BANDUNG LAUTAN API Bagus Bayu Aji Dewantara 04 Sharfina Idzni Syauqina 18
BANDUNG LAUTAN
APIBagus Bayu Aji Dewantara 04
Sharfina Idzni Syauqina 18
APA SIH PERISTIWA BANDUNG LAUTAN ITU???
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran
besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat,
Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar
200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka,
meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan
Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan
tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung
sebagai markas strategis militer dalam
Perang Kemerdekaan Indonesia.
LATAR BELAKANG
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia meninggalkan kota Bandung
mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak
Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan
NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah
Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan
perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946. Kolonel
Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah
tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar
penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu
pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu
tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer.
INSIDEN PEROBEKAN BENDERA
Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta
diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari
Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan
teks tersebut telah tersebar. Di Gedung DENIS, Jalan Braga,
terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga
warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia.
Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang
pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu
oleh Moeljono.
KISAH PEMUDA 19 TAHUN SANG PENYULUT BANDUNG
LAUTAN API
Bandung, 24 Maret 1946. Udara dingin malam itu tak
menyurutkan semangat dua orang pemuda Republik untuk
menguji nyali mereka: membumihanguskan kota tercinta.
Berbekal granat tangan, mereka bermaksud meledakkan
1.100 ton bubuk mesiu di gudang persenjataan milik Jepang
di daerah Dayeuh Kolot, Bandung selatan. Dua pemuda itulah
yang kemudian diabadikan sejarah dengan nama Muhamad
Toha dan Muhamad Ramdan.
Pada hari itu Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) telah memutuskan
Kota Bandung akan dibumihanguskan supaya tentara sekutu tidak bisa
memanfaatkan fasilitas kota yang ditinggalkan warga dan tentara Republik.
Keputusan musyawarah tersebut diumumkan oleh Kolonel Abdoel Haris
Nasoetion selaku Panglima Divisi III/ Priangan. Mohamad Toha dan Mohamad
Ramdan diutus untuk melaksanakan tugas heroik itu.
Sebelumnya pada 21 November 1945, tentara sekutu menyampaikan ultimatum
pertama agar Bandung utara dikosongkan oleh Indonesia selambat-lambatnya
pada 29 November 1945.
Ancaman itu membuat pejuang Republik geram. Sejak itu sering terjadi insiden
baku tembak antara pasukan sekutu dan pejuang Republik. Karena kalah
persenjataan, tentara republik akhirnya tidak berhasil mempertahankan Bandung
utara. Hingga pada 23 Maret 1946, dua hari sebelum peristiwa Bandung Lautan
Api, tentara sekutu menyampaikan ultimatum kedua dengan menuntut Tentara
Republik Indonesia (TRI) mengosongkan Bandung selatan.
Namun sebelum meninggalkan Bandung, TRI melancarkan serangan ke pos-pos
tentara sekutu.
Pada saat itu Menteri Keamanan Rakyat Amir Sjarifuddin mendatangi Bandung dan memerintahkan
TRI untuk mengosongkan kota. Meski dengan berat hati perintah itu dipatuhi. Namun sebelum
meninggalkan Bandung, TRI melancarkan serangan ke pos-pos tentara sekutu.
Di tengah pertempuran hebat pejuang Republik melawan tentara sekutu itulah sosok pemuda 19
tahun, Mohammad Toha dan teman seperjuangannya Mohammad Ramdan berhasil menjalankan
misi meledakkan gudang mesiu sehingga menjadikan kota Bandung diselimuti api berkobar.
Peristiwa itu disebut Bandung Lautan Api. Keduanya rela mengorbankan nyawa ikut gugur dalam
ledakan dahsyat itu.
Seperti apakah sosok Muhammad Toha?
Dilahirkan di Jalan Banceuy, Kota Bandung, pada 1927, Toha tumbuh menjadi anak yatim karena
ayahnya, Suganda meninggal dunia. Ibunya, Nariah, kemudian menikah lagi dengan Sugandi, adik
ayah Toha. Namun pernikahan itu berakhir cerai. Toha akhirnya diasuh kakek dan neneknya dari
pihak ayah yaitu Jahiri dan Oneng.
Toha masuk Sekolah Rakyat pada usia tujuh tahun hingga kelas 4. Ketika Perang Dunia Kedua
pecah, sekolah Toha terpaksa terhenti.
Seperti apakah sosok Muhammad Toha?Dilahirkan di Jalan Banceuy, Kota Bandung, pada 1927, Toha tumbuh menjadi anak yatim
karena ayahnya, Suganda meninggal dunia. Ibunya, Nariah, kemudian menikah lagi dengan
Sugandi, adik ayah Toha. Namun pernikahan itu berakhir cerai. Toha akhirnya diasuh kakek
dan neneknya dari pihak ayah yaitu Jahiri dan Oneng.
Toha masuk Sekolah Rakyat pada usia tujuh tahun hingga kelas 4. Ketika Perang Dunia Kedua
pecah, sekolah Toha terpaksa terhenti.
Saat Jepang menjajah, Toha bergabung menjadi anggota pasukan Seinendan. Dia juga sempat
bekerja di bengkel motor di Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan
bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga dia mampu berbincang dalam bahasa
Jepang.
Setelah Indonesia merdeka Toha kemudian bergabung dengan badan
perjuangan Barisan Rakyat Indonesia (BRI), yang dipimpin oleh Ben Alamsyah,
paman Toha sendiri. BRI selanjutnya digabungkan dengan Barisan Pelopor yang
dipimpin oleh Anwar Sutan Pamuncak menjadi Barisan Banteng Republik
Indonesia (BBRI). Dalam laskar ini Toha menjadi Komandan Seksi I Bagian
Penggempur.
Menurut keterangan Ben Alamsyah, paman Toha, dan Rachmat Sulaeman,
tetangga Toha, dan juga komandannya di BBRI, pemuda Toha adalah seorang
yang cerdas, patuh kepada orang tua, memiliki disiplin yang kuat serta disukai
oleh teman-temannya. Pada saat itu orang-orang menggambarkan Toha sebagai
pemuda pemberani dengan muka lonjong, perawakan sekitar 165 sentimeter
dan sorot matanya tajam.
Keberanian dan kerelaan berkorban kedua pemuda belia namun pemberani itu
hingga kini dikenang menjadi dua nama jalan di Kota Bandung.
ASAL ISTILAH
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret
1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan
pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar
Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah
dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis
berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya
ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng
Laoetan Api".
Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara
gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung.
END