i DUL PENELITIAN Laporan Akhir Penelitian MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT Dihydroartemisin Piperaquine (DHP) PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax TANPA KOMPLIKASI DI PROVINSI GORONTALO DAN PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016 Junus Widjaja Hayani Anastasia Phetisya Pamela Frederika Sumolang Muchlis Syahnuddin Nelfita Tri Juni Wijatmiko Cathrine Lameanda Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Balai Litbang P2B2) Donggala Jln.Masitudju No.58 Labuan Panimba Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala 2016
62
Embed
Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit .... Laporan-20… · Laporan Akhir Penelitian MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT Dihydroartemisin Piperaquine (DH P) PADA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
DUL PENELITIAN
Laporan Akhir Penelitian
MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT DihydroartemisinPiperaquine (DHP) PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum danPlasmodium vivax TANPA KOMPLIKASI DI PROVINSI GORONTALO DAN
Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang (Balai Litbang P2B2) Donggala
Jln.Masitudju No.58 Labuan Panimba Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala
2016
ii
iii
iv
v
vi
SUSUNAN TIM PENELITI
1. Junus Widjaja,SKM.,M.Sc sebagai Ketua Tim Penelitian
2. Hayani Anastasia, SKM., MPH sebagai Anggota Tim Penelitian
3. Pamela Phetisya F.S., S.Si sebagai Anggota Tim Penelitian
4. dr.Muchlis Sunudin sebagai Anggota Tim Penelitian
5. Nelfita sebagai Anggota Tim Penelitian
6. Tri Juni Wijatmiko sebagai Anggota Tim Penelitian
7. Cathrine Lameanda sebagai Anggota Tim Penelitian
vii
viii
ix
PERSETUJUAN ATASAN
Judul Penelitian
MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT DihydroartemisinPiperaquine (DHP) PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum danPlasmodium vivax TANPA KOMPLIKASI DI PROVINSI GORONTALO DAN
PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kesehatan, pemikiran dan kesempatan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian
yang berjudul: Mengevaluasi Efektifitas lebih lanjut Dihydroartemisin Piperaquine (DHP) pada
penderita malaria Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax tanpa komplikasi di Provinsi
Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2016”
Terlaksananya penelitian ini mulai perencenaan sampai dengan penulisan hasil
penelitian adalah berkat dukungan dari berbagai baik lembaga maupun individual. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
3. Kepala Litbang P2B2 Lititbang P2B2 Donggala Kabupaten Donggala
4. Kepala Dinas Kesehatan Kab.Gorontalo
5. Kepala Dinas Kesehatan Kab.Boalemo
6. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Pohuwato
7. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Tojo Una Una
8. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan moril selama penelitian ini berjalan.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan akhir ini. Untuk itu penulis
berterima kasih atas kritik, saran dan masukan yang diberikan demi perbaikan laporan
penelitian ini. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
Donggala, Desember 2016
Penulis
xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
MENGEVALUASI EFEKTIFITAS LEBIH LANJUT DihydroartemisinPiperaquine (DHP) PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum danPlasmodium vivax TANPA KOMPLIKASI DI PROVINSI GORONTALO DAN
PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016
Dalam rangka mencapai eliminasi malaria di Indonesia telah ditetapkan target eliminasimalaria secara bertahap, dimana pada tahun 2030 diharapkan diseluruh wilayah di Indonesiasudah mencapai tahapan eliminasi malaria.
Di Indonesia, P. falciparum telah dilaporkan resisten terhadap obat standar (klorokuin,kina, sulfadoxin-pyrimetamin) begitu juga P. vivax resisten terhadap klorokuin. Untukmengatasi masalah ini, WHO telah merekomendasikan penggunaan artemisinin basedcombination therapy (ACT). Pada tahun 2004, WHO merekomendasikan penggunaan obatantimalaria kombinasi berbasis artemisinin (Artemisinin Combination Therapy /ACT) sebagaiterapi lini pertama dalam penanganan malaria tanpa komplikasi di daerah yang telahdikonfirmasi multidrug resistance untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi dan relaps.Salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan program Eliminasi malaria adalahpenggunaan ACT sebagai lini pertama untuk malaria falciparum tanpa komplikasi.
Propinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah merupakan daerah endemis malaria diIndonesia, Pada Tahun 2013 telah diobati sebanyak 10.023 penderita dengan ACT, saat initerdapat 2 regimen ACT yang digunakan yaitu Artesunate Amodiaquin (AAQ) danDihydroartemisinin Piperaquin (DHP).
Sejak digunakan tahun 2008, kombinasi DHP belum pernah dievaluasi Oleh karena ituevaluasi penggunaan DHP ini penting dilakukan untuk menilai apakah kombinasi DHP inimasih cukup efektif melawan malaria P.falciparum dan P.vivax. Penelitian ini bertujuanmemonitor efektifitas DHP pada pengobatan malaria yang disebabkan P. falciparum danP.vivax tanpa komplikasi di Propinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah.
Penelitian ini merupakan studi prospektif single-arm yang dilakukannya evaluasirespons klinis dan parasitologi dengan mengamati secara langsung pengobatan terhadappenderita malaria P. falciparum dan P. vivax tanpa komplikasiOutcome utama (proporsikesembuhan pada hari ke-42 dan proporsi kegagalan pengobatan) yang diukur pada setiap harifollow-up akan dianalisis dengan menggunakan metode Kaplan-Meier dan variabel perancudiukur dengan regresi.
Hasil Mass Blood Survey (MBS) di sembilan desa yang ada di Prov.Gorontalo dan ProvSulawesi Tengah dari total sediaan darah diperiksa 485 hasil pemeriksaan tidak ditemukanpenderita malaria.
xii
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling berisiko terhadap malaria. Dari 496kabupaten di Indonesia 396 kabupaten daerah endemis malaria. Malaria adalah salah satuindikator keberhasilan Millenium Development Goal (MDGs) yang harus dicapaiIndonesia. Pada tahun 2004 WHO merekomendasikan penggunaan obat antimalariakombinasi berbasis artemisinin (Artemisinin Combination Therapy /ACT) sebagai terapi linipertama dalam penanganan malaria tanpa komplikasi di daerah yang telah dikonfirmasimultidrug resistance untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi dan relaps. Tujuanmemonitoring efektifitas dari Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP) pada pengobatanmalaria yang disebabkan P. falciparum dan P.vivax tanpa komplikasi di wilayah ProvinsiGorontalo dan Sulawesi Tengah. Hasil Mass Blood Survey (MBS) di sembilan desa yangada di Prov.Gorontalo dan Prov Sulawesi Tengah dari total sediaan darah diperiksa 485hasil pemeriksaan tidak ditemukan penderita malaria.
Kata Kunci: Malaria, Artemisinin Combination Therapy (ACT), DihydroartemisininPiperaquin (DHP)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL PENELITIAN i
SK PENELITIAN ii
SUSUNAN TIM PENELITI vi
PERSETUJUAN ETIK vii
PERSETUJUAN ATASAN viii
KATA PENGANTAR ix
RINGKASAN EKSEKUTIF x
ABSTRAK xi
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR/GRAFIK/PETA xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah Penelitian 3
C. Tujuan Penelitian 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 5
III.METODE PENELITIAN 11
A. Kerangka Teori 11
B. Kerangka Konsep 12
C. Definisi Operasional Variabel 13
D. Disain Penelitian 15
E. Hipotesis 15
F. Tempat dan Waktu 16
G. Populasi dan Sampel 16
H. Instrumen Pengumpulan Data 18
I. Bahan dan Prosedur pengumpulan data 19
J. Pengolahan dan Analisis Data 28
xiv
IV. HASIL 30
V. PEMBAHASAN 33
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 35
A. Kesimpulan 35
B. Saran 35
DAFTAR PUSTAKA
UCAPAN TERIMA KASIH
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 1. Hasil Mass Blood Survey (MBS) Di Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bualemo danKabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo Tahun 2016 ............................................................... 32
Table 2. Hasil Mass Blood Survey (MBS) Di Dataran Bulan Kabupaten Tojo Una UnaProv.Sulawesi Tengah ................................................................................................................. 32
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori 11
Gambar 2. Kerangka Konsep 12
Gambar 3. Bagan Disain Penelitian 15
Gambar 4. Bagan alur pelaksanaan penelitian 24
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Naskah Penjelasan 38
Lampiran 2. Lembar Persetujuan 40
Lampiran 3. Kuesioner 41
Lampiran 4. Form Sediaan Darah 42
Lampiran 5. Form Kepatuhan Subyek 44
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tahun 2011 The World Malaria Report melaporkan bahwa setengah dari penduduk
dunia berisiko terkena malaria, hal ini dapat berdampak pada penurunan kualitas sumber daya
manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah seperti masalah sosial, ekonomi bahkan
berpengaruh terhadap ketahanan nasional.1
Indonesia adalah satu salah negara yang paling berisiko terhadap malaria. Dari 496
kabupaten di Indonesia 396 kabupaten daerah endemis malaria.Malaria adalah salah satu
indikator keberhasilan Millenium Development Goal (MDGs) yang harus dicapai Indonesia
yaitu mengendalikan penyebaran dan menurunkan jumlah kasus malaria, dari angka kejadian
malaria pada tahun 1990 sebesar 4,68/1000 penduduk, menjadi < 1 per 1000 penduduk pada
tahun 2015 (yang berarti telah terjadi penurunan angka kejadian secara nasional sebesar >
50%). Dalam rangka mencapai eliminasi malaria di Indonesia telah ditetapkan target eliminasi
malaria secara bertahap, dimana pada tahun 2030 diharapkan diseluruh wilayah di Indonesia
sudah mencapai tahapan eliminasi malaria.2
Komitmen Global Tentang Eliminasi Malaria bagi setiap Negara ditetapkan pada
pertemuan WHA 60 tanggal 18 Mei 2007, adapun petunjuk pelaksanaan eliminasi malaria
tersebut telah dirumuskan oleh WHO dalam Global Malaria Programme (GMP). Di dalam
Global Malaria Programme (GMP) dinyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus
terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi
kebijakan dan strategi yang tepat. GMP menargetkan 80% penduduk terlindungi dari penyakit
malaria dan mendapatkan pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT).2 Salah
satu faktor yang berperan dalam keberhasilan program Eliminasi malaria adalah penggunaan
ACT sebagai lini pertama untuk malaria falciparum tanpa komplikasi.3
Plasmodium falciparum telah dilaporkan di Indonesia, resisten terhadap obat standar
(klorokuin, kina, sulfadoxin-pyrimetamin) begitu juga P. vivax resisten terhadap klorokuin.
Untuk mengatasi masalah ini, Pada tahun 2004 WHO merekomendasikan penggunaan obat
2
antimalaria kombinasi berbasis artemisinin (Artemisinin Combination Therapy /ACT) sebagai
terapi lini pertama dalam penanganan malaria tanpa komplikasi di daerah yang telah
dikonfirmasi multidrug resistance untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi dan relaps.
Penggunaan ACT merupakan kombinasi dari dua atau lebih 4 obat antimalaria berdasarkan
potensi sinergistik bertujuan meningkatkan efikasi dan mencegah resistensi dari masing-masing
obat.4
Penggunaan ACT sebagai pilihan obat baru karena dapat menurunkan jumlah parasit
yang lebih besar, yaitu sekitar 10.000 setiap siklus aseksual dibandingkan dengan obat
antimalaria yang ada saat ini yang hanya menurunkan jumlah parasit sekitar 100-1000 per siklus
aseksual. Selain itu ACT juga dapat membunuh parasit secara cepat sehingga kombinasi ACT
ini direkomendasikan oleh WHO sebagai obat antimalaria. Beberapa kombinasi ACT yang
direkomendasikan oleh WHO untuk pengobatan malaria adalah artemeterlumefantrin, artesunat-
amodiakuin, artesunat-meflokuin, dan artesunatsulfadoksin- pirimetamin.5 Selanjutnya WHO
juga merekomendasikan kombinasi obat baru untuk pengobatan malaria falciparum tanpa
komplikasi dengan Dihydoartemisinin piperakuin (DHP), yang saat ini juga telah digunakan di
beberapa negara termasuk Indonesia.6
ACT yang merupakan kombinasi artesunat-amodiakuin (AAQ) sudah diperkenankan
dan digunakan oleh program malaria sejak tahun 2004 tetapi tidak berdasarkan hasil penelitian
di Indonesia. Hasil dari beberapa uji klinik AAQ menunjukkan efikasi yang beragam, sehingga
dibutuhkan dan disiapkan ACT alternatif efektif yaitu Dihidroartemisinin-Piperakuin (DHP)
dalam rangka eliminasi. DHP telah digunakan di Papua sejak 2006 dan hasil uji klinik
menunjukkan DHP lebih baik dibandingkan dengan AAQ.7
Saat ini adanya perhatian yang lebih terhadap akan munculnya dan kemungkinan
penyebaran resistensi falciparum terhadap ACT. Monitoring rutin penggunaan ACT sangat
penting untuk perubahan kebijakan pengobatan dan membantu deteksi cepat perubahan
sensitivitas P. falciparum terhadap artemisinin.7 WHO terus melacak resistensi malaria terhadap
artemisinin, komponen utama obat malaria yang dikenal dengan terapi kombinasi berbasis
artemisinin. Selain itu WHO saat ini merekomendasi monitoring ACT setiap 2 tahun pada
semua daerah sentinel dan perubahan kebijakan pengobatan obat anti malaria yang mengalami
3
kegagalan 28 atau 42 hari (tergantung obat yang digunakan) dan melebihi 10%.8 Empat negara
di Asia Tenggara melaporkan resistensi artemisinin pada tahun 2013. 9
Propinsi Gorontalo salah satu daerah endemis malaria di Indonesia, Laporan Dinkes
Prov. Gorontalo tahun 2014 Angka API (Annual Parasite Incidence) selama 2 tahun terakhir
mengalami penurunan, tahun 2013 sebesar 1.2/1000 penduduk, pada tahun 2014 sebesar
0.8/1000 penduduk.
Selain itu Propinsi Sulawesi Tengah juga daerah endemis malaria, data dari Dinkes
tahun 2014 API sebesar 1.3/1000 penduduk sedangkan pada tahun 2015 sebesar 0.10/1000
penduduk. Di semua wilayah kabupaten/kota ditemukan kasus malaria dan yang paling banyak
di Kab. Donggala dan Kab.Toli-Toli.10
Saat ini telah digunakan ACT yaitu Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP), upaya
pengobatan dengan menggunakan DHP telah dilakukan tetapi sampai saat ini kasus malaria
masih tinggi. Munculnya malaria falciparum yang resisten seperti yang dilaporkan beberapa
penelitian akan menjadi masalah utama terhadap kegagalan eradikasi malaria dan belum ada
obat lain yang tersedia untuk mengantikan artemisinin yang sama efektifnya.
Setelah digunakan sejak tahun 2008, kombinasi DHP dan Primakuin (PQ) belum pernah
dievaluasi di provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Oleh karena itu evaluasi penggunaan
DHP ini penting dilakukan untuk mengkaji apakah kombinasi DHP ini masih cukup efektif
untuk mengobati malaria P.falciparum dan P.vivax.
Kurang efektifnya obat anti malaria terhadap Plasmodium merupakan masalah di daerah
endemik karena dapat menyebabkannya terjadi resistensi. Tiga faktor yang mempengaruhi
kecepatan terjadinya kurang efektifnya obat anti malaria, Faktor tersebut adalah faktor
operasional misalnya dosis subterapik, kepatuhan inang yang kurang, faktor farmakologik dan
faktor transmisi malaria, termasuk intensitas, drug pressure dan respon imun inang.11
B. Perumusan Masalah Penelitian
Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah masih merupakan daerah endemis malaria dan
upaya pengobatan dengan menggunakan DHP telah dilakukan tetapi sampai saat ini kasus
4
malaria masih tinggi.DHP telah digunakan sejak tahun 2013 tetapi sampai sekarang belum
pernah dilakukan monitoring penggunaannya di lapangan
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum:
Memonitoring efektifitas dari DHP pada pengobatan malaria yang disebabkan P.
falciparum dan P.vivax tanpa komplikasi di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Tujuan khusus:
1. Menentukan efektivitas klinis dan parasitologi dari pengobatan DHP pada pasien
malaria yang disebabkan oleh P. falciparum tanpa komplikasi, dengan mengukur
proporsi adequate clinical and parasitological response (ACPR),early treatment
failure, late clinical failure, dan late parasitological failure.
2. Menentukan fever clearance time, parasite clearance time, response hematologi,
dan post-treatment gametosit dari pengobatan DHP.
3. Menentukan variabel perancu (berat badan, umur, rekrudensi)
4. Mengevaluasi efek samping
5. Mengevaluasi adanya adverse events.
D. Manfaat Penelitan
1. Bahan informasi tentang efektivitas DHP pada pengobatan malaria yang disebabkan P.
falciparum dan P.vivax.
2. Bahan pertimbangan bagi pengelola program malaria dan kebijakan kesehatan dalam
pengendalian malaria.
3. Memberikan sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan tentang efektivitas DHP
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengobatan malaria umumnya mengacu kepada rekomendasi Badan Kesehatan Dunia
(World Health Organization /WHO) yang disesuaikan dengan kemampuan dan status malaria di
Indonesia serta perkembangan ilmu. Depkes sendiri mempunyai pedoman yang diperbaharui
sesuai kebutuhan.
Menurut WHO tahun 2001 Obat antimalaria yang tersedia di dunia umumnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Obat antimalaria kelompok kuinolin (chloroquin, kina, primaquin, amodiaquin,
mefloquin, dan halofantrin)
2. Obat antimalaria kelompok anti folat (sulfadoksin, pirimetamin, proguanil,
chlorproguanil dan dapson)
3. Obat antimalaria kelompok baru (artemisinin, lumenfantrin, atovakuon, tafenokuin,
pironaridin, piperaquin dan artemisin, WR 99210 dan antibiotik)
A. Golongan Artemisin
Berasal dari tanaman Artemisinin annua L.(bahasa Cina : Qinghaosu). Termasuk
kelompok seskuiterpen lakton yang mempunyai beberapa formula seperti : artemisinin,
artemeter, arte eter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja
sangat cepat dengan waktu paruh kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat
sizontosidal darah.
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian tunggal menimbulkan
rekrudensi, oleh karena itu direkomendasikan untuk dipakai dalam kombinasi dengan obat
anti malaria lain, dengan demikian juga akan memperpendek lama pemakaian obat. Obat
ini cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan tersedia dalam bentuk oral, parenteral/injeksi
dan suppositoria.
Dimasa sekarang dengan berkembangnya dan membaiknya fasilitas pemeriksaan
laboratorium, diagnosa malaria diusahakan ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
mikroskopi. Di daerah yang sudah mempunyai data efikasi obat antimalaria standar,
6
pengobatan dengan obat antimalaria kombinasi sangat direkomendasikan dan harus
diberikan dengan pengobatan radikal.
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan Artemisinin telah
dipilih sebagai obat utama karena efktif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan
pengobatan. Selain itu Artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua
stadium termsuk gametosid. Juga efektif terjadap semua spesies plasmodium. Laporan
kegagalan Artemisinin belum dilaporkan hingga saat ini.
Pengobatan kombinasi dilakukan bila sudah ada studi tentang pola resisten di suatu
daerah melalui survei resistensi. Bila suatu obat mengalami resistensi > 25% maka obat
tersebut tidak dianjurkan untuk digunakan. Tujuan terapi kombinasi adalah untuk
meningkatkan efikasi antimalaria maupun aktivitas sinergestik antimalaria dan
memperlambat progresifitas resistensi parasit terhadap obat-obat yang baru.
Artemisinin dipilih sebagai basis terapi kombinasi pada malaria yang penting saat ini
dikarenakan : kemampuan menurunkan parasitemia lebih cepat 10 kali dari pada obat-obat
antimalaria lainnya; mempunyai efek samping yang minimal; 2 juta kasus dilaporkan telah
diobati dengan basis Artemisinin tanpa adanya efek toksis; Artemisinin diabsorbsi cepat
melalui oral; dapat diberikan melalui intravena maulun intramuskular dengan pemberian 1
kali sehari; dapat mengurangi karier gametosit pada manusia; belum ada dilaporkan
resistensi terhadap Artemisinin walaupun sudah lama digunakan di negara Cina.
Penggunaan golongan Artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan
rekrudensi, karena WHO memberikan petunjuk penggunaan Artemisinin dengan
mengkombinasikan dengan obat antimalaria lainnya. Kombinasi obat ini dapat berupa
kombinasi kombinasi obat tetap ( fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non fixed dose).
Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian. Contoh Co-artem yaitu kombinasi
Obat malaria kombinasiderivat artemisinin denganpiperaquine yangdigunakan sebagai obatstandar
3. Early TreatmentFailure (ETF)
a. Munculnya tanda bahayaatau malaria berat pada harike-1, 2, atau 3 dengandisertai parasitaemia
b. Parasitemia pada hari ke-2lebih tinggi dari pada harike-0 (H2 >H0)
c. Parasitemia pada hari ke-3lebih besar atau samadengan 25% parasitaemiahari ke-0(H3 ≥25% H0)
d. Parasitemia pada hari ke-3dengan temperatur aksila≥37,50C.
1. Ya2. Tidak
Ordinal
4. Late ClinicalFailure (LCF)
a. Munculnya tanda bahayaatau malaria berat disertaiparasitemia pada salah satudiantara hari ke-4 hinggahari hari ke-28 padapasien yang sebelumnyatidak dijumpai kriteriaEarly Treatmet Failure
b. Munculnya parasitemiapada salah satu haridiantara hari ke-4 hinggahari ke-28 dengan suhuaksila ≥37,50C, padapasien yang sebelumnyatidak dijumpai kriteriaEarly Treatmet Failure.
1. Ya2. Tidak
Ordinal
5. Late ParasitologicalFailure (LPF)
munculnya parasitemia padasalah satu diantara hari ke-7
1. Ya2. Tidak
14
hingga hari hari ke-42 dengansuhu aksila ≥37,50C, padapasien yang sebelumnya tidakdijumpai kriteria EarlyTreatmet Failure atau LateClinical Fai ure
Tidak ditemukan parasitemiapada hari ke-28, tanpamemperhitungkan suhu aksila,pada pasien yang sebelumnyatidak dijumpai kriteria EarlyTreatmet Failure, LateClinical Failure, atau LateParasitological Failure
1. Ya2. Tidak
Ordinal
7. Berat badan Berat responden pada saatpengukuran yang dihitungdengan kg
Ordinal
8. Rekrudensi Terinfeksinya kembali subyekpenelitian setelah diberikanpengobatan
Ordinal
9. Keberhasilanpengobatan
Berhasilnya obat menunjukkanefektifitas pengobatan.Keberhasilan pengobatandibagi menjadi 2 kategori:
Terjadinya kegagalanpengobatan ACT yangditandai dengan proporsi totalkegagalan pengobatan ≥ 10%.
15
Skrining pasien (menilaieligibility) (n=….)
Dikeluarkan (n =….)Tidak memenuhi criteria inklusi (n =….)Menolak untuk berpartisipasi (n = ….)
Alasan lain (n = ….)
Menerima pengobatan DHP (n =….)
Lost to follow-up (alasan) (n = ….)Pengobatan tidak berlanjut (alasan)
(n = ….)
Analysis (n = ….)Dikeluarkan dari analysis (alasan)
(n = ….)
Dimasukkan dalam penelitian(n = ….)
(follow up 42 hari)
D. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi prospektif single-arm yang dilakukannya evaluasi respons
klinis dan parasitologi dengan mengamati secara langsung pengobatan terhadap penderita
malaria P. falciparum dan P. vivax tanpa komplikasi.12
Gambar 3. Bagan desain Penelitian
Inform consent
16
E. Hipotesis
DHP efektif secara klinis dan parasitologi pada pengobatan malaria yang disebabkan
oleh P. falciparum dan P. vivax tanpa komplikasi
F. Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilakukan di Provinsi Sulawesi Tengah dan waktu penelitian mulai
Maret sampai dengan November 2016.
G. Populasi dan Sampel
1. Definisi Populasi dan SampelPopulasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di lokasi penelitian yaitu di
wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.
Sampel penelitian adalah penduduk yang didiagnosis sebagai penderita malaria
falciparum dan P. vivax berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis.
2. Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria Inklusi
Umur pasien di atas 6 tahun
Positif menderita malaria P.falciparum dan P.vivax
Densisitas Parasit 500-10.000/ul
Riwayat panas dalam waktu 48 jam
Temperatur aksila>37.5oC
Hb ≤ 12/gr%
Mampu datang untuk kunjungan follow-up dan punya akses mudah ke fasilitas
kesehatan
Catatan :
a. Penimbangan badan akan dilakukan untuk penentuan dosis pengobatan
b. Temperatur – aksila, kalau<36o C diulang,
c. Microskopik-WHO,1991-Giemsa pH7.2
d. Parasit per ul= jml parasite per 8000 leukosit
e. Prosedur folow-up :
17
Jumlah kasus yang tidak dapat menyelesaikan (drop-out) harus<10%
Drop-out termasuk:
1) Adanya penyakit yang muncul selama folow-up yang akan mengganggu hasil
2) Kepindahan penderita dari tempat studi ke luar jangkauan folow-up aktif
3) Kegagalan untuk menyelesaikan pengobatan karena pembatalan informed
concent
4) Pemberian obat antimalarial oleh pihak ke tiga selama follow up
5) Deteksi adanya infeksi campuran selama follow up
Kriteria Eksklusi Adanya tanda-tanda menjadi malaria berat. Adanya alergi terhadap golongan Artemisinin. Ibu hamil dan/atau ibu menyusui.
Kurang gizi berat Demam karena penyakit lain termasuk mixed infection
Minum obat antimalaria sebelum dan selama follow up. Minum antibiotik
Tidak menderita malnutrisi berat Tidak ada Tanda bahaya atau gejala malaria berat dan malaria dengan komplikasi Tidak ada gejala panas karena penyakit lain
3. Besar SampelPenghitungan besar sampel didasarkan pada pada perkiraan proporsi kegagalan
pengobatan dengan DHP, confidence level, dan presisi yang diinginkan.
Rumus sampel
(α/2) 2.p(1-p)N = ----------------------
d2
Dengan asumsi proporsi kegagalan pengobatan DHP di area penelitian sebesar 13%7,
pada confidence level 95% dan presisi 10%, dibutuhkan besar sampel minimum
sebanyak 44 pasien. Untuk memungkinkan loss to follow-up dan withdrawal sebesar
20% selama 42 hari waktu follow-up, dibutuhkan sebanyak total 55 pasien untuk
18
diikutkan dalam penelitian. Sampel diperoleh saat penderita malaria berobat ke
Puskesmas dan survei malaria di lapangan.
4. Cara Pemilihan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di lokasi penelitian yaitu di
wilayah Propinsi Sulawesi Tengah.
Sampel penelitian adalah penduduk yang didiagnosis sebagai penderita malaria
falciparum dan P. vivax berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis.
H. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen Lapangan : - Alat untuk pengambilan, pewarnaan dan pemeriksaan. mikroskop
O, Rodroguez MH, Abeyasinghe RR, Ghebreyesus TA, Snow RW, 2010. Shrinkingthe malaria map: progrees and prospects. Lancet 376: 1566-1578
4. Tjitra E., 2004. Pengobatan Malaria dengan Kombinasi Artemisinin. In : Simposiumnasional Pengendalian Malaria di Surabaya, tgl 29-30 Nov 2004.
5. WHO, 2006 briefing on Malaria Treatment Guidelinesand artemisinin monotherapies.diakses tanggal 5 Juli 2014 www.who.int/.../atoz/meeting_briefing19april.pdf
6. WHO, 2010, Global Malaria Programme, Effectiveness of Non-Pharmaceutical Formsof Artemisia annua L. against malaria, diakses tanggal 5 juli 2004www.who.int/.../position_statement_herbal_reme
7. Hasugian A.R., Purba H.L.E., Kenangalem E., Wuwung R.M., Ebsworth E.P.,Maristela L., Panttinen P.M.P., Laihad F., Anstey N.M., Tjitra E.,and Price R.N.Dihydroartemisinin-Piperaquine versus Artesunate-Amodiaquine: Superior Efficacyand Posttreatment Prophylaxis against Multidrug-Resistant Plasmodium falciparumand Plasmodium vivax Malaria. UKPMC Funders Group
8. WHO, 2012, Global Malaria Programme, Up on artemisinin resistance, diaksestanggal 8 agustus 2014 www.update-software.com/BCP/.../CD010927.pdf
9. Yenni Y., 2013, Buktinya malaria resisten Artemisinnin di Asia, JurnalBionature,Vol.14 Nomor 2, Oktober 2013
10. Dinas Kesehatan Prov. Sulawesi Tengah, 2013, Profile Prov.Sulawesi Tengah.11. White NJ. Delaying Antimalarial Drug Resistance with Combination Chemotherapy.
Parasitologia 1999; 41: 301-308.12.WHO, 2009, Methods for Surveillance of Antimalarial Drug Efficacy, Geneva.13.WHO, 1991, Basic Laboratory Methods in Medical Parasitolgy, Geneva.14. Omar SA, Makokha FW, Mohammed FA, Kimani FT, Magowa G. 2007. Prevalence of
Plasmodium falciparum chloroquine resistance gene markers, pfcrt-76 and pfmdr1-86,eight years after cessation of chloroquine use ini Mwea, Kenya. J Infect.DevelopingCountries ; 1(2);195-201.
15. Depkes RI, (2003).Diagnosis Malaria Namru, Yogyakarta.16. WHO, 2005.Biregional Workshop on Quality Assurance For Malaria Microscopy,
Kuala Lumpur, Malaysia 18-21 Apri 2005.17. Mau F & Desato Y, Studi Kualitas (Quality Assurance) Pemeriksaan Mikroskopis
Malaria Di Pulau Sumba Tahun 2009, J Ekologi Kesehatan Vol.12 No.2: Hal 79-86Juni 2013.
37
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Tengah yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula pada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Gorontalo, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bualemo, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Pohuwato dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una Una yang
telah memberikan ijin dan fasilitas selama penelitian ini, Ucapan terima kasih penulis
sampaikan pula pada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah memberikan arahan dan
masukan dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih ini juga penulis sampaikan kepada Kepala
Puskesmas Limboto, Kepala Puskesmas Limboto barat, kepala Puskesmas Saritani, Kepala
Puskesmas Buntulia dan Kepala Puskesmas Dataran Bulan yang telah membantu dilapangan
dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih ini juga penulis sampaikan kepada ibu
Dr. Eko Rahajeng dan Drs. Kasnodiharjo sebagai reviwer dalam penyelesaian laporan akhir
penelitian ini.
38
Lampiran 1
Naskah Penjelasan dan Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan (Pemeriksaan darah)
NASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN SUBJEK
DAN FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Malaria adalah suatu penyakit infeksi dari genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitannyamuk Anopheles. Propinsi Gorontalo merupakan salah satu daerah endemis malaria, masih tingginyainsiden malaria di wilayah Gorontalo dan upaya pengendalian yang belum berhasil, hal ini mungkindisebabkan antara lain penggunaan DHP belum maksimal, sehingga dapat menyebabkan resistensi obatanti malaria yang cukup tinggi.
Kami meminta anda untuk turut mengambil bagian dalam penelitian yang berjudul “MENGEVALUASI EFEKTIVITAS LEBIH LANJUT Dihydroartemisin Piperaquine (DHP)PADA PENDERITA MALARIA Plasmodium falciparum TANPA KOMPLIKASI DIWILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016” Penelitian ini bertujuan untukmemperoleh data dan mengukur angka keberhasilan/efektifitas DHP pada pengobatan malariafalciparum tanpa komplikasi.
PEMERIKSAAN DARAH DAN PENGOBATANSetelah anda dinyatakan positif malaria Plasmodium falciparum maka diwajibkan subyek untukmengkonsumsi DHP selama 3 hari berturut-turut. Selain itu juga akan dilakukan pengambilansediaan darah tepi sebanyak 8 (Delapan) kali yaitu pada hari ke H1, H2, H3, H7, H 14, H21, H28 danH42. Untuk pengambilan sediaan darah tepi H1 – H3, waktunya sama dengan waktu minum obat.Subyek akan diberikan Dihydroartemisin piperaquine tablets dalam 3 hari dengan pembagiandosis 10mg basa/kgBB/hari/oral pada H0 daan H1 serta 5 mg basa/kgBB/hari/oral pada H2.Pemberian obat DHP akan dilakukan oleh dokter puskesmas.
KETIDAKNYAMANAN DAN EFEK SAMPING OBATSelama penelitian, subyek akan tersita waktunya sebentar untuk minum obat dan pengambilan darah tepiyang akan dilakukan oleh tenaga medis setempat.Efek samping obat yang kemungkinan akan dirasakan yaitu mual, muntah, kejang otot, dan pusing.
KERAHASIAANUntuk menjaga kerahasiaan sampel dikenali dengan memberikan nomor identitas pengganti nama dandata yang dihasilkan tidak diberikan kepada pihak ketiga.
39
PERTANYAAN-PERTANYAANApabila ada pertanyaan mengenai penelitian ini, mengenai hak-hak anda, anda dapat menghubungiJunus Widjaja, SKM, M.Sc (081342767785); Hayani Anastasia ,SKM, MPH (0811459507); PhetisyaPF Sumolang, S.Si (085296599559); dr.Muchlis Syahnuddin (08114511541)..KEIKUTSERTAAN SUKARELA DAN HAK UNDUR DIRIKeikutsertaan anda bersifat sukarela, setiap waktu anda dapat mengundurkan diri tanpa dikenai sanksiatau bayaran. Sebagai tanda terima kasih kami akan memberikan bahan kontak berupa uang sebesarRp.10.000 (Sepuluh ribu rupiah).
KEUNTUNGANDapat mengetahui apakah anda menderita malaria dan mengalami resisten obat anti malaria dan tidaktanpa harus membayar, selain itu akan menerima bahan kontak berupa uang. Pengobatan malariadilakukan oleh petugas puskesmas setempat terhadap penderita yang diketahui positif menderita malaria.Apabila selama proses penelitian terjadi efek samping obat ataupun Kejadian Tidak Diinginkan (KTD),maka subyek akan diobati tanpa dikenakan biaya.
40
Lampiran 2.
LEMBAR PERSETUJUAN
TANDA TANGAN
Saya telah membaca atau dibacakan pada saya apa yang tertera di atas ini dan saya telah diberi kesempatan untukmengajukan pertanyaan dan membicarakan proyek penelitian ini dengan anggota tim penelitian. Saya memahamimaksud, risiko, waktu dan prosedur penelitian ini. Dengan membubuhkan tanda tangan saya di bawah ini, sayamenyatakan keikutsertaan saya secara sukarela dalam penelitian ini.
Nama Responden Tanggal/bulan/tahun Tanda tangan/cap jempol
Nama Orangtua/Wali Tanggal/bulan/tahun Tanda tangan/cap jempol
Nama Saksi Tanggal/bulan/tahun Tanda tangan/cap jempol
Keterangan:
- Persetujuan dan tanda tangan responden yang berumur dibawah 18 tahun diwakili orang tua/wali- Nama saksi diwakili oleh ketua RT/RW atau Lurah setempat
41
Lampiran 3KUESIONER
A. Pengenalan Lokasi
1 No rumah :
2 No kode :
3 Propinsi :
4 Kecamatan :
5 Kelurahan :
6 Puskesmas :
7 Desa :
8 RT/RW :
9 Nama Kepala Rumah Tangga
1. Apakah demam dalam 24 jam terakhir?A. Ya (lanjut no.2)B. Tidak
2. Selain demam gejala lain yang dirasakanA. Sakit kepalaB. MualC. Lainnya sebutkan......
3. Apakah ada minum obat anti malaria dalam 2 minggu ini?A. Ya (lanjut ke no. 3)B. Tidak
4. Obat apa yang diminum dalam 2 minggu ini?A. KlorokuinB. SPC. ACT
5. Apakah ada kelainan yang dirasakan saat minum obat?A. MualB. PusingC. Lain....D. Tidak ada
6. Dimana mendapat obat anti malaria :A. Puskesmas D.Lainnya..B. WarungC. Tetangga
7. Berapa dosis obat anti malaria yang diminum:.....8. Bagaimana cara minum obat anti malaria
A. SekaligusB. Bertahap .......
42
Lampiran 4FORMULIR SEDIAAN DARAH MALARIA
INDENTITY
INDENTITAS
Code No:
No kode
Study site:
Lokasi
Village/Desa: Subdistric/Kelurahan: Primary Health