PEMBUATAN BRIKET PENYALA DARI CAMPURAN COCO- DUST DAN ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Oleh : Ade Irvan Tauvana, ST.,M.Eng ABSTRAK Penelitian ini bertujuan membuat briket yang akan dipergunaan sebagai pemantik awal dari bahan limbah serbuk kelapa (coco-dust) karena sifatnya sangat mudah terbakar dan berlangsung cepat akan dicampur dangan arang tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor yang sangat tinggi serta bertahan lama sehingga diharapkan konsumen tidak lagi bergantung pada minyak tanah atau solar. Bahan baku yang digunakan adalah limbah dari serbuk kelapa (coco-dust) (A) dicampur dengan arang tempurung kelapa (B) dengan bervariasi campuran X 1 (30%A+70%B), X 2 (40%A+60%B), X 3 (50%A+50%B), kemudian dicetak dengan 3 variasi tekanan P 1 (50 kg/cm 2 ), P 2 (75 kg/cm 2 ), P 3 (100 kg/cm 2 ). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecepatan nyala awal briket bentuk bulat adalah antara 22.32-30.91 detik atau dengan waktu nyala awal rata-rata sebesar 27.28 detik, sedangkan berbentuk kotak waktu nyala awal antara 11.22 – 16.64 detik atau dengan rata-rata waktu nyala awal 14,76 detik. Komposisi terbaik adalah X 3 P 2 -X 3 P 3 karena waktu nyala rata-rata tercepat 11,22 detik. Dari hasil pengujian bahwa untuk ½ kg briket bahan bakar dalam tungku cukup dibutuhkan 2-3 biji briket penyala berbentuk bulat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMBUATAN BRIKET PENYALA DARI CAMPURAN COCO-
DUST DAN ARANG TEMPURUNG KELAPA SEBAGAI
BAHAN BAKAR ALTERNATIF
Oleh : Ade Irvan Tauvana, ST.,M.Eng
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan membuat briket yang akan dipergunaan sebagai pemantik awal
dari bahan limbah serbuk kelapa (coco-dust) karena sifatnya sangat mudah terbakar dan
berlangsung cepat akan dicampur dangan arang tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor
yang sangat tinggi serta bertahan lama sehingga diharapkan konsumen tidak lagi bergantung
pada minyak tanah atau solar.
Bahan baku yang digunakan adalah limbah dari serbuk kelapa (coco-dust) (A) dicampur
dengan arang tempurung kelapa (B) dengan bervariasi campuran X1(30%A+70%B),
X2(40%A+60%B), X3(50%A+50%B), kemudian dicetak dengan 3 variasi tekanan P1(50 kg/cm2),
P2(75 kg/cm2), P3(100 kg/cm2).
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecepatan nyala awal briket bentuk bulat adalah
antara 22.32-30.91 detik atau dengan waktu nyala awal rata-rata sebesar 27.28 detik, sedangkan
berbentuk kotak waktu nyala awal antara 11.22 – 16.64 detik atau dengan rata-rata waktu nyala
awal 14,76 detik. Komposisi terbaik adalah X3P2-X3P3 karena waktu nyala rata-rata tercepat 11,22
detik. Dari hasil pengujian bahwa untuk ½ kg briket bahan bakar dalam tungku cukup
dibutuhkan 2-3 biji briket penyala berbentuk bulat dengan massa @ 37 gram dan berbentuk
kotak dengan massa @ 25 gram.
Kata kunci :
Coco-dust, Briket, Penyala Awal, Briket Bahan Bakar, Arang, Kelapa.
PENDAHULUAN
Pendahuluan Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang
terus meningkat di Indonesia menyebabkan pertambahan konsumsi energi di
segala sektor kehidupan. Sementara terbatasnya sumber-sumber energi fosil
menunjukan kelangkaannya. Hal ini memberi ‘ruang’ bagi para pengembang
energi untuk mencari alternatif energi yaitu energi non-fosil (CIMEA, 2008).
Biomassa yang berasal dari limbah hasil pertanian dan
kehutanan merupakan bahan yang tidak berguna, tetapi dapat
dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif, yaitu dengan
mengubahnya menjadi bioarang yang memiliki nilai kalor lebih
tinggi daripada biomassa melalui proses pirolisis biasa ( Hindarso
dan Maukar, 2007)
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi
alternative pengganti bahan bakar fosil karena sumber energi
ini dapat dimanfaatkan secara lestari dan bersifat dapat
diperbaharui (renewable resourches). Sumber energi biomassa
relative tidak menggandung sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara dan dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya pertanian (Syafi’i dalam Yuwono,
2009).
Berdasarkan Statistik Energi Indonesia (DESDM, 2004)
disebutkan bahwa potensi energi biomassa di Indonesia cukup
besar mencapai 434.008 GWh. Beberapa jenis limbah biomassa
memiliki potensi yang cukup besar seperti limbah kayu, sekam
padi, jerami, ampas tebu, cangkang sawit, dan sampah kota
(Syamsiro dan Saptoadi, 2007) .
Biomassa dapat digunakan langsung sebagai sumber
energi panas, sebab biomassa telah mengandung energi yang
dihasilkan dalam fotosintesis saat tumbuhan hidup.
Penggunaan biomassa secara langsung sebagai bahan bakar
kurang efisien, maka perlu diubah menjadi energi kimia lebih
dahulu. Sebab biobriket bioarang memiliki nilai bakar lebih tinggi
dibandingkan biomassa (Widarto dan Suryanta dalam Yuwono,
2009). Coco-dust mengandung volatile matter yang tinggi sehingga coco-dust
memiliki sifat sangat mudah terbakar dan berlangsung cepat. Sedangkan arang
tempurung kelapa adalah bahan organik yang memiliki nilai kalor yang sangat
tinggi dan apabila terbakar mampu bertahan lama serta mengandung karbon
±70% sehingga arang tempurung bersulit untuk melakukan pembakaran awal.
Dengan mencampurkan coco-dust yang mudah menyala dengan arang
tempurung kelapa yang memiliki nilai kalor yang sangat tinggi diharapakan
dapat menghasilkan briket yang bersifat mudah menyala, nilai kalor tinggi
serta mampu bertahan lama sehingga dapat dimanfaatkan untuk membuat
briket penyala untuk pergunakan pembakaran awal briket, sehingga diharapkan
tidak perlu lagi menggunakan minyak tanah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat
diformulasikan sebagai berikut:
1. Apakah penambahan campuran coco-dust pada biobriket tempurung kelapa
dapat membantu proses penyalaan awal briket?
2. Apakah campuran coco-dust dan arang tempurung kelapa dapat
dimanfaatkan untuk membuat briket penyala yang akan dipergunakan untuk
membangkitkan penyalaan awal briket bahan bakar?
3. Berapakah campuran coco-dust dan arang tempurung kelapa serta tekanan
yang optimal untuk mendapatkan briket penyala yang paling baik sehingga
dapat dipergunakan untuk membangkitkan penyalaan awal briket bahan
bakar?
TINJAUAN PUSTAKA
1. Biomassa
Biomassa yang berasal dari limbah hasil pertanian dan kehutanan merupakan
bahan yang tidak berguna, tetapi dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi
alternatif, yaitu dengan mengubahnya menjadi bioarang yang memiliki nilai kalor
lebih tinggi daripada biomassa melalui proses pirolisis biasa ( Hindarso dan
Maukar, 2007)
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi
alternative pengganti bahan bakar fosil karena sumber energi
ini dapat dimanfaatkan secara lestari dan bersifat dapat
diperbaharui (renewable resourches). Sumber energi biomassa
relative tidak menggandung sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara dan dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan sumber daya pertanian (Syafi’i dalam Yuwono,
2009).
2. Pirolisis
Pirolisis merupakan suatu proses destilasi destruktif dari
bahan organik yang berlangsung bila pembakaran dilaksanakan
dalam sebuah bejana tertutup dengan atmosfer tanpa oksigen
(O2). Zat-zat yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik
umumnya merupakan campuran tar (CxHyO), senyawa fenol
(CxHyOz), methanol (CH3OH), aseton (CH3COCH), asam asetat
(CH3COOH), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2),
gas hidrogen (H2), metana (CH4) dan butir arang, selain itu juga
dihasilkan minyak hidrokarbon dan bahan padat berupa arang.
3. Bioarang
Bioarang adalah arang yang diperoleh dari pembakaran
biomassa kering dengan sistem tanpa udara (pirolisis). Ekawati
(2007) mengemukakan bahwa biobriket bioarang sebaiknya
dibuat dari adonan yang kadar airnya minimal agar
pengeringannya cepat dan biobriketnya lebih padat. Biobriket
bioarang pada dasarnya merupakan hasil konversi energi yaitu
energi kimia menjadi energi panas.
Kualitas biobriket arang dapat dinilai dari beberapa parameter
sebagai berikut:
a. Nilai kalor
Nilai kalor adalah kalor yang dihasilkan dari
pembakaran sempurna 1 kilogram atau satu satuan berat
bahan bakar padat atau cair maupun 1 m3 atau satu satuan
volume bahan bakar gas pada kondisi standar. Semakin besar
nilai kalor maka kecepatan pembakaran semakin lambat
(Sulistyo, 2006).
Nilai Kalor dari arang tempurung setelah pirolisi pada suhu
300 – 5000C selama 2 jam adalah sekitar 7.199,02 – 7.517,76
kal/gr. (Hasmoro, 2007).
b. Kadar Air
Kandungan air yang tinggi menyulitkan penyalaan dan
mengurangi temperatur pembakaran (Sulistio, 2006). Moisture
dalam bahan bakar padat terdapat dalam dua bentuk, yaitu
sebagai air bebas (free water) yang mengisi rongga pori-pori di
dalam bahan bakar dan sebagai air terikat (bound water) yang
terserap di permukaan ruang dalam struktur bahan bakar
(Syamsiro dan Saptoadi, 2007).
Soeparno dalam Yuwono (2009) menyatakan bahwa
kadar air sangat menentukan kualitas arang yang dihasilkan.
Arang dengan kadar rendah akan memiliki nilai kalor tinggi.
Makin tinggi air maka akan makin banyak kalor yang dibutuhkan
untuk mengeluarkan air dari dalam kayu agar menjadi uap
sehingga energi yang tersisa dalam arang akan menjadi lebih
kecil.
Kadar air arang tempurung kelapa setelah pirolisi adalah
sekitar 4,1 – 4,6% (Hasmoro, 2007).
c. Kadar Abu
Abu sebagai bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan
sampai berat yang konstan. Kadar abu ini sebanding dengan
berat kandungan bahan anorganik di dalam kayu. Fengel dan
Wegener dalam Yuwono (2009) mendefinisikan abu sebagai
jumlah sisa setelah bahan organik dibakar, yang komponen
utamanya berupa zat mineral, kalsium, kalium, magnesium dan
silika. Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah
mineral yang tak dapat terbakar dan tertinggal setelah proses
pembakaran atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Abu
berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan
nilai kalor (Earl dalam Yuwono, 2009).
Kadar abu arang tempurung setelah pirolisi pada suhu 300
– 5000C selama 2 jam adalah sekitar 2,13 – 2,58 % (Hasmoro,
2007).
d. Kadar zat mudah menguap (Volatile matter)
Zat mudah menguap dalam biobriket arang adalah
senyawa-senyawa selain air, abu dan karbon. Zat menguap
terdiri dari unsur hidrogen, hidrokarbon CO2-CH4, metana dan
karbon monoksida. Adanya unsur hidrokarbon (alifatik dan
aromatik) akan menyebabkan makin tinggi kadar zat yang
mudah menguap sehingga biobriket arang akan menjadi
mudah terbakar karena senyawa alifatik dan aromatik ini
mudah terbakar. Earl dalam Yuwono (2009) mendefinisikan
kadar zat mudah menguap sebagai keholangan berat (selain
karena hilangnya air) dari arang yang terjadi pada saat proses
pengarangan berlangsung selama 7 menit pada suhu 9000 C
pada tempat tertutup tanpa adanya kontak dengan udara luar.
Selanjutnya disebutkan bahwa penguapan volatile matter ini
terjadi sebelum berlangsungnya oksidasi karbon dan kandungan
utamanya yaitu hidrokarbon serta sedikit nitrogen (Fengel dan
Wagener dalam Yuwono, 2009).
Kadar Zat mudah menguap dari arang tempurung kelapa
setelah dipirolisis sekitar 19,75 – 21,14 % (Hasmoro, 2007).
e. Kadar karbon terikat
Yuwono (2009) mengatakan bahwa kadar karbon terikat
adalah fraksi dalam arang selain fraksi abu, air dan zat mudah
menguap. Kadar karbon terikat merupakan salah satu penentu
baik tidaknya kualitas arang. Kadar karbon terikat yang tinggi
menunjukkan kulitas arang yang baik dan sebaliknya.
Kadar karbon terikat dari arang tempurung setelah pirolisi
pada suhu 300 – 5000C selama 2 jam adalah sekitar 71,68 –
74,03 % (Hasmoro, 2007).
METODE PENELITIAN
Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pembuatan briket bioarang dalam
penelitian ini meliputi:
Tahap persiapan
Bahan baku serabut kelapa dikumpulkan dan dibersihkan,
kemudian di pisahkan antara serbuk (coco-dust) dengan
sabuknya. Lakukan pengayakan agar didapatkan ukuran butiran
coco-dust yang merata. Ukuran serbuk coco-dust yang baik yaitu
tersaring dengan ayakan 20 mesh dan tertahan pada saringan
40 mesh. Coco-dust tersebut dikeringkan dengan dijemur
dibawah sinar matahari selama tiga hari agar kadar airya
berkurang.
Tahap Karbonisasi/Pengarangan
Dalam proses karbonisasi dengan cara pirolisis digunakan satu set alat
pirolisis modifikasi dengan kapasitas 10 kg yang terdiri dari Tabung Pirolisis dan
Tungku Pembakaran. Drum kiln yang terbuat dari drum bekas dengan bahan dasar
plat logam. Adapun spesifikasi drum kiln adalah kapasitas 200 liter dengan tebal 2
mm, tinggi 860 cm dan diameter 540 mm, sedangkan drum retort dengan
spesifikasi kapasitas 60 liter dengan tebal 2 mm, tinggi 530 cm dan diameter 270
mm. Pada penutup drum kiln dilengkapi dengan cerobong tunggal yang berada di
bagian atas tengah dengan bahan dari besi, yang berfungsi sebagai tempat
keluaran asap dengan diameter 76 mm dan tinggi 400 mm. Bahan baku berupa
tempurung kelapa yang sudah dipersiapkan dimasukkan kedalam drum retort dan
dimasukan ke dalam drum kiln, kemudian drum kiln diisi dengan tempurung
kelapa yang akan diproses menjadi arang dan ditutup. Setelah drum kiln siap
dilakukan penyalaan awal melalui pintu tempat penyuluhan api dengan media
bahan bakar sampah dan ranting atau sebahagian tempurung kelapa sebesar 20%
dari bahan baku selama 2 jam. Kemudian di dinginan selama 2 jam kemudian di
angkat. Proses pirolisis dalam penelitian dilakukan di PT.TNI- Bantul
Yoyakarta.Tahap pengahncuran (crussing). Bioarang hasil karbonasi kemudian
hancurkan dengan mesin crusser menjadi serbuk arang dengan ukuran 20 – 40
mesh.
Tahap Pembuatan Briket
Bahan perekat dari tepung tapioca kanji yaitu perekat
sejumlah 10% dari berat total serbuk arang, dicampur dengn air
dengan perbandingan perekat dan air sebesar 1:16 dan
dipanaskan dalam api kecil pada suhu ± 85°C. Pencampuran
coco-dust (A) dengan serbuk arang (B) yang sudah disaring
dilakukan dengan perbandingan : X1=30% A + 70% B, X2 = 40%
A + 60% B, X3 = 50%A+50%B. Setelah perekat di campur
dengan air panas dengan perbandingan 1:16, selanjutnya di
campur dengan bahan briket dan aduk sampai merata (dilakukan
saat perekat masih dalam keadaan panas agar mudah
tercampur).
Tahap Percetakan
Percetakan dilakukan menggunakan alat pencetak biobriket yang
telah dimodifikasi (gambar baru direncanakan) dengan variasi