14 PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA PADA IBU BEKERJA DAN IBU TIDAK BEKERJA PENILAIAN MENGGUNAKAN METODE DENVER II TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga OLEH : ADHI ARIYANTI S520908001 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
PERBEDAAN PERKEMBANGAN ANAK BALITA PADA
IBU BEKERJA DAN IBU TIDAK BEKERJA
PENILAIAN MENGGUNAKAN METODE DENVER II
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Kedokteran Keluarga
OLEH :
ADHI ARIYANTI
S520908001
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi ini jumlah wanita yang bekerja semakin meningkat, baik di
sektor formal maupun informal. Berdasar hasil Survei Angkatan Kerja Nasional/
Sakernas tahun 2006, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan adalah 48,63 %,
sedangkan berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional/Sakernas tahun 2007, tingkat
partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat menjadi 49,5 %. (Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia,2009). Di satu sisi mereka dituntut bekerja di luar rumah
dan di sisi lain mereka juga dituntut untuk mengerjakan pekerjaan rutin rumah tangga.
Peran ganda ini merupakan fenomena baru yang terjadi bukan hanya terjadi di kota
tetapi juga banyak terjadi di pedesaan. Hal ini perlu dicermati karena akan
menimbulkan dampak sosialnya bagi pembinaan keluarga serta pada perubahan
proses adaptasi di lingkungan pekerjaan maupun di lingkungan keluarga.
Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka
terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat
diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai ”Masa Keemasan” (Golden Period),
”Jendela Kesempatan”(Window of Opportunity) dan ”Masa Kritis” (Critical Period)
(Depkes RI,2005), diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar potensi
berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian. Perkembangan anak akan optimal
bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap
perkembangannya, bahkan sejak bayi masih didalam kandungan. Sedangkan
16
lingkungan yang tidak mendukung akan menghambat perkembangan anak.
(Soetjiningsih,1995)
Bekerja atau tidak bekerja setelah melahirkan merupakan dilema yang umum
dihadapi para ibu bekerja. Zaman sekarang sebagian besar para ibu memilih kembali
bekerja setelah melahirkan, meski menyadari kembali bekerja berarti harus
mempekerjakan tenaga pengasuh untuk merawat anak selama ibu bekerja. Pendapat
Kiong M.(2008), alasan bekerja bagi wanita yang sudah berkeluarga antara lain
karena harus membantu suami meringankan beban ekonomi keluarga yang semakin
sulit, alasan lain karena merasa perlu mengantisipasi kondisi terjelek jika, misalnya
suami dikeluarkan dari perkerjaan sehingga harus menggantikan posisi sebagai
pencari nafkah, atau terpaksa harus menjadi orang tua tunggal akibat perceraian, dan
lain-lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah ekonomi menempati posisi pertama
sebagai sumber masalah terbesar dalam kehidupan rumah tangga. Karena itu, kalau
seorang ibu rumah tangga tetap mempunyai andil dalam ekonomi keluarga, maka ibu
tersebut memiliki kesetaraan posisi dan peran sehingga istri lebih dihargai oleh suami.
Sebagai perbandingan dalam penelitian Gold,et.al.(1979), Birnbaum (1975),
dan Hoffman (1980) cit Atkinson,et.al.(1983) ditunjukkan bahwa memiliki seorang
ibu yang bekerja nampaknya lebih menguntungkan bagi anak perempuan daripada
bagi anak laki-laki dan anak perempuan yang mempunyai ibu yang bekerja cenderung
lebih dapat mandiri, lebih dapat menyesuaikan diri dalam pergaulan, cenderung
berprestasi baik secara akademis serta bercita-cita mencapai suatu karier
dibandingkan dengan anak perempuan yang memiliki ibu yang tidak bekerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown (1970) dan Banducci (1967) cit
Atkinson,et.al.(1983) menunjukkan bahwa anak laki-laki yang memiliki ibu yang
17
bekerja juga lebih mandiri dan lebih dapat menyesuaikan diri daripada anak-anak
laki-laki yang memiliki ibu yang tidak bekerja, akan tetapi di sekolah dan dalam tes-
tes kemampuan kognitif mereka tidak begitu baik.
Cara penilaian perkembangan anak salah satunya menggunakan metode
Denver II, metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, perkembangan
anak disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok besar
yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi: Personal social (perilaku sosial),
Fine motor adaptive (gerakan motorik halus), Language (bahasa), Gross motor
(gerakan motorik kasar). (Soetjiningsih,1995)
Uraian di atas merujuk pada suatu kesimpulan bahwa ibu memiliki peranan
dalam perkembangan anak. Oleh karena itu peneliti bermaksud meneliti mengenai
perbedaan perkembangan anak balita pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja dengan
menggunakan metode Denver II.
A. Rumusan masalah
Adakah perbedaan perkembangan anak balita menggunakan metode Denver II
pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja?
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui berberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak
balita dengan menggunakan metode Denver II.
18
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui perbedaan perkembangan anak balita menggunakan metode
Denver II pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bidang akademik
Membuktikan secara empiris bahwa terdapat perbedaan perkembangan anak
balita pada ibu bekerja dan ibu tidak bekerja.
2. Manfaat bidang Pelayanan
Untuk pendampingan bagi ibu-ibu yang bekerja dalam merawat anak supaya
tumbuh kembang anak optimal.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perkembangan Anak Balita
1. Masa anak balita
Anak balita adalah anak dibawah lima tahun. Pada masa ini, kecepatan
pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik
(gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh
kembang anak adalah pada masa balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada
masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.
(Depkes RI,2005)
Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan
perkembangan sel-sel otak masih berlangsung, dan terjadi pertumbuhan serabut-
serabut syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak
yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini akan
sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan,
mengenal huruf, hingga bersosialisasi. (Depkes RI,2005)
Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar
kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan atau
penyimpangan sekecil apapun, bila tidak dideteksi serta tidak ditangani dengan baik,
akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kemudian hari. (Depkes RI,2005)
20
2. Definisi Perkembangan Anak
Menurut Soetjiningsih (1995), perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini
menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ
dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Pendapat Alva (2005), dalam istilah psikologi, perkembangan merupakan
serangkaian perubahan yang progresif akibat dari proses kematangan dan
pengalaman. Dengan kata lain tidak sekedar pertumbuhan fisik melainkan proses
yang kompleks dan terintegrasi.
Menurut Mussen,etal. (1984), perkembangan dapat didefinisikan sebagai
perubahan bentuk fisik, struktur saraf, perilaku dan sifat yang terbentuk secara teratur
dan berlangsung terus.
Kesimpulan dari definisi Perkembangan anak balita adalah perubahan yang
progresif dari bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks berupa perubahan bentuk fisik, struktur saraf, perilaku dan sifat dalam
pola yang teratur, berlangsung terus dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan dan pengalaman pada masa anak usia 0 – 59 bulan.
3. Aspek-aspek perkembangan anak balita
Sutji (1991) berpendapat, perkembangan anak balita pada tahun pertama yang
bisa kita amati adalah pertumbuhan fisik. Pertumbuhan fisik ini berupa pertumbuhan
21
tulang, pertumbuhan otot, yang diikuti oleh perkembangan kemampuan bergerak yang
lebih luas. Pada masa ini faktor kematangan biologis sangat berperan, artinya tanpa
latihan-latihan yang berarti, bayi akan menguasai gerakan-gerakan tertentu (misal:
tengkurap, duduk, merangkak dan lain sebagainya). Dalam hal ini faktor gizi sangat
memegang peranan penting.
Pendapat Soetjiningsih (1995), perkembangan anak balita berdasarkan skala
yaumil-mimi sebagai berikut:
1) Dari lahir sampai 3 bulan,
- belajar mengangkat kepala
- belajar mengikuti obyek dengan matanya
- melihat ke muka orang dengan tersenyum
- bereaksi terhadap suara/bunyi
- mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak
- menahan barang yang dipegangnya
- mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
2) Dari 3 sampai 6 bulan,
- mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan bertopang tangan
- mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau di luar
jangkauannya
- menaruh benda-benda di mulutnya
- berusaha memperluas lapangan pandangan
- tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain
- mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang
3) Dari 6 sampai 9 bulan,
22
- dapat duduk tanpa dibantu
- dapat tengkurap dan berbalik sendiri
- dapat merangkak meraih benda atau mendekati seseorang
- memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
- memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk
- bergembira dengan melempar benda-benda
- mengeluarkan kata-kata yang tanpa arti
- mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada orang asing/lain
- mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan sembunyi-sembunyian
4) Dari 9 sampai 12 bulan,
- dapat berdiri sendiri tanpa dibantu
- dapat berjalan dengan dituntun
- menirukan suara
- mengulang bunyi yang didengarnya
- belajar menyatakan satu atau dua kata
- mengerti perintah sederhana atau larangan
- memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, ingin
menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya
- berpartisipasi dalam permainan
5) Dari 12 sampai 18 bulan,
- berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah
- menyusun 2 atau 3 kotak
- dapat mengatakan 5 – 10 kata
- memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing
23
6) Dari 18 sampai 24 bulan
- naik turun tangga
- menyusun 6 kotak
- menunjuk mata dan hidungnya
- menyusun dua kata
- belajar makan sendiri
- menggambar garis di kertas atau pasir
- mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil/kencing
- menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang lebih besar
- memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka
7) Dari 2 sampai 3 tahun,
- belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki
- membuat jembatan dengan 3 kotak
- mampu menyusun kalimat
- mempergunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-kata yang ditujukan
kepadanya
- menggambar lingkaran
- bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain di
luar keluarganya
8) Dari 3 sampai 4 tahun,
- berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga
- berjalan pada jari kaki
- belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri
- menggambar garis silang
24
- menggambar orang hanya kepala dan badan
- mengenal 2 atau 3 warna
- bicara dengan baik
- menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya
- banyak bertanya
- bertanya bagaimana anak dilahirkan
- mengenal sisi atas, sisi bawah, sisi muka, sisi belakang
- mendengarkan cerita-cerita
- bermain dengan anak lain
- menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudararnya
- dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana
9) Dari 4 sampai 5 tahun,
- melompat dan menari
- menggambar orang terdiri dari kepala, lengan, badan
- menggambar segi empat dan segitiga
- pandai bicara
- dapat menghitung jari-jarinya
- dapat menyebut hari-hari dalam seminggu
- mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita
- minat kepada kata baru dan artinya
- memprotes bila dilarang apa yang diingininya
- mengenal 4 warna
- memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan besar dan kecil
- menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa.
25
Aspek-aspek perkembangan anak antara lain:
a. Perkembangan Motorik
Perkembangan Motorik. Pendapat Santrock (2007), menurut teori sistem
dinamik, perkembangan motorik bukanlah proses pasif di mana gen menentukan
penyempurnaan urutan keterampilan seiring berjalannya waktu, sebaliknya anak
secara aktif membangun keterampilan mencapai tujuan dalam batas yang ditentukan
oleh tubuh anak dan lingkungannya.
Perkembangan motorik merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak
seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi
yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.
Perkembangan motorik meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan motorik kasar. Perkembangan bayi tahun pertama. Pendapat
Santrock (2007), bayi yang baru lahir tidak dapat dengan sengaja mengendalikan
posturnya. Meskipun demikian, dalam beberapa minggu, bayi dapat menegakkan
kepala dan segera setelahnya bayi dapat mengangkat kepala ketika sedang
menelungkup.
Duduk. Pada usia 2 bulan, bayi dapat duduk jika disangga di atas pangkuan
atau dalam kursi bayi, tetapi mereka tidak dapat duduk sendiri hingga usia 6 sampai 7
bulan.
Merangkak dan merayap. Mussen (1984) berpendapat, usia rata-rata untuk
dapat merangkak (bergerak dengan perut terletak pada lantai) kurang lebih 9 bulan,
merayap dengan tangan dan lutut terlihat sekitar usia 10 bulan.
Berdiri. Pendapat Santrock (2007), berdiri juga berkembang secara bertahap
selama tahun pertama kehidupan. Saat usianya 8 bulan, bayi biasanya belajar
26
mengangkat dirinya sendiri ke atas dan berpegangan pada kursi dan banyak yang
sudah dapat berdiri sendiri sekitar usia 10 hingga 12 bulan.
Belajar Berjalan, menurut Santrock (2007), gerakan dan kendali postur tubuh
berhubungan dekat, terutama dalam berjalan lurus. Untuk berjalan lurus, bayi harus
mampu menyeimbangkan diri di atas satu kaki saat yang lain berayun ke depan dan
juga memindahkan berat badan dari satu kaki ke kaki yang lain. Bahkan bayi yang
masih kecil dapat membuat gerakan kaki yang berganti-ganti yang diperlukan ketika
berjalan. Jalan saraf yang mengendalikan pergantian kaki telah ada sejak usia yang
sangat dini, mungkin bahkan sejak lahir atau sebelumnya.
Pendapat Mussen (1984), rata-rata anak berdiri sendiri pada usia 11 bulan,
berjalan dengan dituntun satu tangan pada usia 1 tahun dan dapat berjalan sendiri,
walaupun dengan kesulitan pada usia 13 bulan. Hasan (2009) berpendapat, anak akan
belajar mundur pada usia 12 bulan 1 minggu sampai 16 bulan.
Menurut Mussen (1984), pada usia 18 bulan seorang anak dapat naik dan turun
tangga tanpa bantuan (dan biasanya tidak terjatuh) dan dapat menarik mainan
sepanjang lantai. Menurut Santrock (2007), bayi melakukan gerakan menendang
berganti-ganti yang cukup sering sepanjang enam bulan pertama kehidupan saat
mereka berbaring telentang. Juga ketika bayi berusia 1 atau 2 bulan dipegangi dengan
kaki menyentuh treadmill yang sedang bergerak, mereka menunjukkan langkah
berganti-ganti yang terkoordinasi dengan baik. Meskipun memiliki kemampuan dini
ini, kebanyakan bayi tidak belajar berjalan hingga sekitar ulang tahun pertama mereka
Perkembangan anak di tahun kedua. Santrock (2007) berpendapat, pencapaian
motorik pada tahun pertama menyebabkan meningkatnya kemandirian,
memungkinkan bayi untuk menjelajahi lingkungannya dengan lebih leluasa dan untuk
27
memulai interaksi dengan orang lain dengan lebih siap. Pada tahun kedua kehidupan,
anak balita menjadi lebih terampil secara motorik dan lebih aktif. Mereka tidak lagi
diam di satu tempat tetapi ingin bergerak ke seluruh ruangan. Ahli perkembangan
anak percaya bahwa aktivitas motorik selama tahun kedua berperan penting bagi
perkembangan kompetensi anak dan bahwa hanya sedikit batasan, kecuali untuk
keamanan, yang perlu diberikan dalam petualangan mereka.
Saat berusia 13 hingga 18 bulan, anak dapat menarik sebuah mainan yang
melekat pada seutas tali dan menggunakan tangan dan kakinya untuk memanjat
sejumlah anak tangga. Saat berusia 18 hingga 24 bulan, anak dapat berjalan cepat atau
berlari dengan kaku dengan jarak pendek, seimbang di atas kaki dalam posisi jongkok
saat bermain dengan objek di lantai, berjalan mundur tanpa kehilangan keseimbangan,
berdiri dan menendang bola tanpa jatuh, berdiri dan melempar bola, serta melompat-
lompat di tempat.
Saat berusia 3 tahun, anak menikmati gerakan sederhana, seperti loncat-
loncatan, melompat, dan lari ke sana kemari hanya demi kesenangan murni
melakukan aktivitas tersebut. Mereka mendapatkan rasa bangga dalam menunjukkan
bagaimana mereka dapat berlari melintasi ruangan dan melompat sejauh 6 inci.
Aktivitas berlari melompat tersebut merupakan sumber kebanggaan.
Saat berusia 4 tahun, anak masih menikmati aktivitas yang sama, tetapi mereka
menjadi lebih suka berpetualang. Mereka memanjat dengan tangkas, meskipun
mereka sudah lama mampu memanjat tangga dengan satu kaki di setiap anak tangga,
mereka baru mulai mampu menuruni tangga dengan cara yang sama.
Di usia 5 tahun, anak semakin menyukai petualangan dibandingkan ketika
mereka berusia 4 tahun. Bukanlah hal yang luar biasa bagi anak usia 5 tahun yang
28
percaya diri untuk melakukan adegan yang menakutkan seperti memanjat suatu objek.
Mereka berlari cepat dan menyenangi balapan satu sama lain dan dengan orang tua.
Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak
untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh
proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju
perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.
2) Perkembangan motorik halus. Perkembangan motorik halus merupakan
perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota
tubuh tertentu. Keterampilan motorik halus melibatkan gerakan yang diatur secara
halus. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar
dan berlatih. Menggenggam mainan, mengancingkan baju atau melakukan
keterampilan tangan menunjukkan keterampilan motorik halus.
Masa Bayi, Santrock (2007) berpendapat, bayi sangat sedikit memiliki kontrol
terhadap keterampilan motorik halus sewaktu lahir, tetapi mereka memiliki banyak
komponen hal yang akan menjadi gerakan lengan, tangan dan jari yang terkoordinasi.
Awal mula meraih dan menggenggam menandai prestasi yang penting dalam interaksi
bayi. Selama dua tahun pertama kehidupan, bayi memperhalus tindakan meraih dan
menggenggam mereka
Sistem menggenggam bayi sangat fleksibel. Bayi membedakan genggamannya
pada objek tergantung pada ukuran dan bentuk objek tersebut, juga ukuran tangan
mereka sendiri dibandingkan dengan ukuran objek. Bayi menggenggam objek yang
kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk mereka ( dan kadang jari tengah mereka juga ),
sedangkan objek yang besar dengan seluruh jari pada satu atau dua tangan.
Pengalaman memainkan peran penting dalam meraih dan menggenggam.
29
Masa kanak-kanak. Pendapat Santrock (2007), pada usia 3 tahun, anak telah
memiliki kemampuan untuk mengambil objek terkecil di antara ibu jari dan telunjuk
untuk beberapa waktu, tetapi mereka masih canggung melakukannya. Anak umur 3
tahun dapat membangun menara balok yang tinggi secara mengejutkan, tiap balok
diletakkan dengan konsentrasi tinggi tetapi sering tidak sepenuhnya berada pada garis
lurus. Saat anak berumur 3 tahun bermain dengan gambar bongkar pasang sederhana,
mereka agak kasar dalam meletakkan kepingan-kepingannya. Saat mereka mencoba
meletakkan sebuah keping pada tempat yang kosong, mereka sering mencoba
memaksakan keping tersebut atau menekannya dengan kuat.
Pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak lebih tepat. Kadang anak
berumur 4 tahun bermasalah dalam membangun menara tinggi dengan balok karena
keinginan mereka untuk meletakkan setiap balok dengan sempurna sehingga mereka
membongkar lagi balok yang sudah tersusun.
Saat berumur 5 tahun, koordinasi motorik halus anak semakin meningkat.
Tangan, lengan dan jari semua bergerak bersama di bawah perintah mata. Menara
sederhana tidak lagi menarik minat anak, sekarang anak ingin membangun sebuah
rumah atau gereja, lengkap dengan menaranya.
b. Perkembangan kognitif.
Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam
menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya.
Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan
maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.
Menurut Santrock (2007), Tahapan sensorimotor menurut Piget dibagi menjadi
enam sub tahapan yaitu:
30
1) Refleks-refleks sederhana (sub tahapan sensorimotor pertama), terjadi pada
masa-masa bulan pertama setelah kelahiran. Pada sub tahap ini, sensasi dan tindakan
dikoordinasikan melalui perilaku refleks seperti gerakan refleks menyusu. Segera
setelah itu, bayi menunjukkan perilaku-perilaku menyerupai gerak-gerak refleks
tersebut tanpa memerlukan stimulus yang lazimnya harus ada untuk memunculkan
gerak-gerak refleks tersebut. Contohnya, seorang bayi akan menyusu dari puting susu
ibunya atau dari botol dot hanya ketika benda-benda tersebut dimasukkan ke dalam
mulut bayi atau disentuhkan ke bibirnya. Akan tetapi segera setelah itu, bayi mungkin
akan melakukan gerakan menyusu ketika botol atau puting susu berada di dekatnya.
Bayi tersebut sedang mempelajari sebuah tindakan dan secara aktif sedang menyusun
berbagai pengalaman pada bulan pertama hidupnya.
2) Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer (sub tahapan
sensorimotor kedua), berkembang pada usia 1 sampai 4 bulan. Dalam sub tahap ini,
bayi mengkoordinasi sensasi dengan dua tipe skema yaitu reaksi-reaksi sirkuler
primer dan kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan adalah skema yang didasarkan pada suatu
refleks yang seluruhnya terpisah dari stimulus yang mendatangkannya. Contohnya
bayi-bayi pada sub tahap 1 melakukan gerak menyusu ketika botol susu didekatkan
pada bibir mereka atau ketika mereka melihat botol. Bayi-bayi pada sub tahapan 2
mungkin melakukan gerak menyusu bahkan ketika tidak ada botol. Reaksi sirkuler
primer adalah sebuah skema yang didasarkan pada usaha menghasilkan kembali suatu
kejadian yang awalnya terjadi secara kebetulan. Contohnya seorang bayi tiba-tiba
menghisap jarinya ketika jari itu diletakkan dekat mulut. Selanjutnya ia mencari jari-
jarinya untuk dihisap lagi, tetapi jari-jari tersebut tidak dapat bekerja sama karena
bayi itu belum dapat mengkoordinasikan tindakan-tindakan manual dan visual.
31
Reaksi-reaksi sirkuler dan kebiasaan dilakukan dengan duplikasi: bayi mengulangi
tindakan-tindakannya selalu dengan cara yang sama. Pada sub tahap ini tubuh bayi
sendiri merupakan perhatian sentral si bayi. Tidak ada ketertarikan terhadap kejadian-
kejadian di luar lingkungannya.
3) Reaksi sirkuler sekunder (sub tahap sensorimotor ketiga), berkembang antara usia
4 hingga 8 bulan. Pada sub tahap ini, bayi lebih berorientasi pada objek, berpindah
dari keasyikan pada dirinya sendiri. Secara kebetulan, seorang bayi mungkin
menggoyangkan mainannya hingga bergemerincing. Bayi akan mengulang tindakan
ini untuk kesenangannya. Bayi juga akan menirukan beberapa gerakan sederhana
seperti celoteh atau gumaman-gumaman orang dewasa dan gerakan-gerakan fisik
dengan meniru gerakan yang telah mampu dilakukannya. Saat bayi dihadapkan pada
objek-objek di lingkungannya, skema yang dibentuk oleh bayi tidaklah dibentuk
Ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga baik
secara langsung atau secara tidak langsung, dengan mengeluarkan tenaga atau
energi dan mempunyai nilai waktu untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk
uang / barang atau keuntungan dengan waktu kerja adalah 7 jam sehari selama 6
hari atau 40 jam seminggu atau 8 jam sehari selama 5 hari atau 40 jam seminggu.
Alat Ukur : Kuesioner
Skala pengukuran : Nominal
3. Ibu tidak bekerja
Ibu yang tidak bekerja adalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki aktifitas
yang secara langsung menghasilkan uang atau barang yang dapat menyumbang
penghasilan keluarga.
Alat Ukur : Kuesioner
94
Skala pengukuran : Nominal
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kuesioner
Kuesioner Penelitian merupakan lembar isian untuk memperoleh identitas masing-
masing subyek penelitian, meliputi nama anak balita, umur, anak ke berapa,
riwayat sakit anak balita, nama ibu, nama ayah, alamat, pendidikan terakhir ibu,
ibu bekerja atau tidak, ayah bekerja atau tidak, bila ibu/ayah bekerja, status
pekerjaan , waktu kerja, gaji, status pengasuh anak balita.
2. Observasi (Pengamatan)
Peneliti melakukan pengamatan dengan dasar lembar formulir Denver II pada
subjek penelitian yang dapat dilihat pada kuesioner penelitian yang telah diisi
sebelumnya oleh peneliti. Awalnya peneliti menentukan umur anak balita
kemudian pada lembar formulir Denver II ditarik garis vertikal yang memotong
umur tersebut sehingga memotong 4 sektor perkembangan (perilaku sosial,
gerakan motorik halus, bahasa, gerakan motorik kasar). Kemudian dilakukan
pengamatan pada masing-masing sektor perkembangan, dimana tiap sektor
perkembangan terdapat tugas (kemampuan) perkembangan yang digambarkan
dalam bentuk kotak persegi panjang horisontal yang berurutan menurut umur.
Pengamatan dilakukan mulai dari awal 0 bulan menuju ke umur selanjutnya
kemudian apabila anak balita dapat mengerjakan tugas perkembangan maka diberi
tanda P (Passed = lulus) dan bila tidak dapat mengerjakan tugas perkembangan
maka diberi tanda F (Fail = gagal). Bila anak balita sudah melakukan 3 kali F
95
maka pengamatan dihentikan dan dilihat P sebelum F yang pertama ditarik garis
vertikal sampai memotong umur dan semua tugas perkembangan. Hasilnya dilihat
apabila anak dapat melewati semua pada tiap sektor dikategorikan normal, apabila
terlambatnya perkembangan pada tiap sektor perkembangan lebih dari 6 bulan
dikategorikan tidak normal, kurang dari 6 bulan dikategorikan meragukan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara:
1. Peneliti mendata subjek penelitian di RW VI yang terdiri dari RT I, RT II, RT III,
RT IV,RT V melalui kuesioner.
2. Peneliti memilih data kuesioner yang sesuai kriteria inklusi kemudian dilakukan
pengamatan (observasi) dengan metode Denver II.
H. Kerangka Penelitian
Anak Balita dengan ibu bekerja dan Ibu tidak bekerja (N)
Anak balita Anak balita dengan ibu bekerja (n1) dengan ibu tidak bekerja (n2)
Perkembangan anak balita Perkembangan anak balita ( Denver II ) ( Denver II ) - Perilaku Sosial - Perilaku Sosial - Gerakan Motorik Halus - Gerakan Motorik Halus - Bahasa - Bahasa - Gerakan Motorik Kasar - Gerakan Motorik Kasar
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
OpenEpi versi 2.2 dengan Tabel 2 x 2
96
I. Metode Analisa Data
Metode analisis data penelitian menggunakan uji chi kuadrat bantuan OpenEpi
versi 2.2 dengan Tabel 2 x 2 untuk menguji secara statistik antara perkembangan anak
balita dengan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja, baik dalam aspek perilaku sosial,
motorik halus, bahasa maupun motorik kasar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah anak balita yang mempunyai ibu
bekerja dan ibu tidak bekerja di RW VI, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar
Kliwon, Surakarta. Jumlah subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 60 orang, yang dibagi menjadi kelompok anak balita dengan ibu bekerja
sebanyak 30 orang dan kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja sebanyak
30 orang.
a. Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Distribusi jenis kelamin pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja
lebih banyak laki-laki, sedangkan pada kelompok anak balita dengan ibu tidak
bekerja lebih banyak perempuan. Sebaran jenis kelamin secara lebih jelas
dapat dilihat pada Tabel 4.1.
97
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Jenis
Kelamin
Balita dengan Ibu
Bekerja
Balita dengan Ibu Tak
Bekerja
n % n %
Laki-
laki
16 53,3 11 36,7
Peremp
uan
14 46,7 19 63,3
Total 30 100 30 100
b. Usia Subjek Penelitian
Usia subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja
rata-rata 28,2 bulan dengan rentang usia antara 3 sampai 56 bulan, sedangkan
pada kelompok balita dengan ibu tidak bekerja rata-rata 24,97 bulan dengan
rentang usia antara 4 sampai 36 bulan. Perbandingan tersebut secara lebih jelas
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rerata dan Simpangan Baku Usia (bulan) Subjek Penelitian
Statistik
Kelompok
Balita dengan Ibu
Bekerja
Balita dengan Ibu
Tak Bekerja
Rerata 28,2 24,9
Simpanga 14,0 13,5
98
n Baku
c. Posisi Subjek Penelitian dalam Keluarga
Subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja
sebagian besar adalah anak pertama. Demikian pula pada kelompok anak
balita dengan ibu tidak bekerja.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Urutan Anak Subjek Penelitian
An
ak Ke-
Balita dengan Ibu
Bekerja
Balita dengan Ibu Tak
Bekerja
n % n %
Per
tama
14 43,
3
14 46,7
Ke
dua
Ket
iga
Ke
empat
Kel
ima
7
4
4
2
23,
3
13,
3
13,
3
6,8
11
4
1
0
36,7
13,3
3,3
0
Tot
al
30 10
0
30 100
d. Jumlah Saudara
99
Subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja
sebagian besar memiliki 1 saudara kandung. Demikian pula pada kelompok
anak balita dengan ibu tidak bekerja. Sebaran jumlah saudara kandung
tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Saudara Kandung Subjek Penelitian
Ju
mlah
Saudara
Balita dengan Ibu
Bekerja
Balita dengan Ibu Tak
Bekerja
n % n %
Sat
u
12 40 12 40
Du
a
Tig
a
Em
pat
Li
ma
Ena
m
7
5
4
1
1
23,
3
16,
7
13,
3
3,3
3,3
11
6
1
0
0
36,7
20
3,3
0
0
100
Tot
al
30 10
0
30 100
e. Pendidikan Ibu
Ibu pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja sebagian besar
berpendidikan SLTA. Demikian pula pada kelompok anak balita dengan ibu
tidak bekerja. Sebarannya secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Urutan Anak Subjek Penelitian
Pendi
dikan Ibu
Balita dengan Ibu
Bekerja
Balita dengan Ibu Tak
Bekerja
n % n %
S2 1 3,3 0 0
S1
D3
D2
D1
SLT
A
SLT
P
1
3
0
0
14
11
3,3
10
0
0
46,
6
36,
7
1
0
1
2
17
9
3,3
0
3,3
6,7
56,7
30
Total 30 10
0
30 100
f. Penghasilan Orang Tua
101
Penghasilan orang tua pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja
rata-rata Rp 1.653.333, sedangkan pada kelompok balita dengan ibu tidak
bekerja rata-rata Rp 1.250.000.
2. Perkembangan Subjek PenelitianPengukuran perkembangan anak balita dengan
metode Denver II meliputi 4 aspek, yaitu kemampuan perilaku sosial, motorik
halus, bahasa dan kemampuan motorik kasar.
a. Perkembangan Perilaku Sosial
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar
subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja memiliki
perkembangan perilaku sosial yang normal, hanya 2 subjek yang mengalami
perkembangan tidak normal. Demikian pula pada kelompok anak balita
dengan ibu tidak bekerja, dimana hanya 1 subjek penelitian yang mengalami
perkembangan tidak normal. Perbedaan perkembangan perilaku sosial pada
kedua kelompok secara statistik tidak bermakna ( p = 0,277 ). Selengkapnya
tersaji dalam Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Perkembangan Perilaku Sosial Anak Balita
Katego
ri
Balita (Ibu
Bekerja)
Balita (Ibu Tak
Bekerja)
2 n %
n %
Normal 2
8
9
3,3
29 96,
7 ,35 ,277
102
Tidak
Normal
2 6
,7
1 3,3
Total 3
0
1
00
30 10
0
b. Perkembangan Motorik Halus Subjek Penelitian
Sebagian besar subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan
ibu bekerja memiliki perkembangan motorik halus yang normal, hanya 1
subjek yang mengalami perkembangan tidak normal. Demikian pula pada
kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja. Perbedaan perkembangan
motorik halus pada kedua kelompok secara statistik tidak bermakna ( p =
0,754 ). Selengkapnya tersaji dalam Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus Anak Balita
Kategori
Balita (Ibu
Bekerja)
Balita (Ibu Tak
Bekerja)
2 n %
n %
Normal 2
9
9
6,7
29 96,
7 ,754
Tidak
Normal
1 3
,3
1 3,3
Total 3
0
1
00
30 10
0
103
c. Perkembangan Bahasa Subjek Penelitian
Perkembangan bahasa subjek penelitian pada kelompok anak balita
dengan ibu bekerja sebagian besar normal, hanya 2 orang yang mengalami
perkembangan tidak normal. Demikian pula pada kelompok anak balita
dengan ibu tidak bekerja, dimana hanya 1 orang yang mengalami
perkembangan tidak normal. Perbedaan perkembangan bahasa pada kedua
kelompok secara statistik tidak bermakna ( p = 0,277 ). Selengkapnya tersaji
dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Perkembangan Bahasa Anak Balita
Katego
ri
Balita (Ibu
Bekerja)
Balita (Ibu Tak
Bekerja)
2 n %
n %
Normal 28 9
3,3
29 96,
7 ,35 ,277
Tidak
Normal
2 6
,7
1 3,3
Total 30 1
00
30 10
0
d. Perkembangan Motorik Kasar Subjek Penelitian
Sebagian besar subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan
ibu bekerja memiliki perkembangan motorik kasar yang normal, hanya 2
104
subjek yang mengalami perkembangan tidak normal. Demikian pula pada
kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja, dimana hanya 1 subjek
penelitian yang mengalami perkembangan tidak normal. Perbedaan
perkembangan motorik kasar pada kedua kelompok secara statistik tidak
bermakna ( p = 0,277 ). Selengkapnya tersaji dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Kasar Anak Balita
Katego
ri
Balita (Ibu
Bekerja)
Balita (Ibu Tak
Bekerja)
2 n %
n
Normal 28 9
3,3
29
6,7 ,35 ,277
Tidak
Normal
2 6
,7
1
,3
Total 30 1
00
30
00
B. Pembahasan
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini adalah studi analitik, dimana penarikan kesimpulan tentang
hubungan atau pengaruh variabel dilakukan dengan metode perbandingan
kelompok-kelompok yang berbeda. Syarat perbandingan yang valid adalah bahwa
kelompok-kelompok studi yang dibandingkan itu harus sebanding (comparable)
105
dalam faktor-faktor tertentu, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan
variabel dependen dan variabel independen utama yang diteliti (Murti, 2006).
Oleh karena itu, disamping data utama berupa hasil pengukuran perkembangan
anak balita menggunakan metode Denver II, digali juga data tentang karakteristik
subjek penelitian, untuk mengetahui sejauh mana tingkat perbandingan antara
kelompok balita dengan ibu bekerja dan kelompok balita dengan ibu tidak bekerja.
Berdasarkan analisis data tentang karakteristik subjek penelitian diketahui
bahwa jenis kelamin subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu
bekerja lebih banyak laki-laki, sedangkan pada kelompok anak balita dengan ibu
tidak bekerja lebih banyak perempuan, dapat disimpulkan bahwa data jenis
kelamin subjek penelitian pada kedua kelompok tidak homogen. Variabel jenis
kelamin mempengaruhi tumbuh kembang anak balita. Hal ini didasari oleh
pendapat Rusmil (2008) dan Soetjiningsih (1995), bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak adalah jenis kelamin.
Sedangkan usia subjek penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu
bekerja rata-rata 28,2 bulan dan pada kelompok balita dengan ibu tidak bekerja
rata-rata 24,97 bulan, dapat disimpulkan bahwa data usia subjek penelitian pada
kedua kelompok tidak homogen. Variabel usia mempengaruhi tumbuh kembang
anak balita, sesuai konsep Soetjiningsih (1995) dan Rusmil (2008), dimana salah
satu faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak adalah umur.
Karakteristik lain dari subjek penelitian urutan atau posisi anak dalam
keluarga, apakah anak pertama, kedua dan seterusnya serta jumlah saudara
kandung. Urutan dan jumlah saudara kandung ini penting diperhatikan karena
terkait erat dengan faktor cinta dan kasih sayang yang diberikan orang tua
106
terhadap anak balita serta faktor kualitas interaksi anak dengan orang tua, sejalan
dengan konsep Soetjiningsih (1995). Pengalaman empiris membuktikan bahwa
cinta, kasih sayang dan kualitas interaksi orang tua terhadap anak pertama akan
berbeda dengan anak kedua dan seterusnya. Demikian pula pada jumlah saudara
kandung, jika anak lebih dari satu tentu perhatian yang diberikan orang tua tentu
saja berbeda.
Sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1995) bahwa pendidikan orang tua
merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena
dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi
dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga
kesehatan anak, pendidikannya dan sebagainya. Sejalan juga dengan pendapat
Rusmil (2008), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tumbuh
kembang anak adalah ketidaktahuan yang erat kaitannya dengan tingkat
pendidikan ibu atau pengasuh anak.
Karakteristik subjek penelitian yang terakhir dikaji pengaruhnya adalah
penghasilan atau pendapatan keluarga atau orang tua. Hal ini sesuai dengan
konsep Rusmil (2008) dan Revina (2010) yang menyatakan bahwa kualitas
tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi keluarga,
kemiskinan selalu berkaitan erat dengan kekurangan makanan, lingkungan yang
jelek dan ketidaktahuan, yang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan
anak. Juga sejalan dengan pendapat Soetjiningsih (1995), pendapatan keluarga
yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat
menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder.
2. Perkembangan Subjek Penelitian
107
Perkembangan subjek penelitian diukur menggunakan metode Denver II.
Aspek perkembangan yang dinilai terdiri dari 125 tugas perkembangan, dimana
semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan
diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi:
1) Personal social (perilaku sosial), yaitu aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus), yaitu aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil,
tetapi memerlukan kooordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk
menggambar, memegang sesuatu benda, dan lain-lain.
3) Language (bahasa), yaitu kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
4) Gross motor (gerakan motorik kasar), yaitu aspek yang berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa terdapat 2 subjek
penelitian yang mengalami perkembangan perilaku sosial tidak normal pada
kelompok anak balita dengan ibu bekerja. Sedangkan pada kelompok anak balita
dengan ibu tidak bekerja, terdapat 1 subjek penelitian yang mengalami
perkembangan perilaku sosial tidak normal. Sedangkan hasil pengukuran aspek
motorik halus didapati 1 subjek yang mengalami perkembangan tidak normal,
baik pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja maupun pada kelompok anak
balita dengan ibu tidak bekerja. Hasil pengukuran perkembangan bahasa subjek
penelitian pada kelompok anak balita dengan ibu bekerja dijumpai 2 orang yang
108
mengalami perkembangan tidak normal, dan pada kelompok anak balita dengan
ibu tidak bekerja dijumpai 1 orang yang mengalami perkembangan tidak normal.
Demikian pula hasil pengukuran aspek motorik kasar pada kelompok anak balita
dengan ibu bekerja, diketahui ada 2 subjek yang mengalami perkembangan tidak
normal dan pada kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja, terdapat 1 subjek
penelitian yang mengalami perkembangan tidak normal.
Berdasarkan analisis data penelitian menggunakan uji OpenEpi versi 2.2
dengan Tabel 2 x 2, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara
perkembangan anak balita dengan ibu bekerja dan ibu tidak bekerja, baik dalam
aspek perilaku sosial, motorik halus, bahasa maupun motorik kasar. Hal ini
disebabkan oleh adanya varibel luar yang tidak dapat dikendalikan seperti faktor
genetik, perbedaan kuantitas dan intensitas perhatian, kasih sayang, interaksi
anak-ibu, stimulasi dini dan faktor-faktor psikososial lain yang diterima oleh anak
balita. Faktor-faktor perancu tersebut mungkin berbeda pada kelompok anak balita
dengan ibu bekerja dan pada kelompok anak balita dengan ibu tidak bekerja,
sehingga menutupi perbedaan perkembangan yang sesungguhnya.
Faktor psikososial dapat dikatakan tidak mempengaruhi perkembangan
anak balita, sehingga sesuai dengan pendapat Rusmil (2008) dan Soetjiningsih
(1995) bahwa perkembangan anak balita sangat dipengaruhi oleh faktor
psikososial seperti stimulasi, cinta dan kasih sayang, serta kualitas interaksi anak
dengan orang tua. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan
lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat
stimulasi. Anak juga memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang
tuanya, agar kelak kemudian hari menjadi anak yang tidak sombong dan bisa
109
memberikan kasih sayang pula kepada sesamanya. Interaksi timbal balik antara
anak dan orang tua, akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan
terbuka kepada orang tuanya sehingga komunikasi bisa dua arah dan segala
permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan
kepercayaan antara orang tua dan anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa
lama kita bersama anak. Tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari interaksi
tersebut yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya optimal
untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi.
Hasil penelitian Brooks-Gunn, Han, & Waldfogel (2002) menunjukkan
bahwa terdapat efek negatif terhadap perkembangan kognitif pada usia 15 bulan
sampai 3 tahun dari bayi berusia sembilan bulan dengan ibu yang bekerja lebih
dari 30 jam seminggu. Hal tersebut disebabkan sensitivitas maternal, kualitas
lingkungan rumah, dan kualitas pengasuhan anak membuat perbedaan yang
berarti. Ibu yang bekerja memiliki kuantitas interaksi dengan anak yang lebih
sedikit jika dibanding ibu yang tidak berkerja.
Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi pengasuh pengganti ibu
selama ibu bekerja, dimana dari 30 subjek penelitian, 22 orang diasuh oleh
neneknya, 5 orang oleh bapaknya, 2 orang diasuh oleh pembantu dan 1 orang
diasuh oleh saudara ibu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pengasuhan yang diterima anak balita ketika ibu bekerja tidak mempengaruhi
kualitas perkembangan anak balita. Meskipun asuhan yang diberikan langsung
oleh ibu tentu sangat berbeda dengan asuhan yang diberikan orang lain.
Menurut Najmulhayah (2010), pengasuhan anak didefinisikan sebagai perilaku
yang dipraktekkan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek, atau orang lain) dalam
110
memberikan makanan, pemeliharaan kesehatan, memberikan stimuli serta dukungan
emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh-kembang. Juga termasuk di dalamnya
tentang kasih sayang dan tanggung-jawab orang-tua. Pengasuhan yang baik sangat
penting untuk dapat menjamin tumbuh-kembang anak yang optimal. Perilaku ibu
seperti cara memelihara kebersihan rumah, higiene makanan, kebersihan perorangan,
dan praktik psikososial adalah faktor-faktor penting yang berpengaruh terhadap
proses tumbuh-kembang anak tidak dapat tergantikan oleh pengasuh lainnya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan
adanya perbedaan perkembangan anak balita, dalam aspek perilaku sosial, motorik
halus, bahasa dan motorik kasar, baik pada anak balita yang ibunya bekerja maupun
tidak bekerja. Kesimpulan ini tidak bersifat definitif, karena sejumlah faktor perancu
seperti faktor genetik, kuantitas dan intensitas perhatian, kasih sayang, interaksi anak
dan ibu, stimulasi dini, dan faktor-faktor psikososial lainnya, mungkin menutupi
111
perbedaan perkembangan yang sesungguhnya terjadi pada anak balita dari kedua
kelompok tersebut.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan bahwa:
1. Bagi akademik
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh lamanya
perkerjaan ibu di luar rumah terhadap perkembangan anak balita dengan
mengontrol faktor perancu seperti faktor genetik, kuntitas dan intensitas perhatian,
kasih sayang, interaksi anak dan ibu, stimulasi dini, dan faktor-faktor psikososial
lainnya, disarankan untuk menggunakan metode multivariat untuk mengontrol
aneka faktor perancu tersebut.
2. Bagi Ibu-ibu yang mempunyai anak balita
Supaya perkembangan anak balita baik, jangan terfokus pada lamanya
asuhan tetapi juga perlu memperhatikan kualitas asuhannya
3. Bagi para dokter keluarga
Para doter keluarga disarankan untuk memperhatikan tidak hanya faktor-
faktor yang ada di dalam keluarga tetapi juga faktor-faktor lain di luar rumah misal,
faktor lain di tempat kerja yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi
perkembangan anak balita.
112
DAFTAR PUSTAKA
Alva N., 2005, Seminar dan Diskusi dengan tema Perkembangan Balita Yang Ideal, Suatu Tinjauan Psikologis, diselenggarakan oleh LSM Kharisma Women and Education.
Amel Yanis, Edith Pleyte W., Ika Widyawati, Kusdinar A. 2008, Peranan Hubungan
Ibu-Anak pada Gagal Tumbuh Anak 0-36 bulan, Cermin Dunia Kedokteran, 162vol. 35 no. 3, Jakarta: Kalbe Farma.
Atkinson R.L..Atkinson, R.C., Hilgard, E.R,. 1983, Introduction to Psychology,
Jakarta: Penerbit Erlangga. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia ( BPS RI ), 2009,
http://www.bps.go.id/aboutus.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06 Brooks-Gunn J., Han WJ., Waldfogel J., 2002, Maternal employment and child
cognitive outcomes in the first three years of life: the NICHD Study of Early Child Care. National Institute of Child Health and Human Development, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12146733 ( 13 Januari 2010 )
Daniel S.S.,Grzywacz J., Leerkes E., Tucker J., Han W.J., 2009, Nonstandard
maternal work schedules during infancy: Implications for children's early behavior problems, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2659722/pdf/nihms-98750.pdf
( 12 Januari 2010 ) Depkes RI, 2005, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, Jakarta. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Shapiro H., 1990, Denver II ( Technical Manual ), Denver: Denver Development Materials, Incorporated.
113
Gunanti, Inong Retno, 2005, Pengetahuan, Sikap dan Ketrampilan Pembantu Rumah Tangga ( PRT ) dalam Pengasuhan Anak serta Hubungannya dengan Status Gizi dan Perkembangan Anak usia 2 – 5 tahun.
Hadi H, 2005, Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan
Pembangunan Kesehatan Nasional, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, http://www.gizi.net/download/Beban%20ganda%20masalah%20gizi.pdf
Halpern R., Barros A.J.D., Matijasevich A., Santos I.S., Victora C.G., Barros F.C.,
2008, Developmental status at age 12 months according to birth weight and family income: a comparison of two Brazilian birth cohorts, http://www.scielosp.org/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0102-311X2008001500010&lng=en&nrm=iso&tlng=en ( 10 Nopember 2009 )
Han WJ., 2005, Maternal nonstandard work schedules and child cognitive outcomes., http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15693763?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_SingleItemSupl.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=3&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed ( 17 Januari 2010 )
Harvey E., 1999, Short-term and long-term effects of early parental employment on children of the National Longitudinal Survey of Youth, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10082015?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_SingleItemSupl.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=2&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmed ( 14 Januari 2010 )
Hill JL, Waldfogel J, Brooks-Gunn J, Han WJ., 2005, Maternal employment and child
development: a fresh look using newer methods, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16351331 ( 16 Januari 2010 )
Hasan M, 2009, PAUD ( Pendidikan Anak Usia Dini ), cetakan pertama, Jogjakarta:
DIVA Press. Hurlock E.B., 1978, Perkembangan Anak, jilid 1, Jakarta: Erlangga. ___________, 1980, Psikologi Perkembangan ( Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan ), Jakarta: Erlangga. Ibnu F., Isnaeni DTN, Astutik P., Isman A., Rudy S.B., Anom A., Sugeng I., 2009,
Statistik untuk Praktisi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu.
114
Youngblut J.M., Brooten D., Singer L.T., Standing T., Lee H., Rodgers W.L., 2009, Effects of Maternal Employment and Prematurity on Child Outcomes in Single Parent Families, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11725936 ( 10 Januari 2010 )
Kiong M.,2008, Siapa Bilang Ibu Bekerja Tidak Bisa Mendidik Anak dengan Baik,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Moersintowarti B. Narendra, Titi S. Sularyo, Soetjiningsih, Hariyono Suyitno, Gde
Ranuh, Sambas Wiradisuria, 2008, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakarta: CV. Sagung Seto.
Murti B., 2006, Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mussen P.H., Conger J.J., Kagan J., Huston A.C.,1984, Perkembangan Anak dan
Kepribadian Anak, jilid 1, Jakarta: Erlangga. Najmulhayah, 2010, Optimalisasi Proses Perkembangan Anak Guna Membangun
Sumber Daya Manusia Yang Lebih Baik, http://najmulhayah.wordpress.com/2010/02/09/optimalisasi-proses-perkembangan-anak-guna-membangun-sumber-daya-manusia-yg-lebih-baik/
Notoatmodjo S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Papalia D.E., Old S.W., Feldman R.D.,2008, Human Development ( Psikologi
Perkembangan ), Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Revina P., 2010, Faktor Perkembangan Anak, http://bidanku.com/index.php?/Faktor-
Perkembangan-Anak Rich A.,2006, Bekerja dengan Cinta, cetakan pertama, Yogyakarta: Cakrawala. Ruhm C.J., 2008, Maternal Employment and Adolescent Development, Labour Econ;
15(5): 958–983. doi:10.1016/j.labeco.2007.07.008. ( 11 Januari 2010 ) Rusmil K., 2008, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, http://www.
aqilaputri.rachdian.com/index2.php Sam A., 2009, Pengertian keluarga, http://sobatbaru.blogspot.com/2009/01/pengertian-
keluarga.html Santrock J.W.,2002, Life-Span Development, Perkembangan Masa Hidup, Jilid 1,
Jakarta: Erlangga. ____________,2007, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas, Jilid 1, Jakarta: Erlangga. ____________,2007, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas, Jilid 2, Jakarta: Erlangga.
115
Saryono, 2008, Metodologi Penelitian Kesehatan (Penuntun Praktis Bagi Pemula),
Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Schirmer C.R., Portuguez M.W., Nunes M.L., 2006, Clinical assessment of language
development in children at age 3 years that were born preterm http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0004-282X2006000600007&lng=en&nrm=iso&tlng=en ( 11 Nopember 2009 )
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta: Buku kedokteran ECG. Sutji M.W., 1991, Mengenali Perkembangan Balita (sebagai dasar bagi usaha
pengembangan bangsa yang berkualitas), Pelatihan Deteksi Dini dan Stimulasi Tumbuh Kembang Balita, http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/mengenali_perkembangan_balita.pdf
Undang-Undang Ketenagakerjaan, 2003, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
13 Tahun 2003, Jakarta: Cemerlang. Yacub N,2003, Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Bayi Usia 4 – 12 bulan di
Desa Lero Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan Tahun 2003, Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 1 No 1 2005. http://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/02/perkembangan-anak-usia pra-sekolah.pdf
Yoshikawa H., 1999, Welfare Dynamics, Support Services, Mothers' Earnings, and
Child Cognitive Development: Implications for Contemporary Welfare Reform, http://www3.interscience.wiley.com/journal/119058810/abstract ( 26 Januari 2010 )