BENTUK PERTUNJUKAN SANDUR SAPO ANGEN TERATAS MADURA DI DESA
PARSEH
KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN
oleh
NENNY ROSELIA AYU MAHARANI
NIM: 11020134011
Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Surabaya
ABSTRAK
Madura merupakan salah satu pulau yang berada di sebelah Timur
pulau Jawa dengan kebudayaan yang sangat menarik untuk dipahami
sebagai salah satu keberagaman budaya di Indonesia. Bangkalan
merupakan salah satu daerah dari Madura Barat yang karakter
masyarakatnya cenderung dikatakan berwatak keras. Kabupaten
Bangkalan memiliki berbagai bentuk seni pertunjukan tradisonal yang
hidup di wilayah Bangkalan diantaranya adalah kesenian Sandur.
Kesenian ini merupakan singkatan dari Sandiwara Madura yang oleh
masyarakat Bangkalan disingkat dengan kata Sandur. Dikatakan
Sandiwara Madura karena pertunjukan ini dahulu berisi rangkaian
adegan-adegan.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana
bentuk penyajian Sandur tradisonal Sapo Angen Teratas Madura di
Desa Parseh Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.
Pendekatan Penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah
melalui pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Selanjutnya data dianalisis dengan memilih-milih data, kemudian
menyajikan data yang dibutuhkan dan kemudian disimpulkan.
Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa Kesenian Sandur merupakan
bentuk kesenian tradisional yang berada di wilayah Bangkalan.
Kesenian Sandur dulunya memiliki rangkaian adegan yang lengkap
diantaranya dhing-gendhingan, dung-endhung, andhongan, blandaran,
tandhang rosak, mak leter buk leter, sampai lakon cerita.
Kata kunci: Bentuk pertunjukan, Sandur
Latar Belakang
Madura merupakan salah satu pulau yang berada di sebelah Timur
pulau Jawa dengan kebudayaan yang sangat menarik untuk dipahami
sebagai salah satu keberagaman budaya di Indonesia. Wilayah Madura
memiliki 2 karakter yang berbeda terutama karakter kesenian yang
ada di Madura Barat dan Madura Timur. Bangkalan merupakan salah
satu daerah dari Madura Barat yang karakter masyarakatnya cenderung
dikatakan berwatak keras. Kabupaten Bangkalan memiliki berbagai
keanekaragaman kesenian, misalnya seni pertunjukan karapan sapi dan
sandur. Berbagai bentuk seni pertunjukan tradisonal yang hidup di
wilayah Bangkalan diantaranya adalah kesenian Sandur. Kesenian ini
merupakan singkatan dari Sandiwara Madura yang oleh masyarakat
Bangkalan disingkat dengan kata Sandur. Dikatakan Sandiwara Madura
karena pertunjukan ini dahulu berisi rangkaian adegan-adegan.
Madura.
Kelompok sandur yang sampai saat ini masih ada yaitu Sapo Angen
dari Bangkalan, dan Bunga Sari dari Sampang. Kesenian Sandur di
wilayah Madura Barat merupakan kegiatan yang dimunculkan oleh
masyarakat untuk memberikan hiburan pada saat seseorang mengadakan
hajatan. Kesenian ini memiliki urutan penyajian yang sangat lengkap
yaitu mulai dari bagian dhing-gendhingan, dung-endhung, andhongan,
blandaran, tandhang rosak, mak leter buk leter, sampai lakon
cerita. Pada setiap bagian dalam kesenian ini mempunyai makna,
misalnya pada bagian dhing-gendhingan ini merupakan permainan musik
yang sederhana akan tetapi jika ada tamu kehormatan yang datang
maka akan dimainkan gendhing giro sebagai ucapan selamat datang.
Setelah itu adegan dhung-endhung yang memunculkan penari laki-laki
pada bagian atas terdiri dari udeng dan menggunakan baju batik
serta pada bagian bawah menggunakan jarit seperti perempuan yang
menggambarkan bahwa acara kesenian Sandur dimulai sampai ke adegan
yang terakhir yaitu bagian cerita/lakon.
Bagi seluruh kepala desa yang ada di Kabupaten Bangkalan
kegiatan mengadakan Sandur adalah suatu kegiatan untuk ajang
sebagai silaturahmi antar seluruh kepala desa yang biasanya
mengadakan hajatan keluarga. Kegiatan silaturahmi yang mereka
adakan dalam komunitas masing-masing kepala desa itu berwujud dalam
istilah aremoh atau disebut dengan menyelamati diri sendiri dan
keluarga.
Bentuk Pertunjukan kesenian Sandur di Kecamatan Socah ini belum
banyak diketahui dan belum ada yang menulis, sehingga hal
tersebutlah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
ini.
Bentuk Penyajian Kesenian Sandur
Menurut Robby Hidayat dalam bukunya berjudul Wawasan Seni Tari
(2005:26) bentuk pertunjukan adalah suatu bentuk proses penggarapan
yang mengantarkan pada suatu koreografi tertentu sehingga pada
suatu proses garapan, seorang koreografer dapat memahami dengan
benar bentuk koreografi yang telah diproduksi. Bentuk adalah aspek
yang secara estetis dinilai oleh penonton, disini tidak melihat
setiap elemen tetapi melalui kesan yang menyeluruh.
Bentuk pertunjukan yang dimaksud adalah keseluruhan rangkain
pementasan yang secara utuh dan lengkap meliputi sistematika
pertunjukan dan elemen pendukung lainnya. Kesenian Sandur memiliki
urutan pertunjukan asli yg terdiri dari:
1. hing-gendhingan
Ketika menunggu para tamu datang, pengrawit / panjhk memainkan
gending. Gending yang biasa dimainkan yaitu gendhing
giro/yang-layang, la juli, gending semera, puspo, walangkekek,
gendhing potongan,gendhing hantaran dengan menggunakan beberapa
perangkat gamelan saja yaitu menggunakan kempul gong, bonang besar,
bonangpenerus, demung, peking, saron, dan saronen. Permainan ini
dimainkan kurang lebih selama satu jam saat menunggu tamu datang
dan mengambil tempat.
Jika ada tamu kehormatan seperti Lurah, Camat, atau Bupati
datang pemusik akan memainkan gending Giro Endro (Giroan) atau
gamelan dengan tempo cepat, sebagai wujud penghormatan tuan rumah
terhadap tamu dan sebagai ucapan selamat datang. Di bawah ini
adalah suasana pada saat pemain musik sedang memainkan gendhing
sebelum para tamu undangan datang
Gambar 1: Pengrawit memainkan gendhing
saat menunggu para tamu datang
(Foto: Nenny, 2015)
Gendhing-gendhing untuk menyambut tamu datang: Gendhing Giro
Endro/yang Layang (dengan lagu yang banyak sekali), Lajuli, gending
Semera, Puspo, Walangkekek, Kermalang, gendhing Potongan, gendhing
hHantaran). Urutan permainan gedhing bebas dimainkan oleh pemusik,
akan tetapi jika pada saat pangghilen (andhongan) tamu meminta
untuk memainkan satu gendhing permintaan, maka pemusik harus
memainkan untuk mengiringi tamu selama menari di depan bersama
kedua Lenggek.
Di bawah ini adalah beberapa contoh notasi lagu saat menyambut
tamu yaitu gendhing hantaran:
Lagu Hantaran
Terjemahan:
Iris-iris Ubi Manis
Layang layang daunnya nangka
Kepikiran sambil nangis
Membayangkan wajahnya dia
Pada kesenian Madura, menyanyi kidungan disebut dengan Ngjhung.
Sedangkan nyanyiannya disebud dengan kjhungan. Kjhungan yang ada
pada seni musik Madura berupa pantun-pantun dengan menggunakan
bahasa Madura dengan menggunakan teknik bernyanyi dengan suara yang
melengking. kjhungan di nyanyikan oleh pria dengan menggunakan
teknik bernyanyi yang berliuk-liuk dan melengking menyerupai suara
wanita. Musik yang ditimbulkan dalam kesenian Sandur menggunakan
pentatonis dengan laras slendro dan musik juga ditimbulkan dalam
diri penari.
2. Dung-endhung
Dung-endhung yang berarti menimang yaitu menerima tamu atau
menyambut tamu. Jika masih banyak para tamu undangan yang belum
datang maka Dung-endhung belum bisa dimainkan.
Gerak yang dilakukan oleh penari ndhung-endhung ini yaitu penari
keluar mengahadap ke depan (arah tamu yang datang) dengan posisi
badan tegak ke dua kaki dibuka lebar, ke dua tanganh direntangkan
kanan dan kiri dilanjutkan dengan putaran pergelangan tangan sesuai
dengan irama gendhing yang dimainkan, gerakan selanjutnya ambil
sampur dengan menggunakan tangan kanan dan sampur dipindah dengan
menggunakan tangan kiri kemudian diikuti dengan kaki kiri maju satu
langkah, diikuti kaki kanan maju ke depan satu langkah, selanjutnya
kedua kaki trisik kebelakang dengan kedua tangan direntangkan
samping kanan dan kiri dengan pisisi badan tegak dan kedua kaki di
buka lebar dan ikuti anggukan kepala. Gerakan selanjutnya gejuk
kaki kiri posisi kedua tangan di pinggang sebelah kanan, posisi
badan tetap menghadap kedepan dan berhenti beberapa detik,
selanjutnya berputar mengahadap kiri (pengrawit) dengan posisi ke
dua tangan direntangkan.
Filosofi yang terkandung dalam penari/Lenggek ini yaitu bahwa
lelaki Madura bukanlah waria, lelaki Madura adalah orang yang
tegas, dan pemberani. Akan tetapi keberanian, dan ketegasan itu
orang Madura khususnya Bangkalan masih mempunyai kehalusan hati
layaknya seorang wanita(Sadun, wawancara 16 Februari 2015). Bagian
dhung-endhung itu menari dengan 4 arah yang pertama menghadap ke
pemusik, ke arah penonton di 3 penjuru arah dan menghadap ke depan
untuk di beri sawer oleh para tamu yang hadir. Dibawah ini adalah
gambar ketika penari dhung-endhung disawer para tamu:
Gambar 2 Penari Dung-Endhung ketika disawer para tamu
(Foto:Nenny,2015)
3. Andhongan / Pangghiln / Tayuban
Menurut Kamus Bahasa Madura (2009:522), Pangghil berarti
mengajak. Pangghiln di sini berarti memanggil untuk diajak menari
dengan para lenggek (penari). Sebelum dimulainya bagian ini, tuan
rumah memberikan sambutan terlebih dahulu dilanjutkan menari dengan
lenggek, setelah itu acara diberikan kepada tokang pangghil /
tokang olok untuk memanggil satu persatu tamu yang dating untuk
menari dengan lenggek dan memberikan saweran kepada lenggek serta
memberikan bhubun kepada tuan rumah. Urutan permainan gendhing
bebas dimainkan oleh pemusik, akan tetapi jika saat Andhongan /
Pangghiln tamu akan meminta untuk memainkan satu gendhing
permintaan, maka pemusik akan memainkan untuk mengiringi tamu
selama menari di depan bersama kedua orang tandhak. Gerak penari
Lenggek sangat sederhana yaitu hanya lembehan tangan kanan dan kiri
sesuai dengan iringan musik, posisi badan diam di tempat. Gerak
para tamu gerakan yang di lakukan kedua kaki di buka lebar, badan
mendak kedua tangan ke penthangkan ke samping kanan kiri, kedua
pergelangan tangan berliak-liuk dan berputar sesuai iringan
gendhingnya.
Gerak yang digunakan yaitu gerak maknawi, gerak yang diolah
dalam pengungkapannya mengandung suatu pengertian atau maksud di
samping keindahan, yang terlihat pada penari lenggek pada gerak
lembehan tangannya yang indah meskipun gerak yang di lakukan adalah
penari lenggek laki-laki. Dibawah ini adalah gambar saat pangghilen
berlangsung dan menari dengan penari Lenggek
Gambar 3 Pangghiln berlangsung saat tamu menari dengan Lenggek
(Foto: Nenny, 2015)
4. Blandaran
Blandaran berarti dasar. Blandaran yang dimaksud dalam adegan
ini yaitu menarikan gerak-gerak dasar. (Ramyadi, wawancara 1 Maret
2015), mengungkapkan dasar dalam gerakan ini berarti menggambarkan
dasar dari kehidupan manusia berupa ragam gerak yang mempunyai
makna yaitu:
1. Ragam gerak yang menggambarkan berdoa dan memohon segala
pertolongan dari Allah SWT ( posisi badan tegak lurus, serong ke
sebelah kiri, tangan kanan diangkat ke atas, tangan kiri dilepat
ujung jari tangan kiri ditempelkan di ujung siku tangan kanan).
Gambar 4 Posisi ragam gerak yang menggambarkan berdoa dan
memohon segala pertolongan dari Allah SWT (Foto: Nenny, 2015)
2. Ragam gerak yang menggambarkan bahwa manusia itu di dalam
perut sudah hidup dan siap untuk lahir ke dunia ( posisi badan
tegak, kaki dibuka posisi mendak, kedua tangan di lipat di depat
perut, kepala menunduk kebawah).
Gambar 5 Posisi ragam gerak yang menggambarkan bahwa manusia itu
di dalam perut sudah hidup dan siap untuk lahir ke dunia (Foto:
Nenny, 2015)
3. Ragam gerak yang menggambarkan bahwa kepala itu keluar
pertama kali ketika manusia dilahirkan untuk melihat dunia (Kedua
tangan dibuka melebar ke samping kanan kiri, posisi kepala perlahan
dari posisi menunduk diangkat ke atas mengahadap ke depan)
Gambar 6: Posisi ragam gerak yang menggambarkan bahwa kepala itu
keluar pertama kali ketika manusia dilahirkan untuk melihat dunia.
( Foto: Nenny, 2015)
Pada bagian Blandaran ini ditarikan oleh seorang laki-laki yang
bergerak dengan ketiga ragam di atas sebagai wujud penggambaran
kehidupan manusia dan untuk mengingatkan bahwa manusia itu hidup
itu selalu ingat kepada Allah SWT. Gerakan ini dilakukan
berulang-ulang oleh penari sebagai pengantar ke adegan selanjutnya.
Adegan Blandaran dalam pertunjukan Sandur dilakukan untuk mengawali
adegan yang menceritakan kehidupan manusia pada adegan
selanjutnya.
5. TandhngRosak
Menurut bahasa Madura, Tandhng artinya tarian, sedangkan Rosak
artiya adalah rusak. Jadi Tandhng Rosak bisa diartikan sebagai
tarian rusak, yaitu menari dengan seenaknya sendiri tanpa
memikirkan estetika gerak dalam tari (Sudarsono, wawancara 19
Februari 2015). Tokoh menari dengan gerakan-gerakan yang lucu untuk
menghibur penonton Sandur.
Adegan ini dikatakan sebagai adegan komedi. Menceritakan seorang
adik yang nakal sering menganggu kakaknya. Pada saat si kakak
menari mengikuti iringan gendhing, si adik mengganggu kakaknya
sehingga kakaknya marah dan memukul adiknya. Si adik tidak kapok
untuk tetap mengganggu kakaknya, dan akhirnya si adik tangannya
diikat dengan selendang. Meskipun demikian si adik tetap
menggunakan akalnya untuk kembali menjaili kakaknya. Pada adegan
ini tidak ada topik khas yang dibahas, secara spontanitas pelaku
memainkan di atas panggung untuk memberikan hiburan kepada
penontonnya. Bentuk adegan ini hampir menyerupai Pantomim, yaitu
bercerita dengan menggunakan gerak-gerak yang lucu untuk membuat
para penonton tertawa. Jika pada adegan sebelumnya yaitu
menggambarkan manusia ketika lahir ke dunia, pada bagian ini
menceritakan kesenangan yang terjadi pada masa-masa muda yang
digambarkan oleh kakak-adik yang melakukan gerakan-gerakan
komedi.
Gerak yang dimunculkan pada adegan ini oleh penari tanjhak yaitu
kaki dibuka dengan posisi badan agak menurun (mendhak), tangan ke
samping kanan dan kiri lurus sedikit melekukkan bagian telapak
tangan dan memutar gerak telapak tangan mengikuti iringan musik
gamelan. Untuk gerakan kaki, penari harus mengikuti bunyi kendang
untuk pergantian gerak berikutnya dan penekanan pada kaki.
Dikatakan gerak lucu, karena ketika melakukan gerakan, penari
menarikan gerakan aneh yang tidak pernah ada dalam makna sebuah
tarian, misalnya gerakan tangan berubah menjadi gerak olahraga
tinju, gerakan banci yang melambai-lambai seperti perempuan.
Disamping ada gerakan tambahan dari tangan, gerakan kaki juga ada
misalnya tiba-tiba saat posisi tanjhak penari loncat-loncat dan
sampai ada juga gerakan jatuh karena licin terpeleset.
Makna dan isi pesan dalam adegan ini terlihat dari gerak-gerak
tanpa dialog yang dilakukan oleh kedua tokoh. Pada bagian tersebut
nampak keakraban kakak adik dalam kesehariannya, meskipun si adik
selalu mengganggu kakaknya, si kakak marah dalam konteks bercanda.
Karena bagaimanapun juga kakak seharusnya bisa mengayomi adiknya
meskipun si adik sangat nakal.
6. Lakon / carta
Bagian Lakon/carta yang biasa disajikan yaitu cerita Ma Leter
ban Bu Leter. Contohnya pada adegan cerita Ma Leter ban Bu Leter
ini mengisahkan sepasang suami istri yang sudah lama tidak bertemu.
Suami pergi untuk mencari nafkah meninggalkan istri, namun dalam
waktu yang sangat lama sekitar berpuluh-puluh tahun suaminya tidak
pulang si istri lupa dengan wajah suaminya. Dan akhirnya mereka
saling menduga jiga diantar mereka sudah ada yang meninggal. Pada
suatu percakapannya ketika bertemu merekapun layaknya anak-anak
muda yang saling memuji dan merayu
Ltr dalam bahasa Madura artinya genit, kedua tokoh tersebut
saling genit dalam mengganggu. Oleh karena itu cerita ini di sebut
Ma Leter ban Bu Leter. Setelah tokoh istri secara tidak langsung
melihat tanda/tompel yang ada di tangan lelaki tersebut, lalu istri
menyebutkan namanya, lalu suami tersebut bertanya darimana dia tau
namanya. Wanita tersebuat mengatakan bahwa nama yang disebut itu
adalah suaminya, kemudian lelaki tersebut juga menyebutkan nama
istrinya dan wanita tersebut mengakui bahwa nama yang disebut itu
adalah dia. Terjadilah percakapan panjang antara kedua tersebut dan
tak lupa membahas tanda tompel juga yang ada ditangan suaminya.
Akhirnya mereka mengakui dan membenarkan bahwa mereka adalah
sepasang suami istri yang dulunya berpisah dan akhirnya mereka
bertemu kembali dan kembali membangun sebuah keluarga.
Singkat cerita yang ada pada cerita Ma Leter ban Bu Leter ini
menceritakan bahwa perempuan dan laki-laki Madura itu pada dasarnya
adalah seorang memiliki kesetiaan yang tinggi. Meskipun ditinggal
jauh, mereka akan tetep setia karena pepatah mengatakan bahwa
sejauh-jauhnya burung terbang pasti akan kembali ke sangkarnya.
Itulah yang di dapat dalam salah satu bagian crta pada pertunjukan
Sandur di Bangkalan, dimana pada bagian ini menggambarkan kisah
seseorang yang sudah dewasa. Cerita yang lain biasanya dibawakan
yaitu Cerita Sakera, Selor Lanceng Sampang, Anak tiri, Kawin paksa,
Mar Lamar, Lacheng tang bhetang.
PENUTUP
Kabupaten Bangkalan memiliki berbagai keanekaragaman kesenian,
misalnya seni pertunjukan karapan sapi dan sandur. Berbagai bentuk
seni pertunjukan tradisonal yang hidup di wilayah Bangkalan
diantaranya adalah kesenian Sandur. Kesenian ini merupakan
singkatan dari Sandiwara Madura yang oleh masyarakat Bangkalan
disingkat dengan kata Sandur. Dikatakan Sandiwara Madura karena
pertunjukan ini dahulu berisi rangkaian adegan-adegan. Madura.
Adegan-adegan yang ada dalam kesenian Sandur di Bangkalan yang asli
adalah sebagai berikut:
1. Dhing-gendhingan
2. Dung-endhung
3. Andhongan / Pangghiln / Tayuban
4. Blandaran.
5. TandhngRosak
6. Lakon / carta
Pada setiap bagian dalam kesenian ini mempunyai makna, misalnya
pada bagian dhing-gendhingan ini merupakan permainan musik yang
sederhana akan tetapi jika ada tamu kehormatan yang datang maka
akan dimainkan gendhing giro sebagai ucapan selamat datang. Setelah
itu adegan dhung-endhung yang memunculkan penari laki-laki pada
bagian atas terdiri dari udeng dan menggunakan baju batik serta
pada bagian bawah menggunakan jarit seperti perempuan yang
menggambarkan bahwa acara kesenian Sandur akan dimulai sampai ke
adegan yang terakhir yaitu bagian cerita/lakon.Bentuk pertunjukan
Sandur Sapo Angen Teratas Madura yang ada di Desa Parseh Kecamatan
Socah.
DAFTAR PUSTAKA
Bastomi, Suwaji, 1992. Wawasan Seni. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Bouvier, Hlne. 2002. Lbur! Seni Musik dan Pertunjukan dalam
Masyarakat Madura. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Djelantik. A.A.M.1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung:
Masyarakat seni Pertunjukan Indonesia dan Arti.
Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP
Semarang
Hidajad, Arif. 1998. Kehidupan Rakyat Sandur Desa Ledok Kulon
Kecamatan Bojonegoro (Sebuah Tinjauan Sosiologi teater). Skripsi
tidak diterbitkan; Jurusan Seni Teater Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.
Hidayat, Robby. 2005. Wawasan Seni Tari. Malang: Jurusan Seni
dan Desain Fakultas Sastra Universitas Malang.
Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif
Klasik, Modern, dan Poskolonial. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Murgiyanto, Sal. 2004. Tradisi dan Inovasi: Beberapa Masalah
Tari di Indonesia. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Rifai, Mien Ahmad. 2007. Manusia Madura. Pembawaan, Perilaku,
Etos Kerja, Penampilan, dan Pandangan Hidupnya seperti Dicitrakan
Peribahasanya. Yogyakarta: Pilar Media.
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori Refleksi
Metodologi Kasus Indonesia. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya
(Anggota IKAPI).
Soedarsono, 2002. Seni Pertunjukan di Era Globalisasi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sumardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung: ITB.
sr k s rano bi ma ns
1 6 1 51 6 5 3
jng la je ngandheu na nang ka
2 3 5 6 3 6 3 1 2 3 6 5
kr pk k ransam bi na ngs
2 3 5 6 36 3 1 2 3 6 5
jeng be jeng ngasang gu dhi ka
1 2 3 2 1 2 3 1