10 kewajiban lain (misalnya kewajiban kepada keluarga) menjadi terganggu. Hal tersebut terjadi karena satu kewajiban menghalangi kewajiban lain, diantaranya karena timpangnya penggunaan waktu antara pekerjaan dengan keluarga. Ketimpangan waktu tersebut dapat memunculkan rasa kekecewaan terhadap pekerjaan. Persepsi pekerja akan keseimbangan waktu merupakan hal intrinsik yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja. Pemahaman akan keseimbangan penggunaan waktu antara urusan pekerjaan dengan keluarga dituangkan dalam Work-Life Balances. Berbagai penelitian mengenai keseimbangan waktu, ditemukan banyak “benturan-benturan” tanggung jawab dan komitmen antara kewajiban kerja dengan kewajiban lainnya. Di Amerika Serikat, lebih dari 80 % responden penelitian, usia 20 - 39 tahun lebih memprioritaskan pekerjaan daripada keluarga (Radcliff Public Policy Center; dalam Lockwood, 2003), sehingga terjadi ketimpangan waktu pada kehidupan pribadi, yang diantaranya menyebabkan ketidak-harmonisan keluarga bahkan perceraian. Usaha-usaha peningkatan kesejahteraan organisasi sekaligus meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan anggota organisasi dapat digali melalui dukungan organisasi terhadap Work-Life Balances Initiatives, karena Work-Life Balances Initiatives sangat berpengaruh terhadap psikis pekerja (Landauer, dalam Lockwood, 2003). Sebanyak 45 % pekerja DuPont yang diarahkan dengan program Work-Life (suatu program agar pekerja mampu menangani kewajiban pribadi dengan flexibilitas waktu kerja) oleh perusahaan, diketahui hasilnya adalah banyak diantara pekerja setuju dan sukarela untuk bekerja lebih keras untuk perusahaan ketika ada permintaan tugas dan mau bertahan dengan perusahaan. Hal ini karena pekerja merasa lebih puas karena diberi kesempatan untuk menyeimbangkan kewajiban pribadi
15
Embed
“benturan benturan” tanggung jawab dan komitmenetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70577/potongan/S2-2014... · a. Pemampatan hari kerja per minggu (tetap sesuai standard jam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
kewajiban lain (misalnya kewajiban kepada keluarga) menjadi terganggu. Hal
tersebut terjadi karena satu kewajiban menghalangi kewajiban lain, diantaranya
karena timpangnya penggunaan waktu antara pekerjaan dengan keluarga.
Ketimpangan waktu tersebut dapat memunculkan rasa kekecewaan terhadap
pekerjaan. Persepsi pekerja akan keseimbangan waktu merupakan hal intrinsik
yang dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja. Pemahaman akan
keseimbangan penggunaan waktu antara urusan pekerjaan dengan keluarga
dituangkan dalam Work-Life Balances.
Berbagai penelitian mengenai keseimbangan waktu, ditemukan banyak
“benturan-benturan” tanggung jawab dan komitmen antara kewajiban kerja
dengan kewajiban lainnya. Di Amerika Serikat, lebih dari 80 % responden
penelitian, usia 20 - 39 tahun lebih memprioritaskan pekerjaan daripada keluarga
(Radcliff Public Policy Center; dalam Lockwood, 2003), sehingga terjadi
ketimpangan waktu pada kehidupan pribadi, yang diantaranya menyebabkan
ketidak-harmonisan keluarga bahkan perceraian. Usaha-usaha peningkatan
kesejahteraan organisasi sekaligus meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan
anggota organisasi dapat digali melalui dukungan organisasi terhadap Work-Life
Balances Initiatives, karena Work-Life Balances Initiatives sangat berpengaruh
terhadap psikis pekerja (Landauer, dalam Lockwood, 2003). Sebanyak 45 %
pekerja DuPont yang diarahkan dengan program Work-Life (suatu program agar
pekerja mampu menangani kewajiban pribadi dengan flexibilitas waktu kerja)
oleh perusahaan, diketahui hasilnya adalah banyak diantara pekerja setuju dan
sukarela untuk bekerja lebih keras untuk perusahaan ketika ada permintaan
tugas dan mau bertahan dengan perusahaan. Hal ini karena pekerja merasa
lebih puas karena diberi kesempatan untuk menyeimbangkan kewajiban pribadi
11
dengan pekerjaan (Landauer, dalam Lockwood, 2003). Bertolak dari hal tersebut,
diketahui bahwa dukungan organisasi akan keseimbangan waktu meningkatkan
rasa terikat (engaged) pekerja kepada organisasi, yang dapat meningkatkan
kepuasan kerja karena pekerja tersebut merasa lebih mampu untuk
menyeimbangkan waktu antara urusan pekerjaan dengan urusan keluarga.
Studi Pendahuluan Kancah
Lembaga Pendidikan X adalah sebuah Lembaga Kedinasan BUMN yang
memiliki sejarah yang sejalan dengan semangat perjuangan dan masa-masa
sesudahnya. Perjuangan nasional untuk menasionalisasi perusahaan asing,
terkait pergolakan fisik tahun 1945 - 1950, mengakibatkan banyak tenaga dan
staf ahli asing meninggalkan Indonesia karena faktor keamanan, diantaranya
akibat dari pendudukan Jepang, agresi militer Belanda serta pengakuan
kedaulatan RI yang menyebabkan berubahnya status kepemilikan perusahaan-
perusahaan asing menjadi milik Negara Indonesia. Guna mengisi kekurangan
tenaga ahli tersebut, maka pemerintah mendirikan sekolah kedinasan di Pulau
Jawa. Seiring dengan peningkatan permintaan pendidikan dan konsultansi, maka
oleh Menteri Pertanian RI pada tahun 1970 sekolah kedinasan tersebut
ditingkatkan menjadi Lembaga berdasar SK Menteri Pertanian RI No.
38/Kpts/2/1970. Tugas pokok Lembaga Pendidikan X adalah menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan dan konsultansi untuk petugas anggota BUMN perkebunan
di seluruh Indonesia.
Penggolongan sumberdaya manusia Lembaga Pendidikan X, terdiri atas
Pekerja Pimpinan dan Pekerja Pelaksana, sedangkan berdasar fungsinya,
terbagi dalam Tenaga Profesional, yaitu Pekerja Pimpinan yang memiliki
12
fungsional untuk melakukan konsultansi, pengajaran dan pelatihan, serta Tenaga
Administrasi, yaitu pekerja yang bertugas melakukan pekerjaan dan kegiatan non
pelatihan. Pelayanan Lembaga Pendidikan X mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun, dengan semakin besarnya permintaan akan Diklat maupun konsultansi
kepada Lembaga Pendidikan X, baik dari Lingkup BUMN sedinas, BUMN lain
dinas maupun Non BUMN. Pelayanan permintaan tersebut dilayani baik di dalam
Lembaga maupun dilokasi dimana klien berada, sehingga Tenaga Profesional
Lembaga Pendidikan X seringkali melakukan perjalanan dinas.
Bertolak belakang dengan permintaan layanan, jumlah pekerja Lembaga
Pendidikan X tidak sebanding dengan permintaan klien, karena jumlah pekerja
yang cenderung turun sedangkan permintaan pelayanan cenderung naik.
Ketimpangan ini diantaranya terjadi karena terdapat beberapa pekerja yang
pensiun normal, mengajukan pensiun dini, meletakkan jabatan, cuti luar
tanggungan maupun tugas belajar di luar negeri. Berikut adalah tabel permintaan
pelayanan pendidikan dan konsultansi dalam 8 tahun terakhir:
Tabel 1 : Jumlah Realisasi Pelayanan Lembaga Pendidikan X (2007 - 2013)
Jenis Pelayanan Tahun
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Kursus Jabatan 23 23 23 24 27 28 28 28 Kursus Penyegar 214 171 210 225 167 180 182 185 Konsultansi 64 96 97 103 97 93 112 113
Sumberdaya Manusia dalam 8 tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Tabel 2 : Jumlah Tenaga kerja Lembaga Pendidikan X 2005 – 2013 (Data Juli 2013)
Pekerja Lembaga Tahun
2005 2006 2007 2008 - 2010 2011 2012 2013
Tenaga Profesional 65 72 71 70 67 69 62 Tenaga Administrasi 342 325 231 202 177 171 170
Tabel diatas mengindikasikan adanya keadaan yang tidak seimbang antara
jumlah Tenaga Profesional dengan permintaan pelayanan dari klien, ketidak
seimbangan ini sebagai imbas dari belum tuntasnya proses regenerasi di
13
Lembaga Pendidikan X khususnya dalam regenerasi di bidang spesifikasi
kompetensi, karena banyak Tenaga Profesional Lembaga Pendidikan X sedang
menempuh pendidikan Master dan Doktor, baik di dalam maupun di luar negeri.
Keadaan yang tidak seimbang antara kuantitas Pekerja dengan permintaan
pelayanan menyebabkan Tenaga Profesional yang ada dimaksimalkan untuk
melayani permintaan klien, sehingga Tenaga Profesional Lembaga Pendidikan X
menangani beberapa tugas sekaligus. Kondisi tersebut berdampak dengan tidak
imbangnya pembagian waktu kerja dengan waktu keluarga, yang diasumsikan
Tenaga Profesional lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat kerja untuk
urusan pekerjaan daripada urusan keluarga / pribadi. Jumlah total Tenaga
Profesional Lembaga Pendidikan X pada tahun 2013 yang berjumlah 62 orang,
Peneliti berasumsi bahwa jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah
permintaan klien, sehingga penggunaan waktu Tenaga Profesional menjadi tidak
imbang antara kewajiban pekerjaan dengan kewajiban keluarga.
Sebagai sebuah Lembaga Kedinasan, Lembaga Pendidikan X ditahbiskan
sebagai sebuah institusi Non Profit, sehingga sumber pendanaan untuk beban
operasional selama ini berasal dari perusahaan BUMN Anggota dan sumber
pendapatan lain yang sah. Melalui semangat kemandirian, iuran operasional
semakin mengecil dan ditargetkan pada tahun 2017 Lembaga Pendidikan X akan
mandiri dalam hal finansial. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penilaian
kinerja Tenaga Profesional di dasarkan atas tiga hal yaitu:
Tabel 3 : Aspek Penilaian Pekerja Lembaga Pendidikan X (2005 - 2013)
No. Aspek Penilaian Bobot (%) Parameter
1. Operasional 60 Mengajar, HKE, Studi Kasus, dll 2. Dinamis 30 Pengembangan Diri 3. Finansial 10 Kontribusi Keuangan
14
Aspek finansial dalam penilaian kinerja terkait kontribusi Tenaga Profesional
terhadap keuangan Lembaga, dimana Tenaga Profesional diberikan target
kontribusi dengan batasan tertentu kepada Lembaga dan target ini berkaitan
dengan besaran rewards yang akan diterima oleh Tenaga Profesional.
Keberhasilan pemenuhan target tersebut menyebabkan perbedaan besaran
rewards antar Tenaga Profesional dan menyebabkan banyak Tenaga Profesional
yang terpacu untuk memenuhi target dengan bekerja secara flextime.
Jumlah 62 orang tersebut adalah jumlah total keseluruhan Tenaga
Profesional, namun jumlah riil yang ada berjumlah kurang dari 62 orang, karena
terdapat Tenaga Profesional yang menjabat dalam Dewan Pimpinan, menjalani
tugas belajar maupun cuti. Berdasar jumlah Tenaga Profesional tersebut, Peneliti
berasumsi bahwa jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah permintaan
klien, sehingga terjadi ketimpangan antara kewajiban kerja terhadap kewajiban
keluarga. Hal ini terlihat dengan banyaknya Tenaga Profesional yang menangani
beberapa tugas sekaligus, melakukan pekerjaan lintas Biro, sering melakukan
perjalanan dinas, bekerja pada hari libur dan pulang Kantor melebihi waktu yang
ditetapkan. Peneliti berasumsi bahwa kondisi tidak seimbang antara waktu
bekerja dengan waktu keluarga, rentan menimbulkan keadaan yang disebut
sebagai Work-Life Imbalances yang berujung kepada turunnya tingkat kepuasan
Tenaga Profesional terhadap Lembaga.
Kepuasan Kerja
Dewasa ini, banyak sekali teori untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu
organisasi, salah satunya ditinjau dari seberapa jauh tingkat kepuasan pekerja
terhadap pekerjaannya. Kepuasan terhadap pekerjaan berkaitan dengan
15
kebahagiaan. Pekerja yang bahagia adalah pekerja yang produktif (Hawthorne,
dalam Saari & Judge, 2004). Kepuasan kerja tidak hanya semata berkaitan
dengan besaran imbalan ekstrinsik semata, karena banyak faktor yang
mempengaruhi karena kepuasan kerja adalah hal yang sangat individu (Robbins,
dalam Almigo, 2004). Kepuasan pekerja ialah perasaan menyeluruh tentang
pekerjaan dan merupakan sikap individu terhadap pekerjaan mereka, sebagai
hasil dari persepsi pekerja terhadap pekerjaan tersebut seperti lingkungan,
kebijakan dan kompensasi (Pratama, 2012).
Kepuasan kerja ialah keseluruhan rekapitulasi evaluasi penilaian seseorang
terhadap keseluruhan lingkungan kerjanya (Weiss, dkk, dalam Chan, 2007) dan
merupakan sebuah reaksi kognitif, afektif dan penilaian individu terhadap
pekerjaannya (Spector, dalam Chan, 2007). Locke (Randhawa, 2007)
menyatakan kepuasan kerja adalah hal yang menyenangkan atau keadaan
emosi positif yang sebagai hasil penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman
kerja yang dialaminya. Kepuasan kerja yang dirasakan oleh pekerja berkaitan
erat dengan sikap pekerja tersebut terhadap pekerjaannya, dan tercermin dari
sikap kerja ke arah positif. Semakin tinggi kepuasan pekerja maka akan semakin
positif hasil kerjanya (Dudija, 2009).
Salah satu keadaan yang mampu menimbulkan emosi positif sehingga
mampu membuat pekerja bahagia adalah perasaan aktual pekerja untuk dapat
memenuhi kewajiban terhadap pekerjaan dan keluarga, diantaranya melalui
keseimbangan pembagian waktu yang tepat antara kewajiban kerja dan
kewajiban keluarga. Pekerja dengan keseimbangan waktu yang baik dan
kehidupan sosial yang menyenangkan, akan memiliki Employee Engagement
yang tinggi (Bakker dkk, 2001) dan akan mempengaruhi kepuasan pekerja
16
terhadap pekerjaannya. Kepuasan pekerja terhadap terhadap pekerjaannya,
berkaitan dengan bagaimana pekerja mempersepsi pekerjaannya, seperti
tantangan, tanggungjawab, imbal balik dan kebijakan organisasi (misalnya
kebijakan dukungan keseimbangan waktu kerja dan pribadi), karena kepuasan
kerja dan kepuasan hidup adalah resiprokal, dimana kepuasan kerja
mempengaruhi kepuasan hidup dan sebaliknya (Saari dan Judge, 2004)
sehingga kepuasan berkait dengan hal-hal yang bersifat psikis, karena terkait
dengan “Intrinsic Job Characteristics”, sehingga dapat dikatakan dipengaruhi
oleh Core-Self Evaluation, Persepsi terhadap Pekerjaan dan Traits Personal
(Saari & Judge, 2004), Traits Personal diantaranya kesadaran dan ekstraversi
(Judge, dkk, dalam Saari & Judge, 2004).
Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh persepsi pekerja sejauh-mana
keseimbangan waktu antara bekerja dan urusan pribadi yang dituangkan ke
dalam Work-Life Balances. Chan (2007) menyatakan ada empat faktor Family
Friendly Policies yang mempengaruhi kepuasan pekerja dan dapat disamakan
dengan Work-Life Balances Initiatives, Yaitu :
a. Pemampatan hari kerja per minggu (tetap sesuai standard jam kerja)
b. Flextime, yaitu pengaturan kerja yang “fleksibel” dan sesuai aturan, sehingga