BAB I PENDAHULUAN Seksio sesaria adalah kelahiran bayi melalui insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak termasuk mengeluarkan bayi dari kavum abdomen pada kasus ruptur uteri atau kasus kehamilan di kavum abdomen. Pada beberapa kasus, dan paling sering karena komplikasi darurat seperti perdarahan yang tidak dapat diatasi, histerektomi laparotomi diindikasikan dalam persalinan. Saat dilakukan pada waktu persalinan sesar, operasinya disebut histerektomi sesaria. Jaika dilakukan dalam waktu singkat setelah persalinan per vaginam, disebut histerektomi postpartum. Asal terminology ‘sesaria’ tidak jelas. Salah satu penjelasannya adalah menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan melalui cara ini, dengan hasil prosedur ini diketahui sebagai operasi sesar. Namun beberapa kenyataan melemahkan penjelasan ini. Sejak tahun 1965 sampai 1988, kejadian persalinan sesar meningkat secara progresif dari hanya 4,5% menjadi hampir 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi pada tahun 1970an dan awal 1980an. Antara tahun 1989 dan 1996 kejadian persalinan sesar setiap tahunnya menurun di Amerika. Hal ini berkaitan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Seksio sesaria adalah kelahiran bayi melalui insisi pada dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak termasuk
mengeluarkan bayi dari kavum abdomen pada kasus ruptur uteri atau kasus
kehamilan di kavum abdomen. Pada beberapa kasus, dan paling sering karena
komplikasi darurat seperti perdarahan yang tidak dapat diatasi, histerektomi
laparotomi diindikasikan dalam persalinan. Saat dilakukan pada waktu
persalinan sesar, operasinya disebut histerektomi sesaria. Jaika dilakukan
dalam waktu singkat setelah persalinan per vaginam, disebut histerektomi
postpartum.
Asal terminology ‘sesaria’ tidak jelas. Salah satu penjelasannya adalah
menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan melalui cara ini, dengan hasil
prosedur ini diketahui sebagai operasi sesar. Namun beberapa kenyataan
melemahkan penjelasan ini.
Sejak tahun 1965 sampai 1988, kejadian persalinan sesar meningkat secara
progresif dari hanya 4,5% menjadi hampir 25%. Sebagian besar peningkatan
ini terjadi pada tahun 1970an dan awal 1980an. Antara tahun 1989 dan 1996
kejadian persalinan sesar setiap tahunnya menurun di Amerika. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan vaginal birth after cesarean (VBAC). Namun
sejak tahun 1996, jumlah kejadian sesar meningkat setiap tahun, dan pada
tahun 2002 menjadi 26,1%, angka kejadian tertinggi yang pernah dicatat di
Amerika.1
Beberapa penjelasan mengenai terjadinya kenaikan adalah karena : 2
1. Adanya pengurangan paritas
2. Wanita cenderung mempunyai anak pada usia lebih tua.
3. Pemantauan janin secara elektronik memungkinkan meningkatnya
peluang untk mendeteksi gawat janin
4. Bayi dengan presentasi bokong lebih sering dilahirkan dengan
seksio sesarea
5. Persalinan forcep yang semakin jarang dilakukan
6. Seksio sesarea berulang secara bermakna turut meningkatkan total
jumlah persalinan sesarea.
7. Peningkatan keprihatinan mengenai masalah malpratek
Keberhasilan VBAC ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain usia ibu, indikasi seksio sebelumnya, riwayat persalinan pervaginam, cara
timbulnya persalinan dan jumlah skor Bishop.2 Keputusan menjalani VBAC
ditentukan oleh dokter dan pasien, tingginya keberhasilan VBAC merupakan
salah satu parameter pelayanan obstetri yang baik.
Jika VBAC atau persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio
(P4S) diterapkan pada semua pasien riwayat seksio sesarea (SS) ,
kecenderungan meningkatnya angka persalinan pervaginam sebesar 5%.
Angka keberhasilan P4S sebagian besar kepustakaan 60 – 80 %.
Dibandingkan dengan seksio sesarea kembali, P4S berhubungan dengan
morbiditas yang lebih rendah, transfusi darah lebih sedikit, infeksi post partum
lebih sedikit, lama perawatan lebih singkat, tanpa peningkatan morbiditas
perinatal. 2 Hasilnya adalah penghematan biaya secara signifikan.
Terdapat beberapa pendapat dalam obstetrik modern yang kontroversial pada
penatalaksanaan wanita dengan riwayat operasi sesar sebelumnya. Pada
beberapa dekade, skar uterus merupakan kontraindikasi persalinan pervaginam
karena takut akan terjadi ruptur uterus. Pada tahun 1916, Cragin membuat
suatu pernyataan “sekali sesar, selalu diikuti dengan sesar”. Kita harus ingat
bahwa pada saat pernyataan itu dikeluarkan, seksio sesaria dilakukan melalui
insisi vertikal uterus klasik yang digunakan secara universal yaitu insisi yang
dimulai dari segmen bawah uterus sampai dengan daerah fundus. Tetapi
pada tahun 1921, Kerr memperkenalkan insisi transversal. Penggunaan insisi
klasik mulai ditinggalkan sejak diperkenalkannya insisi transversal rendah.
Risiko ruptura uteri pada insisi transversal rendah 10 kali lebih rendah
dibandingkan dengan insisi klasik pada waktu persalinan.2,3
Persalinan dengan operasi sesar muncul pada 15% sampai dengan 25% dari
kelahiran. Pada tahun 2000 dan 2001, tingkat operasi sesar di Kanada sebesar
21%. Indikasi paling banyak untuk operasi sesar antara lain riwayat operasi
sesar sebelumnya, distosia, malpresentasi, dan status janin yang tidak
2
meyakinkan. Tahun 1988, tingkat operasi sesar secara keseluruhan sebesar
25%, meningkat dari kurang 5% pada awal tahun 1970-an. Hanya 3% dari
bayi yang lahir hidup dilahirkan pervaginam pada ibu dengan riwayat operasi
sesar sebelumnya.2
Meskipun partus percobaan pada bekas operasi sesar telah banyak diterima
pada praktek obstetri modern, tingkat kesuksesan persalinan pervaginan pada
bekas operasi sesar (Vaginal Birth After Cesaeran Section-VBAC), menurun
selama 10 tahun terakhir ini. Dimana 40-50% wanita memilih VBAC pada
tahun 1996, tapi sedikitnya hanya 20% wanita yang memilih VBAC pada
tahun 2002.3,4
3
BAB II
SECTIO SESAREA
I. DEFINISI 5
Sectio sesarea merupakan suatu cara melahirkan janin, plasenta dan selaput
melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histeretomi).
II. ISTILAH 5
Sectio caesarea primer
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio
caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit (CV kecil dari 8 cm)
Sectio caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menuggu kelahiran biasa (partus
percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan
gagal, baru dilakukan sectio caesarea.
Sectio caesarea ulang
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesarea dan kehamilan
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
Sectio caesarea histerektomi
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio
caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
Sectio caesarea post mortem
Adalah sectio caesarea pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba –
tiba sedangkan janin masih hidup.
Operasi porro
Adalah suatu operasi, tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin
sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan
infeksi rahim yang berat.
4
III. INDIKASI 5,2
Persalinan secara seksio sesarea sebenarnya diindikasikan untuk
menghindari kematian ibu dan bayi terutama bila terdapat kontraindikasi
selama persalinan atau bila persalinan pervaginam menghadapi hambatan atau
beresiko. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan indikasi yang paling
sering menyebabkan seksio adalah seksio sebelumnya dan distosia pada pasien
tersebut, selain itu fetal distress juga merupakan penyebab hanya dalam
proporsi yang lebih kecil. Di sini kita mengenal indikasi ibu dan indikasi janin.
Indikasi ibu : 5
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor – tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Disproporsi sefalo pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran
kepala dan panggul
4. Stenosis serviks atau vagina
5. Ruptura uteri mengancam
6. Plasenta Previa Totalis
7. Partus lama
8. Partus tidak maju
9. Preeklampsia dan eklampsia
10. Sudah pernah SC dua kali (SC yang ketiga kalinya)
Indikasi janin : 5
1. Kelainan letak
2. Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada : 2,5
1. Janin mati
2. Ibu syok, anemia berat sebelum diatasi
3. Kelainan kongenital berat
4. Kelainan pembekuan darah
5
IV. JENIS – JENIS OPERASI SECTIO 2,5,6
1. Sectio caesarea klasik atau korporal menurut Sanger
Insisi memanjang pada segmen atas uterus. Pembedahan ini lebih mudah
dilakukan dengan insisi memanjang pada segmen atas uterus dan hanya
dilakukan bila ada halangan untuk melakukan sectio transperitoneal
profunda. Misalnya :
a. Jika segmen bawah uterus tidak dapat dicapai dengan aman, karena
adanya perlengketan hebat dengan kandung kemih akibat operasi
sebelumnya, atau jika terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau
jika terdapat karsinoma serviks yang infasif.
b. Pada letak lintang bayi besar, terutama bila selaput ketuban telah pecah
dan bahu anak terjepit di jalan lahir.
c. Pada beberapa kasus plasenta previa dengan implantasi depan terutama
jika akan dilakukan sterilisasi.
Teknik :
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan
operasi dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisisi mediana mulai dari atas simfisis
sepanjang ± 12 cm sampai dibawah umbilicus lapis demi lapis
sehingga kavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim
(SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan guting.
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin
dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri.
Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara
kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 UI oksitosin ke
dalam rahim secara intramural.
7. Luka insisi SAR dijahit kembali :
Lapisan I : endometrium bersama miometrium dijahit secara
jelujur dengan benang catgut chromic
Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit secara simpul
(berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut chromic
6
Lapisan III : perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang
catgut biasa.
8. Setelah diding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka
dinding perut dijahit.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin lebih cepat.
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri karena
kurang kuatnya parut pada dinding uterus sehingga pada kehamilan
berikutnya harus sectio caesarea lagi.
Kemungkinan terajadinya perlengketan dengan dinding abdomen lebih
besar.
2. Sectio caesarea transperitoneal Profunda
Insisi melintang konkaf pada segmen bawah uterus kira – kira 10 cm.
Setelah dinding uterus tampak, plika vesikouterina dibuka secara tajam
dan vesika didorong ke bawah sehingga dinding uterus bebas.
Teknik :
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas
simfisis sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga
kavum peritonei terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparotomi.
4. Dibuat bladder flap, yaitu dengan mengguting peritoneum
kandung kencing (plika vesiko uterina) di depan segmen bawah
rahim (SBR) secara melintang. Plika vesiko uterina ini
7
disishkan secara tumpul ke arah samping dan bawah, dan
kandung kencing yang telah disisihkan ke arah bawah dan
samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
5. Dibuat insisi pada segemen bawah rahim 1 cm di bawah irisan
cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan
kedua telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim
dapat melintang (transversal) sesuai cara Kerr; atau membujur
(sagital) sesuai cara Kronig.
6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin
dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan
dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan
dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot
rahim intramural disuntikkan 10 U oksitosin. Luka dinding
rahim dijahit.
Lapisan I : dijahit jelujur, pada endometrium dan
miometrium saja.
Lapisan II : dijahit jelujur hanya pada miometrium saja
Lapisan III : dijahit jelujur pad aplika vesiko uterina
7. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa
dieksplorasi.
8. Rongga dinding perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan
akhirnya luka dinding perut dijahit.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
Perdarahan kurang.
Dibandingkan dengan cara klasik, kemungkinan ruptur uteri spontan
kurang atau kecil.
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
8
Tujuan operasi adalah membuka uterus secara ektraperitoneal melalui
kavum Retzii, dan kemudian melalui salah satu sisi serta di belakang
kandung kemih mencapai segmen bawah uterus sehingga dapat
menghindari kontaminasi kavum uteri oleh infeksi yang terdapat di luar
uterus. Dianjurkan untuk menangani kehamilan dengan infeksi
intrauterine. Operasi tipe ini tidak banyak kerjakan lagi karena
perkembangan antibiotika, dan untuk menghindarkan kemungkinan infeksi
yang dapat ditimbulkannya.
4. SC diikuti Histerektomi
Dilakukan histerektomi setelah seksio dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Mioma uteri yang besar dan atau banyak
c. Plasenta Acreta
d. Solusio Plasenta (uterus Couvelaire)
e. Infeksi intrauterine berat
f. Carsinoma uteri yang masih dapat dioperasi
Histerektomi pasca persalinan dapat dilakukan secara supravaginal
menurut Porro (subtotal) atau total. Histerektomi total mungkin diperlukan
pada kasus robekan segmen bawah rahim yang meluas sampai serviks atau
perdarahan plasenta previa.
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c. Sayatan huruf T (T – incision)
V. KOMPLIKASI SECTIO CAESAREA 2,5
Setiap tindakan operasi SC memiliki tingkat kesulitan yang berbeda.
Misalnya pada operasi kasus persalinan macet dengan kedudukan kepala janin
pada akhir jalan lahir, sering terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau
cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga pada kasus operasi
sebelumnya di mana dapat ditemukan perlengketan organ dalam panggul
sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan
cedera pada kandung kemih dan usus.
9
Walaupun jarang namun fatal akibatnya adalah komplikasi emboli air
ketuban yang dapat terjadi selama tindakan operasi, yaitu masuknya cairan
ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang disebut embolus. Jika
embolus mencapai pembuluh darah jantung maka akan timbul gangguan pada
jantung dan paru, di mana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas tiba-tiba,
dan akibatnya adalah kematian mendadak dari ibu.
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi SC adalah
infeksi, yang disebut morbiditas pasca operasi. Kurang lebih 90% dari
mobiditas pasca operasi disebabkan oleh infeksi (endometritis, infeksi salurah
kemih, usus dan luka operasi).
Tanda-tanda infeksi antara lain :
1. Demam tinggi
2. Nyeri perut
3. Nyeri bila buang air kecil
4. Kadang-kadang disertai lokia berbau
5. Luka operasi bernanah
6. Luka operasi terbuka dan sepsis.
Bila mencapai keadaan sepsis, resiko kematian ibu akan tinggi sekali.
Keadaan yang memudahkan terjadinya komplikasi :
1. Persalinan dengan ketuban pecah lama.
2. Ibu menderita anemia
3. Sangat gemuk
4. Hipertensi
5. Gizi buruk
6. Sudah menderita infeksi saat persalinan
7. Penyakit lain yang diderita ibu, misalnya Diabetes Mellitus
Komplikasi pada ibu :
a. Emboli air ketuban
b. Infeksi nifas
c. Perdarahan
d. Ruptur uteri
10
e. Cedera kandung kemih, cedera pembuluh darah, cedera usus
Komplikasi pada janin :
a. Depresi susuan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obat anastesi
b. Cedera pada bayi sampai kematian bayi.
VI. PASCA SECTIO CAESAREA
Penyembuhan Luka Pasca SC 2,9,10
Perawatan pertama yang dilakukan setelah selesai operasi adalah pembalutan
luka (wound dressing) dengan baik. Secara periodik pembalut luka diganti dan
dibersihkan.
Seringkali kita temukan komplikasi pada luka pasca SC, seperti :
1. Sebagian luka sembuh dan tertutup dengan baik, sebagian yang lain
terdapat eksudat dalam jumlah sedang atau banyak dan keluar melalui
lubang-lubang (fistel) dan terinfeksi.
2. Luka terbuka sebagian, bernanah dan terinfeksi
3. Luka terbuka seluruhnya dan usus kelihatan atau keluar
Luka tersebut memerlukan perawatan khusus sampai memerlukan
reinsisi untuk membuat luka baru dan menutupnya kembali. Komplikasi di
atas sering kita jumpai pada kasus dengan DM, obesitas, dan partus lama di
mana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartum.
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan pada
penyembuhan luka uterus : 2
a. Aposisi garis pemotongan yang tidak baik
b. Adanya hematoma pada daerah luka operasi
c. Adanya sepsis
d. Adanya peregangan pada segmen bawah uterus sehingga mengurangi
vaskularisasi otot-otot uterus
e. Keadaan umum tidak baik
Faktor-faktor yang menyebabkan bekas operasi SC transperitoneal
profunda lebih baik dibanding bekas operasi SC secara korporal. 2
11
Bekas SC Transperitoneal Profunda
Bekas SC klasik/histerektomi
Aposisi Garis pemotong yang tipis membantu aposisi yang baik tanpa meniggalkan poket
Sulit untuk aposisi garis yang tebal. Terbentuk poket yang mengandung darah, yang akhirnya akan diganti dengan jaringan fibrosa. Pembentukan saluran pada bagian dalam lebih sering terjadi karena desisua sering tertinggal pada waktu menjahit.
Keadaan uterus sewaktu penyembuhan
Bagian uterus tidak banyak bergerak selama proses penyembuhan
Bagian uterus berkontraksi dan berretraksi sehingga jahitan terganggu, menyebabkan luka sembuh kurang baik
Efek perenggangan
Bekas luka operasi pada kehamilan berikutnya dan persalinan normal merenggang mengikuti garis bekas operasi
Pereganggan terjadi bersudut tegak terhadap bekas operasi
Impalantasi plasenta pada kehamilan berikutnya
Kemungkinan melemahnya bekas operasi oleh pelekatan plasenta tidak ada
Kemungkinan besar plasenta melekat pada bekas operasi dan melemahnya dengan adanya penetrasi trofoblas atau herniasi kantong amnion melalui saluran yang terbentuk
Efek keseluruhan a. Bekas operasi baikb. Ruptur hanya terjadi
pada waktu partus
a. Bekas operasi lemahb. Ruptur dapat terjadi
pada waktu kehamilan tua dan persalinan (5-20x lebih sering)
Lama perawatan 5-7 hari, masa pemulihan selama 6 minggu
BAB III
PENGELOLAAN KEHAMILAN DAN PERSALINAN PERVAGINAM PADA
BEKAS SECTIO CAESAREA
12
Pada bekas SC tidak harus selalu diikuti dengan tindakan SC pada
persalinan berikutnya.
Suatu persalinan ditetapkan sebagai persalinan pervaginam pasca seksio
sesarea apabila cara persalinan dinyatakan sebagai persalinan pervaginam
pasca seksio sesarea atau sebagai persalinan pervaginam seksio sesarea
dengan bantuan alat (misalnya persalinan yang dibantu dengan forsep atau
vakum).10
Dalam “ACOG VBAC Guidelines”, dinyatakan bahwa apabila tidak
terdapat kontraindikasi pada wanita dengan riwayat persalinan seksio sesarea
dengan insisi segmen bawah rahim, maka wanita tersebut adalah kandidat
untuk persalinan pervaginam pasca seksio sesarea dan harus diberi penyuluhan
dan dianjurkan untuk menjalani persalinan percobaan. 10
Insisi pada segmen bawah rahim diterapkan pada lebih dari 90% kasus.
Tipe insisi ini banyak dipilih karena tidak membahayakan segemen bagian
atas uterus dan memberikan kemungkinan pilihan persalinan percobaan pada
kehamilan berikutnya. Apabila insisi diperlebar ke lateral, maka laserasi dapat
terjadi pada salah satu atau kedua arteri uterina. Pada umumnya insisi
transversal pada segmen bawah rahim: (1) menyebabkan lebih sedikit
perdarahan, (2) lebih mudah diperbaiki, (3) lokasinya pada tempat dengan
kemungkinan ruptur paling kecil pada kehamilan selanjutnya, dan (4) tidak
menyebabkan perlengketan ke usus atau omentum pada garis insisi. Daerah
segmen bawah rahim memiliki vaskularisasi lebih sedikit dan pada saat
persalinan mengalami peregangan secara perlahan-lahan, sehingga memiliki
kecenderungan yang lebih kecil untuk terjadinya ruptur. 10
13
Insisi vertikal dilakukan bila segmen bawah rahim tidak terbentuk dengan
baik atau apabila janin dalam posisi backdawn transverse. Insisi vertikal
merupakan pilihan yang bijaksana kecuali bila segmen bawah rahim telah
terbentuk dengan baik. Insisi klasik adalah insisi yang melibatkan segmen
uterus bagian atas. Kekurangannya adalah bahwa insisi klasik memiliki
kecenderungan terjadinya perlengketan yang lebih besar dan memiliki resiko
ruptur yang lebih besar pada kehamilan selanjutnya. Dalam kehamilan
berikutnya, ruptur lebih sering terjadi pada insisi vertikal yang melebar ke
miometrium bagian atas daripada segmen bawah rahim, khususnya pada saat
persalinan. Insisi vertikal atau insisi klasik memiliki jaringan parut yang lebih
tebal dan terletak pad asegmen atas uterus yang lebih kontraktil.
Kontraindikasi partus pervaginam pada pasien pernahseksio ?Riwayat insisi klasik atau T atau operasi uterus transfundal lainnya .Panggul sempitKomplikasi medis atau obstetri yang melarang persalinan pervaginamKetidakmampuan melaksanakan seksio sesarea segera karena tidak adanya operator, anastesia, staf atau fasilitas
Konseling kepada pasien mengenai keuntungan dan risiko partus pervaginam pada pasien pernah seksio
Ya Asuhan antenatal dan seksio sesarea elektif
Pasien ingin mencoba partus pervaginamYa
Tidak
Asuhan antenatal
Seksio sesarea kembali
Asuhan antenatal
Persalinan normal
YaTidak
Partus pervaginamKomplikasipersalinan
Persalinan pervaginam masih tepat ?Ya
Tidak
Tidak
AlgoritmaTatalaksana persalinan pervaginam pada pasien pernah seksio
24
BAB IV
IKHTISAR KASUS
Kasus I
I. IDENTITAS
Pasien Suami
Nama Ny. I Tn. A
Umur 33 thn 40 thn
Agama Islam Islam
Suku Jawa Jawa
Pendidikan SD SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Karyawan
Alamat Jl.Abdul wahab Rt.05/Rw.07 Sawangan, Depok
Masuk RS 18 Januari 2010, 18.20 WIB
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada 19 Januari 2010, 16.00 WIB
A. Keluhan Utama
Keluar darah sejak 1 hari smrs.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kehamilan ketiga, pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 15 April
2009; TP 22 Januari 2010 ~ UK 39 minggu. ANC di bidan tidak
teratur, tidak pernah USG sebelumnya. Keluar darah dari kemaluan
sejak 1 hari smrs. Banyaknya ± 2 kali ganti pembalut, warna merah
segar, terdapat gumpalan darah. Nyeri perut (-). Riwayat keluar darah
pada kehamilan ini sebelumnya (-), Mules-mules (-), keluar air (-),
nyeri perut (-), riwayat trauma (-), riwayat berhubungan badan (-),
1. Pasien terlentang di atas meja operasi dengan anastesi spinal.
2. A dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.
3. Dilakukan insisi pfannenstiel
4. Setelah peritoneum dibuka tampak uterus gravidarum, terdapat perlekatan antara SBU dengan V.U, terdapat perlekatan antara omentum dengan peritoneum parietal sebelah kanan.
5. Plika vesikouterina disayat semilunar, V.U disisihkan ke bawah
6. SBU disayat tajam,ditembus tumpul, dilebarkan secara tajam berbentuk U
7. Plasenta berimplantasi di korpus depan sampai dengan menutupi OUI
8. Dengan menembus plasenta, selaput amnion dipecahkan, air ketuban jernih, jumlah cukup
31
9. Dengan bantuan vakum dilahirkan bayi laki-laki, BB 3500 gram, PB 50 cm, AS 8/9
10. Dengan tarikan ringan pada tali pusat, plasenta lahir lengkap.
11. SBU dijahit 1 lapis dengan vicril no.1
12. Eksplorasi kedua tuba dan ovarium dalam batas normal
13. Diyakini tidak ada perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
14. Perdarahan selama operasi ± 500 cc, urin ± 100 cc, kontraksi baik. Perdarahan pervaginam (-).
Instruksi post op:
Rdx :
1. Observasi TNSP/15 mnt selama 2 jam pertama post operatif
2. Observasi kontraksi & perdarahan/15 menit selama 2 jam pertama post
operatif
3. Cek DPL post op, transfusi PRC jika Hb ≤ 8 gr/dl
Rtx :
1. Imobilisasi 24 jam
2. Realimentasi dini, Diet TKTP
3. RL 500cc 20tpm
4. Cefadroksil 3x500 mg
5. Ceftriakson 1x2 gram
6. Profenid supp 3x1
Tanggal 20/1/2010
Ibu dalam keadaan baik, hemodinamik stabil.
Bayi baik di ruang perinatologi.
32
Kasus II
I. IDENTITAS
Nama Ny. S Tn. A
Umur 37 tahun 40 tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Buruh
Suku Jawa Jawa
Alamat JL. H. Naim III No.8 JL. H. Naim III No.8
Masuk RSF 8-02-2010
II. ANAMNESIS
Autoanamnesa tanggal 8-02-2010 pukul 17.00 WIB
A. Keluhan Utama :
keluar air-air sejak 18 jam SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kehamilan keempat, pasien merasa hamil 9 bulan. HPHT 27 Mei 2009, TP
4 Februari 2010 ~ UK 39 minggu. ANC teratur di bidan, USG 1x,
dikatakan hasil baik. Keluar air-air sejak 18 jam SMRS, mules (+) teratur,
lendir (+), darah (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-)
D. Riwayat Operasi
SC tahun 2005 karena dikatakan ari-ari di bawah sehingga menghalangi
jalan lahir. Riwayat bekas luka operasi baik.
E. Riwayat pengobatan terdahulu
-
33
F. Riwayat penyakit dalam keluarga
Hipertensi (-), DM (-), Jantung (-), Asma (-)
.
G. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 17 tahun
- Siklus : 30 hari, teratur, lama perdarahan 5 hari, banyak 2-3
pembalut / hari
- Riwayat Perkawinan
Menikah 1 x, usia pernikahan 20 tahun, masih menikah.
H. Riwayat Kehamilan dan kelahiran
1. Normal. laki-laki, 16 tahun, 3300 gr, Bidan, Sehat
2. Normal, laki-laki, 10 tahun, 3750 gr, bidan, sehat