 1941)
10 Maret 1978, SK Menteri Pertanian No. 143/Kpts/Um/3/1978 Telah Ditunjuk Wilayah Kerja Unit Produksi (Unit III) Perum Perhutani Jabar Yang Berada Di Dati I Jabar (Termasuk Kelompok Hutan Gunung Ciremai Yang Termasuk Dalam Wilayah Kerja KPH Kuningan Dan KPH Majalengka), Kecuali Areal Suaka Alam Dan Hutan Wisata
Penunjukan Kawasan Hutan Gunung Ciremai Yang Dikelola Perum Perhutani Menjadi Hutan Lindung Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No. 195/Kpts-II/2003 Tanggal 4 Juli 2003
Surat Pimpinan DPRD Kab. Kuningan No. 661/266/DPRD Tanggal 1 September 2004 Perihal Dukungan Atas Usulan Pengelolaan Kawasan Hutan Gunung Ciremai Sebagai
Surat Bupati Kuningan No. 552/1480/Dishutbun Tgl 26 Juli 2004 Perihal Proposal Kawasan Hutan Gunung Ciremai
Surat Bupati Majalengka No. 552/2394/Hutbun Tgl 13 Agt 2004 Perihal Usulan Gunung Ciremai
1). Sk Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Perihal Perubahan Fungsi
Hutan Lindung Pada Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas 15.500 Ha, Terletak Di Kab. Kuningan Dan
Majalengka, Prov Jabar, Menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai. 2). Surat Penetapan Menteri LHK No.
3684/Menhut/VIIKUH/2014 Tanggal 8 Mei 2014 Seluas 14.481,3 Ha
Infografis 1. Linimasa Pengukuhan Taman Nasional Gunung Ciremai
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 4 3
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Kuningan dan Majalengka melalui surat
Bupati kepada Menteri Kehutanan untuk mengubah status kawasan menjadi taman nasional. Kemudian
permohonan tersebut disetujui, sehingga keluarlah Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/
Menhut-II/2004 pada tanggal 19 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi Hutan Lindung Pada Areal
Hutan Gunung Ciremai Seluas 15.500 ha Terletak di Kabupaten Kuningan dan Majalengka Menjadi
Taman Nasional Gunung Ciremai.
Penunjukan kawasan ini menjadi taman nasional untuk melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan
ekosistem Gunung Ciremai secara lestari dan optimal. Harapan lainnya adalah untuk kesejahteraan
masyarakat. Pada titik ini, terbitlah dilema.
Perubahan status itu nampaknya membawa konsekuensi yang tak mudah. Untuk mencapai harapan
tersebut, perubahan menjadi taman nasional juga menuntut masyarakat desa penyangga harus
berubah. Bisa dibayangkan, perubahan status menjadi taman nasional tentu berdampak luas terutama
bagi masyarakat penyangga yang sudah berinvestasi melalui program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat dari Perhutani. Berdasarkan identifikasi tim penertiban dan pembinaan penggunaan
lahan, jumlah penggarap dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat mencapai 4.553 orang, di
lahan seluas 7.543 Ha. Bayangkan lagi: luasan itu hampir mencakup 50 persen dari luas kawasan yang
ditunjuk sebagai taman nasional.
Tak ayal lagi, pada masa awal penunjukan, reaksi penolakan terhadap status taman nasional pun tidak
dapat dihindari. Masyarakat berpandangan bahwa keberadaan taman nasional merugikan masyarakat.
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT4 4
Bagi orang awam, ketika diminta membayangkan hutan pasti akan tergambarkan kondisi hijau, sejuk
dan rimbun. Namun fakta di lapangan, kondisi hutan di Gunung Ciremai sepanjang mata memandang
adalah sayur mayur, tutupan pohon yang tidak rapat dan rusak.
Proses yang cukup panjang, usaha yang maksimal dan kesabaran mewarnai jalannya pengelolaan
kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Tentu tidak ada usaha yang sia-sia selama kita
berikhtiar, dalam kurun waktu lima tahun strategi pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai
mengimplementasikan dalam tiga pilar kelola, yaitu kelola ekologi, kelola sosial budaya, dan kelola
ekonomi. Dengan demikian, pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan bagian dari
perkembangan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, tidak hanya demi pelestarian alam
semata.
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT4 8
Periode 2004 - 2010
Perubahan status Gunung Ciremai dari hutan
produksi dan hutan lindung menjadi taman
nasional memunculkan perbedaan pemahaman.
Selama sebagai hutan produksi, Perhutani
menerapkan program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) di sebagian wilayah hutan
Gunung Ciremai. Saat itu, jumlah penggarap lahan
tumpangsari mencapai 4.553 orang dari beberapa
desa penyangga. Dengan perubahan fungsi
kawasan menjadi taman nasional, berarti pengelola
akan berganti, dari Perhutani kepada Balai Taman
Nasional Gunung Ciremai.
Lantas muncul kekhawatiran bahwa kesepakatan
kerja sama yang telah dibuat antara Perhutani
dengan masyarakat tidak berlaku lagi. Hal itu
menjadi salah satu pemicu penolakan masyarakat
penggarap terhadap taman nasional.
Sebagai langkah antisipasi, masyarakat yang
beraktivitas menggarap di dalam kawasan bersama
“ ... LANTAS MUNCUL KEKHAWATIRAN BAHWA KESEPAKATAN KERJA SAMA YANG TELAH DIBUAT ANTARA PERHUTANI DENGAN MASYARAKAT TIDAK BERLAKU LAGI. HAL ITU MENJADI SALAH SATU PEMICU PENOLAKAN MASYARAKAT PENGGARAP TERHADAP TAMAN NASIONAL ...”
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 4 9
dengan LSM dan pemerintah daerah serta pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kehutanan
melakukan refleksi, yaitu membahas dampak perubahan status itu terhadap masyarakat yang tinggal
di lereng Gunung Ciremai. Hasil refleksi dan diskusi menghasilkan sikap masyarakat yang menolak
taman nasional berdasarkan pertimbangan pada dampak terhadap ekonomi masyarakat yang semula
sudah menjadikan garapan di kawasan hutan Gunung Ciremai lahan usahanya, pola pengelolaan taman
nasional yang melarang masyarakat masuk kawasan dan proses pengusulan kawasan konservasi yang
tidak melalui proses sosialisasi terlebih dahulu.
Seiring dengan pro-kontra yang terus bergulir, pada 2004 salah satu usaha mencari solusi diadakan
beberapa kali pertemuan dan pembahasan. Hasilnya, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (Kini, Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem) pada 2005
memberikan rekomendasi, yaitu untuk menciptakan kolaborasi pengelolaan taman nasional dengan
satu tujuan dan slogan “Leuweung Hejo Rakyat Ngejo” atau Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera.
Kolaborasi yang dikenal Pengelolaan Hutan Konservasi Bersama Masyarakat melibatkan lembaga
swadaya masyarakat seperti AKAR dan Kanopi. Yang kemudian, saat ini bersama dengan pemanfaat
kawasan lain yaitu jasa lingkungan wisata alam dan air bergabung dalam satu wadah yaitu Forum
Ciremai.
Setelah tensi polemik agak menurun, pertemuan dan sosialisasi makin sering dilaksanakan. Ini
sebagai upaya membangun kesamaan presepsi dari berbagai pihak. Pro-kontra masih terjadi walaupun
skalanya makin menurun. Tahap ini merupakan tahap pencarian bentuk kolaborasi yang sesuai dengan
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT5 0
peraturan.
Hanya saja, walaupun ada beberapa masalah dapat diselesaikan, tak jarang malah menimbulkan
masalah baru. Begitulah dinamika menghadapi masyarakat, yang terkadang tidak mau disatukan
karena berbeda visi, misi dan kepentingan. Ketika kami merangkul yang satu, yang lainnya merasa iri
dan ingin juga dirangkul namun tidak ingin bersama-sama dirangkul.
Satu yang disepakati bersama bahwa pihak manapun dilarang melakukan pembalakan liar, perburuan,
penambangan liar dan perambahan baru. Sementara untuk pertanian sayur maupun tanaman buah-
buahan yang masih ada dan berjalan masih ditolerir sampai masa panen tiba. Tentu hal ini harus
dibarengi dengan solusi peralihan profesi dan alih komoditas masyarakat penggarap. Ini merupakan
kemajuan yang menggembirakan. Beberapa kali juga dilakukan tindakan represif terhadap pembalakan
liar dan penambangan liar sebagai upaya untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku.
Koordinasi dengan pemerintah daerah Kabupaten Kuningan dan Majalengka juga terus dilakukan.
Bupati Kabupaten Kuningan mendukung dengan instruksi Nomor 3 Tahun 2009, perihal penertiban
penggunaan kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai lahan pertanian dan perkebunan.
Isinya: melarang masyarakat melakukan usaha pertanian dan perkebunan di dalam kawasan taman
nasional. Sementara itu, dukungan bupati Majalengka dalam bentuk imbauan untuk tidak menggarap
lahan di dalam taman nasional.
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
Energi besar tercurah dalam menangani penurunan penggarap (yang semula memang pelaku
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Perhutani) di taman nasional melalui patroli dan sosialisasi.
Dua upaya ini berlangsung terus-menerus di desa penyangga, sembari mempembaharui data penggarap
yang masih beraktivitas di taman nasional. Tak hanya di balai desa, penyuluhan informal juga dilakukan
langsung di lahan garapan masyarakat. Bersama Muspika setempat, juga dilakukan pemasangan
papan dan tanda larangan di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai yang digarap oleh masyarakat.
Salah satu bentuk pendekatan Balai Taman Nasional Gunung Ciremai terhadap masyarakat eks-
penggarap adalah melalui kegiatan rehabilitasi kawasan, pemberdayaan masyarakat, pengamanan
perlindungan kawasan dan pengawetan plasma nutfah.
Sehingga, pada 2010 secara berangsur-angsur para eks-penggarap PHBM di seluruh kawasan taman
nasional bersedia menandatangani surat pernyataan untuk meninggalkan lahan garapannya. Walaupun
demikian, masih ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti, seperti penanganan sosial ekonomi
masyarakat eks-penggarap, dan kondisi sebagian kawasan yang terlanjur ditanami kopi dan buah-
buahan yang bukan jenis endemik Gunung Ciremai.
Untuk sementara waktu, pemanfaatan hasil panen tanaman budidaya tersebut masih diperbolehkan.
Hanya saja, dengan beberapa ketentuan: penggarap tidak boleh menambah tanaman budidaya,
berkewajiban menanam pohon jenis endemik 400 batang per hektare, serta berkomitmen membantu
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT5 8
Satu dekade berdiri, Taman Nasional Gunung Ciremai mencapai banyak kemajuan, diantaranya
penanganan perambahan, perburuan, dan pembalakan liar. Namun masih ada sebagian masyarakat
dan lembaga swadaya masyarakat yang belum memahami manfaat dan fungsi kawasan konservasi
secara keseluruhan. Bahkan pemerintah daerah dan legislatif pun mulai mempertanyakan manfaat
Taman Nasional Gunung Ciremai bagi pembangunan ekonomi daerah.
Seperti bara yang menyala lagi, berkembanglah tuntutan untuk mengembalikan pengelolaan Gunung
Ciremai kepada pemerintah daerah. Demonstrasi pun dimulai lagi, dengan mengatasnamakan
masyarakat sekitar hutan. Masyarakat yang masih bimbang tersulut untuk meminta kembali lahan
garapan di taman nasional.
Selain itu, salah satu ancaman terhadap kelestarian taman nasional yang sering terjadi tiap tahun
adalah kebakaran hutan. Penyebabnya adalah ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Apalagi saat
kemarau, semak belukar bekas perladangan yang ditinggalkan menjadi bahan bakar alami. Kebakaran
hutan sebagian besar merupakan ungkapan kekecewaan masyarakat, yang aksesnya dibatasi dalam
memanfaatkan kawasan hutan.
Berjalannya pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai, ada beberapa hal yang menjadi kekuatan
dan peluang yaitu ketersediaan air, ekonomi masyarakat eks penggarap, keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan, sumberdaya manusia dan tipologi desa sebagaimana infografis berikut.
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
Berdasarkan Sejarah Tatar Sunda Di Setiap Kabupaten Yang Berada Di Kaki Gunung Ciremai, Interaksi Masyarakat Dengan Gunung Ciremai Sangat Tinggi, Terutama Karena Gunung Ciremai Memiliki Total Debit Air 9.293,84 Liter/detik Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Baik Untuk Pengairan Pertanian, Air Minum Dan Lain-lain
Kondisi Sebelumnya Kawasan Hutan Gunung Ciremai Merupakan Hutan Produksi Perhutani, Dimana Akses Masyarakat Disalurkan Melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Phbm) Komoditi Pertanian, Dengan Jumlah Penggarap Lahan Saat Itu Mencapai 4.553 Orang Dengan Luas Area Mencapai 7.543 Hektar
Program-program Pemberdayaan Masyarakat Yang Masih Memposisikan Masyarakat Sebagai Objek Pemberdayaan Cenderung Tetap Memisahkan Interaksi/akses Langsung Masyarakat Dengan Kawasan Hutannya Dan Belum Memberikan Nilai Ekonomi Yang Lebih Baik
Sumberdaya Manusia Yang Bekerja Sebagai Pengelola Sebanyak 74 Orang Pns Dan 13 Tenaga Harian Dengan Rincian 8 Orang Lulusan S2, 20 Orang Lulusan S1, 5 Orang Lulusan D3 Dan 37 Orang Lulusan Sma. Data Ini Menunjukkan Nilai Kapasitas Negara Yang Cukup Kuat Untuk Pengelolaan Kawasan
Berdasarkan Rapid Assesment Tipologi Desa, Menunjukkan Bahwa Desa Penyangga Sekitar TNGC Masuk Dalam Tipologi Ii (Tingkat Ketergantungan Terhadap Kawasan Sedang) Yaitu Memiliki Kemampuan Sedang Dalam Menunjang Peningkatan Kemampuan Sosial Ekonomi Rumah Tangganya
Infografis 2. Kekuatan dan peluang pengelolaan TNGC
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT6 2
Sebagai strategi dalam menyelaraskan kekuatan dan peluang, dapat dirumuskan catatan penting
sebagai berikut :
Interaksi masyarakat penyangga dengan TNGC tidak terpisahkan, terutama pada masa status hutan produksi. Hutan adalah halaman rumah masyarakat, perlu dibuka akses bagi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan tanggung jawab pengelolaan TN sesuai peraturan yang berlaku
Perlu perubahan pemahaman pengelola TNGC, dari pemimpin sampai personel di lapangan, melalui komitmen, integritas, dan keikhlasan, untuk mengembangkan pendekatan baru pengelolaan sumberdaya alam. Manajemen pemerintahan harus hadir dan mampu mewujudkan kemanfaatan taman nasional bagi kesejahteraan masyarakat
Kapasitas Balai Taman Nasional Gunung Ciremai dan modal sosial masyarakat yang sama-sama memadai, sehingga strategi yang tepat adalah pengelolaan Taman Nasional bersama masyarakat
Infografis 3. Strategi Pengelolaan TNGC
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 6 3
Sebagai tuan rumah, masyarakat adalah subyek pengelolaan. Dengan demikian, kontestasi para aktor
dalam pengelolaan taman nasional tidak seharusnya berujung konflik. Kejelian menemukan irisan
kepentingan intrinsik dari para aktor adalah kunci untuk menggeser potensi konflik menjadi potensi
kerjasama, sehingga, berbagai hambatan yang sebelumnya dianggap sebagai masalah kelemahan dan
ancaman dapat berubah menjadi berkah peluang dan kekuatan.
Konsep manajemen kedaulatan rakyat juga sejalan dengan paradigma baru pengelolaan kawasan
konservasi dari Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem. Paradigma baru ini
menempatkan masyarakat sebagai subyek, dan desa menjadi bagian dari proses pengelolaan taman
nasional.
Selama 2015-2018, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai telah mengarah pada pengelolaan yang
mendaulatkan masyarakat melalui tiga pilar yaitu kelola ekologi, sosial budaya dan ekonomi. Tanpa
kolaborasi dengan masyarakat, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai akan mengeluarkan biaya cukup
besar seiring semakin intensifnya pengelolaan hutan.
Ini juga sesuai dengan sasaran strategis 2015-2019, Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam
“ ... KONSEP MANAJEMEN KEDAULATAN RAKYAT MENITIKBERATKAN PADA KETERLIBATAN MASYARAKAT SEBAGAI
‘TUAN RUMAH’ DALAM PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL ....”
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT6 4
dan Ekosistem yaitu kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati terpelihara, terlindungi, serta
dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Begitu juga, sesuai dengan tujuan pembangunan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015-
2019 untuk mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pengelolaan sumberdaya
hutan yang lestari untuk kesejahteraan rakyat menuju pembangunan berkelanjutan.
Sementara itu, untuk mendukung terwujudnya manajemen kedaulatan rakyat perlu didukung faktor-
faktor berikut:
Kepemimpinan
Sebagai unit pelaksana teknis di lapangan, Balai Taman Nasional memerlukan pemimpin yang
berkomitmen, ikhlas, dan konsisten untuk memahami beragam masalah unik di wilayah kerjanya.
Pemimpin akan mengarahkan organisasi dan sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan sesuai
penunjukan kawasan. Masalah di kawasan konservasi umumnya sama, namun yang membedakan
adalah kejelian untuk menemu-kenali kekuatan ‘lokal’. Seorang pemimpin yang mampu membaca,
mendengar dan merasakan karakter masalah di lapangan, diharapkan dapat menemukan solusi dan
kebijakan yang tepat bukannya menambah masalah.
Perubahan Pola Pikir
Pertama, untuk mewujudkan tujuan taman nasional perlu perubahan pola pikir segenap staf Balai
Taman Nasional, melalui komitmen, integritas, dan keiklasan, untuk mengembangkan pendekatan baru
pengelolaan kawasan. Manajemen Balai Taman Nasional harus hadir dan mampu mewujudkan manfaat
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
Gbr. 12. Membangun Kemitraan Dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan, Membahas Peran Serta Masyarakat di Sekitar TN Gunung Ciremai
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT6 6
kawasannya bagi masyarakat. Perubahan pola pikir ini pun harus ditularkan kepada masyarakat, agar
dapat menerima taman nasional sesuai fungsinya.
Kedua, saling percaya, peduli, menguntungkan dan menyamankan. Ini merupakan modal utama, bila
pemerintah memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola kawasan dengan dukungan
staf Balai Taman Nasional. Kepercayaan itu tanpa memandang suku dan tingkat pendidikan masyarakat.
Kendati tingkat pendidikan umumnya memang kurang, namun masyarakat relatif lebih memahami
kawasan hutan. Nilai-nilai tersebut dapat mengubah hubungan yang sebelumnya benci, menjadi suka.
Ketiga, memberi akses masyarakat dalam pengelolaan kawasan. Dengan menjadikan sebagai ‘tuan
rumah’. Masyarakat menjadi subyek, dengan berkontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan tanggung jawab pengelolaan taman nasional. Dengan demikian, rasa memiliki akan tumbuh di
masyarakat.
Ketiga, pelayanan dan bimbingan secara humanis. Ini merupakan implikasi dari fungsi aparat negara
sebagai pelayan masyarakat. Dengan demikian, kedudukan aparatur menjadi strategis yang akan
menentukan kemampuan dan peran pemerintah dalam pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan bagi
rakyatnya. Karena itu, perlu pendekatan humanistik, yang memandang masyarakat sebagai bagian dari
Taman Nasional Gunung Ciremai, sehingga tidak ada jarak dalam berkolaborasi.
3.1. Tiga Pilar Pengelolaan
Balai Taman Nasional menyadari, selain untuk pelestarian alam, upaya pengelolaan juga bagian dari
perkembangan sosial dan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, tercipta keseimbangan
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
DESA WISATA, AIR,
EDUKASI, PLASMA
NUTFAH, LOKAL
KULINER
POTENSI SDA
DAN EKOSISTEM
PENGUATAN KELEMBAGAAN
1.597 KK DAN
927 ORANG DHUAFA
01KELOLA EKOLOGI
03 KELOLA EKONOMI
02KELOLA SOSIAL
DAN BUDAYA
EKONOMI
EKOLOGI
SOSIAL
Infografis 4. Tiga Pilar Kelola Sebagai Pedoman ImplementasiManajemen Kedaulatan Rakyat
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT6 8
antara kepentingan ekologi dengan kepentingan sosial-ekonomi masyarakat. Untuk itu, ada tiga
pilar kelola yang harus dijalankan secara bersamaan, yang menjadi pedoman dalam manajemen
kedaulatan rakyat.
a. Kelola Ekologi
Kelola ekologi dilakukan dalam upaya mengidentifikasi dan mengembangkan kekayaan sumberdaya
alam, sehingga mampu memunculkan nilai peluang dan kekuatan sebagai modal sumberdaya alam.
Pengelolaan dilakukan di empat ruang potensi, yaitu potensi di bawah permukaan lantai hutan, potensi
di lantai hutan, potensi ruang antara lantai hutan dengan tajuk dan potensi pada ruang tajuk. Dalam
kelola ekologi harus mengarah pada kelestarian sumber daya hutan agar berperan sesuai dengan
fungsinya secara optimal yaitu potensi SDA dan ekosistem.
b. Kelola Sosial Budaya
Kelola sosial budaya dilakukan dengan menginisiasi kelembagaan masyarakat untuk menguatkan
posisinya sebagai tuan rumah dalam pengelolaan taman nasional. Kelola ini sebagai presentasi kearifan
lokal dalam membangun interaksi positif dengan taman nasional. Kelola sosial budaya dilakukan di
54 desa sekitar kawasan, yang mencakup tiga kabupaten: Kuningan, Majalengka dan Cirebon. Kelola
ini mengarah pada akses pengelolaan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan lainnya demi keadilan
dan harmoni antar pihak tanpa meninggalkan kearifan lokal yaitu penguatan kelembagaan kelompok
masyarakat, seni budaya dan santunan anak yatim dhuafa.
c. Kelola Ekonomi
Kelola ini untuk menjawab tantangan pemanfaatan taman nasional mampu mewujudkan nilai ekonomi
bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Tentu saja, nilai ekonomi yang didapat dapat
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
menggantikan nilai yang didapat dari kawasan ketika digarap untuk lahan pertanian. Kelola ekonomi
mengarah pada pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam dan air yang mampu menghasilkan
pendapatan ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan. Selain itu juga memanfaatkan potensi yang
ada diwilayah penyangga dalam mengembangkan industri konservasi yaitu plasma nutfah dan kuliner.
Sasaran dari kelola ekologi, sosial budaya dan ekonomi di dalam mewujudkan nilai kemanfaatan bagi
kesejahteraan masyarakat dilakukan melalui tiga kegiatan utama;
Pertama, perlindungan dan pengamanan kawasan, yang meliputi kegiatan pencegahan gangguan
kawasan seperti perambahan, pembalakan liar dan perburuan; dan pencegahan kebakaran hutan dan
lahan.
Kedua, pengawetan dan budidaya keanekaragaman hayati, meliputi kegiatan konservasi keanekaragaman
hayati dan spesies kunci, dan pemulihan ekosistem.
Ketiga, pemanfaatan jasa lingkungan, meliputi pariwisata dan rekreasi; pengembangan kuliner berbasis
keanekaragaman hayati hutan dan budaya setempat; dan pemanfaatan air.
3.2. Resor Tematik
Manajemen kedaulatan rakyat dikembangkan sesuai peraturan, untuk menuju pengelolaan yang
efektif dengan membuka akses masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan tanggung jawab
dalam pengelolaan sumberdaya alam. Untuk mempercepat capaian visi dan sasaran kelola ekologi,
sosial budaya, dan ekonomi, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai melakukan perubahan organisasi
di tingkat resor. Perubahan ini sekaligus untuk menunjang kinerja di tingkat lapangan sehingga dapat
mewujudkan nilai kemanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat.
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT7 0
Sejak Mei 2016, Balai Taman Nasional mengubah ‘resor wilayah’ menjadi ‘resor tematik’. Resor tematik
berdasarkan pengelompokan tema pengelolaan sesuai kebutuhan Balai Taman Nasional. Adapun resor
tematik yang dibentuk meliputi:
1. Resor perlindungan dan pengamanan hutan, dengan personel fungsional polisi kehutanan;
2. Resor keanekaragaman hayati dan ekosistem, dengan personel fungsional pengendali ekosistem
hutan;
3. Resor pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam, dengan personel fungsional penyuluh
kehutanan dengan kombinasi personel fungsional lain sesuai tuntutan di lapangan.
HUTAN DAN EKOSISTEM TNGC
SINERGITAS 3 KELOLA DENGAN 3 PILAR
KONSERVASI
EFEKTIFITAS PENGELOLAAN
RESORTEMATIK
1. PERLINDUNGAN KAWASAN2. KEANEKARAGAMAN HAYATI3. PEMANFAATAN JASLING DAN WISATA ALAM
TERCAPAI VISI BTNGC TERWUJUDNYA KELESTARIAN TNGC SEBAGAI SUMBER
AIR UTAMA UNTUK KEHIDUPAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Infografis 5. Perubahan Organisasi di Tingkat Resor
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
Gambar 5. Masyarakat yang telah menjadi kader konservasi dan mampu mengambil manfaat ekonomi dengan memberikan informasi tentang habitat Kodok Merah di Gunung Ciremai.
Foto Lokasi di ODTWA Ipukan
Secara struktur, resor tematik berada di bawah
seksi pengelolaan taman nasional (SPTN). Dengan
begitu, wilayah kerja resor tematik meliputi seluruh
wilayah seksi, hanya tugas pokok dan fungsinya
yang berbeda, disesuaikan dengan tugas dan fungsi
resor pengelolaan.
Penempatan personel di resor tematik disesuaikan
dengan keahlian fungsionalnya. Jadi, selain
mendorong pengelolaan di tingkat tapak, sistem
penempatan itu sesuai dengan jabatan fungsional
sehingga mendukung capaian karir dan kinerja
personel.
Dengan resor tematik, setiap personel dituntut
menguasai hal-hal yang berkaitan dengan tema
resornya, mulai dari peraturan, kondisi lapangan,
tantangan dan peluang. Alhasil, personel bisa
memproyeksikan tantangan ke depan sehingga
mampu menjawab kebutuhan organisasi.
Sejalan dengan bergulirnya resor tematik, setiap
pejabat fungsional diarahkan dapat memiliki
DENGAN RESOR TEMATIK SETIAP PERSONEL DITUNTUT MENGUASAI HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN TEMA RESORNYA, MULAI DARI PERATURAN, KONDISI LAPANGAN, TANTANGAN DAN PELUANG
PENDEKATAN INI DISEBUT DENGAN ISTILAH
GENDONGAN
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT7 2
spesialisasi keahlian tertentu sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Pendekatan ini disebut dengan
istilah gendongan. Gendongan pejabat fungsional disesuaikan dengan minat masing-masing personal
yang kemudian disahkan melalui Surat Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Harapannya, keahlian yang dimiliki pejabat fungsional dapat memberikan manfaat langsung kepada
yang bersangkutan dan kemudian dapat ditularkan kepada masyarakat yang dibina personel resor.
Dengan masyarakat yang ditempatkan sebagai tuan rumah, masyarakat berada terdepan dalam
memberikan layanan kepada pengunjung. Sementara itu, personel taman nasional akan menjadi
penyelia. Kolaborasi keahlian ini diharapkan bisa memberikan pendapatan finansial sekaligus
meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap taman nasional. Salah satu hasilnya, personel dari
masyarakat yang terlibat dapat menambah kekurangan jumlah personel taman nasional.
3.3. Implementasi Manajemen Kedaulatan Rakyat
Implementasi di lapangan pada dasarnya meletakkan masyarakat sebagai aktor pengelolaan taman
nasional. Upaya ini dapat menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesadaran lingkungan,
meningkatan pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk menjaga aset lingkungan, sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah sudah
seharusnya berfokus pada modal ganda dalam kerangka kerja penghidupan berkelanjutan, yaitu modal
alami, manusia, sosial, fisik dan finansial. Kegagalan menyeimbangkan kelima modal tersebut akan
menyebabkan kemiskinan (van Noordwijk dkk, 2007; Leimona dkk, 2009).
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 7 3
IMPLEMENTASI MANAJEMEN KEDAULATAN RAKYAT
menitikberatkan pada keterlibatan masyarakat sebagai ‘tuan rumah’ dalam pengelolaan taman nasional
PERLINDUNGAN
Pendekatan ekologi, ekonomi dan sosial budaya secara bersamaan menjadi solusi untuk keberhasilan upaya perlindungan dan pengamanan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Pengawetan keanekaragaman hayati tidak lepas dari peran masyarakat dalam mengimplementasikan ketersediaan ekologi di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai dengan sosial dan peningkatan ekonomi.
Kekayaan sumberdaya alam sebagai sistem penyangga kehidupan menjadikan Taman Nasional Gunung Ciremai berperan strategis sebagai kawasan yang prospektif sebagai penyedia jasa lingkungan
PENGAWETAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN
Infografis 6. Implementasi Manajemen Kedaulatan Rakyat
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT7 4
Dalam konteks semangat “mengubah masalah menjadi berkah”, masyarakat eks penggarap
lahan, yang semula dianggap ancaman dan kelemahan, secara perlahan menjadi sumber
kekuatan benteng pertahanan pengelolaan kawasan taman nasional. Karena, sesungguhnya
eks penggarap adalah modal manusia yang menyediakan tenaga kerja untuk mengisi
kekurangan personel. Dalam perkembangannya, Balai Taman Nasional Gunung Ciremai tidak
lagi merasa kekurangan personel karena sebagian tugas dilaksanakan bersama masyarakat.
Balai Taman Nasional Gunung Ciremai lantas membina kelompok masyarakat, memfasilitasi pendidikan,
penelitian, pemanfaatan plasma nutfah dan air, serta wisata bersama masyarakat. Pola pengelolaan
bersama masyarakat ini pada hakikatnya untuk menjamin kelestarian sumber daya alam.
3.3.1. Kedaulatan Rakyat dalam Perlindungan
Pendekatan ekologi, ekonomi dan social budaya secara bersamaan menjadi solusi untuk keberhasilan
upaya perlindungan dan pengamanan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Balai Taman Nasional Gunung Ciremai mencermati tantangan perlindungan dan pengamanan hutan
tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum. Justru pendekatan non-yustisia, diiringi
dengan pemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat yaitu memberikan dampak positif bagi upaya
pelestarian kawasan. Berikut ini, beberapa upaya perlindungan dengan nuansa berkedaulatan rakyat.
Perlindungan Tematik
Perlindungan untuk menjaga kawasan hutan sebagai habitat dan pengawetan keanekaragaman hayati
demi menjamin fungsinya sebagai sistem penyangga kehidupan. Karena itu, dalam praktiknya, sasaran
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 7 5Gbr. 13. Surili Merupakan Salah Satu Spesies Kunci di Gunung Ciremai, Balai
TNGC Mengajak Untuk Turut Melindungi Melalui Pengembangan Wisata Alam berbasis Sumberdaya Alam Hayati yang dikenal dengan Program Gendongan
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 1 0 3
serta penanganan sampah. Diperkirakan akan mengalami penurunan pendaki, namun ternyata jumlah
pendaki yang datang dua kali lipat dari sebelumnya. Pendapatan ekonomi yang didapat pengelola sangat
signifikan, inilah yang menjadi motivasi masyarakat penyangga lain untuk memanfaatkan potensi wisata
alam yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.
Berdasarkan perhitungan pendekatan dengan metode Traveler Cost Method, efek ganda nilai ekonomi
pada 2015 sebesar Rp. 17.600.000.000,-. Pada 2016 sebesar Rp 30.500.000.000,- dan pada tahun 2017
sebesar Rp 32.700.000.000,-.
b. Air
Berdasarkan hasil analisis hidrologi dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), taman nasional terbagi
dalam sembilan Daerah Aliran Sungai: Kalibunder, Cisanggarung, Cimanuk, Bangkaderes, Citamiang,
Ciguranteng, Cijambe, Ciwaringin dan Cikeruh. Pembagian DAS ini menjadi acuan dalam kelola ekologi.
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan daerah tangkapan air bagi wilayah kota dan
kabupaten: Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, bahkan sampai Brebes. Di taman nasional
terdapat 97 sumber air yang dimanfaatkan untuk irigasi, perikanan, industri dan kegiatan ekonomi
lainnya. Sebanyak 63 sumber air ada di Kabupaten Kuningan, dan 34 lainnya di Kabupaten Majalengka.
Rata-rata debit air Taman Nasional Gunung Ciremai: 93,38 liter per detik, dengan debit tertinggi 500
liter per detik di Curug Mangkuk.
Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan tentang pemanfaatan air dan energi air di suaka
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT1 0 4
mendampingi produk unggulan setempat. Harapannya, produk unggulan kuliner setempat meningkat
baik dari segi kualitas, kuantitas, pemasaran dan nilai ekonominya. Balai Taman Nasional Gunung
Ciremai melakukan bimbingan kepada kelompok masyarakat untuk meningkatkan kapasitas manajerial
dan kelembagaan: administrasi, pelayanan, pengamanan dan pengembangan usaha. Pengembangan
selanjutnya diharapkan kelompok terkait dapat mengangkat produk kuliner yang dikombinasikan
dengan seni budaya setempat.
Sejak 2016 telah berjalan produksi makanan khas, seperti minuman herbal serbuk, minuman cincau,
sirup buah, keripik kesemek, keripik ubi, manisan ubi, dan madu. Upaya pemasaran dipadukan dengan
aktivitas wisata alam yang makin berkembang.
Cirebon Kuningan Majalengka Brebes
TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI
Sungai Kalibunder
Sungai CisanggarungSungai Cimanuk
Sungai Bangkaderes
Sungai Citamiang
Sungai Ciguranteng
Sungai Cijambe
Sungai Ciwaringin
Sungai Cikeruh
9Daerah Aliran Sungai
97Sumber Air
Majalengka
63Sumber Air 34
Sumber Air
Kuningan
93,38 L/Detikrata-rata debit air
500 L/Detikdebit air tertinggi dicurug mangkuk
4daerah
tangkapanair
wilayah kota &kabupaten
Infografis 11. Fakta Angka
terkait Tangkapan Air di
Kawasan TNGC
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 1 0 5
margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, pemanfaatan air harus
melalui proses perizinan, baik komersial maupun non-komersil. Untuk perizinan komersial
melalui Ijin Pemanfaatan Usaha Air (IUPA) oleh Menteri Kehutanan, sedangkan untuk non-
komersial melalui Izin Pemanfaatan Air (IPA) oleh Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Berdasarkan prinsip pemanfaat harus membayar, dan penyedia harus mendapatkan kompensasi,
skema pembayaran jasa lingkungan air di taman nasional Gunung Ciremai, sebagai berikut:
1. Skema Pembayaran “Pemerintah dengan Perusahaan” (Government to Private )
Dalam skema ini, Balai Taman Nasional menjadi penyedia, sementara yang berperan sebagai pemanfaat
Series 1 - IUPA3
Series 1 - IPA33
Series 1 Proses IUPA16
Infografis 12 Jumlah ijin pemanfaatan air komersil dan non komersil
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT1 0 6 Gbr. 24. Balong Dalem, Salah Satu Obyek Wisata Alam yang dikelola BUMD Kab Kuningan
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT1 3 0
obrolan dengan masyarakat, tidak jarang pula masyarakat yang sudah berputus asa namun terus selalu
dimotivasi bahwa tidak ada usaha yang sia-sia. Ketika ditanya, kekuatan apa yang mendorong untuk
terus memotivasi masyarakat. Jawabannya cukup singkat “shodaqoh jariah yaitu ilmu yang bermanfaat”.
Lain lubuk lain ikannya, lain orang lain caranya. Kali ini Sirod dan Gandi sebagai penyuluh kehutanan.
Gesture kedua personil ini lebih santai dan penuh humor. Kunjungannya tidak lepas dari kantor
desa, rumah masyarakat atau lokasi wisata alam yang dikelola kelompok masyarakat. Mengawal
pembentukan kelompok hingga disahkan Kepala Desa menjadi salah satu peran yang dilakukan
Sirod dan Gandi. Bedanya kedua personil ini terpisah wilayah, Sirod berada di Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah I Kuningan sedangkan Gandi di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II
Majalengka. Pagi, siang, petang bahkan malampun disambangi demi “kepercayaan” masyarakat yang
Gambar 29. Petugas Penyuluh TNGC Senantiasa Melakukan Pendekatan Dalam Rangka Memberi Pphotograph copyright r
B E R K A H M E N A R A H I J A U D I T I M U R J A W A B A R A T
MENUJU MANAJEMEN PARIPURNA PENGELOLAAN TNGC UNTUK KEDAULATAN RAKYAT 1 3 1an Dalam Rangka Memberi Pemahaman Akan Kehadiran TN dan Kerjasama Yang Dapat Dilaksanakan Bersama Masyarakat opyright reserved @BTNGC
Pagi, siang dan sore bahkan malam hari pun disempatkan waktunya untuk bertemu dengan masyarakat.
Aksesibilitas yang mudah dan 54 desa penyangga yang mengelilingi kawasan menjadi pilihan, sebagai
sumber kekuatan atau tetap menjadi sumber masalah. Memberikan pemahaman kepada satu orang
saja terkadang butuh waktu panjang, terlebih satu kelompok, satu desa bahkan aparat desa setempat.
Ada yang cukup memahami, sudah memahami bahkan ada yang tidak mau memahami. Kunjungan,
silaturahmi, bertatap muka tak henti-hentinya dilakukan petugas lapangan. Yakin suatu saat apa yang
disampaikan dapat dipahami oleh masyarakat menjadi modal utama.
APA YANG DISAMPAIKAN PETUGAS KEPADA MASYARAKAT???
Setiap orang memiliki karakter berbeda, yang berpengaruh dalam menentukan cara menyampaikan
pemahaman mengenai kawasan taman nasional kepada masyarakat. Gesture petugas lapangan
Jl. Raya Kuningan - Cirebon KM. 9 No. 1 Manislor, Jalaksana, Kabupaten Kuningan Jawa Barat 45554, INDONESIA http://tngciremai.com @gunung_ciremai BTN.Ciremai gunungciremai @BTNGC +62 232 613152 [email protected]