IMUNISASI DEFINISI Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya. 3 Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak- anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak. 1 Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan memberikan imunoglobulin. Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IMUNISASI
DEFINISI
Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti
kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari
penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.3
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan
terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa imunisasi tidak
cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan
lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak.1
Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan
memberikan imunoglobulin.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan
telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun
memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan
infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan
kekebalan. Tujuannya adalah memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak berbahaya
namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit
yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh
dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk
tersebut.
Vaksinasi mempunyai keuntungan :
Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh
lebih jarang daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit
tersebut secara almiah.
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid
yang diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas
atau toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin
diberikan kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara
aktif terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional,
upaya pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh
kembang anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer adalah semua upaya untuk menghindari terjadinya
sakit atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita
cedera dan cacat. Pencegahan sekunder adalah upaya kesehatan agar tidak terjadi
komplikasi yang tidak diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan gejala sisa,
cacat fisik maupun mental. Pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya
gejala sisa tersebut dengan upaya pemulihan seseorang penderita agar dapat hidup
mandiri tanpa bantuan orang lain.
KEBERHASILAN IMUNISASI
Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik
pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.
Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan
akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa
fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi
campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan
membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang
mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya
kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur
beberapa bulan. Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA
FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI
setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena
itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum ( kurang atau
sama dengan 3 hari setelah bayi lahir ), hendaknya ASI ( kolostrum ) jangan
diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi
neonatus fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus
akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila
imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan
imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat
obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita
penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit
keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya
defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat
menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada
individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis
milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti
makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral
spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi,
imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena
terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar
komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya
respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang.
Faktor genetik pejamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup,
dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah
terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena
itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa
sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung
sifat antigenisitas. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat
menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi
pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul.
Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping
sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas
sistemik saja.
Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons
imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun
yang diharapkan. Sedang dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel
imunokompeten.Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis,
karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi.
Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan mempengaruhi respons
imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat
kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera
dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga
tidak sempat merangsang sel imunkompaten. Bahkan dapat terjadi apa
yang dinamakan reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah
suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal
sehingga terjadi peradangan lokal. Karena itu pemberian ulang ( booster )
sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.
Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons
imun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan
mempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan
mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk memproses antigen
secara efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel
imunokompeten lainnya.
Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik
dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated )
atau bagian ( komponen ) dari mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh
dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan
organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan.
Atenuasi diperoleh dengan memodifikasi kondisi tempat tubuh
mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anerob,
atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin
BCG yang sudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai
mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia
avirulen, misalnya virus cacar sapi.
PERSYARATAN VAKSIN
1. Mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan
memproduksi interleukin.
2. Mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori
3. Mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk
mengatasi variasi respons imun yang ada dalam populasi karena adanya
polimorfisme MHC.
4. Memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular
dendrit jaringan limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat
merangsang sel B sewaktu-waktu menjadi sel plasma yang membentuk
antibodi terus-menerus sehingga kadarnya tetap tinggi.
Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus
hidup.
JENIS VAKSIN
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )
Inactivate ( bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif )
Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau
bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih
memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak ( replikasi) dan
menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit.
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar ( wild ) penyebab penyakit.
Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated ) dilaboratorium, biasanya
dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin campak yang dipakai
sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar campak menjadi virus
vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan penanaman pada jaringan
media pembiakan secara serial dari seorang anak yang menderita penyakit campak
pada tahun 1954.
o Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus
berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien.
o Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau
cahaya ) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh
( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
o Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama
dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak
membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan
dan infeksi dengan virus liar.
o Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi
bentuk patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio
hidup.
o Antibodi dari sumber apapun ( misalnya transplasental, transfusi ) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan
tidak adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan
mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam
tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.
o Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan
dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia
Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ), rubela,
polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ).
Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Vaksin Inactivated
o Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus
dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif
dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).
o Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh
dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan
penyakit ( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat
mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak
dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat
diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.
o Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada
dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu
atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah
dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang
mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami,
respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya
sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap
antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu.
o Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit
masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin
bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling
banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap
komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
perlindungan ( contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT ).
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,
hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza,
pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.
Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.
Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan
haemophilus influenzae tipe b.
Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan
pneumokokus ).
VAKSIN DAN SISTEM KEKEBALAN
Sebelum membahas bagaimana pemberian vaksin dapat memberikan
perlindungan terhadap seseorang, terlebih dahulu perlu diketahui sistem kekebalan
tubuh kita bekerja melawan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, dsb).1
Gambar 11
Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena telah
dilengkapi dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu :1
1. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance)
Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita
tidak ditujukan terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh
bentuk kekebalan non-spesifik :
- Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang
berfungsi untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas
bagian bawah.
- Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin -
berperan sebagai antibakteri
- Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan
memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut.
- Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan non-
spesifik yang diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag)
akan menangkap, mencerna, dan membunuh mikroorganisme tersebut.
2. Kekebalan Spesifik (Spesific Resistance)
Sistem kekebalan spesifik dimainkan oleh dua komponen utama, yaitu sel T
dan sel B. Sistem kekebalan spesifik tidak mengenali seluruh struktur utuh
mikroorganisme, melainkan sebagai prrotein saja yang akan merangsang
sistem kekebalan. Bagian dari struktur protein mikroorganisme yang dapat
merangsang sistem kekebalan spesifik ini disebut antigen. Adanya antigen
akan merangsang diaktifkannya sel T atau sistem kekebalan selular.
Selanjutnya sel T ini akan memacu sel B atau sel humoral untuk mengubah
bentuk dan fungsi menjadi sel plasma yang selanjutnya akan memproduksi
antibodi. Kelebihan dari sistem kekebalan spesifik adalah dilengkapi dengan
sel memori. Semakin sering tubuh kita kontak dengan antigen dari luar, maka
semakin tinggi pula peningkatan kadar antibodi tubuh karena sel-sel memori
telah mengenali antigen tersebut.
Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang
merupakan bagian dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini
selanjutnya akan ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi
antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan, maka kekebalan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :1,3
1. Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar, yang berarti bahwa tubuh mendapat
bantuan dari luar antibodi yang sudah jadi. Sifat kekebalan pasif tidak
berlangsung lama, umumnya tidak kurang dari 6 bulan. Misalnya bayi yang
secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya.
2. Kekebalan aktif
Yang umum disebut imunisasi diperoleh melalui pemberian vaksinasi dan
berlangsung bertahun tahun, karena tubuh memiliki sel memori terhadap
antigen tertentu.
Dalam rangka memacu sistem kekebalan spesifik tubuh, maka vaksin dapat
dibuat dari2 :
Live attenuated (vaksin hidup yang dilemahkan)
Inactivated (bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif)
Vaksin rekombinan
Virus – like particle vaccine.
Vaksin hidup attenuated atau Live attenuated diproduksi dilaboratorium
dengan cara memodifikasi virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin
mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh
menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak
menyebabkan penyakit. Supaya dapat menimbulkan respon imun, vaksin
hidup attenuated harus berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam
tubuh resipien. Suatu dosis kecil virus atau bakteri yang diberikan, yang
kemudian mengadakan replikasi di dalam tubuh dan meningkat jumlahnya
sampai cukup besar untuk memberi rangsangan suatu respons imun. Vaksin
hidup attenuated yang tersedia berasal dari virus hidup yaitu vaksin campak,
dan yang berasal dari bakteri yaitu vaksin BCG dan demam tifoid.
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakan bakteri atau virus
dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated dengan
penambahan bahan kimia (biasanya formalin). Untuk vaksin fraksional,
organisme tersebut dibuat murni dan hanya komponen-komponennya yang
dimaksukkan dalam vaksin (misalnya kapsul polisakarida dari kuman
pneumokokus). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka
seluruh dosis antigen dimasukan dalam suntikan. Vaksin ini tidak
menyebabkan penyakit dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk
patogenik. Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari seluruh sel
virus yang inactivated contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A. Kemudian
dari seluruh bakteri yang inactivated contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.
Juga dari toksoid misalnya difteria, tetanus dapat juga dari polisakarida murni
misalnya pneumokokus, meningokokus dan haemophilus influenza tipe B.
Vaksin rekombinan. Macam vaksin demikian diperoleh melalui proses
rekayasa genetik, misalnya vaksin hepatitis B, vaksin tifoid, dan rotavirus.
Vaksin hepatitis B dihasilkan dengan cara memasukkan suatu segmen gen
vius hepatitis B ke dalam sel ragi. Sela ragi yang telah diubah ini kemudian
menghasilkan antigen permukaan hepatitis B murni.
Virus – like particle vaccine atau vaksin yang dibuat dari partikel yang mirip
dengan virus, contohnya adala vaksin human papillomavirus (HPV) tipe 16
untuk mencegah kanker leher rahim. Atigen diperoleh melalui protein virus
HPV yang diolah sedimikian rupa sehingga menghasilkan struktur mirip
dengan seluruh struktur HPV (atau dikenal sebagai pseudo – particles of HPV
tipe 16).
PEMBERIAN IMUNISASI
Tata cara pemberian imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai
berikut :
Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila
tidak divaksinasi.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila
terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan diberikan
dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab
dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.
Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan
pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal ( catch up
vaccination ) bila diperlukan.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai
pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan
posisi bayi/anak penerima vaksin.
Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :
Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau
pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang
biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan
klinis.
Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas
Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan
vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Penyimpanan
Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus
didinginkan pada temperatur 2-8°C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin ( DPT,
Hib, hepatitis B, dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke
arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi
pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam
batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling
tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang
lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12
bulan adalah :
Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila
disuntikkan di daerah gluteal
Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat
suntikan yang menahun.
Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
CARA PENYUNTIKAN VAKSIN
Subkutan
Perhatian
Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR,
varisela, meningitis
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarumBayi (lahir s/d12 bulan)
Paha anterolateral
Jarum 5/8’’-3/4Spuit no 23-25
Arah jarum 45o
Terhadap kulit1-3 tahun paha
anterolateral/Lateral
Jarum 5/8’’-3/4Spuit no 23-25
Cubit tebal untuk suntikan subkutan
lengan atasAnak > 3 tahun Lateral
lengan atasJarum 5/8’’-3/4Spuit no 23-25
Aspirasi spuit sebelum disuntikanUntuk suntikan multipel diberikan pada ekstremitas berbeda
CARA PENYUNTIKAN VAKSIN
Intramuskular
Perhatian:
Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarumBayi (lahir s/d 12 bulan
Otot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral
Jarum 7/8’’-1’’ Spuit n0 22-25
1. Pakai jarum yang cukup panjang untuk mencpai otot
1-3 tahun Otot vastus lateralis pada paha daerah anterolateral sampai masa otot deltoid cukup besar (pada umumnya umur 3 tahun
Jarum 5/8’’-1 ¼’’ (5/8 untuk suntikan di deltoid umur 12-15 bulanSpuit no 22-25
2. Suntik dengan arah jarum 80-90o.
lakukan dengan cepat1. Tekan kulit sekitar tepat suntikan dengan ibu jari dan telunjuk saat jarum ditusukan
Anak > 3 tahun Otot deltoid, di bawah akromion
Jarum 1’’-1 ¼’’Spuit no 22-25
2. Aspirasi spuit sblm vaksin disuntikan, untuk meyakinkan tidak masuk ke dalam vena.Apabilaterdapat darah, buang dang ulangi dengan suntik yang baru.3. Untuk suntikan multipel diberikan pada bagian sekstremitas berbeda
Keadaan Bayi atau Anak sebelum Imunisasi
Orangtua atau pengantar bayi/anak dianjurkan mengingat dan
memberitahukan secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang
berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi
tersebut di bawah ini :
Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat
( memerlukan pengobatan khusus atau perlu perawatan di rumah sakit ).
Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin ( misalnya
neomisin ).
Sedang mendapat pengobatan Steroid jangka panjang, radioterapi, atau
kemoterapi.
Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun
( leukimia, kanker, HIV/AIDS ).
Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan
imunitas ( radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid ).
Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup
( vaksin campak, poliomielitis, rubela ).
Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah.
Menderita penyakit susunan syaraf pusat
Pencatatan Imunisasi dan Kartu Imunisasi
Setiap bayi/anak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi seperti
kartu imunisasi yang dipegang oleh orangtua atau pengasuhnya. Setiap dokter
atau tenaga paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data-
data yang relevan pada kartu imunisasi tersebut. Orangtua/pengasuh yang
membawa anak ke tenaga medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan
senantiasa membawa kartu imunisasi tersebut.
Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi adalah sebagai berikut :
o Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang
o Tanggal melakukan vaksinasi
o Efek samping bila ada
o Tanggal vaksinasi berikutnya
o Nama tenaga medis/paramedis yang memberikan vaksin
KIPI ( KEJADIAN IKUTAN PASCA-IMUNISASI )1
Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi pasien si
penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan
pemberian vaksinasi, reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse following immunization
(AEFI). Dengan semakin canggihnya teknologi pembuatan vaksin dan semakin
meningkatnya teknik pemberian vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat
diminimalisasi. Meskipun risikonya sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja
terjadi. Oleh karena itu, petugas imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban
untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi
orang yang hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan
mengetahui apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi.
Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek