16 InfoTek Perkebunan diterbitkan setiap bulan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 13 ISSN 2085-319X Alamat Redaksi: Jalan Tentara Pelajar No.1, Bogor 16111. Telp. (0251) 8313083. Faks. (0251) 8336194. email: http//perkebunan.litbang.deptan.go.id Dana: APBN 2010 DIPA Puslitbang Perkebunan Design: Zainal Mahmud [email protected] Info Tek Media Bahan Bakar Nabati dan Perkebunan Info BBN Redaksi InfoTek Perkebunan memuat informasi mengenai perkembangan bahan bakar nabati dan teknologi perkebunan; inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian cq Puslitbang Perkebunan dan instansi lain; opini, atau gagasan berdasarkan hasil penelitian dalam bidang teknik, rekayasa, sosial ekonomi; serta tanya-jawab seputar bahan bakar nabati dan teknologi perkebunan. Redaksi menerima pertanyaan-pertanyaan seputar bahan bakar nabati dan teknologi perkebunan yang akan dijawab oleh para peneliti Puslitbang Perkebunan. Selain dalam bentuk tercetak, InfoTek Perkebunan juga tersedia dalam bentuk elektronis yang dapat diakses secara pada: http//perkebunan.litbang.deptan.go.id on-line ISSN 2085-319X 9 772085 319001 Berita Tanya Jawab dan Volume 2, Nomor 4, April 2010 Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Sagu di Lokasi Binaan PT. Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur Dalam rangka menyiapkan kemandirian masyarakat Sangatta, Kalimantan Timur pada tahun 2021 nanti, saat pasca berakhirnya ijin pertambangan batubara oleh Kaltim Prima Coal (KPC), pihak managemen berupaya untuk memanfaatkan potensi lahan tidur dan bekas penambangan dengan komoditas prospektif, salah satunya adalah dengan menanam tanaman sagu ( ). Sagu merupakan tanaman yang dikenal sebagai , sehingga sesuai ditanam di lahan marginal. Tanaman ini dilaporkan sebagai penghasil pati paling produktif (15-25 ton pati kering/ha) dibandingkan tanaman pangan lainnya. Penggunaan pati sagu tidak hanya terbatas sebagai makanan tradisional di beberapa daerah sentra tanaman sagu, tetapi telah digunakan dalam bidang industri, baik industri pangan maupun non pangan. Sebagai bahan baku dalam industri pangan, pati sagu digunakan untuk pembuatan bagea, biskuit, mie, roti dan sirup berkadar fruktosa tinggi ( /HFS). Dalam industri non pangan, pati sagu digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan plastik yang dikenal dengan , sebagai pengisi ( ) perekat kayu lapis, dan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar terbarukan yag dikenal sebagai bioetanol. Fermentasi pati sagu sebanyak 15 ton/ha/tahun menghasilkan 7,5 ton bioetanol. Selain pati, ampas sagu kering dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sehingga mengurangi pencemaran lingkungan di sekitar tempat pengolahan sagu. Selain itu, tanaman sagu dapat memperbaiki efek rumah kaca dari atmosfer yang menyebabkan pemanasan global. Hal ini disebabkan tanaman sagu memiliki efisiensi fotosintesis yang tinggi, karena memiliki 1000 stomata (mulut daun) per mm daun. Di daerah tropis, tanaman sagu menyerap CO sepanjang tahun dan dikonversi ke dalam bentuk karbohidrat dalam jumlah yang banyak dan disimpan dalam bentuk pati pada batangnya yang besar. Kemampuan penyerapan CO /ha/tahun tanaman sagu termasuk tertinggi dibanding dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya. Penyerapan CO oleh sagu 1445 ton, tebu 1123 ton, jagung 1080 ton, ubi kayu 842 ton, ubi jalar 442 ton dan padi 405 ton. Dengan pertimbangan di atas, PT. Kaltim Prima Coal (PKC) bekerja sama dengan Balitka melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk tanaman sagu di lahan tidur dan di lokasi bekas pertambangan batu bara. Survei dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari 2 peneliti Balitka dan staf KPC. Kunjungan lapangan dilakukan di dua lokasi, yaitu di Desa Asam Payang dan Desa Swarga Bara, Kecamatan Bengalon. Lokasi pertama merupakan rawa dan lokasi kedua merupakan kolam pengendapan. Metroxylon sagu low-input crop High Fructose Syrup biodegradable plastic extender 2 2 2 2 K epuh ( L.) dalam bahasa Inggris disebut Java Olives, dalam bahasa Hindi (India) adalah Jangli Badam, di Thailand dinamakan Samrong, dan orang Philippina menyebutnya Kalumpang. Di Indonesia, kepuh dikenal dengan beberapa nama antara lain pranajiwa, kepoh, jangkang, dan buah “gendruwo” karena bentuk buah yang aneh dan berukuran besar. Kepuh banyak dijumpai di India bagian Barat dan Selatan, Birma, dan Srilangka. Selain itu, kepuh juga tumbuh di daerah tropis di Afrika Timur, Kalimantan, Jawa, Sumatera, Vietnam, Malaysia, dan Australia Utara. Tanaman ini termasuk dalam devisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Malvales, famili Sterculiaceae, genus Sterculia, dan spesies L. Kepuh merupakan tanaman pohon yang besar dengan tinggi mencapai 30-40 m dan lingkar batang mencapai 3 m (Gambar 1). Percabangan tersebar secara horizontal mengelilingi pohon. Daun berbentuk menjari dengan 7-9 anak daun yang berbentuk elips sampai dengan dan panjangnya 10-17 cm. Bunga kepuh bersifat uniseksual yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada tanaman yang berbeda. Buah kepuh bentuknya cukup unik dan besar dengan berat ±1 kg (Gambar 2). Biji-biji kepuh dibiarkan jatuh dan tidak dimanfaatkan secara Sterculia foetida Sterculia foetida lanceolate Editorial Memaknai peran nyata litbang perkebunan. Inilah salah satu bentuk aktivitas yang nampaknya akan dilakukan oleh seluruh peserta rapat kerja (raker) Puslitbang Perkebunan, yang akan dilaksanakan di Yogyakarta awal April 2010 ini. Sebagai produsen inovasi, kegiatan tersebut memang selayaknya dilakukan. Diperolehnya sertifikat ISO 9001:2008 pada Desember 2009 menunjukkan bahwa seluruh lini Puslitbang Perkebunan telah bersepakat untuk menghasilkan sebanyak mungkin inovasi demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau disepakati bahwa “inovasi adalah invensi yang telah diadopsi dan menimbulkan manfaat bagi penggunanya”, sangat boleh jadi bahwa Puslitbang Perkebunan telah menghasilkan banyak invensi. Tapi, apakah sebanyak itu pula inovasi telah dihasilkan? Inilah inti renungan itu. Mungkin juga patut disyukuri bahwa setiap peserta raker sudah sangat sadar bahwa lingkungan strategis Puslitbang Perkebunan mengalami perubahan yang sangat nyata. Bertambahnya cakupan komoditas fokus, berkurangnya SDM, berkembangnya metodologi yang menuntut pembaruan alat dan sarana lain, dan meningkatnya tuntutan (kebutuhan) pengguna teknologi adalah beberapa contoh adanya perubahan tersebut. Dengan bekal kesadaran tersebut dan kemampuan untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan internal serta melihat peluang dan ancaman yang mungkin terjadi, maka peserta raker rasanya tidak hanya akan merenung saja, tetapi nyata- nyata bekerja, mencari solusi untuk semua persoalan penting, dan berupaya membangun strategi jitu untuk meraih cita. Selamat ber- Raker. Media ini menunggu hasil akhirnya. Volume Publikasi Semi Populer Kepuh Tanaman Penghasil Bahan Bakar Nabati ( L.) Sterculia foetida optimal karena masyarakat belum mengetahui kegunaannya. Biji berbentuk lonjong dengan ukuran panjang 1,5-1,8 cm Gambar 1. Pohon Kepuh tinggi mencapai 30-40 m, lingkar batang 3 m Gambar 2. Buah kepuh di pohon Di Indonesia, terutama di pulau Jawa tanaman kepuh sebenarnya sudah dikenal sejak lama dan diketahui berkhasiat untuk obat. Semua bagian tanaman mulai dari kulit batang, daun, buah sampai biji sering dimanfaatkan sebagai campuran jamu. Kulit batang dan daun dapat digunakan sebagai obat untuk beberapa penyakit antara lain: , , dan . Kulit buah kepuh juga dapat digunakan sebagai bahan ramuan untuk membuat kue. Bijinya, apabila dimakan mentah dapat berfungsi sebagai obat pencahar. Aroma kernelnya seperti kakao tetapi tidak pahit, sehingga sering digunakan untuk campuran kakao. Biji kepuh mengandung minyak sebesar 53-64,3% yang berwarna kuning pucat. Di Thailand, minyak biji kepuh selain untuk obat penyakit kulit juga digunakan sebagai penerangan. Kandungan minyak nabati dalam biji kepuh terdiri atas beberapa asam lemak yaitu asam palmitat, asam oleat dan yang dominan adalah asam sterkulat. Hasil penelitian di India diketahui bahwa kandungan asam sterkulat dalam minyak biji kepuh mencapai 71,5-72,0%. Asam sterkulat dengan rumus molekul C H O dapat digunakan sebagai ramuan berbagai produk industri seperti kosmetik, sabun, shampoo, pelembut kain, cat dan plastik. Asam lemak minyak kepuh juga dapat digunakan sebagai zat adaptif biodiesel. Akan tetapi penelitian tentang pemanfaatan biji kepuh sebagai bahan bakar nabati belum banyak dilakukan di Indonesia. Beberapa penelitian yang sifatnya masih sangat awal antara lain pembibitan, identifikasi morfologi dan sitologi, pengamatan daya hasil, telah dilakukan oleh Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta ( ). rheumatic diuretic diaphoretic 19 34 2 Rully Dyah Purwati/Peneliti Balittas Hasil pengamatan secara visual di lapang menunjukkan bahwa lokasi pertama (Gambar 1) dengan luas lahan sekitar 200 ha untuk lokasi pengembangan tanaman sagu. Terbukti beberapa komoditas tanaman seperti kopi, lada dan pisang tumbuh dengan baik. sesuai A B Gambar 1. Lokasi calon pengembangan di lahan rawa (A) dan kolam pengendapan (B) bekas tambang Pengembangan sagu di lokasi ini disarankan menggunakan sistim tumpangsari dengan pisang, sehingga pada saat tanaman sagu belum menghasilkan petani masih memperoleh penghasilan dari tanaman pisangnya. Pengembangan sagu disarankan dilakukan secara bertahap, yaitu: Tahun I, sebagai tahap pembelajaran, sagu yang berasal dari ditanam seluas 20 ha. Para petani yang terkait dengan proyek ini diharapkan dapat belajar cara budidaya sagu dari areal ini. Penanaman lahan sisanya dapat dilakukan pada tahun-tahun berikutnya sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja dan biaya yang tersedia. Untuk lokasi II, yaitu kolam pengendapan dengan luas sekitar 23 ha, diprediksi bahwa bagian tepi danau/kolam juga bisa dimanfaatkan untuk pertanaman sagu. Hal ini dilihat dari tumbuh suburnya beberapa tanaman indikator, seperti tanaman paku-pakuan, rumput-rumputan serta adanya upaya pemeliharaan ikan ditempat tersebut. Namun demikian untuk mendukung pengembangan di lokasi tersebut perlu dilakukan analisis kimia tanah dan air untuk mengetahui kadar unsur hara. Informasi ini dibutuhkan untuk menetapkan dosis pemupukan yang sesuai. Pemanfaatan lahan bekas tambang lainnya (Pit yang kondisinya kering dan sangat marjinal) dapat dilakukan dengan sagu baruk ( ), namun, terlebih dahulu dilakukan perbaikan struktur dan kesuburan tanah dengan penanaman rumput ( ). Hal mendasar yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangan sagu adalah: (i) bahan tanaman yang akan digunakan harus berasal dari pohon unggul dengan produksi pati 200 – 350 kg/pohon/tahun. Bahan tanaman ini bisa diperoleh dari hasil kultur jaringan ataupun dengan perbanyakan konvensional, yaitu menggunakan anakan ( ), (ii) saluran drainase yang baik diperlukan untuk pengaturan tata air, (iii) perlu adanya pendampingan teknologi dari Balitka secara kontinyu, yang meliputi monitoring kemajuan secara berkala (triwulan), (iv) perlu dukungan semua pihak dalam rangka menanggulangi permasalahan sosial yang mungkin timbul ( ) bibit klon unggulan Arenga microcarpha Leguminoceae sucker Bambang Heliyanto dan Nurhaini Mashud/Peneliti Balitka