SUPPOSITORIA I. Spesifikasi Produk 1. Nama Produk : Suppofilin ® 2. Kandungan zat aktif : Teofilin 3. Bentuk Sediaan : Suppositoria 4. Kekuatan Sediaan : 125 mg 5. Jenis Kemasan : Kotak II. Kajian Formula 1. Formula Standar R/ Parasetamol (Asetaminofen) 6,25 % Oleum cacao 95,8 % Cetaseum 5% (Reynolds, 1989). 2. Desain Formula R/ Teofilin 125 mg Oleum cacao 95 % Cetaseum 5% 3. Alasan pemilihan bahan tambahan dan fungsinya dalam formula Oleum cacao merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat berwarna putih kekuningan, padat, berbau seperti coklat, dan meleleh pada suhu 31-34 o C. Oleum cacao merupakan basis suppositoria yang baik karena dapat melebur pada suhu tubuh. Oleum cacao dapat membentuk suatu polimorfisme pada pemanasan tinggi. Diatas titik leburnya oleum cacao dapat meleleh sempurna seperti minyak dan akan kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk inti kristalnya kembali. Jika didinginkan pada suhu di bawah 15 0 C akan mengkristal dalam bentuk kristal metastabil, agar mendapatkan suppositoria yang stabil pemanasan oleum cacao sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh saja sampai dapat dituang, sehingga tetap dapat mengandung inti kristal dari bentuk stabil (Syamsuni, 2007).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SUPPOSITORIA
I. Spesifikasi Produk
1. Nama Produk : Suppofilin®
2. Kandungan zat aktif : Teofilin
3. Bentuk Sediaan : Suppositoria
4. Kekuatan Sediaan : 125 mg
5. Jenis Kemasan : Kotak
II. Kajian Formula
1. Formula Standar
R/ Parasetamol (Asetaminofen) 6,25 %
Oleum cacao 95,8 %
Cetaseum 5%
(Reynolds, 1989).
2. Desain Formula
R/ Teofilin 125 mg
Oleum cacao 95 %
Cetaseum 5%
3. Alasan pemilihan bahan tambahan dan fungsinya dalam formula
Oleum cacao merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat,
asam palmitat berwarna putih kekuningan, padat, berbau seperti coklat,
dan meleleh pada suhu 31-34oC. Oleum cacao merupakan basis
suppositoria yang baik karena dapat melebur pada suhu tubuh. Oleum
cacao dapat membentuk suatu polimorfisme pada pemanasan tinggi.
Diatas titik leburnya oleum cacao dapat meleleh sempurna seperti minyak
dan akan kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk inti
kristalnya kembali. Jika didinginkan pada suhu di bawah 150C akan
mengkristal dalam bentuk kristal metastabil, agar mendapatkan
suppositoria yang stabil pemanasan oleum cacao sebaiknya dilakukan
sampai cukup meleleh saja sampai dapat dituang, sehingga tetap dapat
mengandung inti kristal dari bentuk stabil (Syamsuni, 2007).
Cetaseum dapat digunakan untuk menaikkan titik lebur lemak
coklat. Penambahan cetaseum tidak boleh lebih dari 6% sebab akan
menghasilkan campuran yang mempunyai titik lebur diatas 37oC, dan tidak
boleh kurang dari 4% sebab akan diperoleh titik lebur dibawah titik
leburnya (kurang dari 330C) (Syamsuni, 2007).
SOLUTIO
I. Spesifikasi Produk
1. Nama produk : Ephedrin Syrup
2. Kandungan zat aktif : Ephedrine Hydrochloride
3. Bentuk sediaan : Sirup
4. Kekuatan sediaan : 120 mL
5. Jenis kemasan : Botol
1. Formula Standar
R/ Tripelenaminhidrochlorida 0,08
Amoniumchlorida 0,8
Natriumsitrat 0,3
Chloroform 0,1 mL
Menthol 0,006
Sirop 30 mL
(Menkes, 1966)
2. Desain formula, untuk 120 mL:
R/ Ephedrin HCl 360 mg
Asam sitrat 1 %
NaOH 0,5%
Nipagin 0,015%
Menthol 0,02 %
Sirup simplex 65 %
Aquadest ad 120 mL
3. Alasan Pemilihan Bahan Tambahan dan Fungsinya dalam Formula
Asam sitrat digunakan sebagai pengawet dari sediaan ini. Selain
berfungsi sebagai pengawet, asam sitrat juga berfungsi untuk
mempertahankan pH dari larutan. Asam sitrat digunakan karena
tidak menimbulkan inkompatibilitas dengan zat aktif maupun zat
tambahan lainnya.
NaOH digunakan karena dapat berfungsi untuk mempertahankan
pH dari larutan. NaOH tidak menimbulkan inkompatibilitas
terhadap zat aktif maupun zat tambahan lain dalam formula sirup
ini.
Nipagin (metil paraben) disini berfungsi sebagai pengawet.
Penggunaannya yaitu sekitar 0,015% - 0,2% untuk sediaan oral.
Nipagin tidak memberikan inkompatibilitas terhadap zat aktif
maupun zat tambahan dalam sediaan ini.
Sirup simplex digunakan sebagai pemanis. Sediaan sirup harus
memiliki konsentrasi gula sebanyak 65%. Karena itulah disini sirup
simplex digunakan sebanyak 65%. Selain itu, sukrosa juga tidak
menimbulkan inkompatibilitas terhadap zat aktif dan zat tambahan
lainnya.
Menthol, digunakan sebagai flavoring agent (perasa) serta pemberi
aroma dari sediaan. Menthol tidak menimbulkan inkompatibilitas
dengan zat aktif maupun zat tambahan lain. Diharapkan dengan
aroma dan rasa dari menthol ini dapat memberikan rasa lega dari
batuk berdahak.
Air digunakan sebagai pelarut karena Ephedrine HCl larut dalam
lebih kurang 4 bagian air.
PEMBUATAN EMULSI
I. Spesifikasi Produk
1. Nama Produk : Tetramulsi
2. Kandungan Zat Aktif : Tetrasiklin
3. Bentuk Sediaan : Emulsi
4. Kekuatan Sediaan : 250 mg/5 mL
5. Jenis Kemasan : Botol 120 mL
6. Formula Standar
R/ Ol. Olivae 20
Pulv.Gumm.Arab 10
Sir.Simpl. 20
Aquae 200
S.4.d.d.c.
(Anief, 1987)
7. Desain formula
R/ Tetrasiklin 6 gr
Tragakan 15%
Oleum olivarum 72 mL
Sukrosa 67%
Nipasol 0,02%
Essense jeruk 11%
As.Sitrat 1%
NaOH 0,5%
Aqua ad 120
S.4.d.d.cth I
8. Alasan pemilihan bahan tambahan dan fungsinya dalam formula
1. Tragakan digunakan sebagai zat pengemulsi yang
dicampurkan dengan Oleum olivarum terlebih
dahulu. Selain itu Tragakan juga tidak memberikan
inkompabilitas terhadap zat aktif maupun zat
tambahan dalam sediaan ini.
2. Oleum olivarum digunakan sebagai bahan
campuran pada emulgator untuk pembuatan emulsi
dengan metode gom kering atau metode
continental.
3. Sukrosa digunakan sebagai pemberi rasa manis
pada sediaan emulsi dan untuk menutupi rasa obat
yang rasa pahit. Sukrosa tidak memberikan
inkompabilitas terhadap zat aktif maupun zat
tambahan dalam sediaan ini.
4. Nipasol digunakan sebagai pengawet.
Penggunaannya sekitar 0,02% untuk sediaan oral.
Nipagin tidak memberikan inkompabilitas terhadap
zat aktif maupun zat tambahan dalam sediaan ini.
5. Essense jeruk digunakan sebagai pemberi aroma
jeruk pada sediaan yang kurang enak sehingga
memberikan aroma yang menarik pada sediaan ini.
Essense jeruk tidak memberikan inkompabilitas
terhadap zat aktif maupun zat tambahan dalam
sediaan ini.
6. Asam sitrat digunakan untuk mempertahankan pH
dari emulsi. Asam sitrat juga tidak memberikan
inkompabilitas terhadap zat aktif maupun zat
tambahan dalam sediaan ini..
7. NaOH berfungsi untuk mempertahankan pH dari
emulsi. Asam stearat juga tidak memberikan
inkompabilitas terhadap zat aktif maupun zat
tambahan dalam sediaan ini..
8. Aqua berfungsi sebagai pelarut dan campuran
dalam pembuatan emulsi. Selain itu tidak
memberikan inkompabilitas terhadap zat aktif
maupun zat tambahan dalam sediaan ini.
PEMBUATAN SUSPENSI
II. Spesifikasi Produk
Nama Produk : Curmesens®
Kandungan Zat Aktif : Curcumin
Bentuk Sediaan : Suspensi rekonstitusi
Kekuatan Sediaan : 125 mg/5 ml
Jenis Kemasan : Botol
III. Komposisi Bahan Baku
R/ Curcumin 2,5 g
Akasia 5 g (5 %)
Natrium benzoat 0,02 g (0,02 %)
Sukrosa 67 g (67 %)
Amilum Manihot 5 g (5%)
Etanol 96 % 0,5 ml
Asam sitrat 0,014721 g
NaOH 0,000544 g
Lemonade essence 0,5 ml
Menthol 0,003 ml (0,003 %)
Aquadest ad 100 ml
1. Alasan pemilihan bahan tambahan dan fungsinya dalam formula
Aksia (Gom arab)
Akasia terutama digunakan dalam formulasi oral dan topikal farmasi
sebagai agen pengemulsi dan pensuspensi. Tergolong emulgator anion
aktif. Emulgator ini terdisosiasi dalam larutan air, yang berfungsi
untuk kerja emulgatornya adalah anion.
Natrium benzoat
Natrium benzoat digunakan terutama sebagai pengawet antimikroba
pada kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi, kegunaan natrium
benzoat sebagai pengawet dibatasi oleh keefektifannya pada rentang
pH yang sempit. Digunakan pengawet karena agen pensuspensinya
(akasia) mudaah dirusak oleh bakteri sehingga diperlukan bahan
pengawet. Dan sebagai agen pengontrol flokulasi.
Sukrosa
Sukrosa digunakan sebagai bahan pemanis yang dapat menutupi rasa
bahan obat (zat aktif) yang tidak enak meskipun digunakan dalam
konsentrasi tinggi dan dapat pula untuk pengisi serta pengikat.
Amilum Manihot
Digunakan sebagai bahan pengisi granul yang juga berfungsi sebagai
disintegrant.
Etanol 96 %
Digunakan sebagai wetting agent untuk mempermudah partikel-
partikel tersuspensi kembali setelah mengendap (stabilizer agent).
Asam sitrat
Asam sitrat digunakan sebagai agen pengasam, antioksidan,
penyangga (buffer), peningkat rasa. Asam sitrat yang bisa digunakan
adalah 0,1 -2 % sebagai buffer, dan 0,3-2 % sebagai pengikat rasa.
NaOH
NaOH sebagai agen pembasa yang dipadukan dengan asam sitrat
sebagai buffer pada suspense.
Menthol
Menthol digunakan sebagai bahan pengaroma yang dapat menutupi
bau yang tidak nyaman dari sediaan dan juga memberikan sensai
dingin ng menyegarkan.
Lemonade essence
Lemonade essence digunakan sebagai perasa dalam sediaan.
Aquadest
Aquadest digunakan sebagai cairan pembawa, agar serbuk padat dapat
terdispersi dalam cairan pembawa.
GEL
I. Spesifikasi produk
1. Nama produk : Salisil®
2. Kandungan zat aktif : Asam Salisilat
3. Bentuk sediaan : Gel
4. Kekuatan sediaan : 100 g
5. Jenis kemasan : Botol
1. Formulasi standar
R/ A. Etanol 96% 30.00%
B. Propilenglikol 5.00%
Alantoin 0.20%
Carbopol 3%sol 33.30%
Aquadest 9.10%
C. Tromethamine 2.40%
Aquadest 10.00%
D. Repelan formula 10.00%
(Yuliana, 2005)
2. Desain formula
R/ Asam Salisilat 0,5 %
Carbopol 940 1 %
TEA 1,39 %
Ethanol 2 %
Propilenglikol 15 %
Oleum menthae 0,1 %
Metil Paraben 0,18 %
Aquadest ad 100 gr
3. Alasan pemilihan bahan tambahan dan fungsinya dalam formula
Dosis asam ssalisilat yang digunakan pada sediaan adalah
0,5% dari sediaan yang dibuat. Menurut Farmakope Indonesia III,
kadar bahan obat untuk sediaan ungunentum yang tidak mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10%. Sehingga pada sediaan yang
kami buat ini tidak melebihi dari batas yang telah ditentukan.
Keuntungan dari sediaan gel ini adalah obat dapat langsung kontak
dengan kulit yang ingin diatasi, selain itu memberikan kenyamanan
dan kemudahan dalam penggunaan. Selain itu, sediaan dapat
ditambahkan zat tambahan seperti menthol yang dapat memberikan
rasa sensasi dingin menyegarkan saat penggunaan yang dapat
menambahkan kenyamanan saat penggunaan.
Menurtu Lieberman, gangguan oleh jamur seringkali terjadi di
permukaan kulit. Oleh karena itu, diperlukan sediaan antifungi topical
untuk mnengatasinya. Pembuatan gel kali ini dipilih bahan aktif
berupa asam salisilat yang merupakan suatu zat antifungi dan
keratolitikum dengan dosis 0,5% yang ditujukkan untuk penggunaan
topical. Adapun pemilihan sediaan gel didasarkan pada beberapa
keuntungan dari sediaan gel di antaranya tidak lengket, gel
mempunyai aliran tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk
padat apabila disimpan dan akan segera mencair bila dikocok,
konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya sedikit
untuk membentuk massa gel yang baik, viskositas gel tudak
mengalami yang berarti pada suhu penyimpanan (Lieberman, 1989).
- Carbopol 940
Carbopol pada sediaan topical banyak digunakan sebagai
pensuspensi dan penambah viskositas. Carbopol berfungsi sebagai
gelling agent pada konsentrasi 0,5-2%. Selain itu. carbopol bersifat
tidak toksik, tidak mengiritasi, tidak menyebabkan reaksi
hipersensitivitas pada kulit manusia. Selain itu digunakannya basis
Carbopol, massa gel yang dihasilkan juga diharapkan memberikan
bentuk serta penampakkan yang baik, jernih, dan tidak keruh.
Secara umum, basis carbomer polimer dengan kekentalan yang
lebih rendah dan kekakuan yang lebih akan memiliki nilai yang MC
yang lebih tinggi. Sebaliknya lebih tinggi kekentalan basis
karbomer polimer dan lebih tinggi kekakuaannya akan memiliki
nilai MC yang lebih rendah. Hal ini karena danya hubungan
terbalik antara modulus elastisitas dan MC. Menurut Rowe et al
(2009), adanya estimasi yang dilaporkan nilai MC (berat molekul
antara crosslinks) untuk Carbopol 941 adalah 600 g/mol and untuk
Carbopol 940 400 g/mol. Carbopol 940 lebih dipilih daripada jenis
yang lainnya karena nilai MCnya lebih rendah sehingga memiliki
kekentalan yang lebih tinngi sebagai gelling agent. Menurut
Voight (1995), suspensi carbopol 1% dalam air memilki harga pH
3 dan viskositasnya mendekati air, dengan netralisasi
menggunakan basa anorganik atau organik akan terjadi
pembentukkan gel. Oleh karena itu diperlukan alkalizing agent
agar carbopol dapat membentuk massa gel.
- Triethanolamin
Triethanolamin merupakan suatu alkalizing agent. Carbomer 940
akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-
zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropilamin. Untuk
penggunaan bersama Carbopol, alkalizing agent seperti TEA biasa
digunakan sebanyak 68% dari Carbopol yang digunakan untuk
mencapai konsistensi gel yang baik pada kisaran pH 6,5 – 7
(Darijanto et al, 2007). Pemilihan triethanolamin didasarkan pada
pengerasan yang lebih lambat sehingga lebih menguntungkan
dalam stbilitas sediaan gel.
- Ethanol
Kelarutan dari asam salisilat adalah kurang larut dalam air dan
dapat larut dalam 4 bagian etanol, maka digunakan etanol sebagai
pelarutnya.
- Propilenglikol
Propilenglikol biasanya dalam kosmetik digunakan sebagai,
stabilizing agent, emulsifier dan pembawa dan untuk perasa dalam
pelarut etanol. Penggunaan sebagai humektan untuk topical
digunakan dengan konsentrasi 15 %. Propilen glikol umunya
digunakan sebagai plasticizer dalam larutan salut film.
- Oleum menthae
Oleum menthae disini berguna ntuk memberikan sensasi rasa
dingin pada saat pemakaian. Dalam formulasi sediaan ini
digunakan sebanyak 0,1%.
- Metil paraben
Metil paraben digunakan sebagai bahan pengawet (preservative)
agar produk tidak mudah dirusak oleh mikroorganisme. Efektif
pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum yang luas
terhadap aktivitas antimikroba.
- Aquadest
Aquadest digunakan sebagai solvent bahan pelarut.
SALEP
I. Spesifikasi Produk
1. Nama Produk : Bye-bye Acne ®
2. Kandungan Zat Aktif : Sulfur
3. Bentuk Sediaan : Salep
4. Kekuatan Sediaan : 10 g
5. Jenis Kemasan : Pot salep
Formula Standar Acidi Salicylici Sulfuris Unguentum (Salep Asam Salisilat Belerang)
Komposisi Tiap 10 g mengandung :
Acidum Salicylicum 200 mg
Sulfur 400 mg
Vaselinum album hingga 10 g
Penyimpanan Dalam wadah tetutup rapat.
Dosis 3 sampai 4 kali sehari, dioleskan
(Depkes RI, 1978).
2.3 Desain Formula
Tiap 10 g mengandung
Sulfur Praecipitatum 10 %
Asam salisilat 5 %
Gliserin 6 %
Nipagin 0,15 %
Etanol 0,10%
Oleum olivarum 0,002 %
Vaselin album ad 100%
2.4 Alasan Pemilihan Bahan Tambahan dan Fungsinya dalam Formula
Sulfur memiliki kerja sebagai bakterisid atau fungisid lemah
berdasarkan dioksidasinya menjadi asam pentationat (H2S5O6) oleh
kuman tertentu di kulit. Zat ini juga berkhasiat sebagai keratolitis
(melarutkan kulit tanduk) (Tjay & Rahardja, 2007).
Gliserin digunakan sebagai zat tambahan, yaitu pelembut sehingga
pada saat digunakan pada kulit salep tidak menjadi keras saat kontak
dengan udara. Selain itu gliserin juga digunakan sebagai pelarut
nipagin karena kelarutan nipagin larut dalam 60 bagian gliserin
(Depkes RI, 1995).
Vaselin putih digunakan sebagai basis salep yang dimaksudkan
untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai penutup. Vaselin album diperoleh dari pemurnian campuran
hidrokarbon semi padat, dari minyak bumi atau hampir keseluruhan
warnanya dihilangkan, sehingga mengurangi reaksi hipersensitivitas
dan lebih dipilih untuk penggunaan kosmetik dan sediaan
farmasetika lain. Sehingga pada formula ini tidak digunakan vaselin
kuning karena vaselin putih memberikan akseptabilitas yang lebih
baik.
Nipagin digunakan sebagai bahan tambahan untuk mengawetkan
produk agar dapat bertahan lama dalam penyimpanan. Nipagin
secara luas telah digunakan sebagai pengawet pada kosmetik,
sediaan oral, topical maupun sediaan farmasetik lainnya. Nipagin
tidak bersifat toksik, karsinogenik, dan teratogenik. Sensitifitas
terhadap nipagin jarang, dan kasus yang pernah ada yaitu pada
sediaan parenteral atau pada pasien dermatitis (Rowe et al., 2009).
Asam Salisilat sering dikombinasikan dengan sulfur dalam salep
atau lotion untuk pengobatan kudis dan jerawat, karena memiliki
indikasi yang dapat saling menunjang satu sama lain di mana asam
salisilat memiliki indikasi fungisid dan bakterisid lemah dapat
menunjang indikasi dari sulfur yang merupakan bakterisid dan
fungisid lemah dalam penggunaannya sebagai pengobatan kudis dan
jerawat (Tjay & Rahardja, 2007).
Etanol digunakan sebagai pelarut asam salisilat, karena asam salisilat
kelarutannya mudah larut dalam etanol, sehingga dengan pelarutan
ini asam salisilat dapat tercampur homogen dalam sediaan salep
yang dibuat.
Oleum olivae digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi
sebagai corrigens odoris dan digunakan sebagai pelumas dan
penurun titik lebur salep. Pada proses hidrogenasi menjadi semisolid
yang berwarna putih. Keuntungan hidrogenasi adalah salep makin
stabil dan tidak tengik serta menambah daya absorbsi air.
Salep yang dibuat termasuk salep hidrofobik (berdasarkan dasar
salepnya: vaselin album), yaitu salep yang tidak suka air atau salep
yang dasar salepnya berlemak (greasy bases), tidak dapat dicuci
dengan air (Syamsuni, 2006).
CREAM HIDROKORTISON
I. SPESIFIKASI PRODUK
1. Nama Produk
Sonsal®
2. Kandungan Zat Aktif
Hidrokortison
3. Bentuk Sediaan
Salep
4. Kekuatan Sediaan
1 %
5. Jenis Kemasan
Pot salep
1. Formula Standar
R/ Vanishing Cream
(FOI,1978)
R/ Asam stearat 142
Gliserin 100
Natrium tetraborat 2,5
Trietanolamin 10
Air suling 750
(FOI, 1978)
2. Desain Formula
Tiap 10 g mengandung (tipe M/A)
Hidrokortison 1 %
Asam stearat 15 %
Gliserin 7 %
Natrium tetraborat 2 %
Vaselin putih 10 %
TEA 1 %
Propiletilenglikol 8 %
Aquadest ad 100 %
3. Alasan Pemilihan Bahan Tambahan dan Fungsi dalam Formula
Asam stearat digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan salep
yang merupakan pelembab alami, asam stearat merupakan salah satu
fase minyak yang dapat mempermudah absorbsi obat.
Gliserin digunakan sebagai zat tambahan, yaitu pelembut sehingga
pada saat digunakan kulit cream tidak menjadi keras saat kontak
dengan udara.
Natrium tetraborat digunakan sebagai antiseptik ekstern.
Vaselin putih digunakan sebagai basis salep yang dimaksudkan
untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut penutup.
Trietanolamin digunakan sebagai bahan pengemulsi (emulgator).
Propiletilenglikol digunakan sebagai pelarut, pelicin, dan sebagai
penghambat fermentasi dan pertumbuhan jamur, desinfektan, dan
untuk meningkatkan kelarutan, Selain itu juga penambahan
propiletilenglikol pada sediaan topikal juga dapat meningkatkan laju
difusi.
Aquadest sebagai zat tambahan, agar terbentuk massa cream.
SOLUTIO GLISERIL GUAIAKOLAT (GG)
II. SPESIFIKASI PRODUK
Nama Produk
Gliko®
Kandungan Zat Aktif
Gliseril Guaiakolat (GG)
Bentuk Sediaan
Solutio
Kekuatan Sediaan
100 mg/ 5 mL
Jenis Kemasan
Botol 200 mL
4. Formula Standar
Tiap 5 mL mengandung
R/ Glycerylis Guaiacolas 100 mg
Aethanolum 90% 175 µL
Sirupus Simplex hingga 5 mL
(Depkes, 1978).
5. Desain Formula
Tiap 5 mL mengandung
Glycerylis Guaiacolas 100 mg
Aquadest 175 µL
Natrii benzoas 250 mg
Oleum Menthol Piperita 2 mL
Sirupus Simplex hingga 5 mL
6. Alasan Pemilihan Bahan Tambahan dan Fungsi dalam Formula
Aquadest digunakan sebagai pelarut natrii benzoas dan glycerylis
guaiacolas.
Natrii benzoas digunakan sebagai bahan pengawet.
Oleum Menthol Piperita digunakan sebagai bahan pengaroma.
Sirupus simplex digunakan sebagai pemanis.
CREAM
II. Spesifikasi produk
Nama produk: Hydrocream
Kandungan zat aktif: Hidokortison
Bentuk sediaan: Krim
Kekuatan sediaan: 2,5%/50 gram
Jenis kemasan: Pot salep
4. Formulasi standar
Tiap 2,5 % Krim mengandung :
R / hydrocortisone 25 mg
glyceryl monostearate
polyoxyl 40 stearate
glycerin
paraffin
stearyl alcohol
isopropyl palmitate
sorbitan monostearate
benzyl alcohol
potassium sorbate
lactic acid
purified water
( Fouegera, 2008)
Desain formula :
Tiap 2,5 % Krim mengandung :
R/ Hidrokortison 25 mg
Asam stearat 15%
Gliserin 15%
parafin 5 %
Lanolin 2 %
Trietanolamin 10 %
Metil Paraben 0,2%
Air ad 100 %
Alasan pemilihan bahan tambahan dan fungsinya dalam formula
1. Hidrokortison digunakan sebagai bahan aktif obat, sebagai suatu
senyawa anti-radang dari golongan kortikosteroid . Menurut
jurnal yang didapat formula standar Hidrokortison 2,5 % adalah
seperti yang tercantum di atas.
2. Asam stearat, alasan pemilihan asam stearat adalah karena asam
stearat bersifat asam (pH < 7) sehingga dapat digunakan sebagai
basis minyak.
3. Gliserin dalam krim ini digunakan sebagai emolien pada krim (
≤30 %), juga sebagai preservative (pengawet).
4. Parafin dalam sediaan ini digunakan sebagai basis juga sebagai
stiffening agent atau supaya sediaan lebih kompak.
5. Lanolin dalam formula digunakan sebagai emolien pada sediaan
krim
6. TEA digunakan sebagai Emulsifying agent
7. Metil paraben dalam sediaan digunakan sebagai pengawet sediaan
krim tersebut.
8. Air digunakan sebagai basis air dari krim dan menambah massa
dan tidak kurang mengandung 60 % air.
SUSPENSI
I. Spesifikasi Produk
1. Nama Produk Drysillyn
2. Kandungan Zat aktif Ampicillin trihidrat
3. Bentuk sediaan Suspensi rekonstitusi. Suspensi
rekonstitusi adalah campuran sirup
dalam keadaan kering yang akan
didespersikan dengan air pada saat
akan digunakan.
4. Kekuatan sediaan
250mg/5ml
5. Jenis Kemasan
Botol dan kemasan sekunder
1. Formula Standar
Desain Formula
SUSPENSI AMPICILLIN TRIHIDRAT
R/ Ampicillin trihidrat 3 g
Na-CMC 3,6 g (6%)
Sukrosa 0,3 g (0,5%)
SL 7,7 g (7%)
Etanol 5 ml (5%)
Leci Essence 0,4 ml (0,4%)
Methyl paraben 0,06 (0,1%)
Aquadest ad 100 mL
1. Alasan pemilihan bahan tambahan dan fungsinya dalam formula
- Na-CMC
Na-CMC digunakan sebagai suspending agent untuk mengurangi gaya
tarik menarik antar partikel terdispersi agar tidak mudah mengendap
- Methyl paraben
Methyl paraben digunakan sebagai bahan tambahan untuk
mengawetkan produk agar dapat bertahan lama dalam penyimpanan.
- Sukrosa
Sukrosa digunakan karena memiliki rasa manis yang paling nyaman
dan dapat menutupi rasa obat yang tidak enak, meskipun digunakan
dalam konsentrasi tinggi.
- Etanol
Etanol digunakan sebagai wetting agent untuk mempermudah partikel-
partikel tersuspensi kembali setelah mengendap.
- Saccharum lactis
SL digunakan sebagai zat pengisi.
- Leci essence
Leci essence digunakan sebagai pemberi aroma.
- Aquadest
Aquadest digunakan sebagai cairan pembawa, agar serbuk padat dapat
terdispersi dalam cairan pembawa.
DAFTAR PUSTAKA
Ashary, Lubna. 463-PHT Student Note. http://faculty.ksu.edu.sa/bquadeib/.../463-PHT%20Student%20note.doc diakses tanggal 7 April 2011 Depkes. 1979. Farnakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta Depkes. 1995. Farnakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta Ditemukan. 2011. Quality Control off Suppositories. Pharmpress.
www.pharmpress.com/files/docs/suppositories_sample.pdf diakses tanggal 13 April 2011
Reynolds, J.E.F. 1989. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty-ninth
edition. London. Syamsuni, H. A. 2007. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta