PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN BAKU(STUDI
PADA PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT. ADIRA FINANCE)DISUSUN OLEH
:PRIMANITA REZU BUNAWIZA 11010214410022RINALDI DWI ADIPUTRA
11010214410023AZIMAH KIBRITUL CHAMRO 11010214410028RANI KARSILIA
SANI 11010214410032ARYANI LUTHFIA HARDINI 11010214410033KELAS :
A1
DOSEN PENGAMPU : Dr. H. ACHMAD BUSRO, SH., MHum.
FAKULTAS HUKUMMAGISTER KENOTARIATANUNIVERSITAS
DIPONEGOROSEMARANG 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah ini dapat
kami selesaikan tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas tentang Pembatasan Asas Kebebasan
Berkontrak Pada Perjanjian Baku (Studi Pada Perjanjian Pembiayaan
Konsumen Pt. Adira Finance).Dalam proses pendalaman materi makalah
ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan
saran, untuk itu rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kami
sampaikan kepada Bapak Dr. H. Achmad Busro, S.H., M.Hum. selaku
Dosen Mata Kuliah Hukum Perikatan. Demikian makalah ini kami buat.
Kritik dan saran sangat kami harapkan apabila kami sebagai penulis
masih memiliki kekurangan dalam pengerjaan makalah ini. Semoga
dapat bermanfaat.
Semarang, 23 April 2015 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1KATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3BAB I PENDAHULUAN 5A.
Latar Belakang 5B. Perumusan Masalah 8C. Tujuan Penelitian 8BAB II
PEMBAHASAN 9A. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak 91. Pembatasan
Asas Kebebasan Berkontrak 92. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak
pada Perjanjian Baku 16B. Akibat Hukum Perjanjian Baku Terhadap
Asas Kebebasan Berkontrak 231. Kekuatan Mengikat dan Keabsahan
Perjanjian Baku 232. Akibat Hukum Perjanjian Baku 27BAB III PENUTUP
46A. Kesimpulan 30B. Saran 32DAFTAR PUSTAKA 33LAMPIRAN 34
BAB IPENDAHULUAN
1. Latar Belakang Perkembangan masyarakat dewasa ini berpengaruh
pula pada berkembangnnya Hukum Perjanjian yang ada di Indonesia
ini. Semakin berkembangnnya dunia bisnis, menjadikan para pelaku
bisnis untuk semakin meningkatkan keuntungan bisnisnya tersebut.
Dari perkembangan bisnis dan kebutuhan akan sarana hukum yang
mengakomodir kepentingan dan perlindungan hukum pelaku ekonomi
berakibat adanya perjanjian dalam bentuk-bentuk baru yang
menghendaki efektif, sederhana, praktis, dan tidak membutuhkan
proses dan waktu yang lama.[footnoteRef:2] Salah satunya dengan
membuat perjanjian baik yang dilakukan antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain, maupun dengan para konsumennya kedalam bentuk
perjanjian baku. Bentuk perjanjian seperti ini dimungkinkan dalam
asas kebebasan berkontrak.[footnoteRef:3] [2: Achmad Busro, Kapita
Selekta Hukum Perjanjian, (Semarang : Pohon Cahaya, 2013), hlm.1]
[3: ibid]
Perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
telah dituangkan dalam bentuk formulir, yang mana isi dan bentuknya
telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak terutama
pihak ekonomi kuat (kreditur).[footnoteRef:4] Dalam hal ini pelaku
usaha yang merupakan pihak ekonomi kuat yang menentukan isi dari
perjanjian tersebut, sehingga pihak konsumen (debitur) hanya dapat
menerima ketentuan tersebut, tanpa memiliki kewenangan untuk
merubah isi dari perjanjian. [4: Salim HS, Perkembangan Hukum
Kontrak di Luar KUH Perdata Buku I, (Jakarta : Sinar Grafika,
2006), hlm. 145]
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
ini tertuang asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat
perjanjian (pacta sunt servanda).Atas dasar tersebut maka dapat
diketahui bahwa hukum Perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka,
artinya hukum kontrak memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk mengadakan kontrak yang berisi apa saja,
sejauh tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan serta
peraturan perundang-undang.[footnoteRef:5] [5: Achmad Busro, Ibid,
hlm. 11]
Asas kebebasan berkontrak melekat pada pembuatan perjanjian,
maksud dari asas ini adalah adanya kebebasan seluas-luasnya, yang
oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat dalam hal ini para
pihak untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, adanya
kebebasan dalam menentukan cakupan syarat, kebebasan dalam
menentukan ketentuan dalam perjanjian, dan bebas membuat dengan
siapa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan ketertiban umum.[footnoteRef:6]
Selain itu asas kebebasan berkontrak sebagai salah satu asas hukum
perjanjian di Indonesia dibatasi pula oleh asas-asas hukum
lainnya.[footnoteRef:7] [6: H.R.Daeng Naja, 2006, Contract Drafting
Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisinis, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti), hlm.8] [7: Achmad Busro, Ibid, hlm. 14]
Apabila kita berpedoman pada Ketentuan Pasal 1338 KUHPer yang
terkandung didalamnya asas kebebasan berkontrak, maka dapatlah
dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak ini tidak berlaku secara
multak terlebih lagi dalam perjanjian baku, bukan hanya terbatas
pada peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum
tetapi juga ada beberapa hak dari salah satu pihak (debitur) yang
dibatasi . Hal ini karena pada perjanjian baku ini, konsumen hanya
dihadapkan pada dua pilihan, atau yang dikenal dengan istilaH take
it or leave it, yang berarti bahwa apabila debitur mengingikan
pembiayaan tersebut maka debitur haruslah menyetujui perjanjian
yang sudah ditentukan tersbeut, dan apabila debitur tidak sepakat
dengan isis perjanjian maka debitur dapat mencari lembaga
pembiayaan lainnya. [footnoteRef:8] [8: Abdulkadir Muhammad, 1992,
Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti), hlm. 1]
Perjanjian baku ini membatasi beberapa hak yang seharusnya
mendasari adanya asas kebebasan berkontrak. Sehingga dari
pembahasan uraian diatas maka kami akan menguraikan tentang
PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN BAKU (STUDI
PADA PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT. ADIRA FINANCE).
1. Perumusan MasalahBerdasarkan pada latar belakang diatas dapat
didefinisikan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan hukum ini, yakni sebagai berikut : 1. Apa saja yang
membatasi asas kebebasan berkontrak pada perjanjian baku?1.
Bagaimanakah kekuatan mengikat dan keabsahan dari perjanjian
baku?
1. Tujuan Penelitian Perumusan tujuan penulisan merupakan
pencerminan arah agar penulisan hukum ini tidak menyimpang dari
tujuan semula. Adapun tujuan penulisan dalam penyusunan karya tulis
ini adalah sebagai berikut :1. Mengetahui batasan-batasan apa saja
dalam asas Kebebasan berkontrak dalam Perjanjian Baku secara
normative.1. Mengidentifikasi dan menetahui secara normative bahwa
perjanjian baku telah melanggar atau tidak melanggar asas kebebasan
berkontrak yang trekandung dalam Pasal 1338 ayat (1).
BAB IIPEMBAHASAN
1. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak1. Pembatasan Asas
Kebebasan BerkontrakKetentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam ketentuan Pasal
1338 ayat (1) ini tertuang asas kebebasan berkontrak dan asas
kekuatan mengikat perjanjian (pacta sunt servanda).Menurut
R.Subekti, dengan menekankan pada perkataan semua, maka Pasal
tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat
bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan beisi
apa saja (atau tentang apa saja), dan perjanjian itu akan mengikat
mereka yang membuatnya seperti Undang-Undang. Atas dasar hal
tersebut diketahui bahwa hukum perjanjian di Indonesia menganut
sistem terbuka, artinya hukum kontrak memberikan kebebasan
seluas-luasnya kepada masyaraka untuk mengadakan kontrak berisi apa
saja, sejuah tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan serta
peraturan perundang-undangan. [footnoteRef:9] [9: Achmad Busro,
Ibid, hlm. 11]
Pada keadaan dimana para pihak menutup suatu perjanjian, maka
adanya kehendak bebeas dari pihak-pihak tersebut. Dalam konteks
kebebasan berkontrak ini terimplikasikan adanya kesetaraan minimal.
Pada kenyataannya, kesetaraan kekuatan ekonomi dari para pihak
sering klai tidak ada. Sebaliknya, bila kesetaraan antara para
pihak tidak dimungkinkan, tidak dapat dimungkinkan adanya kebebasan
berkontrak.[footnoteRef:10] [10: Herlien Budiono, Asas Keseimbangan
Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, hlm. 105]
Adanya kepentingan umum dari masyarakat mensyaratkan dan
sekaligus menetapkan batasan-batasan kebebasan untuk membuat dan
menutup kontrak.[footnoteRef:11] Selain itu sepanjang ketentuan
perundang-undangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus
dibuat dalam bentuk tertentu, mka para pihak bebas memilih bentuk
perjanjian yang dikehendakinya.[footnoteRef:12] Sehingga dari hal
ini kebebasan berkontrak dibatasi oleh kepentingan umum, dan
peraturan perundang-undangan. [11: ibid] [12: Achmad Busro, Ibid,
hlm. 12]
Sutan Remy Sjahdeini[footnoteRef:13], merumuskan asas kebebasan
berkontrak meliputi: [13: Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum
Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta
: Kencana), hlm. 111]
a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.b.
Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat
perjanjian.c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari
perjanjian yang akan dibuatnya.d. Kebebasan untuk menentukan obyek
perjanjian.e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.f.
Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang
yang bersifat opsional (aanvullend. Optional)
Asas kebebasan berkontrak sebgai salah satu asas hukum
perjanjian di Indonesia dibatasi pula oleh asas hukum lainnya.
Sehingga, asas kebebasan berkontrak harus selaras dengan Pancasila
sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa.[footnoteRef:14]
Dilain pihak pada negara yang menganut sistem common lwa, kebebasan
berkontrak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan public
policy. Bila suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan,
maka kontrak tersebut menjadi batal demi hukum.[footnoteRef:15]
[14: Achmad Busro, Ibid, hlm. 14] [15: Ibid, hlm. 14]
Asas kebebasan berkontrak yang merupakan suatu asas yang
memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat bukanlah
berarti masyarakat benar-benar bebas menetukan kehendak sesuka
hati, tetap ada aturannya agara tercipta suatu tatanan yang memang
benar-benar adil bagi semua pihak. Sehingga adanya
pembatasan-pemabatasan bagi asas kebebasan berkontrak itu
sendiri.Secara umum, asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh:a.
Pembatasan dalam KUHPerdatab. Pembatasan oleh Negarac. Pembatasan
oleh Persaingan Usaha.[footnoteRef:16] [16: Ibid, hlm. 15-19]
Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan baik para pihak
dalam membuat suatu perjanjian, baik itu mengenai bentuk, maupun
isi dari perjanjian, serta kebebasan lainnya yang telah diuraikan
diatas. Sebagai salah satu ketentuan dan dasar dalam tindakan yang
bebas dari membuat suatu perjanjian, maka terdapat suatu pembatasan
terhadap asas kebebasan berkontrak tersebut agar tetap terjaga
suatu keadilan bagi setiap pihak yang terikat pada suatu
perjanjian.Terhadap pembatasan-pembatasan tersebut, dapat diuraikan
menjadi :a. Pembatasan dalam KUHPerdataPasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata mengandung suatu pembatasan bahwa hanya perjnajian yang
dibuat secara sah saja yang dapat mengikat para pihak sebagai
Undang-Undang.[footnoteRef:17] Sehingga dalam hal ini tidak semua
perjanjian itu dapat mengikat dan berlaku sebagai Undang-Undang
bagi pihak-pihak didalamnya, hanya perjanjian yang dibuat secara
sah sajalah yang berlaku selayaknya Undang-Undang. [17: Ibid,. hlm.
15]
Mengenai sahnya suatu perjanjian itu, termuat dalam Pasal 1320
KUHPerdata, yakni bahwa suatu perjanjian sah, apabila memenuhi
syarat, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk
membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang
halal. Sehingga apabila perjanjian itu tidak dibuat dengan memenuhi
syarat ini maka perjanjian itu tidaklah dapat berlaku selayaknya
Undang-Undang bagi para pihak.Selanjutnya apabila menelaah lebih
dalam, maka Penerapan asas kebebasan berkontrak harus dikaitkan
dengen kerangka pemahaman pasal-pasal atau ketentuan lain, yaitu:1)
Pasal 1320 KUH Perdata, mengenai syarat sahnya perjanjian. Dapat
disimpulkan bahwa para pihak hanya dapat membuat perjanjian yang
menyangkut causa halal saja.[footnoteRef:18] [18: Achmad Busro,
Ibid, hlm. 15]
2) Pasal 1335 KUH Perdata, yang melarang dibuatnya perjanjian
tnpa causa, atau dibuat berdasarkan suatu kausa yang palsu atau
yang terlarang, dengan konsekuesnsi tidaklah mempunyai kekuatan.3)
Pasal 1337 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.4) Pasal
1338 ayat (3) KUH Perdata, yang menetapkan bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik, [footnoteRef:19] dalam
melaksanakan kehiduan pribadi tidak boleh mengakibatkan hilangnya
lapangan hidup sosial.[footnoteRef:20] [19: Agus Yudho Hendoko,
Ibid, hlm. 117-118] [20: Achmad Busro, Ibid]
5) Pasal 1339 KUH Perdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada
sifat, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Kebiasaan yang
dimaksaud dalam Pasal 1339 KUH Perdata bukanlah kebiasaan setempat,
akan tetapi ketentuan-ketentuan dalam kalangan tertentu
diperhatikan.6) Pasal 1347 KUH Perdaa, mengatur mengenai hal-hal
yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secra diam-diam
dimasukkan dalam perjanjian (bestandig debruiklijk
beding).[footnoteRef:21] [21: Agus Yudho Hendoko, Ibid, hlm.
117-118]
Berdasarkan pandangan hidup Pancasila yang terdapat dalam lima
sila yang ada didalamnya, maka asas kebebasan berkontrak dapat
diartikan bahwa setiap orang boleh membuat perjanjian apa saja
dengan isi dan bentuk apapun, sejauh tidak melanggar/menggangu
upaya perwujudan lapangan kehidupan sosial. Sebaliknya, perjanjian
yang berisi perlindungan terhadap langana hidup sosial boleh dibuat
sejauh tidak meniadakan upaya perwujudan lapangan hidup
pribadi.[footnoteRef:22] [22: Achmad Busro]
b. Pembatasan Oleh NegaraAsas kebebasan berkontrak ini dibatasi
pula oleh negara. Hal ini tertuang dalam Alinea keempat Pembukaan
UUD 1945, yang menyatakan bahwa dibentuknya pemerintahan negara
Republik Indonesia adalah untuk melindungi dan mencerdaskan
kehidupan segenap bangsa. Hal ini berarti negara mempunyai
kewajiban untuk melindungi rakyat dari perlakukan yang tidak adil,
termasuk terhadap perjanjian yang merugikan salah satu
pihak.[footnoteRef:23] [23: Achmad Busro, hlm. 15]
Dalam menyikapi hal ini Negara akan ikut campur tangan dalam
perjanjian yang dibuat para pihak untuk melindungi pihak yang
relative lebih lemah. Sebagai contoh adalah perjanjian yang
berkaitan dengan hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha.
Negara ikut campur melalui pengaturan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan tentang upah minimum yang harus diterima oleh
buruh, hak cuti, jam kerja dan lain-lain. Nampak disini asas
kebebasan berkontrak dalam satu contoh bentuk perjanjian yakni
perjanjian kerja dibatasi oleh campur tangan
pemerintah/negara.[footnoteRef:24] [24: ibid]
c. Pembatasan oleh Persaingan UsahaKebebasan dalam berkontrak
berangsur-angsur berubah menjadi kebebasan berlaku sewenang-wenang.
Pihak yang lebih kuat cenderung untuk menentukan isi atau
persyaratan-persyaratan dalam kontrak yang lebih menguntungkan
mereka, tanpa mempertimbangan kepentingan konsumen.Dalam situasi
persaingan yang sehat dan ketat, pengusahaa tidak dapat bebas dan
sewenang-wenang menetapkan hak dan kewajiban serta syarat-syarat
yang harus dipenuhi oleh konsumen. Pada umunya konsumen akan
memilih pengusaha yang menetapkan syarat yang paling ringan dan
menarik. Pembatasan oleh persaingan usaha tidak terjadi, jika
persaingan di antara pengusaha berlangsung secara sehat, misalnya
dengan adanya monopoli.[footnoteRef:25] [25: Ibid, hlm. 16]
Hal ini berarti kebebasan berkontrak, yang dalam hal ini
diterapkan bagi pelaku usaha yang apabila menggunakan asas
kebebasan berkontrak secara mutlak ia dapat berlaku
sewenang-wenang. Tindakan sewenang-wenang ini terlihat dari
penetapan syarat, hak serta kewajiban dan isi dari perjanjian yang
dibuatnya bagi konsumen.Dengan adanya persaingan usaha antar para
pelaku usaha ini, maka para pelaku usaha membatasi tindak
kesewenangannya dalam menentukan isi, hak serta kewajiban bagi
konsumen yang biasanya memberatkan konsumen. Hal ini disebabkan
kebutuhan konsumen yang lebih memilih untuk bertransaski dengan
pelaku usaha yang memberikan syarat serta ketentuan yang lebih
ringan dan tidak terlalu memberatkan.Sehingga pelaku usaha tidaklah
dapat berlaku sebebas-bebasnya dalam menentukan perjanjian
tersebut.
2. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak pada Perjanjian
BakuSalah satu faktor yang memepengaruhi perkembangan hukum
Perjanjian di Indonesia adalah perkembangan di bidang perdagangan.
Beraneka ragam transaski dalam perdagangan menimbulkan beraneka
ragam pula perjanjian yang dibuat oleh masyarakat.Perjanjian
tersebut muncul sebagai wujud dari adanya transaski di antara para
produsen dan para konsumen. Bila melihat secara keseluruhan
khususnya pada transaksi antara produsen dengan konsumen, ternyata
bentuk dan isi perjanjian telah dibuat terlebih dahulu oleh pihak
produsen. Perjanjian ini dikenal sebagai perjanjian
baku.[footnoteRef:26] [26: Achmad Busro, hlm. 23]
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, secara tradisional suatu
perjanjian terjadi berlandaskan atas asas kebebasan berkontrak di
antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua
pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi
terjadinya perjanjian itu melalui proses negosiasi. Pada umumnya
asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh Negara berupa peraturan
perundang-undangan dan dari pengadilan, namun semenjak
diberlakukannya perjanjian baku asas kebebasan berkontrak yang
menjadi dasar terbentuknya suatu perjanjian semakin
terbatasi.[footnoteRef:27] [27: Sutan Remy Sjahdeini, 1993,
Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak
dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut
Bankir), hlm. 65]
Perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolak ukur yang
dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang
mengadakan hubungan hukum dengan pengusahan.[footnoteRef:28] [28:
Ibid]
Pendapat lain menyatakan bahwa Perjanjian baku adalah satu wujud
dari kebebasan individu pengusaha menyatakan kehendak dalam
menjalankan perusahaannya. Setiap individu bebas berjuang untuk
mencapai tujuan ekonominya walaupun mungkin akan merugikan pihak
lain. Dalam membuat perjanjian, pihak pengusaha selalu dalam posisi
tawar yang kuat yang pada umumnya berhadapan dengan konsumen yang
berada pada posisi lemah. [footnoteRef:29] [29: Ibid ]
Pada perjanjian baku, kebebasan konsumen hanya ada pada keadaan
dimana konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu :a. Jika
konsumen membutuhkan produksi atau jasa yang ditawarkan kepadanya,
setujuilah perjanjian dengan syarat-syarat baku yang disodorkan
oleh pengusaha. Yang dapat dikatakan dengan sebutan take it ,
ataub. Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat baku yang
ditawarkan itu, janganlah membuat perjanjian dengan pengusaha yang
bersangkutan, yang dapat dikatakan dengan ungkapan leave
it.[footnoteRef:30] [30: Ibid, hlm. 3]
Berdasarkan uraian diatas diteliti asas kebebasan berkontrak
pada perjanjian pembiayaan konsumen PT. Adira Finanace, sebagai
salah satu bentuk dari perjanjian baku, yang akan dijelaskan
selanjutnya.Rurumuskan asas kebebasan berkontrak dalam Perjanjian
Pembiayaan Konsumen meliputi:
1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. Dari
hal ini, pada perjanjian pembiayaan konsumen. Konsumen sebagai
salah satu pihak masih dapat menjalankan kebebasan untuk membuat
atau tidak membuat perjanjian. Dimana konsumen dapat memilih apakah
ini akan tetap menyetujui dan membuat perjanjian dengan PT. Adira
Finance atau tidak. Karena apabila konsumen tidak menginginkan
untuk membuat perjanjian maka PT. Adira Finance tidak memaksakan
kehendak untuk Konsumen mau mengikatkan diri pada perjanjian
pembiayaan konsumen tersebut.2) Kebebasan untuk memilih pihak
dengan siapa ia ingin membuat perjanjian. Pada unsur kebebasan ini,
konsumen dapat menggunakannya. Konsumen tidak dipaksakan juga untuk
memilih dengan siapa ia akan membuat perjanjian pembiayaan konsumen
tersebut. Jika ia tidak menyetujui isi dari perjanjian pembiayaan
konsumen dari PT. Adira Finance, maka ia dapat memilih pelaku usaha
lainnya. Dan ketika ia memilih PT. Adira Finance maka ia telah
melaksanakan kebebasan dalam memilih dengan siapai ia akan membuat
perjanjian tersebut.3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih
kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya. Pada perjanjian
pembiayaan konsumen ini, piahk konsumen sebagai pihak yang memiliki
posisi tawar yang tidak kuat karena perjanjiannya telah dibuat dan
ditentukan oleh pihak pelaku usaha yang dalam hal ini PT. Adira
Finance dalam bentuk perjanjian baku. Maka dalam hal ini kebebasan
untuk menentukan atau memilij kausua dari perjanjian yang akan
dibuatnya tidaklah terpenuhi oleh karena bentuknya yang sudah
ditentukan tersebut. Konsumen tidak memiliki kewenangan untuk
menetukan, maupun untuk merubah isi dari perjanjian tersebut.4)
Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian. Obyek dari perjanjian,
pada perjanjian pembiayaan kosnumen ini dapatlah terpenuhi. Karena
antara kedua pihak baik pihak debitur (konsumen) maupun pihak
kreditur (PT.Adira Finance) menyepakati dan menetukan secara
bersama mengenai obyek perjanjian tersebut. PT.Adira menentukan
obyek perjanjian dengan melihat keadaan dan kesanggupan dari pihak
konsumen.5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
Mengenai menentukan bentuk dari suatau perjanjian pada perjanjian
pembiayaan konsumen ini, debitur tidak memiliki kebebasan untuk
menetukan bentuk dari perjanjian. Perjanjian pembiayaan konsumen
ini telah ditentukan oleh kreditur beik mengenia bentuknya maupun
isinya. Karena perjanjiannya telah berbentuk baku atau standar,
yang mana telah dituangkan dalam bentuk formulir oleh pihak
kreditur.6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan
undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend. Optional)
Kebebasan ini, jika melihat pada bentuknya sebagai perjanjian baku,
maka pihak debitur tidaklah memiliki kewenangan dan kebebasan untuk
menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat
opsional tersebut, oleh karena bentuknya yang seudah baku.Dari hal
tersebut, dengan mengambil pendapat dari Johannes Gunawan
menyimpulkan bahwa penggunaan perjanjian baku yang semakin lazim
digunakan dapat menyebabkan asas kebebasan berkontrakan kurang atau
bahkan tidak dapat diwujudkan. Menurutnya, kebebasan yang kurang
atau tidak dapat diwujudkan adalah :1. Kebebasan para pihak untuk
menentukan bentuk perjanjian, karena perjanjian baku selalu
berbentuk tertulis;2. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi
perjanjian, karena dalam perjanjian baku umumnya isi perjanjian
telah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, organisasi
atau para ahli;3. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara
pembuatan perjanjian, karena semua bentuk perjanjian baku cara
pembuatannya telah ditentukan oleh salah satu pihak, organisasi
atau para ahli;Sedangkan kebebasan berkontrak yang masih dapat
diwujudkan sekalipun perjanjian yang digunakan berbentuk perjanjian
baku adalah : 1. Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia
akan membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian;2. Kebebasan
tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu
perjanjian. Berdasar pada hal tersebut Nampak bahwa kebebasan yang
kurang atau tidak dapat diwujudkan adalah justru kebebasan yang
penting dalam pembuatan perjanjian. Seperti untuk menetapkan isi,
bentuk dan cara suatu perjanjian adalah bagian yang utama dari
proses terbentuknya suatu perjanjian. Jika kebebasan yang dapat
ditegakan hanya tinggal 2 (dua) unsur saja dari 5 (lima) unsure
kebebasan berkontrak, yaitu kebebasan untuk menutup perjanjian dan
kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat perjanjian.
Dengan tidak terpenuhinya kebebasan berkontrak, menurut penulis
keabsahan dan kekuatan mengikat dari perjanjian baku patut untuk
dikaji kembali.Mengingat perjanjian yang digunakan di masyarakat,
terutama yang digunakan di masyarakat dalam bidang perdagangan,
secara garis besar terdiri dari 2 (dua) macam perjanjian, yaitu
perjanjian yang masih bisa ditawar dan perjanjian yang tidak dapat
ditawar lagi (seperti perjanjian baku), maka dari uraian tersebut,
asas kebebasan berkontrak hanya dapat diwujudkan seutuhnya pada
perjanjian yang masih ditawar saja.Kebebasan berkontrak hanya dapat
diwujudkan secara utuh apabila posisi menawar pada pihak dalam
perjanjian adalah relative seimbang. Para pihak mempunyai kebebasan
untuk menentukan isi, bentuk dan cara pembuatan perjanjian, bebas
memilih dengan siapa akan membuat perjanjian serta bebas untuk
memutuskan apakah isi akan membuat atau tidak membuat perjanjian
tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kebebasan
berkontrak dapat diwujudkan bila seluruh unsure kebebasan dipenuhi
oleh para pihak dalam perjanjian.Pembatasan kebebasan berkontrak
sebagaimana tersebut tidak berarti pembatasan tersebut
menghilangkan keberadaan kebebasan berkontrak.. Selama pembatasan
tersebut tidak menghilangkan salah satu unsure dari kebebasan
berkontrak, maka asas kebebasan berkontrak masih dapat diwujudkan
secara utuh. Dalam perjanjian baku, yang terjadi bukan pembatasan
terhadap kebebesan berkontrak, tetapi dengan tidak dipenuhinya
sebagian unsure kebebasan berkontrak maka dapat dinyatakan bahwa
dalam perjanjian baku tidak ada kebebasan
berkontrak.[footnoteRef:31] [31: Achmad Busro, Ibid, hlm.
17-19]
1. Akibat Hukum Perjanjian Baku Terhadap Asas Kebebasan
Berkontrak1. Kekuatan Mengikat dan Keabsahan Perjanjian BakuDalam
perjanjian baku telah ditentukan klausula-klausulanya oleh salah
satu pihak, seperti misalnya dalam perjanjain kredit bank, polis
asuransi, leasing, pembiayaan konsumen, dan lain-laim. Persoalannya
kini, apakah dengan adanya berbagai klausula baku tersebut,
perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat.[footnoteRef:32] [32:
H.Salim HS,2006, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata,
Jakarta : Rajawali Pers, hlm. 172 ]
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, secara tradisional suatu
perjanjian terjadi berlandaskan atas asas kebebasan berkontrak di
antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua
pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi
terjadinya perjanjian itu melalui proses negosiasi. Pada umumnya
asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh Negara berupa peraturan
perundang-undangan dan dari pengadilan, namun semenjak
diberlakukannya perjanjian baku asas kebebasan berkontrak yang
menjadi dasar terbentuknya suatu perjanjian semakin
terbatasi.[footnoteRef:33] [33: Sutan Remy Sjahdeini, 1993,
Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak
dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut
Bankir), hlm. 65]
Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh
klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang
lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau
meminta perubahan.[footnoteRef:34] [34: Ibid, hlm. 66]
Masalah-masalah yang dihadapi dalam penggunaan perjanjian baku,
yang terutama adalah mengenai keabsahan dari perjanjian baku, dan
pemuatan klausul-klasul atau ketentuan-ketentuan yang secara tidak
wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya.Mengenai keabsahan dari
perjanjian baku, para sarjana hukum terbelah pendiriannya. Terdapat
beberapa sarjana yang mendukung dan tidak mendukung mengenai
perjanjian baku.[footnoteRef:35] Sarjana hukum yang mendukung
perjanjian baku adalah Stein yang berpendapat bahwa perjanjian baku
dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan
dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) yang membangkitkan
kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu.
Jika debitur menerima dokumen perjanjian itu, berarti secara
sukarela setuju pada isi perjanjian itu.[footnoteRef:36] [35: Ibid]
[36: Ibid, hlm. 69]
Hondius[footnoteRef:37] mempertahankan bahwa perjanjian baku
mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan (gebruik) yang
berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas
perdagangan.[footnoteRef:38] Selain itu Hondius menyatakan bahwa
penandatangan atau penerima perjanjian tidak hanya terikat karena
ia mau, melainkan juga karena ia percaya pada pihak lain itu
berdasarkan perhitungannya. [37: Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm.
27] [38: Ibid, hlm. 69]
Mariam Darus Badrulzaman dikutip Sutan Remy
Sjahdeini[footnoteRef:39], menyatakan bertentangan dengan pendapat
tersebut, Sluijter mengatakan perjanjian baku bukan perjanjian,
sebab kedudukan pengusaha (yang berhadapan dengan konsumen) adalah
seperti pembentuk undang-undang swasta (leglo particuliere
wetgever). Sedangkan Pitlo menyatakan bahwa perjanjian baku sebagai
perjanjian paksa. [39: Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hlm. 69]
Sutan Remy Sjahdeini berpendapat mengenai keabsahan berlakunya
perjanjian baku tidak perlu lagi dipersoalkan karena perjanjian
baku eksistensiny sudah merupakan kenyataan yaitu dengan telah
dipakainya perjanjian baku secara meluas dalam dunia bisnis, yang
memang lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri.[footnoteRef:40]
[40: Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hlm. 71]
Adapun pendapat yang demikian, menurut Dr. Achmad Busro
sekalipun keabsahan berlakunya memang tidak perlu dipersoalkam,
tetap masih perlu dicermati agar perjanjian dengan klausula baku
tidak bersifat berat sebelah. Dengan demikian keabsahan berlakunya
perjanjian klausula baku tidak perlu dipersoalkan tetapi perlu
diatur aturan-aturan dasarnya sebagai aturan-aturan agar
klausula-klausula atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku
itu, baik sebagaian maupun seluruhnya, mengikat pihak
lainnya.[footnoteRef:41] [41: Achmad Busro, Op.cit., hlm.
48-49]
Berdasarkan uraian diatas, maka sekalipun perjanjian tersebut
berbentuk klausula baku maka tetaplah memiliki kekuatan mengikat.
Hal ini pun didasari pada nilai, bahwa perjanjian yang dibentuk
dapat berlaku dan mengikat selayaknya undang-undang bagi para
pihak. Sehingga pada perjanjian pembiayaan konsumen, yang merupakan
salah satu perjanjian yang berbentuk perjanjian baku ini kedua
pihak telah bersepakat dan akhirnya menandatangani perjanjian
tersebut. Maka dianggaplah bahwa telah terjadi kesepakatan dan
akhirnya mengikat kedua belah pihak.
2. Akibat Hukum Perjanjian BakuPerjanjian pembiayaan konsumen
merupakan salah satu contoh dari perjanjian baku atau standard
contract.[footnoteRef:42] Perjanjian baku merupakan perjanjian yang
telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir, yang
mana isi dan bentuknya telah ditentukan secara sepihak oleh salah
satu pihak terutama pihak ekonomi kuat (kreditur).[footnoteRef:43]
[42: Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata
Buku I, (Jakarta : Sinar Grafika), hlm. 157] [43: Ibid, hlm.
145]
Dalam perkembangannya perjanjian baku terjadi karena adanya
upaya dari pihak kreditur untuk menjaga keadaan yang tidak diduga
yang dapat menghalangi pelaksanaan perjanjian.[footnoteRef:44] [44:
Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan
Perdagangan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hlm. 1]
Dewasa ini pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan model
yang tidak dapat dihindari. Bagi pengusaha cara ini merupakan cara
mencapai tujuan ekonomi yang efisien, praktis, dan cepat. Sedangkan
bagi pihak konsumen adanya pembakuan syarat ini merupakan pilihan
yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada suatu
pilihan, yakni menerima walaupun dengan berat hati
[footnoteRef:45]atau menolaknya yang artinya tidak terjadi
kesepakatan (perjanjian) diantara keduanya. [45: Ibid ]
Perjanjian baku adalah satu wujud dari kebebasan individu
pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaannya.
Setiap individu bebas berjuang untuk mencapai tujuan ekonominya
walaupun mungkin akan merugikan pihak lain. Dalam membuat
perjanjian, pihak pengusaha selalu dalam posisi tawar yang kuat
yang pada umumnya berhadapan dengan konsumen yang berada pada
posisi lemah. [footnoteRef:46] Oleh karenanya diperlukannya suatu
aturan yang dapat melindungi semua pihak yang berkepentingan dalam
perjanjian tersbeut. [46: Ibid ]
Selanjutnya pengaturan tersebut agar dapat melindungi pihak
konsumen sebagai pihak dengan ekonomi lemah, maka dibuatlah suatu
atura. Pengaturan pencantuman mengenai klausula baku terdapat dalam
Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Pengaturan mengenai pencantuman klausula
baku tersebut dimaksudkan oleh undang-undang sebagai usaha untuk
menempatkan konsumen secara setara dengan pelaku usaha berdasarkan
prinsip kebebasan berkontrak. Dalam hal hubungan pelaku usaha dan
konsumen, pencantuman klausula baku harus memperhatikan ketentuan
Pasal 18 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.[footnoteRef:47] [47: Achmad Busro, Ibid, hlm. 49]
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka setiap perjanjian dalam
hal hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen, yang mencantumkan
klausula baku di dalamnya, wajib memperhatikan ketentuan Pasal 18
UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsekuensi
terhadap pelanggaran Pasal 18 adalah batal demi hukum terhadap
perjanjiannya, kecuali apabila dicantumkan dalam klausula
severability of provisions, maka batal demi hukum hanyalah kalusula
yang bertentangan dengan Pasa; 18 saja. Sedangkan terhadap
Perjanjian lain di luar hubungan pelaku usaha dan konsumen,
pencantuman klausula baku adalah sah-sah saja.[footnoteRef:48] [48:
Achmad Busro, Op.cit., hlm. 49]
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan2. Kebebasan berkontrak yang kurang atau tidak
dapat diwujudkan dalam bentuknya sebagai perjanjian baku adalah :a.
Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena
perjanjian baku selalu berbentuk tertulis;b. Kebebasan para pihak
untuk menentukan isi perjanjian, karena dalam perjanjian baku
umumnya isi perjanjian telah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah
satu pihak, organisasi atau para ahli;c. Kebebasan para pihak untuk
menentukan cara pembuatan perjanjian, karena semua bentuk
perjanjian baku cara pembuatannya telah ditentukan oleh salah satu
pihak, organisasi atau para ahli;Sehingga dari hal ini diketahuilah
bahwa salah satu pihak tidak mendapatkan hak sepenuhnya untuk
menjalankan asas kebebasan berkontrak yang telah ditentukan
tersebut, mengenai bebas membetuk perjanjian, bebas menentukan
dengan siapa ia membuat perjanjian, bebasa menetukan isi
perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian, dan cara pembuatan
perjanjian. Adanya pembatasan terhadap unsure-unsur yang ternyata
penting bagi salah satu pihak yakni konsumen.2. Perjanjian
Pembiayaan Konsumen yang berbentuk sebagai perjanjian baku,
meskipun diketahui bahwa terhadap asas kebebasan berkontrak yang
tidak terpenuhi dan adanya pembatasan terhadap asas kebebasan
berkontrak tersebut. Maka tetaplah perjanjian itu berlaku dan
mengikat selayaknya undang-undang bagi para pihak.Berkaitan dengan
hal di atas, amka apabila suatu perjanjian yang mencantumkan
klausula baku di dalamnya telah dibuat dengan memenuhi syarat
sahnya perjanjian dlaam Pasal 1320 KUH Perdata, dan memenuhi yang
termuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa suatu perjanjian yang mencantumkan klausula baku didalamnya
adalah sah sepanjang terpenuhinya unsure formil dan materil dalam
Pasal 1320 KUH Per tesebut.Hal inipun jika klausula baku tersebut
sesuai dan tidaklah menympangi dari aturan hukum lain, yakni Pasal
18 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlidnungan Konsumen. Dan apabila
menyimpang dari ketentuan Pasal 18 UU tentang Perlindungan Konsumen
tersebut maka dapatlah batal demi hukum, dan apabila diperjanjiakan
itu hanya pada klausula baku yang menyimpanginya saja yang batal
demi hukum. Sehingga perjanjiannya tetaplah berlaku dan mengikat
para pihak.
B. Saran1. Dalam hal bentuknya sebagai perjanjian baku.
Seharusnya dapatlah diberi suatu toleransi dan posisi yang sama
bagi kedua pihak terutama pihak konsumen ini. Agar memperoleh suatu
keadaan yang seimbang bagi kedua pihak sehingga perjanjian tersebut
bagi kedua pihak berlaku adil. Meskipun berbentuk sebagai
perjanjian baku, konsumen dapatlah diberi kewenangan untuk
menentukan isi dari perjanjian, atau mendapat kewenangan untuk
menawar pada klausula yang dirasakan memberatkan bagi pihak
konsumen. Sehingga perjanjian tersebut dapat berjalan dan
dijalankan dengan baik bagi kedua pihak terutama pihak debitur. Dan
tidak ada permasalahan yang timbul dikemudian hari, karena para
pihak benar-benar bersepakata dan menetukan sendiri sesuai denga
kehendak dan kemampuan dirinya.2. Meskipun keabsahan dari
perjanjian baku ini tetap dinayatakan sah dan tetap mengikat, namun
untuk dapat berlaku adil bagi kedua pihak dan tidak terjadi posisi
yang memeberatkan salah satu pihak. Dapatlah pengaturan mengenai
klasusula baku ini lebih di perhatikan pelaksanaannya, selain dari
pengaturan yang sudah ditentukan dan sudah ada mengenai pencantuman
Pasal 18 UU No.8 tahun 1999 dapatlah dirasa perlu untuk dilakukan
pengkajian lagi sehingga benar-benar diterapkan sesuai dengan
ketentau Pasal 18 tersebut, karena dirasakan pada nyatanya masih
terdapat timpang tindih dan ketidak seimbangan antara hak dan
kewajiban bagi kedua pihak tersebut.DAFTAR PUSTAKA
Abdurrasyid, Prayatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, (Jakarta: Fikahati Aneka, 2002).
Busro, Achmad, Kapita Selekta Hukum Perjanjian, (Semarang: Pohon
Cahaya, 2013).Hemoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas
Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana,
2011).HS, Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata
Buku I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).Muhammad, Abdulkadir,
Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1992).Naja, H.R.Daeng, Contract Drafting Seri
Keterampilan Merancang Kontrak Bisinis, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006).Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan
Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit
Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir, 1993).
LAMPIRANPERJANJIAN PEMBIAYAANNO.
Perjanjian Pembiayaan (selanjutnya berikut setiap perubahan dan
pembaharuannya disebut Perjanjian) dibuat pada hari ini Rabu
tanggal 22 bulan Mei tahun 2013 oleh dan antara :1. PT. Adira
Dinamika Multi Finance, Tbk, perseroan yang didirikan dan tunduk
berdasarkan hukum Indonesia, berkedudukan di Jakarta Selatan, dan
berkantor Cabang di Ambarawa dalam hal ini diwakili oleh Muhammad
Mirza bertindak dalam kedudukannya selaku kuasa Perseroan itu
sendiri dan PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, berkedudukan di Jakarta
(Selanjutnya secara bersama-sama disebut KREDITUR);2. Arianingsih,
beralamat di Gedawang 05/01 Gedawang Banyumanik Kota Semarang dalam
hal ini bertindak untuk diri sendiri/ selaku . . . . . dari dan
oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama
PT/Koperasi/Yayasan/Firma/CV. . . . . .*), berkedudukan di . . . .
. (Selanjutnya disebut DEBITUR).3. . . . . . , beralamat di . . . .
. dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/ selaku . . . . . .
dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan ats nama
PT/Koperasi/Yayasan/Firma/CV . . . . . . *), berkedudukan di . . .
. . (Selanjutnya disebut PENJAMIN).KREDITUR dan DEBITUR dan/atau
PENJAMIN (selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK),
telah saling setuju untuk membuat, menetapkan, melaksanakan dan
mematuhi Perjanjian ini dengan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
PASAL 1- FASILITAS PEMBAIAYAANFasilitas Pembiayaan yang
diberikan oleh KREDITUR kepada DEBITUR (selanjutnya disebut
Fasilitas Pembiayaan) adalah sebagai berikut :1. Jumlah Fasilitas
Pembiayaan: Rp. 10,658,740.002. Bunga: 25.54%3. Besarnya Angsuran
per Bulan: Rp. 435,000.004. Jangka waktu angsuran: 35 kali
angsuran, dimana angsuran pertama dimulai tanggal 22 Juni 2013
sedangkan angsuran selanjutnya dipayar pada tanggal yang sama
dengan tanggal angsuran pertama.5. Tujuan Penggunaan:
PRIBADI.Fasilitas Pembiayaan akan dicairkan apabila DEBITUR telah
membayar biaya sebagai berikut:1. Biaya Proses Pembiayaan: Rp
505,000.002. Uang Muka 39.22%: Rp 6,000,000.003. Biaya Provisi: Rp.
0.00PASAL 2-JAMINAN1. Untuk menjamin pembayaran seluruh kewajiban
DEBITUR kepada KREDITUR berikut bunga, denda, provisi serta
biaya-biaya lain yang mungkin timbul berdasarkan Perjanjian,
DEBIITUR dan/atau PENJAMIN menjaminkan barang jaminan berupa
kendaraan bermotor (selanjutnya disebut Jaminan) dengan rincian
sebagai berikut :Tipe: SCOOTERMATICMerek: Honda New Vario CWNomor
Mesin: JI81E1747304Nomor Rangka: M111JT8111DK752965Nomor BPKB:
Masih dalam prosesNomor Faktur: Masih dalam prosesNomor Polisi:
Masih dalam prosesNilai Jaminan: 15,300,000.00Nilai Penjaminan
(Nilai AR): 15,224,997.002. KREDITUR berhak bila dianggap perlu
untuk meminta jaminan tambahan kepada DEBITUR, dengan tetap
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dokumen/Akta Jaminan Tambahan yang ditentukan lain oleh KREDITUR
kepada DEBITUR akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Perjanjian ini.PASAL 3 LAIN-LAIN1. DEBITUR dan/atau PENJAMIN tunduk
pada Perjanjian ini berikut Syarat-Syarat Perjanjian yang tertera
di halaman belakang perjanjian ini dan mulai berlaku sejak
ditandatanganinya Perjanjian ini, yaitu tanggal 22 Mei 2013 dan
berkahir sampai seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR telah
diselesaikan seluruhnya.2. Semua dan setiap kuasa yang diberikan
oleh DEBITUR dan/atau PENJAMIN kepada KREDITUR berdasarkan
Perjanjian ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
Perjanjian ini, dan dengan demikian kuasa-kuasa tersebut tidak
dapat ditarik kembali maupun dibatalkan oleh sebab-sebab yang
tercantum di dalam Pasal 1813, 1814, dan 1816 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Republik Indonesia.3. Sepanjang mengenai pengakhiran
dari perjanjian, DEBITUR dengan ini melepaskan pasal 1266 dan pasal
1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.4. DEBITU dan/atau PENJAMIN
wajib memberitahukan secara tertulis kepada KREDITUR mengenai
alamat yang akan dipergunakan untuk surat menyurat sehubungan
dengan Perjanjian ini, dan lamat baru setiap kali DEBITUR pindah
alamat.5. Segala sesuatu yang belum diatur dalam Perjanjian, secara
mutandis berlaku juga ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan
lainnya yang berlaku di Negara Republik Indinesia.6. Segala
perselisihan sebagai akibat dilaksanakannya Perjanjian ini PARA
PIHAK setuju dan sepakat untuk menyeleisakannya secara musyawarah
dan mufakat.7. Apabila jalan musyawarah dan mufakat tidak tercapai,
maka PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan
Negeri di wilayah KREDITU berkantor.Demikian Perjanjian ini dibuat
atas itikad baik PARA PIHAK dan dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang
masing-masing rangkap mempunyai kekuatan hukum yang
sama.KREDITUR
Muhammad MirzaDEBITUR
ArianingsihPENJAMIN
Semarang
Menyetujui (Komisaris/Suami/Isteri)*
. . . . . . . .Menyetujui (Komisaris/Suami/Isteri)*
. . . . . . . .
SYARAT-SYARAT PERJANJIAN
1. Pencairan Fasilitas Pembiayaan dilakukan oleh KREDITUR
setelah Debitur memenuhi seluruh kewajiban yang ditentukan oleh
KREDITUR.2. Biaya-biaya yang wajib dilunasi terlebih dahulu oleh
DEBITUR sebelum KREDITUR mencairkan Fasilitas Pembiayaan adalah:a.
Biaya Proses Pembiayaan adalah biaya-biaya yang timbul dalam rangka
proses pemberian Fasilitas Pembiayaan, yang harus dibayar di muka
oleh DEBITUR dan hanya dikenakan 1 (satu) kali per Fasilitas
Pembiayaan.b. Uang Muka adalah harga yang harus dibayarkan melalui
KREDITUR sebagai pelunasan atas uang muka pembelian kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud pada paragraph 2 butir 2 Pasal 1
Perjanjian.c. Biaya Provisi adalah biaya jasa penyediaan Fasilitas
Pembiayaan yang dibebankan kepada DEBITUR 1 (satu) kali per
Fasilitas embiayaan dan harus dibayarkan di muka.3. DEBITUR
dan/atau PENJAMIN memberi kuasa kepada KREDITUR untuk dan atas nama
DEBITUR, membuat surat pesanan (Purchase Order) atas Jaminan kepada
Penjual dan mempergunakan Fasilitas Pembiayaan untuk pembayaran
Jaminan kepada Penjual serta menerima tanda terima pembayaran dari
Penjual yang merupakan bukti penerimaan Fasilitas Pembiayaan oelh
DEBITUR dari KREDITUR. Apabila untuk keperluan tersebut diperlukan
surat kuasa khusus, maka DEBITUR dengan iini menyerahkan bersedia
untuk membuat dan menandatangani suart kuasa yang diperlukan dan
memberikannya kepada KREDITUR.4. DEBITUR wajib membayar angsuran,
baiya-biaya ataupun denda yang wajib dibayar (jika ada) secara
tepat waktu dan penuh sesuai dengan Perjanjian ini. Apabila
pembayaran angsuran hanya sebagian, maka pembayaran dianggap belum
dilakukan, sampai DEBITUR membayar penuh sesuai dengan nilai
angsuran yang ditetapkan dalam perjanjian ini. Apabila tanggal
pembayaran jatuh pada hari libur, maka DEBITUR wajib melakukan
pembayaran angsuran pada hari kerja terakhi sebelum hari libur. 5.
DEBITUR wajib memberitahukan secara tertulis kepada KREDITUR
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak perubahan
yang terjadi berkenaan dengan adanya perubahan data pokok dari
DEBITUR (termasuk tapi tidak terbatas pada identitas, alamat,
pengurus atau penanggung jawab atas pemilik khusus untuk DEBITUR
berbetuk badan) maupun perubahan yang terkait dengan Jaminan
khususnya penggantian nomor polisi. Apabila dengan lewatnya waktu
pemberitahuan, ternyata tidak ada pemberitahuan kepada KREDIRTUR,
maka DEBITUR dan/atau PENJAMIN dengan ini memberikan kuasa kepada
KREDITUR untuk mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk tetapi
tidak terbatas tindakan dalam butir 14 huruf g di bawah ini.6.
Untuk setiap hari keterlambatan pembayaran pembayaran yang wajib
dibayarkan berdasrkan Perjanjian ini, maka DEBITUR dikenakan denda
atas jumlah tertunggak sebesar 0,5% per hari keterlambatan untuk
Fasilitas Pembiayaan kendaraan bermotor roda dua atau ruda tiga
(sepseda motor) dan 0,2% per hari keterlambatan untuk Fasilitas
Pembiayaan Kendaraan roda empat atau lebih (mobil). Denda harus
dibayar secara seketika dan sekaligus tanpa diperlukan teguran
untuk itu pada saat ditagih.7. DEBITUR diperkenankan melakukan
pembayaran dipercepat baik sebagian atau seluruhnya, dengan
pemberitahuan tertulis tersebut tidak dapat ditarik kembali dan
mengikat DEBITUR. Untuk pembayaran dipercepat ini DEBITUR
pembiayaan kendaraan roda dua atau roda tiga (sepeda motor)
dikenakan biaya sebesar 7%, dan DEBITUR pembiayaan kendaraan roda
empata atau lebih (mobil) dikenakan biaya sebesar 8% dari jumlah
yang harus dibayar sebagaimana dimaksud. Biaya tersebut harus
dibayar bersamaan pada saat dilakukan pembayaran yang dipercepat.8.
Apabila terjadi gejolak moneter dan/atau peristiwa atau kondisi
sejenis yang mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga pinjaman,
maka KREDITUR berhak untuk menyesuikan tingkat suku bunga tersebut
dan menyesuaikan jumlah kewajiban pembayaran angsuran DEBITUR dan
memberitahukannya secara tertulis kepada DEBITUR 30 (tiga puluh)
hari kalender sebelum tanggal penyesuaian efektif berlaku. Atas
perubahan tersebut DEBITUR dengan ini menyatakan setuju dan sepakat
untuk mengikuti penyesuaian tersebut.9. Semua pembayaran angsuran
dilakukan dalam mata uang Rupiah di kantor KREDITUR atau
cabang/perwakilan KREDITUR berada atau di tempat lain yang akan
ditentukan oleh KREDITUR.10. Pembayaran angsuran yang dilakukan
dengan media Cheque atau Giro Bylyet, dianggap telah diterima oleh
KREDITUR sebagai pembayaran angsuran. Apabia Cheque atau Giro
Bylyet dibuat atas nama KREDITUR dan kata-kata pembawa agar
dicoret.11. Apabila DEBITUR memiliki lebih dari 1 (satu) fasilitas
Pembiayaan, maka DEBITUR sepakat untuk memberakukan ketentuan cross
default dan pari passu atas semua Fasilitas Pembiayaan dan Jaminan
yang diperoleh DEBITUR.12. DEBITUR dan KREDITUR setuju bahwa
media-media penarikan dan/atau pembukuan dan/atau catatan serta
surat dan dokumen lain yang dipegang dan diperlihara oleh KREDITUR
merupakan bukti yang lengkap dari semua jumlah kewajiban DEBITUR
kepada DEBITUR berdasarkan perjanjian ini dan mengikat terhadap
DEBITUR, sehingga apabila terjadi perbedaan perhitungan antara
catatan DEBITUR dengan catatan KREDITUR , maka pencatatan KREDITRU
lah yang berlaku.13. Seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR ,
dapat ditagih seketika dan sekaligus, tanpa pemberitahuan secara
tertulis terlebih dahulu kepada DEBITUR , atau tanpa somasi lagi,
sehingga suatu peringatan dengan surat juru sita atau surat lainnya
tidak diperlukan lagi, apabila terjadi salah satu keadaan:a.
DEBITUR dan/atau PENJAMIN mengajukan permohonan untuk dinyatakan
pailit atau penundaan kewajiban pembayaran hutang-hutangnya
(surseance van betalling) DEBITUR digugat pailit oleh pihak manapun
juga;b. DEBITUR dan/atau PENJAMIN meninggal dunia, kecuali bila
penemria hak/para ahli warisnya dapat memenuhi seluruh kewajiban
DEBITUR dan dalam hal ini disetujui oleh KREDITUR (dalam hal
DEBITUR adalah perusahaan/badan hukum/badan usaha/lembaga maka
klausul ini tidak berlaku);c. DEBITUR dan/atau PENJAMIN ditaruh
dibawah pengampuan (under curatele gesteld);d. DEBITUR lalai
membayar angsuran secara penuh pada tanggal yang telah ditetapkan,
atau DEBITUR dan/atau PENJAMIN lalai/tidak memenuhi syarat-syarat
dalam Perjanjian ini atau perjanjian/pernyataan lain yang
berhubungan dan merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian ini
dan/atau perjanjian lainnya yang terpisah dari perjanjian ini;e.
Jaminan dipindahtangankan atau dijaminkan kepada pihak ketiga tanpa
ijin tertulis sebelumnya dari KREDITUR , atau disita oleh instansi
yang berwenang, atau hilang, rusak, atau musnah karena sebab apapun
juga;f. DEBITUR dan/atau PENJAMIN tersangkut dalam suatu perkara
pidana;g. DEBITUR dan/atau PENJAMIN memberikan sautu data,
pernyataan, surat keterangan atau dokumen yang ternyata tidak benar
atau tidak sesuai dengan fakta sebenarnya dalam atau mengenai
hal-hal yang oleh KREDITUR dianggap penting.14. Untuk menjamin
pembayaran seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR berdasarkan
perjanjian ini, DEBITUR dan/atau PENJAMIN setuju untuk memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :a. KREDITUR akan menyimpan
asli faktur dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor/BPKB Jaminan
sampai seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR dibayar lunas.b.
DEBITUR dan/atau PENJAMIN dilarang meminjamkan, menyewakan,
mengalihkan atu menyerahkan penguasaan jaminan kepada pihak ketiga
dengan cara atau jalan apapun juga. Pelanggaran atas ketentuan ini
dikenakan Pasal 372 dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
jo, Pasal 23 (2) jo. Pasal 36 UU No. 42 tahun 1999.c. DEBITUR
dan/atau PENJAMIN wajib memberikan Jaminan Fidusia terhadap barang
Jaminan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku.
Pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia tersebut akan dilakukan
melalui KREDITUR.d. DEBITUR dan/atau PENJAMIN wajib memelihara dan
mengurus jaminan tersebut sebaik-baiknya dan melakukan pemeliharaan
dan perbaikan atas biaya DEBITUR dan/atau PENJAMIN dan bila ada
bagian dari Jaminan yang diganti atau ditambah maka bagian tersebut
termasuk dalam penyerahan Jaminan dimaksud kepada KREDITUR.e.
KREDITUR atau wakilnya berhak untuk setiap waktu, atas beban/biaya
DEBITUR dan/atau PENJAMIN untuk:i. Memasuki tempat dimana Jaminan
tersebut berada;ii. Memeriksa keadaan jaminan;iii. Melakukan atau
menyuruh DEBITUR dan/atau PENJAMIN melakukan sesuai huruf d butir
ini jika DEBITUR lalai daniv. Menempatkan/membuat tanda pada
Jaminan yang menunjukkan hak dan kepentingan KREDITUR.f. Selama
jangka waktu perjanjian ini, segala beban pajak dan/atau beban
lainnya yang sekarang dan di kemudia hari akan dikenakan atas
Jaminan (bila ada) akan menjadi beban DEBITUR dan/atau PENJAMIN.
Selama jangka waktu Perjanjian, Jaminan akan diasruransikan oleh
KREDITUR. Segala kerusakan, kehilangan atau resiko lain pada
jaminan, DEBITUR dan/atau PENJAMIN harus segera melaporkannya pada
KREDITUR dalam waktu 24 jam setelah kejadian tersebut berlangsung.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak dapat dijadikan alsan
untuk melaksanakan atau menunda kewajiban pembayaran angsuran
DEBITUR kepada KREDITUR.g. Apabila DEBITUR tidak melunasi seluruh
atau sebagian kewajibannya kepada KREDITUR, maka KREDITUR berhak
dengan ini diberi kuasa dengan hak substitusi oleh DEBITUR dan/atau
PENJAMIN untuk:i. Menerima kapanpun, dimanapun dan di tempat
siapapun Jaminan tersebut berada;ii. Menjual Jaminan atas nama
DEBITUR secara umum atau dibawah tangan atau dengan perantara pihak
lain dengan harga pasar yang layak dan dengan syarat-syarat dan
ketentuan yang dianggap baik oleh KREDITUR.Setelah Jaminan diterima
oleh KREDITUR, KREDITUR berhak :i. Melaksanakan penjualan atas
Jaminanii. Menghadap kepada siapapun dan dimanapun, memberikan dan
meminta keterangan, membuat/menyuruh membuat akta/perjanjian,
menandatangani tanda penerimaannya, menyerahkan Jaminan kepada yang
berhak menerimanya.iii. Melakukan tindakan tanpa ada yang
dikecualikan guna tercapainya penjualan Jaminan tersebut.Uang hasil
penjualan akan diperuntukan untuk:i. Biaya yang timbul atas
penjualan jaminan.ii. Melunasi pokok pinjaman DEBITURiv. Melunasi
kewajiban lainnya termasuk bunga dan denda (jika ada). Apabila
terdapat sisa uang, KRDITUR menyerahkan sisa tersebut kepada
DEBITUR dan/atau PENJAMIN, sebaliknya apabila uang hasil penjualan
itu tidak cukup untuk melunasi pokok pinjaman dan seluruh kewajiban
lainnya, maka DEBITUR tetap berkewajiban membayar sisa kewajiban
yang masih terhutang kepada KREDITUR selambat-lambatnya dalam
jangka waktu satu minggu setelah pemberitahuan KREDITUR kepada
DEBITUR.h. Apabila DEBITUR tidak menulasi seluruh atau sebagian
kewajibannya kepada KREDITUR sedangkan kuasa dan hak yang diperoleh
KREDITRU dari DEBITUR sesuai ketentuan butir 14 huruf g di atas
tidak terlaksana, maka KREDITUR dapat melaksanakan hak-hak KREDITUR
berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia.i. Berdasarkan catatan dan
pembukuan KREDITUR, KREDITUR berhak menentukan seluruh jumlah
kewajiban DEBITUR, baik berupa pokok pinjaman, sisa pokok pinjaman,
bunga, denda, biaya pelelangan/penjualan, honorarium
pengacara/kuasa untuk menagih, termasuk namun tidak terbatas pada
biaya-biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan perjanjian ini
menjadi beban dan wajib dibayar oleh DEBITUR. DEBITUR dan/atau
PENJAMIN dengan ini melepaskan semua haknya untuk mengajukan
keberatan atau tuntutan atas :i. Penyerahan Jaminan.ii. Perhitungan
yang diberikan KREDITUR atas hasil penjualan Jaminan dan
potongannya;iii. Jumlah kewajiban atau sisa kewajiban bunga daniv.
Biaya-biaya lain/denda-denda serta ongkos-ongkos yang bersangkutan
dengan penerimaan dan penjualan Jaminan sebagaimana diuraikan
diatas.15. DEBITUR dan/atau PENJAMIN dengan ini menyetujui
memberikan kuasa kepada KREDITUR untuk membuat Akta Jaminan Fidusia
atas Barang Jaminan serta mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran
Fidusia setempat.16. DEBITUR menyetujui bahwa tagihan/piutang
DEBITUR kepada KREDITUR (bila ada) tidak dapat dijadikan alasan
untuk menunda atau tidak membayar atau menuntut kembali KREDITUR
berdasarkan Perjanjian ini atau berdasarkan perjanjian-perjanjian
lain yang disebut dalam Perjanjian ini dan DEBITUR tidak berhak
untuk memperhitungkan (mengkompensir) dengan tagihan/piutang
DEBITUR terhadap KREDITUR (bila ada) dan tanpa hak untuk menuntut
terlebih dahulu suatu pembayaran lain (counter claim). DEBITUR
dengan ini melepaskan semua haknya seperti tersebut dalam Pasal
1425 sampai dengan Pasal 1429 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.17.
KREDITUR berhak untuk mengalihkan hak sebagian atau seluruhnya
hak-hak dan kewajiban-kewajiban KREDITUR yang timbul dari
Perjanjian ini kepada pihak ketiga lainnya dan DEBITUR dengan ini
memberikan persetujuan atas pengalihan tersebut , tanpa diperlukan
surat pemberitahuan tertulis sebelumnya.Dengan menandatangani
Perjanjian, DEBITUR dan/atau PENJAMIN dengan ini menyatakan telah
mengerti dan memahami isi Perjanjian termasuk syarat-syarat
Perjanjian.
BERITA ACARA PRESENTASI
1. HendriyaniTolong jelaskan dan berikan contoh yang dimaksud
dengan perjanjian baku yang digunakan dalam lingkungan bisnis
sekarang ini tersebut!JawabPerjanjian Baku merupakan perjanjian
yang bentuk dan isisnya telah distandarisasikan atau dibakukan oleh
salah satu pihak (Pihak yang berekonomi kuat) sedang pihak lain
hanya dapat menyetujui tanpa memiliki kewenangan untuk merubah
sebagaian atau seluruhnya dari isi perjanjian tersebut.Pada
perkembangan bisnis ini, dengan adanya asas kebebasan berkontrak
maka membuat perkembangan pada perjanjian, salah satunyanya adalah
perjanjian dengan bentuk baku ini. Perjanjian baku digunakan
sebagai penilaian bahwa lebih efektif digunakan dalam dunia bisnis
karena lebih efektiv dan efisien.Perjanjian Baku yang digunakan
dalam lingkungan bisnis ini, seperti hal nya, perjanjian kredit
pada Bank, Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Perjanjian Leasing,
Perjanjian Asuransi, Perjanjian yang tertera pada Tiket Pesawat
Terbang atau transportasi lainnya, dan masih banyak yang lain.
Perjanjian ini semua berbentuk baku, seperti formulir, dan telah
ditentukan isisnya oleh salah satu Pihak.1. HabibBagaimana
perlindungan hukum apabila Nasabah wanprestasi, tetapi unit sudah
ditarik oleh Lembaga Pembiayaan tersebut?Pada setiap perjanjian
dituntut adanya itikad baik dari para pihak guna memenuhi ketentuan
yang terdapat pada perjanjian yang telah disepakati kedua belah
pihak tersebut terutama dalam hal ini adalah pemenuhan akan
prestasi dari pihak yang ada dalam perjanjian.Apabila salah satu
pihak tidak melaksanakan prestasi sesuai dengan yang telah
disepakatai, atau tidak memberikan prestasi sesuai dengan yang
disepakati ini disebut dengan wanprestasi. Adanya tindakan tidak
memenuhi prestasi sebagaimana mestinya oleh salah satu pihak dalam
perjanjian.Dalam hal ini, pihak konsumen diwajibkan untuk melakukan
pembayaran secara angsuran terhadap pemenuhan kewajiban pembayaran
unti kendaraan bermotornya tersebut. Apabila debitur sesuai dengan
ketentuan dan kesepakatan tidak melaksanakan prestasi atau
kewajibannya samapai pada batasan yang telah ditentukan maka pihak
kreditur dalam hal ini PT. Adira Finance berhak untuk menarik
kembali Unit kendaraan bermotor yang ada pada Debitur.Apabila
debitur telah beritikad baik, namun tetap terjadi penarikan unit
oleh PT. Adira maka pihak debitur dalam hal ini dilindungi oleh
Undang-undang Perlindungan Konsumen. Dengan mana pihaknya dapat
membuktikan bahwa ia beritikad baik dalam melaksanakan
kewajibannya.1. Monika SusantoContoh perjanjian lain diluar
hubungan pelaku usaha dan konsumen yang pencantuman klausula baku
dianggap sah-sah saja itu seperti apa?Dengan adanya kebebasan
berkontrak disini para pihak bebas menetukan bentuk dan isi dari
perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Dan oleh
karenanya bentuk perjanjian yang berbentuk perjanjian baku tidaklah
hanya digunakan oleh kreditur dan debitur, atau dalam lalu lintas
konsumen dan pelaku usaha, tetapi digunakan juga untuk keperluan
lainnya. Yang mana pencantuman klausula baku ini, diperbolehkan
bila tidak sesuai dengan Pasal 18 UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.Perjanjian disini contohnya, sewa menyewa
yang mana isi dan bentuknya telah terlebih dahulu dibuat oleh salah
satu pihak misalnya pihak penyewa dan perjanjian lain yang bukan
dalam ranah pelaku usaha dan konsumen.1. Eva Rosdiana Dewi
PanggabeanSaya kurang jelas terhadap asas-asas perjanjian yang
saudara paparkan, tolong dijelaskan secara rinci!a. Asas
konsensualisme (Consensualisme).Pasal 1320 KUHPerdata, yang
berbunyi: Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat
syarat: Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan
untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; dan
suatu sebab yang tidak terlarang mengatur asas
konsensualisme.Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya,
merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian. Dan oleh karenanya
dari ketentuan tersebut, tergambar bahwa dengan adanya kata sepakat
(consensus), maka mengikat para pihak. Perjanjian tersebut sah dan
mengikat para pihak ketika terjadi suatu kesepakatan.b. Asas
Kekuatan Mengikat Perjanjian(Pact Sunt Servanda, Verbindendekracht
der overeenkomst).Asas ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, yang menyatakan bahwa : Semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnyaAsas ini membahas mengenai kekuatan mengikat suatu
perjanjian. Perjanjian yang dibuat akan mengikat dan berlaku
seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, sehingga
ketentuan dalam perjanjian tersebut harus dipatuhi dan dijalankan
selayaknya undang-undang.c. Asas kebebasan Berkontrak
(Contractsvrijheid)Selain mengandung asas kekuatan mengikat
perjanjian, ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata juga
mengandung asas kebebasan berkontrak, yang berbunyi: Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnyaKetentuan yang menyatakan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang,
ini merumuskan suatu asas kebebasan berkontrak.d. Asas Itikad Baik
(geode trouw; good faith)Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyatakan
bahwa: Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik.Rumusan tersebut menjelaskan bahwa sebagai sesuatu yang telah
disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi
dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya, sesuai
dengan kehendak para pihak pada saat perjanjian ditutup. Adanya
unsur asas itikad baik yang diuraikan dalam Pasal tersebut dimana
asas itikad baik merupakan pelengkap berlakunya janji dari
pihak-pihak.e. Asas PersonaliaAsas ini diatur dan dapat kita
temukan dalam ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata, yang berbunyi. Pada
umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri
atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya
sendiri.Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada
dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam
kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan
berlaku dan mengikat dirinya sendiri.f. Asas Keseimbangan
(Evenwichtsbeginsel).Pemahaman akan makna dari asas keseimbangan
ditelusuri dari beberapa pendapat para sarjana, yang akhirnya
secara umum memberikan makna asas keseimbangan sebagai keseimbangan
posisi para pihak yang membuat perjanjian.g. Asas
Proporsionalitas.Pada perjanjian komersial para pihak ditempatkan
pada posisi kesetaraan, sehingga tujuan para pihak yang
berorientasi pada keuntungan bisnis akan terwujud apabila terdapat
pertukaran hak dan kewajiban yang proporsional. Asas
proporsionalitas berpedoman pada proses dan mekanisme pertukaran
hak dan kewajiban yang berlangsung secara seimbang.1. Lie
MutiaraApa yang dimaksud dengan klausula serverability of
provisions?Klausula Serverability of Provisions adalah persyaratan
dalam kontrak yang menyatakan bahwa setiap pasal dari kontrak
meruapkan pasal yang berdiri sendiri (independent), sehingga
seandainya Pengadilan membatalkan salah satu persyaratan kontrak,
maka persyaratan-persyaratan yang lain akan tetap dianggap sah.
Dalam hal ini erat kaitannya dengan Klausula baku. Bila mana salah
satu klausula baku tersebut bertentangan dengan Pasal 18 UU No 8
tahun 1999 maka tidak secara keseluruhan perjanjian tersebut batal
tetapi hanya pada klausula yang dibatalkan oleh pengadilan saja.1.
Mas Mochammad Syauqi AlaikPembatasan pada perjanjian baku disini,
pembatasan tidak melebihi yang ditentukan Undang-undang atau
kebebasan berkontrak?Pada asas kebebasan berkontrak disini, bukan
berarti para pihak memiliki kebebasan seluas luasnya dalam membuat
perjanjian. Kebebasan berkotrak disini juga mengalami pembatasan
secara alamiah demi menjaga agar terlindunginya kepentinga semua
pihak dalam perjanjian.Pembatasan kebebasan berkontrak ini dibatasi
secara umum oleh pembatasan dalam KUH Perdata sebagai batasan
dengan asas-asa yang lain, pembatasan oleh negara yang mana
mengatur agar perjanjian tersebut tidak merugikan pihak lain, dan
pembatasan oleh persaingan usaha yang mana membuat pelaku usaha
lebih mencermati isi perjanjiannya agar tidak merugika pihak
konsumen sehingga ia mau bertransaksi dengannya.Dalam hal adanya
perjanjian baku disni, kebebasan berkontrak tidak hanya dibatasi
oleh ketiga hal tersebutm yakni oleh KUH Perdata, Negara , dan
persaingan usaha tetapi juga dibatasi oleh adanya klausula yang
telah dibakukan tersebut. Pihak konumen hanya dapat memenuhi 2
kebebasan berkontrak yang dimilikinya yakni kebebasan membuat
perjanjian dan memilih dengan siapa perjanjian akan ia buat.1.
Retno AyuBagaimana realisasi pembatasan asas kebebasan berkontrak
pada perjanjian baku ditinjau dari Perjanjian Pembiayaan Konsumen
PT. Adira Finance?Realisasi pembatasan asas kebebasan berkontrak
pada perjanjian baku PT. Adira Finance disini, dapat terlihat bahwa
sebagai suatu perjanjian yang dibentuk karena adanya asas keberasan
berkontrak yang dimiliki setiap pihak dalam perjanjian. Pada
perjanjian baku PT. Adira Finance disini pihak konsumen sebagai
pihak yang berekonomi lemah tidak memiliki posisi tawar yang lebih
baik dari pada pihak kreditur. Ia tidak dapat menentukan isi dari
perjanjian karena bentuk dan isi perjanjian telah dibakukan oleh
PT. Adira.Dalam hal ini pembatasan yang terjadi adalah1) Kebebasan
para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena perjanjian
baku selalu berbetuk tertulis.2) Kebebasan para pihak untuk
menetukan isi perjanjian, karena dalam perjanjian baku umumnya isi
perjanjian telah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah satu
pihak.3) Kebebasan para pihak untuk menetukan cara pembuatan
perjanjian, karena semua bentuk perjanjian baku cara pembuatannya
telah ditentuka oleh salah satu pihak.Sedangkan kebebasan yang
masih dapat terwujud pada perjanjian baku PT. Adira Finance disini,
adalah:1) Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan
membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian.2) Kebebasan tiap
orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu
perjanjian.
KESIMPULAN DARI PRESENTASI1. Kebebasan berkontrak yang kurang
atau tidak dapat diwujudkan dalam bentuknya sebagai perjanjian baku
adalah :a. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian,
karena perjanjian baku selalu berbentuk tertulis;b. Kebebasan para
pihak untuk menentukan isi perjanjian, karena dalam perjanjian baku
umumnya isi perjanjian telah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah
satu pihak, organisasi atau para ahli;c. Kebebasan para pihak untuk
menentukan cara pembuatan perjanjian, karena semua bentuk
perjanjian baku cara pembuatannya telah ditentukan oleh salah satu
pihak, organisasi atau para ahli;Sehingga dari hal ini diketahuilah
bahwa salah satu pihak tidak mendapatkan hak sepenuhnya untuk
menjalankan asas kebebasan berkontrak yang telah ditentukan
tersebut, mengenai bebas membetuk perjanjian, bebas menentukan
dengan siapa ia membuat perjanjian, bebasa menetukan isi
perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian, dan cara pembuatan
perjanjian. Adanya pembatasan terhadap unsure-unsur yang ternyata
penting bagi salah satu pihak yakni konsumen.1. Perjanjian
Pembiayaan Konsumen yang berbentuk sebagai perjanjian baku,
meskipun diketahui bahwa terhadap asas kebebasan berkontrak yang
tidak terpenuhi dan adanya pembatasan terhadap asas kebebasan
berkontrak tersebut. Maka tetaplah perjanjian itu berlaku dan
mengikat selayaknya undang-undang bagi para pihak.Berkaitan dengan
hal di atas, amka apabila suatu perjanjian yang mencantumkan
klausula baku di dalamnya telah dibuat dengan memenuhi syarat
sahnya perjanjian dlaam Pasal 1320 KUH Perdata, dan memenuhi yang
termuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa suatu perjanjian yang mencantumkan klausula baku didalamnya
adalah sah sepanjang terpenuhinya unsure formil dan materil dalam
Pasal 1320 KUH Per tesebut.Hal inipun jika klausula baku tersebut
sesuai dan tidaklah menympangi dari aturan hukum lain, yakni Pasal
18 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlidnungan Konsumen. Dan apabila
menyimpang dari ketentuan Pasal 18 UU tentang Perlindungan Konsumen
tersebut maka dapatlah batal demi hukum, dan apabila diperjanjiakan
itu hanya pada klausula baku yang menyimpanginya saja yang batal
demi hukum. Sehingga perjanjiannya tetaplah berlaku dan mengikat
para pihak.
56