I. DEFINISI TRAKEOSTOMITrakeostomi adalah pembuatan lubang di
dinding anterior trakea untuk mempertahankan jalan napas4,6,8.
Trakeostomi merupakan tindakan bedah trakea untuk membuat
trakeostoma. Trakeotomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang
mengalami obstruksi jalan napas di atas trakea dan tidak dapat
diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi. Trakeostomi juga
dilakukan pada penderita yang memerlukan bantuan pernapasan buatan
untuk waktu lama dan yang memerlukan bantuan pernapasan buatan
untuk waktu lama dan yang memerlukan pertolongan pembersihan jalan
nafas secara memadai 1,6,7,8.II. ANGKA KEBERHASILANTrakeostomi
adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior trakea untuk
bernapas. Trosseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di
Perancis. Mereka melakukannya untuk menangani kasus difteria dengan
angka keberhasilan 25 persen.III. INDIKASI TRAKEOSTOMIIndikasi
untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah :6,7,81. Mengatasi
obstruksi laring.
2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas
bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring.
Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk
ke dalam paru.
3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang
tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pasien
koma.
4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan).
5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak
mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
6. Bantuan jalan napas diperlukan lebih dari 2 minggu.
7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya
penyakit serebrovaskular).
8. Cedera kepala dan leher.IV. SYARAT-SYARAT TRAKEOSTOMISama
dengan indikasi
V. KONTRAINDIKASI TRAKEOSTOMIPasien dengan obstruksi laring oleh
tumor ganas.
VI. PERSIAPANAlat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan
trakeostomi adalah semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau
(skapel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang
pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul
trakea yang ukurannya cocok untuk pasien. 2,5,6,9
Gambar 6. Alat-alat Trakeostomi8Seperti pipa endotrakeal, kaf
pipa yang bertekanan rendah dan bervolume banyaklah yang dipilih.
Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari klorida
polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum
digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk
trakeostomi jangka panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.
Gambar 7. Kanul trakeostomi9VII. PETUGAS YANG BOLEH
MELAKUKANHanya dokter yang memiliki keterampilan khusus atau yang
telah terlatih yang boleh melakukan trakeostomi mengingat
komplikasi yang ditimbulkan.VIII. LANGKAH-LANGKAH1. Trakeostomi
elektifPada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive
Care Unit atau di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus
dimonitor dengan pulse oxymetri dan elektrokardiogram.
Anestesiologis biasanya melakukan gabungan antara medikasi
intravena dan anestesi lokal.5,7Teknik trakeostomi ditentukan
sampai batas tertentu oleh keadaan yang memerlukan tindakan
tersebut. Yang terpenting ialah memperoleh udara pernafasan secepat
dan seefisiensi mungkin dengan menhindari trauma pada laring,
trakea, dan struktur yang berdekatan.Bila mungkin, dilakukan
intubasi endotrakea sebelum trakeostomi terapi, terutama pada anak.
Jika tidak mungkin melakukan intubasi, ventilasi dan oksigenasi
melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara pernafasan
telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat
dan trauma minimal.4,7,8Pasien tidur telentang dengan bantal di
bawah bahu untuk memperoleh ekstensi leher yang maksimal. Anestesi
tidak diperlukan pada pasien yang tidak sadar. Anestesi lokal pada
umumnya sudah cukup untuk pasien sadar, termasuk anak. Anestesi
lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan
disuntikkan ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai
pada dinding trakea anterior. Dapat digunakan lidocaine (Xylocaine)
1% dengan epinefrin 1 : 150.000.6,8,
Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika
trakeostomi dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher,
insisi disesuaikan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Jika
trakeostomi dilakukan tersendiri, bila mungkin dibuat insisi
horizontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira kira dau jari di
atas fosa suprasternal. Hasil kosmetik insisi horizontal lebih baik
dibandingkan insisi vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak
tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm
supaya cepat dan perdarahan minimal.6,7,9,10Insisi kulit diperdalam
sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini, untuk menentukan
letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari diseksi
terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal di
garis tengah dan disingkirkan ke lateral, maka tampak fasia
pre-trakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid. Tampak banyak
vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap bekerja di
garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat
dihindari. Ismus tirois hampir selalu berada di atas cincin trakea
ke-3 dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retractor kecil
dan tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu
dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus
yang luar biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan diikat
pada pinggir potongan.6,9Trakea harus difiksasi dengan memasukkan
pengait pada dinding anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian
ditarik ke arah atas dan luar. Dinding anterior trakea diinsisi
secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea jangan
lebih tinggi dari cincin ke-2, untuk mencegah rangsangan pipa
trakeostomi pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan
perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari dinding anterior
trakea, karena dapat menimbulkan defek besar pada trakea yang tidak
perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang mengganggu
dan memperlambat penyembuhan. Insisi trakea diperlebar dengan
dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan ,
dijaga agar tidak mngenai dinding posterior trakea. Balon dikontrol
dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan pada
balon pada waktu memasukkan pipa.7,8,9Segera setelah pipa masuk
sering timbul batuk hebat, dan beberapa pasien dapat timbul apnea
karena kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernafas. Pipa
trakeostomi harus dipilih dengan hati hati. Akhir akhir ini
pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah
ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau Portex.
Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi
kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting
dan seringkali perlu disesuaikan panjangnya untuk tiap
individu.8,9,10Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira kira
sesuai dengan tiga per empat diameter trakea. Ukuran rata rata np.
6 untuk wanita dewasa atau no. 7 dan 8 untuk pria. Pipa dengan
balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau jika diperlukan
respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit tidak dijahit dan
tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan emfisema
subkutan, pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat
diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.7,9,10
Gambar 8. Posisi Kepala dan Leher Pada Trakeostomi 9
Gambar 9. Prosedur Trakeostomi Elektif. 7,9A, Setelah insisi
kulit horizontal, maka suatu diseksi vertikal pada garis tengah
leher akan memaparkan trakea. B, Ismus tiroid diretraksi dari
lapangan operasi. Selanjutnya jaringan anterior dalam celah kedua
dan ketiga bersama cincinnya diangkat (berbentuk elips vertikal).
C, Pada anak tidak ada pengangkatan elips. Jahitan sutera dibuat
anterolateral pada kedua sisi garis tengah menembus dua cincin
trakea. D, Tuba logam tampak memasuki stoma. t, Tuba trakeostomi
pada tempatnya.
Gambar 10. Letak kanul9
Gambar 11. Letak kanul yang salah112. Trakeostomi Darurat
Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2
3 menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 5 menit. Pada
trakeostomi darurat lebih baik dilakukan insisi secara vertikal,
yang dimulai pada level kartilago krikoid, lanjutkan ke inferior
sekitar 2,5 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk menstabilkan laring
dan mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti
cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat
insisi. Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong
ismus tiroid ke inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara
vertikal ini sangat krusial dalam keadaan darurat, karena tindakan
dapat dilakukan lebih cepat dan kurangnya resiko trauma terhadap
struktur leher yang lain. 7,9,10Trakeostomi darurat harus
dihindari, bagian terbesar kesalahan pada trakeostomi disebabkan
oleh trakeostomi darurat. Komplikasinya meliputi trauma arteria
inominata, pembuluh darah tiroidea inferior, esofagus, nerfus
laringeus rekuren dan pleura. Tindakan tersebut dapat menyebabkan
perdarahan. Pneumomediatinitis dan pneumotoraks. Osbtruksi saluran
pernafasan pada awal fase paskah bedah bisa timbul akibat
tersumbatnya pipa secara tidak disengaja. Intubasi endotrakea tidak
bebas dari komplikasi obtruksi ekstubasi atau pneumotoraks.
Pneumotoraks dapat terjadi akibat batuk untuk mengatasi obstruksi
pipa endotrakea oleh sekresi. Mungkin terjadi ekstubasi secara
tidak disengaja. Problema utama pemasangan pipa endotrakea jangka
lama adalah trauma pada laring.7,10Untuk sementara trakeostomi
menyebabkan pasien sulit berbicara, tetapi bila saluran pernafasan
diatas trakeostomi masih mempunyai sisa patensi, pasien dapat
berbicara dengan menutup pipa dengan jarinya sewaktu ekspirasi.
8,9,10IX. PERAWATAN POST TRAKEOSTOMIHal-hal penting pada perawatan
trakeostomi adalah :7,8,9,101. Humidifikasi.
2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari.
3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang
diperlukan.
4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan
kaidah a dan antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan
steril.
5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung
pipa. Pipa dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4
hari. Bila digunakan pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering
diganti tanpa mengganti pipa utama.
6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa.
7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak
jauh dari pasien, seperti :
a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu
nomor lebih kecil.
b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak
yang dapat digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa
kembali.
c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi
kendali.
d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa
trakeostomi tidak berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang
dilupakan bahwa pasien dapat di ventilasi melalui laring.
Anak anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di
rumah, dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua dalam
penggunaan alat penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan
penggantian pita trakeostomi. 6,7,9,10
Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2
sampai 3 hari sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk
saluran yang permanent, dan sedikit sekali kemungkinan tidak dapat
memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa sebelum 2 - 3 hari dapat
menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa
trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah
bronkoskop.9,10
Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah
trakeitis dan pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat
humidifikasi Watson atau sebuah kerah trakea dengan uap basah.
Untuk menambahkan kelembaban atmosfir perlu diteteskan 3 atau 4
tetes larutan garam hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke dalam
pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang kental dan
banyak perlu pemberian mukolitik intratrakea untuk mencairkan
sekret. 8,9,10X. KOMPLIKASISeperti tindakan bedah lainnya,
trakeostomi juga memiliki resiko komplikasi dan cedera. Karena
setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi jaringan dan proses
penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi komplikasi
akibat tindakan trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi
yang dilakukan pada pasien sakit berat memiliki resiko lebih besar
terhadap komplikasi setelah prosedur.9,10
Pneumomediastinum tidak tergolong sebagai komplikasi, namun
merupakan akibat. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak, dan harus
ditindak lanjut guna memastikan tidak adanya perkembangan ke arah
pneumotoraks. Paralisis sarafrekuren jarang terjadi dan harus
dicegah dengan memperhatikan teknik bedah. Tuba harus terpasang
pada jalan napas, tidak menyumbat bronkus serta tidak mengenai
dinding anterior trakea. Pengalaman klinis dan evaluasi radiologik
akan terdiagnosis dan mencegah kejadian ini.9,10Jenis komplikasi
:7,8,9,101. Segera
a. Komplikasi perioperatif seperti perdarahan, emfisema,
pneumotorak, emboli udara dan kerusakan tulang rawan krikoid.
b. Diskoneksi.
c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea
atau bronkus utama kanan.
d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat.
e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina.
f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan.
Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia
kronik, tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan
dapat diikuti dengan henti nafas. Hal ini sehubungan dengan
denervasi fisiologik pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2
tiba tiba. Oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan
pernafasan, maka dapat terjadi apnea. 9,10
Gambar 12. Komplikasi trakeostomi 9,Keterangan Gambar :
A. Trakea tertekuk ke depan
B. Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu
besar
C. Emfisema subkutis karena dislokasi kanul
D. Tukak karina karena kateter isap
E. Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan
kanul ( herniasi akibat ditiup berlebihan )
F. Manset kanul terlepas di trakea
G. Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat
H. Cedera dinding belakang (hati hati fistel
trakeo-esofagus)
2. Menengah
a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi
hal ini jarang terjadi bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan
lendir baik.
b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial.
c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf.
d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a.
inominata atau fistel trakeoesofagus.
3. Lanjut
Komplikasi Lanjut. Komplikasi ini cukup bcnnakna dalain hal
variasi dan jumlahnya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha
pencegahan. Perdarahan lanjut adalah akibat erosi trakea pada
pembuluh utama, biasanya arteri inominata. (Sebenarnya menghitung
cincin trakea mulai dari kartilago krikoid merupakan tindakan yang
esensial). Tindakan mengekstensikan kepala pasien dan menarik
trakea ke atas dengan suatu pengait trakea dapat menggambarkan
cincin trakea kesembilan. Trakeostomi rendah (di bawah cincin
trakea kelima) seringkali salah.Komplikasi lanjut pada trakeostomi
diantaranya :
a. Granuloma trakea yang bias menyebabkan kesulitan bernapas
bila pipa diangkat.
b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea.
c. Stenosis trakea.
d. Fistel trakeokutan menetap
e. Fistel trakeoesofagusPemasangan manset yang lama dengan
akibat nekrosis dinding trakea juga ikut berperan dalam erosi
pembuluh darah. Mathog menganjurkan pemakaian tuba plastik lunak
yang lebih aman. Penanganan dari perdarahan mayor tindakan darurat
dan memerlukan pemakaian tuba (dengan manset dalam keadaan
terkembang) yang cukup panjang untuk mencapai bagian distal dari
pembuluh yang tererosi. Tindakan ini dapat mencegah aspirasi darah
ke dalain paru. Kesalahan dalam membedah dan menjahit pembuluh
mungkin mengharuskan tindakan sternotomi parsial.8,9,10Infeksi
dapat dikendalikan dengan teknik steril dan humidifikasi.
Antibiotik profilaksis harus dilarang karena memungkinkan
perkembangan bakteri oportunistik. Pseudomonas aeruginosa tidak
jarang dapat dibiak dari lokasi trakeostomi dan tidak selalu
merupakan infeksi sistemik. Tindakan yang perlu dilakukan mungkin
hanyalah membasahi kasa dengan larutan asam asetat 0,5 persen.
Pasien yang mendapat banyak antibiotik mungkin mengalami
kontaminasi Candida albicans pada lokasi trakeostomi. Namun,
sebelum memulai pengobatan sistemik, harus dicoba perawatan luka
secara lokal.9,10Penanganan obstruksi jalan napas akibat posisi
tuba yang tergeser atau oklusi lumen adalah berbeda, tergantung
pada berapa lama terjadinya setelah pembedahan. Bila telah
melampaui 48 jam dilakukan trakeostomi, maka perawat dapat
diperintahkan untuk memotong tali pengikat leher, mengeluarkan
tuba, dan memeriksa lumen dan tuba. Sumbat mukus yang menutup lumen
tuba harus dibersihkan. Memasukan kembali tuba dapat dilakukan
setelah dokter datang. Tenaga yang terlatih dapat diinstruksikan
untuk memasukkan kait ke dalain stoma dan menahan jalan napas pada
tempatnya, sebelum mengeluarkan dan mengamati tuba yang baru saja
dipasang. Bila situasi tidak mendesak, sebaiknya tindakan ini
dilakukan sendiri oleh dokter. Pada anak-anak, tali pengikat sutera
bila ditarik dengan hati-hati ke lateral akan mempertahankan jalan
napas dan menunjukkan jalur kembali ke stoma untuk penggantian
tuba.Fistula trakeoesofagus biasanya timbul pada pasien yang
hipotensi dan telah menjalani intubasi yang lama dengan tuba
bennanset dan ventilasi terkontrol. Pasien demikian memerlukan tuba
naso-gastrik, namun seringkali meninggal akibat penyakit primernya
ataupun akibat pneumoiua aspirasi lewat fistula. Perbaikan bedah
amat kompleks dan melibatkan penempatan otot-otot leher di antara
trakea dan esofagus setelah perbaikan primer pada
fistula.6,7,10Komplikasi mayor yang tersering adalah stenosis
trakea. Frekuensi komplikasi ini semakin meningkat karena pasien
seringkali memerlukan ventilasi terkontrol jangka lama dengan tuba
bermanset. Menurut Fearon, stenosis stoma bukanlah suatu komplikasi
melainkan suatu parut pasca operasi yang telah diperkirakan, dan
bahwa gejala hanya akan timbul bila diameter lumen sama dengan atau
kurang dari 4 mm. Bilamana terdapat granulasi di atas stoma atau
kartilago dalam lumen, maka masalah dapat diatasi dengan eksisi
endoskopik atau memasang stent pada jalan napas.7,8,9,10DAFTAR
PUSTAKA1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem.
Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
412-413.
2. Jacob Ballenger, John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi ketiga belas. Jakarta : Binarupa
Aksara, 1994.435 456.
3. Respiratory System. [12 Juli 2008]. Hyperlink
http://www.cayuga-cc.edu/people/facultypages/greer/biol204/resp2/resp2.html4.
Soepardi, Arsyad., Iskandar, Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001. 201-208.5.
Sjamsuhidajat R, De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. 421 422.6. Staf
pengajar bagian Anestesiologi dan terapi intensif FK UI. Editor dr.
Muhardi Muhiman. 1989. Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care
Unit. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 14-16.7. Paparella, Michael.,
Shumrick, Donald. Otolaryngology- Head and Neck. Philadelphia : WB
Saunders Company8. Byron. Otolaryngology Head and Neck Surgery, 3rd
edition. North Carolina : Byron. p66.
9. Jerry R. Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [6
Maret 2015]. Hyperlink :
http://www.medicinenet.com/tracheostomy/article.htm10. Jerry R.
Balentine, DO, FACEP. Tracehostomy. MedicineNet. [6 Maret 2015].
Hyperlink : http://www.medicinenet.com/tracheostomy/page2.htm