Top Banner

of 35

bels palsy referat

Apr 04, 2018

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/29/2019 bels palsy referat

    1/35

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah

    Bells palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling

    seringmempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial

    perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma

    paralisisfasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir

    Charles Bell,meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan

    penatalaksanaannya, Bells palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di

    dunia.

    Insidensi Bells palsy di Amerika Serikat adalah sekitar 23 kasus per 100.000orang.

    Insiden Bells palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang keturunan Jepang, dan tidak ada

    perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien-pasien dengan Bells palsy.

    Usiamempengaruhi probabilitas kontraksi Bells palsy. Insiden paling tinggi pada

    orangdengan usia antara 15-45 tahun. Bells palsy lebih jarang pada orang-orang yang

    berusia di bawah 15 tahun dan yang berusia di atas 60 tahun.

    Insiden Bells palsy juga dilaporkan sekitar 40-70% dari semua kelumpuhan saraf

    fasialis perifer akut. Prevalensi rata-rata berkisar antara 1030 pasien per 100.000 populasi

    per tahun dan meningkat sesuai pertambahan umur. Insiden meningkat pada penderita

    diabetes dan wanita hamil. Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat keluarga

    pernah menderita penyakit ini.

    Pada sebagian besar penderita Bells Palsy kelumpuhannya dapat

    menyembuh,namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan

    meninggalkangejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur, dan spasme spontan.

    Permasalahan yang ditimbulkan Bells palsy cukup kompleks, diantaranya masalah

    fungsional, kosmetikadan psikologis sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita,

    permasalahan kapasitas fisik (impairment) antara lain berupa asimetris wajah, rasa kaku dan

    tebal pada wajah sisi lesi, penurunan kekuatan otot wajah pada sisi lesi, potensial terjadi

    kontraktur dan perlengketan jaringan, potensial terjadi iritasi pada mata sisi lesi. Sedangkan

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    2/35

    permasalahan fungsional (fungsional limitation) berupa gangguan fungsi yang melibatkan

    otot-ototwajah, seperti makan dan minum, berkumur, gangguan menutup mata, gangguan

    bicaradan gangguan ekspresi wajah. Semua hal ini dapat menyebabkan individu

    tersebutmenjadi tidak percaya diri.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    3/35

    Tujuan Penulisan

    Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara lebih dalam

    mengenai definisi, struktur anatomi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala

    klinis, penegakan diagnosis, diagnose banding, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis

    Bells palsy.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    4/35

    BAB II

    PEMBAHASAN

    Definisi

    Bells palsy adalah suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang bersifat unilateral,

    penyebabnya tidak diketahui (idopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan pendengaran,

    kelainan neurologi lainnya atau kelainan lokal. Diagnosis biasanya ditegakkan bila semua

    penyebab yang mungkin telah disingkirkan.

    Sir Charles Bell (1774-1842) dikutip dari Singhi2 dan Cawthorne adalah orang

    pertama yang meneliti tentang sindroma kelumpuhan saraf fasialis dan sekaligus meneliti

    tentang distribusi dan fungsi saraf fasialis. Oleh karena itu nama Bell diambil untuk diagnosis

    setiap kelumpuhan saraf fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya.

    Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri dari 7.000 serabut

    saraf motorik untuk otot-otot wajah dan 3.000 serabut saraf lainnya membentuk sarafintermedius (Nerve of Wrisberg) yang berisikan serabut sensorik untuk pengecapan 2/3

    anterior lidah dan serabut parasimpatik untuk kelenjer parotis, submandibula, sublingual

    dan lakrimal. Saraf fasialis terdiri dari 7 segmen yaitu :

    1. Segmen supranuklear

    2. Segmen batang otak

    3. Segmen meatal

    4. Segmen labirin

    5. Segmen timpani

    6. Segmen mastoid

    7. Segmen ekstra temporal

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    5/35

    Struktur anatomi

    Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :

    a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.

    levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior

    danstapedius di telinga tengah

    b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus

    salivatoriussuperior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring,

    palatum,rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta

    sublingual dan lakrimalis.

    c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di

    dua pertiga bagian depan lidah.

    d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa

    rabadari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus

    trigeminus.

    Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot mimik

    wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yangmengantarkan

    rasa pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit daridinding anterior kanalis

    auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus

    lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke kordatimpani dimana ia

    membawa sensasi pengecapan melalui nervus fasialis ke nukleustraktus solitarius. Serabut-

    serabut sekretomotor menginervasi kelenjar lakrimal melaluinervus petrosus superfisial

    major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.

    Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens,

    danserabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian

    ventrolateralnukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus

    kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka

    nervus VI danVII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus

    fasialismasuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    6/35

    membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam.

    Padasudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat

    dekat dengan genu.

    Perjalanan saraf fasialis yang memperlihatkan distribusi motorik, sensorik dan parasimpatis

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    7/35

    Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum

    untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus

    superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapediusyang

    dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melaluiforamen

    stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi limacabang yang

    melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. Digastrikus venter posterior.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    8/35

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    9/35

    Epidemiologi

    Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasialakut.

    Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insidenterendah

    ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap

    tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi

    kanan.Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita

    diabetesmempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non -diabetes .Bells palsy

    mengenailaki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi,

    wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki

    pada kelompok umur yangsama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih

    sering terjadi pada umur 15-5 0 tahun . Pada kehamilan trisemest er ketiga dan 2

    minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada

    wanita tid ak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    10/35

    Etiologi

    Kausa kelumpuhan n. fasialis perifer sampai sekarang belum diketahui secara pasti.

    Umumnya dapat dikelompokkan sbb.

    I) Kongenital

    1.anomali kongenital (sindroma Moebius)

    2.trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)

    II Didapat

    1.trauma

    2.penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)

    3.proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll.)

    4.proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)

    5.infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll.)

    6.sindroma paralisis n. fasialis familial

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    11/35

    Penyebab pasti Bells palsymasih belum diketahui. Tetapi penyakit ini dianggap

    memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bells palsymeliputi inflamasi saraf

    atau blokade sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier yang belum diketahui,

    ketidakseimbangan imunitas (stress, HIV/AIDS, trauma) atau apapun yang secara langsung

    maupun tidak langsung menekan sistem imun (seperti infeksi bakteri pada Lyme disease dan

    otitis media, atau trauma, tumor, dan kelainan kongenital), serta apapun yang dapat

    menyebabkan inflamasi dan edema nervus fasialis (N.VII) dapat memicu terjadinya bellspalsy.

    Terdapat beberapa teori yang telah dikemukakan, yaitu teori iskemik vaskuler dan

    teori infeksi virus1.

    1. Teori iskemik vaskuler

    Teori ini dikemukakan oleh Mc Groven pada tahun 1955 yang menyatakan bahwa adanya

    ketidakstabilan otonomik dengan respon simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    12/35

    spasme pada arteriol dan stasis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis. Vasospasme

    ini menyebabkan iskemik dan terjadinya oedem. Hasilnya adalah paralisis flaksid perifer

    dari semua otot yang melayani ekspresi wajah1,7

    .

    2.

    Teori infeksi virus

    Teori ini menyatakan bahwa beberapa penyebab infeksi yang dapat ditemukan pada

    kasus paralisis saraf fasialis adalah otitis media, meningitis bakteri, penyakit lime, infeksi

    HIV, dan lainnya. Pada tahun 1972 McCromick menyebutkan bahwa pada fase laten HSV

    tipe 1 pada ganglion genikulatum dapat mengalami reaktivasi saat daya tahan tubuh

    menurun. Adanya reaktivasi infeksi ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi dan

    edema saraf fasialis, sehingga saraf terjepit dan terjadi kematian sel saraf karena saraf

    tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Pada beberapa kasus yang ringan hanya

    terdapat kerusakan selubung myelin saraf1,8

    .

    3. Teori kombinasi

    Teori ini dikemukakan oleh Zalvan yang menyatakan bahwa kemungkinan Bells palsy

    disebabkan oleh suatu infeksi atau reaktivasi virus Herpes Simpleks dan merupakan

    reaksi imunologis sekunder atau karena proses vaskuler sehingga menyebabkan inflamasi

    dan penekanan saraf perifer ipsilateral.

    Bells palsy dapat disebabkan oleh beberapa hal lainnya seperti iklim atau faktor

    meteorologi seperti suhu, kelembaban, dan tekanan barometrik. Beberapa studi

    menyebutkan bahwa pasien sebelumnya merasakan wajahnya dingin atau terkena dingin

    sebelum onset bells palsy muncul. Suhu dingin di salah satu bagian wajah dapat

    menyebabkan iritasi nervus fasialis (N.VII). Data eksperimental yang paling mendukung

    dalam patofisiologi penyakit ini adalah hipotesis suhu rendah. Selain itu reaktivasi HSV

    yang merupakan salah satu teori terjadinya bells palsy juga berhubungan dengan

    perbedaan iklim antar negara dan polusi dari atmosfer. Selain itu stress, kehamilan, diabetes

    juga dapat memicu munculnya bells palsy.

    Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan BP antara lain : sesudah bepergian

    jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres,

    hiperkolesterolemi, diabetes mellitus,penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor

    genetik.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    13/35

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    14/35

    PATOFISIOLOGI

    Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada

    nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy

    hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori

    menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan

    peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat

    melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui

    kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar

    sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi,

    demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik

    yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear,

    nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik

    primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan

    daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.

    Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca

    jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu

    nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan

    kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di

    os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi

    nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus

    longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan

    muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis

    LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    15/35

    mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa

    penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes

    zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini

    menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum,

    nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

    Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah

    seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan

    pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut

    tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena

    lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-

    gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    16/35

    terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani

    dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    17/35

    Gejala Klinis

    Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa

    dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan

    di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong

    tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari

    lokalisasi kerusakan.

    a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.

    Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi.

    Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat

    Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi

    Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi

    Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur

    masih baik.

    b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis

    fasialis).

    Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan

    gangguan salivasi.

    c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum.

    Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis.

    d. Lesi setinggi ganglion genikulatum.

    Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan

    gangguan kelenjar air mata (lakrimasi).

    e. Lesi di porus akustikus internus.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    18/35

    Gangguan: seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII.

    Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen

    stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang

    sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media

    perforata dan mastoiditis.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    19/35

    Penegakan Diagnosis

    Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis dan

    pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese

    dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan

    mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat

    ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya

    bersifat LMN.

    1) Anamnesis.

    Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa

    mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua keluhan

    yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.

    Nyeri postauricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio mastoid.

    Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi

    paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.

    Aliran air mata: Dua pertiga pasien mengeluh mengenai aliran air mata

    mereka. Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam

    mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga

    saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak

    dipercepat.

    Perubahan rasa: Hanya sepertiga pasien mengeluh tentang gangguan

    rasa, empat per lima pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi

    akibat hanya setengah bagian lidah yang terlibat.

    Mata kering.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    20/35

    Hyperacusis: kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung

    akibat peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.

    2) Pemeriksaan fisik.

    Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.

    Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan

    penyebab lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang nervus

    facialis tidak mengalami gangguan.

    Definisi klasik Bell palsy menjelaskan tentang keterlibatan mononeuron

    dari nervus facialis, meskipun nervus cranialis lain juga dapat terlibat.

    Nervus facialis merupakan satu-satunya nervus cranialis yang

    menunjukkan gambaran gangguan pada pemeriksaan fisik karena

    perjalanan anatomisnya dari otak ke wajah bagian lateral.

    Kelamahan dan/atau paralisis akibat gangguan pada nervus facialis

    tampak sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada

    sisi yang diserang. Perhatikan gerakan volunter bagian atas wajah pada

    sisi yang diserang.

    Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di

    atas nucleus facialis di pons), dimana sepertiga atas wajah mengalami

    kelemahan dan dua per tiga bagian bawahnya mengalami paralisis.

    Musculus orbicularis, frontalis dan corrugatordiinervasi secara bilateral,

    sehingga dapat dimengerti mengenai pola paralisis wajah.

    Lakukan pemeriksaan nervus cranialis lain: hasil pemeriksaan biasanya

    normal.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    21/35

    Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang tampak

    meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang mengalami

    komplikasi.

    3) Pemeriksaan laboratorium.

    Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan

    diagnosis Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c

    dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita

    diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan

    namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut

    berasal.

    4) Pemeriksaan radiologi.

    Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose

    Bells palsymaka pemeriksaan radiologi tidak diperlukan lagi, karena pasien-

    pasien dengan Bells palsyumumnya akan mengalami perbaikan dalam 8-10

    minggu. Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan, pencitraan

    mungkin akan membantu. MRI mungkin dapat menunjukkan adanya tumor

    (misalnya Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien memiliki

    riwayat trauma maka pemeriksaan CT-Scan harus dilakukan.

    5) Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)

    Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan

    setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA

    menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan

    kerusakan it fasialis ireversibel.

    6) Uji konduksi saraf (nerve conduction test)

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    22/35

    Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur

    kecepatan hantaran listrik padan. fasialis kiri dan kanan.

    7) Elektromiografi

    Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot

    wajah.

    8) Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah Gilroy dan Meyer (1979)

    menganjurkan pemeriksaan

    fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin dan

    rasa pahit (pil kina).

    9) Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang

    sakit dengan stimulasi listrik

    pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik.

    Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi

    khorda timpani atau proksimalnya.

    10)Uji Schirmer

    Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di

    belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan

    atas rembesan air mata pada kertas filter;berkurang atau mengeringnya air

    mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. Genikulatum

    Diagnosa Banding

    Semua paralisis n. fasialis perifer yang bukan BP

    Kelumpuhan n. fasialis sentral yang mudah dikenal; bila dahi dikerutkan tidak

    terlihat asimetri, karenaotot-otot dahi mempunyai inervasi bilateral

    Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya

    tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom),

    penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid ataupun telinga tengah,

    Guillen Barre syndrome.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    23/35

    Penatalaksanaan

    a. Agen antiviral.

    Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih kurang menunjukkan

    efektifitas obat-obat antivirus pada Bells palsy, hampir semua ahli percaya pada

    etiologi virus. Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan

    digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bells palsy. Oleh

    karena itu, zat antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksaan

    farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya. Acyclovir 400 mg selama 10

    hari dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir akan berguna

    jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi

    virus.

    Nama obat Acyclovir (Zovirax) menunjukkan aktivitas hambatan

    langsung melawan HSV-1 dan HSV-2, dan sel yang terinfeksi

    secara selektif.

    Dosis dewasa 4000 mg/24 jam peroral selama 7-10 hari.

    Dosis pediatrik < 2 tahun : tidak dianjurkan.

    > 2 tahun : 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari.

    Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas.

    Interaksi obat Penggunaan bersama dengan probenecid atau zidovudine

    dapat memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan

    toksisitas acyclovir terhadap SSP.

    Kehamilan C keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah

    dilaporkan.

    Perhatian Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang

    bersifat nefrotoksik.

    b.

    Kortikosteroid.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    24/35

    Pengobatan Bells palsy dengan menggunakan steroid masih merpakan suatu

    kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah diterbitkan mengenai keuntungan

    dan kerugian pemberian steroid pada Bells palsy. Para peneliti lebih cenderung

    memilih menggunakan steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bila telah

    diputuskan untuk menggunakan steroid, maka harus segera dilakukan konsensus.

    Prednison dengan dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/ kgBB/ hari selama 3

    hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian, dimana pemberiannya

    dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan

    peluang kesembuhan pasien.

    Nama obat Prednisone (Deltasone, Orasone, Sterapred) efek

    farmakologis yang berguna adalah efek antiinflamasinya, yang

    menurunkan kompresi nervus facialis di canalis facialis.

    Dosis dewasa 1 mg/kg/hari peroral selama 7 hari.

    Dosis pediatrik Pemberian sama dengan dosis dewasa.

    Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas; infeksi virus,

    jamur, jaringan konektif, dan infeksi kulit tuberkuler; penyakit

    tukak lambung; disfungsi hepatik; penyakit gastrointestinal.

    Interaksi obat Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan

    klirens prednisone; penggunaan dengan digoksin dapat

    menyebabkan toksisitas digitalis akibat hipokalemia;

    fenobarbital, fenitoin, dan rifampin dapat meningkatkan

    metabolisme glukokortikoid (tingkatkan dosis pemeliharaan);monitor hipokalemia bila pemberian bersama dengan obat

    diuretik.

    Kehamilan B biasanya aman tetapi keuntungan obat ini dapat

    memperberat resiko.

    Perhatian Penghentian pemberian glukokortikoid secara tiba-tiba dapat

    menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema,

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    25/35

    osteonekrosis, miopati, penyakit tukak lambung, hipokalemia,

    osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis, penurunan

    pertumbuhan, dan infeksi dapat muncul dengan penggunaan

    bersama glukokortikoid.

    c. Perawatan mata.

    Mata sering tidak terlindungi pada pasien-psien dengan Bells palsy. Sehingga

    pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan terpapar benda asing.

    Atasi dengan pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan pelindung mata.

    Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun untuk mengganti air

    mata yang kurang atau tidak ada.

    Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat terbangun

    jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah satu kerugiannya

    adalah pandangan kabur selama pasien terbangun.

    Kaca mata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan

    mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang mengalami

    kontak langsung dengan kornea.

    d. Konsultasi.

    Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pemeriksaan lanjutan yang

    ketat. Dokumentasi yang dilakukan harus mencakup kemajuan penyembuhan

    pasien. Berbagai pendapat muncul mengenai perlunya rujukan ke dokter

    spesialis. Indikasi untuk merujuk adalah sebagai berikut:

    Ahli neurologi: bila dijumpai tanda-tanda neurologik pada pemeriksaan fisik

    dan tanda-tanda yang tidak khas dari Bell palsy, maka segera dirujuk.

    Ahli penyakit mata: bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau gambaran

    yang abnormal pada pemeriksaan fisik, pasien harus dirujuk untuk

    pemeriksaan lanjutan.

    Ahli otolaryngologi: pada pasien-pasien dengan paralisis persisten,

    kelemahan otot wajah yang lama, atau kelemahan yang rekuren, sebaiknya

    dirujuk.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    26/35

    Ahli bedah: pembedahan untuk membebaskan nervus facialis kadang dianjurkan

    untuk pasien dengan Bell palsy. Pasien dengan prognosis yang buruk setelah

    pemeriksaan nervus facialis atau paralisis persisten cukup baik untuk dilakukan

    pembedahan.

    Peran Fisioterapi Terhadap Bells Palsy

    Salah satu penanganan atau pengobatan pada Bell Palsy ini adalah Fisioterapi. Diantara

    modalitas yang efektif dan sering digunakan antara lain; terapi Infra Merah, terapi

    Ultrasound, terapi Stimulasi Elektrik, micro wave diathermy, massage, dan excersise.

    Pemilihan modalitas yang sesuai tergantung pada pengalaman atau pilihan fisioterapis yang

    berpengalaman. Fisioterapi dapat memilih dari sejumlah modalitas yang tersedia.

    penanganan fisioterapi di bagi pada 2 tahap.

    Yang pertama pada Periode Paralisis, yaitu sesaat setelah terjadi serangan berupa

    kelumpuhan saraf fasialis :

    Infra Merah

    Infra merah dapat diterapkan untuk menghangatkan otot dan meningkatkan fungsi, tetapi

    Anda harus memastikan bahwa mata dilindungi dengan penutup mata. Waktu penerapan

    selama 10 sampai 20 menit pada jarak biasanya antara 50 dan 75 cm.

    Terapi Ultrasound

    Terapi ultrasound diaplikasikan pada batang saraf (nerve trunk) di depan tragus telinga dan

    di daerah antara prosesus mastoideus dan mandibula. Tidak ada rasa takut/khawatir dalammenerapkan terapi ultrasound saat diaplikasikan pada pasien Bell Palsy. Terapi ultrasound

    selalu diterapkan pada sisi lesi di depan tragus telinga & di daerah antara prosesus

    mastoideus dan mandibula dimana kelembutan maksimum saraf wajah ditentukan dengan

    cara palpasi. Hal ini diterapkan dengan gerakan melingkar yang lambat dengan dosis awal 1

    watt per sentimeter persegi untuk 10 menit. Dosis dapat ditingkatkan pada sesi berikutnya

    jika tidak ada peningkatan yang luar biasa dicatat. Perlu diketahui bahwa gelombang

    ultrasound tidak dapat melintasi atau menembus tulang. Itu berarti bahwa ultrasound

    http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7389668249688283720http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7389668249688283720http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=7389668249688283720
  • 7/29/2019 bels palsy referat

    27/35

    memiliki penetrasi nol pada tulang. Secara nyata bahwa gelombang ultrasound terpantul

    jauh dari tulang. Jadi tidak ada rasa takut dan khawatir jika terapi ultrasound diterapkan

    pada wajah. Penerapan terapi ultrasound pada bell palsy Ini hanya untuk jenis lesi saraf tepi

    (Lower Motor Neuron).

    Stimulasi Elektrik (Electrical Stimulation)

    Stimulasi listrik adalah teknik yang menggunakan arus listrik untuk mengaktifkan saraf

    penggerak otot dan ekstremitas yang diakibatkan oleh kelumpuhan akibat cedera tulang

    belakang (SCI), cedera kepala, stroke dan gangguan neurologis lainnya.

    Satu-satunya bentuk arus listrik yang digunakan pada wajah adalah arus searah yang

    diputus-putus (Interrupted Direct Current) atau disebut juga Arus Galvanic, apakah itu ada

    reaksi degenerasi atau tidak ada reaksi. Hal ini diminta hanya untuk menjaga sebagian besar

    otot-otot wajah dan mencegah atrofi sambil menunggu untuk reinnervasi dalam kasus

    axotomesis atau reconduction setelah neurapraxia jika saraf tidak rusak sepenuhnya. Tidak

    ada ruang bagi penggunaan arus faradik pada wajah karena bisa menyebabkan kontraktur

    sekunder pada wajah. Selain itu, sebagian besar pasien merasa tidak mampu menahan

    nyeri pada wajah karena stimulasi sensorik yang tidak nyaman. Hal ini dikarenakan bahwa

    arus faradic memiliki frekuensi 50 siklus per detik, sehingga menghasilkan kontraksi tetanik

    pada otot-otot yang terangsang. Meskipun untuk saat ini adalah kontraksi otot arus faradic

    melonjak untuk menghasilkan kontraksi alternatif dan relaksasi namun berhubung tipe

    tatanik pada kontraksi yang menghasilkan 50 pulse hanya dalam satu detik, tidak diperlukan

    pada wajah. Otot-otot wajah yang sangat tipis dan halus dan tidak bisa mentolerir jenis arus

    ini yang dapat merusak dan menghasilkan kontraktur sekunder. Jika kontraktur sekunder

    terjadi, semua bentuk stimulasi listrik harus ditinggalkan sementara untuk menghindari

    kerusakan lebih lanjut pada otot. Wajah harus segera direnggangkan dan dipijat lembut.

    Microwave Diathermy

    Micro Wave Diathermy(MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik

    berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak balik dengan

    frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Bertujuan untuk Micro Wave

    Diathermy (MWD) adalah suatu jenis terapi dengan menggunakan stressor fisik berupaenergi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak balik dengan frekuensi 2450

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    28/35

    MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Micro Wave Diathermy (MWD) adalah suatu jenis

    terapi dengan menggunakan stressor fisik berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan

    oleh arus listrik bolak balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm.

    Bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah, relaksasi otot-otot wajah dan mengurangi

    spasme otot stilomastoideus.

    Massage

    Pijat adalah manipulasi lapisan superficial otot dan jaringan ikat untuk meningkatkan fungsi

    dan relaksasi otot dan kebugaran. Pada kondisi Bells palsy massage diberikan dengan

    tujuan memobilisasi serabut-serabut otot di area yang mengalami paralysis sehingga terjadi

    pergerakan pasif dari otot wajah dan memberikan stimulasi gerak. selain itu juga berguna

    untuk mencegah terjadinya kontraktur otot.

    Exercise

    Latihan yang diberikan umumnya merupakan latihan aktif berupa Mirror Exercise. Pasien

    diminta untuk berdiri di depan cermin sambil berusaha untuk menggerakkan otot wajah

    yang mengalami kelumpuhan. Fisioterapis akan mengajarkan bentuk-bentuk latihan dan

    menentukan frekuensi atau dosis latihan yang dibutuhkan pasien. Dengan penanganan yang

    cepat, tepat, akurat dan hebat maka bells palsy dapat disembuhkan

    Tahap Kedua yaitu Selama Pemulihan:

    Teknik PNF digunakan untuk edukasi kembali pada otot-otot yamg mengalami parese atau

    paralisis:

    Peregangan cepat (quick stretch) dapat diterapkan untuk dapat membesarkan alis

    mata dan gerakan sudut bibir.

    Para fisioterapis dapat memberikan gerakan pasif dan kemudian meminta pasien

    untuk menahan, dan kemudian mencoba untuk menggerakannya. goresan dengan

    es, menyikat, menekan atau membelai cepat dapat diterapkan sepanjang otot-

    otot.misalnya otot zygomaticus

    Latihan mandiri di rumah:

    1. ekspresi terkejut kemudian cemberut,

    2. menutup mata erat-erat kemudian dibuka lebar-lebar,

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    29/35

    3. tersenyum, menyeringai, dan berkata 'o'

    4. mengatakan; e, i, o, u

    5. menyedot dan meniup sedotan

    6. meniup peluit, bersiul, dan bisa juga meniup lilin.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    30/35

    Komplikasi

    Hampir semua pasien dengan Bell palsy dapat sembuh tanpa mengalami

    deformitas kosmetik, tetapi sekitar 5% mengalami gejala sisa cukup berat yang tidak

    dapat diterima oleh pasien.

    a. Regenerasi motorik yang tidak sempurna.

    Bagian terbesar dari nervus facialis terdiri dari serabut saraf eferen yang

    merangsang otot-otot ekspresi wajah. Bila bagian motorik mengalami

    regenerasi yang tidak optimal, maka dapat terjadi paresis semua atau

    beberapa otot wajah tersebut.

    Gangguan tampak sebagai (1) inkompetensi oral, (2) epifora (produksi air

    mata berlebihan), dan (3) obstruksi nasal.

    b.

    Regenerasi sensoris yang tidak sempurna.

    Dysgeusia (gangguan rasa).

    Ageusia (hilang rasa).

    Dysesthesia gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai dengan

    stimulus normal).

    c.

    Reinervasi aberan dari nervus facialis.

    Setelah gangguan konduksi neuron pada nervus facialis dimulai dengan

    regenerasi dan proses perbaikan, beberapa serabut saraf akan mengambil

    jalan lain dan dapat berhubungan dengan serabut saraf di dekatnya.

    Rekoneksi aberan ini dapat menyebabkan jalur neurologik yang tidak

    normal.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    31/35

    Bila terjadi gerakan volunter, biasanya akan disertai dengan gerakan

    involunter (seperti gerakan menutup mata yang satu diikuti dengan

    gerakan menutup mata disebelahnya). Gerakan involunter yang

    menyertai gerakan volunter ini disebut synkinesis.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    32/35

    Prognosis

    Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.

    Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsyadalah:

    a. Usia di atas 60 tahun.

    b. Paralisis komplit.

    c. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh.

    d. Nyeri pada bagian belakang telinga.

    e.

    Berkurangnya air mata.

    Pada umumnya prognosis Bells palsybaik: sekitar 80-90 % penderita sembuh

    dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang

    berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko

    tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya

    memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan

    meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita

    cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang

    spasme hemifasial.

    Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding

    penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non

    DM. Hanya 23% kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy

    kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral

    menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    33/35

    BAB III

    KESIMPULAN

    Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan

    yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bells palsy

    adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis.

    Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa

    dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan

    di dahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong

    tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari

    lokalisasi kerusakan.

    Pengobatan pasien dengan Bells palsy adalah dengan kombinasi obat-

    obatan antiviral dan kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan.

    Prognosis pasien dengan Bells palsyrelative baik meskipun pada beberapa pasien,

    gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi.

  • 7/29/2019 bels palsy referat

    34/35

    BAB IV

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bells Palsy. Available from :

    http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed June 1, 2010.

    2. Holland, J. Bells Palsy. Brithis Medical Journal. 2008;01;1204.

    3. Ropper AH, Brown RH. Bells Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and Victors Principles

    of Neurology, 8th

    ed. New York : McGraw Hill, 2005. 1181-1184.

    4. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5th

    ed. Jakarta

    : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163.

    5. Sjahrir, Hasan. Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 2003.

    6. Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2nd

    ed. George Thieme

    Verlag: German, 2003. 98-99.

    7. http://m.blog.mediakeperawatan.com/bells-palsy.html

    8. Thamrin H. Bells Palsy dilihat sebagai Sindrom Kompresi Saraf dan Peranan Electro

    Diagnose.Makalah Kongres III PNPNCH Medan 1984.

    http://emedicine.medscape.com/article/1146903.%20%20Accessed%20June%201http://emedicine.medscape.com/article/1146903.%20%20Accessed%20June%201http://m.blog.mediakeperawatan.com/bells-palsy.htmlhttp://m.blog.mediakeperawatan.com/bells-palsy.htmlhttp://emedicine.medscape.com/article/1146903.%20%20Accessed%20June%201
  • 7/29/2019 bels palsy referat

    35/35

    qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty

    uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasd

    fghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx

    cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

    wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

    opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

    hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc

    vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

    wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

    opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

    hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc

    vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq

    wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui

    opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg

    hjklzxcvbnmrtyuiopasdfghjklzxcvbn

    mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert

    DISUSUN OLEH :