Top Banner
BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI OLEH: BIANTI NURAINI 1118011023 FAKULTAS KEDOKTERAN UNILA JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER
24

BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

Jan 28, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIANHIPERTENSI

OLEH:

BIANTI NURAINI

1118011023

FAKULTAS KEDOKTERAN UNILA

JURUSAN PENDIDIKAN DOKTER

Page 2: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

UNIVERSITAS LAMPUNG

2014

ABSTRAK

Latar Belakang: Hipertensi merupakan penyakit peningkatan tekanandarah di atas nilai normal. Menurut American Society of Hypertension (ASH),hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuleryang progresif akibat dari kondisi lain yang kompleks dan salingberhubungan. Komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi adalahpenyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, gagal ginjalkronik, dan retinopati. Penyebab terjadinya hipertensi sampai saatini belum dapat dipastikan, namun dampak dari hipertensimengakibatkan morbiditas yang memerlukan penanganan serius, danmortalitas yang cukup tinggi sehingga hipertensi disebut sebagai“the silent killer”. Pembahasan: Beberapa faktor yang diketahui menyebabkan terjadinyahipertensi terdiri dari faktor penyebab yang dapat dimodifikasi(diet, obesitas, merokok, dan penyakit DM) dan faktor penyebab yangtidak dapat dimodifikasi (usia, ras, jenis kelamin dan genetic).Hipertensi tidak hanya menyerang di usia tua saja, tetapi remajajuga dapat mengalaminya, hal ini karena pada masa transisi remajaingin menunjukan jati dirinya sehingga rentan terhadap masalah sertaberperilaku risiko tinggi, seperti merokok, obesitas, dan lain-lain.Perilaku-perilku berisiko tersebut merupakan salah satu faktorpenyebab terjadinya hipertensi.Simpulan: Diharapkan dengan mengetahui faktor-faktor penyebabhipertensi, dapat meningkatkan pencegahan hipertensi sedini mungkindan mencegah terjadinya komplikasi yang terjadi akibat hipertensi.

Kata Kunci : Hipertensi, berbagai faktor terjadinya hipertensi

Page 3: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap

dinding pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah

terhadap dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari

jantung ke jaringan. Besaran tekanan darah bervariasi

tergantung pada elastisitas pembuluh darah, volume darah dan

denyut jantung. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika

ventrikel berkontraksi yang dinyatakan sebagai tekanan

sistolik, dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi yang

dinyatakan sebagai tekanan diastolik. Pada keadaan hipertensi,

tekanan darah meningkat yang ditimbulkan karena darah

dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih.

Page 4: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah

suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang

progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan

saling berhubungan, WHO menyatakan hipertensi merupakan

peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160

mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg,

(JNC VII) berpendapat hipertensi adalah peningkatan tekanan

darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan menurut Brunner dan

Suddarth hipertensi juga diartikan sebagai tekanan darah

persisten dimana tekanan darahnya diatas140/90 mmHg (Brunner

dan Suddarth, 2002). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik

yang persisten diatas 140 mmHg sebagai akibat dari kondisi

lain yang kompleks dan saling berhubungan.

Mekanisme hipertensi  pada  usia lanjut    belum diketahui

secara pasti, namun proses penuaan berdampak

terhadap  perubahan sistem kardiovaskuler dimana terjadi

perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding

aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas

pembuluh darah

menurun  sesuai  umur.  Perubahan  ini  menyebabkan penurunan

kelenturan daya regang aorta dan pembuluh darah besar

dan  mengakibatkan  pcningkatan tekanan sistolik.  Penurunan

elastisitas  pembuluh  darah menyebabkan  peningkatan

resistensi  vaskuler perifer sebagai hasil akhir tekanan darah

meningkat karena tekanan darah merupakan hasil kali curah

jantung (HR x volume sekuncup) x tahanan perifer.

Page 5: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

Hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai

komplikasi, bila mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi

infark miokard, jantung koroner, gagal jantung kongestif, bila

mengenai otak terjadi stroke, enselopati hipertensif, dan bila

mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila

mengenai mata akan terjadi retinopati hipertensif. Dari

berbagai komplikasi yang mungkin timbul merupakan penyakit

yang sangat serius dan berdampak terhadap psikologis penderita

karena kualitas hidupnya rendah terutama pada kasus stroke,

gagal ginjal, dan gagal jantung.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum:

Tujuan umum dari karya tulis ilmiah (KTI) yang diangkat

oleh penulis adalah agar penulis memahami lebih mendalam

tentang penyakit hipertenai dan penatalaksanaannya.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari karya tulis ilmiah (KTI) ini adalah:

a. Mengetahui dan memahami definisi dari hipertensi

b. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi

c. Mengetahui dan memahami patofisiologi terjadinya

hipertensi

Page 6: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

d. Mengetahui komplikasi dari hipertensi

e. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari

hipertensi

PEMBAHASAN

A. Definisi

Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap

dinding pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah

terhadap dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari

jantung ke jaringan. Besaran tekanan darah bervariasi

tergantung pada elastisitas pembuluh darah, volume darah dan

denyut jantung. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika

ventrikel berkontraksi yang dinyatakan sebagai tekanan

sistolik, dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi yang

dinyatakan sebagai tekanan diastolik.

Hipertensi Menurut WHO adalah peningkatan tekanan sistolik

lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan

diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg. Hipertensi

Page 7: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 –

104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara

105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan

diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan

peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius

dari peningkatan sistolik. Dan menurut American Society of

Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan

gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai akibat dari

kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.

Berdasarkan JNC VII seorang dikatakan hipertensi apabila

tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg.

Seseorang yang berusia 50 tahun dengan tekanan darah sitolik >

140 mmHg lebih berisiko menderita penyakit kardiovaskular

daripada hipertensi diastolik. Risiko menderita penyakit

kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75 mmHg,

menambah 2 kali pada setiap penambahan 20/10 mmHg. Seseorang

yang mempunyai tekanan darah normal pada usia 55 tahun, 90%

nya berisiko menjadi hipertensi.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang

spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan

cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada

beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi :

1. Genetik: Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan

menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita

Page 8: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar

sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi

mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita

hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga

dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam

keluarga (Anggraini dkk, 2009).

2. Obesitas: indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.

Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5

kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat

badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar

20-30% memiliki berat badan lebih.

3. Stress karena Lingkungan: Stres dapat meningkatkan tekanah

darah sewaktu. Hormon adrenalin akan meningkat sewaktu kita

stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa darah

lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat. Selain

itu, pada saat stres biasanya pilihan makanan kita kurang

baik. Kita akan cenderung melahap apa pun untuk merilekskan

diri, dan itu bisa berdampak secara tidak langsung pada

tekanan darah kita.

4. Kurang olahraga: Olahraga banyak dihubungkan dengan

pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik

dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan

menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot

jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus

melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi

Page 9: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan

darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.

Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja

lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering

jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang

mendesak arteri (Rohaendi, 2008).

5. Mengkonsumsi garam berlebih: Badan kesehatan dunia yaitu

World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola

konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya

hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak

lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram

garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan

konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.

Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,

sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya

volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan

meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada

timbulnya hipertensi. (Hans Petter, 2008).

6. Kebiasaan Merokok: Merokok menyebabkan peninggian tekanan

darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan

insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis

arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam

penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari

Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap

28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51%

subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%

subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang

Page 10: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti

dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam

penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada

kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15

batang perhari (Rahyani, 2007).

C. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total

Peripheral Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu

dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat

menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang

berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang

disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan

stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem

pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian

dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks

kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor,

respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium,

dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem

pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara

sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh

hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem

poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan

oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan

berbagai organ

Page 11: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi

menurut Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar

gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-

tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri

kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan

muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium,

penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah

tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia

(peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan

aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen

akibat peningkatan tekanan kapiler.

Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke

atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai

paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau

gangguan tajam penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan

adalah epistaksis, mudah marah, telinga

berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata

berkunang-kunang

D. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian

menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat

melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada

organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya

autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress

oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain

Page 12: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas

terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ

target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya

ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).

Otak

Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang

diakibatkan oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan,

tekanan intra kranial yang meninggi, atau akibat embolus yang

terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-

arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau

penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang

diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang

mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan

kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat

terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi

dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong

cairan masuk ke dalam ruang intertisium di seluruh susunan

saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di

sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.

Kardiovaskular

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami

arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat

aliran darah yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga

Page 13: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup.

Kebutuhan oksigen miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan

terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi

infark.

Ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan

progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal

dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan mengakibatkan darah

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron akan

terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal.

Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein

keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai

akibat dari tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal

tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.

Retinopati

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh

darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama

hipertensi tersebut berlangsung, maka makin berat pula

kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan lain pada retina

yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik

optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran

darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat

penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina.

Penderita hypertensive retinopathy pada awalnya tidak

Page 14: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi kebutaan

pada stadium akhir.

Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi

hipertensi maligna, di mana tekanan darah meningkat secara

tiba-tiba. Manifestasi klinis akibat hipertensi maligna juga

terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala, double

vision, dim vision, dan sudden vision loss.

E. Penatalaksanaan Hipertensi.

Penanganan hipertensi menurut JNC VII bertujuan untuk

mengurangi angka morbiditas dan mortalitas penyakit

kardiovakuler dan ginjal. fokus utama dalam penatalaksanaan

hipertensi adalah pencapaian tekanan sistolik target <140/90

mmHg. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes atau panyakit

ginjal, target tekanan darahnya adalah <130/80 mmHg.

Pencapaian tekanan darah target secara umum dapat dilakukan

dengan dua cara sebagai berikut:

1. Modifikasi Gaya Hidup: Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh

semua pasien hipertensi merupakan suatu cara pencegahan

tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak

terabaikan dalam penanganan pasien tersebut. Modifikasi gaya

hidup memperlihatkan dapat menurunkan tekanan darah yang

meliputi penurunan berat badan pada pasien dengan overweight

atau obesitas. Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to

Stop Hypertension), perencanaan diet yang dilakukan berupa

makanan yang tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium,

Page 15: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

olahraga, dan mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya

hidup dapat menurunkan tekanan darah, mempertinggi khasiat

obat antihipertensi, dan menurunkan resiko penyakit

kardiovaskuler. Contohnya, konsumsi1600 mg natrium memiliki

efek yang sama dengan pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau

lebih modifikasi gaya hidup dapat memberikan hasil yang

lebih baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup

dalam rangka penanganan hipertensi.

2. Terapi Farmakologi: Golongan obat antihipertensi yang banyak

digunakan adalah

a. diuretik tiazid (misalnya bendroflumetiazid),

b. beta‐bloker, (misalnya propanolol, atenolol,)

c. penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya

captopril, enalapril),

d. antagonis angiotensin II (misalnya candesartan,

losartan),

e. calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin)

dan

f. alpha‐blocker (misalnya doksasozin).

Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan

antihipertensi kerja sentral dan

yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk

keadaan krisis hipertensi.

a. Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah

yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat

Page 16: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal,

meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga

mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol,

sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih

lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral,

terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek

diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah

pemberian dan bertahan sampai 12‐24 jam, sehingga obat

ini cukup diberikan sekali sehari. Efek samping yang

dapat ditimbulkan akibat mengonsumsi diuretic antaralain

yaitu peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat

mengakibatkan hipokalemia, hipo‐natriemi, dan

hipomagnesiemi.

b. Beta-blocker :Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor.

Beta adrenoreseptor diklasifikasikan menjadi reseptor

beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada

jantung dan ginjal sedangkan reseptor beta‐2 banyak

ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, otak, dan

otot lurik. Sehingga ditemukan juga di jantung karena

jantung termasuk golongan otot lurik. Stimulasi reseptor

beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan

neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf

simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐

atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan

kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal

akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan

aktivitas system rennin‐angiotensin‐aldosteron. Efek

Page 17: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan

tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai

aldosteron dan retensi air.

Terapi menggunakan beta‐blocker akan mengantagonis semua

efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan

darah.Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal

tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid.

Obat‐obat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus

diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang

diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu

paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali

dalam sehari. Beta‐blocker tidak boleh dihentikan

mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada

pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena

rebound.

Efek samping Blokade reseptor beta‐2 pada bronkhi dapat

mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta‐

bloker kardioselektif. Efek samping lain adalah

bradikardia, gangguan kontraktil miokard, dan tangan‐kaki

terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade

reseptor beta‐2 pada otot polos pembuluh darah perifer,

hipoglikemia, impotensi dan mimpi buruk (night mare)

terutama pada penggunaan beta‐blocker yang larut lipid

seperti propanolol.

c. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat

secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari

prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada

Page 18: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal

dan otak. Angitensin II merupakan vaso‐konstriktor kuat

yang memacu penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis

sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan angiotensin

II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem

angiotensin‐renin‐aldosteron teraktivasi (misalnya pada

keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek

antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE juga

bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk

bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi.

Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek

antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada

parameter farmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat

diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek,

sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang

pasien akan berespon baik pada pemberian ACEi.

d. Antagonis Angiotensin II Reseptor angiotensin II

ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya.

Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2.

Reseptor AT1 memperantarai respon farmakologis

angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan

aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk

terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu

jelas.

Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi

angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok

sistem renin‐angitensin melalui jalur antagonis reseptor

Page 19: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

AT1 dengan pemberianantagonis reseptor angiotensin II

mungkin bermanfaat. Antagonis reseptor angiotensin II

(AIIRA) mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi

AIIRA tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada

ginjal, ACEi dan AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis

arteri ginjal bilateral dan pada stenosis arteri yang

berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu.

Efek samping ACEi dan AIIRA Sebelum mulai memberikan

terapi dengan ACEi atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar

elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus terus

dilakukan selama terapi karena kedua golongan obat ini

dapat mengganggu fungsi ginjal. Baik ACEi dan AIIRA dapat

menyebabkan hiperkalemia karena menurun‐kan produksi

aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan

diuretik hemat kalium harus dihindari jika pasien

mendapat terapiACEI atau AIIRA.

Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang

merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang

mendapat terapi ACEi. AIIRA tidak menyebabkan batuk

karena tidak mendegaradasi bradikinin. . Dosis pertama

ACEii harus diberikan pada malam hari karena penurunan

tekanan darah mendadak mungkin terjadi; efek ini akan

meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah.

e. Calcium channel blocker (CCB) dapat menurunkan influks

ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem

konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos pembuluh darah.

Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan

Page 20: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung

dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan

konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas

adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat

tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan

amlodipin); fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin

(diltiazem). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator

perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan

verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan

digunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah

angina.

Penanganan menurunkan tekanan darah dapat memberikan

penurunan insidensi stroke dengan persentase sebesar 35-40%;

infark mioakrd, 20-25%; gagal jantung, lebih dari 50%.

Diperkirakan bahwa pada pasien dengan hipertensi stage 1

(TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99 mmHg) yang disertai dengan

faktor resiko penyakit kardiovaskuler, jika dapat menurunkan

tekanan darahnya sebesar 12 mmHg selama 10 tahun akan

mencegah 1 kematian dari setiap 11 pasien yang diobati. Pada

pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau kerusakan organ,

hanya 9 pasien yang diketahui melakukan pengontrolan tekanan

darah dalam mencegah kematian.

Hipertensi merupakan diagnosis primer yang paling sering

ditemukan di Amerika (35 juta di semua tempat praktek

sebagai diagnosis primer). Kelajuan pengontrolan tekanan

darah saat ini (TDS <140 mmHg, dan TDD <90 mmHg), dulunya

Page 21: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

meningkat, nilainya masih dibawah dari target pencapaian

masyarakat sehat 2010 yakni sebesar 50%, 30% masih tidak

didiagnosis sebagai penderita hipertensi oleh karena pasien

tidak menyadari menderita hipertensi. Pada pasien umunya,

pengontrolan tekanan darah sistolik (TDS) merupakan hal yang

lebih penting hubungannya dengan faktor resiko kardiovakuler

dibandingkan tekanan darah diastolik (TDD) kecuali pada

pasien lebih muda dari umur 50 tahun. Hal ini disebabkan

oleh karena kesulitan pengontrolan TDS umumnya terjadi pada

pasien yang berumur lebih tua. Percobaan klinik terbaru,

memperlihatkan pengontrolan tekanan darah efektif dapat

ditemukan pada hampir semua pasien hipertensi, namun

kebanyakan mereka menggunakan dua atau lebih obat kombinasi.

Namun ketika dokter gagal dengan modifikasi gaya hidup,

dengan dosis obat-obat antihipertensi yang adekuat, atau

dengan kombinasi obat yang sesuai, maka akan menghasilkan

pengontrolan tekanan darah yang tidak adekuat.

Page 22: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan :

1. Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistolik lebih besar

atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama

atau lebih besar 95 mmHg. Hipertensi dikategorikan ringan

apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg,

hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan

Page 23: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115

mmHg atau lebih

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi

a. Genetik

b. Obesitas

c. Stress

d. Kurang olahraga

e. Mengkonsumsi garam berlebih

f. Kebiasaan Merokok

3. Komplikasi yang dapat timbul apabila hipertensi tidak

ditangani antaralain yaitu:

a. Apabila mengenai bagian otak otak maka akan mengalami

stroke. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik

apabila arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami

hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke

daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.

b. Kardiovaskular: Infark miokard

c. Ginjal: penyakit ginjal kronik

d. Mata : Retinopati

Page 24: BERBAGAI FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

DAFTAR PUSTAKA

National Institute for Health and Clinical Excellence.Hypertension. Management of hypertension in adults inprimary care. London:NICE;2006.

Price, Sylvia Anderson, dan Wilson, Lorraine McCarty. 1995.Hipertensi dalam Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. FKUI. Jakarta:Balai Pustaka

WHO dalam Soenarta Ann Arieska, Konsensus Pengobatan Hipertensi. Jakarta:

Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Perhi), 2005; 5.