BEBERAPA KASUS HUKUM ADAT PERKAWINAN Sarak (Bercerai) Rumah tangga yang sudah dibina dengan baik sekalipun tidaklah merupakan suatu jaminan bahwa rumah tangga itu lestari selamanya. Karena beragaman perbedaan dalam prinsip, kepribadian, pandangan hidup, sikap, perilaku, perbuatan, etika, moral, spiritua;, keadaan ekonomi dan sebagainya, bisa saja menyebabkan terjadinya perceraian, atau sarak dalam bahasa Tonyooi. Setiap masalah yang terjadi dalam rumah tangga, memang tentunya selalu diupayakan pemecahannya, agar tidak terjadi perceraian. Namun, apabila tidak ada kecocokan lagi yang sangat berat, maka perceraian tidak bisa dihindari. Proses Penyelesaian Kasus Perceraian Pihak yang diceraikan melaporkan kasusnya kepada Kepala Adat, dengan menyerahkan penenukng-penyingkap dan pembuang paneer. Kemudian pihak Dewan Adat kampung memanggil suami- istri yang berselisih tersebut dan menanyakan apa yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BEBERAPA KASUS HUKUM ADAT PERKAWINAN
Sarak (Bercerai)
Rumah tangga yang sudah dibina dengan baik sekalipun tidaklah
merupakan suatu jaminan bahwa rumah tangga itu lestari selamanya.
Karena beragaman perbedaan dalam prinsip, kepribadian, pandangan
hidup, sikap, perilaku, perbuatan, etika, moral, spiritua;, keadaan
ekonomi dan sebagainya, bisa saja menyebabkan terjadinya
perceraian, atau sarak dalam bahasa Tonyooi. Setiap masalah yang
terjadi dalam rumah tangga, memang tentunya selalu diupayakan
pemecahannya, agar tidak terjadi perceraian. Namun, apabila tidak
ada kecocokan lagi yang sangat berat, maka perceraian tidak bisa
dihindari.
Proses Penyelesaian Kasus Perceraian
Pihak yang diceraikan melaporkan kasusnya kepada Kepala Adat,
dengan menyerahkan penenukng-penyingkap dan pembuang paneer.
Kemudian pihak Dewan Adat kampung memanggil suami-istri yang
berselisih tersebut dan menanyakan apa yang menjadi akar
masalahnya sehingga hendak bercerai. Setelah mendengar keterangan
dari kedua belah pihak, maka akhirnya dewan adat tersebut
bermusyawarah untuk menilai apakah kasus yang terjadi tersebut
melanggar norma-norma adat dan hukum adat perkawinan yang
berlaku dalam masyarakat adat Tonyooi.
Setiap masalah atau pertengkaran antara suami-istri dalam
rumah tangganya, yang mengarah kepada keinginan untuk bercerai,
oleh Kepala Adat selalu diupayakan secara maksimal, agar bisa
bersatu kembali dalam rumah tangga yang bersangkutan. Namun,
apabila upaya yang dilakukan oleh Kepala Adat tersebut berikut pihak
keluarga besarnya tetap menemui jalan buntu, maka perceraian bisa
saja disetujui dan sah berdasarkan hukum adat. Jadi tidak ada ikatan,
perjanjian atau kontrak perkawinan yang bersifat mutlak tak
terputusakan atau tak terceraikan dalam hukum adat perkawinan
Tonyooi. Tidak seperti halnya ikatan perkawinan menurut Ajaran
Gereja Katolik Roma, yang bersifat mutlak tak terputusakan!
Ketentuan Denda Adat Perceraian Tonyooi
Jika perceraian yang idealnya tak pernah diinginkan antara
suami-isteri mana pun, namun toh terjadi juga, maka ketentuan denda
adatnya adalah sebagai berikut ini.
1. Apabila suami-istri yang berselisih dan hendak bercerai,
sementara urusannya telah diserahkan ke Dewan Adat. Lalu kemudian
setelah diurus oleh Dewan Adat, ternyata suami-isteri tersebut mau
rujuk kembali, maka untuk menentukan denda adat harus melihat
kasusnya terlebih dahulu, barulah kepala adat dan anggotanya
bermusyawarah untuk menentukan denda adat. Apabila masalahnya
dianggap sangat melanggar norma adat yang berlaku, maka denda
adatnya bisa berupa bemakng paliq dan ditambah dengan dua buah
antaakng.
2. Jika keinginan bercerai dari salah satu pihak dengan alasan
mau kawin lagi atau tidak cocok dengan pihak keluarga besar
pasangannya (suami atau isteri), maka denda adatnya adalah
mencapai satu sampai dengan lima buah antaakng, dan ditambah
dengan catrekah, batun ruratn nikah, bemakng paliq.
Adapun harta gono-gini dibagi dengan perhitungan persentase.
Apabila dalam proses perceraian terjadi perebutan harta benda
tersebut, dan penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara
kekeluargaan, maka kasus ini harus diserahkan kepada Kepala Adat.
Jika masalah ini ditangani oleh Dewan Adat, maka ketentuan adatnya
adalah sebagai berikut di bawah ini.
Kententuan Pembagian Harta Benda dalam Perceraian
Ketentuan adat tentang pembagian harta benda dalam kasus
perceraian dapat diterangkan sebagai berikut di bawah ini.
(1) Retaaq rempuk (harta bersama), yaitu harta benda yang
diperoleh secara bersama-sama oleh suami-istri selama berumah
tangga. Apabila terjadi perceraian, maka harta benda ini harus dibagi
atas dasar kesepakatan bersama.
(2) Retaaq mento, yaitu harta benda yang diperoleh suami-istri
semasa belum menikah, misalnya harta warisan dari orang tua
perempuan atau orang tua laki-laki. Apabila terjadi perceraian, maka
pembagiannya adalah sebagai berikut: (a) harta benda tersebut tetap
menjadi milik laki-laki (suami), apabila harta itu didapatkan sebelum
menikah atau warisan dari orang tuanya; dan (b) harta benda itu tetap
menjadi milik perempuan (isteri), apabila barang atau harta itu
didapatkan sebelum menikah atau warisan dari orang tuanya.
(3) Jika terjadi perebutan harta warisan antara anak-anak yang
masih bersaudara kandung, maka ketentuannya adalah sebagai
berikut: (a) anak laki-laki berhak atas harta warisan (retaaq mento)
ayahnya; dan apabila tidak mempunyai anak laki-laki, maka warisan
ini dikembalikan kepada keluarganya yang laki-laki; dan (b) anak
perempuan berhak atas harta warisan (retaaq mento) ibunya, dan
apabila tidak mempunyai anak perempuan, maka warisan ini
dikembalikan kepada keluarga yang perempuan.
Perceraian Atas Kemauan Bersama
Apabila dalam membina rumah tangga pasangan suami-istri
tidak memiliki kecocokan lagi, maka pilihan terakhir adalah perceraian.
Hal ini disepakati secara bersama-sama termasuk segala harta benda
yang mereka peroleh selama berumahtangga harus dibagi secara adil.
Jika pasangan yang bercerai ini memiliki anak, maka hak
mengasuhnya dimusyawarahkan oleh kedua belah pihak; dan bisa juga
kepada anak diberikan kebebasan untuk memilih apakah ia memilih
untuk mengikuti ibu atau bapaknya kandungnya.
Adapun ketentuan denda adatnya adalah sebagai berikut di
bawah ini, yaitu: (1) Bemakng paliq, yang terdiri dari: burai (pupur dari
beras), satu telur ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong
(mangkuk kecil) dan satu piring putih untuk dewan adat kampung; (2)
Bemakng paliq, yang terdiri dari burai (pupur dari beras), satu telur
ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong (mangkuk kecil), satu
piring putih, dan ditambah dengan duyuun (tombak) dan edooq
(parang) untuk lalaakng ( suruh).
Lepah empuluuq
Lepah empuluuq adalah suatu perceraian di mana seorang suami
atau istri yang menginginkan perceraian tidak mendapatkan bagian
apapun dari harta benda yang didapatkan secara bersama-sama
selama berumah tangga. Biasanya perceraian dengan istilah lepah
empuluq ini terjadi, apabila hanya salah satu pihak saja yang
menginginkan perceraian, sementara pihak pasangannya tidak
menginginkan perceraian. Setelah diupayakan perdamaian melalui
nasehat dari kepala adat dan keluarga besar masing-masing pihak,
namun salah satu pihak tetap pada keputusannya untuk bercerai,
walaupun alasan-alasan yang diajukannya tidak begitu kuat menurut
pihak dewan adat dan keluarga besarnya.
Perceraian dalam bentuk lepah empuluuq ini tentu saja adalah
harapan dari pihak yang diceraikan. Karenanya, kepala adat harus
mendengarkan usulan-usulan dari kedua belah pihak dan
mempertimbangkannya dengan baik serta bermusyawarah dalam
mengambil keputusan supaya diperoleh keputusan pembagian harta
benda yang lebih bijaksana secara maksimal.
Pengkau
Yang dimaksud dengan istilah ‘pengkau’ adalah merebut istri
atau suami yang sah orang lain. Artinya seseorang yang masih terikat
oleh ikatan perkawinan (adat), tiba-tiba kawin lagi dengan laki atau
perempuan lain dengan menceraikan istri atau suaminya yang
terdahulu. Pada masa lalu, biasanya pasangan yang melakukan
perkawinan pengkau ini lari ke tempat kepala adat untuk
mendapatkan perlindungan sekaligus menyerahkan segala
permasalahannya.
Apabila terjadi kasus semacam ini biasanya pihak keluarga, yang
ditinggalkan melaporkannya kepada kepala adat disertai adat
penenukng-penyingkap berupa satu piring putih dan pembuang
paneer. Yang dimaksud dengan penenukng-penyingkap adalah
sebagai suatu pemberitahuan kasus perkara yang telah diserahkan
masalahnya kepada kepala adat, sedangkan pembuang paneer
artinya adalah uang tunai yang harus diserahkan oleh orang yang
melaporkan kasus itu kepada Kepala Adat.
Ketentuan denda adat untuk perkawinan pengkau poyut dalam
adalah sebagai berikut ini. (1) Pihak yang diceraikan atau ditinggalkan
harus mengisi persyaratan besaraaq yang lengkap seperti: (a)
Bemakng paliq, yang terdiri dari: burai (pupur dari beras), satu telur
ayam kampung, isa (pisau), satu mengoong (mangkuk kecil) dan satu
piring putih untuk Dewan Adat kampung; dan (b) Bemakng paliq, yang
terdiri dari: burai (pupur dari beras), satu telur ayam kampung, isa
(pisau), satu mengoong (mangkuk kecil), satu piring putih untuk
lalaakng (suruh).
Adapun denda adat pengkau serta nilai gawai-nya mencapai 7
hingga 10 buah antaakng, yaitu : (1) Penengkola tukaar (2 buah); (2)