Top Banner
SKENARIO 3: Tonsilitis Kronik DD : Tonsilitis, Pharyngitis, Hipertrofi Adenoid, Laryngitis PENDAHULUAN Skenario Seorang anak laki-laki berumur 8 tahun mengeluh badan panas, nyeri menelan dan disertai pembesaran kelenjar leher. Keluhan tersebut kumat-kumatan dan diderita sejak umur 3 tahun. Penderita sudah berobat ke puskesmas setempat beberapa kali, tapi belum ada perbaikan dan diantara 2 periode terakhir masih terasa sakit waktu menelan, pembesaran kelenjar leher tidak menghilang, bahkan disertai suara serak. Pada pemeriksaan: Hidung : mukosa edem, hiperemi, beringus Telinga : membrana timpani retraksi Pharynx : pembesaran tonsil T2-T2 fibrosis, cripte melebar terdapat detritus, adenoid tampak menonjol, hiperemi, plika tonsilaris anterior hiperemeis, mukosa faring hiperemis Larynx : plika vokalis oedem dan hiperemis Leher : terdapat pembesaran kelenkar limfe leher, nyeri tekan. Pemeriksaan ASTO= +, lekositosis, LED meningkat Pemeriksaan rontgen nasofaring terlihat adenoid membesar Rumusan Masalah 1. Bagaimana patofisiologi dari keluhan pasien? 2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari pasien dalam kasus? 3. Apa saja diagnosis banding dari keluhan pasien dalam kasus? 4. Bagaimanakah penatalaksanaan dari pasien dalam kasus? Hipotesis Pasien mengalami tonsillitis kronik. TINJAUAN PUSTAKA Pemeriksaan ASTO Penetapan ASTO umumnya hanya memberi petunjuk bahwa telah terjadi infeksi oleh Streptokokus. Streptolisin O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya berdasarkan sifat ini (Soetarto & Latu, 1981). Sistem Aliran Limfe Leher
27

bahan adenotonsilitis

Feb 01, 2016

Download

Documents

Ramya Harlistya

ADENOTONSILITIS, ATK
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: bahan adenotonsilitis

SKENARIO 3: Tonsilitis KronikDD : Tonsilitis, Pharyngitis, Hipertrofi Adenoid, LaryngitisPENDAHULUANSkenario

Seorang anak laki-laki berumur 8 tahun mengeluh badan panas, nyeri menelan dan disertai pembesaran kelenjar leher. Keluhan tersebut kumat-kumatan dan diderita sejak umur 3 tahun. Penderita sudah berobat ke puskesmas setempat beberapa kali, tapi belum ada perbaikan dan diantara 2 periode terakhir masih terasa sakit waktu menelan, pembesaran kelenjar leher tidak menghilang, bahkan disertai suara serak. Pada pemeriksaan: Hidung : mukosa edem, hiperemi, beringus

Telinga : membrana timpani retraksi

Pharynx : pembesaran tonsil T2-T2 fibrosis, cripte melebar terdapat detritus, adenoid tampak menonjol, hiperemi, plika tonsilaris anterior hiperemeis, mukosa faring hiperemis

Larynx : plika vokalis oedem dan hiperemis

Leher : terdapat pembesaran kelenkar limfe leher, nyeri tekan.

Pemeriksaan ASTO= +, lekositosis, LED meningkat

Pemeriksaan rontgen nasofaring terlihat adenoid membesar

Rumusan Masalah1. Bagaimana patofisiologi dari keluhan pasien?

2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari pasien dalam kasus?

3. Apa saja diagnosis banding dari keluhan pasien dalam kasus?

4. Bagaimanakah penatalaksanaan dari pasien dalam kasus?

HipotesisPasien mengalami tonsillitis kronik.

TINJAUAN PUSTAKAPemeriksaan ASTO

Penetapan ASTO umumnya hanya memberi petunjuk bahwa telah terjadi infeksi oleh Streptokokus. Streptolisin O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya berdasarkan sifat ini (Soetarto & Latu, 1981).Sistem Aliran Limfe Leher            Kelenjar limfa jugularis interna superior menerima aliran limfa yang berasal dari daerah palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis, dan supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superficial, dan kelenjar limfa submandibula (Roezin, 2007).

Page 2: bahan adenotonsilitis

Kelenjar limfa subamndibula, terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan didalam kelenjar liurnya sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar liur submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum molle, dan 2/3 depan lidah. Pembuluh limfe mengalirkan limfa ke kelenjar jugularis interna superior (Roezin, 2007).

Tonsilitis            Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang termasuk dalam cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual, tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Tonsilitis AkutProses patologis tonsillitis akut (Adams, 1997):

1. Peradangan biasa daerah tonsila saja.

2. Pembentukan eksudat.

3. Selulitis tonsilla dan daerah sekitarnya.

4. Pembentukan abses peritonsilar.

5. Nekrosis jaringan.

Tonsillitis Viral          Gejalanya lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein-Barr (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Tonsilitis BakterialEtiologi          Kuman grup A Streptococcus β haemolitikus yang dikenal sebagai strept throat, pneumokokus, Streptokokus viridian, dan Streptococcus pyogenes (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Patofisiologi           Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit PMN sehingga terbentuk detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri mati, dan epitel yang terlepas. Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis. Bila bercak menjadi satu membentuk alur akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus juga dapat melebar membentuk pseudomembran yang menutup tonsil (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Gejala dan Tanda            Masa inkubasi 2-4 hari. Sering ditemukan nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan, demam tinggi, rasa lesu, nyeri sendi, tidak nafsu makan dan otalgia. Otalgia terjadi karena nyeri alih melalui N. IX. Tonsil tampak membengkak, hiperemis dan

Page 3: bahan adenotonsilitis

terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh pseudomembran. Kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Terapi            Antibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Komplikasi             Pada anak sering menimbulkan otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronchitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, arthritis serta septikemia akibat infeksi v. jugularis interna (sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil mengakibatkan pasien bernapas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena sleep apnea (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Tonsilitis KronikPatologi              Proses radang berulang menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga diganti dengan jaringan parut yang mengalami pengerutan sehingga kripti melebar, yang kemudian diisi dengan detritus. Proses ini berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan melekat dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembengkakan kelenjar submandibula (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Gejala dan Tanda              Tonsil membesar, permukaan tidak rata, kriptus melebar, diisi oleh detritus. Rasa tenggorok mengganjal, kering, napas berbau (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Terapi               Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang hampir absolut adalah berikut ini (Adams, 1997):

1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronik.

2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.

3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta.

4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).

5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

Non-indikasi dan kontraindikasi untuk tonsilektomi adalah dibawah ini (Adams, 1997):1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang.

2. Infeksi sistemik atau kronis.

3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.

4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi.

Page 4: bahan adenotonsilitis

5. Rhinitis alergika.

6. Asma

7. Diskrasia darah

8. Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh.

9. Tonus otot yang lemah.

10. Sinusitis

Komplikasi          Komplikasi pada daerah sekitar berupa rinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh secara hematogen atau limfogen berupa endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Hipertrofi Adenoid            Secara fisiologis adenoid membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering infeksi saluran napas atas maka terjadi hipertrofi adenoid, sehingga timbul sumbatan koana dan tuba Eustachius (Rusmardjono & Soepardi, 2007).            Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi a) fasies adenoid, b) faringitis dan bronkitis, c) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik.  Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik.  Selain itu hipertrofi adenoid dapat menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental, dan pertumbuhan fisik berkurang (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Diagnosis             Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat tertahannya gerakan velum palatum molle saat fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior, pemeriksaan digital untuk meraba adenoid dan pemeriksaan radiologik dengan membuat foto lateral kepala (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Terapi

 Bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adenotom (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Indikasi adenoidektomi berdasarkan satu atau lebih keadaan dibawah ini (Adams, 1997):

1. Obstruksi jalan napas bagian atas kronis dengan akibat gangguan tidur, kor pulmonale, atau sindrom apnea waktu tidur.

2. Nasofaringitis purulen kronis walaupun penatalaksanaan medik adekuat.

3. Adenoiditis kronis atau hipertrofi adenoid berhubungan dengan produksi dan persistensi cairan telinga tengah (otitis media serosa atau otitis media mukosa).

Page 5: bahan adenotonsilitis

4. Otitis media supuratif akut recuren yang tidak mempunyai respons terhadap penatalaksanaan medic dengan antibiotik profilaksis.

5. Kasus-kasus otitis media supuratif kronis tertentu pada anak-anak dengan hipertrofi adenoid penyerta.

6. Curiga keganasan nasofaring (hanya biopsi).

Komplikasi Adenoidektomi          Perdarahan, kerusakan dinding belakang faring jika terlalu belakang, kerusakan torus tubarius jika terlalu lateral, dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif (Rusmardjono & Soepardi, 2007).PharyngitisFaringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakeri, alergi, trauma, toksin, dan lain-lain (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Faringitis AkutFaringitis ViralGejala dan Tanda           Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, coxzachievirus dan cytomegalovirus tidak menimbulkan eksudat. Coxzachievirus dapat menimbulkan lesi vasikular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak selain faringitis. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis disertai eksudat yang banyak, pembesaran kelenjar limfe, terutama retroservikal dan hepatosplenomegali (Rusmardjono & Soepardi, 2007).            Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam, faring tampak hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher, dan pasien tampak lemah (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Terapi            Istirahat dan minum yang cukup, kumur dengan air hangat, analgetika jika perludan tablet isap. Dapat diberi juga antivirus metisoprinol (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Faringitis Bakterial            Infeksi grup A Streptococcus β hemolitikus penyebab faringitis akut pada dewasa (15%) dan anak (30%) (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Gejala dan Tanda            Nyeri kepala hebat, muntah kadang demam tinggi, jarang disertai batuk. Tonsil tampak membesar, faring dan tonsil hiperemis terdapat eksudat. Kemudian timbul petechiae pada palatum dan dasar faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Terapi            Antibiotik penicillin, amoksisilin, atau eritromisin. Kortikosteroid dexamethason, analgetika, dan kumur dengan air hangat atau antiseptic (Rusmardjono & Soepardi, 2007).Laryngitis

Page 6: bahan adenotonsilitis

Laringitis AkutRadang akut laring umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis, yang

disebabkan oleh bakteri (menyebabkan peradangan lokal) atau virus (menyebabkan peradangan sistemik) (Hermani et.al, 2007).Gejala dan Tanda             Terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, serta gejala lokal seperti suara parau sampai afoni, nyeri menelan atau bicara, serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan kemudian disertai dengan dahak kental (Hermani et.al, 2007).             Pada pemeriksaan mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama diatas dan dibawah pita suara. Biasanya juga terdapat tanda radang akut di hidung atau sinus paranasal atau paru (Hermani et.al, 2007).Terapi             Istirahat bicara dan bersuara 2-3 hari. Menghindari udara lembab dan iritasi pada faring dan laring. Antibiotik diberikan bila peradangan berasal dari paru. Bila terdapat sumbatan laring dilakukan pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi (Hermani et.al, 2007).Laringitis Kronis             Sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronkitis kronis, atau oleh penyalahgunaan suara seperti berteriak atau berbicara keras (Hermani et.al, 2007).Gejala dan Tanda            Seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal, permukaannya tidak rata dan hiperemis, dan  terkadang terdapat metaplasi skuamosa. Terdapat gejala suara parau menetap, rasa tersangkut di tenggorok, sehingga pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret karena mukosa yang menebal (Hermani et.al, 2007).Terapi             Mengobati peradangan di hidung, faring, serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab laringitis kronis itu. Pasien diminta untuk tidak banyak berbicara (vocal rest) (Hermani et.al, 2007).

PEMBAHASANSecara fisiologis, adenoid akan membesar pada usia 3 tahun dan kemudian

akan mengecil dan hilang sendiri pada usia 14 tahun. Anak yang berusia 8 tahun, menjadi predisposisi kejadian hipertrofi adenoid (tonsilla pharyngea). Pada mulanya anak tersebut mengalami infeksi saluran nafas atas (ISPA) disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti virus, bakteri, dan alergi. Kemudian sitokin proinflamasi yang dirilis oleh tubuh mengakibatkan terjadinya badan panas, nyeri menelan disebabkan oleh edema mukosa tonsilla palatina dan pharynx, dan pembesaran kelenjar leher terjadi akibat penjalaran infeksi melalui jalur limfogen ke kelenjar limfe terdekat.

Keluhan tersebut kumat-kumatan dan diderita sejak umur 3 th, berarti radang tonsil dan pharynx tersebut termasuk proses radang kronis. Penderita sudah

Page 7: bahan adenotonsilitis

berobat ke puskesmas setempat beberapa kali, tapi belum ada perbaikan mungkin dikarenakan ISPA yang berulang sehingga inflamasi pada tonsil dan pharynx juga kembali terjadi secara berulang. Suara serak yang kemudian muncul menandakan bahwa plica vocalisyang hiperemis dan edema terjadi sebagai akibat penjalaran proses inflamasi yang telah sampai pada larynx.

Mukosa edem, hiperemi, beringus pada hidung merupakan tanda inflamasi pada hidung yang terjadi akibat ISPA berulang. Membrana timpani retraksi pada telingaterjadi akibat tekanan negative pada cavum tympani sebagai konsekuensi dari obstruksi tuba akibat pembesaran adenoid yang menutup OPTAE di nasopharynx.

Pembesaran tonsil T2-T2 fibrosis menandakan tonsillitis yang berulang sehingga dalam proses penyembuhan jaringan berubah menjadi jaringan parut. Tonsilla palatine yang terdapat banyak cripte menyebabkan sisa makanan mudah tersangkut sehingga menjadi predisposisi terjadinya infeksi. Cripte melebar terdapat detritus menjadi penanda sisa-sisa infeksi. Adenoid tampak menonjol merupakan akibat dari hipertrofi adenoid yang kemudian menutup OPTAE, selain itu terdapat kemungkinan inflamasi akibat penjalaran infeksi yang ditandai oleh hiperemi adenoid. Mukosa faring hiperemismerupakan tanda terjadinya penjalaran infeksi dan inflamasi ke pharynx.

Pemeriksaan ASTO= +, menunjukkan bahwa infeksi terjadi akibat bakteri Streptococcus beta haemolyticus yang sering menyebabkan tonsillitis. Lekositosis, LED meningkat menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium yang merujuk kepada proses infeksi. Adanya infeksi meningkatkan system pertahanan tubuh, sehingga terjadi peningkatan leukosit, sehingga kemudian juga meningkatkan jumlah komponen sel darah dalam plasma, sehingga darah lebih cepat mengendap. Dugaan terjadinya hipertrofi adenoid juga semakin kuat karena pada pemeriksaan rontgen nasofaring terlihat adenoid membesar.Penatalaksanaan pasien dalam kasus dapat berupa terapi kausatif, simtomatik, dan suportif atau rehabilitatif. Terapi kausatif dapat berupa antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab dan tonsilektomi. Terapi simtomatik berupa analgesik dan antipiretik, serta terapi suportif berupa obat kumur untuk menjaga kebersihan oral.DAFTAR PUSTAKA

Adams, George L. 1997. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam Adams, George L. Boies, Lawrence R. Higler, Peter A. Boies: Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta: EGC.

Hermani, Bambang. Abdurrachman, Hartono. Cahyono, Arie. 2007. Kelainan Laring dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan  Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Roezin, Averdi. 2007. Sistem Aliran Limfa Leher dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan  Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Page 8: bahan adenotonsilitis

Rusmarjono. Soepardi, Efiaty A. 2007. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan  Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Soetarto. Latu, Jean. 1981. Pemeriksaan Laboratorium pada Beberapa Jenis Penyakit Sendi Menahun dalam Cermin Dunia Kedokteran No.23, Akses dihttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05PemeriksaanLaboratorium023.pdf/05PemeriksaanLaboratorium023.html

ANATOMI TONSILTonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan

ditunjang oleh j aringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual.

Tonsila FaringealAdenoid atau bursa faringeal/faringeal tonsil merupakan

massa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen dengan selah atau kantung diantaranya.Adenoid bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di perifer, yang duktus eferennya menuju kelenjar limfe leher yang terdekat. Dilapisi epitel selapis semu bersilia yang merupakan kelanjutan epitel pernafasan dari dalam hidung dan mukosa sekitar nasofaring.  Adenoid mendapat suplai darah dari A. Karotis Interna dan sebagian kecil cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke dalam Vena Jugularis Interna. Aliran limfe melalui kelenjar interfaringeal yang kemudian masuk ke dalam kelenjar Jugularis.  Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal, cabang N IX serta N. Vagus.

Page 9: bahan adenotonsilitis

Tonsila LingualisTonsila Lingualis merupakan kumpulan jaringan limfoid yang

tidak berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina, dan meluas ke arah anteroposterior dari papila sirkumvalata ke epiglotis.  Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus. Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari A. Karotis Eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke Vena Jugularis Interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.

Tonsila PalatinaTonsila palatine yang lebih dikenal sebagai tonsil dalam

pengertian sehari-hari terletak dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan berat sekitar 1,5 gram. Fossa tonsilaris, di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus palatina anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk palatum molle.            Permukaan lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi m.Konstriktor Faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil , membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.

Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan muara kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang paling besar terletak di pole atas, sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, dan juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.            Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut  plika triangularis dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang membesar. Plika ini penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.            Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut ‘glandula salivaris mukosa dari Weber,

Page 10: bahan adenotonsilitis

yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak, antara tonsil dangan fossa tonsilaris mudah dipisahkan.            Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial yang secara klinik sering menjadi tempat penyebaran infeksi dari tonsil, yaitu :

§  Ruang peritonsil (ruang supratonsil)Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :

o   Anterior                             : M. Palatoglossuso   Lateral dan Posterior         : M. Palatofaringeuso   Dasar segitiga                    : Pole atas tonsil

Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivari Weber, yang bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonial.

§  Ruang retromolarTerdapat tepat di belakang gigi molar tiga berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m. Buccinator, sementara pada bagian posteromedialnya terdapat m. Pterigoideus Internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus m.temporalis. bila terjadi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsilar.

§  Ruang parafaring (ruang faringomaksilar ; ruang pterigomandibula)Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila terjadi abses berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini adalah :

o   Superior     : basis cranii dekat foramen jugulareo   Inferior      : os hyoido   Medial       : m. Konstriktor faringeus superior

o   Lateral       : ramus asendens mandibula, tempat m.Pterigoideus Interna dan        

   bagian posterior kelenjar parotiso   Posterior    : otot-otot prevertebra.

Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosessus styloideus dan otot-otot yang melekat pada prosessus styloideus tersebut.

o   Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radang tonsil, mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.

o   Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. Karotis Interna, V. Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.

Page 11: bahan adenotonsilitis

Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :o   A.Palatina Asendens, cabang  A. Fasialis memperdarahi bagian

postero inferioro   A.Tonsilaris, cabang A.Fasialis memperdarahi daerah antero

inferioro   A.Lingualis Dorsalis, cabang A.Maksilaris Interna memperdarahi

daerah antero mediao   A.Faringeal Asendens, cabang A.Karotis Eksterna memperdarahi

daerah postero superioro   A.Palatina Desendens dan cabangnya, A.Palatina Mayor dan Minor

memperdarahi daerah antero superior.Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke

V. Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis Interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding faring.

            Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m. Konstriktor Faringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.

Inervasi tonsil terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N V) dan N. Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui “Jacobson’s Nerve”. 

2. FISIOLOGI TONSIL            Tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen.

Page 12: bahan adenotonsilitis

            Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun.Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi.Terdapat dua mekanisme pertahanan , yaitu spesifik dan non spesifik.

Mekanisme Pertahanan Non-SpesifikMekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil

dan kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit.            Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara memasukkannya dalam suatu kantong yang disebut fagosom. Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan bakteri. Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan membentuk H2O2, yang bersifat bakterisidal.  H2O2 yang terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan proses oksidasi.            Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan menghancurkan bakteri dengan proses digestif.

Mekanisme Pertahanan SpesifikMerupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam

pertahanan tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat memproduksi Ig-A yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan Ig-E yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit,

Page 13: bahan adenotonsilitis

dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin.            Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan Ig-E, sehingga permukaan sel membrannya akan terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini menyebabkan keluarnya histamin, sehingga timbul reaksi hipersensitifitas tipe I, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema.            Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa Ig-E dihasilkan dari plasma sel, terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.            Mekanisme kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke dalam proses immunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus, Ig-A mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu Ig-A merupakan barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.

3. TONSILITISTonsilitis adalah  peradangan umum dan pembengkakan dari

jaringan  tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta.

3.1. Tonsilitis Akut                           3.1.1. Etiologi            Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh Grup A Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus, stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau streptokokus viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-kasus berat.3.1.2.  Patofisiologi            Infeksi bakteri pada lapisan  epitel jaringan  tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.  Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis  dapat menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai berikut:

1. Peradangan biasa pada area tonsil saja

2. Pembentukan eksudat

3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya

4. Pembentukan abses peritonsilar

5. Nekrosis jaringan

Page 14: bahan adenotonsilitis

            Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk

membrane semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.

3.1.3.  Gejala dan Tanda            Gejala dan  tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut.  Biasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan.  Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. 

3.1.4.  PengelolaanPada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam

sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan.  Analgetik oral efektif untuk mengurangi nyeri.  Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin.  Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. Jika  hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus terapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti nefritis dan jantung rematik.

Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak mengenai lebih dari tonsila palatina.  Akan tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan berkumur yang dilakukan secara rutin menambah rasa nyaman pada penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit. 3.2. Tonsilitis Kronis

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.  Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis

Page 15: bahan adenotonsilitis

akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kumanGrup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.

3.2.1  Gambaran KlinisGejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri

tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut , demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n. Glossopharingeus (n.IX).

Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya bergantung pada inspeksi.  Pada umumnya terdapat dua gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu:

1. Tonsilitis kronis hipertrofikans,

yaitu ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan jaringan parut.  Kripta mengalami stenosis,  dapat disertai dengan eksudat, seringnya purulen keluar dari kripta tersebut.

2. Tonsilitis kronis atrofikans,

Yaitu ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis dan pada kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.

Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan Streptococcus beta hemolitikus.

 3.2.2.  Pengelolaan            Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).

3.2.3.  Komplikasi            Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis

Page 16: bahan adenotonsilitis

media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

3.3. TONSILITIS MEMBRANOSA3.3.1.  Tonsilofaringitis Difterika

Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalahCorynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung faring dan laring.

Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal, dan gejala akibat eksotoksin.

Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu (pseudomembran).  Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan bronkus yang dat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeesters hals. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan  kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis samapi decompensasio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.

Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan  bawah membrane semu dan didapatkan kumanCorynebacterium diphteriae.  Meskipun dengan perawatan semua gejala klinis telah hilang, tetapi kuman difteri masih dapat tinggal dalam tonsil (dan faring) bahkan kadang-kadang didapat karier difteri yang tidak pernah mengalami gejala penyakitnya.  Pada karier yang ditemukan sebaiknya diterapi secepatnya, disusul tindakan tonsilektomi maupun adenoidektomi.

Page 17: bahan adenotonsilitis

3.3.2.  Tonsilitis Septik

            Penyebab dari tonsillitis septik adalah streptokokus

hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dpat timbul

epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan

cara pasturisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang

ditemukan.3.3.3.      Vincent’s Angina

Disebabkan oleh basilus fusiforme, penyakit ini sering terjadi pada orang-orang dengan higine mulut yang buruk.  Pada tonsil terbentuk bercak-bercak pseudomembran nekrotik yang berwarna putih keabuan dikelilingi areola yang hiperemis dapat menutup salah satu tonsil ataupun keduanya.  Lesi dapat menyebar ke palatum molle, faring dan rongga mulut.  Lesi yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang terdapat pada membran mukosa yang menyebabkan nekrosis membran mukosa tersebut.  Dapat juga terbentuk pseudomembran pada laring dan trakehea yang bila dilepas akan bedarah.  Infeksi dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening submaksilar atau servikalis.

3.3.4.      Penyakit Kelainan Darah

            Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina

agranulositosis dan infeksi mononucleosis timbul di faring atau

tonsil yang tertutup membran semu. Kadang-kadang terdapat

perdarahan selaput lendir mulut dan faring serta pembesaran

kelenjar submandibula.

Leukemia akut

Gejala pertama berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut,

gusi dan dibawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan.

Tonsil membengkak di tepi membran semu tetapi tidak hiperemis dan

rasa nyeri hebat di tenggorok.

Angina Agranulositosis

Penyebabnya ialah akibat keracunan obat dari golongan amidopirin,

sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut

dan faring serta disekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini

juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna.

Page 18: bahan adenotonsilitis

Infeksi Mononukleosis

Pada penyakit ini terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa

bilateral. Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa

timbul perdarahan.  Terdapat pebesaran kelenjar limfa leher,

ketiak dan region inguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat

leukosit, mononucleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain

adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel

darah merah domba ( reaksi Paul Bunner).

4. TONSILEKTOMITonsila yang sehat dapat membantu proses imunitas tubuh.

Akan tetapi, pada tonsila yang patologis akan berkurang fungsinya dalam proses imunitas. Tonsila yang patologis berkaitan dengan berkurangnya transpor antigen, produksi antibody, serta infeksi kronis bakterial.

Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta curiga adanya keganasan.Indikasi tonsilektomi secara umum:

1.      Sumbatan·         hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas·         sleep apnea·         gangguan menalan·         gangguan bicara2.      Infeksi

·         infeksi telinga tengah berulang·         rhinitis dan sinusitis yang kronis·         peritonsiler abses·         abses kelenjar limfe leher berulang·         tonsilitis kronis dengan nafas bau·         tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain·         tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok

berulang3. Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas

Page 19: bahan adenotonsilitis

The American Academy of Otolaryngology–Head and Neck Surgery (AAO-HNS) menjabarkan indikasi-indikasi klinis untuk prosedur tonsilektomi sebagai berikut : Indikasi Absolut

1.      Pembesaran  tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas, disfagia berat, gangguan tidur, atau komplikasi kardiopulmonal.

2.      Abses peritonsilar yang tidak responsif terhadap medikamentosa dan prosedur drainase, kecuali prosedur dilakukan saat fase akut.

3.      Tonslitis yang menyebabkan kejang demam.4.      Tonsil yang harus dibiopsi untuk melihat patologi

jaringannya.

Indikasi Relatif

1.      3 atau lebih episode infeksi dalam 1 tahun walaupun dengan terapi yang adekuat.

2.      Nafas berbau atau rasa tidak enak pada mulut yang persisten akibat tonsilitis kronis yang tidak responsif terhadap terapi.

3.      Tonsilitis kronis atau rekuren pada karier streptococus yang tidak responsif terhadap terapi.

4.      Hipertrofi tonsil unilateral yang memiliki kemungkinan keganasan.

§  Kontraindikasi Tonsilektomi1.      Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang2.      Infeksi sistemik atau kronis3.      Demam yang tidak diketahui penyebabnya4.      Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi5.      Rhinitis alergika6.      Asma7.      Diskrasia darah8.      Ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh9.      Tonus otot yang lemah10.  Sinusititis

DAFTAR PUSTAKA1.      MOORE2.      BUKU UI3.      BOEIS

Page 20: bahan adenotonsilitis

Adenotonsilitis

Adenotonsilitis. Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapidengan antibiotik. Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus ß hemoliticus

grupA, Gejala adenotonsilitis kronis adalah sering sakit menelan, hidung tersumbat sehingga nafas lewat mulut, tidur sering mendengkur karena nafas lewat mulut sedangkan otot-otot relaksasi sehingga udara menggetarkan dinding saluran nafas dan uvula, sleep apnea symptoms, dan maloklusi.Diagnosa Adenotonsilitis ditegakkan berdasarkan : tanda dan gejala klinik, Pemeriksaan Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan palatum mole pada waktu fonasi, Pemeriksaan Rinoskopi Posterior, Pemeriksaan palatal phenomen, X-foto Soft Tissue Nasofaring, Pemeriksaan ASTO.

Pasien datang dengan keluhan utama tenggorokan terasa seperti mengganjal saat menelan ± seminggu ini. Batuk (+) pilek (+) demam (-) badan lemah lesu (+) sering mengantuk (+) mengorok saat tidur (+). Pemeriksaan fisik juga menunjukkan pada tenggorokan ditemukan ukuran tonsil T3-T3, permukaan tidak rata, kripta tidak melebar,  pilar anterior-posterior hiperemis, detritus (-), post nasal drip (-), faring hiperemis (+).

Berdasarkan tanda dan gejala dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, maka diagnosis sementara mengarah kepada adenotonsilitis kronik. Tindakan terapi yang diberikan untuk kasus ini berupa medikamentosa dan rencana tindakan operatif yakni adenotonsilektomi.

KESIMPULAN

Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan adenoid. Penyebab yang tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus ß hemoliticus grupA. Pasien datang dengan keluhan utama tenggorokan terasa seperti mengganjal saat menelan seminggu ini dan ukuran tonsil T3-T3. Tindakan terapi Adenotonsilitis yang diberikan berupa medikamentosa dan rencana tindakan operatif yakni adenotonsilektomi.

Adenotonsilitis kronis eksaserbasi akut adalah radang kronik pada adenoid dan tonsila palatina yang sedang mengalami serangan akut. Diawali karena adanya proses peradangan kronis pada tonsila palatina yang terus berjalan hingga mengurangi fungsinya sebagai jaringan limfoid.

Page 21: bahan adenotonsilitis

Pada kasus ini penegakan diagnosis adenotonsilitis kronis eksaserbasi akut berdasarkan gejala klinis serangan akut berupa nyeri tenggorokan berulang dan disertai demam, sering mendengkur bila tidur malam dan selalu bernafas melalui mulut.  Tanda serangan akut berupa T: 37,50C, dan dari pemeriksaan status lokalis ditemukan adanya pembesaran tonsil bilateral T4/T4, detritus (+), kripte melebar (+), hiperemis (+), hipertrofi adenoid dan faring hiperemis sedangkan dari pemeriksaan darah rutin dijumpai leukositosis.

Terapi Adenotonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut dengan pemberian terapi medikamentosa terlebih dahulu guna meredakan gejala dan tanda inflamasi yang ada. Pemberian antibiotika spektrum luas, anti inflamasi, antipiretik dan obat kumur yang mengandung disinfektan. Setelah gejala dan tanda inflamasi yang menyertai sudah mereda maka perlu dilakukan terapi pembedahan pengangkatan adenoid dan tonsil, yaitu adenotonsilektomi.3,4

Terapi pada pasien ini diawali dengan pemberian inj. Cetriaxon 500 gr/12 jam sebagai antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga  Paracetamol Syr 240 mg/ 8 jam K/P untuk meredakan gejala dan tanda inflamasi. Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral.

Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tindak digunakan sebagai antirematik.Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonyugasi.setelah gejala dan tanda inflamasi mereda yang ditandai nyeri tenggorok berkurang, tidak demam, tonsil tidak hiperemis dan angka leukosit normal kemmudian dilanajutkan dengan tindakan adenotonsilektomi. Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.4  Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.5

Page 22: bahan adenotonsilitis

KESIMPULAN

Adenotonsilitis kronis eksaserbasi akut adalah radang kronik pada adenoid dan tonsila palatina yang sedang mengalami serangan akut.1 Diagnosis pada pasie ini adalah adenotonsilitis kronis eksaserbasi akut yang didasarkan pada gejala klinis dan tanda klinis serangan akit serta pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan berupa tindakan meredakana gejala dan tanda inflamasi yang dilanjutkan dengan tindakan operatif berupa tonsiloadenoidektomi.