Top Banner
BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana (S1), atau Sarjana Humaniora (S. Hum) pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Disusun Oleh: AGUS RIDWIYANTO NIM : 107022001138 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432/ 2011 M
202

BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

Mar 12, 2019

Download

Documents

hadien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG

PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana (S1), atau Sarjana Humaniora (S. Hum)

pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Disusun Oleh:

AGUS RIDWIYANTO

NIM : 107022001138

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432/ 2011 M

Page 2: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

LEMBAR PENGESAIIAN

BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG

PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

Skripsi

Diajukan i(epada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana (Sl), atau Sarjana Humaniora (S. Hum)

pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Olph

AGUS RIDWIYANTONIMI 107022001138

Dosen Pembimbi

lnaSlEua!!a,14. Hum.NIP : 192302081998032001

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADEN DAN HUMANIORA

UNIVSRSITAS ISLAM NEGET{I SYARIF HIDAYATULLAI.I

JAKARTA

' t432t 201r M

'4_ \"

;., 1'::, t,.

Page 3: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

l

PENGBSAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "BATAVIA SEBAGAI KorA DAGANG PADAa\

ABAD .xvn SAMPAI ABAD xvIII". Telah diujikan dalam sidang

Munaqosyah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakafia, pada tanggal 2 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

pada Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam.

Ciputat, 2 Desember 20ll

Sidang Munaqosyah

n

wiw*^Drs. H; M. Ma'ruf Misbah. MANIP. 19s91222 199103 I 003

Anggota

Drs. H. M. Ma'ruf Misbah, MANrP. 19s91222 r99t03 I 003

reffi\ingr\1,/W

Imas Emalia. M. Hum

NIP: 1980208 199803 2 001

Sekretaris Merangkap Ahggota

l7 200501 2007

NIP. 19490706 t97109 I 001

Page 4: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan Ini Saya Menyatakan Bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli dari saya sendiri. Yang diajukan untuk

syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Humaniora dalam jenjang strata satu

(S1) di Fakultas Adab dan Humanora UIN Syarif Hodayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam kesatuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya,

atau merupakan dari jiplakan karya orang lain. Maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang Selatan, 2 Desember 2011

Penulis

Page 5: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

ABSRAKSI

Pelayaran dan perdagangan di kawasan Laut Jawa telah membawa angin segar

bagi pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Pantai Utara Jawa. Namun dari kegiatan

ekonomi-perdagangan yang telah berpengaruh terhadap penyebaran agama Islam di Jawa,

semisal Banten, Demak, Tuban dan lain sebagainya.

Kondisi ini, yang dialami oleh para pedagang di sekitar Laut Jawa. Mereka

berasal dari Arab, Cina, India, Persia, Turki atau dari Asia. Hal ini, disertai penyebaran

agama Islam dan adanya penguasa lokal. Hal ini, didorong dari simpati lalu-lintas

Muslim dan hingga menjadi persekutuan dalam menghadapi pedagang-pedagang asing

maupun dari Jawa di bidang perdagangan dan sarana transportasi. Akan tetapi, wilayah

Batavia tetaplah masih eksis sejak beberapa abad yang lalu sebagai wilayah perdagangan.

Pada masa awal pimpinan Jan Pierterszoon Coen, ia mencetuskan ide perluasan

perdagangan, awal abad XVII. Ternyata perluasan ini membawa dampak positif dan

negatif. Dampak positifnya adalah menciptakan perluasan perdagangan di Asia Tenggara

dengan ibu kota Batavia. Hal ini merupakan detik kemajuan bagi VOC (Belanda), Coen

berupaya ingin merencanakan dan membangun imperium yang mempunyai nilai

komersil di Asia Tenggara dengan ibu kota Batavia. Bagi Belanda sikap seperti itulah

adalah upaya untuk mengontrol perdagangan atas laut.

Besar kemungkinan, Batavia dianggap sebagai salah satu yang memiliki potensi

besar, dan dibantu dari kekuatan Belanda. Ini merupakan detik positif. Selain dari

dampak positif, juga membawa dampak negatif dalam bentuk memonopoli perdagangan,

karena adanya pembatasan ruang gerak perdagangan di Asia Tenggara khususnya; di

Batavia. Ditambah lagi munculnya krisis ekonomi yang berkelanjutan yang dialami oleh

Cina sehingga memunculkan pemberontakan yang dilakukan oleh Cina pada tahun 1740

di sekitar Batavia (Muara Angke-Jakarta Utara). Selain, monopoli yang dilakukan

Belanda menimbulkan prilaku buruk diaspek lini kehidupan. Sampai akhirnya pada

tanggal 1799 VOC mengalami collapse, karena hutang-hutang Belanda mencapai 134

gulden, sampai akhirnya VOC bangkrut oleh pemerintah Belanda dan akhirnya kongsi

dagang ini dibubarkan.

Page 6: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

ii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan doa dan syukur kepada Allah SWT, karena

Dialah satu-satunya pencipta yang berhak untuk mendapat pujian, dan Dia pula yang

selalu memberi nikmat atas semua hamba-hamba-Nya dan Dia pula sumber

kebahagiaan dan keselamatan, dan Dia pula sumber pemberi rezeki, sehingga kita

diberikan kekuatan untuk melakukan segala aktivitas untuk mendapatkan ridho dan

berkah dari-Nya.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, dan seluruh muslimin dan muslimat

yang selalu berusaha melanjutkan perjuangan dan cita-citanya.

Ketertarikan penulis menampilkan Batavia sebagai kota dagang dan kota

maritim ini dilatar belakangi upaya Coen ingin merencanakan dan membangun

imperium yang lebih luas dan mempunyai nilai komersial di Asia Tenggara dengan

ibu kota Batavia. Dan dipandang Batavia sebagai salah satu dunia perdagangan tidak

semata-mata, sebagai salah satu letak Batavia yang strategis dan selalu terbuka untuk

umum dalam perdagangan antar-Pulau, antar-Asia dan lain sebagainya.

Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang

membantu selama proses pembuatan skripsi ini, yaitu :

1. Ayahanda Bapak Sukino dan Ibunda Sutartini tercinta, Insya Allah dengan

segenap jiwa raga, penulis akan membuatmu bahagia dan bangga walaupun

penulis belum bisa membalas jasamu.

Page 7: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

iii

2. Ridwan Sudiro, S.IP Adalah sebagai kakak yang telah membatu biaya kuliah,

memberikan semangat untuk maju

3. Lismawarni Dewi, S. IP adalah istri dari Ridwan Sudiro yang telah membatu

memotivasi, mencari buku dan merupakan salah satu staff Perpustakaan

Utama

4. Bapak Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora, Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

menyetujui skripsi ini.

5. Bapak Drs H. M. Ma’ruf Misbah, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan

Peradaban Islam yang telah membantu dalam proses terlaksananya skripsi ini.

6. Ibu Sholikatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan

Peradaban Islam. yang telah membantu memproses skripsi ini.

7. Ibu Imas Emalia, M.Hum, selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah

banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan membimbing

kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

8. Zuhairi Misrawi yang telah meluangkan waktunya di rumah, untuk mengajari

penulis dalam segi penulisan.

9. Pimpinan dan seluruh staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Perpustakaan Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Imam Jama Lebak Bulus, Perpustakaan Ilmu Budaya (FIB)

Page 8: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

iv

Universitas Indonesia Depok, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI),

Perpustakaan Kementrian Pendidikan Nasional, Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia, Museum Bahari, Arsip Nasional Republik Indonesia

yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menggunakan fasilitas

kepustakaan sebagai referensi dalam penulisan ini.

10. H. Romli Sian Mair, Lc, Ustadz Rojalih Hasan, S.Pd dan selaku pimpinan

Cordova dan sekaligus inspirasi bagi penulis dan memberikan informasi serta

nasehat yang bermanfaat.

Demikian ucapan terima kasih penulis, semoga kebaikan dan ketulusan

mereka di balas oleh Allah SWT dengan pahala berlipat ganda. Terakhir semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi almamater dan bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya.

Amin ya rabbal alamin

Tangerang Selatan, 2 Desember 2011

Penulis

Page 9: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

v

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ................................................................................................... .i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8

D. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 9

E. Kerangka Teori .................................................................................... 10

F. Metode Penelitian ................................................................................ 12

G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 16

BAB II: PENGARUH PELAYARAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP

AGAMA ISLAM DI PULAU JAWA ABAD XVII-XVIII

A. Hubungan Perdagangan dengan Perkembangan Agama Islam di Pulau

Jawa ....................................................................................................... 18

B. Peranan Politik dalam Pelayaran dan Perdagangan

di Pulau Jawa.......................................................................................... 28

C. Dinamika Ekonomi Perdagangan ........................................................... 32

Page 10: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

vi

BAB III: PROFIL BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG

A. Peralihan Jayakarta ke Batavia ............................................................... 41

B. Batavia sebagai Kota Bandar Niaga ....................................................... 46

C. Batavia sebagai Kota Pelabuhan ........................................................... 55

1. Letak dan Fungsi Pelabuhan ............................................................. 55

1. 1. Letak Pelabuhan Batavia .......................................................... 55

1. 2. Fungsi Pelabuhan Batavia ........................................................ 56

1. 3. Bongkar Muat Barang .............................................................. 59

1. 4. Pemungutan Bea Cukai ............................................................ 62

D. Hubungan Pelayaran dan Perdagangan Masyarakat Batavia dengan

Dunia Luar………………………………………………....................... 64

BAB IV: KONDISI PERDAGANGAN MARITIM BATAVIA

A. Kondisi Perdagangan Maritim Batavia ................................................ 72

A. 1. Mobilitas Kapal dan Perahu .......................................................... 85

A.1.1. Kapal dan Tonase ...................................................................... 98

A.1.2. Kapal dan Perahu yang Pindah dengan Membawa

Isi Muatan Barang Dagangan ................................................. 100

A. 2. Perdagangan Batavia dari Darat hingga Laut ............................. 104

A. 3. Peranan Sungai Ciliwung bagi Pelabuhan Batavia .................... 107

A. 4. Perdagangan Asing ...................................................................... 112

Page 11: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

vii

A. 5. Batavia sebagai Pusat Perdagangan Internasional ....................... 114

B. Komoditas Ekspor dan Impor ................................................................. 119

C. Etnis Cina yang Berdagang .................................................................... 126

D. Etnis Arab yang Berdagang.................................................................... 130

E. VOC Collepse ......................................................................................... 143

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 146

DAFTAR SUMBER .............................................................................................. 153

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 163

Page 12: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayaran dan perdagangan di kawasan Laut Jawa diartikan sebagai salah

satu persilangan lalu-lintas pelayaran dan perdagangan dari aktivitas jantung

perdagangan Nusantara. Posisi Laut Jawa dikelilingi oleh Samudra Hindia dan

Samudra Pasifik. Menurut Houben, Laut Jawa tidak saja sebagai laut utama bagi

Indonesia, tetapi juga merupakan laut inti bagi Asia Tenggara.1 Di kawasan Laut

Jawa telah ada jalinan hubungan dagang sebelum datangnya bangsa Barat. Laut

Jawa ditempatkan sebagai salah satu aktivitas berlayar dan berdagang dengan

tujuan menyusuri Pantai Utara Jawa.

Hal ini memberi sinyal positif bagi peranan yang amat penting di Pantai

Utara Jawa dan aktivitas perdagangan di sekitar Laut Jawa. Seringkali masih

dapat dilihat aktivitas berlayar dan berdagang hingga sampai saat ini. Jadi dapat

dikatakan, Laut Jawa merupakan Mediterranean Sea bagi Nusantara.2 Di sini

terlihat jelas mengenai peranan penting bagi kawasan Laut Jawa dan mempunyai

kedudukan tersendiri di Kepulauan Nusantara atau bahkan bagi Asia Tenggara

pada umumnya. Tentu saja Laut Jawa merupakan jembatan yang menghubungkan

berbagai daerah-daerah, yang berada di sepanjang Pantai Utara Jawa. Baik dalam

1 V.J.H. Houben, H.M.J. Maier and W. van der Molen, (ed), Looking in Odd Mirrors: The

Java Sea (Leiden: Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Asië en Oceanië Leiden Universiteit,

1992), hlm. viii. Kajian Asia Tenggara sebagai suatu entitas dapat dilihat pada Anthony Reid, Asia

Tenggara Kurun Niaga 1450-1650, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal.3-4 2 Anthony Reid, op. cit., hal. 3

Page 13: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

2

kegiatan berlayar maupun dalam kegiatan berdagang, hingga terjadinya

perkembangan penyebaran agama Islam dan adanya penguasa lokal.3

Penyebaran agama Islam yang telah memainkan peranan penting bagi

pelayaran dan perdagangan di kawasan Laut Jawa. Situasi ini yang memunculkan

perkembangan pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Pantai Utara Jawa, seperti :

Banten, Sunda Kalapa, Demak dan sebagainya. Selain itu juga para pedagang

yang berasal dari Arab, Cina, India, Persia, Turki atau dari Asia lainnya.

Selanjutnya, dengan datangnya orang Eropa melalui jalur laut yang diawali

oleh Vasco da Gama (Portugis), pada tahun 1497-1498 yang telah berhasil

berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Harapan (Cape Town) di ujung

Afrika Selatan.4 Termotivasi bangsa Eropa untuk berdagang ke seberang lautan

yang melewati Afrika ke India; yang dilanjutkan ke Asia Tenggara, Cina, dan

Jepang. Pelayaran dan perdagangan mempunyai arti sebagai suatu perluasan

hubungan antara Timur dengan Barat. Ketika saatnya, orang Eropa datang ke

Nusantara seperti Portugis, yang kemudian disusul oleh bangsa Spanyol, dan

Belanda. Bangsa Portugis datang ke Nusantara memiliki tiga motivasi yaitu;

sebagai petualang, ekonomi, dan agama. Berbeda dengan bangsa Belanda yang

mempunyai dua motivasi yaitu, ekonomi dan petualang.

3 Hans-Dieter Evers, “Tradisional trading networks of Southeast Asia”, dalam Archipel

35 (1988) 92. Karya yang sama dapat juga dilihat pada Hans-Dieter Evers, “Traditional trading

networks of Southeast Asia” [Working Paper No. 67] (Bieleveld: University of Bielevel, 1985),

hlm. 5-6. dalam Singgih Tri Sulistiyono, Konsep Batas Negara Di Nusantara Kajian Historis‟‟

(Yogyakarta; Hasil penelitian yang dibiayai oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro,

2009), hal. 225

4 Singgih Tri Sulistiyono, op. cit., hal. 225

Page 14: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

3

Pada tahun 1602 VOC datang ke Nusantara, merupakan penggabungan

enam (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft,

Hoorn dan Rotterdam. Setelah Compagnie van Verre yang berpangkal di

Amsterdam menyelenggarakan ekspedisi pertama 5 yang di pimpin oleh Cornelius

de Hautman bersaudara tahun 1596 pertama kali tiba di Banten, mereka disambut

dengan sangat ramah setelah mendaratkan kapal dagang di Pelabuhan Banten,6

kemudian disambut oleh penguasa-penguasa Banten.

Namun dengan adanya persaingan dagang dengan pihak setempat,

kemudian Belanda merebut Jayakarta pada tahun (1619).7 Menurut data sejarah,

di bawah pimpinan Jan Piterszoon Coen, para pedagang (Arab, Cina, Persia,

India, dan lain sebagainya) sudah terbiasa dengan perdagangan bebas.8

Setelah Jayakarta berganti nama menjadi Batavia, kemudian Belanda

berkuasa penuh atas wilayah tersebut. Perkumpulan dagang „atau‟ VOC di

Batavia membangun pelabuhan dengan menyediakan bandar di Pelabuhan

Batavia. Pelabuhan Batavia menyediakan Syahbandar untuk menarik bea dan

cukai hingga jumlah barang dagangan dapat diketahui dan dicatat di dalam negeri

Batavia. Hal tersebut sebagai tindakan pengawasan barang-barang dagangan yang

ke luar-masuk di Pelabuhan Batavia. Selain itu, Batavia dapat menjalin hubungan

5 Onghokham, „‟Kelas Penguasa Menerima Kolonialisme‟‟ dalam Prisma, No. 11, 1984

tahun XIII 6 Prof. Dr. Adrian. B Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17

(Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hal. 90 7 Bernard H. M. Vlekke, Nusantara: Sejarah Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2008),

hal. 37-40

8 Susan Abeyasekere, Jakarta A History, (Oxford Newyork: Oxford University, 1987),

hal. 8

Page 15: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

4

dagang dengan pihak asing agar dapat menjalin akses perdagangan maritim

hingga ke luar negeri.

Situasi ini yang memunculkan aktivitas perdagangan yang memiliki corak

maritim, dan hal ini bukanlah sekedar perkara baru bagi masyarakat dalam negeri

dan masyarakat luar negeri. Kegiatan perdagangan maritim di Batavia menjadi

pusat perhatian bagi dunia perdagangan. Kegiatan perdagangan maritim

merupakan warisan dan penerus ekonomi orang Pribumi dan Melayu yang telah

berjalan berabad-abad silam. Batavia dikenal sebagai penggerak roda ekonomi

dan pantai yang berdekatan dengan Selat Sunda yang mempunyai nilai lebih dan

istimewa dan didukung dengan Sungai Ciliwung.

Semenjak itu, hubungan dagang mulai berkembang dan bertambah dari

jumlah barang dagangan yang diangkut oleh kapal dagang dan perahu dagang

yang merapat di Pelabuhan Batavia. Hal ini kemudian yang menjadi karakter yang

kuat dalam dunia perdagangan. Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat

simpati dari dunia luar. Selain itu, juga sebagai unsur yang penting dalam

menciptakan keramaian dalam hal perdagangan, dan didukung dengan keberadaan

kawasan niaga di Pasar Ikan yang menjadi besar di Indonesia. Semenjak itu

Belanda semakin memiliki peranan penting dan kekuatan di Batavia yang

difungsikan sebagai salah satu tempat transaksi barang-barang dagangan antar-

bangsa, baik asing ataupun lokal.

Belanda menyediakan kapal dagang untuk mengangkut barang dagangan

dari Pulau Jawa ataupun yang di tuju ke Pelabuhan Batavia. Hal tersebut sebagai

bentuk usaha untuk ingin memajukan perdagangan Batavia. Pemerintah Batavia

Page 16: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

5

yang diperkuat oleh Belanda kemudian mendominasi perdagangan dari dalam

negeri maupun luar negeri. Perhimpunan dagang Belanda atau VOC telah

membangun pos dagang di Batavia untuk memperlancar jalannya distribusi dan

kegiatan ekonomi di Asia Tenggara. Dengan demikian, perdagangan membawa

dampak yang positif bagi ekonomi Batavia. Perdagangan maritim telah

berpengaruh di tubuh VOC. Hal ini telihat jelas bahwa perdagangan maritim akan

menambah pesat dengan kedatangan pedagang-pedagang asing yang tiba di

Pelabuhan Batavia.

Pada abad XVII, Pelabuhan Batavia telah berhasil tumbuh dan

berkembang dengan kedatangan bangsa-bangsa asing di Pelabuhan Batavia baik

yang didukung dari kalangan pedagang-pedagang dalam negeri ataupun luar

negeri.9 Pelabuhan Batavia telah berhasil tumbuh menjadi lebih padat di

Indonesia. Bagi para pedagang kota ini memiliki arti khusus, terutama dalam

perdagangan maritim.

VOC di Batavia, telah mendominasi kekuasaannya pada abad XVII,

bahkan mendapatkan julukan Koningin van het Oosten (Ratu dari Timur)10

hal ini

disebabkan karena, memiliki letak yang strategis, baik geografis ataupun lalu-

lintas persilangan dunia perdagangan yang bercorak maritim dan memiliki arti

pertumbuhan dalam hal komoditas andalan, seperti rempah-rempah, yang

memiliki nilai yang cukup tinggi di pasar dagang dunia.

9

Lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en

Raden van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 37 10

Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Djambatan, 1996),

hal. 7

Page 17: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

6

Situasi tersebut menjadi keuntungan besar bagi Belanda di Batavia dan

faktor itulah yang menjadi salah satu unsur yang memiliki potensi besar dalam

memperkuat aktivitas perdagangan. Sejak masa Jan Piterszoon Coen, ia seorang

pegawai Belanda, yang dianggap lebih piawai dalam menjalankan roda ekonomi

dan berani tampil menjalankan perdagangan maritim. Hal ini didasari oleh

pendapat Coen yang ingin mensejahterakan bangsa Belanda dan orang Belanda

yang mempunyai hak legal untuk meneruskan perdagangan ini dan bahkan

memonopoli perdagangan di Batavia.11

Pada abad XVIII, kejatuhan harga barang dagangan tidak terkendali lagi, 12

sehingga, persediaan barang dagangan semakin berkurang. Hal ini sebagai

kendala yang dihadapi oleh pedagang dalam negeri maupun luar negeri. Tetapi

kecenderungan Belanda pada saat itu mengekang pedagang Cina di Batavia,

karena dianggap pandai memainkan penjualan barang dagangan, di sisi lain

terjadinya monopoli barang dagangan secara besar-besaran di tubuh VOC yang

terus meluas, serta korupsi yang melibatkan para pegawainya.

Situasi tersebut menjadi awal penyebab kejatuhan VOC di Batavia sehingga

tidak berjalan dengan optimal, dan persoalan ini juga yang menjadi collepse

dalam dunia perdagangan. faktor lain adalah kurangnya tindakan dari pihak

Pemerintah Betavia dalam mengontrol monopoli ekonomi-perdagangan antar-

Pulau, antar-penjual dan pembeli.13

11

Bernard H. M. Vlekke, Nusantara : Sejarah Indonesia, seri terj., (Jakarta: PT

Gramedia, 2008), hal. 149 12

Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 231-232

13

Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 231-234

Page 18: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

7

Kekacauan dalam dunia perdagangan di tubuh VOC juga akibat dari adanya

kejadian pembunuhan orang-orang Cina oleh Belanda sehingga dapat merusak

citra Belanda. Saat itulah, dapat dikatakan Cina punya keinginan untuk

menaklukan Batavia secara mendadak.14

Karena pada 1740 Cina dibatasi dari

ruang gerak aktivitas dalam berdagang.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tampilnya Batavia sebagai dunia perdagangan tidak semata-mata sebagai

salah satu letak Batavia yang strategis dan selalu terbuka untuk umum dalam

perdagangan antar-Pulau, antar-Asia dan sebagainya. Hal ini dapat dikatakan

Batavia berada pada posisi persilangan yang menjalin hubungan dagang di Asia

Tenggara.

Sesuai dengan fokus bahasan dalam skripsi ini, yaitu ekonomi dengan

menggambarkan Batavia sebagai kota dagang. Maka hal pokok yang harus

dijadikan pijakan adalah bahwa Batavia haruslah yang dipandang sebagai tempat

menimbun dan tukar-menukar barang dagangan yang dikaitkan dengan kebijakan

pemerintah Batavia pada Abad XVII-XVIII yang diperkuat oleh Belanda,

terutama dalam hal ekonomi-perdagangan, dan memberikan kesan penekanan

pada Pelabuhan Batavia.

Selain itu, masyarakat Batavia sangat mengandalkan aktivitas berlayar dan

berdagang. Sehingga nampak fungsi Batavia sebagai kota dagang dan kota

maritim. Namun demikian, haruslah pula dipahami bahwa kenyataannya

hubungan dagang di Batavia, dan juga di kota-kota lainnya di Nusantara, tidaklah

14

Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 20

Page 19: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

8

berdiri sendiri. Hal itu menjadi alasan utama agar dapat di fokuskan, pada hal-hal

yang terikat dengan seputar perdagangan yang meliputi: keadaan perdagangan,

komoditas barang dagangan, transaksi dan pelaksanaannya.

Untuk itu agar pembatasan tidak melebar, maka penulis batasi pada

lingkup masalah, mengenai Batavia sebagai kota dagang. Adapun masalah waktu

yang dibatasi pada abad XVII sampai XVIII. Dari uraian pembatasan tersebut

maka rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang mendukung Batavia sebagai pusat

perdagangan ?

2. Bagaimana peranan Batavia sebagai kota dagang ?

3. Komoditas apa saja yang diperjual-belikan di bandar niaga dan di

pelabuhan di Batavia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

1. Penelitian mengenai Batavia sebagai kota dagang pada awal pertumbuhan dan

perkembangan dalam dunia perdagangan dimaksudkan untuk mengetahui

profil kota Batavia sebagai center of change dan center of integrasion.

2. Untuk mengetahui perjalanan sejarah VOC atau Belanda, khususnya di Batavia

yang pernah dijadikan pusat perdagangan.

3. Untuk mengetahui keadaan etnis Cina di Batavia yang menjadi pesaing dalam

ekonomi perdagangan.

Page 20: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

9

2. Manfaat Penelitian

1. Untuk memenuhi Syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana (S1), ataupun

Sarjana Humaniora (S. Hum) pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.

2. Untuk memberikan Informasi tentang sejarah pelayaran dan perdagangan di

Pulau Jawa.

3. Untuk memberikan informasi tentang Sejarah perekonomian di Batavia baik

kemajuan hingga collepse atau kejatuhan.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam bukunya D. G. E Hall Sejarah Asia Tenggara, Jan Pieterszoon

Coen adalah salah satu pendiri dari Kerajaan Belanda di Hindia Timur. Menurut

rencana, dia ingin menjadikan Batavia sebagai salah satu pusat perdagangan besar

dunia yang didasarkan pada penguasaan sepenuhnya atas laut. Dia belum

menghadapi perluasan kekuasaan teritorial yang luas manapun dan tidak tertarik

pada masalah-masalah politik pedalaman Jawa. Teritorial menurut pandangannya,

ingin menguasai pulau-pulau di Maluku. Bagian lain yang didominasi terdiri dari

daerah-daerah perdagangan yang diduduki dan memperkuat hubungan dan

dilindungi oleh kekuatan dilaut yang belum nampak.15

Dalam bukunya Bernard H. M. Vlekke Nusantara : Sejarah Indonesia,

Coen mempunyai rencana untuk membangun imperium komersil yang besar di

Asia dengan ibukotanya Batavia, dia tidak tertarik sama dengan perkembangan

politik di pedalaman Kepulauan Indonesia. Baginya hanyalah mempertahankan

beberapa posisi Belanda yang ingin dia bangun dan mengontrol total atas laut.

15 D. G. E Hall, Sejarah Asia Tenggara, seri terj., (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal.

273

Page 21: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

10

Tapi masih banyak yang kurang jelas dalam rancangannya. Dia tidak bisa

menjelaskan bagian mana dari perniagaan besar di Asia itu, yang akan

diperuntukkan bagi perkumpulan dagangnya dan bagian mana untuk

pemukiman.16

Dalam bukunya Van Leur Indonesia Trade and Society, dijelaskan bahwa

migrasi ke Laut Jawa sangat beragam. Hal ini timbul karena selain karena

bertambahnya imigran dari daerah lain yang seringkali menduduki daerah pesisir

Batavia. Sehingga, hal inilah yang memiliki orietasi dagang yang telah berperan

secara aktif dalam percaturan perdagangan di Indonesia. Akan tetapi karena

adanya pengaruh campur tangan Belanda, maka Batavia menjadi lebih

dominan.17

E. Kerangka Teori

Di Jawa, Islam telah berkembang seiring dengan kehadiran orang berlayar

dan berdagang, seperti para pedagang dari Arab, Gujarat dan Cina melalui jalur

laut sekitar abad XV, namun H.J De Graaf dan TH. Pigeaud dalam bukunya

Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram abad

XV & XVI yang disinyalir besar kemungkinan pada abad XV & XVI.

Di Jawa sudah ada orang Islam yang menetap memakai jalur pelayaran dan

perdagangan yang menyusuri pantai Timur Sumatra hingga bergerak ke Perairan

Utara Jawa yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu, sehingga mereka sempat

singgah di sepanjang Pantai Utara Jawa, karena di sepanjang Pantai Utara Jawa

16 Lihat Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 152

17 Lihat J. C. Van Leur, Indonesia Trade and Society Lessay in Asian Social and

Economic History, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), hal. 403-405

Page 22: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

11

sangat baik sebagai pusat penyebaran Islam, hubungan politik, dan ekonomi-

perdagangan.18

Dalam beritanya Tome Pires, ia telah meyakini pesatnya lalu-lintas

pelayaran dan perdagangan di pesisir Laut Merah, menuju Ceylon (Sri Langka)

yang kemudian menyebar tiga jalur pelayaran :19

Pertama: Jalur pelayaran Laut Merah terus menuju perairan terdekat sampai ujung

Sumatra, yaitu; Pulau We dan Sabang. Lalu, melanjutkan pelayaran ke Selat

Malaka.

Kedua: Jalur pelayaran dari Ceylon (Sri Langka) melalui perairan laut menuju

ujung Sumatra, lalu kemudian menyusuri selat Malaka, dan berlabuh ke Batavia.

Ketiga: Jalur pelayaran dari Ceylon (Sri Langka) yang melewati Laut Hindia, lalu

kemudian menyusuri pesisir Barat Sumatra, dan berlabuh di Pulau Nias, dengan

mendapatkan komoditas setempat, kemudian melanjutkan pelayaran di perairan

Selat Sunda.20

Dalam pendekatan tersebut, penulis mengupayakan dengan melihat konteks

dari tingkat dalam negeri hingga ke luar negeri. Di samping itu, perdagangan

maritim antar-Asia dan Eropa masih memiliki hubungan yang sangat erat dalam

serangkaian pembukaan jalan perdagangan yaitu jalur sutera melalui jalan laut.

Hal ini berarti, telah digunakan pelayaran dan perdagangan di jalan laut,

18

Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa:

Peralihan dari Majapahit ke Mataram, seri terjemahan . (Jakarta: Grafite Pers, 1986), hal. 13

19

Armando Cortesao (ed), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the east

from the Red Sea to Japan; Written in Malacca and Indiain 1512-1515. 2 jilid, (London: Hakluyt

Society, 1967), hal. 229

20

Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 229

Page 23: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

12

sebagaimana telah ada jalan menuju ke selat Malaka yang di tuju ke selat Sunda,

hingga kemudian Belanda datang ke Batavia.21

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan sejarah merupakan hasil rekontruksi imajinatif terhadap

masa lampau dengan melalui proses intelektual pada metode-metode sejarah.

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan multi-dimensional.

Dengan menggunakan pendekatan multi-dimensional diharapkan dapat

memberikan gambaran sejarah menjadi lebih utuh dan menyeluruh sehingga

dihindari kesepihakan atau determinatisme. Karena hubungan antara suatu aspek

memberikan pengaruh terhadap aspek lainnya.22

Dalam penelitian tersebut, penulis berusaha mendeskripsikan atau

menggambarkan suatu peristiwa yang menyertainya dalam kondisi yang terjadi di

Indonesia masa lampau. Pada tahap selanjutnya, penulis berupaya merekontruksi

yang terkait „‟ Batavia Sebagai Kota Dagang pada abad XVII Sampai XVIII‟‟.

Pada tahap awal: penulis menuangkan ide dan gagasan yang terdapat di dalam

karya ilmiah ini. Kemudian penulis melakukan tahapan heuristik, yaitu suatu

tahapan atau kegiatan untuk menemukan dan menghimpun sumber-sumber atau

data-data informasi.

Hal ini yang mendukung dari tahapan awal, kemudian penulis melanjutkan

ke arah metode penelitian pustaka „atau‟, „‟Library Research‟‟, untuk

mengunjungi berbagai perpustakaan, seperti Perpustakaan Utama UIN Syarif

21

Lihat Fernand Brundel, Cilivilization and Capitalism: 15 – 18 Century, Volume II: The

Wheels of Commerce, (Collins/Fontana Press, London, 1998), hal 392

22

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dan Metode Sejarah, (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1992). Hal 87

Page 24: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

13

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Perpustakaan Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Iman Jama Lebak Bulus, Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya (FIB) Universitas Indonesia Depok, Perpustakaan Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

(PNRI), dan Perpustakaan Kementrian Pendidikan Nasional. Penulis berusaha

mengumpulkan buku, menyeleksi buku-buku atau bahan-bahan sebagai pedoman,

dan mereview buku dengan cara membedah isi buku yang terkait dengan karya

ilmiah ini.

Selain itu, penulis melakukan penelitian dengan cara mencari atau melacak

sumber primer, penulis mengupayakan dan mengunjungi Perpustakaan Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perpustakaan Nasional RI dan Arsip Nasional

RI untuk menemukan sumber primer seperti membaca dokumen-dokumen

pemerintah yang berupa Arsip Nasional RI tentang Surat kepada para direktur

VOC, 10 Desember 1616, Colenbrander, Coen, 1: 245, membaca koleksi

Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge

Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, juga mendatangi Arsip Nasional RI, dan

membaca tentang Batavian Journal, 20 Agustus , Jakarta, 2001.

Untuk tahapan yang kedua, penulis menggunakan sumber sekunder, penulis

juga mendapati Makalah Mundardjito yang disampaikan dalam Seminar

Arkeologi Maritim, Perlunya dalam Pengembangan Kurikulum, Jum'at 15

Februari 2008, dari Departemen Arkeologi dan Program Arkeologi, Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya Indonesia, Universitas Indonesia dan Mona Lohanda dalam

Page 25: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

14

bukunya yang berjudul‟‟ The Kapitan Cina Of Batavia 1837-1942‟‟ (1996).

Selain itu penulis mendapati makalah Didik Pradjoko, „‟Pokok-pokok

Kajian Peradaban Masyarakat dan Sejarah Kebudayaan Indonesia‟‟, sebagai

Bahan Perkuliahan Etnografi Indonesia pada FIB UI Depok, juga membaca Tesis

Didik Pradjoko dalam Perpustakaan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,

Universitas Indonesia, yang berjudul ‟‟Pelayaran, Perdagangan dan Perebutan

Kekuataan Politik dan Ekonomi di Nusa Tenggara Timur: Sejarah Kawasan Laut

Sawu Pada Abad Ke XIII-XIX‟‟(2007). Juga saya dapati buku Prof. Dr. Adrian. B

Lapian, berjudul „‟Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad XVI dan XVII

„‟(2009).

Terkait dalam buku-buku ilmiah yang ada, selain itu penulis juga

membaca artikel ilmiah dalam jurnal, maupun tentang „‟Sejarah Organisasi

VOC‟‟ yang terkait dengan bidang perdagangan.

Setelah itu data-data terkumpul, melalui verifikasi untuk digunakan sebagai

rujukan utama dalam upaya-upaya mendeskripsikan seputar tentang tema-tema

yang akan diangkat. Data utama yang kemudian dianalisa kembali oleh penulis

sesuai data-data yang berhubungan dengan sejarah Batavia sebagai kota dagang.

Perdagangan dianggap lebih dominan dan memiliki potensi besar bagi kemajuan

dunia perdagangan dan sisi lain terjadinya collapse.

Page 26: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

15

Untuk tahapan kritik, penulis berupaya keras melakukan penyelidikan,

pencacatan, menganalisa dan kemudian diuji secara keabsahannya tentang

keaslian sumber (otentitas) melalui kritik intern dan ekstren.23

Tahapan selajutnya adalah Interprestasi. Pada tahapan ini merupakan

tahapan menafsirkan mencatat fakta-fakta serta menetapkan makna yang saling

berhubungan dari mulai fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, sehingga

diperoleh data atau keterangan dari permasalahan.

Kemudian berlanjut pada tahapan terakhir adalah Historiografi, sebagai

upaya penulisan sejarah secara berurutan melalui satu rangkaian heuristik,

verifikasi dan interprestasi. Historiografi merupakan tahapan terakhir sebagai

salah satu cara untuk mengurutkan secara sistematik yang diatur sesuai

buku„‟pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)‟‟.24

Dalam

tahapan historiografi ini, penulis berusaha menyusun cerita kembali dalam bentuk

sejarah sesuai rangkaian urutan peristiwa, berdasarkan kronologi kejadian yang

terkait.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis

yaitu,25

suatu cara untuk mencari akar permasalahan dan mencari jalan keluar dari

permasalahan itu dengan cara menguraikan, menafsirkan, mencatat, dan

melanjutkan proses analisa data-data yang telah diperoleh. Hal ini yang kemudian

memudahkan proses untuk pengetikan.

23

Lihat Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Yayasan Universitas Indonesia,

1975), hal. 58-59 24

Lihat Hamid Nasuhi. dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi). Jakarta : CeQDA (Center for Quality Development and Assurance ) Universitas Islam

Negreri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007 25

Lihat Louis Gottschalk, op. cit., hal. 30

Page 27: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

16

G. Sistematika Penulisan

Penulis akan membagi penulisan skripsi ini dalam lima bab, dan masing-

masing bab terdiri dari beberapa bab sebagai berikut:

Bab pertama dalam skripsi ini adalah bab pendahuluan yang berisikan

uraian latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab dua, berisikan uraian pengaruh pelayaran dan perdagangan terhadap

agama Islam di Pulau Jawa, berisikan tentang peranan perdagangan dengan tujuan

menyebarkan agama Islam terkait adanya tokoh Islam baik ulama maupun

bangsawan, yang berpengaruh terhadap pelayaran dan perdagangan di Jawa.

Politik yang dibicarakan disini, terkait dengan ulama dan bangsawan yang

menjalin hubungan politik pada masa kekuasan Demak yang telah menjelma

menjadi kekuatan besar yang sudah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan

Islam lainnya, dan keterkaitan ekonomi–perdagangan yang berhubungan dengan

kota-kota pelabuhan di Pantai Utara Jawa, semenjak kekuasaan kerajaan Demak.

Bab tiga, mengenai profil Batavia sebagai kota dagang membahas tentang

peralihan kekuasaan pada masa Tubagus Angke seorang pemimpin Syahbandar

Jayakarta yang dilanjutkan masa pimpinan Jan Piterszoon Coen seorang Gubernur

Jenderal VOC, kemudian Batavia menjadi bandar niaga yang strategis bagi Asia

Tenggara. Semenjak, Batavia menjadi kota pelabuhan, di Pelabuhan terdapat

Aktivitas Bongkar Muat Barang Dagangan yang diupayakan oleh Syahbandar,

Page 28: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

17

dan Gubernur Jenderal Belanda yang berperan dari pemungutan Bea dan Cukai di

Pelabuhan. Serta adanya dukungan hubungan masyarakat dengan dunia luar.

Bab empat, kondisi perdagangan maritim Batavia yaitu Menjelaskan tentang

kondisi perdagangan maritim Batavia yang meliputi: perdagangan Batavia dari

darat hingga laut, kemudian jejak- jejak sejarah Sungai Ciliwung, perdagangan

asing, Batavia sebagai pusat perdagangan internasional, komoditas ekspor, impor

di Batavia, dan etnis Cina yang berdagang.

Bab lima, membahas penutup yang merangkum semua pembahasan yang

telah dijelaskan dan ditampilkan dalam bentuk kesimpulan.

Page 29: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

18

BAB II

PENGARUH PELAYARAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP AGAMA

ISLAM DI PULAU JAWA ABAD XVII-XVIII

A. Hubungan Perdagangan dengan Perkembangan Agama Islam di Pulau

Jawa.

Pada tahun 30 Hijriah atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun

dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim

delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri.

Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman

ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian,

tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di

pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan

Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi

abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.1

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum

secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah

yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam

pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan

bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak

orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah,

1 http://www.rinduallah.com/dawah/sejarah (Dikunjungi tanggal 17 Desember 2011).

Page 30: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

19

pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H /

1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi‟i. Adapun

peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di

Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya

adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada

makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan

Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan

makam para pedagang Arab.2

Pada masa ini pedagang Nusantara sudah menjadi pelaut sekaligus

menjadi pedagang utama di wilayah Timur jauh. Komoditas perdagangan andalan

Nusantara adalah rempah-rempah dan kayu damar. Kerajaan-kerajaan di

Nusantara yang pada masa ini mengalami masa kejayaan dalam dunia pelayaran

dan perdagangan antara lain Kerajaan Hindu Tarumanegara di Jawa Barat pada

abad V M yang sudah menjalin hubungan perdagangan sangat baik dengan bangsa

India dan Cina dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra pada abad VII M dengan

angkatan lautnya yang mendominasi jalur perdagangan laut melalui Asia

Tenggara di Selat Malaka.3

Jauh kebelakang sebelum kedatangan bangsa Portugis atas sebelum abad

XVI Masehi, pelabuhan Sunda Kalapa. Boleh dikatakan, bahkan Sunda Kalapa

banyak didatangi kapal-kapal yang berlayar sangat jauh dari penjuru negeri.

2 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

& XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007).

hal. 3 dan 4

3 Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, (Jakarta, Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008), hal. 6

Page 31: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

20

Bandar terpenting dari Kerajaan Pakuan Pajajaran, tidak dipastikan dengan ilmu

pelayaran dan perdagangan yang memadai. Bahkan tidak hanya dari berbagai

macam daerah yang telah mengekalkan kawasan Asia Tenggara, hal inilah yang

menjadi pesat dengan kedatangan orang Palembang, Tanjungpura (Kalimantan

Selatan), Maluku, Gowa (Makasar), dan Madura tetapi juga berbagai kapal

berdatangan baik negara di Asia maupun kawasan Timur-tengah sekalipun,

semisal; Cina, Arab, Persia dan Ryuku (Jepang).

Kedatangan kapal-kapal ini tidak hanya untuk kepentingan perdagangan

saja, melainkan sebagai salah satu yang memiliki menyebarkan agama Islam.

Negara-negara Asia seperti Cina dan India telah banyak mengirimkan pendetanya

dari dan ke Nusantara yang ikut serta dalam pelayaran di Nusantara. Negara-

negara Timur-tengah seperti; Arab, Persia, dan Turki pada abad XIII M, dalam

pelayarannya ke Nusantara selain pedagang-pedagang yang memiliki misi untuk

menyebarkan agama Islam.4 Hal ini karena, jalan pelayaran dan perdagangan di

jalur laut yang menyusuri Pantai Timur Sumatra melalui Laut Jawa ke Nusantara

bagian Timur Jauh sudah ditempuh sejak zaman dahulu. Para pedagang yang telah

beragama Islam, dalam perjalanannya telah singgah di banyak tempat, karena

pusat-pusat pemukiman di Pantai Utara Jawa ternyata lebih tepat.

Salah seorang yang terkenal dan tertua di antara para penyebar agama

Islam di Pulau Jawa adalah Raden Rahmat dari Ngampel Delta. Ia diberi nama

sesuai kampung halamannya yaitu Sunan Ampel. Sejak dahulu dalam hal

pelayaran dan perdagangan di Jawa Timur, Raden Rahmat telah berhubungan

4 Lihat Anwar Ibrahim, dkk, Islam Di Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 78-79

Page 32: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

21

dagang dengan tokoh dari Negeri Campa.5 Setelah Raden Rahmat bersama putera

seorang dâ‟î Arab di Campa, pedagang Muslim memperoleh kesempatan baik di

istana Majapahit, hingga kemudian tersebar luas. Raden Rahmat memegang peran

penting dalam aspek perniagaan besar yang sangat penting dalam menyebarkan

agama Islam di Pulau Jawa dan dipandang sebagai pemimpin wali sanga dengan

gelar Sunan Ampel.

Sejarah Campa disebut di dalam Hikayat Hasanudin versi Banten. Dalam

hikayat tersebut, bahwa Kerajaan Campa (Kamboja) sudah ditaklukan oleh „‟Raja

Koci‟‟ Campa, akibat adanya serangan Cina terhadap Vietnam pada tahun 1471.

Besar kemungkinan pedagang Muslim tersebut, telah datang ekspedisi besar

melalui jalan laut sebagai jalan utamanya guna menyusuri selat Sunda dan

dilanjutkan ke Pantai Utara Jawa, setelah perjalanan pelayaran dan

perdagangannya hingga diluruskan ke daerah yang di tuju yaitu Surabaya. Untuk

mencari dukungan dan perlindungan orang-orang Muslim, sehingga jumlah

pedagang Muslim dan masyarakat Pribumi, Melayu, Cina mereka akan bertambah

dan berkumpul di tempat tinggal Raden Rahmat yang berpusat di daerah Ngampel

Delta.6 Raden Rahmat bersama saudaranya, Raja Panjita, berangkat berlayar dan

berdagang melewati rute perjalanan dari Negeri Campa ke arah Jawa Timur pada

tahun 1471, sambil menyebarkan agama Islam.

Karena itu, sekali lagi kita dapatkan bagian Timur Pulau Jawa menjadi

persimpangan jalur laut, berhubungan dengan Gujarat maupun indo-cina, sebagai

petunjuk telah ada golongan menengah kaum pedagang.

5 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam Pertama: Kajian

Sejarah Politik Abad XV dan XVI, seri terjemahan, op. cit., hal. 23 6 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23

Page 33: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

22

Bahkan Sunan Giri pada masa mudanya adalah anak angkat Nyai Gede

Pinatih, seorang isteri pedagang asing yang sudah berusia lanjut yang telah

mengadakan pelayaran dan perdagangan ke arah Tanjung Pura (Kalimantan

Selatan) dan Lawe (Kalimantan Selatan). Ki Gede Pandan Arang yang bekerja

sebagai penjual beras, berdakwah agama Islam. Sunan Kalijaga mengungkapkan

pendapatnya mengenai orang yang menyamar sebagai penjual alang-alang adalah

benar Ki Gede Pandan Arang. Semenjak itu, telah ada dugaan bahwa di dalam

Kerajaan Majapahit di banyak tempat terdapat pasar perniagaan besar yang

membentuk pusat hubungan dagang dan ke Islaman ke pelosok-pelosok

pedalaman yang hendak menyusuri Sungai Brantas. Ini merupakan bukti yang

telah menunjukkan secara tepat bahwa di pedalaman Majapahit telah ada

pedagang-pedagang kecil hingga besar di sekitar Sungai Brantas yang di tuju ke

daerah pedalaman Majapahit.

Dalam buku Pigeaud, Java,7 didapatkan perhatian secara khusus bahwa

pada abad XIV dan awal abad XV, yang banyak terlibat bukan hanya orang-orang

Jawa yang berpengaruh besar terhadap pedagang Muslim dengan hadirnya jalan

lintas menuju pedalaman. Mereka ialah yang berasal dari keluarga pedagang Cina

(Indocina), yang sejatinya mempunyai misi berdagang dan mengislamkan

penduduk setempat baik perorangan maupun kelompok. Dalam tradisi Jawa,

diungkapkan ada seorang adi pati, bawahan raja di Terung (Sungai Brantas) telah

memiliki darah keluarga Cina, yang melantik menjadi Imam pertama di Masjid

tua di Ngampel Delta. Di sini terlihat jelas, bahwasannya telah ada hubungan

7 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23

Page 34: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

23

Islam antar golongan menengah, dengan diikuti pedagang-pedagang yang

beragama Islam, yang telah memilih jalan laut sebagai jalan utamanya. Seringkali

diikutsertakan pedagang Cina guna menyusuri Laut Cina Selatan hingga yang di

tuju ke arah Laut Jawa dan singgah secara menetap di Jawa Timur.

Lain halnya dengan Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang

dikirim ke India sebagai agen obat-obatan‟ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah

bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di Cochin di Pantai Barat India

Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d‟ Albuqurque.

Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa

selama beberapa bulan. Dalam perjalanan Tome Pires ke Jawa Tengah, wilayah

Demak menjadi wilayah yang strategis, besar kemungkinan telah ada hubungan

dagang dengan pedagang Muslim yang berlayar dan berdagang dari Semarang

hingga yang di tuju ke arah Rembang, dengan membawa misi berdagang dan

mendakwahkan agama Islam.

Semenjak, masa pimpinan awal Raden Patah yang hendak mengawali

penyebaran agama Islam di Jawa Tengah melalui kegiatan dagang. Bahkan, di

sepanjang Pantai Utara Jawa pada abad XVI, telah ada kakek tua di Gresik, yang

dimaksudkan adalah Raja Demak yaitu Raden Patah yang berangkat berlayar

mengelilingi Pantai Jawa Barat yang di tuju ke arah Cirebon, untuk melawan

orang-orang kafir yang ada di sana. Setelah di Cirebon, ia diberi gelar pate yang

diterjemahkan sebagai tuannya, sejak berkuasanya secara penuh atas wilayah

Page 35: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

24

Cirebon tahun 1470-1475.8 Demikian juga halnya, ia telah mengadakan

penyerbuan atas pelawanan-perlawanan dan telah mengalahkan Palembang

(Sumatra Selatan), dan Jambi (Provinsi Jambi) di Sumatra.

Tome Pires, telah memberi sumber informasi yang lebih, di dalam

bukunya „‟The Suma Oriental of Tome Pires‟‟, pada tahun 1513 telah ada bentuk

hubungan dagang dengan pedagang Muslim yang berpusat di Pantai Utara Jawa.

Menurutnya bahwa yang memegang kekuasaan di Cirebon adalah seorang lebe‟

Uca atau yang bernama Husain jadi patih dari Demak. Nama tersebut

dimaksudkan adalah Raden Patah). Selain itu Tome Pires, melukiskan di dalam

bukunya tentang Gresik elle veio teer a Dema, Tome Pires sendiri telah

menjelaskan secara utuh telah ada bentuk hubungan dagang di Nusantara dan

keislaman di Gresik, yang menjadi pusat tertua agama Islam di Jawa Timur.9

Dalam cerita Aria Damang, yaitu cerita yang berasal dari Palembang,

disebutkan bahwa yang menjadi raja Demak pertama adalah Raden Patah.

Sementara dalam naskah cerita babad dari Jawa Timur dan Jawa Tengah,

diceritakan tentang raja Demak yang disebut sebagai Sabrang-Lor, yang

diterjemahkan sebagai tempat tinggalnya „‟di Seberang Utara‟‟(Demak). Sabrang

Lor berlayar menyebrang ke Utara „atau‟ ke arah Malaka, yang mempunyai

8 Lihat Armando Cortesao (ed), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the

east from the Red Sea to Japan; Written in Malacca and Indiain 1512-1515. Jilid 2, (London:

Hakluyt Society, 1967), hal. 195-200

9 Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang dikirim ke India sebagai agen obat-

obatan‟ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di

Cochin di Pantai Barat India Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d‟

Albuqurque. Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa

selama beberapa bulan. Pada tahun 1515, ia kembali ke Cochin, untuk menyelesaikan bukunya, „‟

The Suma Oriental of Tome Pires‟‟, yang sebagaimana dikatakan pada halaman judul dari

terjemahan Inggris: suatu laporan dari negeri-negeri Timur dari Laut Merah hingga ke Jepang.

Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 424

Page 36: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

25

armada sebanyak 40 kapal jung yang kesemuanya itu, berasal dari kekuatan

orang-orang Muslim sebagai daerah-daerah taklukan Jepara.10

Selain itu dalam babad Jawa Tengah Raden Patah disebut juga Pate Rodim

(Demak). Raden Patah dalam pandangan Slamet Muljana adalah sebagian

walisongo yang merupakan tokoh penyebaran Islam di Pulau Jawa. Ia merupakan

keturunan pedagang Cina Muslim. Kerajaan Demak tidak bisa dilepaskan dari

peran pedagang Cina Muslim yang telah membentuk simpul-simpul keislaman.

Malah, Raden Patah adalah penguasa pertama Demak yang bergelar „‟Jin Bun‟‟.11

Dalam The Suma Oriental of Tome Pires dikatakan Trenggana, yang

besar kemungkinannya adalah Raden Patah dan ayahnya ikut serta dalam

peresmian Masjid Raya di Demak tersebut kemudian menjadi pusat kerajaan

Islam pertama di Jawa Tengah. Menurut beberapa catatan tampaknya lebih

dikenal dengan ibukota Demak, yang didirikan pada pertengahan abad XV.12

Yang kemudian menjadi pusat ibadah bagi masyarakat Muslim dan berdakwah

agama Islam.

Berlanjut pada abad XVI, Tome Pires menyebut secara berkali-kali

tentang Jepara di dalam bukunya „‟The Suma Oriental of Tome Pires‟‟ yang

dimaksudkan adalah Pate Unus sebagai tuannya, yang telah berkuasa penuh atas

wilayah Jepara. Pati Unus telah berperan di dalam negeri Jepara serta pemegang

kota Pelabuhan Jepara. Ketika Tome Pires meyakini, bahwa Pate Unus sangat

10 Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op. cit., hal. 23 dan lihat Donald

Maacintyre, Sea Pasifis: A History from the Sixteenth Century to the Present Day (London:Arthur

Baker Limeted, 1972), hal. 35-38

11

Tulisan Munawir Aziz yang berjudul Jejak Cheng Ho, Antitesis Benturan Peradaban

dalam harian Kompas, Minggu, 17-10-2010, hal 22.

12

Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 195-200

Page 37: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

26

berperan dalam berdagang dan menyebarkan agama Islam dan sekaligus

membentuk budaya keislaman antara wilayah Jepara dengan Demak. Pate Unus

telah mendapatkan kekuasaan yang sangat penting, baik ke Islaman atas wilayah

Jepara dan hubungan dakwah sampai ke seberang lautan Jepara yaitu Demak. Pate

Unus juga memiliki tempat terbuka untuk umum dan bagi orang-orang Muslim di

Jepara, sampai menyusuri ke Pantai Utara Jawa Tengah. Ini merupakan route

perjalanan jarak dekatnya.13

Hal tersebut terkait dengan kota-kota pelabuhan di Jawa pada abad XV

dan pada awal abad XVI. Yang agaknya telah ada hubungan dagang jarak dekat

dan hubungan dagang jarak jauh dalam berlayar untuk membentuk ke Islaman di

Demak, Jepara, Cirebon, Banten, Tuban, Surabaya, Aros Baya, Wiraba dan

Pasuruan.

Pada tahun 1521-1546 Sultan Trenggana telah mendakwahkan agama

Islam „atau‟ penyebaran agama Islam yang dilakukan di seluruh wilayah Jawa

Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat meliputi; Cirebon, Sunda Kelapa (Jakarta),

dan Banten.14

Semenjak tahun 1542, atas bantuan kekuasaan Sultan Trenggana,

Nurullah atau yang lebih dikenal Sunan Gunung Jati yang merupakan saudara dari

Sultan Trenggana yang telah berangkat berlayar ke arah Demak guna menyusuri

Pantai Jawa Barat yang di tuju Banten. Hal tersebut mempunyai misi mendirikan

komunitas muslim di wilayah raja Pajajaran. Menurut pemberitaan Portugis,

penguasa agama Islam Banten yang baru, dalam tahun 1546, telah membidani

„atau‟ membantu Kerajaan Demak atas serangan ke Panarukan (di ujung Timur

13 Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 169-170

14

Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th. Pigueaud, op.cit., hal. 23-79

Page 38: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

27

Pulau Jawa), namun serangan tersebut menimbulkan Sultan Trenggana meninggal

dunia.

Sementara, dari kisah Sejarah Banten Nurullah menyerahkan Cirebon

sudah sejak lama yang telah dikuasai Demak kepada salah satu puteranya.15

Namun ketika puteranya ini meninggal tahun 1552, ia memutuskan meninggalkan

Banten dan menetap di Cirebon. Sementara itu di Banten tinggal salah seorang

puteranya yang lain, yaitu Hasanuddin yang kemudian menjadi raja. Selama di

Cirebon, Nurullah dan Sunan Gunung Jati telah mengabdikan dirinya untuk

memimpin wilayah Cirebon dan menyebarkan agama Islam.

Namun di wilayah Mataram, besar kemungkinan Mataram mempunyai

koneksi langsung lebih jauh lagi, melewati Laut Asia ke arah Timur-tengah,

karena Mataram yang merupakan Kerajaan besar Muslim, posisinya berada di

Tengah-tengah Pulau Jawa, sudah menjalin hubungan ekonomi dengan Syarif

Makkah, dan sekaligus untuk mendapatkan gelar sultan sebagai penguasa. Hal ini,

dengan tujuan untuk mempererat tali persaudaraan atas penguasa Mataram yaitu

Pangeran Rangsang dengan mengirimkan perwakilan untuk berangkat berlayar ke

Makkah pada tahun 1641.16

Sebagai dewan perwakilan di Mataram, ia

menumpang kapal dagang Inggris untuk berlayar ke India kemudian ke Mekkah

menemui Syarif Makkah. Syarif Makkah berkeinginan memberikan gelar sultan

15 lihat Supratikno Raharjo, Diskusi Ilmiah Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah

Diskusi), (Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1998), hal.

26-27

16

Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, edisi ke-3( Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2007), hal 47

Page 39: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

28

kepada Pangeran Rangsang sejak Sultan Agung berkuasa penuh atas wilayah

Mataram.

B. Peranan Politik dalam Pelayaran dan Perdagangan di Pulau Jawa

Pada tahun 1416, seorang Muslim Cina, Ma Huan, mengunjungi daerah

pesisir Jawa dan memberikan suatu laporan di dalam bukunya yang berjudul Ying-

Yai Seng-lan (Peninjauan tentang Pantai-Pantai Samudra). Laporan Ma Huan

memberi kesan tersendiri, bahwa agama Islam dianut dilingkungan istana di

Jawa.17

Berita Ma Huan tersebut dalam tahun 1416, ia mengungkapkan telah ada

hubungan politik kepada pelaut dan pedagang Muslim yang berlayar dan

berdagang di sekitar Majapahit dan Gresik.

Bahkan berita tersebut memberikan kesan tersendiri dan penjelasan, yang

sesungguhnya di wilayah Majapahit telah mempunyai koneksi politik yang lebih

erat dengan tumbuhnya aktivitas pelayaran dan perdagangan dikalangan orang-

orang Muslim. Semenjak tumbuhnya dan berkembangnya perniagaan besar di

Samudra Pasai dan Malaka, berdampak terhadap kerajaan-kerajaan Islam di Pulau

Jawa dan daerah-daerah di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa. Situasi ini yang

memunculkan, adanya perkembangan politik dan tumbuhnya negara-negara baru

seperti; berdiri kerajaan-kerajaan Islam, yakni Kerajaan Demak (kurang lebih

1500- 1550), Kerajaan Islam Banten, Kerajaan Pajang (1546- 1580), Kerajaan

Cirebon dan lain sebagainya18

Hal tersebut terkait dengan beritanya J. C. Van Leur yang mengungkapkan

adanya pertentangan antara keluarga bangsawan dengan adanya kekuasaan pusat

17 http://ekkyij.multiply.com/journal/item/10 (dikunjungi tanggal 16 juli).

18

Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional

Indonesia Jilid III, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 19

Page 40: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

29

Majapahit serta aspirasi-aspirasi politik keluarga bangsawan untuk berkuasa

sendiri atas negara, maka penyebaran agama Islam, melewati jalan trayek

pelayaran dan perdagangan menjadi alat politik. Pada awalnya serentetan

pedagang yang berjualan hingga dapat mendakwahkan agama Islam di Pantai

Utara Jawa, tetapi kemudian dipengaruhi adanya proses pedagang Muslim hingga

mencapai kekuasaan dan kekuatan politik, seperti contoh di Demak.19

Semenjak Tome pires mengungkapkan secara jelas bahwa telah ada

kerajaan-kerajaan Islam yang bercorak Islam yang menjalin hubungan politik di

daerah-daerah pedalaman Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat di samping

adanya kerajaan yang bercorak Islam ke arah nuansa politik di Demak dan daerah-

daerah di Pantai Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, sampai daerah Jawa Barat. Saat

itu Tome Pires meyakini dan memberikan informasi mengenai Raja Daha

(Kediri), sebagai Vigiaya dan kapten-utama.20

Mungkin saja yang jadi patihnya

adalah Patih Gusti Pate atau Raden Patah, sebagai pemegang kekuasaan

pemerintahannya.

Sejak berdirinya Demak, dimulailah pemegang dari kalangan elite terhadap

perniagaan besar dan kekuasaan kesultanan dari Pate Rodim atau Raden Patah,

diikuti oleh Pate Unus, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Trenggana yang sudah

meluaskan kekuasaan politiknya sampai ke wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah,

Jawa Barat. Pada waktu itu, Demak merupakan kota perniagaan besar di

19 Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 19 dan

lihat Makalah Hasan Muarif Ambary, Dinamika Sejarah dan Sosialisasi Islam Asia Tenggara

Abaf XI-XVII M, (Jakarta: Kongres Nasional Sejarah, 1996), hal. 6-7 20

Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 19

Page 41: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

30

Nusantara dan kiprah Pate Rodim dalam berpolitik di Jawa, hal ini terkait dengan

uraian di atas. Maka Panarukan merupakan wilayah yang pernah dijajah dan

tunduk kepada kekuasaan Demak yang di pimpin Sultan Trenggana pada tahun

1546.

Sultan Trenggana telah melakukan kebijakan politik dengan cara merubah

haluan secara besar-besaran ke arah masyarakat Muslim di Jawa Tengah. Untuk

mempererat tali persaudaraan dalam mendakwahkan Islam dan menanamkan

nuansa politik di Demak, secara bertahap meluaskan kegiatan dagang dan

menyebarkan Islam ke arah Jepara dan Tuban. Besar kemungkinan, telah

mendapat dukungan dari persaingan politik tersebut. Hal ini terkait dengan kota-

kota pelabuhan di Pantai Utara Jawa.

Semenjak itu, dapat dipastikan kekuasaan Demak telah menjalin hubungan

dagang secara langsung maupun tidak langsung terhadap kerajaan-kerajaan Islam

yang terdapat di sepanjang Pantai Utara Jawa.21

Semenjak itu pula Sultan

Trenggana telah mengubah kehidupan masyarakat dalam hal menggunakan trayek

pelayaran dan perdagangan, sehingga berhasil mengubah nuansa perpolitikan

secara besar-besaran.

Raja ke-III adalah Sultan Trenggana, yang secara khusus telah berperan

secara aktif dalam berpolitik, untuk melakukan kegiatan berlayar dan berdagang

di Pantai Utara Jawa. Hal tersebut, untuk mendapatkan perhatian dan menarik

simpati di dalam negeri hingga ke luar negeri. Dalam menjaga jalannya lalu-lintas

21

Lihat Supraktikno Rahardjo dan Wiwik Djuwita Ramelan, Demak Sebagai Kota

Bandar Dagang Di Jalur Sutra ( Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah

Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hal. 18 dan 19

Page 42: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

31

berlayar disertai politik dan semakin berkembang dengan pesat, dengan adanya

kedatangan orang-orang besar dari kalangan pedagang dari Arab, Melayu, Persia,

Turki Cina, yang baru saja tiba di Pulau Jawa. Pada abad XVI, Demak menjadi

semakin berkuasa di Pulau Jawa, sejak Sultan Trenggana telah menjalankan

politik Islam, dengan tujuan untuk mencapai tahta tertinggi diikuti motifnya

ekonomi-politik di Pulau Jawa.22

Kerajaan Demak kemudian semakin tumbuh dan berkembang dan

bertambah jumlah pedagang Muslim dan mereka di antaranya terdiri dari orang

Pribumi, Melayu, dan Cina, mereka menyusuri Pantai Utara Jawa. Maka semenjak

itu Demak yang di pimpin oleh Sultan Trenggana (1504-1546) menjadi pusat

perniagaan besar, politik dan kekuasaan Islam dan semuanya dalam pengawasan

Sultan Trenggana dalam berpolitik di sepanjang Pantai Utara Jawa. Hal tersebut,

seperti dalam Denys Lombard,23

maka berita tersebut berkesan dengan adanya

orang-orang Muslim meliputi; Pribumi, India, Turki Melayu, dan Cina. Dengan

adanya kegiatan berlayar dan berdagang di sepanjang Utara Jawa, semenjak

Sultan Trenggana telah berperan secara aktif dan menanamkan aspirasi-aspirasi

politiknya di Juwana, Pati, Rembang, dan terutama Kudus dan Jepara.24

Kondisi ini yang dialami dalam nuansa perpolitikkan, sejak masa sultan

Trenggana yang mendatangkan jumlah masyarakat Muslim, Melayu yang pesat.

Perkembangan agama Islam pada masa Sultan Trenggana di Demak melalui

22

Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu Bagian II: Jaringan

Asia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 52 23

Denys Lombard, op. cit., hal. 52 24

Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia

, (Kudus: Menara Kudus, 2000), hal. 20-30 dan lihat Supratikno Raharjo, Diskusi Ilmiah Bandar

Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi, op. cit., hal. 26-27

Page 43: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

32

aktivitas hubungan politik dengan beberapa kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang

Pantai Utara Jawa meliputi; Banten, Cirebon, Demak, dan Jepara.

Dengan demikian kota Demak menjadi kota Muslim,25

yang berhasil

menjalankan hubungan politik dengan beberapa kerajaan-kerajaan Islam di

sepanjang Pantai Utara Jawa meliputi; Banten, Cirebon, Demak, dan Jepara. Besar

kemungkinan, sebagai tempat persekutuan pedagang Muslim pada saat itu.

Persaingan antara kota-kota tersebut tentu turut melemahnya posisi vis-a‟-vis

politik ekspansi Mataram. Pada tahun 1619 terjadi perubahan mendasar dalam

politik berlayar dan berdagang dengan pelabuhan-pelabuhan ini, Tuban menyerah,

Gresik diduduki tahun 1623 namun Surabaya tetap bertahan sampai 1625. Meski

begitu, dapat dikatakan bahwa pesisir sudah berada di tangan Sultan Agung

(Mataram).26

C. Dinamika Ekonomi Perdagangan

Sejak zaman Dinasti Ming, peningkatan akan kebutuhan barang–barang

mewah terbesar di Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit, sekitar abad

XIV. Barang mewah tersebut yang dipenuhi sutera dan porselin dari Cina. Bahkan

dikirim utusan khusus dengan gelar Arya atau Patih untuk melakukan

perdagangan diplomatik dengan Cina. Ekonomi perdagangan tersebut meningkat

lebih pesat lagi ketika ada misi perjalanan Cina yang dipimpin Zheng He (Cheng

Ho) yang diutus oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming untuk memperluas

25 Supratikno Raharjo dkk, Demak Sebagai Kota Bandar Dagang Di Jalur Sutra, op. cit.,

35 dan lihat Tulisan Munawir Aziz, op. cit., hal 22 26

Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 52

Page 44: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

33

pengaruh Ming di luar perbatasan Cina yang berlangsung antara tahun 1405 -

1433 M.27

Misi tersebut akhirnya memunculkan kota-kota pelabuhan di sepanjang

Pantai Utara Jawa yang terbentuk akibat adanya perdagangan, sehingga

bertambahnya keramaian arus perdagangan di Pulau Jawa dan sekitarnya pada

abad XV. Sejak berdirinya Demak,28

dan merupakan emporium pada abad XV

dan abad XVI, yang berhasil mengadakan hubungan ekonomi-perdagangan secara

langsung maupun tidak langsung dengan pelabuhan-pelabuhan di sepanjang

Pantai Utara Jawa. Demak telah menjalankan fungsinya sebagai jembatan

penghubung dari aktivitas berlayar dan berdagang „atau‟ transito antara daerah-

daerah yang berpenghasilan rempah-rempah di Nusantara bagian Barat dengan

Malaka, dan sebagian besar ke pasar-pasar di Nusantara. Oleh karena itu,

timbullah keinginan Demak untuk menggantikan kedudukan Malaka sebagai

pusat perdagangan dalam negeri hingga ke luar negeri. Untuk mencapai tujuannya

itu terlebih dahulu mengusir bangsa Portugis yang berkuasa penuh di sana sejak

tahun 1511. Pada tahun 1513, Demak mengerahkan armada dagangnya untuk

menyerang Portugis di Malaka di bawah pimpinan Pati Unus, tetapi penyerangan

itu mengalami kegagalan total.

Sementara itu, ekonomi-perdagangan Kerajaan Demak dapat berkembang

pada masa kekuasaan Sultan Trenggana dan selalu diramaikan dalam kegiatan

aktivitas berlayar dan berdagang dalam hal ekonomi-perdagangan dari dalam

27 Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, (Jakarta: Pustaka LP3ES

Indonesia, 2004), hal. 83-86 dan lihat Tulisan Munawir Aziz, op. cit., hal 22

28

Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 35 dan

lihat Makalah Hasan Muarif Ambary, op. cit., hal. 6

Page 45: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

34

negeri sampai ke luar negeri. Hal ini didukung dari penghasilan utamanya adalah

berbagai macam jenis tumbuhan, seperti; beras, jagung, gula, terutama lada dan

rempah-rempah yang kemudian dikirim ke Jawa Barat.29

Beberapa saudagar Palembang ikut berdatangan ke tempat ini, dengan

membawa berbagai mata barang dagangan. Barang dagangan tersebut kemudian

ditukar kembali dengan kain belacu yang berasal dari India. Pertukaran barang

dagangan tersebut juga terjadi dengan Semenanjung Malaya (Melayu), yang

memanfaatkan waktunya dan memainkan kegiatan perdagangannya itu di Malaka

dengan masyarakat yang datang dari Pulau Jawa. Perdagangan antara Malaka

dengan Pulau Jawa yang dibantu melalui pelabuhan Sunda Kalapa semakin erat

terlebih dengan munculnya kota-kota pelabuhan di Pulau Jawa seperti Banten,

Jepara, Cirebon, Gresik, dan Tuban sebagai penghasil beras.30

Dengan demikian ekonomi perdagangan di Nusantara memperlihatkan

situasi persaingan dagang yang semakin hebat dan selalu diramaikan dengan

pesatnya pedagang-pedagang asing seperti; dari Gujarat, Persia, Cina, Turki,

Pegu, (Birma atau Myanmar), Keling, Portugis dan lain sebagainya, yang

dipusatkan di Pulau Jawa. Demikian juga para pedagang seperti; Patih Adam,

Patih Kadir, Patih Yusoff, Pati Unus dan Utimutiraja ikut berdatangan melalui

jalur laut menuju Demak.

Selain itu, dalam penerapan unsur Melayu-Jawa dalam berdagang dapat

dilihat dalam tradisi sastra budaya di dalam Sejarah Melayu dan Hikayat Hang

29

Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 35

30

Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900; Dari Emporium

Sampai Imperium, (Jakarta, Gramedia, 1988), hal. 3-4

Page 46: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

35

Tuah.31

Dahulu rempah-rempah diangkut dari Maluku Utara ke Hitu dan Banda

serta Pelabuhan Gresik yang dijalankan oleh Sultan Giri semenjak menjalin

hubungan dagang dengan dua hulu ini agar membentuk suatu persekutuan dagang

di Pulau Jawa.32

Semenjak itu, pesatnya kedatangan para pedagang dari luar negeri yang

selalu diramaikan setiap harinya mengakibatkan transaksi barang-barang

dagangan semakin banyak terdapat di Pulau Jawa. Hal itu, membawa dampak

positif dan membawa angin segar bagi pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Utara

Jawa. Pelabuhan-pelabuhan tersebut semakin dipadati oleh transaksi-transaksi

para pedagang dari dan ke arah Malaka yang kemudian mereka kembali ke Pulau

Jawa.33

Dari Jawa mereka terus meluaskan pengaruhnya ke arah kepulauan rempah-

rempah, yaitu Maluku. Dari Maluku Utara ke Hitu kemudian ke Banda mereka

membawa rempah-rempah seperti pala dan cengkeh. Para pedagang harus

menempuh jalan secara bertahap dan memakan waktu lama. Dalam perjalanannya

tersebut mereka setelah itu dari tempat ini mereka membawa rempah-rempah

tersebut ke bagian Barat Indonesia, tepatnya ke arah pelabuhan-pelabuhan yang

ada di Pantai Utara Jawa.34

Pada abad XV, Demak dan Malaka merupakan mata

rantai yang tidak dapat dipisahkan antara dua hulu ini, Demak dan Malaka telah

berhasil menjadi pusat utama lalu-lintas pelayaran dan perdagangan rempah-

31 Teks klasik Melayu yang dianggap oleh R.O.Winstedt sebagai,‟‟…Malayo-Javanese,

Kuala Lumpur,1969, hlm 62 dan Lihat Anthony Reid, op. cit., hal. 218-223 32

Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 41

33

Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 184-186 34

Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, op. cit., hal. 41

Page 47: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

36

rempah sampai para pedagang dapat menukarkan barang dagangan yang dibeli

dari Jawa, dan Malaka, dan Maluku.35

Hal ini, diperjelas dalam buku Anthony Reid Asia Tenggara Dalam Kurun

Niaga 1450-1680:

Bahkan di sepanjang Pantai Utara Jawa, di provinsi Jawa

Tengah terdapat kota Jepara sebagai pemasok beras untuk ke Malaka

Untuk daerah ini mengirimkan beras lima sampai lima jung (sekitar

15.000 merupakan jumlah beras yang dipasok dari Pulau Jawa setiap

tahunnya pada awal abad XVI. Jepara juga merupakan pemasok beras

utama ke Banjarmasin, Maluku, dan kota-kota pelabuhan besar

(Banten dan Jakarta-Batavia). Pada tahun 1615, Belanda

memperkirakan bahwa yang sanggup membeli 2.000 ton beras setiap

tahunnya di Jepara. Sedangkan, dalam tahun 1680, mereka

kenyataannya sanggup mengimpor 8.000 ton ke Maluku dan Sunda

Kelapa, dan juga sanggup mengirimkan 2.000-4.000 ton dari Surabaya

sekitar abad XVII.36

Kebangkitan ekonomi-perdagangan di Pulau Jawa merupakan sumbangan

besar dari Malaka ke arah kebangkitan dan kemajuan pelabuhan-pelabuhan di

sepanjang Utara Pulau Jawa pada penghujung abad XVI, termasuk Demak,

Cirebon, Jepara37

, Rembang,38

Gresik, Surabaya, Tuban, dan daerah-daerah

sekitarnya.

35 Wilayah Maluku meliputi; (Ternate, Tidore, Bacan, Hitu, ditambahkan lagi Kepulaun

Banda). Saya membacanya di dalam Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil

penelitian selama 2 hari di Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang

merupakan staff Museum Bahari.

36 Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I: Tanah di Bawah

Angin, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992), hal. 27

37

Pada tahun 1519, Jepara telah menjalin hubungan langsung dengan Jambi. Saat itu,

Jepara sebagai pemasok beras dan garam dengan lada ke Jambi. Ini yang telah membuat pedagang

Cina datang ke Jepara, untuk menukarkan lada dengan Sutera, Porselin, Belanga, besi dari Cina.

saya mendapatkan informasi ini, dari hasil penelitian di Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni

2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di Museum Bahari dan dibantu oleh Bapak M. Isa

Ansyari, S.S, selaku staff Museum Bahari.

Page 48: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

37

Kota-kota pelabuhan tersebut telah memberikan warna tersendiri bagi

kemajuan ekonomi-perdagangan di Pulau Jawa. Pada saat itu, Sultan Trenggana,

telah menggunakan hak atas perluasan Banten setelah melakukan perjalanan

berlayarnya ke arah Banten. Hal ini disebabkan, karena ekonomi-perdagangan

pada saat itu telah tumbuh dan berkembang setiap harinya dalam melakukan

transaksi beras, rempah-rempah, dan bentuk perdagangan lainnya. Bahkan Sultan

Trenggana, telah memperluas wilayah kekuasan Kerajaan Demak sampai ke

wilayah Jawa Barat (Banten, Jayakarta, Cirebon), Jawa Tengah, dan Jawa

Timur.39

Di Jawa Barat, Demak mendukung pertumbuhan Banten dan Cirebon.

Sehingga pada abad XV Cirebon telah berhasil dikuasai Demak dan

masyarakatnya menganut agama Islam, tetapi masa kejayaan Cirebon ini dari

beberapa catatan selalu dihubungkan dengan Sunan Gunung Jati (wafat 1570).

Sunan Gunung Jati pun telah berhasil menguasai Banten sebagai penguasa

lokal. Sunan Gunung Jati berhasil merebut pelabuhan utama Pajajaran, yaitu

Sunda Kalapa. Setelah menaklukkan wilayah Jawa Barat yang dipimpin oleh

Sunan Gunung Jati (yang mereka beri nama Fatahillah atau Tagaril) yang

merupakan pemegang kekuasaan dan perdagangan besar Kerajaan Cirebon dan

Kerajaan Banten, pada abad XVI,40

yang nantinya memegang peranan penting

38 Rembang berperan sebagai pemasok kapal yang telah menggantikan Pelabuhan Lasem,

pada awal perkembangan Kerajaan Demak, sekitar abad XV, saat rembang menghasilkan kapal-

kapal besar, di antaranya yang diutus Pati Unus dari Demak menyerang ke Malaka pada abad XVI.

Rembang menghasilkan kayu jati yang melimpah sebagai bahan dasar pembuatan kapal. Saya

mendapatkan informasi ini di dalam Museum Bahari pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil

penelitian selama 2 hari di Museum Bahari.

39

Denys Lombard, op. cit., hal. 52

40

M.C. Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, terj., (Yogyakarta: Gajah Mada Universitas

Press, 1995), hal. 56 dan 57

Page 49: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

38

bagi kekuasaan Kerajaan Banten, hingga kemudian Banten menjadi bandar

perdagangan terpenting dan makin pesat dari penjualan barang dagangan, seperti;

rempah-rempah yang berkualitas tinggi. Yang diperjual-belikan ditempat ini

seperti lada, asam, cengkeh, dan kayu manis.

Masyarakat daerah Banten telah berhasil diislamkan oleh Sunan Gunung

Jati atau Fatahillah. Banten menjadi berkembang sebagai bandar perdagangan dan

sekaligus sebagai pusat penyebaran agama Islam.41

Faktor-faktor yang mendukung berkembangnya Banten sebagai pusat

kerajaan Islam dan pusat perdagangan, adalah sebagai berikut:

1). Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhan terlindungi oleh

Pulau Panjang, sehingga baik sekali menjadi pelabuhan.

2). Kedudukan Banten yang strategis di tepi Selat Sunda menyebabkan

karena aktivitas yang tinggi untuk berlayar dan berdagang dari

kalangan pedagang Islam dan pedagang asing, dan selalu

diramaikan sejak Portugis berkuasa di Malaka.

3) Banten telah memiliki bahan ekspor yang begitu penting yakni lada,

sehingga dapat menjadi daya tarik yang kuat bagi pedagang-

pedagang asing seperti dari Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu,

(Birma atau Myanmar), Keling, Portugis dan lain-lain.

4). Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang-

pedagang mencari jalan baru melalui Selat Sunda hingga kemudian

Banten dijadikan sebagai salah satu pusat perdagangan di Jawa

Barat di samping Cirebon.42

Dengan demikian, ketika Fatahillah atau Sunan Gunung Jati turut

membangun kota itu, kegiatan berlayar dan berdagangnya mempunyai peranan

penting dan menjadi pemilik kapal dagang dan barang dagangan, sekaligus

pemegang uang „atau‟ harta yang melimpah. Pedagang Arab, Persia, maupun

41 Lihat Nina H Lubis, Banten dalam Pergemulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara,

(Jakarta: LP3ES, 2003), hal. 26-27

42

Armando Cortesao (ed), op. cit., hal. 183-195 dan M.C. Ricklefs, Sejarah Modern

Indonesia, op. cit., hal. 56 dan 57

Page 50: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

39

India ikut berdatangan yang besar kemugkinan menambah jumlah pedagang yang

meramaikan bentuk pertukaran barang dagangan. Hal ini, disebabkan faktor jual-

beli kain sutra, pala, rempah-rempah atau hasil agraris, dan hasil lainnya.43

Kegiatan ekonomi-perdagangan di Pantai Utara Jawa Barat, Jawa Tengah,

dan Jawa Timur, lebih banyak ditentukan pada masa Sultan Trenggana. Setelah

Fatahillah berperan secara aktif di Kerajaan Cirebon dan mendapatkan bantuan

dari pihak Kerajaan Demak (Trenggana). Fatahillah telah berhasil mematahkan

hegemoni atas ekonomi-perdagangan.44

Atas wilayah taklukannya yang meliputi

daratan dan lautan, sehingga sangat erat hubungannya dengan para pedagang di

Jawa Barat.

Sunda Kalapa pada abad XVI, telah ada pelayaran Eropa yang pertama kali

dengan memakai empat kapal Portugis di bawah pimpinan Jorge d‟ Albouerqe

„‟de Alvin‟‟ dalam misinya mencari rempah-rempah di wilayah Nusantara dengan

menyusuri laut Asia. Hal ini, didukung oleh Portugis semenjak keberadaannya di

Sunda Kalapa (Bandar Kalapa).45

Dalam catatan Tome Pires yang menjadi salah satu bentuk berlayar dan

berdagang tersebut, adalah karena Banten dan Sunda Kelapa telah memainkan

peranan penting yang didukung sebuah bandar Pelabuhan dan dibantu beberapa

pelabuhan lainnya. Sekarang Sunda Kelapa merupakan sebuah bandar terpenting

43

Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia

, (Jakarta: Penerbit Menara Kudus), hal. 13-19

44

Daerah Jawa Barat telah ditaklukan oleh Demak, terbukti dengan keterangan Urdaneta

yang dalam perjalanannya pulang ke tanah Maluku singgah di Panarukan pada tahun 1535, ia

melaporkan bahwa raja Demak yang Moor (Islam) adalah raja yang paling berkuasa di Jawa, atas

lada dari Sunda., Lihat Hoesein Djajadiningrat, lokal study or Indonesian History‟‟, dalam

Soedjamoko (ed), An Introduction to Indonesia Historiografy, (New York: Coenell University

Press), hal. 74-86

45

Adolf Heuken SJ, Dokumen-dokemen Sejarah Jakarta sampai dengan akhir abad ke-

16, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1999), 74

Page 51: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

40

pada masa Kerajaan Cirebon setelah Fatahillah memegang peranannya. Lalu

Sunda Kelapa dijadikan oleh Fatahillah sebagai bandar pelabuhan yang pesat dan

diramaikan dengan kedatangan barang–barang dagangan yang diangkut oleh

kapal-kapal dagang dan perahu-perahu dagang yang merapat di Sunda Kalapa.46

Nampaknya terlihat kesungguhan Tome Pires melakukan perjalanannya

untuk mempelajari secara khusus tentang Pulau Jawa.47

Perdagangan di Pulau

Jawa tersebut banyak dilukiskan di dalam bukunya, „‟The Suma Oriental of Tome

Pires‟‟‟. Buku ini bercerita tentang gambaran adanya hubungan berlayar dan

berdagang yang dilakukan antara Sunda Kelapa dengan Kepulauan Maladewa

disebelah Barat Sri Langka atau Ceylon. Selain itu, Sunda Kelapa merupakan

sebuah bandar penting terutama dalam negeri, bahkan berhasil menjalin kerjasama

hingga ke luar negeri dengan mendatangkan pedagang-pedagang dari Indonesia

maupun negara-negara Asia lainnya.

46 Armando Cortesao (ed), The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the east from

the Red Sea to Japan, hal. 184-185

47

Tome Pires adalah seorang apoteker Lisabon yang dikirim ke India sebagai agen obat-

obatan‟ ketika ia berusia 40 tahun. Sesudah bekerja kurang lebih setahun di Cannanoree dan di

Cochin di Pantai Barat India Selatan, ia naik pangkat setelah dikirim ke Malaka oleh Alfonso d‟

Albuqurque. Sewaktu ditempatkan di Malaka, ia melakukan perjalanan ke Pantai Utara Jawa

selama beberapa bulan. Pada tahun 1515, ia kembali ke Cochin, untuk menyelesaikan bukunya, „‟

The Suma Oriental of Tome Pires‟‟, yang sebagaimana dikatakan pada halaman judul dari

terjemahan Inggris: suatu laporan dari negeri-negeri Timur dari Laut Merah hingga ke Jepang.

Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., Jilid 2, 184

Page 52: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

41

BAB III

PROFIL BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG

A. Peralihan Jayakarta ke Batavia

Kota Jayakarta yang didirikan di tepi Sungai Ciliwung ini memiliki pola tata

kota seperti pusat kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa. Alun-alun, (dalem),

masjid-masjid, pasar-pasar, kampung Angke dan Kampung Cina yang diperkuat

pagar kayu sebagai garis pertahanan kota.1

Dari struktur fisik contohnya, dapat dibedakan konstruksi tata ruang dan

fungsi-fungsi bangunannya yang berada di dalam dan di luar sektor benteng kota.

Secara fisik kebanyakan kota-kota muslim berada pada silangan jalan

pengangkutan darat, sungai, selat, teluk atau pantai laut bebas yang sangat

potensial bagi kelancaran dan pengembangan lintas orang, barang–barang

dagangan dan jasa. Kota Jayakarta juga berfungsi sebagai salah satu pusat

pemerintahan dan pusat perdagangan baik dalam negeri hingga ke luar negeri,

kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan internasional, perbentengan

dan pusat pemerintahan.

Ketika VOC pindah dari Maluku ke Jayakarta, Maluku ditinggalkan ketika

rempah-rempah bukan lagi komoditas penting dalam perdagangan dunia saat itu,

dan Jayakarta dipilih untuk memudahkan pengendalian perdagangan beras dan

kayu yang banyak dihasilkan di Pulau Jawa, bahkan menjadi primadona baru

dalam perdagangan internasional pada saat itu.

1

Lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: PT Gramedia, 2009),

143 dan Lihat Max Weber, The City, (New York: The Free Press, 1966), hal. 67

Page 53: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

42

Semenjak Tubagus Angke yaitu menantu Maulana Hasanudin yang menikah

dengan Ratu Pembayun, pada saat itu Jayakarta masih tetap berada di bawah

naungan Banten dan semenjak Tubagus Angke yang telah memegang peranan

penting di bidang perdagangan.2 Daerah ini merupakan kota dagang pada abad

XVI, yang dikelola secara penuh oleh Tubagus Angke, namun setelah Jayakarta

didatangi oleh orang-orang Belanda, maka orang-orang Belanda kemudian

menguasainya dan mendominasi pelayaran dan perdagangan.3

Tubagus Angke, sebagai Syahbandar terkuat pada saat itu. Setelah Cornelis

de Hautman melakukan tawar-menawar barang-barang dagangan yang terlalu

rendah, tetapi tidak mendapatkan muatan barang secara melimpah, kemudian

Cornelis de Hautman, melanjutkan perjalanannya ke Bali, untuk kemudian pulang

ke negerinya dengan membawa 240 karung lada, 45 ton pala, serta 30 bal bunga

pala, sebagian lagi hasil rampasan.4 Semenjak kedatangan armada dagang Belanda

diikuti iring-iringan oleh armada-armada lainnya, kemudian atas perintah Admiral

Verhoeven pada tahun 1609, maka tahun 1610, Jacquas l'Hermit, kepala pos

dagang Banten,5 berhasil menandatangani perjanjian dengan Pengeran Jayakarta

Wijayakrama yang berisikan memberi izin kepada orang-orang Belanda untuk

2 Menurut cerita orang-orang Belanda yang datang ke Teluk Jayakarta di bawah pimpinan

Cornelis de Hautman di kapal Hollanda tanggal 13-16 November 1596, Kota ini dikelilingi pagar

kayu. Waktu itu mungkin masih berada pemerintahan Tubagus Angke, karena berdasarkan berita

pada abad XVII. pada masa pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, pagar kota tersebut

diganti oleh Belanda, pertama-pertama juga telah diceritakan mempunyai pagar tembok terutama

di pantai sebagai tirai Laut (zee gordijn)., lihat Uka Tjandrasasmita, Sejarah Perkembangan Kota

Jakarta, (Jakarta: Pemda DKI, Dinas Museum Dan Pemugaran, April 2000), hal. 13 dan lihat

Armando Cortesao (ed), op. cit., . Jilid 2, hal. 169

3 Sutrisno Kutoyo, dkk, Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung Ke Batavia, (Jakarta:

Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai

Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), hal.

43

4 Lihat Fe de Haan, Oud Batavia, (Bandung: A.C. Nix & Co., 1935), hal 15-30

5 Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 15-30

Page 54: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

43

berdagang di Jayakarta dan tinggal seperlunya melindungi barang-barang

dagangan.

Setelah meninggalnya Tubagus Angke, ia digantikan oleh puteranya, yaitu

Maulana Hidayatullah dan menurut naskah Purwaka Caruban Nagari6 Maulana

Hidayatullah yang mempunyai nama Pangeran Jayakarta Wijayakrama. Pada saat

di bawah kekuasaan Pangeran Jayakarta Wijayakrama, inilah orang-orang

Belanda diizinkan membangun pusat perdagangan.

Semenjak itu, orang-orang Belanda telah memberi informasi lebih mengenai

Jayakarta. Pada saat itu masa pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama

telah membuka luas pintu perdagangan maritim, bagi berbagai bangsa seperti;

Negeri Keling, Bombay, Cina, Belanda, Inggris, Gujarat, Abesina, Persia, Arab,

serta bangsa-bangsa dari Asia Tenggara. Demikian juga kawasan Nusantara

sendiri, Bandar Jayakarta telah ramai didatangi pedagang Aceh, Tidore, Ternate,

Hitu, Kepulauan Maluku, Tuban, Demak, Cirebon, Banten, dan lain sebagainya.

Diberitakan, bahwa beras, ikan, sayur-mayur dan buah-buahan banyak

diperdagangkan. Juga tuak yang dijual dalam tempayan-tempayan besar.7Yang

selalu diramaikan perdagangan maritimnya dengan perahu-perahu dagang untuk

menyusuri Perairan Jayakarta yang melanjutkan ke tempat ke arah bandar

Jayakarta.

6 Menurut naskah Purwaraka Caruban Nagari Hidayatullah wafat tahun 1568 Masehi

atas penguasaan atas daerah pemerintahan Jayakarta diserahkan kepada putranya yaitu Pangeran

Jakarta Wijayakrama inilah yang terkenal sebagai; Regent atau koning ven Jakarta‟‟di kalangan

orang-orang asing, Belanda, Inggris, dan Sebagainya. Ia terkenal dalam percaturan politik karena

menentang VOC terutama pada masa Jan Pieterszoon., Lihat H. J de Graaf dan Th. G. Th.

Pigueaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram, seri

terjemahan , (Jakarta: Grafite Pers), hal. 137

7 Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, (Jakarta, Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008), hal. 9

Page 55: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

44

Setelah Pangeran Jayakarta Wijayakrama memantau secara langsung orang-

orang Belanda secara ketat dalam berdagang, dan akhirnya orang-orang Belanda

merasa terancam hingga kematian maka lantas bersekutu dengan Inggris pada

tahun 1615.8

Hal ini sebagai bentuk dan upaya untuk membangun pos dagang di sebelah

Barat Sungai Ciliwung yang terdapat gudang Belanda, Nasau dibangun pada

tahun 1610 dan Mauritius dibangun 1617. Sementara pos dagang Inggris di

sebelah Barat yang berhadapan dengan gudang Belanda. dibangun pada tahun

1618. Meskipun demikian mereka selalu melanggar perjanjian yang

mengharuskannya dengan membayar denda kepada Pangeran Jayakarta

Wijayakrama. Setelah mereka membangun benteng pertahanan dan pos dagang

yang saling berdekatan, namun dengan adanya pembayaran denda sebanyak 1.200

real, maka Pangeran Jayakarta menutup mata.9 Seolah Pengeran Jayakarta

sebetulnya mengetahui apa yang terjadi dan memprotes, sambil meminta bantuan

ke pihak Inggris. Oleh karena itu Coen berencana ingin memindahkan pos

dagangnya menjadi pusat kantor perdagangan ke Jayakarta dan menyerang satu

kubu pertahanan yang telah didirikan dipemukiman Belanda.10

Maka kubu

ditaklukan, dalam peristiwa itu pos dagang Inggris dibakar habis. Sebelah armada

dagang Inggris berpatroli di dermaga Jayakarta dan memberikan peringatan akan

memotong komunikasi dengan dunia luar.

8 Lihat Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Transmedia

Pustaka, 2008), hal. 79

9 Uka Tjadrasasmita, Pengeran Jayakarta Wijayakrama, (Jakarta: Dinas Museum dan

Sejarah DKI, 1977), hal. 3-4 dan lihat A. Willard Hanna, Hikayat Jakarta, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1998), hal. 4 10

Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 155

Page 56: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

45

Pada tanggal 31 Desember 1618 Jan Pieterszoon Coen mencoba menyerang

armada dagang Inggris kembali di Teluk Jayakarta itu, akan tetapi tidak mampu,

karena terjepit antara armada dagang Inggris dengan orang-orang Jayakarta.

Kemudian ia meninggalkan Jayakarta menuju Maluku untuk meminta bantuan

dan menghimpun armada dagangnya yang bercerai-berai di daerah itu. Pemimpin

benteng VOC di Jayakarta diserahkan kepada Pieter van den Broeck. Penghuni

benteng tersebut berjumlah 250 orang, termasuk di antaranya 25 orang Jepang.

Pada tanggal 22 Januari 1619, ketika sedang berkunjung ke keraton Jayakarta,

Van den Broeck ditangkap atas perintah Pangeran Jayakarta Wijayakrama.

Pada tanggal 31 Januari 1619 tercapai persetujuan antara orang-orang

Inggris dengan Pangeran Jayakarta tentang benteng VOC, dan sesudah itu benteng

dikepung dan diambil alih dengan paksa oleh Pangeran Jayakarta dan Inggris,

sehingga peti-peti kemas yang berisi dokumen dan barang dagangan milik Jan

Piterszoon Coen dan barang-barang lainnya ikut dirusak.11

Sementara, peristiwa

pengepungan benteng tersebut diketahui pula oleh pihak Banten dan mengirim

kapal-kapal dan tentaranya ke Teluk Jayakarta dan muara sungai Ciliwung

dikepung kapal-kapal dari Banten.

Pada tanggal 1 Februari 1619 Admiral Th. Dale yang melihat armada

dagang Banten yang sudah dikepung sehingga ia merasa tidak mampu

menghadapinya. Dalam situasi yang kritis itu, akhirnya Pengeran Jayakarta

11 Uka Tjandrasasmita, Sejarah Jakarta Zaman Pra Sejarah Sampai Batavia Tahun ±

1755, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI, 1977), hal. 65 dan 67 dan lihat Sutrisno Kutoyo,

dkk, op. cit., hal. 56

Page 57: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

46

diambil untuk kemudian dibawa ke Banten. Daerahnya menjadi pengawasan

Mangkubumi Banten.12

Maka Syahbandar atas nama sunannya mengerahkan armada dagang di

sekitar benteng Belanda yang berdekatan langsung dengan Sungai Ciliwung.

Dalam situasi tersebut, Pengeran Jayakarta menyerahkan tawanan-tawanan

Belanda kepada Banten. Maka pada tanggal 15 Februari 1619 kekuasaan

Jayakarta diambil alih oleh Mangkubumi Banten, dan Pengeran Jayakarta

Wijayakrama di bawah kekuasaan langsung Kesultanan Banten. Namun Pangeran

Jayakarta Wijayakrama dibawa kembali ke Tanara di Banten.

Pada pertengahan bulan Mei 1619 Jan Piterszoon Coen masuk ke Pelabuhan

Jayakarta dari Maluku dengan 16 buah armada dagangnya. Daerah benteng dan

sekitarnya diserbu oleh Jan Pieterszoon Coen dengan kekuatan 1000 orang.

Dengan tidak mendapat perlawanan yang berarti, karena Pangeran Jayakarta

Wijayakrama telah tersingkir dari Banten dan tentara Banten saat itu sudah

pulang.13

Pada tanggal 30 Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan

terhadap Banten, memukul mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai

pangkalan militer dan administrasi yang relatif aman bagi pergudangan dan

pertukaran barang-barang, sehingga lokasi Batavia menjadi strategis dan

memudahkan mencapai jalur-jalur perdagangan ke Nusantara bagian Timur atau

Timur jauh dari Eropa.14

12 M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70 dan lihat Taufik Ahmad, op. cit., hal. 10

13

Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 65 dan 67

14

Adolf Heuken SJ, Historical Sites in Jakarta, (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1989), hal

13-16

Page 58: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

47

Semenjak itu, Jan Pieterszoon Coen mengubah nama Jayakarta menjadi

Batavia. Semenjak itu, Batavia dijadikan sebagai pusat perdagangan atas

kekuasaan Belanda di Nusantara. Tetapi, adanya campur tangan Jan Piterszoon

Coen, seorang pegawai Belanda yang telah mempunyai wewenang atas basis

dagang Belanda di Batavia kemudian memutuskan bahwa Batavia menjadi pusat

perdagangan VOC yang berlayar dan berdagang di Kepulauan Nusantara.15

B. Batavia sebagai Kota Bandar Niaga.

Batavia bermula dari sebuah bandar kecil, bandar kecil ini awalnya terdiri

dari endapan lumpur di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam.

Perkembangan pelayaran dan perdagangan mengantarkan kawasan ini menjadi

bandar penting di Pantai Utara Pulau Jawa.

Selama berabad-abad kemudian kota Batavia merupakan bandar niaga yang

berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai dan

berkembang sangat pesat sebagai pelabuhan transito Internasional, dan

menjadikan Batavia menjadi bandar terpenting di Asia.16

Keterangan sejarah pernah menyebutkan Batavia terbujur satu sampai dua

kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang berdekatan dengan sungai

Ciliwung yang terletak di Teluk Batavia yang terlindung oleh beberapa pulau.17

Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 buah kapal dagang yang

mempunyai kapasitas 10 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-

orang Melayu, Jepang, dan Cina, di samping itu juga kapal-kapal dari pulau

sebelah Timur. Sementara itu, kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki

15 Sutrisno Kutoyo, dkk, op. cit., hal. 56

16

Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 9

17

Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 18 dan 22

Page 59: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

48

kapasitas 500 ton, harus berlabuh di depan pantai.18

Tome Pires juga

menyebutkan adanya hubungan dagang antara Sunda Kelapa dengan Malaka,

dikatakan bahwa barang-barang dagangan dari Sunda Kelapa termasuk Batavia,

diangkut dengan lanchara, yaitu jenis kapal dagang yang memuat sebanyak 150

ton.19

Di samping itu, dengan kedatangan dan usaha yang dilakukan Jan

Pieterszoon Coen untuk mewujudkan cita-citanya, maka mulailah pembangunan

Batavia sebagai kota dagang dan melengkapi benteng Jacatra (sebagai tempat

pertahanan dan tempat perlindungan dari aktivitas perdagangan maritim). Terlebih

lagi nama tersebut, sudah melekat dengan sebutan Kasteel Batavia20

(saat ini

merupakan Pasar Ikan, jaraknya saling berdekatan dengan Museum Bahari).

Di sini orang-orang Belanda sibuk mengatur dokumen ribuan macam barang

dagangan, perhitungan, pelaporan, dan pemeriksaan sebelum diteruskan ke

gudang dan pos-pos dagang di sekitar Kasteel Batavia.

Menurut Adolf Heuken SJ, bahwa hampir semua aktivitas Kasteel Batavia

berhubungan erat dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan. Bahkan daerah-

daerah perbatasan menjadi daerah pertahanan dan tempat perlindungan dari

aktivitas perdagangan maritim. Antara Jl. Pakin (di bagian Utara), di sepanjang Jl.

Kali Besar banyak dijumpai bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai pos

dagang dan jenis-jenis badan usaha yang terdapat di daerah tersebut yaitu

18 A. Willard Hanna, Hikayat Jakarta, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988), hal. 4

19

Lihat Armando Cortesao (ed), op. cit., Jilid 2, hal. 167

20

Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 13-16

Page 60: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

49

perusahaan dagang, perbankan, perkapalan, dan asuransi.21

Sementara Jl. Pasar

Pagi (di bagian Selatan) dan Jl. Sumut-Penjaringan (di bagian Barat) merupakan

salah satu tempat niaga dan sebagai kegiatan pemerintahan Kota Batavia yang

dipusatkan di sekitar lapangan yang berdekatan dengan letak perniagaan besar,

yang jaraknya sekitar 500 meter dari kawasan niaga.

Orang-orang Belanda berhasil membangun balai kota yang anggun, yang

menjadi pusat pemerintahan dan menjadi pusat perdagangan Batavia. Sekarang ini

lebih dikenal dengan sebutan kota tua lama atau disebut juga Oud Batavia, yang

memiliki jarak 500 meter ke arah Utara-dan ke arah Barat dan kita dapat melihat

Museum Jakarta sampai saat ini. Setelah diperluas menjadi tempat aktivitas

maritim dan sebagian lagi diperkuatnya bangunan-bangunan untuk melindungi

aktivitas perdagangan maritim.22

Semenjak itu dapat dikatakan, secara umum perdagangan maritim

merupakan hubungan timbal balik yang dilakukan paling tidak antara dua pihak

sebagai usaha untuk memperoleh barang melalui pertukaran yang lebih

menekankan pada aspek kebutuhan dari pada aspek ekonomi-perdagangan, karena

salah satu ciri dari perdagangan adalah adanya transaksi.

Suatu transaksi akan terjadi jika di suatu tempat membutuhkan bahan baku

atau barang yang tidak dapat diperoleh atau diproduksi oleh tempat tersebut

sementara di tempat lain terjadi surplus akan barang atau bahan baku yang

diperoleh. Bandar niaga terpadu adalah suatu kawasan yang meliputi seleruh

kegiatan perniagaan yang menjadi basis ekonomi. Idealnya tempat tersebut berada

21 A. B Lapian, (ed.), Four Centuries Trade Relations Between Indonesia and Netherland

1595 – 1995, hal 15

22

Adolf Heuken SJ, op. cit., hal. 16 dan 17

Page 61: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

50

di lokasi yang cukup strategis sehingga memudahkan para pendukung kegiatan

perekonomian tersebut melakukan aktivitasnya.23

Seperti halnya Batavia

berkembang dan tumbuh menjadi salah satu tempat niaga yang pesat dalam

pertukaran barang dagangan. Pasar Ikan menunjukkan sistem perdagangan

maritim yang umum yang dilakukan oleh Bangsa Eropa, yaitu mendirikan bursa

besar di suatu tempat yang sepanjang tahun menampung aneka barang dagangan

yang diinginkan.

Berdasarkan beberapa catatan mengenai Kota Batavia tentang Pasar Ikan

yang saling berdekatan dengan gudang penyimpanan rempah-rempah di bagian

Barat, dan dijadikan sebagai tempat niaga (Museum Bahari sampai sekarang ini

yang beralamatkan Jalan Pasar Ikan Nomor 1, Jakarta Utara ), maka

mengindikasikan bahwa sekitar abad XVII dan abad XVIII kota Batavia menjadi

kawasan niaga yang telah difungsikan dan Pasar Ikan menjadi bandar niaga yang

merupakan gabungan dari fungsi perdagangan besar dengan perdagangan eceran

baik asing maupun domestik. Setiap jam 07.00 pagi sampai jam 15.00 sore dan

dilajutkan sampai malam, pasar masih tetap dibuka untuk umum dalam

melakukan transaksi barang-barang dagangan antara penjual dan pembeli.24

Di Pasar Ikan ini nampaknya telah berkumpul ribuan orang dari penjuru

dunia, terutama kaum perempuan yang membawa hasil bumi diperjualbelikan.25

23 R Z Leirissa, (et.al), Sejarah Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1996), hal 1 dan 2 dalam http://

Jakartalama.wordpress.com/2010/11/03/situs-pasar-ikan-kawasan-niaga-terpadu-pada-masa-

kolonial/dikunjungi pada tanggal 13 Juli 2011

24

Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 30-40 dan Lihat KN. Chaudury, Trade and Civilization

in The Indian Ocean : Economic History from The Rise of Islam to 1750, (Cambrige: Cambrige

University Press, 1989), hal. 49 25

Hayu Adi Darmarastri “Keberadaan Nyai di Batavia, 1870-1928”, dalam Lembaran

Sejarah, vol.4, No.2, 2002.

Page 62: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

51

Di beberapa tempat di Pasar ikan tersebut dibangun tempat khusus untuk kios

yang biasanya terbuat dari bambu yang beratap ilalang dan fungsinya hanya

sementara. Terkadang pasar ini hanya digelar di bawah pohon besar yang cukup

lapang untuk berkumpul. Biasanya didapati gandum atau biji-bijian, pakaian,

kerajinan tangan, ikan, perajin kuningan, besi, dan barang-barang tembaga,

kerajinan-kerajinan dari bangsa Cina, India, Eropa dan lain sebagainya. Jenis

makanan matang dan berbagai jenis buah-buahan serta sayur-mayur dijual di sini

dengan harga yang beragam sesuai kualitas barang. Tampaknya transaksi

perdagangan maritim dapat timbul jika terjadi pertemuan antara penawaran dan

permintaan terhadap barang yang dikehendaki.

Kaum perempuan setempat menjual lada dan bahan makanan kepada

pembeli asing, sementara setiap kelompok saudagar asing mempunyai tempat

untuk menjual barang-barang mereka. Ini sekaligus merupakan kegiatan

perdagangan maritim di Pasar Ikan yang menjadi sibuk setiap harinya untuk

bahan makanan seperti beras, sayuran, buah-buahan, gula, ikan dan daging, hewan

ternak, tekstil, lada, cengkih, senjata, perkakas dan barang-barang logam.

Namun demikian, Pasar Ikan ini nampaknya diatur oleh Syahbandar yang

mengadakan pengadilan apabila ada persengketaan dagang.26

Pada abad XVII,

26 Menurut Van Leur, Syahbandar berkewajiban mengatur administrasi dan memantau

langsung jalannya aktivitas pelayaran dan perdagangan dan sebagai pemegang jabatan kalangan

istana kekaisaran niaga dipegang oleh VOC. Cina dan India ikut berperan dalam posisi yang

strategis (Jabatan), selain itu dalam pandangannya Meilink-Roelofz, bahkan mengungkapkan

Syahbandar yang dipilih dengan cara persetujuan Pemerintah Agung/Pusat, untuk mewakili

saudagar-saudagar antar-bangsa. Selain mengurusi permasalahan baik kecil hingga besar dalam

hal, pedagang, pasar, pergudangan termasuk tenaga kerjanya, dan lain sebagainya. Lihat pula J. C.

Van Leur, Indonesian Trade And Society ; Essay in Asian and Economic History, (Bandung:

Sumur Bandung, 1960), hal. 113 dan lihat juga M. A. P Meilink-Roelofz, Asian Trade And

Eroupean Influence: In The Indonesian Archipolego Between 1500 and about 1630, (Universitiet

van Amsterdam s‟Gravengade: Martinus Nijhoff,1962), 62

Page 63: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

52

Syahbandar bertugas di dalam untuk memantau aktivitas perdagangan lada,

cengkeh, kayu manis yang merupakan komoditas ekspor terpenting. Komoditas

itu awalnya terbatas diperdagangkan di Pasar Ikan. Pada saat itu, dapat dikatakan

menjadi komoditas yang diperdagangkan antar-bangsa. Semenjak itu, Batavia

menjadi bandar niaga yang telah menyediakan komoditas rempah-rempah dan

bahan makanan, bahan pakaian, emas, serta kayu-kayu lainnya. Barang-barang

komoditas itulah, tidak hanya berasal dari tempat niaga, melainkan dari berbagai

para pedagang luar negeri yang banyak berdatangan ke Batavia maupun dari

negara-negara di Asia lainnya.27

Hal ini yang kemudian Batavia menjadi kawasan niaga sebagai tempat

pengekspor hasil barang-barang dagangan dari pedalaman yang juga didukung

dari Sungai Ciliwung, yang mengalir dari pedalaman ke kawasan niaga. Dari

Sungai Ciliwung dapat menunjang transportasi untuk mengangkut barang-barang

dagangan ke arah kawasan niaga sehingga, Batavia sebagai bandar niaga dan

berhasil tumbuh menjadi kekuatan yang lebih besar lagi dalam jalur perdagangan

antara Malaka dan Maluku.28

Dua jalur tersebut, antara Malaka dan Maluku mampu menyuplai barang

dagangan, sebagai tempat penyimpanan barang-barang dagangan yang diperoleh

dari hasil agraris dan hasil laut. Kemudian VOC melengkapi Batavia dengan

membangun kompleks gudang yang dikenal dengan Gudang perniagaan di sisi

Timur (Oostzijdsche Pakhuizen) atau disebut juga Gudang Gandum

27 Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 39

28

Armando Cortesao (ed), op. cit., Jilid 2, 176

Page 64: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

53

(Graanpakhuizen). Gudang itulah terdiri dari empat bangunan untuk menyediakan

barang-barang dagangan.29

Pada zaman Gubernur Jenderal Carel Reyniersz, Batavia sudah dilengkapi

dengan kompleks gudang rempah di sebelah Barat yang lebih dikenal dengan

nama Gudang Rempah Barat (Westzijdsche Pakhuizen) yang dibangun pada tahun

1652. Sebelas tahun kemudian pada zaman Gubernur Jenderal Johan van Hoorn,

tepatnya tahun 1663 dibangunlah Gudang VOC. Gudang Rempah Barat yang kini

masih tegak berdiri pada saat itu berfungsi untuk menyimpan barang-barang

dagangan dari beberapa aktivitas perdagangan.30

Bandar niaga sangatlah mungkin berada di jalur pelayaran dan perdagangan

Internasional dan diperkirakan sejak pertengahan abad XVI M, sudah banyak

dikunjungi oleh berbagai bangsa, seperti India, Cina, dan Eropa. Batavia memiliki

lokasi geografis sangat strategis, yaitu terletak di dekat selat Sunda, yang

merupakan satu diantara dua jalur penghubung, yang lainnya adalah Selat Malaka

utama antara Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan.31

Dengan posisi tersebut

Batavia sangat sesuai untuk dijadikan pusat kegiatan VOC di Asia. Abad XVII

M,32

Batavia menjadi salah satu tempat transit yang ramai didatangi oleh para

pedagang dari berbagai negeri seiring dengan meningkatnya volume perdagangan

29 Lihat Geofano Dharmanaputra dalam Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalan Sutera

:kumpulan diskusi ilmiah, (Jakarta: CV Dwi Jaya Karya), hal 2 dan lihat http: //

www.forumbudaya.org/index.php?option=com_content&task=view&id=864&Itemid=34

(Dikunjungi tanggal 17 Maret 2011)

30

Adolf Heukeun dan Grace Pamungkas, Galangan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus

Tahun , hal. 12 dan 13

31

Batavia dalam jaringan perdagangan Asia Pada Abad 17 dan 18 dalam http://kns-

ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan %20 Kanumoyoso,%20 M.Hum.pdf

(dikunjungi tanggal 13 Juli 2011).

32

Tulisan Hendriyo Widi yang berjudul Bukan Belanda Kalau Tidak Berdagang dalam

harian Kompas, Jum‟at, 25-08-1995, hal 17

Page 65: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

54

antara Barat dan Timur. Para pedagang Muslim, menyebarkan agama Islam dari

negeri Arab, Cina, India, Perlak, pernah pula datang dan singgah di Batavia.33

Semenjak pertengahan abad XVI dan menjelang awal abad XVII seringkali

jenis kapal dagang dan perahu dagang berdatangan ke kawasan niaga ini. Para

pedagang yang berasal dari Palembang, Tanjungpura, Malaka, Makassar, Madura

dan lain sebagainya. Ikut berdatangan juga ke tempat ini untuk menjual hasil

agraris dan hasil lautnya.34

Selain itu di kawasan ini pula banyak ditemui dari para saudagar dari

berbagai bangsa seperti Portugis, Arab, Turki, Cina, Keling, Pegu, Melayu,

Benggala, Gujarat, Malabar, Abessinia dan juga dari setiap daerah di Hindia

Timur untuk melakukan aktivitas perdagangan maritim.35

Batavia bandar niaga

dijadikan sebagai tempat aktivitas perdagangan maritim di sekitar kali besar yang

menjadi wilayah Central Bussiness and Industry District Batavia, dan aktivitas

perdagangan maritim ini selalu diupayakan hingga pedagang-pedagang terus

berdatangan ke tempat ini. Aktivitas berlayar dan berdagang tersebut selalu

diramaikan setiap harinya sejak tahun 1631.

Bahkan bandar niaga mempunyai kedudukan tersendiri dari pengusaha

perkapalan, para pemilik kapal, dan para pembuat kapal. Bandar Batavia

menyediakan kapal-kapal dagang ke seberang lautan, untuk dipakai berdagang ke

Pantai Utara Jawa. Ini semua memerlukan modal yang cukup besar, sehingga

seringkali diperlukan kerjasama antar-pedagang yang bermodalkan kuat tersebut.

33 Jurnal Taufik Ahmad, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, (Jakarta,

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, Museum Bahari, 2008),

hal. 6

34

Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 143

35 Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 143

Page 66: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

55

Keikutsertaan kaum bangsawan dan pegawai kerajaan dari kalangan

pemerintah Batavia yang berkedudukan melindungi wilayah perdagangan

mempunyai peranan yang penting dalam membantu dan kerjasama melakukan

transaksi perdagangan. Pemimpin kapal-kapal dagang yang terdiri dari para

pedagang dan tidak jarang para nakhoda kapal beserta muatannya selalu disiapkan

di bandar Batavia. Oleh karena itu, kadang-kadang yang memimpin adalah para

bangsawan. Awak kapal diambil dari pemerintah Batavia yang tidak terikat pada

tuan-tuan besar Belanda. Orang luar, para pedagang kecil, dan orang asing,

kadang-kadang juga diizinkan ikut berdagang dan melakukan transaksi dengan

syarat tertentu.

Di antara penumpang kapal dagang, sering terdapat asal dan bahasa yang

berbeda-beda yang sebagian hidupnya mengembara ke bandar Batavia. Melalui

aktivitas dagang inilah mengalami pertumbuhan dan berkembang yang lebih pesat

lagi, dan menjadi salah satu pusat perdagangan bercorak maritim pada masa VOC.

Sejumlah etnis berdatangan, seperti etnis Jawa, Bali, Banda, Banjar, dan Bugis.

Kesemuanya itu, untuk menjalin kerjasama dalam perdagangan maritim.

Sementara bandar Batavia semakin padat dengan kedatangan para saudagar-

saudagar yang telah berhubungan dagang hingga ke luar negeri seperti Cina,

Jepang, Inggris, Iran, Arab, Abessinia, India, dan lain sebagainya.36

36 Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., hal. 143

Page 67: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

56

C. Batavia sebagai Kota Pelabuhan

1. Letak dan Fungsi Pelabuhan

1. 1 Letak Pelabuhan Batavia

Dalam buku Edi Sedyawati, dkk, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, wilayah

Batavia terletak di bagian Pantai Utara Jawa Barat. Wilayah Pelabuhan Batavia

terletak pada 6º-8º Lintang Selatan dan 106º-118 º Bujur Timur. Dengan luas

wilayah pelabuhan seluruhnya mencapai, ± 65 km².37

Keberadaan letak Pelabuhan

Batavia (Tanjung Priok/Jakarta Utara) sampai saat ini, berada di wilayah Ibukota

Negara Republik Indonesia. Di sebelah Utara Pelabuhan Batavia terdapat Teluk

Batavia (Teluk Jakarta). Letak Pelabuhan Batavia juga dikelilingi oleh Pulau-

pulau kecil di Kepulauan Seribu, yang terdiri dari Pulau Damar Besar, Pulau air,

Pulau Nyamuk, dan puluhan pulau-pulau lainnya.

Letak pelabuhan yang berfungsi sebagai salah satu tempat pelindung bagi

kapal dagang dan perahu dagang yang ingin melakukan transaksi perdagangan di

bandar pelabuhan Batavia menjadi alasan utama dari kegiatan yang

menguntungkan pemerintah Belanda pada abad XVII. Dilihat dari sudut

geografisnya pada saat itu, kapal dagang dan perahu dagang dari penjuru

Nusantara dan dunia ingin berlabuh dan berdagang ke arah Batavia (Jakarta).38

Letak Pelabuhan Batavia tersebut, merupakan jembatan yang

menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatra dan menghubungkan

daerah–daerah sekitarnya. Letak Pelabuhan di bagian Selatan, terdapat

37

Edi Sedyawati, dkk, Sejarah Kota Jakarta 1950-1980, (Jakarta: Proyek Penelitian

Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional

Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986//87), hal. 20

38

Verstaven, Djakarta Bay: A Geomorphological Study on Soreline Deveploment,

(Utrech: State University of Hawai Press, 1954), hal. 79

Page 68: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

57

pegunungan dengan dataran tinggi yang menjulang, sedangkan di bagian Utara

terdapat Pulau Onrust yang merupakan tempat galangan kapal dan bengkel

perbaikan kapal pada abad XVII. Letak dan geografisnya Pelabuhan Batavia,

berada pada daerah yang strategis yang menjadi padat dari jalannya lalu-lintas

orang berlayar dan berdagang antar-pulau, antar-Asia dan lain sebagainya. Sejak

itu Pelabuhan Batavia, ditempatkan sebagai transito bagi kapal-kapal dagang dan

perahu–perahu dagang yang memuat barang dagangan yang berlabuh ke arah

Barat ke Malaka dan ke arah Timur ke Maluku untuk sampai Pelabuhan Batavia.39

Letak Pelabuhan Batavia tersebut sangatlah strategis yang mendukung jalur

persilangan antar-pulau, lautan dan memiliki potensi tinggi dalam pertumbuhan

dan perkembangan ekonomi.

1. 2. Fungsi Pelabuhan Batavia

Pelabuhan Batavia sampai saat ini masih difungsikan sebagai pelabuhan

kapal layar motor disebabkan adanya kebutuhan yang mendasar seperti jasa

angkutan yang berkenaan dengan adanya arus perdagangan melalui transportasi

maritim yang berangkat dari pelabuhan tersebut. Dengan demikian faktor-faktor

pendukung dari fungsi pelabuhan Batavia ini adalah:

a. Adanya hubungan dengan pasar-pasar yang berada di dalam negeri maupun

di luar negeri.

b. Adanya hubungan antara pelabuhan dengan daerah-daerah pedalaman dalam

konteks keluar masuknya barang-barang dagangan, terbentuknya jalur-

jalur transportasi, dan terbentuknya pusat-pusat pengumpulan barang-

39 Verstaven, op. cit., hal. 79

Page 69: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

58

barang dagangan. Sementara itu, dalam menjalankan aktivitas

perdagangan banyak pedagang-pedagang yang menyusuri Selat Sunda

untuk menuju ke Pelabuhan Batavia melalui jalan laut. Hal tersebut, guna

menyusuri jalannya lalu-lintas orang berlayar dan berdagang ke Pelabuhan

Batavia dan dilanjutkan ke Pasar Ikan.

c. Adanya kemungkinan para pedagang semakin bertambah dengan

kedatangan kapal dagang yang membawa muatan barang dagangan

melalui jalur selat Malaka ke selat Sunda ke Pelabuhan Batavia.

d. Adanya hubungan antara kegiatan pelabuhan dengan pembentukan kota

pelabuhan.

Dari sudut ekonomi Pelabuhan Batavia sebagai tempat penampung surplus

dari pedalaman untuk didistribusikan ke tempat-tempat lain. Tentunya, upaya-

upaya pelayanan Pelabuhan Batavia disiapkan oleh pegawai Belanda dan

pembantunya yang sudah memberikan suatu pelayanan terhadap kapal dagang dan

pelayanan terhadap barang atau pelayanan bongkar muat barang dagangan.

Pelayanan kapal meliputi sandar atau berlabuhnya kapal, pemanduan, dan

penundaan. Wilayah ini dianggap strategis dan menguntungkan pihak Belanda

dalam kancah perdagangan dan perpolitikan internasional pada masa itu.

Pelabuhan di Batavia menjadi pusat yang paling baik kualitasnya dan ramai

pengunjungnya. Selain itu untuk pelayanan bongkar muat barang meliputi;

pekerja pelabuhan atau buruh, muatan barang, penerimaan barang, dan

pengiriman barang. Pelayanan barang pada dasarnya menggunakan fasilitas ruang

atau gudang dan lapangan penumpukan barang-barang dagangan. Maka dalam

Page 70: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

59

kaitan ini gudang sangat berperan sebagai tempat penyimpanan dari pemasok

barang dagangan ke pelabuhan baik yang datang dari dalam negeri maupun luar

negeri. Upaya-upaya tersebut dalam menjalankan kegiatan ekonomi Pelabuhan

Batavia disuplai hasil agraris dari daerah pedalaman.

Pelabuhan Batavia lebih dikenal dengan wilayah Kasteel Batavia dan

menjadi pusat pelabuhan pada masa kekuasan VOC. Semenjak itu, di Pelabuhan

Batavia terdiri dari ribuan macam barang dagangan beserta dokumen-

dokumennya, perhitungan dan laporan yang diterima, diperiksa dan kemudian

diteruskan ke gudang dan kantor-kantor di sekitar Kasteel Batavia . Ribuan

macam barang dagangan disimpan di sebelah Barat Sungai Ciliwung yang

dibangun sejak 1652 (Kompleks Westy Dyshe Pakhuizen) yang sekarang ini

Museum Bahari sebelum diditribusikan ke dalam kota maupun ke luar negeri.40

Di kawasan Batavia yaitu Pasar Ikan, inilah kapal-kapal dagang besar

maupun kecil melakukan aktivitas bongkar muat barang-barang dagangan. Kapal-

kapal dagang dari antar-Asia maupun yang berlayar ke Eropa tersebut,

memerlukan perbaikan kapal (Pulau Onrust), dan perlengkapan. Maka di

bangunlah sebuah Compagnies Timmer-en Scheeps werf (bengkel kayu dan

galangan kapal Belanda). Pada tahun 1632, di tepi Barat Kali Besar, banyak

terdapat Saudagar, Nahkoda, Perwira, Sultan, Raja, Pejabat Belanda dan duta

kerajaan dari seluruh Asia mendarat dan berangkat dari tempat ini. Pengawasan

aktivitas Pelabuhan Batavia melalui Menara Syahbandar yang dibangun pada

tahun 1640, (Uitkijk, Menara Syahbandar, dari sini kapal dapat terlihat jelas dari

40 Taufik Ahmad, op. cit., hal. 11

Page 71: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

60

jarak jauh, dan kapal dapat memberikan sinyal, ini pertanda bahwa kapal baru saja

tiba di Pelabuhan Batavia) guna melengkapi sarana dan prasana pelabuhan,

sebagai tanda kapal-kapal yang ingin berlabuh pada malam hari. 41

1. 3. Bongkar Muat Barang

Ketika Jan Piterszoon Coen menanamkan kakuasaan dagangnya, maka

Coen menyadari dengan kebutuhannya yang melampaui batas kemampuannya

kemudian mengambil kekayaan sumber penghasilan dan memantapkan dominasi

bagi kelangsungan hidupnya. Di antara langkah dan usaha yang dilakukan orang-

orang Belanda termasuk Coen, adalah dengan adanya Bongkar muat barang-

barang dagangan di Pelabuhan Batavia. Aktivitas bongkar muat barang ini

dipengaruhi banyaknya atau sedikitnya perahu dan kapal dagang yang datang dan

menetap dari kalangan pedagang yang berbeda suku bangsa baik Asia maupun

Eropa. Jumlah perahu dan kapal dagang tersebut semakin bertambah dengan

kedatangan para pedagang Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, Birma atau

Myanmar, dari Keling. Selain itu, berdatangan juga para pedagang dari Demak,

Jepara, Cirebon, Banten, Tuban, Surabaya, Aros Baya, Wiraba dan Pasuruan

datang ke Pelabuhan Batavia dengan membawa hasil agraris, seperti rempah-

rempah, beras, ikan dan lain sebagainya.

Walaupun jumlah para pedagang yang demikian banyak, tetapi dalam

pelaksanaannya tugas bongkar muat barang-barang dagangan tersebut ditangani

41 Taufik Ahmad, op. cit., hal. 11

Page 72: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

61

dengan cepat. Hal ini diupayakan oleh pemerintah Batavia (Pemerintah

Agung/Pusat).42

Pelabuhan Batavia menyiapkan Syahbandar yang bertugas untuk memantau

bagian logistik barang-barang dagangan di pelabuhan, transportasi, serta jalannya

transaksi perdagangan di dalam kapal dagang di sekitar pelabuhan Batavia. Dalam

penyusunan barang dagangan yang baru saja tiba di Batavia, haruslah melalui

daftar barang dagangan dan dana keuangan Belanda di Batavia serta harus ada

pembekalan yang cukup, setelah barang-barang dagangan masuk ke dermaga atas

persetujuan badan yang menangani barang dagangan.43

Bongkar muat barang dagangan memegang peranan penting dan juga

strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan Pelabuhan Batavia demi kemajuan

Belanda. Demikian pula sebaliknya, karena Belanda saat melakukan bongkar

muat barang dagangan harus memeriksa kembali apakah daftar barang dagangan

sudah memenuhi syarat atau belum sesuai pesanan kiriman dan keputusan atas

persetujuan Heren Zeventien (Dewan Tujuh Belas).44

Setelah melakukan inspeksi secara mendadak pemeriksaan tersebut

kemudian dicatat atas muatan yang kurang maupun kelebihan barang dagangan.

Pemeriksaan ini sebagai bentuk usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi

pembangunan Pelabuhan Batavia pada saat itu. Hal ini membawa konsekuensi

42 Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah

membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)

dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508

43

Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah

membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)

dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508

44

Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah

membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)

dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508

Page 73: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

62

terhadap pengelolaan tiap barang-barang dagangan dalam usaha-usaha

Syahbandar pelabuhan dari sejumlah aktivitas perdagangan maritim agar bisa

pengoperasiannya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan profesional sehingga

pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat dengan biaya yang lebih

murah dan terjangkau.

Pada dasarnya, upaya-upaya pelayanan Pelabuhan Batavia oleh Belanda dan

pembantunya yang diberikan mandat untuk mengurusi Pelabuhan Batavia untuk

melayani kapal, muatan barang dagangan, dan penumpangnya secara tepat dan

maksimal, terlebih atas kapal-kapal asing dunia luar yang pernah singgah. Hal ini,

sebagai aktivitas perdagangan maritim yang memakai sarana transportasi laut

seperti perahu dagang dan kapal dagang, dan selain itu memfungsikan pelabuhan

sebagai lalu-lintas angkutan perahu dan kapal.

Dengan demikian barang dagangan yang diangkut dengan kapal dagang dan

perahu dagang dapat dimasukkan ke atas kapal yang kemudian dipindahkan ke

tempat lain dengan cara diangkut dengan perahu dagang. Barang yang diangkut

tersebut atas perintah Pemerintah Batavia.45

Oleh karena itu, Pelabuhan Batavia pada saat itu menunjuk pegawai

Belanda bekerjasama dengan Plakaat untuk membuat jadwal, untuk mengurusi

berbagai kepentingan, untuk saling bertemu di Pelabuhan Batavia di bawah

kendali Belanda, bea dan cukai (ekspor dan impor), penempatan barang-barang di

dermaga Pelabuhan Batavia, aktivitas syahbandar dan kegiatan-kegiatan lainnya.

45 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 150-152 dan Menurut Nia seorang pegawai Arsip

Nasioanal Republik Indonesia, yang telah membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de

eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap) dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-

13508

Page 74: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

63

Atas dasar itu, dapat dikatakan bahwa aktivitas pelabuhan adalah sebagai salah

satu bentuk aktivitas yang membangkitkan aktivitas perdagangan suatu wilayah

karena merupakan bagian dari mata rantai transportasi perahu dagang dan kapal

dalam membawa barang logistik (barang dagangan).

1. 4. Pemungutan Bea Cukai

Bea dan Cukai adalah sebagai bentuk pemungutan perjalanan kapal yang

cukup jauh bagi perahu dan kapal dagang yang masuk ke pelabuhan Batavia.

Dengan adanya pemungutan bea dan cukai di Pelabuhan Batavia yang ditetapkan

pada tanggal 1 Oktober 1620 oleh Pemerintah Batavia dengan mengundang

Plakaat untuk mengurusi bea dan cukai atas barang-barang yang keluar-masuk di

Pelabuhan Batavia, maka mengenakan tarif cukai untuk pertama kalinya yang

diatur oleh Pemerintah Batavia diperkuat orang-orang Belanda. Aturan ini berlaku

sampai tahun 1671 dengan besaran bea dan cukai 5% dari nilai mata dagangan,

yang terdiri dari makanan sehari-hari, bahan makanan, minuman, barang-barang

dagangan, dan lainnya, yang didatangkan dari dalam negeri maupun luar negeri.46

Pelabuhan Batavia yang pada saat itu masih dikendalikan oleh Belanda, dan

Plakaat, mengungkapkan terdapat 84 jenis mata dagangan yang dikategorikan

secara umum seperti benang, bermacam-macam barang dagangan Cina, kapuk,

kapas, nila, kesumba, katut, arang, pinang, sagu, segala macam buah-buahan

segar, tembakau, gula, barang-barang keperluan rumah tangga, pakaian, laken,

gajah, arak, merak, unggas, itik dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat 22 jenis

barang dagangan yang terdiri dari beras, kemenyan, lada, pala, cengkeh, bahan

46

Dagh-Register 1674, hal. 30-31 dalam Tawalinuddin Haris, Kota dan masyarakat

Jakarta dari kota Tradisional ke kota Kolonial Abad XVI-XVIII, cet pertama (Jakarta: Wedatama,

2007), hal. 192

Page 75: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

64

kapur, lilin, kapur barus, kayu sandel, air, perak, intan, dan merah delima. Barang-

barang dagangan yang diimpor cukainya besarnya 5% tetapi untuk yang sebesar

diekspor sebesar 10 %. Semenjak itu, Plakaat juga mengungkapkan pengangkatan

pejabat harus dengan memungut pajak (ontvanger) dan seorang Syahbandar

Pelabuhan Batavia hanya diberikan surat jalan untuk menyusuri jalan laut dan

memungut cukai impor dan ekspor. Tetapi pada tahun 1620, Syahbandar

mengangkat sebagai ontvanger yang memegang penerimaan kas bea dan cukai

yang di dapatkan dari Kapten Cina.47

Di Pelabuhan Batavia, pada tanggal 1 Januari 1621 VOC menaikkan tarif

bea cukai dari 5 % atau 10 % berubah menjadi 20% dari jenis buah-buahan dan

makanan. Pada zaman Janderal Van Diemen, tarif cukai menurut Coen dinaikkan

kembali menjadi 10 % dan diturunkan kembali menjadi 5% seperti awalnya. Coen

mengenakan biaya tarif cukai sebesar 5% untuk impor dan 10% untuk ekspor.

Pada masa Gubernur Jenderal Matsuker diadakan perubahan kembali.

Pemungutan cukai didasarkan pada berat barang dagangan dan dihitung sesuai

dengan nilai barang dan dinaikkan menjadi 5% dan berubah seketika menjadi 10

%, 15 % dan 20 %, sesuai aturan yang berlaku pada masa Coen.48

Ada sejenis

barang dagangan yang dilarang saat itu seperti candu dan arak. Ini disebabkan

adanya monopoli barang dagangan tersebut. Pemerintah Batavia menerapkan tarif

Cukai di Pelabuhan Batavia untuk ekspor dikenakan biaya tarif sebesar 10 %

47

Tawalinuddin Haris, op. cit.., hal. 192 48

Plakaatboek van Naderlandsch Indie, II, (1642-1670), hal. 77-78. Jenis ukuran yang

dimaksud dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, ukuran berat, seperti las, kati, koyan, dan ton.

Kedua, ukuran jumlah, seprti pikul, bahar, keranjang, tong, peti, botol, bilah, potong, karung,

tempayan, dan leger, Ketiga, ukuran panjang seperti elo dan roede, periksa Mr. S. Keijzer, Ibid,

hal. 562-563 dalam Tawalinuddin Haris, op. cit., hal. 194

Page 76: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

65

sedangkan arak 5 %. Impor lada dikenakan biaya cukai ¼ ringgit per-pikul, pala

masuk daftar pesanan, tetapi tidak terdaftar dalam tarif. Kain dikenakan 10 %

untuk impor dan 5 % untuk produk-produk sutera dan sejenis sutera lainnya.

Sutera kasar Persia dan Benggala dikenakan tarif cukai 10 ringgit (impor ataupun

ekspor), dan sutera Cina dan Tonkin 10 ringgit (impor ataupun untuk ekspor).49

Dari uraian di atas bahwa Pelabuhan Batavia telah mengenakan pajak bagi

pedagang-pedagang asing berkisar 5 % hingga mencapai 20 % untuk yang berasal

dari pedagang Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu, (Birma atau Myanmar), dan

Keling.50

Sementara para pedagang dari Pulau Jawa akan dikenakan biaya pajak

sebesar 6%, ini merupakan kewajiban yang harus dibayar dari setiap pedagang

yang masuk ke Pelabuhan Batavia.51

Penerapan peraturan menimbulkan transaksi barang dagangan mengalami

kesulitan. Namun demikian para pedagang tetap berdatangan dengan membawa

muatan barang dagangan dalam skala besar dan proses bongkar muat barang

dagangan diupayakan tetap kondisi sehat sehingga tetap bermutu dan terjamin dari

kualitasnya.

D. Hubungan Pelayaran dan Perdagangan Masyarakat Batavia dengan

Dunia Luar.

Bukan tanpa alasan Belanda memilih tempat ini sebagai ibukota mereka.

Seperti menurut Adam Smith, bahwa Tanjung Harapan yang menjembatani Eropa

49

Tawalinuddin Haris, op. cit., hal. 195

50

Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasioanal Republik Indonesia, yang telah

membantu menerjemahkan Arsip Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap)

dalam arsip Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508 51

Lihat J.C. van Leur, op. cit., hal. 67 dalam Marwati Djoened Poesponegoro dan

Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 144

Page 77: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

66

dan Hindia Timur,52

maka masyarakat Batavia menjembatani salah satu usaha-

usaha penghubung lalu-lintas di jalan laut antara negara Hindia Timur. Letaknya

yang sangat strategis di jalur keramaian antara India, Cina, Jepang, dan

sebagainya.

Setiap harinya aktivitas selalu dilakukan melalui perdagangan yang

memiliki corak maritim dari Pantai Batavia dalam menggunakan transportasi laut

yang masih mengandalkan perahu dagang dan kapal dagang sebagai alat

transportasi yang dibutuhkan masyarakat Batavia untuk membawa isi muatan

barang dagangan yang berlayar ke Eropa dan Cina, dan berlabuh di Perairan

Batavia terlebih dahulu. Terlebih dahulu orang-orang Cina banyak berdatangan ke

Batavia menyusuri Perairan Batavia yang selalu diramaikan para pedagang dari

dunia luar. Batavia telah menjadi kota dagang yang besar di dunia perdagangan

dan membawa peruntungan yang lebih baik. Mereka berdatangan ke Batavia baik

secara legal maupun ilegal. Jika mereka datang secara ilegal, biasanya mereka

diturunkan di tengah jalan, bukan di Pelabuhan Batavia. Etnis Cina dengan cepat

membaur ke dalam kehidupan ekonomi perdagangan masyarakat pribumi dan

juga dengan orang Eropa.

Masyarakat di Batavia memperdagangkan barang-barang dari luar daerah di

Pasar Ikan dan tiap daerah yang lingkupnya masih di wilayah Batavia yang

mempunyai hari pasar tertentu. Barang jualannya dibawa dengan keranjang yang

diberi tali, para pedagang lokal ini biasanya dilakukan kaum wanita. Sementara

itu, jika diadakan kontak tentang jual beli atau transaksi dibatalkan dan ada yang

52

Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., , hal 120

Page 78: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

67

diiyakan, sesuai mutu barang dagangan yang ingin dibeli sesuai kualitas dan

kuantitas barang dagangan, sehingga anggota masyarakat Batavia baik dari

golongan Pribumi, Melayu, Cina, dan keluarga Belanda ikut serta dalam

berdagang dan berlayar untuk memperoleh pendapatan dari segi keutungan yang

cukup memuaskan dari segi penjualan rempah-rempah dan perdagangan lainnya.

Terutama masyarakat Batavia memiliki arti khusus untuk menjalin

kerjasama dalam berlayar dan berdagang di kawasan Hindia Timur, yang

mencakup bangsa Eropa dan juga masyarakat Pribumi dan Melayu. Demikian

halnya dengan para pedagang Cina, Jepang, Tonquin, Malaka, Cochin Cina dan

Pulau Celebes (Pulau Sulawesi), dan Maluku. Hal ini dijadikan pinjakan dari

aktivitas berlayar dan berdagang yang menuju Perairan Batavia.53

Hal ini didasari agar setiap hubungan dagang itu memiliki jembatan yang

menghubungkan dengan daerah-daerah sekitarnya dan masyarakat Batavia

membentuk hubungan dagang dengan dunia luar. Masyarakat Batavia tidak hanya

menjadi pusat perhatian aktivitas ekonomi dan politik tetapi memegang peranan

yang penting dalam bidang ekonomi, yaitu berperan sebagai mitra dagang.

Dalam sebuah lintas perdagangan maritim akan didapati berbagai

kelompok bangsa yang berperan penting dalam kehidupan ekonomi kota

perdagangan. Karena mereka itu merupakan pemain yang aktif dalam

perdagangan dalam negeri hingga ke luar negeri. Hal ini yang menjadikan sebuah

53

Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal. 120-121

Page 79: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

68

kota perdagangan yang sifatnya pluralistik yang mempertemukan bangsa-bangsa

dari seluruh wilayah.54

Abad XVII sampai pertengahan abad XVIII merupakan puncak

kegemilangan masyarakat Batavia. Batavia banyak didatangi oleh berbagai bangsa

yang ikut meramaikan perdagangan maritim. Seringnya mereka melakukan

perdagangan, lambat laun mereka berdomisili di Batavia.

Valentijn mengungkapkan bahwa jumlah masyarakat Batavia pada tahun

1772 berkisar 100.000 orang karena kedatangan orang-orang yang berlayar dan

berdagang ke Batavia dan kerjasama dengan masyarakat Batavia. Mereka yang

berasal dari berbagai bangsa dan negara seperti Belanda, Inggris, Portugis,

Mestizo, Mardiker (orang-orang Koromandel, Arakan, Malabar, Sri Langka, dan

Melayu), Cina, Markiner, Armenia, Parsi, Moor, Benggala, Tonkin, Timor, Jawa,

Makasar, Ambon, Ternate, Melayu, Bugis, Mandar, Bugis, Buton, Sumbawa,

Bima dan lain sebagainya.55

Milone juga menambahkan dengan adanya orang-orang asing maka

bertambah pula orang-orang asing juga berlayar dan berdagang ke Batavia,

seperti; Prancis, Cina, Arab, Jepang, Papanger dan orang-orang berkulit hitam

(Afrika) ikut berdatangan ke tempat ini, untuk memperdagangkan hasil agraris,

hasil laut dan lain sebagainya.56

54

Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia

Tenggara 1450-1680, Jilid II terj, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal. 88

55

Franciscos Valentijn, Beschriving van Grot Djawa of the Java Major, (Amsterdam:

Johanes van Bram, Grard on der de linden, 1726). Hal. 244

56

Lihat Uka Tjandrasasmita, op. cit., 143 dan lihat Tawalinuddin Haris, op. cit., hal. 70

Page 80: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

69

Para pedagang Cina, Arab, dan Nusantara pada umumnya datang ke Batavia

hanya untuk berdagang. Namun, tidak dipungkiri lagi bahwa para pedagang dari

Arab dan Indonesia membawa misi mengislamkan masyarakat sekitar.

Berdasarkan sumber-sumber sejarah bahwa dalam abad ke-XVII dan

pertengahan abad XVIII Cina, Melayu, Nusantara, dan Belanda-lah yang

memiliki peranan yang amat berarti bagi perdagangan di Batavia. Peran penting

ini dapat dilihat dari sejauh mana mereka dapat memainkan pengaruhnya dalam

faktor ekonomi dan politik.

Faktor hubungan ekonomi dan politik itulah-yang biasanya melibatkan

orang-orang berlainan budaya, suku, dan loyalitas disatukan tidak hanya dengan

aliansi formal,57

yang dibuat dalam menjalankan aktivitas berlayar dan berdagang

di perairan Batavia tetapi dengan berbagai barang-barang rampasan dari

perdagangan dari dunia luar. Hal tersebut agar tidak rapuh karena keseimbangan

tersebut terganggu jika perdagangan menurun dan keuntungan juga menurun

sehingga produsen akan menahan produknya, atau bahkan mencari pasar yang

lain, atau kemungkinan pergi berlayar mencari peruntungan yang lebih baik lagi,

atau kembali ke kehidupan yang lama.

Hal ini menunjukkan bahwa ketika berlayar untuk mencari peruntungan

yang lebih baik maka selalu memadati lalu litas orang berlayar dan berdagang

hanya dari kalangan masyarakat Batavia. Sementara melibatkan masyarakat

Pribumi dan Melayu adalah sebagai hasil yang diupayakan untuk berhubungan

langsung dengan masyarakat Batavia atau bahkan untuk menjalin hubungan

57

Lihat Prof. Dr. Adrian. B Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan

Laut Sulawesi Abad XIX, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hal. 57

Page 81: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

70

dagang ke luar negeri melalui Negara Cina, Jepang, Inggris, Iran, Arab,

Abessinia, India, dan lain sebagainya.58

Hubungan ini membawa angin segar dan mempunyai dampak yang

menguntungkan secara ekonomis dari segi pendapatan masyarakat Batavia.

Karena masyarakat Batavia dapat melakukan transaksi tukar-menukar barang

dagangan, sejenis rempah-rempah/agraris atau bahkan hasil laut sekalipun. Selain

itu masyarakat Batavia telah menjalani kontak dagang baik dalam negeri maupun

luar negeri. Dengan tujuan mencari keuntungan sebanyak mungkin tetapi tetap

dengan kegiatan ekonomi perdagangan di bawah pengawasan pemerintah

Belanda.59

Masyarakat Batavia memiliki loyalitas yang tinggi terhadap penguasa

pribumi dan Belanda. Masyarakat Batavia hidup berprofesi sebagai nelayan,

pedagang serta penjaga keamanan sungai Ciliwung dan pantai Batavia. Mereka

berdomisili di Pantai Batavia, sebagian besar hidup mereka di tepi sungai

Ciliwung dan pantai Batavia untuk menangkap ikan dengan jaring, yang sudah

mereka siapkan dari rumah tempat tinggalnya, sehingga masyarakat Batavia

membawa jaring dan mencari peruntungan demi menutupi kebutuhan sehari-hari

dengan harapan mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya di rumah.

Sementara itu, masyarakat Batavia dapat dikatakan masyarakat yang

nomaden, sebagian besar maupun kecil kehidupannya masih tergantung pada

perahu dan kapal dagang sebagai alat transportasi yang dilakukan untuk berlayar

58 Lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: PT Gramedia, 2009),

143 59

Lihat Singgih Tri Sulistioyono, „‟The Java Sea Network: Pattern in the development of

Integrrgional Shipping and Trade in the Process of economic Integration in Indonesia, 1870-2

1970s (Disertasi pada Leiden University, 2003), hal. 225

Page 82: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

71

dan sebagai tempat tinggal mereka. Kesemuanya itu, atas dasar suka maupun

tidak suka dalam melakukan pekerjaan sebagai nelayan dan penjaga pantai,

kehidupannya dan transaksi perdagangan secara barter ataupun membeli secara

langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan hasil rempah-rempah dan

sejenis barang-barang dagangan lainnya yang mereka butuhkan.

Kondisi ini yang dialami, dapat menunjang ekonomi masyarakat Batavia

yang telah membuka kontak dagang sampai ke pelosok pedalaman dan daerah-

daerah lainnya. Hal ini untuk menggerakkan ekonomi nelayan, ekonomi

pertanian, dan ekonomi kelautan di sekitar perairan Batavia. Oleh sebab itu,

masyarakat Batavia juga dapat menjalin dengan Malaka, sehingga Batavia dapat

digolongkan sebagai jalinan perdagangan yang penting bagi Belanda. Besar

kemungkinan banyak transaksi barang-barang dagangan yang dilakukan di sekitar

Pelabuhan Batavia dengan Malaka. Malaka dan Batavia mempunyai nilai

ekonomi perdagangan terhadap masyarakat yang dinilai cukup tinggi dan telah

berhasil menjual dari hasil lada/rempah-rempah, beras, hasil ikan dan lain

sebagainya.60

Dalam menjalankan aktivitas berlayar dan berdagang dalam transaksi

barang dagangan di sekitar Pantai Batavia, kapal dagang maupun perahu dagang

ikut melakukan transaksi barang dagangan secara barter hingga mendapatkan hasil

yang lebih baik dari pedagang-pedagang lainnya dan tidak berat sebelah, serta

saling percaya di antara keduanya. Transaksi barang dagangan tersebut didorong

adanya upaya-upaya untuk saling kerjasama dalam bentuk persekutuan atau

60 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 150

Page 83: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

72

persahabatan sehingga hubungan antar suku bangsa terutama dalam hal lalu-lintas

berlayar dan berdagang dapat berjalan dengan baik. Hubungan dagang ini pada

awalnya berbentuk tukar-menukar barang berdasarkan didorong oleh kebutuhan

masing-masing akan kebutuhan pokok.

Page 84: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

72

BAB IV

KONDISI PERDAGANGAN MARITIM BATAVIA

A. Kondisi Perdagangan Maritim Batavia

Di bawah kekuasaan VOC, situasi perdagangan maritim diupayakan masuk

Pelabuhan Batavia dan berkembang lebih pesat lagi menjadi sebuah pelabuhan

transito Internasional dan Batavia menjadi bandar pelabuhan terpenting di Asia.

Saat itu Batavia menjadi urat nadi jaringan perniagaan yang terbentang dari

Jepang sampai Afrika dan dari Ternate hingga bandar Surat di Teluk Arab.

Sistem perdagangan Nusantara melalui selat Malaka dihubungkan jalur-

jalur yang membentang ke Barat sampai India, Persia, Arabia, Syria, Afrika

Timur dan Laut Tengah, ke Utara sampai Siam, Pegu serta ke Timur sampai Cina

dan Jepang. Ini merupakan sistem perdagangan terbesar di dunia perdagangan

pada saat itu.

Tidak seperti kota-kota pelabuhan lain di Asia, Batavia adalah pelabuhan

yang dapat dicapai dalam semua musim di sepanjang tahun. Angin musim timur

bertiup antara bulan Mei hingga Oktober, sedangkan angin musim barat bertiup

antara bulan Desember hingga Maret. Keteraturan angin musim menyebabkan

waktu kedatangan dan keberangkatan kapal-kapal ke dan dari Batavia dapat

direncanakan dengan baik.1

1

http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,

% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)

Page 85: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

73

Melalui selat Malaka para pedagang datang, kemudian menyusuri selat

Sunda dan para pedagang terlibat dalam dunia perdagangan di Batavia. Dengan

modal utama seperti rempah-rempah menjadi komoditas unggulan, yaitu lada dan

merica dari Sumatera,2 cengkeh dan pala dari Maluku dan sejenis kayu

gelodongan dari Rembang yang diangkut ke Pelabuhan Batavia.

Posisi Batavia pada saat itu sangatlah strategis dari letak geografis dan hasil

sumber daya alam, serta ditambah dengan sumber daya manusia dari kalangan

pedagang Pribumi, Melayu, Cina, dan Belanda yang memadai dan melimpah. Hal

ini menyebabkan Batavia mampu dan berhasil menjadi salah satu pusat

perdagangan yang diperhitungkan di dunia perdagangan.

Sebagai sebuah kota pelabuhan transito Internasional, Batavia dapat

menyuplai berbagai jenis barang dagangan ke negara-negara Eropa dari berbagai

daerah Indonesia maupun negara di Asia lainnya seperti Cina dan India) dengan

komoditas perdagangan seperti kain, sutra, teh, kopi, tembakau, rempah-rempah,

arak (tuak), dan berbagai jenis keramik. Kejayaan bandar Pelabuhan Batavia

inilah yang secara langsung menjadi faktor utama pesatnya Batavia di masa

kekuasaaan VOC. Tidak hanya itu, dengan adanya Batavia ini, Batavia juga

membantu kemajuan perekonomian Belanda.

Keuntungan dari perdagangan yang berpusat di pelabuhan Batavia akan

cukup untuk menyediakan rempah dan lada jumlah yang diperlukan untuk

diekspor ke Eropa. Bahwa pelayaran dan perdagangan antara Eropa dan Asia akan

2 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 138, 139 dan 152

Page 86: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

74

terbatas pada sedikit kapal per tahun,3 tetapi ini adalah kapal dagang yang memuat

barang dagangan yang berharga jutaan gulden, sementara perlayaran dan

perdagangan Belanda selalu hidup dan terus berlangsung dengan koloninya di

sepanjang pantai Asia dari Persia sampai Jepang.

Lokasi yang sedemikian baik menjadikannya sangat ideal untuk dijadikan

tempat berlabuh bagi kapal-kapal kecil yang melayari rute antar-pulau maupun

kapal-kapal besar yang melayarai jalur antar samudra. Jung-jung Cina dan kapal-

kapal kecil dari pulau-pulau lain di Nusantara berlabuh di lepas pantai, sementara

kapal-kapal besar milik VOC maupun maskapai dagang lainnya membuang sauh

dan jangkar kapal agak jauh dari garis pantai.

Secara prosedural, semua kapal besar yang akan membuang jangkar di

pelabuhan Batavia akan didatangi oleh seorang fiscal (Jaksa Penuntut). Petugas

VOC ini akan memeriksa keadaan kapal dan barang-barang yang dibawanya. Jika

fiscaal tidak menemukan barang-barang selundupan ataupun yang terlarang untuk

diperdagangkan, maka kapal dapat membuang sauh.4 Setelah itu kapal akan

didatangi oleh para pedagang Cina yang ingin melihat-lihat dan membeli barang-

barang yang dapat dijual kembali ke pihak ketiga dengan keuntungan yang tinggi.

Berikutnya yang datang mendekat ke kapal adalah para pedagang kecil

menggunakan perahu yang menawarkan berbagai barang dagangan mereka seperti

sayuran, buah-buahan, arak, dan lain sebagainya.

3 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 152

4 http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,

% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)

Page 87: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

75

Setiap tahunnya Batavia mengirimkan pemasukan dalam jumlah yang besar

yaitu 4 juta gulden ke Belanda. Berkat pelabuhan ini pula, Batavia berkembang

sangat maju, banyak pengusaha yang menjadi kaya di kota ini. Dengan adanya

kanal-kanalnya yang di aliri air yang jernih dan bangunan-bangunan yang megah

dan indah yang mengisi kota, membuat Batavia mendapatkan julukan „‟Ratu Dari

Timur‟‟ (Koningen van Het Oosten) dan menjadi daya tarik tersendiri bagi

negara-negara lainnya khususnya negara-negara di Eropa untuk datang dan

berkunjung ke Batavia seperti; Inggris, Prancis, dan negara-negara Skandanavia

seperti Swedia, pada tahun 1732-1733 dengan kapal Gotheborg dalam pelayaran

pertamanya menuju Canton (Cina) tertarik untuk datang dan singgah di Batavia.5

Dari sudut ekonomi Internasional, bandar Batavia sangat strategis di jalur

perdagangan rempah-rempah yang melalui selat Malaka, selat Sunda, Laut Jawa,

Flores, sampai ke Maluku. Semua kapal yang berlayar dan berdagang antara Cina

dan Eropa harus melewati Batavia sehingga menjadi pusat pasar dan perdagangan

yang memilik corak maritim di Hindia Timur. Semua barang dagangan dari Eropa

ditimbun di Batavia sebelum didistribusikan untuk pasar-pasar di Asia, begitu

pula barang-barang yang dikirim ke Eropa. Dengan demikian Batavia berfungsi

sebagai interpots wilayah yang sangat luas.6

Seperti yang dikemukakan dalam Bab sebelumnya, bahwa Jan Piterszoon

Coen lebih memilih Pelabuhan Batavia sebagai pusat perdagangan Belanda di

Asia. Situasi pedagangan maritim ini yang muncul sebagai salah satu upaya untuk

mewujudkan cita-citanya untuk memajukan perdagangan maritim Batavia.

5 Taufik Ahmad, op. cit., hal. 11

6 R Kenneth Hall, Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia,

(Honolulu: University of Hawai Press, 1985), hal. 97

Page 88: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

76

Dengan demikian dalam kenyataannya para pedagang telah menggerakkan roda

ekonomi, khususnya perdagangan yang memiliki corak maritim, sehingga

Pelabuhan Batavia menjadi pusat yang paling baik, tempat berkumpulnya

pedagang-pedagang dalam negeri dan luar negeri dan selalu diramaikan dengan

kedatangan para pedagang lainnya.

Penghasilan pokok masyarakat Batavia pada saat itu masih mengandalkan

dari hasil agraris dan hasil laut. Sedangkan perdagangan maritim dianggap

sebagai salah satu upaya untuk memperlancar jalannya distribusi barang

dagangan, yang akan menambah penghasilan dari sektor perdagangan corak

maritim.

Namun pada tahun 1619, kondisi perdagangan maritim saat itu sedang

tidak stabil. Hal ini disebabkan masyarakat Maluku memprotes dengan adanya

monopoli perdagangan yang dimainkan oleh Belanda di Maluku dan di Batavia.7

Sementara kehadiran Belanda adalah faktor penting bagi masyarakat Batavia dan

kerajaan di Nusantara dalam menekan kekuasaan Portugis di Malaka dan di

Maluku.

Faktor utama orang Belanda yang berani tampil mempropagandakan taktik

dan misi melalui penawaran yang diikuti bantuan hibah untuk menangani konflik

internal dan eksternal masyarakat Batavia dalam bidang ekonomi, serta adanya

imbalan berupa wilayah kekuasaan. Belanda memperoleh hak-hak istimewa di

Batavia yang sangat menggiurkan dalam aspek perdagangan seperti hak beli

barang dagangan, monopoli hasil bumi, penyerahan atas barang-barang dagangan

7 Arsip Nasional RI, dalam koleksi Colenbrander, Coen, 1: 245.

Page 89: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

77

yang harus diberikan kepada Belanda, sehingga jumlah barang-barang dagangan

dapat berubah-ubah sesuai ukuran barang dagangan dan harga beli dengan diikuti

harga jual barang dagangan yang sudah ditetapkan oleh Belanda, dan adanya upeti

tanpa ganti rugi dari pihak VOC.8

Dengan berhasilnya Belanda memperkuat kedudukan di Batavia berarti

makin besar pula pengaruhnya terhadap monopoli perdagangan maritim di seluruh

Nusantara. Hal ini pula menimbulkan harga-harga sejenis rempah-rempah seperti

lada, cengkeh dan lainnya di Batavia naik sangat tinggi sehingga dijadikan aspek

penjualan hingga ke pasar Eropa, walaupun adanya di antara pesaing-pesaing

para pedagang seperti Belanda, Inggris, dan Cina. Markas gudang penyimpanan

barang dagangan dan benteng-benteng pertahanan sebagai pangkalan (loji) dan

tempat penyimpanan barang dagangan Belanda mulai di serang, korban pun mulai

banyak berjatuhan dari pihak Belanda.9

Setelah beberapa lama kemudian orang-orang Belanda masih memperkuat

pemerintah Batavia dan pada saat itu berhasil selamat dari kepungan para

musuhnya di kalangan pedagang di Perairan Batavia. Di antara para pedagang di

Nusantara, yang dapat bernapas dengan lega di markas gudang tempat

penyimpanan barang-barang dagangan adalah Jan Piterszoon Coen yang ingin

menyusun rencana dagangnya ke Pulau Jawa.10

Sementara masa pemerintahan Sultan Agung terjadi perselisihan antara

para pedagang Belanda di Jepara. Hal ini mengakibatkan Sultan Agung

melakukan serangan ke pusat perdagangan maritim Belanda di Batavia dan ingin

8 D. G. E Hall, op. cit., hal. 257-258

9 Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 146

10

M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 66-67

Page 90: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

78

mengusir Belanda dari Batavia (tetapi gagal).11

Untuk menghadapi Belanda,

Mataram dalam hal ini dipimpin oleh Sultan Agung menjalin hubungan dengan

Portugis (musuh Belanda dari Eropa). Agar terpenuhi segala kebutuhan berasnya

dari Mataram, Portugis berjanji akan menyerang Belanda dari laut, namun janji itu

tidak pernah dipenuhi. Perlawanan demi perlawanan dari serangan armada dagang

terhadap Belanda di Batavia. Akhirnya dilakukan melalui ekonomi perdagangan

dengan cara memblokir seluruh keperluan logistik yang terdapat di Batavia dan

melarang pengiriman beras sebagai jalan distribusi barang dagangan ke kota

tersebut.

Saatnya pemerintah Batavia berupaya untuk memperkuat armada dagang

Garnisiun yang di dalamnya terdapat orang Cina, Jepang, dan Belanda, dan

berhasil menahan serangan serta dapat melumpuhkan kekuatan armada dagang

dari Kerajaan Mataram dan Banten.12

Situasi ini yang muncul dalam aspek perdagangan maritim di Batavia tetap

berjalan dengan para pedagang dan koloninya beserta orang-orang Eropa. Sultan

Agung Mataram yang mengalami kekalahan atas Belanda masih bisa bertahan dan

terus ingin memperluas wilayahnya dan mengincar pos dagang Belanda di

Batavia, di bawah pimpinan Sultan Agung.13

Diberitakan pula bahwa 50 kapal Cirebon dengan membawa muatan beras,

memasuki perairan sebelah Timur Karawang. Pada tanggal 7 Mei 1632 datang

11 Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, peneliti, pada tanggal 24 Mei 2011 digedung

Arsip Nasional Republik Indonesia. 12

Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 166-167

13

M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70-71

Page 91: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

79

juga perahu-perahu dari Cirebon dan kapal yang membawa gula, minyak, dan

lain-lain, yang oleh pihak Belanda diduga menuju Batavia.

Kemudian tanggal 12 Mei 1632, datang kapal-kapal Melayu dengan

membawa gula, minyak, dan lain-lain.14

Kesibukan pelabuhan Batavia telah

dicatat dalam Dagh-Register dalam tahun 1633 dan 1634, yang menjelaskan

datang komoditas perdagangan beras, minyak kelapa, gula, sayuran, daging, dan

lain sebagainya.15

Sebagaimana dicatat dalam Dagh-Rigister dalam tahun 1675 bahwa pada

tanggal 30 April 1675 semakin melengkapi bukti-bukti adanya kontak dagang

Batavia dengan Cirebon. Tanggal 30 April 1675 terdapat 25 kapal dari Cirebon

membawa penumpang sebanyak 1067 sampai yang di tuju Batavia, dengan

membawa 38.000 potong arax pullenkens, 10 pot ibung asinan, 287 karung gula

hitam, 10 karung gula putih, 1717 karung beras, 155 pot minyak, 24 sak kapuk,

10.000 butir telur asin, 1300 ikat padi, 2 pikul tembakau dari Jawa, dan 200

lembar kulit kerbau. Sedangkan kapal yang menuju Cirebon berjumlah 14 buah

dengan membawa pakaian seharga 135 rds, porselin seharga 16 rds, amphium

seharga 700 rds. Slaafkooper seharga 760 rds, dan uang kontan senilai 50 rds.

Selanjutnya Dagh-Register tahun 1676, 1677, dan 1678 mencatat bahwa kapal-

kapal yang berasal dari Cirebon yang tiba di Batavia untuk memperdagangkan

14 H.T. Colenbrander (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende

daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-1634 (Batavia Landsdrukkery:

Gravenbage Martinus Nijhoff, 1898), Dagh-Register 1632 hal. 291, 374, 408, 409, 410, 418

15

H.T. Colenbrander (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende

daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-1634, (Batavia Landsdrukkery:

Gravenbage Martinus Nijhoff 1898), Dagh-Register 1632 hal. 291, 374, 408, 409, 410, 418

Page 92: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

80

komoditas barang-barang dagangan yang hampir sama dengan barang-barang

yang diperdagangkan di Batavia.16

Sampai tahun 1780 VOC telah berhasil menguasai jalinan pelayaran dan

perdagangan di Pulau Jawa dan Pemerintah Batavia pada saat itu, dikendalikan

oleh orang-orang Belanda. Situasi tersebut, berdampak dengan adanya larangan

dari sektor swasta di Pulau Jawa untuk menjalankan pengakutan komoditas

rempah-rempah dari Maluku, bahkan Batavia berupaya memainkan monopoli

impor dan ekspor bagi komoditas barang dagangan. Untuk memaksimalkan

keuntungan sebanyak mungkin Pemerintah Batavia memberlakukan peraturan

pembatasan bagi 15 pelabuhan yang terdapat di Pulau Jawa.

Di antara peraturannya tersebut adalah seperti Surabaya, Gresik, Semarang,

dan Cirebon. Sebuah kapal bisa mendapatkan dokumennya untuk berlayar dengan

tujuan pasar luar negeri, yang di tempatkan di sekitar Selat Malaka dan Pulau

Sulawesi, Jika nahkoda kapal memberi izin untuk berlayar dan berdagang yang

lebih lama dengan tujuan yang lebih jauh.17

Dari kebijakan VOC di Batavia, Gerrit J. Knaap mengungkapkan tentang

volume perdagangan maritim yang rata-rata per-tahun dari kedatangan dan

keberangkatan di pelabuhan-pelabuhan dihitung dalam ukuran ton, seperti dalam

tabel di bawah ini:

16 Fe de Haan (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende daer ter

plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1680 (Batavia Landsdrukkery: Gravenbage

Martinus Nijhoff, 1919), Dagh-Register , 1675: hal. 111, 113; Dagh-Register, 1676: hal. 111, 118

dan lihat Departemen Dor Buregelike Openbaare: Havewezen No. 5. Nederlandsh-Indishe,

Batavia Februari, 1920

17

Lihat misalnya Gerrit J. Knaap, Shallow Water, Rising Tide: Shipping and Trade in

Java around 1775, ( Leiden: KITLV, 1996), hal. 9

Page 93: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

81

Tabel 1.18

Volume Rata-rata muatan barang Pertahun dari Kedatangan dan

Keberangkatan kapal hingga ke Pelabuhan-pelabuhan

Seperti Gerrit J. Knaap, ia mengungkapkan dalam perhitungannya, jumlah

total secara keseluruhan volume tahunan. Setidaknya, seluruh pelabuhan yang

terdapat di Pulau Jawa mencapai 600.800 ton. Di mana Batavia menjadi basis

utama aktivitas perdagangan maritim di Pulau Jawa dan sekitarnya, Batavia

masih memperoleh pendapatannya sebesar 40% × 600.800 = 240. 320. Batavia

menjadi pusat perdagangan maritim di Pulau Jawa. Sedangkan mengenai

komoditas ekspor per-tahun yang diangkut dengan kapal-kapal dagang adalah

seperti dalam Tabel 2 di bawah ini.19

18 Lihat misalnya Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12

19

Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12

Kota Dalam ukuran ton Kota DalamUkuran ton

Banyuwangi 2.000 Pasuruan 2.400

Sumenep 7.200 Surabaya 35.800

Gresik 35.800 Rembang 38.800

Juwana 30.400 Jepara 19.000

Semarang 108.800 Pekalongan 19.200

Tegal 14.000 Cirebon 19.200

Batavia 240. 320 Banten 19.400

Komoditas Volume Diekspor oleh VOC

Lada Hitam 23.000 pikul 100% oleh VOC

Kopi 43.000 pikul 100% oleh VOC

Gula Tepung 57.000 pikul 80% oleh VOC

Beras 427.000 pikul 41% oleh VOC

Papan Kayu 126.000 pikul 40% oleh VOC

Arak 15.000 pikul 20% oleh VOC

Page 94: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

82

Menurut Gerrit J. Knaap, tampilnya Batavia sebagai pusat dunia

perdagangan karena disokong oleh pelabuhan-pelabuhan yang ada di Pulau Jawa

dan beserta barang muatannya.20

Batavia menjadi ibukota VOC di Asia, dan

sebagai pusat perdagangan maritim khususnya untuk daerah di Pantai Utara Jawa.

Arus perdagangan maritim dikonsolidasikan dari Batavia baik melalui jalur dalam

negeri sampai ke luar negeri.

Pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Pantai Utara Pulau Jawa itu hanya

berperan sebagai penyuplai kebutuhan barang dagangan, dan akan persediaan

barang dagangan yang dibutuhkan di Batavia. Sementara itu, orang-orang Eropa

terus monopoli perdagangan maritim tersebut dan menguasai wilayah Indonesia.

Batavia dikuasai VOC dan perang di laut antara koloni dagang pun tak terelakan

lagi antara Portugis yang menguasai Malaka, Spanyol dan menguasai Ternate. Di

bawah kepemimpinan Jenderal Jaques Specx, VOC di Batavia mencapai

perluasan terbesar. Perang antara koloni dagang dengan Portugis terus

berlangsung tanpa henti sampai tahun 1640.21

Pada tahun 1645 Batavia berdamai dengan Sultan Banten dengan alasan

agar dapat mendistribusikan barang-barang dagangan, 22

Semenjak itu, Batavia

20 Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 12

21

D. G. E Hall, op. cit., hal. 280 22

Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 166-167

Kayu Gelondongan 56.000 pikul 10% oleh VOC

Garam 142.000 pikul 0% oleh VOC

Tembakau Jawa 17.000 pikul 0% oleh VOC

Pakaian Jawa 146.000 pikul 0% oleh VOC

Gula Jawa 22.000 pikul 0% oleh VOC

Page 95: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

83

memakai jalan diplomatik yang dimiliki untuk berdamai selain dengan Banten

juga dengan Mataram. Diplomasi tersebut dengan tujuan untuk meluaskan

kekuasaan dagangnya sehingga dapat memonopoli seluruh barang dagangannya

disebagian besar Pantai Selatan Asia dan memperluas hubungan dengan

pedagang-pedagang Asia lainnya.

Semenjak itu, keadaan perdagangan maritim Batavia makin memburuk bagi

para pedagang Pribumi dan etnis lainnya. Selama Gubernur Jendral Speelman, ia

tidak menghiraukan nasihat Dewan Hindia Timur yang ada di Batavia sehingga

selama kekuasaannya (1681-1684) jumlah penjualan kain tekstil turun 90%, dan

monopoli candu tidak efektif, serta para pedagang swasta dibiarkan melanggar

monopoli VOC. Dia menggelapkan sejumlah dana besar perekonomian. Dalam

tahun 1682 membuat hutang-hutang tidak dapat dilunasi kepada para raja

Belanda. Hutang tersebut sudah mencapai jumlah 1.540.000 real.23

VOC di Batavia ketika itu juga sedang memasuki masa sulit terlebih ketika

Gubernur Jenderal Speelman meninggal pada tahun 1684. Melemahnya VOC di

Batavia sangat terasa pada akhir abad ini, dan hal ini pasti menguntungkan

kesultanan-kesultanan pribumi terutama Kesultanan Riau dan Sulu, yang

keduanya terletak di dekat selat Malaka yang pasti dan menguntungkan bagi dunia

perdagangan.

Pada waktu itu Batavia dicemaskan oleh Sultan Riau yang membawahi

orang-orang Bugis sebagai petualang dan pedagang, mereka selamat tanpa ragu-

ragu mengepung Malaka pada tahun 1784. Bahkan Ceylon, di mana VOC

23 M.C. Ricklefs, op. cit., hal. 70-71

Page 96: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

84

berkedudukan lebih mantap dan menjalankan perdagangan kayu manis yang

sangat menguntungkan. Belanda harus menghadapi pemberontakan dahsyat yang

beberapa lama membuat mereka terpojok di dalam Kota Kolombo (1716-1766).24

Namun dengan adanya kondisi perdagangan maritim yang tidak stabil di

wilayah otonom Belanda di Kolombo, maka harga pejualan hasil bumi dan hasil

laut ikut melambung tinggi karena adanya monopoli dagang secara besar-besaran

sehingga akhirnya alat-alat produksi diambil oleh Belanda dan keadaan tersebut

sangat menguntungkan bagi Belanda di Batavia. Kiriman dagang pun terus

mengalir dari pos-pos dagang di Batavia dan pos-pos dagang di luar Batavia

sampai ke luar negeri.

Pada masa VOC kota Batavia menjadi pusat perdagangan yang memiliki

jaringan perdagangan yang sangat luas, kapal-kapal dagang dari VOC mendatangi

bandar-bandar penting di Indonesia dan Asia seperti; Jepang, Taiwan, Malaka,

Taiwan, Siam, Patani, Arakan, Kamboja, Benggala, Koromandel dan Sri Langka.

Pada saat itu Jan Piterszoon Coen berusaha agar VOC yang berpusat di

Batavia mengikuti pola-pola perdagangan Asia yang bertumpu pada perdagangan

antar-Asia, yaitu, Jawa, Jepang, Thailand, dan Cina. Keuntungan di dunia

perdagangan untuk membiayai pos-pos dagang di Pulau rempah-rempah dan amat

penting bagi Belanda di pasar Eropa. Dengan demikian perdagangan Asia dapat

mendukung perdagangan rempah-rempah Belanda ke pasar Eropa.25

Pada saat itu keinginan Belanda tercapai di Batavia, mereka berhasil

menguasai perdagangan dunia internasional dan menjadikan Batavia sebagai

24 Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu, Bagian I: Batas-

Batas Pembaratan , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 63

25

Tawalinudin Haris, op. cit., hal. 188 dan lihat F. De Haan, op. cit., hal. 30-35

Page 97: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

85

ibukota. Rencana raksasa Jan Piterszoon Coen untuk membuat Batavia menjadi

pusat perdagangan Asia yang lebih besar melalui perdagangan maritim ini,

mendapatkan cara untuk memperoleh produk berharga yang bisa di ekspor ke

Eropa tampaknya telah tercapai.

Beberapa hal yang menarik yang perlu diperhatikan bahwa keterikatan

Batavia dipengaruhi unsur-unsur sebagai berikut :

A. 1. Mobilitas Kapal dan Perahu

Bukan tanpa alasan perjalanan kapal memperlihatkan sektor utama

perjalanan kapal menuju pelabuhan Batavia, Cirebon, Semarang, Gresik dan

Surabaya di sebutkan perjalanan kapal di Jawa. Antara 60%-90% yang pindah di

pelabuhan di kota-kota besar di Jawa. Maluku menghasilkan pelayaran utama

sesudah Batavia. Sama seperti capaiannya di Jawa Barat dengan Sumatra Barat.

Pelabuhan Batavia sendiri membuktikan kapal-kapal yang menuju di Pulau Jawa

sampai ke Sulawesi, melewati perairan di Nusa Tenggara dan Kalimantan.26

Bagaimanapun karena Kalimantan dan Nusa Tenggara relatif memiliki

hubungan dagang keluar pulau, hal ini juga dibangun baik dari hubungan

dagangan antara Gresik dan Surabaya. Cirebon, Semarang, Gresik dan Surabaya

dilihat baik dengan hubungannya dengan jalur Malaka. Dilain pihak ini

seharusnya pelabuhan utama di Batavia juga mempunyai hubungan lain dengan

Asia Tenggara, sebagai contoh dengan Siam dan hubungan dagang dengan Cina

dan India.

26 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 48

Page 98: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

86

Kebijakan VOC kurang lebih menjamin orang asing yang berasal dari

Eropa dari bagian Timur kepulauan dari luar Jawa Batavia. Meskipun Cina

bermain tidak mempunyai hubungan dengan India, pelayaran negara Inggris

mempunyai hubungan dengan orang-orang Eropa.

Mereka mempunyai harapan pelayaran negara sampai di Batavia

umumnya tidak melintasi jalur dari India ke Cina, ini memperlihatkan

perdagangan khususnya di India sampai Asia Tenggara. Mereka yang berjualan

dan membeli souvenir ditempat seperti Riau, Aceh atau Burma. Hubungan

individual sangat penting dilakukan untuk berdagang dalam aktivitas perdagangan

Eropa, Madras, dan Bombay.

Hal ini masuk dalam hitungannya 1 kapal sampai setengah isi muatan

barang dagangan di atas kapal; 1 kapal sampai 6 kapal yang terus bergerak untuk

pindah. Bagaimanapun mempunyai hubungan secara individual dengan VOC.

Meninggalkan garis hidup yang amat penting sebagai hubungan kerjasama. Dilain

pihak VOC sangat aktif di Jawa, keduanya menghasilkan untuk pasar Eropa yang

sama baiknya kapal, beras, dan kayu untuk disimpan di Asia. Jalur penting

lainnya, melalui ekspedisi ke Maluku dan India termasuk Ceylon.27

Total VOC yang memiliki hubungan langsung dengan Jawa; 1 sampai 3

kali memiliki hubungan dagang langsung dengan Jawa Barat, 1 sampai 3 kali

memiliki hubungan dagang langsung dengan Pulau Jawa, termasuk Jawa Tengah

dan Jawa Timur. Perjalanan di propinsi tersebut dan di Batavia pergi ke lepas

pantai menuju tengah lautan hingga diluruskan ke Semarang, sebagai sebuah kota

27 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 50

Page 99: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

87

lokal. Perjalanan ekspedisi VOC di pelabuhan lain, dari provinsi di Jawa Tengah

seperti di Semarang, ada hubungan sebagai mitra dagang dengan Batavia dan

yang lainnya.

Yang disebut di atas adalah pelabuhan kecil seperti Bangkalan, Sumenep,

Pasuruan dan Banyuwangi, tidak disebutkan hubungan kerjasama pelayanan-

pelayanan VOC. Di sini di Surabaya dan Gresik menyuplai barang dagangan

berukuran kecil. Di Jawa Timur telah memiliki akses yang lebih mantap dengan

beberapa kota pelabuhan di Cirebon, Semarang, Gresik dan Surabaya, hal ini juga

melibatkan performa pedagang Pribumi, Cina, Melayu yang berasal dari Malaka.

Tidak jauh dari ini, bahwa Batavia juga memiliki akses berlayar dan

berdagang dengan Malaka, kecenderungan ini juga melibatkan pedagang yang

berasal dari Asia Tenggara pada umumnya. Contohnya seperti Siam, yang

memiliki koneksi dagang dengan Cina dan India, pada umumnya dalam tahun

1744-1777.28

Tabel 3: Menunjukkan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal Per Zone

Eksklusif Ekonomi di 15 Pelabuhan, Pada Tahun 1744- 1744 (%).29

Yang Tidak

Diketahui

Jawa Maluku Sulawesi Nusa

Tenggara

Kalimantan Selat

Malaka

Sumatra

Barat

Batavia Membagi 3

Kategori, yaitu :

1. VOC.

-

38.1

8.4

1.8

1.4

3.0

6.6

1.8

28 lihat Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 49

29

Dalam tabel ini jumlah untuk transportasi pribadi di Batavia diambil dari Dagh-register

telah dikoreksi sebagai berikut. Sebagai kapal koneksi Jawa hanya terdaftar di sisi masuk, jumlah

mereka telah dua kali lipat untuk mengambil di account bergerak keluar mereka. Sebagai kapal

timah dan kertas elit Palembang tidak terdaftar dalam Dagh-register, jumlah rata-rata bergerak per

tahun, yang tiba di dengan menggunakan sumber lain, harus ditambahkan ke jumlah total untuk

selat Malaka, lihat Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 49

Page 100: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

88

2. Pihak Bangsa Eropa.

3. Pihak Swasta.

3.0

0.4

-

60.9

-

4.4

-

8.0

4.5

6.6

6.1

6.6

2.3

5.4

4.5

3.3

- Cirebon, Pihak Swasta. 1.0 88.9 - - 0.1 0.4 9.7 -

- Semarang, Pihak

Swasta.

0.1 75.4 - 2.2 0.5 9.2 12.6 -

- Gresik, Pihak Swasta. - 70.7 - 0.2 7.8 11.3 10.0 -

- Surabaya, Pihak

Swasta.

0.2 59.7 0.2 1.2 10.0 11.3 17.4 -

Tabel 4: Menunjukkan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal Per Zone

Eksklusif Ekonomi di Luar Negeri Pada Tahun 1744- 1744 (%).30

Kebijakan VOC lebih atau kurang memastikan bahwa Eropa secara efektif

memainkan perniagaan besar di bagian timur Nusantara, serta dari Jawa di luar

Batavia. Meskipun Cina memainkan peran yang tidak sedikit dalam kegiatan

perniagaan besar, dengan India, melainkan dijadikan rumah pangkalan dari

30 Dalam tabel ini jumlah untuk transportasi pribadi di Batavia diambil dari Dagh-register

telah dikoreksi sebagai berikut. Sebagai kapal koneksi Jawa hanya terdaftar di sisi masuk, jumlah

mereka telah dua kali lipat untuk mengambil di account bergerak keluar mereka. Sebagai kapal

timah dan kertas elit Palembang tidak terdaftar dalam Dagh-register, jumlah rata-rata bergerak per

tahun, yang tiba di dengan menggunakan sumber lain, harus ditambahkan ke jumlah total untuk

selat Malaka, lihat Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 49

Orang

Lain Di

Luar

Kawasan

Asia

Tenggara

Cina India Orang Lain

Di Luar

Kawasan

Asia

Cape

Town

Orang

Eropa

Batavia (Yang Meneruskan Perjalanan )

Membagi 3 Kategori, yaitu :

1. VOC.

2. Orang Asing Berasal Dari Eropa.

3. Pihak Swasta.

-

6.9

1.9

2.2

12.2

1.5

12.6

58.4

0.9

2.2

-

0.1

0.7

-

-

21.2

2.3

-

Page 101: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

89

pedagang negara Inggris, yang memiliki koneksi lebih dominan bagi orang Eropa.

Berbeda dengan apa yang mungkin diharapkan, pedagang tiba di Batavia

umumnya sebelum transit melakukan perjalanan dari India ke Cina atau

sebaliknya. Tampaknya para pedagang ini sebenarnya khusus berhubungan

dagang antara India dengan Asia Tenggara.31

Mereka terlibat langsung menjual dan membeli sebagian besar persediaan

barang dagangan mereka di tempat seperti Riau, Aceh, atau Burma. Hubungan

individu yang penting bagi pedagang Eropa, Madres dan Bombay. Hal ini

diketahui, bahwa dicatat dalam buku harian Belanda (Daghregister),32

selama

lebih dari seperempat dan seperenam dari pencatatan pembukuan Belanda.

Namun, pencatatan produk perdagangan dicatat yang memiliki keterkaitan dengan

VOC melalui kontak pengiriman secara langsung dengan VOC.

Tak usah dikatakan bahwa sumber kehidupan dengan Belanda sangatlah

makmur dan aktif di sepanjang Pantura, baik untuk mendapatkan produk-produk

yang dipasarkan ke Eropa. Serta kapal yang membawa beras dan kayu yang

dibutuhkan penduduk Eropa, harus dijaga dengan ketat atas penjagaan aparat

ASEAN. Rute pelayaran yang amat penting lainnya adalah mereka ke Maluku dan

ke India, termasuk Ceylon.33

Namun hanya 40% dari total VOC hubungan langsung dengan Jawa. Dari

hubungan langsung yang bersangkutan berkisar satu-ketiga dengan Jawa Barat

dan berkisar dua pertiga dengan provinsi Jawa Timur merupakan jalur

perdagangan digaris Pantai Utara Jawa, yang mencakup baik Jawa Tengah dan

31 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 49

32

Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 49

33

Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 46

Page 102: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

90

Jawa Timur. Di provinsi yang terakhir, lalu lintas yang paling menonjol ke daerah

Jawa Tengah dan dari Batavia pergi berlayar dengan cara ke Semarang, sebagai

ibukota setempat.

Lalu lintas VOC di pelabuhan di Semarang menjadi pusat penyuplai

produk, meskipun kadang-kadang ada hubungan langsung dengan Batavia atau

dengan satu sama lain. Seperti disebutkan sebelumnya, di Jawa Timur sebagian

besar pelabuhan yang lebih kecil, seperti Bangkalan, Sumenep, Pasuruan, dan

Banyuwangi, tidak masuk dalam jaringan dagang yang dilayani oleh kapal-kapal

VOC seperti, Spiegelschepen. Di sini, Surabaya dan tingkat lebih rendah, Gresik

berfungsi sebagai pusat pasokan untuk pelabuhan VOC menjadi lebih kecil dan

morrisons. Para penguasa pemerintah di Jawa Timur harus memberikan upeti

mereka untuk pelabuhan Batavia. Lalu lintas VOC di Jawa Barat, khususnya

Banten dan Cirebon, hampir secara eksklusif berorientasi di Batavia.34

Dalam tabel di atas, bahwa 6 sektor swasta dari kapal yang bergerak dari

masing-masing 15 pelabuhan juga terlibat langsung dengan VOC. Yang Pindah

dari Timur, data memberikan bukti bahwa Banten telah menjadi satelit Batavia.

Dalam administrasi Batavia sendiri sebagai mitra dagang dengan Banten

dihilangkan, namun Banten memberikan petunjuk sendiri, bahwa administrasi

betapa pentingnya sebagai mitra dagang jarak pendek bisa dalam kasus sebuah

emporium besar di Batavia.

Koneksi lain Batavia yang amat penting adalah Rembang, sebagai

pemasok kayu, dengan sekitar 12% dari perjalanan kapal yang membawa kayu ke

34 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 50

Page 103: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

91

pelabuhan Batavia, serta Semarang dengan 12% dan Pekalongan dengan 8%, yang

menyediakan padi sebagai suplai ke Batavia dan menjadi produk daerahnya.

Kontak utama Cirebon adalah Pekalongan dan Tegal, bertanggung jawab untuk

dari 40% lalu lintas Cirebon. 45% dari Kontak untuk berorientasi pada Cirebon.

Di Pekalongan bagaimanapun, berbagi kontak dagang dengan Cirebon dikalahkan

oleh Semarang, mengambil sekitar sepertiga dari perjalanan kapal yang ingin

berangkat berlayar ke Pekalongan.

Di Semarang sendiri memberikan gambaran yang jauh lebih bervariasi

Berikut ini Sumenep, Rembang, dan Batavia, dengan 12%, 11%, dan 9% yang

masing-masing, mempunyai koneksi. Di Jepara, baik Semarang dan Batavia kira-

kira sama pentingnya dengan sekitar seperenam dari lalu lintas masing-masing.

Dalam Juwana koneksi dengan Sumenep dan dengan Rembang absen sepertiga

dan satu-keenam, yang sifatnya cepat merespon dalam perjalanan pelayaran ke

Rembang. Di Rembang sendiri, Semarang dan Batavia bertanggung jawab atas

saham sepertiga dan seperenam. Koneksi Sumenep berada di atas Gresik dan

Surabaya dengan 15% dari kapal yang bergerak untuk berlayar.35

Melihat koneksi keluar negeri yang paling menonjol adalah Asia

Tenggara, kemungkinan besar di pelabuhan Batavia, secara resmi diizinkan

menjadi emporium utama. Batavia adalah kota yang memiliki posisi amat kuat

dengan menjalin perniagaan besar dengan beberapa tujuan rute paling jauh, seperti

Ambon dan Siam.

35 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 50

Page 104: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

92

Semarang sebagai mitra dagang yang tertarik oleh garam dan beras di

Jawa Tengah, produk tersebut tidak mudah melakukan pengiriman ke Batavia.

Semua pelabuhan juga memiliki hubungan yang kuat dengan Palembang.

Pelabuhan di Sumatera merupakan pasarnya semua pedagang dan menjadi kaya

dengan adanya prospek di pelabuhan yang merupakan hasil dari kedua budidaya

lada dengan Lampung dan pertambangan timah di Bangka dan Belitung.

Bagaimanapun, bahwa tidak semua lalu lintas swasta berjalan mulus dan

terikat tempat tertentu sebenarnya mencapai tujuan; dengan kata lain mungkin ada

banyak rintangan atau fleksibel dari niat si kapten dalam perjalanan lalu lintas

kapal yang diberangkatkan di lepas pantai.

Kemungkinan penurunan di rute pelabuhan yang lebih kecil, dan akhirnya

memutuskan untuk tidak pergi lebih jauh. Di pelabuhan yang dipertimbangkan,

Batavia dikecualikan, bahwa nahkoda benar-benar tiba di tempat yang dirancang,

tampaknya telah dilakukan persentase mencapai 66,5% dari rata-rata rute

pelayaran menuju pelabuhan. Persentase di Batavia dari kedatangan VOC di Jawa

di bawah administrasi, termasuk Banten, yang masih aktif dalam bentuk

pengiriman ke luar negeri. Hal ini sebagai bukti tetap lebih benar untuk

menyatakan niat mereka. Pada rute perjalanan selanjutnya ke Batavia dan dari

Makasar dan Palembang telah dilakukan persentase 90-100% di kedua ujung

perjalanan pelayaran dan pengiriman barang dagangan.

Jawa-terikat dengan Malaka dalam pelayaran yang memiliki persentase

yang sama. Namun, Malaka memiliki hasil lebih buruk sebagai pendatang jauh

dari Jawa yang bersangkutan: hanya 68% mencapai dermaga pelabuhan Batavia

Page 105: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

93

atau sebaliknya. Ini mungkin konsekuensi dari fakta, bahwa ada beberapa pasar

yang cukup kaya di sekitar Malaka, seperti Johor / Riau dan Trengganu. Kapal-

kapal dari VOC sendiri mencapai tujuan yang direncanakan mereka dalam hampir

100% dari kasus perniagaan.36

Rupanya, nakhoda di atas kapal-kapal besar, yang masih aktif di rute Asia

Tenggara, mereka kurang fleksibel tentang perubahan tujuan dari nakhoda kapal-

kapal kecil di setiap rute perjalanan jarak pendek dan mengangkut lebih pendek.

Ini memiliki segalanya aktivitas yang dilakukan dalam skala kegiatan atau

investasi perlayaran dan perdagangan. Seorang kapten dari sebuah kapal kecil

relatif bebas melakukan perjalanan, sedangkan nakhoda kapal yang lebih besar

telah mempertimbangkan kepentingan investor dan / atau kehilangan harapan 'dari

VOC.37

Ini nakhoda hanya membutuhkan pelabuhan besarnya tertentu untuk

mengubah usaha mereka menjadi perusahaan yang sukses.

Oleh karena itu, mereka membuang kargo di pelabuhan kecil di antara

adalah alternatif yang kurang menarik. Seperti yang akan kita lihat nanti, elemen

lain para nakhoda yang melakukan perjalanan mengikuti angin musim Timur

bertiup antara bulan Mei hingga Oktober, sedangkan angin musim Barat bertiup

antara bulan Desember hingga Maret. Keteraturan angin musim menyebabkan

waktu kedatangan dan keberangkatan kapal-kapal ke dan dari Batavia dapat

direncanakan dengan baik.

Hampir 60% dari perjalanan lalu lintas lokal, diukur dari aktivitas kapal

yang bergerak di pelabuhan Pulau Jawa dengan menggunakan perahu mayang.

36 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 53

37

lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 53

Page 106: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

94

Dari 30% dari total perahu gonting yang telah memainkan peran penting dan juga

mengambil rute impor ke Bali, sementara perahu paduwakang juga mencetak gol

dengan baik, dengan lebih dari 75% perjalanannya, pada pelayaran ke dan dari

Makasar. Dalam koneksi Kalimantan baik perahu gonting dari 40%

perjalanannya, dan pencalang, lebih dari 25% yang menonjol. Lalu lintas ke dan

selat Malaka berhubungan langsung dengan Belanda dan mengontrol saham yang

dimiliki dari 43 % dan 28%, masing-masing. Peran brigantijn itu juga agak

signifikan dalam rute selat Sunda dan selat Malaka.38

Selain itu berbagai jenis kapal dan perahu yang pernah datang dan singgah

di pelabuhan Batavia didapatkan dari berita Belanda dan pahatan-pahatan

bangunan-bangunan Belanda dari Abad XVII Masehi. Kapal dagang yang pernah

singgah dan tiba di pelabuhan Batavia seperti, kapal dari Eropa seperti kapal layar

dari Belanda dan kapal Galleon Inggris. Sedangkan dari berbagai daerah

Nusantara banyak yang menggunakan perahu layar karena dapat berlayar dengan

cepat dan banyak yang mengangkut barang dagangan. Perahu layar tersebut

diantaranya adalah perahu majung, perahu kitir, lanchara (lanchara-perahu

dengan satu tiang mempermudah dalam berlayar dan bisa didayung) jung-jung

Cina. Selain itu, perahu tersebut juga terdapat kapal perang yang panjang dan

dangkal atau pengajava untuk membawa barang dagangan dari selat Sunda ke

Malaka.

Pada abad XVII Gerrit J. Knaap memberikan informasi yang dapat

dipercaya, mengenai nama-nama perahu yang berlayar ke selat Sunda dan

38 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 53

Page 107: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

95

menyusuri perairan Pantai Utara Pulau Jawa. Nama-nama telah memberikan

informasi ilmu pengetahuan yang lebih menggenai berbagai jenis perahu yang

terdapat di Pulau Jawa contohnya seperti, Conting Java (perahu Conting Java

memiliki ukuran bertiang satu dan berukuran kecil), tiang (sejenis perahu besar),

gorap (bertiang dua), galjoot (perahu layar berukuran lebih besar dan lebar dan

mendatar dengan satu tiang atau dua tiang), perahu gallion merupakan perahu

layar dengan tiga atau empat tiang dan geladak tinggi menjulang dan terlihat

tiangnya lebih kecil.

Gerrit J. Knaap mengungkapkan bahwa jenis kapal yang melewati perairan

Pantai Utara Jawa yang dikuasai VOC, hal ini dapat mengindikasikan mengenai

beberapa jenis kapal yang melewati rute, sesuai klasifikasinya sebagai berikut:

1. Untuk wilayah Internasional seperti Spigelship (kapal berjenis buritan

besar).

2. Untuk wilayah Asia seperti Schepen (kapal kecil), Wangkang.

3. Untuk wilayah antar-Pulau seperti Brigantijn (Brigantine, Chialoup

(Shallop), gonting.

4. Untuk wilayah Lokal seperti Pancalang, Cunea dan Mayang.39

Sejalan dengan pendapatnya Gerrit J. Knaap dalam bukunya Shallow

waters and tide: Shipping and Trade in Java around 1775, Cina memberikan

informasi mengenai kapal-kapal Cina yang datang ke Batavia. kapal-kapal Cina

(jung) yang singgah di Batavia umumnya memiliki tiga layar dengan berbagai

39 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 66 dan 67

Page 108: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

96

jenis ukuran, dari 200 ton sampai 800 ton. Terbuat dari kayu dan dipersenjatai

dengan lengkap, untuk mengantisipasi jika ada perlawanan dari pihak asing.

Van Leur menceritakan mengenai pasokan komoditas dari Cina, bahwa

armada dagang Cina di Batavia pada tahun 1625 mempunyai tonase seluruhnya

lebih besar dari tonase seluruh armada Belanda.40

Sementara itu, berdasarkan

cerita dari Inggris dapat diketahui nama-nama kapal yang berlabuh di Batavia

pada saat melakukan penyerangan terhadap Jayakarta adalah kapal-kapal Inggris

di antaranya kapal Globe, Samson, Thomas, Unicorne, Rose, Black Lio, James

Royall, de Hont Britten dan kapal Peppercorne. Sedangkan kapal-kapal Belanda

antara lain „t van Amsterdam, Golden Lion, Devil of Delft, Moone, Clove, Sunne,

dan Bergeboat.41

Untuk dua abad ini menjadi perhatian di sini, lebih tepatnya antara pada

tahun 1602 dan 1795, jumlah kapal yang meninggalkan Negeri Belanda menuju

ke Asia Tenggara diperkirakan mencapai 4.694 buah kapal, dan kapal yang

kembali ke Tanah air mereka mencapai 3.289 buah kapal. Untuk setiap kali

perjalanan terdapat petunjuk fluktuasi perdagangan dan intensitas hubungan

antara Eropa dengan Asia. dari perbedaan yang mendasar di antara kedua angka

yang di sebut di atas untuk sebagaian besar disebabkan sejumlah kapal yang

datang dari Eropa menetap di perairan Asia dalam rangka perdagangan antar-

Hindia.

Jumlah kapal yang berangkat dan pulang ke Belanda, dapat diperoleh dari

ilustrasi di atas. Di sepanjang abad XVII, jumlah keberangkatan terus meningkat

40 Lihat J. C. Van Leur, Indonesian Trade And Society ; Essay in Asian and Economic

History, (Bandung: Sumur Bandung, 1960), hal. 113

41

Taufik Ahmad, op. cit., hal. 8

Page 109: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

97

dari 76 (antara 1602 dan 1610) menjadi 205 (antara 1650 dan 1660); angka ini

terus bertahan di atas 200 dasawarsa sampai akhir abad XVII, lalu kemudian naik

pada paruh pertama abad XVIII, dengan maximum mencapai 382 kebarangkatan

pada tahun1720-1730. Hal ini cukup menunjukkan kesulitan yang dialami VOC

dalam bidang ekonomi maupun politik dari jumlah perjalanan; pada tahun 1780-

1790 yang merupakan masa perang laut, angka masih menunjukkan 276

keberangkatan dan 195 kepulangan.

Yang lebih menarik lagi adalah penumpang yang berangkat ke Belanda

atau yang naik kembali ke kapal di Batavia. Dengan cara demikianlah kita tahu

bahwa dalam anggaran 1669/1670 (dari Juni sampai Mei), dari 31 buah kapal

yang tiba di Asia (29 di Batavia), 19 di antaranya berangkat pulang (17 dari

Batavia), bahwa seluruhnya ada 4.324 orang yang berangkat ke Tanjung Harapan

atau lebih jauh, dan bahwa 1.700 orang berangkat kembali ke Batavia (dan

Ceylon). 24 buah kapal yang berangkat, Bruijn dan Schoffer berhasil memberi

angka yang lebih lagi:42

kapal-kapal itu membawa 2.356 orang pelaut, 1.497

orang tentara, dan 53 orang penumpang; 386 orang yang meninggal dalam

perjalanan, 205 turun di Tanjung Harapan, tetapi mereka digantikan oleh 143

orang yang naik di tempat itu dan akhirnya ke-24 kapal itu mencapai Asia

Tenggara dengan 3.463 orang penumpang.

Selain itu, dalam catatan Daghregister mengenai penduduk Batavia

mencapai 27.068 orang pada tahun 1674, terdapat orang Eropa sejumlah 2.024

42 Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu, Bagian I: Batas-

Batas Pembaratan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 66 dan 67

Page 110: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

98

orang atau kurang dari sepersepuluhnya. Pada akhir 1681 penduduk Batavia

berubah menjadi 30.598 orang, hanya 2.188 orang Eropa.43

A. 1. 1 Kapal dan Tonase

Tonase kapal-kapal Cina selatan telah ditunjukkan. Secara eksklusif dari

perdagangan di Manila, ada lima belas jung rata-rata 600 ton, atau total 9000 ton.

Pengiriman dari Siam dapat diatur di sekitar 3 sampai 4000 ton, yang sisanya dari

Bapa India sejumlah 4.000 ton.

Jika ukuran jung Cina diperkirakan rata-rata 600 ton, kapal yang berasal

dari Siam dapat memasok 500 ton, kapal-kapal dari Tonkin, Annam, Kamboja,

kapal-kapal India di dua ratus, dan jung Indonesia di 101 ton, itu berarti bahwa

ada 15 kapal yang terlibat dalam perdagangan laut yang terjadi di Nusantara dari

Cina, 8 dari Siam, 10 dari sisa Bapa India, masing-masing 50 dari India

Coromandel dan Barat laut, lima belas di Achin, 20 kapal dari Pegu dan Arakan,

sedangkan perdagangan antar-Asia di kepulauan Nusantara dilakukan pada

dengan lima ratus kapal berukuran sedang. Selain bahwa ada 25 jung besar untuk

dihitung untuk perdagangan jepang, dan untuk perdagangan dari Jepang sekitar

30.44

Mari kita mempertimbangkan pergerakan kapal di Batavia. Dagh-

mendaftar untuk 1636, misalnya, memberikan angka-angka berikut pada kapal

tiba. (Ini harus diingat bahwa setiap kapal tiba di Batavia, sebagai kantor

pelabuhan-pajak, tercatat, sampai ke perahu bercadik berukuran kecil dan lima

43 Lihat Denys Lombard, op. cit, hal. 66 dan 67

44

Lihat J. C. Van Leur, Indonesian Trade And Society ; Essay in Asian and Economic

History, Cet ke-2, (Bandung: Sumur Bandung, 1955), hal. 213

Page 111: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

99

perahu, kapal-kapal kecil yang tidak memiliki muatan lebih banyak dari lima atau

enam telah dihilangkan di sini.45

I. Dari tempat lain di Jakarta

Charingin..........................1

Batang...............................3

Bantam.............................61

Kaliwungu........................1

Kerawang.........................1 Demak..............................5

Indramayu........................3 Jepara...............................36

Cirebon............................9 Lasem...............................2

Losari...............................6 Jaratan..............................19

Tegal...............................19 Surabaya...........................15

Pekalongan.....................14 . Gresik...............................15

II Dari Sumatera dan sekitarnya

Lampung.........................6 Bangka .............................2

Palembang......................5

Bengkalis........................2

Indragiri..........................5 Pesisir Barat.....................10

III Dari Kalimantan

Sukadana........................2

Martapura.......................3

Kota Waringin ................2 di tempat lain.....................2

IV Dari Kepulauan Sunda Kecil

Bima...............................3

Bali.................................1

Lombok..........................1

V Dari luar Indonesia (junks, wangkangs, dan balangs)

Patani.............................1 Annam..............................1

Kamboja........................2 Formosa............................1

Cina...............................6

Hal ini dapat diasumsikan bahwa kapal-kapal dagang di Batavia dan Jawa,

atau setidaknya mereka dari Jepara dan pelabuhan yang saling berdekatan,.

Mungkin telah membuat dua perjalanan per tahun, dan kapal dari Banten, dengan

pertimbangan dengan faktanya melakukan 3 perjalanan pelayaran. Selanjutnya,

dalam pertimbangan fakta yang jumlahnya amat besar dengan poros kecil, perahu

ini juga sebagai pemasok ke pasar Batavia dengan sayuran, rotan, arang, dan

45 Lihat J. C. Van Leur, op. cit, hal. 213

Page 112: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

100

sebagainya, data ini dapat diasumsikan bahwa hanya setengah dari kapal laut yang

diluruskan sesuai rute pelayaran.

Jika tunjangan ini telah dibuat, maka hal ini dapat ditemukan ada 72 kapal

ke Jawa dan juga terlibat langsung dalam pengiriman ke Batavia, serta 44 kapal

besar dan kecil dari seluruh Nusantara dan 11 kapal besar dan kecil dari yang

berasal dari negara Asia lainnya. Dalam bentuk susunan yang dibuat seperti

memeriksa baik dengan perkiraan yang diberikan di atas, dan pada saat yang sama

dari ilustrasi dari fakta bahwa Belanda, Batavia tidak berkembang ke titik alami

untuk Nusantara dan Asia sebagai tempat pengiriman dari Portugis di Malaka.

A. 1. 2. Kapal dan Perahu yang Pindah dengan Membawa Isi Muatan

Barang Dagangan

Sumber tidak menyediakan informasi yang lebih, tentang nomer kapal

dan perahu yang pindah dengan membawa isi muatan barang dagangan dari

sebuah kapal lainnya. Sebagai konsekuensi kami melayani dan membuat Tabel

dan melakukan dengan data di dalam tabel, sesuai data tahun 1744 sampai 1777

dan hasil ringkasannya di bawah ini.

Tabel 5: Menunjukkan Nomer Kapal

Yang Pindah dari 15 pelabuhan dalam kurun waktu 1744 sampai 1777.46

Di Bawah

Pengawasan

VOC

Orang

Eropa

VOC Total

Banyuwangi 163 - ? >163

Pasuruan 144 - ? >144

Sumenep 790 - ? >790

Bangkalan 529 - ? >529

Surabaya 941 - >10 >951

46 Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., hal. 45

Page 113: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

101

Gresik 959 - >11 >970

Rembang 985 - 18 1.003

Juwana 859 - 15 874

Jepara 139 - 13 152

Semarang 1.681 - 63 1,744

Pekalongan 595 - 9 604

Tegal 343 - 10 353

Cirebon 671 - 9 680

Batavia >1,487 44 186 >1,717

Banten 825 - 13 839

Melihat total nomer kapal yang pindah disetiap pelabuhan akan terlihat

bahwa Semarang lebih sibuk dari Batavia. Bagaimanapun dari hitungan bahwa

kami tidak mempunyai jumlah untuk hubungan Batavia dengan Kerawang dan

untuk sedikit lokasi lain di sekitarnya, kami boleh menggambarkan kesimpulan

bahwa Batavia sama sedikit sibuknya dengan Semarang, mungkin sama sibuknya.

Rembang terlihat menjadi pelabuhan tersibuk ketiga meninggalkan

dibelakang tempat lain seperti Gresik dan Surabaya. Umumnya, kolom di atas

memperlihatkan kapal dagang sedang berlabuh atau kurangnya sejajar dengan

keberangkatan kapal dari total nomer kapal yang pindah dari pelabuhan.

Karena mengalami ketakutan atas penjagaan yang dilakukan dari VOC,

maka VOC membolehkan monopoli perdagangan. Batavia hanya sebagai

pelabuhan utama, yang membolehkan kapal Eropa masuk di dermaga pelabuhan

Batavia. Jika kapal ini menginginkan untuk masuk ke kota pelabuhan lain di

Pulau Jawa, maka mereka berprinsip untuk menolak akses jalan ke kota

pelabuhan.

Hal ini sama bahayanya, dengan kesulitan untuk mengambil air minum di

luar Batavia. 80% kapal Eropa asing berlayar di bawah bendera Inggris, 15 % di

Page 114: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

102

bawah bendera Portugis dan 5 % di bawah Spanyol. 1 sampai 50 kapal dari kapal

Inggris pindah tempat. Terkait dengan perusahaan dagang Inggris (EIC), sisa

pedagang lainnya berasal dari India.47

Nomer keberangkatan kapal, dari kapal

yang pindah di bawah perlindungan VOC yang juga memperlihatkan dengan

tegas, bahwa Batavia dengan sungguh-sungguh bekerjasama dalam hal perniagaan

besar di Pulau Jawa. Semarang ketinggalan jarak jauh di bawah tempat kedua,

sedangkan pelabuhan lain tercatat hanya pindah sedikit setiap tahunnya.

Tabel 6: Perkiraan Isi Tonase Dari Total Jumlah Kapal yang Kedatangan

dan Keberangkatan Di 15 Pelabuhan.48

Jika kami lihat total isi kapal di Tabel 6, sedikit berbeda dari Tabel 5 yang

dihasilkan oleh kapal yang pindah, dengan Batavia melebihi Semarang di bawah

Surabaya, Gresik, dan Rembang. Di Batavia sangat jarang dimasuki kapal dari

47 lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit.,

48

Gerrit J. Knaap Shallow Water, op. cit., 46

Bukan VOC VOC Total % VOC

Banyuwangi 800 300 1.100 27

Pasuruan 900 300 1.200 25

Sumenep 6.500 300 6.800 4

Bangkalan 3.300 300 3.600 9

Surabaya 11.700 6,200 17.900 35

Gresik 11.600 6.300 17.900 35

Rembang 10.600 8.600 19.400 44

Juwana 8.000 7.200 15.200 47

Jepara 3.000 6.500 9.500 68

Semarang 25.000 28.900 54.400 53

Pekalongan 5.200 4.400 9.600 46

Tegal 2.300 4.900 7.200 68

Cirebon 7.300 3.100 10.400 30

Batavia > 48.400 79.000 >127.400 62

Banten 5.400 4.300 9.700 44

Page 115: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

103

jumlah 1 kapal sampai 50 kapal yang isinya bukan kapal milik dari VOC adalah

ditempati oleh kapal asing dari Eropa.

Keadaan Batavia dan Semarang, sampai kelihatan kategori bukan VOC,

hal ini mendorong dasar kepemilikan kapal VOC. Di sektor kapal bukan

pengawasan VOC, Batavia bertanggung jawab antara 1 kapal sampai 3 perjalanan

pelayaran menyusuri Pantai Utara Pulau Jawa di 15 pelabuhan, sedangkan di

sektor VOC, antara 1 kapal sampai ½ perjalanan yang membawa isi barang

dagangan. Di dalam tabel 3 menjadi terlihat yang kian berbeda antara pelabuhan

dari rata-rata isi kapalnya pindah disektor utama antara 5 kapal sampai 25 kapal.

Nilai tertinggi tersebut merupakan perjalanan pelayaran mencapai 21 kapal

sampai 27 kapal, untuk masuk ke Batavia, lalu hingga kapal keluar membawa

tonase barang dagangan sebagai mitra dagang dengan Asia dan Jepara. Penjelasan

ini memiliki nilai rata-rata tinggi dari Jepara, ini merupakan rute pelayaran

Batavia yang amat penting. Di pelabuhan Batavia rata-rata dari kapal yang

bergerak ke Eropa kurang lebih 175 kapal dan membawa barang muatan. Ketika

kapal untuk pindah dari VOC, maka hal ini mengalami kesulitan untuk

berhubungan melalui informasi yang kurang dari pihak VOC.

Bagian informasi ini juga masih aktif yang disebutkan sebagai hubungan

wilayah lokal antar-pulau. Hal ini memungkinkan, 300 kapal tiap rata-ratanya

sampai dengan 400 kapal yang sudah memiliki akses dengan 15 pelabuhan

terbesar di Pulau Jawa. Dalam kurun waktu 1774 sampai tahun 1777, yang disebut

VOC „eropa‟, dari 600 kapal yang minggu lalu melakukan perjalanan pelayaran di

Page 116: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

104

Batavia. Hanya beberapa minggu di Batavia, Belanda melakukan ekspedisi

menuju Canton di Cina.

Isi kapal VOC di 15 pelabuhan diperkirakan mencapai sejumlah 160.100

kapal dengan total isi tonase 311.300 ton lebih, atau 52%. Ada variasi dari

pelabuhan ke pelabuhan lain, tetapi antara 25% dan 60% kecuali jalan pelayaran

ke Sumenep dan Bangkalan, dimana VOC diperkirakan menjadi yang tak berarti,

alasannya jalan lokal mengharuskan untuk membawa rombongan ke Gresik di

bawah suplai untuk VOC di atas pulau. Dilain pihak ada 3 pelabuhan yang mana

mempunyai 60 % ditingkat Batavia, yaitu Tegal, dan Jepara.

Untuk Batavia ditemukan fungsi setengah pelabuhan dari Belanda ini

terlihat sangat alami. Jepara dan Tegal melanjutkan perjalanan perlayaran sebagai

mitra dagang dengan pelabuhan ke pihak VOC. Selama 17 tahun lamanya VOC

tinggal di 15 pelabuhan, sesudah tahun 1680 meninggalkan posisi Semarang.

VOC bagaimanapun meninggalkan ketertarikkan perjalanan pelayaran untuk

wilayah lokal seperti di Jepara. Pihak VOC, menginginkan pasokan kayu jati dari

Jepara sebagai mitra dagang dengan Batavia.

A. 2. Perdagangan Batavia dari Darat hingga Laut

Perdagangan maritim Batavia dari darat hingga laut diupayakan oleh

Belanda. Seringkali dapat dijadikan pijakan oleh para pedagang pribumi seperti

Banten, Demak, Tuban dan lain sebagainya.49

Mereka bertemu di daratan Batavia

dengan menggunakan kereta kecil yang terbuat dari kayu yang didorong oleh

pihak yang menolongnya. Selain itu, dapat juga dengan berjalan kaki dengan

49 Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 18 dan hal 22

Page 117: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

105

menempuh jarak yang begitu jauh sambil meminggul beban berat dipundaknya

disebelah kiri dan kanan hingga terasa lelah karena membawa hasil agraris untuk

diperdagangkan di perairan Batavia.

Hal ini diupayakan oleh pedagang-pedagang kecil guna menyusuri Sungai

Ciliwung dan kanal kecil ataupun kanal besar (kali besar) yang dibuat oleh

Belanda untuk memudahkan transaksi perdagangan yang bercorak maritim dari

daratan hingga ke seberang lautan. Keberadaan kanal kecil dan kanal besar

tersebut dimanfaatkan sebagai awal pedagang melakukan transaksi barter sebagai

bentuk penyaluran barang dagangan ke arah pasar, ataupun sebagai bentuk

transaksi dengan pedagang-pedagang ke daerah pedalaman. Bahkan kadang-

kadang langsung dengan nelayan. Di antara barang-barang yang dibawa dari

Muara Angke (Jakarta Utara) dan diteruskan ke Perairan Batavia, adalah barang-

barang porselin dan teh milik orang Cina yang akan diperjual-belikan di tempat

tersebut.50

Sebaliknya barang-barang dagangan yang baru saja tiba di Perairan

Batavia dan sekitarnya terutama karena mengandalkan kinerja masyarakat

pribumi dan melayu yang hidup di sekitar perairan Batavia.

Semenjak tampilnya Batavia di dunia perdagangan maritim, besar

kemungkinan Batavia tidak berdiri sendiri dan berkomunikasi baik akan tetapi

dibantu oleh VOC dan didukung oleh 13 Pelabuhan utama seperti Cirebon,

Semarang, Demak, Rembang, Tuban, Pasuruan, Gresik, Surabaya, Probolinggo,

Panarukan, Pamekasan dan Buleleng yang akan menuju ke arah pintu gerbang

perairan Batavia. VOC telah memainkan peranan penting di Batavia dalam

50 Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 8 dan hal 10

Page 118: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

106

transaksi perdagangan yang bercorak maritim baik yang meliputi hasil agraris

maupun hasil laut yang akan dipasarkan ke Batavia.51

Di samping itu terdapat beberapa jumlah pelabuhan lain yang hanya sebagai

pendukung dan memasok kebutuhan hasil bumi, beras, emas, dan lain sebagainya.

Dalam transportasinya masih menggunakan perahu-perahu dagang ataupun kapal

dagang yang berlayar dan berdagang ke arah Banten, Rembang, Gresik dan

Surabaya untuk menyuplai barang dagangan ke tempat yang di tuju yaitu

Batavia.52

Nelayan juga mendukung kelancaran dan memakai sarana penunjang

semisal sarana transportasi ke arah pedalaman, melewati tepian sungai yang

dilayari kapal dagang dan perahu dagang guna menyusuri Sungai Ciliwung,

terkadang terdengar bahwa orang dari Sumatra dan Bugis ikut memperlancar

sarana perdagangan maritim. Sebagian lagi bersandar di tepi Pantai Batavia atau

untuk melakukan transaksi perdagangan maritim dengan Pribumi, Melayu,

Malaka, India, dan berbagai pedagang asing hingga banyak berdatangan ke

Batavia.53

Mereka membawa barang-barang dagangan yang dapat ditukarkan dengan

para pedagang di sekitar Pantai Batavia yang diikuti oleh kapal-kapal dagang

milik Belanda untuk menukar muatan dengan barang dagangan lainnya. Ini

menjadi keuntungan tersendiri bagi arus tukar-menukar barang dagangan dengan

pegawai Belanda dan armada dagang Belanda dan kegiatan perdagangan maritim

51 Lihat D. Maclntyre, Sea Power in the Pacific: A History from the Sixteenth Century to

the Present Day ( London: Baker, 1972), 1-48

52

Angka-angka ini diambil dari J. R Bruijn, F. S Gaatra, dan I Schoffer (ed), Dutch

Asiatic Shipping in the 17 th en 18 th Centuries, Rijks Geschiedkundige Publicatien, Groote Serie

165-167 (3 Jilid; Den Haag, 1979 en 1987) (tentang perdagangan maritim) 53

Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 120-121

Page 119: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

107

Batavia dapat dilanjutkan ke wilayah pedalaman. dengan adanya kanal-kanal kecil

melewati Sungai Ciliwung, yang dilakukan pada musim panas dan musim gugur.

Transaksi perdagangan libur pada akhir Desember dan dilanjutkan pada bulan

Januari dan Februari untuk melewati Perairan Batavia.54

A. 3. Peranan Sungai Ciliwung bagi Pelabuhan Batavia

Begitu pentingnya arti hubungan perdagangan maritim melewati sungai,

sehingga para penguasa wilayah selalu berusaha untuk mengontrol seluruh

hubungan sungai yang ada di dalam wilayah kekuasaan mereka untuk

mengimplementasikan hegemoninya atas politik pantai. Meskipun demikian, tidak

mudah untuk melakukan kontrol ekonomi secara langsung terhadap masyarakat

yang bermukim di hulu sungai dan para pendatang di pantai. Oleh karena itu,

penguasa wilayah mengandalkan kekuatan fisik maupun pembentukan transaksi

perdagangan maritim yang beraliansi untuk menguasai daerah pedalaman.

Sejalan dengan pendapat Adolf SJ Heuken, masyarakat pribumi dan Melayu

Batavia pada abad XVII pada umumnya memang terkonsentrasi di muara Sungai

Ciliwung atau di wilayah pertemuan sungai dengan perairan Batavia. Sungai

merupakan bagian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat

di wilayah ini. Sebagian besar sungai di Batavia dapat dilayari dan salah satu

sungai terpanjang dan terbesar adalah Sungai Ciliwung yang menjadi tempat

bermuaranya beberapa sungai utama di Batavia. Sungai tersebut beserta seluruh

54 Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 121 dan Lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris

van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering), 1612-1811,

Jakarta, 2002, hal. 35

Page 120: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

108

anak sungainya menjadi faktor utama dalam hubungan dagang yang bercorak

maritim.55

Ditambahkan lagi fungsi dan peranan sungai sebagai salah satu hubungan

yang memiliki urat nadi ekonomi masyarakat karena sebagian besar aktivitas

ekonomi kemaritiman mereka dilakukan di atas sungai. Hubungan daerah di

wilayah pedalaman Batavia dilakukan lewat Sungai Ciliwung sehingga sungai

menjadi andalan bagi kelancaran distribusi barang-barang dagangan dari wilayah

hulu ke wilayah hilir dan sebaliknya. Berbagai jenis hasil bumi yang melimpah di

daerah pedalaman Batavia seperti kayu, karet, getah perca, rotan, damar, lada,

sarang burung, bahan anyaman, ikan kering/asin, dendeng rusa, buah-buahan, dan

lain-lain diangkut ke tempat pengumpulan yang melalui Sungai Ciliwung.

Sebaliknya, berbagai kepentingan barang-barang kebutuhan sehari-hari

masyarakat Batavia seperti beras, gula, garam, tepung, jagung, minyak kelapa,

tembakau, gambir, gerabah dan alat-alat rumah tangga, serta bahan pakaian. Juga

diangkut dari perairan Batavia ke berbagai daerah di wilayah pedalaman melalui

hubungan sungai ini.56

Peranan penting Sungai Ciliwung sebagai urat nadi ekonomi, khususnya

perdagangan maritim, di wilayah Batavia menjadi bagian dari aktivitas berlayar di

sungai yang tidak dapat dipisahkan dari peran sungai sebagai jalan perdagangan.

Berbagai jenis sarana transportasi sungai digunakan untuk mengangkut barang

dagangan pada abad XVII, yang telah menunjukkan kemampuannya dalam

melayari jalur-jalur sungai yang ada, untuk menjangkau pusat-pusat produksi

55 Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 18 dan hal 22

56 Anthony Reid, op. cit., hal. 33-35

Page 121: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

109

ekspor yang berada jauh di pedalaman dan mendistribusikan barang-barang impor

ke wilayah tersebut. Jaringan sungai dan aktivitas berlayar dan berdagang di

atasnya telah menjadi satu kesatuan dan merupakan pendukung utama bagi lalu

lintas perdagangan maritim di tingkat masyarakat dalam negeri dan luar negeri.57

Mengingat pada waktu itu belum banyak dibuat jalan darat maka hubungan

antar-sungai merupakan sarana transportasi dan komunikasi utama bagi kantong-

kantong yang bermukim di tepian Sungai Ciliwung sampai ke arah Pantai Batavia

untuk melakukan aktivitas perdagangan dengan pihak masyarakat.58

Berlayar dan berdagang menyusuri Sungai Ciliwung mempunyai peran

penting dalam pengangkutan barang dagangan bagi masyarakat sekitarnya. Hasil

agraris dan hasil hutan merupakan salah satu komoditas utama yang diangkut

melalui pelayaran sungai. Sebagai contoh, komoditas lada diangkut dari daerah

negara lain, sebagai penyuplai produsen lada ke daerah hilir atau ke Pelabuhan

Batavia. Di tempat itu para pedagang dari berbagai daerah dan negara seperti

pedagang Cina, Inggris, Belanda, dan pedagang Melayu sudah menunggu untuk

membeli komoditas tersebut. Namun adakalanya para pedagang tersebut, terutama

pedagang Cina dan Melayu sudah terlebih dahulu membawa perahu dagang

mereka masuk ke pedalaman untuk membeli langsung komoditas dagang yang

mereka butuhkan.59

Di sepanjang aliran Sungai Ciliwung banyak dijumpai hutan lebat dengan

berbagai jenis pohon. Oleh karena itu, sepanjang daerah itu kaya akan hasil kayu.

57 F. De Haan, op. cit., hal. 10-37

58

F. De Haan, op. cit., hal. 10

59

Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, peneliti, pada tanggal 24 Mei 2011 digedung

Arsip Nasional Republik Indonesia.

Page 122: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

110

Kayu-kayu yang telah ditebang biasanya dihanyutkan ke arah hilir melalui sungai,

dengan cara dirangkai seperti sebuah rakit. Kayu-kayu itu selanjutnya, dimuat ke

kapal-kapal yang akan membawanya ke Jawa atau daerah lain yang

membutuhkannya. Selain kayu, hutan-hutan di sepanjang aliran Sungai Ciliwung

juga kaya akan pohon karet yang getahnya laku di pasar Nusantara. Pohon karet

boleh disadap secara bebas dan hasilnya yang berupa getah biasanya diangkut ke

tepian Sungai Ciliwung oleh para pencari getah karet. Pengangkutan getah dari

hutan ke tepi sungai dilakukan dengan berjalan kaki. Selanjutnya, hasil hutan

tersebut diangkut ke Pelabuhan Batavia untuk dimasukkan ke atas kapal untuk

diberangkatkan ke berbagai daerah yang membutuhkannya.

Komoditas lada, banyak diangkut dari wilayah hulu Sungai dan daerah

pedalaman di sekitar Sungai Ciliwung yang akan menuju ke Batavia. Namun pada

saat terjadi kenaikan harga lada di pasaran, biasanya para pedagang (Melayu, Cina

dan Eropa) berlomba-lomba untuk mendatangi daerah produsen agar bisa

langsung membeli lada. Oleh karena itu, kondisi sungai di daerah yang dekat

dengan hulu mulai sulit untuk dilayari sehingga dibuatlah terusan-terusan (handil)

untuk membawa lada ke tepi sungai yang dapat dilayari perahu atau kapal kecil.

Dari sungai-sungai itu kemudian hasil karet diangkut ke Pelabuhan Batavia.60

Berlayar dan berdagang merupakan unsur kehidupan sehari-hari, seringkali

pedagang menyusuri Sungai Ciliwung ke Batavia untuk berdagang. Pada

pertengahan abad XVII memegang peranan yang penting, karena pengangkutan

darat masih terbatas. Lalu lintas di Sungai Ciliwung Batavia diramaikan dengan

60 Adolf Heuken SJ, op. cit., hal 18 dan hal 22 dan lihat Makalah Didik Pradjoko,

„‟Pokok-pokok Kajian Peradaban Masyarakat dan Sejarah Kebudayaan Indonesia‟‟, sebagai

Bahan Perkuliahan Etnografi Indonesia, hal 6

Page 123: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

111

pelayaran penduduk Batavia dan pribumi yang mengangkut komoditas

perdagangan dari daerah pedalaman dengan perahu dan kapal. Para pedagang

Pribumi dan Melayu juga senantiasa ikut berlayar ke arah Sungai Ciliwung

menuju ke pedalaman dengan menggunakan kapal-kapal dagang berukuran kecil,

sedang, hingga besar guna membeli komoditas perdagangan langsung dari daerah

produsen. Pada waktu itu, para pedagang Pribumi dan Melayu yang memegang

peranan penting dalam perdagangan Sungai Ciliwung dapat dikatakan

memonopoli perdagangan dari sarana angkutan Sungai Ciliwung.

Sejak abad XVII, lalu lintas orang berlayar dan berdagang untuk menyusuri

Sungai Ciliwung selalu diramaikan dengan kehadiran kapal dagang yang

menyusuri ruote Batavia sampai Kepulauan Seribu setiap dua minggu sekali.

Sejak saat itu kapal-kapal asing mulai melakukan kontrol secara langsung

terhadap daerah-daerah penghasil komoditas dagang yang selama ini berada di

bawah kekuasaan para saudagar/pedagang besar yang kebanyakan berasal dari

keluarga Belanda.61

Menurut Adolf Heuken SJ, bagi daerah-daerah yang termasuk dalam

kategori dunia perdagangan dengan sejumlah kapal besar dan perahu dagang yang

menyusuri Sungai Ciliwung yang mengalir dari pedalaman hingga ke arah pesisir,

adalah sangat penting pula untuk menegakkan hegemoni secara parsial melalui

pemerintah Batavia atas pesisir Pantai dan muara sungai karena tidak mungkin

untuk mengontrol arus kesibukan transaksi perdagangan melalu Sungai

61 Lihat Fe de Haan, op. cit., hal 10-15

Page 124: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

112

Ciliwung.62

Dengan pengontrolan terhadap muara sungai, sangat dimungkinkan

untuk dapat mempengaruhi pergerakan naik turunnya sebuah sistem sungai.

Seorang penguasa muara sungai dapat menggunakan kontrolnya terhadap

hubungan komunikasi sungai untuk membentuk berbagai aliansi dengan

kelompok-kelompok yang berada di hulu sungai.

Seorang penguasa yang efektif tentu juga menaruh perhatian kepada

aktivitas ekonomi wilayah kekuasaannya. Sumber ekonomi negara sangatlah

penting untuk mengelola kekuasaan. Sebuah hubungan aliansi dengan kelompok-

kelompok penduduk dan anggota masyarkat Batavia di daerah pedalaman akan

menghasilkan aliran barang-barang dari pedalaman ke Pelabuhan Batavia.

Perdagangan maritim seperti itulah yang terjadi pada VOC, sehingga Batavia

dapat tumbuh menjadi lebih besar lagi dan menjadi yang lebih kuat dengan baik

secara ekonomi ke penjuru dunia.

A. 4. Perdagangan Asing

Perdagangan Asing yang berada di Batavia dapat dikategorikan meliputi;

Barang produksi asing yang diperjualbelikan oleh pedagang dalam negeri yang

berlayar dan berdagang secara lebih khusus melewati laut, ke arah negeri

tetangganya misalnya: di Semenanjung Malaka sampai diluruskan ke arah yang di

tuju yaitu Selat Sunda.63

Para pedagang sedikit banyaknya mengalami beberapa kesulitan atau

mengalami ketersendatan dalam perdagangan maritim, akibat prilaku Belanda

yang tidak memihak pedagang kecil di Batavia. Selain itu, berbagai pajak terlalu

62 Adolf Heuken SJ, op. cit., , hal 18 dan hal 22

63

Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal. 12

Page 125: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

113

tinggi zaman Belanda dan adanya pinalti ataupun hukuman yang setimpal bagi

yang melanggar dalam perdagangan yang sifatnya maritim. Hal tersebut bisa

dikatakan bagi mereka yang melanggar aturan dari pihak Belanda atas hendak

memonopoli barang dagangan, agar mereka tidak terganggu, sampai melakukan

transaksi barang dagangan baik secara barter ataupun dilakukan transaksi secara

langsung dengan menemui pedagang-pedagang di Perairan Batavia. Hal ini akan

menjadi lebih aman dan terkendali atas penjagaan yang sangat ketat dari armada

dagang Belanda di Batavia.

Berpengaruhnya terhadap beberapa komoditas barang dagangan, Penjualan

kayu, yang banyak dihasilkan di dalam Pulau Onrust yang memiliki bahan baku

untuk pembuatan kapal masa lalu. Jika larangan pengadaan kayu belum ada,

banyak pembuatan kapal-kapal yang mereka buat untuk merakit kapal dan sedikit

banyaknya untuk memperbaiki kapal. Di sepanjang Pelabuhan Batavia atas

perdagangan maritim yang harganya cukup murah atau lebih mahal.

Akan tetapi, yang menarik perhatian para pedagang lokal, juga serta para

pedagang-pedagang asing untuk dagang dan bertemu. Ketika pedagang-pedagang

itu menjual barang dagangannya, saat itulah lalu-lintas menjadi ramai dan

sejumlah para pedagang Melayu dan para pedagang Bugis serta para pedagang

asing menempati daerah ini.64

Para Pedagang Melayu dan para pedagang Bugis mempunyai kapal dagang

yang memuat barang dagangan yang cukup besar disarankan untuk bersandar

pada dermaga pelabuhan Batavia. Mereka jarang juga melakukan bongkar muat

64 Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125 dan Lihat Makalah Mundardjito di

sampaikan dalam Seminar Arkeologi Maritim, Perlunya dalam Pengembangan Kurikulum, Jum'at

15 Februari 2008, hal. 3

Page 126: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

114

barang-barang dagangan dari kargo-kargo yang baru tiba dan masuk ke Pelabuhan

Batavia. Selain itu sedikit-banyaknya pelaut-pelaut yang pintar dalam memainkan

peran yang ada. Peranan pedagang, nahkoda kapal, nelayan seringkali membayar

sejumlah uang atau dengan emas sebagai alat barternya untuk memperbaiki kapal

dagang yang bermuatan barang dagangan dari sejumlah pedagang pada umumnya.

A. 5. Batavia sebagai Pusat Perdagangan Internasional

Batavia menjadi pelabuhan yang penting; di sana sebagian besar selama

sebagian abad XVII bahkan semua kapal-kapal yang memuat barang-barang

dagangan untuk menyuplai barang-barang dagangan yang ingin diangkut oleh

kapal-kapal dagang yang baru saja tiba di Pelabuhan Batavia. Kapal-kapal dagang

ini berlayar dengan membuang sauhnya untuk melakukan aktivitas maritim ke

Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang Belanda mempunyai koneksi

dagang di jalan laut dan perdagangan dengan jarak jauh, hingga tersebar di pos-

pos dagang di Asia dan di Eropa maupun di Afrika Selatan.65

Hingga pertengahan abad XVII hampir seluruh keuntungan VOC berasal

dari perdagangan rempah-rempah yang berasal dari Maluku (Cengkeh dan Pala)

dan Indonesia bagian barat (lada). Perdagangan rempah-rempah berhasil

dikendalikan dengan baik oleh VOC melalui Batavia dengan menyingkirkan

secara bertahap kota-kota dagang lain di Nusantara yang menjadi pesaingnya,

seperti Malaka (ditaklukkan tahun 1641), Makassar (1666), dan Banten (1684).

Sistem perdagangan yang tumbuh dan berkembang dan semakin maju di

Batavia pada dasarnya adalah sistem perdagangan distribusi, dalam arti komoditi-

65

ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden

van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41

Page 127: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

115

komoditi dari berbagai penjuru Asia dikumpulkan di kota pelabuhan ini sebelum

disebarkan ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi pasar sehingga dapat

mendatangkan keuntungan besar.

Secara garis besar, dimata VOC ada tiga kategori wilayah dimana mereka

memiliki kepentingan ekonomi. Pertama: daerah koloni dimana mereka memiliki

kekuasaan teritorial seperti di Sri Langka, Malaka, Batavia, dan Maluku. Kedua:

daerah dimana mereka mengikat kontrak khusus dengan penguasa setempat

sehingga diperbolehkan untuk membuka kantor dagang seperti di Ayuthaya

(Siam). Ketiga: daerah dimana mereka harus berdagang dengan pengawasan dan

peraturan yang diterapkan oleh penguasa lokal seperti di Nagasaki (Jepang), dan

Kanton (Cina).66

Pos dagang Belanda di Gamron (Persia/Iran), sekali-kali berhubungan

dagang dengan India, dengan melakukan pengiriman barang-barang dagang

melewati jalan darat artinya melalui Timur-Tengah, di samping setelah

mendirikan pemukiman di Tanjung Harapan. Sebagai pendukung dua hulu itu

untuk menyuplai barang dagangan dari Timur-Tengah harus melewati Tanjung

Harapan hingga ke Sri Langka yang terus sambung-menyambung hingga ke

tempat yang dituju yaitu Batavia. Batavia telah memainkan peranan penting

dalam jalannya pelayaran dan perdagangan dalam jalur Eropa-Asia, maka pos-pos

66 Batavia dalam Jaringan Perdagangan Asia Pada Abad 17 dan 18dalam

http://knsix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20Kanumoyoso,%20M.Hu

m.pdf (dikunjungi pada tanggal 11 Oktober 2011)

Page 128: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

116

dagang yang bersangkutan dan pegawai dari negeri Belanda mengirim laporan-

laporan secara langsung di bawah pengawasan Pemerintah Batavia.67

Menurut Hoge Regering dalam penciptaan hubungan langsung itu

menyebabkan Batavia tidak dapat lagi memainkan pelayaran dan Perdagangan

dengan semestinya. Oleh sebab itu, Batavia sesungguhnya telah memuaskan

kepada Hoge Regering pada tahun 1636, namun dengan adanya penghentian

pelayaran langsung ke Koromandel, Surat, Gamron, yang telah dimulai sebelum

Kota Batavia didirikan.68

Akan tetapi, 30 tahun kemudian Gubernur Jenderal dan Raad van Indie

terpaksa meningkatkan status Sri Langka menjadi basis perdagangan maritim

yang kedua, di samping Batavia, bagi kapal-kapal yang masuk dari Eropa atau

berangkat lagi ke sana.

Menurut Boxer, kelompok ini dipimpin oleh dewan pengelola yang terdiri

dari 17 utusan kamar-kamar dagang di Belanda. Kedudukan raja sebagai penguasa

negeri hanya sebagai pelindung saja,69

Sementara itu Heren Zeventien

mengizinkan berhubungan dagang dengan Sri Langka hingga diluruskan ke

Belanda agar VOC memenuhi kebutuhan akan merica di pasar Eropa, yang

tumbuh lebih pesat.

Kini merica Malabar, yang bagaimanpun dibawa lebih dulu ke Sri Langka,

dapat dingkut ke negeri Belanda dengan lebih pesat dan segera mungkin. Di

67 ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden

van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41

68

ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden

van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41 dan 42

69

C R Boxer, Jan Kompeni Sejarah VOC dalam Perang dan Damai 1602– 1799,

(Jakarta: Sinar Harapan, 1983), hal. 9-11

Page 129: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

117

samping itu, kayu manis tidak usah dipindahkan dari Sri Langka sendiri, tidak

usah lagi dipindahkan di Batavia ke kapal yang akan membawanya ke Eropa,

sehingga lebih cepat sampai dan mutunya lebih terjamin.70

Tidak lama setelah Sri Langka berhubungan langsung dengan negeri

Belanda timbullah persaingan sengit antara gubernur Rijklof van Goens, dengan

Hage Regering. Menurut Van Goens, sebaiknya Sri Langka, tegasnya kota Galle,

yang menjadi tempat kapal-kapal VOC berangkat berlayar ke tanah air, dijadikan

titik temu kapal-kapal yang hendak berlayar bersama-sama ke Eropa. Berkat

upayanya, sekali-kali armada berangkat berlayar dari Sri Langka membawa

muatan lebih kaya dibandingkan kapal-kapal dari Batavia. lalu direksi VOC

membuka jalur pelayaran langsung dari Koramandel dan dari Benggala. Tetapi

jalur ini tidak sukses, karena Batavia tidak mendukung kebijakan ini. Hoge

Regering menduduki tempat semula. Pada abad XVII, selain Batavia hanya Galle

yang mempunyai perhubungan langsung dengan Belanda.

Perubahan ekonomi-perdagangan maritim Batavia pada abad XVIII,

menyebabkan perubahan lain dalam lalu-lintas pelayaran dan perdagangan

maritim. Dalam tahun 1700-1730 secara beriringan kapal-kapal (dijuluki „kapal-

kapal kopi) dari Moka Pantai Laut Merah menuju negeri Belanda, lewat Galle.

Ada perkembangan lain, yang lebih penting lagi pada tahun 1728, setelah

bentrokan sengit Heren Zeventien dengan Hoge Regering, tercipta hubungan

dagang antara negeri Belanda dengan Kanton (Guangzhou). Sampai tahun 1733

70 Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, Selaku dosen Universitas Indonesia, pada

tanggal 24 Mei 2011 didalam Arsip Nasional Republik Indonesia dan ANRI, dalam koleksi

Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering),

1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 41 dan 42

Page 130: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

118

Kamer Amsterdam dan Kamer Zeeland mengirimkan 13 kapal ke Kanton, tetapi

tidak satupun yang sampai di pelabuhan Cina bagian Selatan. Maka pengiriman

kapal dipercayakan kepada Batavia, dengan pengertian bahwa di antara dua atau

tiga kapal yang setiap tahunnya berlayar dari Batavia ke Cina, hanya satu yang

kembali membawa barang-barang dagangan semisal, teh dan porselin guna

menyusuri Selat Sunda. Dan Akhirnya, pada tahun 1756, bersamaan dengan

pembentukan Chinase commissie (Komisi Cina), lalu-lintas perdagangan maritim

beserta barang-barang muatannya semisal teh dan porselin, diurus di negeri

Belanda sendiri; pelayaran langsung ke sana tetap dipertahankan.71

Sesudah Galle dan Kanton (Guangzhau), dalam abad XVIII pos dagang

VOC di Benggala, Hoogly, menjadi pelabuhan yang ketiga yang mempunyai

hubungan dagang dengan Belanda. Mulai 1734 setiap tahun, kapal berlayar dari

Benggala ke negeri Belanda. Selain itu, sejak tahun 1750 setiap tahun Kamer

Amsterdam mengirim kapal langsung ke Hooghly. Mulai tahun 1770 Koramandel

juga termasuk dalam jaringan pelayaran dan perdagangan ini.

Meski demikian, adanya hubungan dagang secara langsung dengan pos-pos

dagang di Asia pada hakikatnya tidak mengganggu posisi Batavia sebagai pos

dagang yang menjadi pusat VOC di Asia. Batavia menjadi pusat administrasi dan

pembukuan. Lagi pula, aktivitas dagang kesemuanya ini dalam aktivitas

perdagangan yang bercorak maritim dengan (Sri Langka, Kanton, Benggala),

71

lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en

Raden van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 42

Page 131: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

119

kesemuanya itu haruslah tunduk kepada Hoge Regering yang berpusat di

Batavia.72

Pusat-pusat niaga VOC tersebut menjalin kaitan yang erat dan begitu jauh

dengan jaringan bandar niaga sebelumnya. Daerah-daerah yang tidak

menghasilkan rempah-rempah tidak masuk dalam jangkauan VOC, sedangkan

daerah-daerah yang menghasilkan rempah-rempah seperti Ambon, Ternate, dan

Bandaneira berkaitan langsung dengan pusat VOC di Batavia.

B. Komoditas Ekspor dan Impor Batavia

Lokasi yang stategis sangatlah menguntungkan bagi Batavia karena terletak

pada jalur persilangan lalu lintas perdagangan dunia. Maka semakin membuat

padat jalur perdagangan maritim di kawasan Asia Tenggara. Adanya Pelabuhan

Batavia dapat mendorong arus distribusi barang-barang dagangan yang

berlangsung sangat cepat.

Sehingga posisi Belanda sampai saat itu, keberadaannya masih tetap di

Batavia. Dan memberlakukan kebijakan-kebijakan sebagai daya upaya untuk

mengendalikan perdagangan beras di Pantai Utara Pulau Jawa yang pada saat itu

di kuasai oleh para pedagang Cina dengan melakukan pembatasan perdagangan

beras serta memberlakukan penarikan pajak. Dalam pembatasan perdagangan

beras, Batavia menangani 40% dari perdagangan beras yang terdiri dari volume

perdagangan sekitar 500,000 pikul, sisa 60%-nya ditangani oleh pedagang Cina

dan pedagang pribumi. Dari penarikan pajak, pemerintah Batavia pada saat itu

72 Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, Selaku dosen Universitas Indonesia, pada

tanggal 24 Mei 2011 didalam Arsip Nasional Republik Indonesia. dan lihat ANRI, dalam koleksi

Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering),

1612-1811, Jakarta, 2002, hal. 43

Page 132: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

120

masih diperkuat dari orang-orang Belanda memperoleh tiap tahun pajak dari

Cirebon sebesar 1,900 pikul beras pada satu ukuran dari 0.57 rds, dari propinsi

Jawa Timur sebesar 28,000 pikul satuan beras dengan satuan ukuran dari 0.54 rds

serta hasil dari harga pokok rata-rata 0.5 rds (rijksdaalder).73

Batavia pada saat itu masih dikendalikan Belanda, juga memberlakukan

kebijakan-kebijakan dari pembelian semua keperluan dari pedagang beras pada

pasar perdagangan besar di Batavia sehingga VOC membuat sebuah laba bruto

imajiner dari perdagangan beras sebesar kira-kira 150%.74

Batavia sebagai pasar yang amat penting bagi dunia perdagangan beras

selain dijaga ketat oleh pegawai Belanda karena posisi istimewa di Batavia dalam

dunia perdagangan beras. Selain itu, Pemerintah Batavia juga memberlakukan

larangan ekspor beras ke luar negeri karena pada saat itu, di Batavia sedang

dilanda krisis pangan sehingga kebijakan tersebut dilakukan untuk menghindari

kelaparan di Batavia. Pemerintah Batavia yang di dalamnya orang-orang Belanda

juga memerintahkan administrasi lokal untuk menutup sungai-sungai di Pulau

Jawa untuk perdagangan beras, karena adanya kegagalan agraris-maritim.

Sehingga kebutuhan barang ekspor dan impor meningkat dengan pesatnya.

Barang-barang dagangan yang merupakan komoditi ekspor antara lain: garam,

merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula

tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, kain sutra dan kain katun. Sedangkan

komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, nila, lilin, belanga besi, piring,

mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, emas,

73 Lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., hal. 9-25

74

Lihat Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., hal. 9-25

Page 133: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

121

perak, tembaga dan lain sebagainya. Barang tersebut diperjualbelikan antar-Pulau,

antar-pedagang di Nusantara dan juga pedagang asing yang memasuki Batavia

sampai ke luar-masuk Pelabuhan Batavia.75

Ketika Batavia mendatangkan produk dari India, maka Cina berdagang

dengan membawa misi berdagang, menjual barang untuk impor dan sebagian

komoditasnya andalan dalam bentuk barang dagangan yang dimiliki oleh Cina.

Banyak indikasi yang menggambarkan distribusi barang dagangan melalui jalan

laut. Banyak yang dilakukan China di Batavia, semisal; melakukan aktivitas

perdagangan maritim disertai dengan transito bagi barang-barang dagangan ke

tempat di tuju Batavia. China selalu meramaikan barang impor, yakni porselin dan

teh dalam abad XVII.

Ada beberapa kategori yang mengasumsikan tentang adanya barang

dagangan yang diimpor oleh Belanda di wilayah Batavia semisal; ikan, gambir,

beras, dan untuk Pulau Jawa mengekspor tembakau. Dalam kategori konsumsi

manusia, itu muncul bahwa Batavia adalah importir besar ikan, gambir, padi, dan

tembakau Jawa. Jumlah beras, yang paling 'dasar' komoditas, mencapai lebih dari

122,000 pikul.76

Beras serta lebih dari 4.000 pikul tembakau terutama berasal dari Jawa

Tengah. Gambir, sebesar lebih dari 3,500 pikul, datang selat Malaka, khususnya

dari Malaka. Ikan, sebesar 1000 pikul yang diimpor dari berbagai tempat, antara

yang paling menonjol adalah Siam. Apakah hubungan ini adalah bagian dari pola

yang teratur atau yang bersifat sekali-kali berhubungan dalam jalur perdagangan

75

Armando Cortesao (ed), op. cit., jilid 2, hal. 270 dan lihat Thomas Stamford Raffles,

op. cit., hal 125

76

Gerrit J. Knaap, Shallow Water, op. cit., 49

Page 134: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

122

adalah hubungan hal yang tak diketahui. Satu item dengan karakter yang cukup

sesekali adalah hubungan dagang dengan tingkat tinggi dari impor barang dagang

sejenis opium pribadi.

VOC secara resmi hanya diizinkan untuk mengimpor opium, sementara

sektor swasta yang seharusnya untuk menangani ekspor. Surat itu membelinya

dari Societeit Amphioen, perusahaan swasta di Batavia, dibiayai terutama oleh

pejabat VOC, yang diberi monopoli atas penjualan opium di 1745. Namun, dalam

tahun kita berhadapan dengan, ada pengecualian untuk aturan ini. Satu kapal

pribadi yang besar dari Bengal memasuki Batavia membawa sejumlah besar

opium, yang di belakang sana dan mungkin dimasukkan ke dalam perdagangan

Swasta dan VOC.77

Gula merupakan produk yang penting di Batavia. Hal ini menunjukkan

ekspor penjualan dalam skala besar. India selalu mengirimkan gula yang

berkualitas baik untuk diperjualbelikan ke Batavia, India mengimpor beras untuk

diperdagangkan ke Batavia dan Pulau Jawa. Perjalanan akan memakan waktu

istirahat yang cukup panjang dari setiap ada penjualan.78

Menurut pemberitaan sejarahwan Belanda, J.C. Van Leur, barang-barang

yang diperdagangkan di dalam negeri dan di luar negeri mencakup Asia Tenggara,

termasuk juga yang terdapat di dalam negeri Batavia. Hingga pada saat itu,

barang-barang yang diperdagangkan, sejenis; barang-barang bernilai tinggi,

seperti: sejenis logam mulia (emas dan perak), perhiasan, barang tenunan, barang

77 Lihat Gerrit J. Knaap, Shallow water, op. cit., 49

78

F. De Haan, op. cit., hal. 195 dan Lihat misalnya Gerrit J. Knaap, Shallow water, op.

cit., 49

Page 135: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

123

pecah belah dan berbagai barang kerajinan, rempah-rempah, wangi-wangian, serta

obat-obatan dan lain sebagainya.79

Besar kemungkinan dapat dikatakan pedagang-pedagang dari kalangan

orang-orang Eropa meliputi; Negara Swedia, Negara Turki, tiba di Batavia,

dengan membawa barang muatan bahan ekspor sejenis lada, dan hasil bumi

lainnya yang diangkut dengan armada dagang yang memilikinya dengan muatan

yang lebih besar maupung ukuran tidak besar.

Di tahun 1724 Valentijn menerbitkan karyanya yang memuat catatan

tentang kegiatan perdagangan intra-Asia yang dilakukan oleh VOC melalui

pelabuhan Batavia. 80

Dalam catatatan Valentijn negara dan daerah yang terlibat

perdagangan dengan Batavia antara lain adalah: Tanjung Harapan (Afrika

Selatan), Koromandel, Srilangka, Persia, Benggala, Burma, Malaka, Siam,

Tonkin, Cina, dan Jepang. Barang-barang yang diimpor Batavia dari daerah-

daerah tersebut antara lain adalah: koin emas dan tembaga (Jepang), tekstil

(Koromandel dan Benggala), teh (Cina), porselin (Cina), kain sutra (Cina), gading

gajah (Siam), kayu eboni (Tanjung Harapan), dan budak (Koromandel, Benggala,

dan Burma). Sedangkan komoditi yang diekspor oleh Batavia antara lain adalah:

rempah-rempah (Eropa) tekstil (Jepang, Siam, dan Tanjung Harapan), gula

(Persia, Benggala, dan Jepang), dan beras (Tanjung Harapan), dan budak

(Tanjung Harapan dan Malaka).81

79

Lihat J. C. Van Leur, Indonesia Trade and Society, (Bandung: Sumur Bandung, 1960),

hal. 198

80

http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,

% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)

81

http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20 Kanumoyoso,

% 20 M.Hum. Pdf (Dikunjungi Tanggal 16 Desember 2011)

Page 136: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

124

Pada saat itu juga, tidak dapat dipungkiri juga sejumlah pedagang-pedagang

dari Pasai (Nangroe Aceh Darussalam), Pidie (Nangroe Aceh Darussalam), Jambi

(Provinsi Jambi), Palembang (Sumatra Selatan), Tulang Bawang (Lampung) dan

kota Pariaman (Sumatra Barat), Tiku, Barus, dan di Jawa Barat, Banten, ikut

berjualan di Batavia.82

Menurut pemberitaan Thomas Stamford Raffles, pada abad XVIII di

Pelabuhan Batavia sebanyak 239 kapal yang berlabuh ke Pelabuhan Batavia

dengan membawa jumlah barang dagangan dengan kapasitas yang bertambah dari

sejumlah 48.290 ton (di dalamnya terdapat barang dagangan yang berisikan

muatan beras, rempah-rempah, bahan pokok sehari-hari dan sebagainya.83

Dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, transaksi perdagangan

maritim, di Batavia bukanlah sebagai tempat penghasil komoditas yang dicari

oleh pedagang di sepanjang Jalur Sutera melalui jalan laut, tetapi peranannya

sangatlah amat penting. Namun sebagai tempat transito, baik untuk pembekalan

pelayaran dan perdagangan, maupun komoditas lainnya yang telah dikumpulan

dari daerah-daerah di Indonesia, atau bagi para para pedagang pribumi untuk

membeli komoditas-komoditas yang dibawa oleh para pedagang yang datang dari

Asia Tenggara.84

Barang-barang dagangan yang diperjual-belikan di Batavia baik ekspor

maupun Impor yang berasal dari; Bugis (Makasar), Melayu, Arab, semisal:

kamper kayu, sarang burung walet, lilin lebah, kain yang bernilai tinggi.

82

Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125-140 83

Lihat Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, op. cit., hal. 144 dan

Lihat Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 121

84

Thomas Stamford Raffles, op. cit., hal 125

Page 137: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

125

Transaksi barang dagangan berlangsung sangat cepat di Batavia. Usaha pedagang

besar dan menengah diupayakan oleh VOC (Belanda) mungkin sekali dilakukan

oleh pemerintah Batavia dan para pembesar Belanda dan kelas saudagar, di

samping itu tentu saja saudagar-saudagar asing berdatangan di Batavia. Para

bangsawan tinggi besar dan pembesar kerajaan mungkin sekali menjadi pembeli

tunggal atas barang dagangan hasil produk rakyat daerah yang dikuasainya, yang

menjualnya kembali dengan harga yang cukup tinggi.

Kepada kelas saudagar „atau‟ Hoge Regering (Pemerintah Agung/Pusat)

yang akan mengekspor ke luar negeri dan menjual dengan pedagang Asing.

Kelompok kelas saudagar terutama melakukan usaha perdagangan luar negeri,

baik mengekspor barang dagangan hasil produk maritim maupun mengimpor

barang dagangan kebutuhan masyarakat banyak, yang mereka lakukan dengan

perahu sampan, milik sendiri. Usaha ekspor dan impor ini juga dilakukan oleh

pedagang-pedagang dari pendatang, semisal; pedagang-pedagang Eropa, Cina,

Jawa, Arab, dan lain sebagainya, akan tetapi pernah berhubungan langsung

dengan produsen. Barang dagangan yang diekspor ketika itu adalah lada, cengkeh

(yang terpenting) damar, lilin, kayu manis, kayu jati dan lain sebagainya,

sedangkan barang-barang yang diimpor pada saat itu terdiri dari, berjeniskan

beras, gula, garam, barang-barang pecah belah, dan sejenis kayu gelondongan.

Barang tersebut diperjual-belikan antar-pedagang di Batavia dan juga di

Pantai Utara Jawa dan juga pedagang asing untuk melakukan transaksi

perdagangan maritim yang terdapat di Batavia.

Page 138: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

126

C. Etnis Cina berdagang di Batavia

Dalam pandangan Mona Lohanda, Sejarahwan dari Arsip Nasional

Republik Indonesia, yang terlihat dari aktivitas perdagangan di pesisir Utara Jawa

ada hubungan perdagangan maritim menjadi lebih erat pada awal abad XVII

sampai abad XVIII antara Batavia dan Tainan,” kata Mona Lohanda. Hubungan

perdagangan maritim itu, semakin kokoh semasa Kapiten Tjina pertama Batavia,

Souw Beng Kong, seorang pemimpin komunitas Cina di Batavia (1580-1644).85

Sejarawan dari Arsip Nasional Republik Indonesia, Mona Lohanda, telah

menjelaskan Cina berdagang memakai jalan maritim yang terbentang dari Amoy

di Provinsi Fujian yang letaknya di Laut China Selatan menuju ke arah Batavia

sejak 1620 hingga awal abad XIX. Provinsi Fujian atau Hokkian adalah tempat

Souw Beng Kong. Pada saat itu, ia membutuhkan waktu berlayar 28 hingga 30

hari untuk menempuh perjalanan jarak jauh dalam berdagang dari Cina ke

Batavia. Cina memiliki armada dagang yang memuat barang dagangan yang

cukup besar pada abad XVII dan abad XVIII. Besar kemungkinan Batavia

menjadi pusat ekonomi. Hal ini diperkuat oleh fakta China, bahwa China

berdagang dari Amoy dengan memakai perahu dagang dan selalu diramaikan dari

Macoa (Taiwan). Kemungkinan pasti banyak perahu dagang melewati Kepulauan

Nusantara, dan yang di tuju yaitu Batavia.86

Menurut pemberitaan Blusse sendiri pada tahun 1620, Coen telah mengajak

Souw Beng Kong dan pedagang-pedagang Cina untuk datang ke Batavia dengan

85 Wawancara Pribadi, Mona Lohanda, Sejarawan dari Arsip Nasional Republik

Indonesia, 9 Maret 2011

86

Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, Etudes Interdisiplineres sur

le monde insulindien: archipel 18, (Paris: Cedex, 1979) dalam artikel Leonard Blusse Chinese,

Trade To Batavia During The Days Of The VOC, hal. 195-197

Page 139: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

127

tujuan membangun Batavia. Selain itu, untuk menyuplai barang dagangan dari

berbagai keperluan ke pihak Belanda dimaksudkan adalah dengan cara menarik

Cina untuk berdagang ke Batavia. Pengaruh Cina dalam berdagang di Batavia

hampir semua produk-produk perdagangan maritim yang akan diperjual-belikan

di Asia dan Eropa dan antar-Pulau (Sumatra dengan Jawa).87

Pada saat itu Cina dianggap oleh Belanda punya andil besar, selain

pemegang modal besar dan juga cukup pintar dalam hal berdagang, bisa dikatakan

seringkali Cina telah melakukan tindakan kurang baik dalam berdagang, Souw

Beng Kong pun ingin menguasai produk yang sangat strategis. Barang-barang

pokok sehari-hari digunakan untuk ekspor dan impor dari pesisir Batavia dan

menukarkan barang dagangan, Batavia juga mengimpor untuk dijual ke pelosok-

pelosok pedalaman. Kemudian masyarakat Batavia juga senantiasa memunculkan

mengolah produksi hasil tani dan hasil nelayan yang menjadi produksinya untuk

di bawa ke Batavia.88

Pada Abad XVIII, padatnya perdagangan maritim yang disuplai dari negeri

Cina, dengan adanya jalinan dagang dengan Belanda, dan semakin hari akan

tumbuh dan berkembang dari komoditas yang diangkut dari Cina semisal teh,

kopi, perak, tekstil barang-barang porselin dan beling. Sedangkan dari Batavia

diangkut sebagian lagi jumlahnya akan melimpah dengan pesatnya ditandai

dengan adanya barang-barang dagangan meliputi; rempah-rempah lada rotan

kayu, cendana, sarang burung walet, dan komoditi lainnya.89

87 Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 197-198

88

Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 195-197

89

Lihat Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Transmedia

Pustaka, 2008), hal. 109

Page 140: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

128

Selain itu, untuk melakukan monopoli pembelian produk-produk dari

penduduk pribumi sehingga perahu dagang Cina VOC (Belanda) menghadapi

kesulitan untuk memperoleh isi muatan barang dagangan. kapal dagang yang

melambangkan pedagang asing, dilarang oleh Cina untuk singgah di pelabuhan

Batavia yang dikuasai oleh Belanda kecuali di beberapa pelabuhan yang telah

ditetapkan secara khusus untuk perdagangan maritim maupun yang lainnya. Di

pelabuhan-pelabuhan, ini biasanya Belanda sudah memiliki kontrol yang sangat

ketat bagi Cina.

Hal tersebut ditandai oleh Belanda yang sudah mulai berhasil merebut

berbagai kepentingan di areal Pelabuhan Batavia dan menguasai perdagangan

maritim, menunjukkan prilaku keangkuhan Belanda pada abad XVII dan XVIII.

Akan tetapi, dalam menegakkan monopoli dagang dan melarang bangsa tertentu

untuk melakukan perdagangan maritim ke Batavia. Persoalan ini dapat dilihat dari

kasus hubungan yang penuh ketegangan semakin sulit dan mempersulit antara

Cina dalam tahun 1740.90

Hal ini memungkinkan adanya monopoli perdagangan terhadap laju

komunitas Cina yang tidak tertahan lagi dan bertambah pesat lagi dengan jumlah

penduduk mencapai 10.000 jiwa. Pada umumnya bekerja di perkebunan atau

pabrik gula dan perusahaan kayuan, mereka hidup bersebelahan dekat Pelabuhan

Batavia, dan sebagian diantara mereka hidup dari menyewa tanah pemerintah

Batavia. Tahun 1740, terdapat 2500 rumah Cina yang sudah berbentuk tembok,

`

90 Lihat Pierre Labrousse, Denys Lombard, Christian Pelras, op. cit., hal. 195-199

Page 141: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

129

dan 15.000 belum menyerupai tembok yang tinggal hanya di luar Pelabuhan.91

Hal ini memungkinkan orang Cina diizinkan untuk bermukim disebelah dalam

tembok kota, dan meliputi 39 % dari sejumlah penduduk abad XVII dan 58 %

dalam tahun 1739. Hal ini untuk mewujudkan agar Cina tetap bertahan disitu dan

disertai bentuk perampasan barang dagangan Cina.92

Belanda mendatangkan orang-orang Cina ke Batavia, banyak dari mereka

yang berhasil menjadi pedagang dengan kedudukan sebagai lapisan menengah

yang berfungsi sebagai perantara antara orang-orang Eropa dan Pribumi. Sekitar

tahun 1690, penguasa VOC mencoba mulai membatasi masuknya orang-orang

Cina ke Batavia, namun tidak berhasil.93

Namun lama setelah itu, jumlah mereka akan meningkat dan mencapai

puluhan ribu orang maupun puluhan orang, dan menjelang tahun 1740, separuh

penduduk di Batavia dan sekitarnya adalah orang-orang Cina. Selain itu, Cina

juga telah menguasai berbagai bidang ekonomi dan usaha, yang menjadi ancaman

serius bagi orang-orang Belanda dan Eropa lainnya, karena dengan adanya

pesaing dari Cina. Alhasil keuntungan mereka menjadi sangat berkurang. Salah

satu bidang usaha yang dikuasai oleh etnis Cina adalah perkebunan tebu di sekitar

Batavia dan Ommeladen (Tangerang). Dalam tahun 1740, pasar penjualan gula

mengalami collapse, karena adanya persaingan dagang yang di pasarkan ke

Eropa.94

91 Benny G. Setiono, op. cit., hal. 109

92

Lihat Anthony Reid, op. cit., , hal. 108

93

Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 11-12 94

Lihat Denys Lombard, op. cit., hal. 61-62 dan Lihat Mona Lohanda, op. cit., hal. 13

Page 142: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

130

Banyak di antara puluhan pedagang mengalami Collepse sehingga

mengalami kebangkrutan dan harus memberhentikan pekerja dari Cina. Sedikit

Banyaknya pengangguran besar-besaran akan mendadak, ini memunculkan

kelompok-kelompok yang menjurus terhadap pelaku kriminal. pelaku kriminal

tersebut juga memperlakukan tindakan kekerasan, sehingga menimbulkan

keresahan di kalangan orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Penguasa Belanda

kemudian mulai mengambil langkah-langkah untuk mengatasi hal ini, dengan

memulangkan orang-orang dari Cina ke Ceylon (Afrika Selatan), yang juga

dikuasai oleh VOC pada waktu itu.95

Hal ini sebagai langkah baru bagi pemerintah Batavia saat itu masih

dikendalikan Belanda dengan menggunakan kesempatan untuk memeras orang-

orang Cina yang kaya pada saat itu dan serta dimintai sejumlah uang agar

medapatkan izin berdagang, sebagai bentuk dilandasi kepentingan Belanda.96

Setelah itu, Cina menerima penyerahan dari VOC pada Abad XVIII,

pemerintah Batavia rupanya tetap mempertahankan kebijakan sebagaimana yang

dilakukan oleh Belanda, adalah ikut menekan Cina dan monopoli barang-barang

dagang yang ketat terhadap kekuatan pribumi maupun Cina serta melakukan

pembatasan-pembatasan bongkar muat barang dagangan terhadap kapal-kapal

asing untuk berlabuh hanya di beberapa pelabuhan di bawah administrasi yang

ketat dari pihak Belanda.97

D. Etnis Arab berdagang di Batavia

95 Lihat Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya kajian terpadu, Bagian I: Batas-

Batas Pembaratan , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 63 dan hal 65

96

Lihat Benny G. Setiono, op. cit., hal. 114 dan hal 117

97

Lihat Mona Lohanda, op. cit., 20-21

Page 143: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

131

Faktor-faktor yang menimbulkan orang-orang Arab Hadramaut bermigrasi

ke Nusantara mempunyai dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern

sendiri mempunyai 5 penyebab mereka melakukan ekspedisi ke Nusantara.

Pertama, geografis, keadaan geografis Hadramaut yang sebagian besar

terdiri dari Rabb al-Khali ( padang pasir yang luas dan tandus) serta di kelilingi

oleh pegunungan-pegunungan yang bebatuan di tambah lagi iklim di Hadramaut

yang hanya turun hujan.98

Kedua, pelayaran dan perdagangan99

, ramainya jalur perdagangan di

Hadramaut yang berada di sekitar pesisir Laut Merah yang menjadi motivasi

migrasi orang Arab Hadramaut ke Nusantara.

Ketiga, Dakwah100

, merupakan suatu hal yang di anjurkan kepada orang

muslim untuk mengajak saudara muslim memeluk Islam,karena dalam istilah

Islam mengenal Hijriah.berhijriah ke Madinah ke Mekah. Hijriah dalam Islam

untuk tujuan memperbaikki nasib yang lebih di jalan Allah.

Keempat, kekeluargaan,101

banyak diantara mereka bermigrasi ke

Nusantara dengan maksud menjumpai sanak saudaranya baik keluarga, maupun

oarng tuanya yang berada di Nusantara. Selain untuk mencari pekerjaan yang

layak di dalam perusahaan keluarga mereka yang berada di Nusantara, dengan

kedatangan orang Arab dari Hadramaut disambut hangat oleh keluarga mereka

98 Van Den Berg, Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, judul asli,Le hadramaut et

Les Colonis Arabes dans L‟Acchipel Indien, Jilid III, terj., (Jakarta: INIS, 1989), hal. 90

99

Joko Pramono, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 102-

103.

100

Alwi Shahab, Islam Inklusif; menuju sikap terbuka dalam beragama, (Jakarta: Mizan,

Desember 1998), hal. 324.

101

Van Den Berg, op. cit, hal. 90

Page 144: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

132

yang sudah berdomisili di Pekojan dengan membawa kabar baik tentang keluarga

mereka yang tinggal di Hadramaut.

Kelima, adanya penjajah Inggris, orang Arab Hadramaut pada masa

kolonialisme di jajah oleh pihak Inggris, pada saat itu Inggris sudah menguasai

India. Faktor inilah Inggris lebih mudah masuk ke daerah Hadramaut pada saat

itu, dianggap oleh pihak Inggris merupakan daerah perniagaan besar dan

mempunyai nilai potensial, dengan masuknya Inggris ke Hadramaut, hal ini

membuat malapetaka dan terjadinya perang melawan tentara Inggris di tambah

lagi adanya konflik antara kedua kerajaan di Hadramaut yaitu Queti dan Katiri

yang tak kunjung selesai, dan mendorong Hadramaut bermigrasi demi kebutuhan

pokok sehari-hari.

Faktor Kedua (Ekstern) adalah faktor haji. Para jamaah haji yang berada di

Mekkah demi menunaikan rukun Islam yang kelima membawa dampak kepada

orang Arab Hadramaut melalui cerita-cerita para jamaah haji tentang Nusantara

yang memiliki wilayah yang subur kaya akan sumber daya alam, banyaknya

beriklim tropis, biaya hidupnya lebih murah dibandingkan di wilayah lain,

banyaknya pengusaha Hadramaut yang sukses di Nusantara, mayoritas beragama

Islam, sikap tolerasinya sangat kuat, keanekaragaman budaya yang kental dan

penduduknya amat ramah. Faktor inilah yang mendorong bermigrasi ke Nusantara

dengan Harapan membawa kehidupan yang layak dan lebih baik dari negeri

asalnya.

Jalur selat Malaka merupakan sebagai jalur perdagangan international

menjadi tempat bersandar para pedagang dari berbagai Negara, baik dari Arab,

Page 145: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

133

Persia, India ataupun China Perdagangan International memunculkan kontak

antara Peradaban dunia dengan wilayah Nusantara, tak terkecuali Persia yang

Mayoritas berpahaman Syi‟ah.

Sejak sebelum masehi, Hadramaut sudah menjadi pintu masuk

perdagangan ke Jazirah Arab bagi kapal-kapal asing Eropa, Cina, dan India atau

tempat persinggahan bagi pedagang dan pelaut yang kehabisan air minum dan

makanan di pelayaran. Pelabuhan yang amat penting di Hadramaut adalah

Mukolla Shihr, dua pelabuhan ini merupaka jalur perniagaan besar yang banyak

didatangi kapal-kapal asing yang hendak berdagang. Hadramaut dikenal sebagai

pengekspor Tembakau Hamuni dan di samping Kopi dan sejenis Kayuwangi

seperti dupa (myrrh), dan orang Arab Hadramaut dikenal amat makmur dari

wilayahnya sebagai perantara barang-barang yang dihasilkan di kerajaan bekas

Romawi, mereka juga memperjual-belikan rempah-rempah pada saat itu di

gunakan sebagai pengawet makanan dan penyedap makanan. Serta juga sebagai

obat-obatan. Hal ini menjadi pedagang Romawi geram dengan orang Hadramaut,

yang pada waktu itu menaikkan harga cukai seperti Sutera dan kayuwangi dan

menaikkan barang dagangan dari luar daerah sesuka hatinya. Orang Romawi saat

itu sangat marah dan mengalami puncaknya terhadap perlakukan dirinya yang di

rugikan oleh bangsa Hadramaut.

Pada abad pertama sebelum masehi, setelah tentara Romawi,102

berhasil

menaklukkan Mesir, mereka segera memasuki Laut Merah, serta berhasil

102 Husein Haikal, Indonesia –Arab dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia (1900-

1942) dalam Disertasi, Universitas Indonesia, 1986, hlm, 45.

Page 146: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

134

menghancurkan armada pedagang Arab Hadramaut. Sejak itu orang Arab

Hadramaut bermigrasi ke Nusantara.

Dalam surat al-Fiil ayat ke 2 Allah telah berfirman:

Artinya : yaitu kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan musim

panas.

Melalui teks Al-Fill kebiasaan orang Arab berpergian musim dingin dan

musim panas mereka melakukan perdagangan dan tempat yang mereka tuju

tentunya daerah Arabia Selatan, yakni Hadramaut.

Peneliti orientalis seperti : Mr Wendel Philips dalam kitabnya Qutban dan

Saba‟, dan Gustave Le Bon dalam Bukunya Khadrah al-Arab yang diterjemahkan

oleh adil Zuiter103

mereka dengan sepakat bahwa Yaman dan Hadramaut

merupakan pintu gerbang perdagangan Timur-Tengah dan Eropa. Sehingga

padatnya lalu-lintas perdagangan dan pelayaran di pesisir Laut Merah, orang

Hadramaut untuk berlayar ke Nusantara. Jalur pelayaran melalui Laut Merah

menuju Sri Langka kemudian menyebar tiga jalur pelayaran:

Pertama, jalur pelayaran Laut Merah terus menuju perairan terdekat

sampai ke ujung Sumatra,yaitu pulau We dan Sabang.Kemudian melanjutkan

pelayaran selat Malaka.

103 Gustave, Le Bon, Khadrah al-Arab,di terjemahkan oleh Adil Zuiter, penerbit: Isa al-

bab halbi wa sirkah,cetakan ke 4, hal,95

Page 147: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

135

Kedua, jalur pelayaran dari Sri Langka (Ceylon) melalui perairan laut

menuju ujung Sumatra, Kemudian menyusuri selat Malaka, berlabuh di pelabuhan

Sunda Kelapa.

Ketiga, jalur pelayaran dari Sri langka melewati lautan Hindia, kemudian

menusuri menyusuri pesisir barat Sumatra,dan berlabuh di pulau Nias, dengan

tujuan mendapatkan komoditas daerah setempat. Selanjutnya melanjutkan

pelayaran sampai pelabuhan di perairan selat Sunda.104

Melalui selat Malaka pelabuhan sabang yang digunakan untuk melintasi

pelayaran dan perdagangan. setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511 M)

banyak dari pedagang Arab, Cina, dan India ikut berdatangan ke Sunda Kelapa.

Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang di tuju pedagang Muslim dari

Arab, sehingga orang Arab diberikan tempat pemukiman orang Arab di daerah

Pekojan. Menurut Van Den Berg, migrasi orang Arab Hadramaut dalam skala

besar di mulai akhir Abad ke XVIII.

Perjalanan dari Hadramaut ke Nusantara berlangsung.pertama berangkat

dari pelabuhan di Hadramaut yakni Mokalla dan as-Shihr menuju Bombay

(India)105

. Dari pulau Ceylon (Sri Langka ) dan akhirnya ke Aceh atau Singapura.

Seluruhnya pelayaran dilakukan degan kapal berlayar. Namun setelah di bukanya

terusan Suez oleh Prancis di Mesir berdampak pada perjalanan pelayaran menuju

ke Nusantara.

104 Joko Pramono, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal.

102

105

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, (ed), Marwati djoened

Poesponegoro dan Nogroho Notosusanto, (Jakarta: Penerbit balai Pustaka, Depdikbud, 1993 ), hal.

30

Page 148: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

136

Setelah Islam masuk ke Nusantara pada awal abad pertama Hijriah

tepatnya pada abad ke 7 M, sebagian dari orang Arab yang menyebarkan Islam ke

Nusantara mereka berasal dari Hadramaut, karena Hadramaut semenjak sebelum

masehi atau sebelum kelahiran Islam sudah menjadi pelabuhan di Jazirah Arab

letak di Hadramaut yang berada di pesisir Laut Merah.106

Kedatangan orang Arab Hadramaut ke Nusantara telah memainkan peran

penting dalam perniagaan besar dan penyebaran Islam, tetapi seorang Muslim

mereka mempunyai kewajiban untuk menyebarkan Islam, walaupun pada waktu

itu penduduk Pribumi berada di bawah kekuasaan kerajaan Pakuwan Pajajaran

yang bercorak Hindu. Namun, peristiwa adhesi ini di manfaatkan oleh kerajaan

Pakuwan Pajajaran untuk menarik minat orang Arab untuk berdagang agar terjalin

hubungan erat dengan diantara keduanya.

Pada tahun 1527 M, setelah jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan Islam di

bawah pimpinan Fatahillah atas perintah Kerajaan Demak. Maka, Sunda Kelapa

berganti nama menjadi Jayakarta, dengan beralihnya ke Jayakarta. Bahkan

sebaliknya, di Jayakarta dengan bertambah ke Jayakarta. Bahkan adanya agama

Islam banyak orang Hadramaut ke Jayakarta. Pada tahun 1619 M, Jayakarta ke

tangan Belanda di bawah pimpinan JP. Coen. Di masa Belanda ini Jayakarta

berganti nama menjadi Batavia, yang mana perdagangan para pedagang Arab,

Persia, Cina, dan India yang sudah terbiasa dengan perdagangan bebas.

Migrasi orang Arab ke Nusantara mempunyai Misi agama di samping

mereka melakukan aktivitas perdagangan di perkuat oleh T.W. Arnold dalam

106 Azyumardi Azra, Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, Jakarta: Penerbit

Mizan, Oktober 2002), hal. 67

Page 149: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

137

Preacing of Islam, G.E Marrison dalam tulisannya Islam and Churh in Malay, SQ.

Fatimi dalam buku Islam Comes To Malasia, ke semuanya sepakat bahwa orang

arab Hadramaut yang memperkenalkan Islam ke Asia Tenggara adalah para

pedagang yang memiliki misi agama dengan bukti nyata adalah kesamaan

Mazhab Syafei yang di anut oleh masyarakat Pribumi.107

Migrasi orang Arab Hadramaut di Nusantara, Azyumardi Azra

mengatakan bahwa awal masehi hubungan Nusantara dengan Dunia Arab telah

terjalin yaitu antara kerajaan Sriwijaya dan dinasti Umayyah. Orang Hadramaut

sudah berada di Nusantara abad pertama Hijriah dan sebagian yang sudah ada di

Pekojan, perkampungan Arab.

Proses Islamisasi di Nusantara ke Batavia biasa terlihat dengan berdiri

sebuah masjid luar batang yang didirikan oleh Sayyid Husein bin Abu Bakar al-

Idruys (wafat 1789)

Migrasi orang Hadramaut secara massal terjadi akhir abad XVIII dan

mencapai puncaknya pada abad ke XIX tepatnya tahun 1870 M. Migrasi orang

Arab Hadramaut Ke Nusantara yakni salah satu Sunda Kelapa. Sunda Kelapa

merupakan salah satu yang terpenting dan ramai dikunjungi oleh kapal-kapal

asing Cina, Eropa, India, dan Arab. Menurut Prof. Dr. Dien Madjid, MA, jauh

sebelum Belanda datang ke Sunda Kelapa Komunitas Arab Hadramaut sudah

berada di Sunda Kelapa.108

107 Susan Abeyasekere, Jakarta A History, ( New York: Oxford University Press, Oxford

New York,1987), hal. 8

108

Dien, Madjid, Awal Perkembangan Islam di Jakarta dan Pengaruhnya hingga abad ke

XVIII, dalam buku Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai Bandar Jalur Perdagangan Sutra, (Jakarta:

DEPDIKBUD, hal. 78

Page 150: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

138

Sayyid Ali Ibn Husein al-Attas dalam kitab Ta‟jul A‟ras mengatakan

bahwa tujuan awal orang Arab Hadramaut bermigrasi dengan motivasi berdagang.

Seperti yang dilakukan oleh Sayyid Husein ibn Abu Bakar al-Idrus yang sekarang

makamnya berada di Luar batang, Pasar Ikan Jakarta Utara.

Motivasi migrasi orang Arab hadramaut dengan tujuan berdakwah juga di

benarkan oleh Prof Badri Yatim, yang mengatakan bahwa keislaman di Jakarta

(dahulu Sunda Kelapa), di zaman Belanda menjadi Batavia. Di Jakarta masih

terdapat orang Arab Hadramaut seperti : al-jufri, as-Seggaf,al-Atas, al-Habsyi, dan

lain-lain,109

dan ditambahnya dengan banyaknya orang Hadramaut ke Batavia

membawa dampak positif bagi masyarakat Pribumi yakni bagian dari mereka

mengirim anak-anak mereka ke Timur-Tengah terutama ke Mekkah dan Madinah

terbukti dengan lahirnya seorang ulama dari Betawi yang Bernama Abdul

Rahman al-Misri al-Batawi.

Unsur lain yang menyebabkan orang Arab Hadramaut bisa di terima

dengan baik oleh penduduk Pribumi di Batavia. Menurut Van Den Berg bahwa

kebanyakan orang Arab Hadramaut telah berasimilasi secara keseluruhan dengan

masyarakat Pribumi dalam tiga generasi atau empat generasi. Beberapa unsur

yang ikut mendorong proses ini, pertama mayoritas imigran adalah laki-laki.

Sesuatu yang tabu bagi kaum perempuan berjualan dari masyarakat

Hadramaut untuk meninggalakan wilayah Hadramaut. Konsekuensi yang terjadi

adalah perkawinan silang antar-pedagang pribumi dan Arab, yang terdapat

menjembatan interaksi dengan penduduk lokal. Kedua, islam merupakan unsur

109 Badri Yatim,Peran Ulama Dalam masyarakat Betawi, dalam buku, Ruh Islam dalam

Budaya Bangsa, (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, juni 1996), hal. 21

Page 151: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

139

penting dalam perkawinan mereka ini. Karena mereka menganggap agama yang

sama dengan masyarakat pribumi telah membuat integrasi lebih menjalin. Pada

umumnya, komunitas pedagang Muslim yang besar maka Islam merupakan unsur

pemersatu yang kuat.

Baik anggota keluarga atau sedaerah, atau kenalan saja dari orang arab

hadramaut yang sudah menetap lebih ke Batavia,orang Hadramaut mendapat

keterangan-keterangan yang di perlukan karena umunya mereka saling mengenal

baik ada ikatan darah.110

Sebagi faktor intern yang telah di jelaskan di atas tadi

motivasi orang Arab Hadramaut juga dipengaruhi oleh Inggris atas Hadramaut.111

Pedagang-pedagang dari Arab, Cina, dan Eropa juga banyak yang

memiliki tinggal di Batavia dengan alasan agar mereka berdagang jenis komoditas

sejak abad XVII dan XVIII. Mereka termasuk dalam stratifikasi sosial-ekonomi di

Batavia dan dengan cara masing-masing dalam berusaha menjalin kerja sama

dengan pihak Pribumi (Betawi), Cina, dan Belanda. Orang Cina masuk dalam

mitra dagang di Batavia dan menjadi salah satu koloni tertua di Batavia dengan

Belanda.

Sebagai bagian dari pusat pemerintahan Belanda, Penguasa dari pusat

seperti gubernur jenderal dan bangsawan, dan para pembesar istana masuk dalam

kelompok pengurus pusat VOC dan lembaga-lembaga pemerintahan Batavia.

Maka Batavia sekaligus menjadi bandar pelabuhan, Batavia berperan

menghubungkan berbagai kawasan dan menjadi tempat tinggal aneka macam

110 Van Den Bergt, Le Hadramaut et Les Colonis Arabes Dans L‟Acchipel indien, judul

terjemahan,hadramaut dan koloni arab di Nusantara, pent rahayu Hidayat,penerbit: INIS,jilid

III,Jakarta 1989,hlm 80.

111

Husein Hailkal, Indonesia-Arab dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia (1900-

1942) (Depok: Disertasi,Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

Page 152: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

140

etnis seperti Cina, Arab, Eropa dan lain sebagainya. Itulah yang membedakan

dengan kawasan lain. Pedagang dari dunia Muslim merupakan sosok

„‟misionaris‟‟ paling umum di wilayah Pekojan. Inilah mengapa dalam hal ini

keimanan mengikuti jalur perdagangan.

Sementara kelompok „‟priyayi‟‟, berusaha memenuhi kebutahan sehari-

hari dengan melakukan kerja tukang pengrajin emas, perak, dan perak, tikar, atau

berdagang. Mereka menjadi mitra dagang dengan ulama dan sebagian lagi

mengambil peran sebagai „‟makelar‟‟ atau saudagar perantara memenuhi

permintahan akan berbagai kebutuhan barang impor.

Pedagang Muslim yang datang ke pusat perniagaan besar di wilayah-

wilayah yang asing, kemungkinan besar kembali dengan segera. Mereka

menunggu barang dagangan mereka untuk dijual agar mereka membeli barang

dagangan setempat dan membawa kembali ke negeri mereka. Selain itu, pelayaran

kembali mereka tergantung pada musim. Oleh karena itu, dalam banayk hal

proses berbulan-bulan sebelum keberangkatan. Biasanya mereka tinggal

berkelompok di perkampungan di dekat pelabuhan kota. Perkampungan jenis ini

biasanya disebut dengan „‟Pekojan‟‟ yang berarti sebuah kampung pedagang

Muslim yang datang dari Arab, Persia, India, Tamil, dan lain sebagainya.

Kampung Pekojan masih banyak di tempat-tempat nyata di kota-kota sejarah

seperti Banten, Batavia (Jakarta), dan lainnya.

Hubungan antara pedagang Muslim dengan pedagang Muslim lainnya

memiliki ketergantungan satu sama lain dan saling membutuhkan antar-pedagang

Muslim. Komunitas Muslim lokal biasa diwujudkan secara bertahap. Lewat

Page 153: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

141

komunikasi melalui transaksi perdagangan di daerah Pekojan dengan pembelinya,

dari komunikasi inilah lama-kelamaan pedagang Muslim cepat berinteraksi

dengan masyarakat Eropa, Cina, Persia, India, dan lain sebagainya. Ketika

perdagangan maritim makin berkembang pada pertengahan abad XVII, maka hal

ini perdagangan semakin pesat antar-pedagang Pribumi (Betawi) maupun

pedagang Hadramaut. Lewat proses komunikasi inilah terbangun dunia Islam di

Batavia, saat itu Islam dianggap jadi duri penghalang bagi VOC. Sejak itu

pedagang diberikan tempat untuk tinggal dan berdagang di daerah Pekojan.

Secara bertahap hubungan kelompok pedagang Muslim ini dan komunitas lokal

mewujudkan keluarga Muslim.

Kelompok-kelompok ini sebenarnya memiliki asal yang berbeda, mereka

ditempatkan di sini hanya karena mereka adalah Muslim. Bangsa Moor yang

Muslim awalnya India dari Kalinga, wilayah Selatan Utara Paliacate, terletak di

lepas pantai Coromandel. Mereka menetap di Batavia di daerah Pekojan (Koja

atau coja berarti Muslim yang hitam) yang kemudian dihuni oleh orang Arab.

Moor memiliki identitas Islam yang sangat kuat, mengenakan jubah panjang dan

memiliki masjid mereka, yang dikenal sebagai Mesjid Pekojan di Pekojan di pusat

kota yang hadir di Jakarta. Mereka terlibat dalam perdagangan pesisir bersama-

sama dengan orang Arab. Berbeda dengan non-Kristen penduduk Batavia, VOC

memungkinkan Moor untuk membentuk mereka menjadi kewarganegaraan dari

kebebasan yang mulai berkembang pada 1751, permintaan mereka telah

teroraganisir dengan baik pada tahun 1704. Kapten Moor pertama diangkat pada

1753. Hal ini dikatakan keuntungan ekonomi yang besar untuk bangsa Moor.

Page 154: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

142

Meskipun pada awal abad XX, orang Arab membentuk kelompok besar

yang kedua dari Asia dan di Indonesia, sumber mengenai asal mereka dan

kehidupan agak langka, dibandingkan dengan mereka di Cina. Untuk alasan

apapun, Masyarakat Arab tumbuh dan berkembang menjadi pedagang dan berbaur

dengan Cina, Eropa, dan Pribumi. Pertumbuhan komunitas Arab di Indonesia

sebagian besar akibat kenaikan alami daripada imigrasi. Dikatakan bahwa 90%

dari Penduduk Arab saat ini bahasa Indonesia-Arab atau Indo-Arab atau

Paranakan, telah dikenal dengan baik / atau dibesarkan di Nusantara. Orang-orang

Arab muncul sebagai kelompok yang hidup Batavia terutama di pertengahan abad

XIX, namun pengaruh mereka sangat besar dalam ekonomi-budaya Betawi.

Mereka tersebar luar di wilayah di Krukut, Pekojan, Tanah Abang,

Kwitang, Cawang dan Meester Cornelis atau Jatinegara. Kebanyakan dari mereka

yang datang ke Indonesia berasal dari Hadramaut bagian Selatan Saudi, mayoritas

dari mereka dari kelas kedua di Hadramaut, rakyat kelompok umum yang

mencakup pedagang keliling. Dapat dicatat bahwa kata masikin, berarti miskin,

kecil, atau signifikansi. Namun, beberapa orang mengklaim bahwa Sayyid

(merupakan keturunan Nabi) dan lain-lain Syech (ulama dari kaum bangsawan

religius Hadramaut), dan sangat dihormati oleh orang Arab sendiri serta

Indonesia.112

Perbedaan ini mungkin berasal dari pola dagang bertahap, dengan cara

mengembangkan diskriminasi ekonomi-sosial, yang dibedakan antara orang-orang

Arab yang berasal dari Selatan Saudi dengan metode dan aktivitas perdagangan

112

Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Djambatan, 1996),

hal. 18

Page 155: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

143

uang pinjaman yang telah menyebabkan lebih populernya mereka di banyak desa

di wilayah Batavia, dan mereka yang tidak terlibat dalam praktek-praktek tajam

seperti tetapi dihormati sebagai guru Muslim dan sarjana, dan dengan demikian

lebih benar-benar representatif dari tradisional dihormati 'Orang Arab'.

Selain dari pinjaman uang, banyak orang Arab yang terlibat dalam

perdagangan batik dan sewa rumah.113

Meskipun ada dua hambatan untuk

kegiatan meminjamkan uang mereka, larangan 'riba' (bunga) didefinisikan dalam

Al-Qur‟an, dan pemerintah Belanda sebagai pengkhianatan atas tanah air mereka,

orang Arab biasanya menghidari larangan riba dalam berdagang di tanah Batavia ,

agar menghindari cara yang dilakuakan pemerintah Belanda dan entis Cina.

E. VOC Collepse

Collepse atau kejatuhan itu bukan akibat kalah perang dari Portugis, tetapi

bukan kalah persaingan dagang dengan Cina (RRC), Portugis (Portugal), Malaka

(Malaysia Barat), Arab (Saudi Arabia), melainkan hanya VOC mengalami

perilaku buruk yang terdapat dijajarannya sendiri.114

Selain itu, hak-hak monopoli

barang dagangan lantas telah membentuk struktur Gubernur Jenderal untuk

melanggengkan kekuasaannya. Oleh karena itu, semenjak VOC menguasai arus

berlayar dan berdagang di Nusantara dan Asia Tenggara yakni termasuk di

Batavia, secara khusus lewat Perairan Batavia.115

Kesemuanya ini ialah perdagangan yang memiliki corak maritim yang

terdapat di Batavia dalam kendali kuasa di tangan Belanda. Oleh kerena itu, tidak

113

Lihat Mona Lohanda, The Kapitan of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Djambatan, 1996),

hal. 19

114

Lihat Zaenuddin HM, Nostalgia Di Jakarta, (Jakarta: CV Java Media Network, 2008),

hal. 9 115

Zaenuddin HM, op. cit., hal. 9

Page 156: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

144

mengherankan bilamana VOC telah berhasil mencapai kekuasaan dan

kejayaannya untuk mencapai kemakmurannya yang melimpah harta-harta hasil

permainannya yang dimainkan dari penjualan rempah-rempah dari pemungutan

pajak. Pada saat itu Belanda memamerkan kekayaannya berlangsung dimana-

mana termasuk di Batavia dan wilayah teritorial yang di kuasai oleh VOC.116

Mereka seringkali bertemu dan melakukan usaha perdagangan dengan cara

yang kurang baik. Rupanya, mental Coen ditiru oleh para pejabat bawahannya.

Ekonomi antara Belanda dan koloninya, ini dikarenakan sistem berlayar dan

berdagang VOC dianggap ketinggalan zaman yang tidak menghasilkan

keuntungan yang cukup. Perdagangan terbuka yang di lakukan Batavia membuat

Belanda harus memproduksi lebih banyak, akan tetapi pemberontakan Haiti

menghancurkan produksi. Semua rempah-rempah di produksi dan di ekspor ke

Amerika, hingga tidak ada satupun rempah-rempah yang tersisa satupun di

gudang. Ini berarti ledakan ekonomi yang terjadi di Batavia karena kehabisan

barang dagangan. Dan peperangan antara Denmark dan Britania pada 1807

memaksa parlemen Belanda mengeluarkan Undang-undang Embargo, akhirnya

selama 10 tahun Amerika dan bangsa Eropa lainnya berhenti melakukan

perdagangan di Hindia. Baru setelah itu Gubernur Jenderal Wiese menyerahkan

kekuasaannya kepada penerusnya.117

Pada akhirnya, tanggal 31 Mei 1799, akibat hutang-hutang yang melimpah-

meninggalkan hutang-hutang 134 gulden, VOC (Belanda) dinyatakan bangkrut

116

Bernard H. M. Vlekke, op. cit., hal. 154 117

Lihat Bernard, Vlekke, op. cit., hal. 274-275

Page 157: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

145

oleh pihak pemerintahan Belanda, kongsi dagang ini dibubarkan. Tamat VOC

(Belanda) di ranah Batavia. 118

Secara garis besar isi perjanjian tersebut sebagai berikut;

1. Sistem monopoli VOC dengan akibat-akibat yang merugikan. Tujuan

monopoli dagang ini adalah untuk memperoleh keuntungan sebanyak

mungkin dari perdagangan.

2. Karena VOC merupakan sebuah persekutuan dagang yang terdiri dari

para pedagang dan pemegang saham, maka mereka sama sekali tidak

memperhatikan kehidupan atau membuat kebaikan terhadap orang-orang

pribumi. Kehidupan perdagangan maritim seperti itu melemahkan

perdagangan dan kekuasaan Belanda di Indonesia.

3. Akibat pemerintah Belanda tidak memperhatikan nasib masyarakat,

maka masyarakat pribumi menjadi sangat miskin. Mereka tidak mampu

membeli barang-barang produksi yang dijual oleh Belanda. Bahkan tidak

jarang penduduk pribumi tidak mampu membeli beras dan bahan-bahan

makanan lainnya yang akan dijual oleh Belanda. Beberapa kebijakanan

Belanda yang menyebabkan orang-orang Nusantara terus miskin.119

118

Lihat Zaenuddin HM, op. cit., hal. 9-11

119

Gilbert Khoo, Sejarah Asia Tenggara Sejak tahun 1500, (Kuala lumpur: Penerbit

Fajar Bakti SDN.BHD, 1976), hal. 19.

Page 158: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

146

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

pelayaran dan perdagangan di kawasan Laut Jawa telah membawa angin segar

bagi pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Pantai Utara Jawa. Kegiatan ekonomi-

perdagangan telah berpengaruh terhadap penyebaran Islam di Jawa semisal;

Banten, Demak, Tuban dan sebagainya.

Kondisi ini, yang dialami oleh para pelaut dan pedagang di sekitar Laut

Jawa. Mereka berasal dari Arab, Cina, India, Persia, Turki atau dari Asia lainnya.

Hal ini, disertai oleh hubungan dagang dengan Islam atau bahkan penguasa lokal

sekalipun. Hal ini, yang mendorong lalu-lintas dari dunia luar terutama kalangan

pelaut dan pedagang Muslim dan hingga menjadi persekutuan dalam menghadapi

pedagang asing maupun dari Jawa di bidang perdagangan dan sarana transportasi.

Akan tetapi, wilayah Batavia tetaplah masih eksis sejak beberapa abad yang lalu,

sebagai wilayah perdagangan.

Dapat diketahui bahwa bandar niaga Kota Batavia telah memainkan

peranan pentingnya sejak lama. Menurut data sejarah, paling tidak Batavia telah

diketahui dalam tahun 1619 M, setelah Jayakarta jatuh ke tangan Belanda di

bawah pimpinan Jan Piterszoon Coen. Di masa Belanda ini Jayakarta berganti

nama yang mana para pedagang Arab, Cina, Persia, India, dan lain sebagainya

sudah terbiasa dengan perdagangan bebas. Di samping dengan kedatangan dan

Page 159: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

147

usaha Jan Pieterszoon Coen untuk mewujudkan cita-citanya semakin terbuka.

Sejak itu mulailah pembangunan Kota Batavia, dan melengkapi benteng Jaccatra

(sebagai tempat pertahanan dan tempat perlindungan dari aktivitas perdagangan

maritim).

Di sini orang-orang Belanda sibuk mengatur dokumen ribuan macam

barang dagangan, perhitungan, pelaporan, dan pemeriksaan sebelum diteruskan ke

gudang dan pos-pos dagang di sekitar Kasteel Batavia (kini Pasar Ikan). Tepatnya

di daerah Kecamatan Penjaringan, Kelurahan Penjaringan yang terbentang antara

Pasar Ikan dan Glodok.

Namun letaknya yang sangatlah strategis di jalur keramaian antara India

ke Cina dengan Jepang, dan disegala tempat. Setiap kapal dagang dan perahu

dagang membawa isi muatan barang dagangan yang berlayar antar-Eropa dan

Cina, dan berlabuh di Pantai Batavia. Terutama masyarakat Batavia memiliki arti

khusus bagi orang berlayar dan berdagang di kawasan Hindia Timur, yang

mencakup bangsa Eropa dan juga masyarakat Pribumi, pedagang Melayu dan

pedagang Arab Hadramaut. Demikian halnya dengan para pedagang Cina, Jepang,

Tonquin, Malaka, Cochin Cina dan Pulau Celebes (Pulau Sulawesi), dan Maluku.

Hal ini dijadikan pinjakan dari aktivitas berlayar dan berdagang dan di arahkan ke

tempat yang di tuju yaitu perairan Batavia.

Selain, dari para pelaut dan pedagang sangat tertarik dengan bandar

Batavia karena alasan-alasan sebagai berikut: kemudahan melempar sauh, terdapat

air minum yang banyak dan melimpah, menghasilkan kayu bakar berlimpah dan

dapat diperoleh tidak jauh dari pelabuhan, bahan makanan dapat diperoleh dari

Page 160: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

148

selat Sunda, dan letaknya antara kepulauan rempah-rempah yang terletak di

sebelah Timur.

Hal ini diupayakan oleh pedagang-pedagang kecil hingga besar untuk

memperoleh pekerjaan dan barang-barang dagangan. Hal tersebut guna menyusuri

Sungai Ciliwung dan kanal kecil ataupun kanal besar (kali besar) yang dibuat oleh

Belanda untuk memudahkan transaksi perdagangan yang bercorak maritim dari

daratan hingga ke sebrang lautan.

Keberadaan kanal kecil dan kanal besar dimanfaatkan sebagai awal

pedagang melakukan transaksi barter sebagai bentuk penyaluran barang dagangan

ke arah pasar, ataupun sebagai bentuk transaksi dengan pedagang-pedagang ke

daerah pedalaman. Berlayar dan berdagang guna menyusuri Sungai Ciliwung

mempunyai peranan penting dalam pengangkutan barang dagangan. Hasil agraris

dan hasil hutan merupakan salah satu komoditas utama yang diangkut melalui

pelayaran sungai.

Selain itu juga hasil laut dan hasil kerajinan masyarakat. Sebagai contoh

saja, komoditas lada diangkut dari daerah negara lain, sebagai penyuplai produsen

lada ke daerah hilir atau ke Pelabuhan Batavia. Di tempat itu para pedagang dari

berbagai daerah dan negara seperti pedagang Cina, Inggris, Belanda, dan

pedagang Melayu sudah menunggu untuk membeli komoditas tersebut. Namun

adakalanya para pedagang tersebut, terutama pedagang Cina, pedagang Arab, dan

Melayu sudah terlebih dahulu membawa perahu dagang mereka masuk ke

pedalaman untuk membeli langsung komoditas dagang yang mereka butuhkan.

Page 161: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

149

Di antara mereka barang-barang yang dibawa dari dari Muara Angke

(Jakarta Utara) dan diluruskan ke Perairan Batavia, meliputi; barang-barang

porselin dan teh milik orang Cina yang akan diperjual-belikan di tempat tersebut.

Komoditas lada, banyak diangkut dari wilayah hulu Sungai dan daerah

pedalaman disekitar Sungai Ciliwung akan menuju ke Batavia. Namun pada saat

terjadi kenaikan harga lada di pasaran, biasanya para pedagang (Melayu, Cina dan

Eropa) berlomba-lomba untuk mendatangi daerah produsen agar bisa langsung

membeli lada.

Menurut pemberitaan Thomas Stamford Raffles di Pelabuhan Batavia

sebanyak 239 kapal yang berlabuh ke Pelabuhan Batavia dengan membawa

jumlah barang dagangan dengan kapasitas yang makin bertambah dari sejumlah

48.290 ton (di dalamnya terdapat barang muatan beras, rempah-rempah, bahan

pokok sehari-hari dan sebagainya.

Meski demikian, adanya hubungan dagang secara langsung dengan pos-

pos dagang di Asia pada hakikatnya tidak mengganggu posisi Batavia sebagai pos

dagang yang menjadi pusat VOC di Asia. Batavia menjadi pusat administrasi dan

pembukuan. Lagi pula, aktivitas dagang kesemuanya ini dalam aktivitas

perdagangan yang bercorak maritim dengan (Sri Langka, Kanton, Benggala),

kesemuanya itu haruslah tunduk dan tata kepada Hoge Regering yang berpusat di

Batavia.

Seperti perkataan Sejarawan dari Arsip Nasional Republik Indonesia,

Mona Lohanda, telah menjelaskan Cina berdagang memakai jalan maritim yang

terbentang dari Amoy di Provinsi Fujian yang letaknya di Laut China Selatan

Page 162: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

150

menuju ke arah Batavia sejak 1620 hingga awal abad XIX. Cina memiliki jung

Cina yang memuat barang dagangan yang cukup besar pada abad XVII dan abad

XVIII. Seperti pemberitaan Blusse sendiri pada tahun 1620, Coen telah mengajak

Souw Beng Kong dan pedagang-pedagang Cina untuk datang ke Batavia dengan

tujuan membangun Batavia. Selain itu, untuk menyuplai barang dagangan dari

berbagai keperluan ke pihak Belanda dimaksudkan adalah dengan cara menarik

Cina berdagang ke Batavia.

Souw Beng Kong pun ingin menguasai produk yang sangat strategis.

Barang-barang pokok sehari-hari digunakan untuk ekspor dan impor dari pesisir

Batavia guna tukar-munakar barang dagangan, selain Batavia juga mengimpor

untuk dijual ke pelosok-pelosok pedalaman.

Setelah itu, Cina menerima penyerahan dari VOC (Belanda) pada Abad

XVIII, pemerintah Batavia tetap mempertahankan kebijakan sebagaimana yang

dilakukan oleh VOC (Belanda), adalah ikut menekan pedagang Pribumi,

pedagang Cina, dan pedagang Arab serta monopoli barang-barang dagang yang

ketat terhadap kekuatan Pribumi maupun Cina serta melakukan pembatasan-

pembatasan bongkar muat barang dagangan terhadap kapal-kapal asing untuk

berlabuh hanya di beberapa pelabuhan di bawah administrasi yang ketat dari

pihak Belanda.

Selain dari dampak positif, juga membawa dampak negatif dalam bentuk

memainkan monopoli komoditi perdagangan. Karena adanya pembatasan ruang

gerak perdagangan di Asia Tenggara khususnya; di Batavia. Ditambah lagi,

munculnya krisis ekonomi yang berkelanjutan yang dialami oleh Cina.

Page 163: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

151

Selain, adanya monopoli yang dilakukan oleh Belanda menimbulkan

prilaku buruk diaspek lini kehidupan. Sampai akhirnya pada tanggal 31 Mei 1799

VOC mengalami collapse, karena hutang-hutang Belanda mencapai sejumlah 134

gulden, sampai akhirnya VOC dinyatakan bangkrut oleh pemerintah Belanda dan

akhirnya kongsi dagang ini dibubarkan.

Page 164: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

153

DAFTAR SUMBER

I. Sumber Tertulis

A. Arsip

ANRI, dalam koleksi Colenbrander, Coen, 1: 245.

ANRI, dalam koleksi tentang Surat Coen kepada para direkturnya VOC, 10

Desember 1616.

ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur Generaal en

Raden van Indie (Hoge Regering), 1612-1811, Jakarta, 2002

ANRI, Beviendingen op de eisen, ini di simpan (serinya tidak lengkap) dalam arsip

Kamer Zeeland Archief, VOC 13472-13508

ANRI, Angka-angka ini diambil dari J. R Bruijn, F. S Gaatra, dan I Schoffer (ed),

Dutch Asiatic Shipping in the 17 th en 18 th Centuries, Rijks

Geschiedkundige Publicatien, Grote Serie 165-167 (3 Jilid; Den Haag,

1979 en 1987) (tentang perdagangan)

Surat Kabar dan Majalah

B. 1. Surat Kabar

Aziz, Munawir, Jejak Cheng Ho, Antitesis Benturan Peradaban dalam harian

Kompas, Minggu, 17-10-2010

Widi, Hendriyo, Bukan Belanda Kalau Tidak Berdagang dalam harian Kompas,

Jum’at, 25-08-1995.

B. 2. Majalah

Prisma, No. 11, Th. XIII, 1984

Page 165: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

154

Darmarastri, Hayu Adi, “Keberadaan Nyai di Batavia, 1870-1928”, dalam

Lembaran Sejarah, vol.4, No.2, 2002.

C. Buku, Disertasi dan Jurnal

Abeyasekere, Susan, Jakarta A History, ( New York: Oxford University Press,

,1987)

Ahmad, Taufik, Jakarta Berawal dari Pelayaran dan Pelabuhan, (Jakarta:

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dinas Kebudayaan dan Permuseuman,

Museum Bahari, 2008).

Anwar Ibrahim, dkk, Islam Di Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989).

Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah wacana dan

kekuasaan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999).

.............................., Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara, (Jakarta:

Mizan, 2002)

............................, Jaringan Ulama Timur-Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, ( Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2007).

Den, Van, Berg, Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara, judul asli, Le

hadramaut et Les Colonis Arabes dans L’Acchipel Indien, Jilid III, terj.,

(Jakarta: INIS, 1989).

B, Adrian, Lapian, (ed), Four Centuries Trade Relations Between Indonesia and

Netherland 1595 – 1995

............................, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan Laut

Sulawesi Abad XIX, (Jakarta: Disertasi-Komunitas Bambu, 2009).

Page 166: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

155

............................, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad XVI dan XVII,

(Depok: Komunitas Bambu, 2009).

Brundel, Fernand, Cilivilization and Capitalism: 15 – 18 Century, Volume II:

The Wheels of Commerce, (Collins/Fontana Press, London, 1998).

Chaudury, KN, Trade and Civilization in The Indian Ocean : Economic History

from The Rise of Islam to 1750, (Cambrige: Cambrige University Press,

1989).

Colenbrander, H.T. (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant

paserende daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1631-

1634 (Batavia Landsdrukkery: s’-Gravenhage Martinus Nijhoff, 1898).

Cortesao (ed), Armando, The Suma Oriental of Tome Pires: An Account of the

east from the Red Sea to Japan; Written in Malacca and Indiain 1512-

1515. 2 jilid, (London: Hakluyt Society, 1967).

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Sejarah, seri

terjemahan, (Jakarta: Yayasan Universitas Indonesia, 1975).

Graaf H. J de Graaf & Pigueaud Th. G. Th. , Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa:

Peralihan dari Majapahit ke Mataram, terj., (Jakarta: Grafite Pers, 1986),

Haan, F. de, Oud Batavia, tweede herziende druk, (Bandung: A.C. Nix & Co.,

1935).

Haan, F. de (ed), Dagh-Register genouden te Casteel Batavia vant paserende

daer ter plaetse als overgeheel Naderlandts India Anno 1680, (Batavia

Landsdrukkery: S’Gravenhage Martinus Nijhoff, 1919).

Hall, D.G.E, Sejarah Asia Tenggara, terj., (Surabaya: Usaha Nasional, 1988).

Page 167: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

156

Hall, R Kenneth, Maritime Trade and State Development in Early Southeast

Asia, (Honolulu: University of Hawai Press, 1985).

Hanna, A. Willard, Hikayat Jakarta, terj., (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1988).

Hans-Dieter Evers, “Tradisional trading networks of Southeast Asia”, dalam

Archipel 35 (1988) 92.

Hassan Shadily, John M. Echols, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT

Gramedia, 2000).

Haris, Tawalinuddin, Kota dan masyarakat Jakarta dari kota Tradisional ke

kota Kolonial Abad XVI-XVIII, cet pertama (Jakarta: Wedatama, 2007)

Heuken, A.SJ, Historical Sites in Jakarta, (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1982)

....................., Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, (Jakarta: Yayasan Cipta

Loka, 1997).

....................., Dokumen-dokemen Sejarah Jakarta sampai dengan akhir abad

ke-16, (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1999)

Houben V.J.H, dkk, Looking in Odd Mirrors: The Java Sea (Leiden: Vakgroep

Talen en Culturen van Zuidoost-Asië en Oceanië Leiden Universiteit,

1992).

HM, Zaenuddin, Nostalgia Di Jakarta, (Jakarta: CV Java Media Network, 2008).

J, Gerrit, Knaap, Shallow waters rising tide: Shipping and Trade in Java around

1775, ( Leiden: KITLV, 1996).

Kartodirjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900; Dari

Emporium Sampai Imperium, seri terj., (Jakarta: Gramedia, 1988).

Page 168: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

157

................................, Pendekatan Ilmu Sosial dan Metode Sejarah, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1992).

Kim, Khoo Kay, Negeri-negeri Melayu Pantai Barat 1850-1873; (Kuala

Lumpur, Kumpulan Kesan Perkembangan Dagang Terhadap Politik

Melayu, 1984).

Kutoyo, Sutrisno, dkk, Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung Ke Batavia,

(Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah

Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal

Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986)

Leirissa, R Z (ed), Sejarah Perekonomian Indonesia, (Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1996)

Lohanda, Mona, The Kapitan of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Djambatan, 1996).

Lombard, Denys, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu Bagian I: Batas-

Batas Pembaratan, terj., (Jakarta: PT Gramedia Putaka Utama, 1996).

Lombard, Denys, Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Terpadu Bagian II:

Jaringan Asia, terj., (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008).

Lubis, Nina H, Banten dalam Pergemulan sejarah: sultan, ulama, Jawara,

(Jakarta: LP3ES, 2003).

Maacintyre, Donald, Sea Pasifis: A History from the Sixteenth Century to the

Present Day, (London: Arthur Baker Limeted, 1972).

Marhijanto, Bambang, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Terbit

Terang, 2000).

Page 169: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

158

Meilink-Roelofz, M. A. P, Asian Trade And Eroupean Influence: In The

Indonesian Archipolego Between 1500 and about 1630, (Universitiet van

Amsterdam s’-Gravenhade: Martinus Nijhoff, 1962 ).

Nasuhi, Hamid dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan

Disertasi, (Jakarta: CeQDA (Center for Quality Development and

Assurance ) Universitas Islam Negreri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).

Pierre, Labrousse, dkk., Etudes Interdisiplineres sur le monde insulindien:

archipel 18, (Paris: Cedex, 1979) dalam artikel Leonard Blusse Chinese,

Trade To Batavia During The Days Of The VOC

Pradjoko, Didik, Pelayaran, Perdagangan dan Perebutan Kekuataan Politik dan

Ekonomi di Nusa Tenggara Timur: Sejarah Kawasan Laut Sawu Pada

Abad Ke XIII-XI, (Depok: Tesis- FIB UI Depok, 2009).

........................, Pokok-pokok Kajian Peradaban Masyarakat dan Sejarah

Kebudayaan Indonesia, (Depok: FIB UI Depok, 2009).

Pramono, Joko, Budaya Bahari, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005)

Raffles, Thomas Stamford, History of Java, (Yogyakarta: Narasi, 2008)

Rahardjo, Supratikno, dkk., Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutera,

(Jakarta: Depdikbud RI, 1996).

Raharjo, Supratikno, dkk., Diskusi Ilmiah Bandar Jalur Sutra: Kumpulan

Makalah Diskusi, (Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan

Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional

Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1998).

Page 170: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

159

Rahardjo, Supraktikno dkk, Demak Sebagai Kota Bandar Dagang Di Jalur

Sutra ( Jakarta: Proyek Penelitian Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah

Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal

Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998).

Reid, Anthony, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I : Tanah

di Bawah Angin, terj., (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992).

........................, Dari Ekspansi Hingga Krisis, Jilid II: Jaringan Perdagangan

Global Asia Tenggara 1450-1680, terj., (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 1998)

......................., Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, terj., (Jakarta: Pustaka

LP3ES Indonesia, 2004)

Ricklefs, M.C, Sejarah Indonesia Modern, terj., (Yogyakarta: Gajah Mada

Universitas Press, 1995).

..........................., Sejarah Modern Indonesia 1200-2004 M, terj., (Jakarta:

Serambi, 2005).

Shahab, Alwi, Islam Inklusif; menuju sikap terbuka dalam beragama, (Jakarta:

Mizan, 1998)

Soedjatmoko (ed), An Introduction to Indonesia Historiografy, (New York:

Coenell University Press).

Sulistiyono, Singgih Tri, Konsep Batas Negara Di Nusantara Kajian Historis’’

(Yogyakarta; Hasil penelitian yang dibiayai oleh Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Diponegoro, 2009).

Page 171: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

160

............................, ‘’The Java Sea Network: Pattern in the development of

Integration Shipping and Trade in the Process of economic Integration in

Indonesia, 1870-2 1970s (Leiden: Disertasi-Leiden University, 2003).

Tjadrasasmita, Uka, Sejarah Perkembangan Kota Jakarta, (Jakarta : Pemda

DKI, Dinas Museum Dan Pemugaran, April 2000)

..............................., Sejarah Jakarta Zaman Pra Sejarah Sampai Batavia

Tahun ± 1755, (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI, 1977)

Tjadrasasmita, Uka, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di

Indonesia, (Kudus: Menara Kudus, 2000).

------------------------, Arkeologi Islam Nusantara, (Jakarta: PT Gramedia, 2009).

Valentijn, Franciscos Beschriving van Groot Djawa of the Java Major,

(Amsterdam: Johanes van Bram, Grard on der de linden, 1726).

Van Leur, J. C., Indonesian Trade and Society:Essay in Asian Social Economic

History, (Bandung: van Hoeve The Hague, 1995).

Vlekke, Bernard H. M, Nusantara: Sejarah Indonesia, terj., (Jakarta: PT

Gramedia, Terjemahan, 2008).

Weber, Max, The City, (New York: The Free Press, 1966).

Yatim, Badri, Peran Ulama Dalam masyarakat Betawi, (Jakarta: Yayasan

Festival Istiqlal, juni 1996)

D. Website

http:// sejarah. kompasiana.com /2010/11/14/ perkembangan-perkapalan -

di-nusantara / (Dikunjungi tanggal 14 Maret 2011).

Page 172: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

161

Novita, Aryandini, Situs Pasar Ikan: Kawasan Niaga Terpadu Pada

Masa Kolonial http://Jakartalama.wordpress.com/2010/11/03/situs-pasar-ikan-

kawasan-niaga-terpadu-pada-masa-kolonial/dikunjungi pada tanggal 13 Juli

2011).

Batavia dalam jaringan perdagangan Asia Pada Abad 17 dan 18 dalam

http://kns-ix.geosejarah.org/wpcontent/uploads/2011/07/data/Bondan%20

Kanumoyoso, %20 M. Hum. pdf (dikunjungi tanggal 13 Juli 2011).

http://www.forumbudaya.org/index.php?option=com_content&task=view

&id=864&Itemid=34 (Dikunjungi tanggal 17 Maret 2011).

http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia

(Dikunjungi tanggal 17 Maret 2011).

http://www.rinduallah.com/dakwah/sejarah, (Dikunjungi tanggal 17 Desember

2011).

II. Sumber Lisan

Wawancara Pribadi Mona Lohanda Selaku Sejarawan dari Arsip Nasional

Republik Indonesia, 9 Maret 2011.

Wawancara Pribadi, Dr. Harto Juwono, peneliti dosen Universitas

Indonesia, pada tanggal 24 Mei 2011 digedung Arsip Nasional Republik

Indonesia.

Page 173: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

162

Wawancara Pribadi M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum

Bahari, pada tanggal 8-9 Juni 2011.

Page 174: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

163

Lampiran 1:

Peta Perkembangan Agama Islam Abad VII-XVII.1

1 Mc. Suprapti, dkk., Peta Sejarah Indonesia, (Jakarta: Depdikbud Dirjend Kebudayaan

Djitaranitra PIDSN, 1991-1992), h. 268.

Page 175: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

164

Lampiran 2:

Peta Pusat dan Jalur Pelayaran Abad XVI-XVII2

2 Mc. Suprapti, dkk., Peta Sejarah Indonesia, (Jakarta: Depdikbud Dirjend Kebudayaan

Djitaranitra PIDSN, 1991-1992), h. 267.

Page 176: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

165

Lampiran 3:

Jan Pieterszoon Coen 1619.3

3 http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia (Dikunjungi tanggal

14 Maret 2011)

Page 177: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

166

Lampiran 4:

Lambang Kota Batavia.4

4 ‘’http://id.wikipedia.org/wiki/Batavia"(Dikunjungi tanggal 15 Maret 2011)

Page 178: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

167

Lampiran 5:

Logo Batavia5

5http://www.belajarsejarah.com/?pilih=materinya&detail=materimu&id=12 (Dikunjungi

tanggal 14 Maret 2011)

Page 179: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

168

Lampiran 6:

Out Jacatra.6

6 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 180: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

169

Lampiran 7:

Stasiun Beos pada Abad XVIII (atas),

Peta Rekonstruksi letaknya kota Jayakarta dan

kastael Belanda tahun 1619 menurut J.W.

Ijzerman.7

7 http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia (Dikunjungi tanggal

14 Maret 2011)

Page 181: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

170

Lampiran 8:

Sejarah Masa Keemasan Belanda.8

8 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 182: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

171

Lampiran 9:

Rempah-rempah.9

9 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 183: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

172

Lampiran 10:

Gudang perniagaan disisi Timur (Oostzijdsche Pakhuizen) atau disebut juga

Gudang Gandum (Graanpakhuizen).10

10 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 184: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

173

Lampiran 11:

Memperlihatkan Suasana Pelabuhan Batavia Abad XVII. 11

11 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 185: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

174

Lampiran 12:

Museum Bahari.12

12 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 186: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

175

Lampiran 13:

Menara SyahBandar dan Museum Bahari.13

13 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 187: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

176

Lampiran 14:

Armada dagang yang digunakan Belanda

Pada abad XVII-XVIII.14

14 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 188: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

177

Lampiran 15:

Museum Bahari.15

15 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 189: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

178

Lampiran 16:

Museum Bahari.16

16 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 190: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

179

Lampiran 17:

Penghubung pelabuhan jalur laut.17

17 Hasil foto pada tanggal 8-9 Juni 2011, merupakan hasil penelitian selama 2 hari di

Museum Bahari, dibantu oleh Bapak M. Isa Ansyari, SS. yang merupakan staff Museum Bahari.

Page 191: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

180

Lampiran 18:

Foto dua bersaudara

Gubernur Cornelis de’ Houtman sebagai adik (Atas)

Foto Frederik sebagai kakak (Bawah).18

18

http://www.scribd.com/doc/13353992/Sejarah-VOC-di-Indonesia (Dikunjungi tanggal

14 Maret 2011)

Page 192: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

181

Page 193: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

182

Page 194: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

183

Pada tanggal 10-13 November 1611, akhirnya tercapai juga perjanjian antara

Belanda yang diwakilkan oleh L’ Hermito dengan pangeran Jayakarta: isi perjajian

tersebut kemudian disahkan oleh pada era Gubernur Jenderal Pieter Both pada bulan

Januari 1612. Garis besar isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bahwa orang-orang Belanda yang datang ke negerinya ke Jaccatra akan diterima

baik oleh Pengeran Jayakarta dan mereka diperbolehkan berdagang di kota ini.

2. Di samping itu mereka diperbolehkan mendirikan sebuah loji untuk menyimpan

barang–barang dagangannya.

3. Untuk menggunakan tanah dan mendirikan loji itu VOC Belanda diwajibkan

membayar kepeda Pangeran Jayakarta sebesar 1.200 real.

4. Semua barang dagangan yang dibeli ke pihak Jaccarta baik cukainya harus

diberikan kepada pihak Pangeran Jayakarta dan pejabat-pejabat cukai tersebut.

Barang-barang dari Cina dan bahan makanan tidak dikenakan cukai.

5. Kedua belak pihak saling membantu, jika ada serangan dari musuh koloninya.

Tetapi jika Pangeran Jayakarta mulai mengadakan perang terhadap pihak lain

maka orang-orang Belanda tidak berkewajiban untuk membantunya.

6. Orang-orang Portugis dan Spanyol tidak diizinkan untuk masuk dan berdagang di

kota Jaccarta.

7. Orang-orang Belanda diperbolehkan mengambil kayu-kayu dari pulau-pulau

untuk membuat kapal.

8. Orang-orang yang melarikan diri dari satu pihak ke pihak lain akan dikembalikan

oleh kedua belah pihak.

Page 195: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

184

9. Pangeran Jaccarta berjanji akan campur tangan dalam masalah pengajuan hutang-

hutang dan tidak setidak-tidaknya akan memberitahukan kepada Syahbandar.

10. Pangeran Jaccarta dan orang-orang Belanda kedua belah pihaknya akan

menghukum orang-orangnya masing-masing jika berbuat salah.1

1

Menurut Nia seorang pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia, yang telah membantu

menerjemahkan di gedung Arsip. Lihat ANRI, dalam koleksi Inventaris van het archief van de Gouverneur

Generaal en Raden van Indie (Hoge Regering)/HR 3597, 1612, hal. 59 dan 60

Page 196: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

185

Page 197: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

186

Page 198: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

187

Page 199: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

188

Page 200: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

189

Page 201: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

190

Page 202: BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1799/1...LEMBAR PENGESAIIAN BATAVIA SEBAGAI KOTA DAGANG PADA ABAD XVII SAMPAI ABAD XVIII

191