Page 1
i
BAGIAN IKM & IKK SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2013
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN
PENGOBATAN PADA PENDERITA KUSTA RAWAT INAP
DI RS Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR TAHUN 2013
Oleh :
Nasrul Hadi Akram
C111 08 300
PEMBIMBING :
DR. Dr. M. Tahir Abdullah, MSc, MSPH
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT &
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013
Page 2
ii
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU
KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
Telah Disetujui Untuk Dicetak dan Diperbanyak
Judul Skripsi:
“FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN
PENGOBATAN PADA PENDERITA KUSTA RAWAT INAP
DI RS Dr. TADJUDDIN CHALID MAKASSAR TAHUN 2013”
Makassar, 15 Agustus 2013
Pembimbing
DR. Dr. M. Tahir Abdullah, MSc, MSPH
Page 3
iii
PANITIA SIDANG UJIAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
Skripsi dengan judul Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan
Pengobatan Pada Penderita Kusta Rawat Inap Di RS. Dr. Tadjuddin Chalid
Makassar Tahun 2013 telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan di
hadapan Tim Penguji Skripsi Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
pada:
Hari/Tanggal : Jumat, 23 Agustus 2013
Waktu : 10.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar IKM-IKK FKUH PB.622
Ketua Tim Penguji
Dr. dr. M. Tahir Abdullah, MSc, MSPH
Anggota Tim Penguji
Dr. dr. A. Armyn Nurdin, MSc
Dr. Muhammad Rum Rahim, M.Kes
Page 4
iv
SKRIPSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Agustus, 2013
Nasrul Hadi Akram, C 111 08 300
DR. Dr. M. Tahir Abdullah ,MSc, MSPH
FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN
PENGOBATAN PADA PENDERITA KUSTA RAWAT INAP DI RS. Dr.
TADJUDDIN CHALID MAKASSAR TAHUN 2013
( + 54 halaman + 4 Gambar + 16 Tabel + lampiran)
ABSTRAK
Latar Belakang : Sampai akhir tahun 2007, Sulawesi Selatan masih menjadi
salah satu dari 14 provinsi di Indonesia yang angka prevalensinya di atas 1 per
10.000 penduduk. Pada tahun 2006, jumlah penderita kusta di Sulawesi Selatan
mencapai 1. 650 orang, sedangkan yang dinyatakan RFT hanya sebesar 1.049
penderita (63,57 %). Salah satu penyebab yang dapat mempersulit tercapainya
target eliminasi kusta, menurunnya jumlah kasus baru, dan peningkatan angka
ketuntasan berobat yaitu ketidakpatuhan pengobatan pada penderita kusta.
Ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor.
Metode : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan
desain cross sectional yang bersifat analitik.Jumlah sampel sebanyak 50 sampel
yang didapat dengan menggunakan rumus Slovin. Teknik pengambilan sampel
diambil dengan teknik consecutive sampling.Data yang dikumpulkan kemudian
diolah dengan menggunakan program SPSS 16, kemudian dilakukan analisis data
menggunakan program yang sama.
Hasil : Dari 7 variabel yang diteliti, semuanya memiliki pengaruh terhadap
kepatuhan pengobatan. Dengan nilai p< 0,05, yaitu variabel umur (p= 0,0024),
jenis kelamin (p= 0,0017), pengetahuan (p= 0,007),peran keluarga (p= 0,015),
peran petugas (p= 0,007), cacat kusta (p= 0,005), dan reaksi kusta (p= 0,001)
Kesimpulan : Faktor umur, jenis kelamin, pengetahuan, peran keluarga, peran
petugas, cacat kusta, dan reaksi kusta memengaruhi kepatuhan pengobatan pada
penderita kusta rawat inap di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
dimana faktor reaksi kusta memiliki pengaruh yang paling dominan dibandingkan
faktor lainnya.
Kata Kunci : kepatuhan pengobatan, penyakit kusta, penderita kusta.
Daftar Pustaka: 24 (2000-2011)
Page 5
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin,segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb
semesta alam, satu-satunya zat yang patut dan berhak disembah, zat yang telah
membentangkan ke semesta alam setitik dari ilmunya yang maha luas, atas segala
limpahan karunia dan hidayah-Nya, atas Maha Rahman, Rahim dan ‘Alim-
Nya,sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam kepada junjungan dan suri tauladan terbaik manusia, Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya yang telah mewariskan
ajaran dan ilmu terbaik,universal dan menjadi jalan yang lurus bagi setiap yang
mengikutinya.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan profesi dokter (kepaniteraan klinik) di Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Ada beberapa hambatan yang menambah warna-warni
dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis dapat melaluinya dengan
mengerahkan segenap pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya. Penulis
begitu menyadari bahwa rampungnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Dibalik hasil kerja keras ini, ada begitu banyak pihak
yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk berkontribusi dalam
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan
dan terima kasih kepada :
1. Dua sejoli, Aditia Akram dan Halifah, ayahanda dan ibundaku tercinta
yang Allah SWT karuniakan untukku, yang telah mencurahkan segala rasa
Page 6
vi
kasih dan cintanya dan bahkan rela mengorbankan segenap hidupnya
untuk anak-anaknya, sungguh penulis tak akan pernah mampu
membalasnya, meski dengan apapun, hanya Allah SWT yang mampu
membalasnya
2. Prof.Dr.dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B.,Sp.BO(K) selaku Rektor Universitas
Hasanuddin
3. Prof.dr. Irawan Yusuf, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
4. Dr.dr. H. A. Armyn Nurdin, M.Sc, selaku Ketua Bagian IKM & IKK
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
5. Dr.dr. Muhammad Tahir Abdullah, MSc, MSPH, selaku pembimbing yang
telah mendampingi dan membimbing dengan sabar serta menyalurkan
buah pikirannya dengan tulus hingga skripsi ini rampung
6. Para dosen/ guru/ staf pengajar yang telah mendidik dan membekali
penulis dengan ilmu serta seluruh staf civitas akademika FK Unhas yang
telah banyak membantu selama penulis menyelesaikan studi di bangku
kuliah.
7. Gubernur Sulawesi Selatan c.q. Kepala BALITBANGDA Provinsi
Sulawesi Selatan
8. dr. H. Kamal Ali Parengrengi, M.Kes, selaku kepala Rumah Sakit
Dr. Tadjuddin Chalid
9. Pegawai dan staf RS. Dr. Tadjuddin Chalid yang telah membantu
pengambilan data penelitian
Page 7
vii
10. Semua keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu melalui aliran doa-doanya
11. Teman-teman ‘seperjuangan skripsi’ : muti,ondeng, kiya, widya, rafli,
zubi, wenger, dara, acil, dll, terima kasih telah menemani berjuang
‘mengejar’ penguji demi ujian tepat waktu
12. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa masih terselip banyak kekurangan dalam
skripsi ini yang merupakan konsekuensi logis dari suatu proses pembelajaran.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif
demi penyempurnaan penelitian ini di masa mendatang.
Wassalam.
Makassar, Agustus 2013
Penulis
Page 8
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................... ii
ABSTRAK............................................................................................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................. v
DAFTAR ISI........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xii
DAFTAR TABEL.................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.LatarBelakang..................................................................... 1
1.2.RumusanMasalah .............................................................. 3
1.3. TujuanPenelitian
1.3.1. Tujuan Umum............................................................ 4
1.3.2. Tujuan Khusus........................................................... 4
1.4. ManfaatPenelitian
1.4.1. Manfaat Praktis ........................................................ 5
1.4.2. Manfaat Ilmiah.......................................................... 5
1.4.3. Manfaat Bagi Peneliti................................................5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tinjauan Umum tentangPenyakit Kusta.............................. 6
2.1.1. Defenisi....................……………………………... 6
2.1.2. Epidemiologi....…………………………………… 6
2.1.3. Etiologi...............………………………………….. 7
2.1.4. Cara Penularan.......................................................... 7
2.1.5. Manifestasi Klinis...................................................... 8
2.1.6. Klasifikasi Kusta.......................................................... 8
2.1.7. Diagnosa dan Pemeriksaan Kusta............................... 9
2.1.8. Pengobatan Kusta.......................................................10
2.2. Tinjauan Kepatuhan Pengobatan........................................... 11
2.2.1. Defenisi..................………………………………... 11
2.2.2. Konsep Motivasi.....………………………………... 12
2.2.3. Faktor yang Memengaruhi KepatuhanPengobatan .. 13
Page 9
ix
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 DasarPemikiranVariabel Penelitian.................................. 17
3.2. Gambaran Hubungan Variabel Yang Diteliti.......................17
3.2.1. VariabelIndependen……………………………….17
3.2.2. VariabelDependen………………………………....18
3.3. DefinisOperasionaldanKriteriaObjektif……………….... 18
3.3.1. VariabelIndependen……………………………….18
3.3.2. VariabelDependen………………………………....20
3.4. HipotesisPenelitian………………………………………. 20
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian...................................................................22
4.2. Lokasidan Waktu Penelitian…………………………….. 22
4.2.1. LokasiPenelitian.......................................................22
4.2.2.WaktuPenelitian………………………………..... 22
4.3. PopulasidanSampelPenelitian………………………….. 22
4.3.1. Populasi………………………………………….. 22
4.3.2. Sampel………………………………………….....22
4.4. KriteriaSeleksi.................................................................... 23
4.4.1. Kriteria Inklusi........................................................23
4.4.2. Kriteria Eksklusi.....................................................23
4.5. Jenis Data danInstrumenPenelitian……………………... 23
4.5.1 Jenis Data……………………………………...... 23
4.5.2. Instrumen Data…………………………………....23
4.6. Manajemen Penelitian.........................................................23
4.6.1. Pengumpulan Data....................................................23
4.6.2. Teknik Pengolahan Data..........................................23
4.6.3. Analisis Data............................................................24
4.7. EtikaPenelitian...................................................................24
4.8. Alur Penelitian.................................................................25
Page 10
x
BAB V. HASIL PENELITIAN
5.1. HasilPenelitian.................................................................. 26
5.2. Analisa Univariat................................................................. 26
5.2.1. Distribusi responden berdasarkan umur..................... 26
5.2.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin......... 27
5.2.3. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan.......... 27
5.2.4. Distribusi responden berdasarkan peran keluarga....... 27
5.2.5. Distribusi responden berdasarkan peran petugas.........28
5.2.6. Distribusi responden berdasarkan cacat kusta............. 28
5.2.7. Distribusi responden berdasarkan reaksi kusta............29
5.2.8. Distribusi responden berdasarkan kepatuhan...............29
5.3 Analisa Bivariat………………………………………......... 29
5.3.1. Hubungan umur dengan kepatuhan berobat.............. 30
5.3.2. Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan berobat... 30
5.3.3. Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan berobat.... 31
5.3.4. Hubungan peran keluarga dengan kepatuhan berobat..31
5.3.5. Hubungan peran petugas dengan kepatuhan berobat.. 32
5.3.6. Hubungan cacat kusta dengan kepatuhan berobat...... 33
5.3.7. Hubungan reaksi kusta dengan kepatuhan berobat... 33
5.3.8. Resume nilai variabel bebas yang diteliti terhadap
kepatuhan pengobatan........................................... 34
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1. Faktor Umur......................……………………………. 35
6.2. Faktor Jenis Kelamin........................…………………. 35
6.3. Faktor Pengetahuan..........................…………………. 35
6.4. Faktor Peran Keluarga........................………………… 36
6.5. Faktor Peran Petugas........................…………………. 37
6.6. Faktor Cacat Kusta...........................…………………. 37
6.7. Faktor Reaksi Kusta........................…………………. 38
Page 11
xi
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan.......................................................................39
7.2. Saran................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 40
LAMPIRAN
Page 12
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Mikroskopik Mycobacterium leprae.......................................... 7
2. Bercak eritemaous pada daerah paha………….............................. 9
3. Skema kerangka konsep.................................................................. 18
4. Skema alur penelitian... .................................................................. 25
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5.1 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Umur di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013........................ 26
5.2 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013................... .. 27
5.3 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013................... .. 27
5.2 DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Peran Keluarga
di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013................... .. 28
5.5. DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Peran Petugas di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013......................... 28
5.6. DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Cacat Kusta di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.......................... 28
5.7. DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Reaksi Kusta di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013......................... 29
5.8. DistribusiFrekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013........ .................. 29
5.9. Distribusi responden menurut umur dan kepatuhan pengobatan di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013............................ 30
5.10.Distribusi responden menurut umur dan kepatuhan pengobatan di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013........................... 30
5.11.Distribusi responden menurut pengetahuan dan kepatuhan
pengobatan di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013...... 32
5.12 Distribusi responden menurut peran keluarga dan kepatuhan
pengobatan di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013..... 32
5.13.Distribusi responden menurut peran petugas dan kepatuhan
pengobatan di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013..... 33
5.14.Distribusi responden cacat kusta dan kepatuhan pengobatan
di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013................... 33
5.15. Distribusi responden reaksi kusta dan kepatuhan pengobatan
di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.................... 33
5.16. Resume nilai p variabel bebas yang diteliti terhadap kepatuhan
Pengobatan................................................................................. 34
Page 13
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit kusta hingga kini masih menjadi ancaman pada sebagian
masyarakat dunia. Penyakit menular ini banyak ditemui di Afrika, Asia, dan
Amerika Selatan. Jumlah penderita kusta di dunia pada saat ini diperkirakan 15
juta orang lebih, kebanyakan berasal dari daerah tropis. 1
Berdasarkan laporan WHO tahun 2005 prevalensi kusta di dunia tertinggi
terdapat di India, disusul Brazil, dan Indonesia. Secara nasional Indonesia telah
mencapai eliminasi kusta sejak Juni 2000. Namun, untuk tingkat provinsi dan
kabupaten sampai akhir tahun 2007 masih ada 14 provinsi dan 155 kabupaten
yang angka prevalensinya di atas 1 per 10.000 penduduk.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah seperti mengadakan
program Leprocy Elimination Campaign (LEC), disamping itu terdapat juga
program pengobatan gratis, namun ternyata masalah fobia terhadap kusta masih
tinggi di Indonesia.3
Salah satu faktor yang dianggap sebagai penyebab utama adalah karena
penyakit kusta menimbulkan masalah yang sangat kompleks, mulai dari aspek
medis, sosial, ekonomi, budaya, dan ketahanan sosial. Oleh karena itu, tidak
mengherankan jika penyakit tersebut pada akhirnya akan menimbulkan keresahan
yang sangat mendalam, tidak hanya pada penderita kusta tetapi juga pada
keluarganya serta masyarakat di sekitarnya. 3
Kenyataan seperti ini didukung dari hasil survei yang dilakukan di provinsi
Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan telah ditemukan adanya
pemahaman yang salah tentang penyakit kusta. Misalnya, penyakit kusta dianggap
sebagai penyakit akibat guna- guna, kutukan Tuhan, dan tidak dapat disembuhkan.
Akibat rasa takut yang berlebihan dan stigma negatif terhadap penyakit kusta, ada
kecenderungan kuat untuk mengisolasi penderita kusta. Dampak perlakuan
semacam itu menyebabkan penderita kusta menutup- nutupi penyakit yang
sesungguhnya diderita dan tidak mau berobat ke fasilitas kesehatan.3,4
Page 14
2
Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan
populasi penduduk tinggi dimana penyakit kusta masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Sulawesi Selatan, pada tahun 2004, penderita kusta yang terdaftar sebanyak 1.568
penderita dan yang dinyatakan Release From Treatment (RFT) sebanyak 1.128
penderita (71 %). Pada tahun 2005, penderita kusta yang terdaftar sebanyak 1.086
penderita dengan yang dinyatakan RFT sebanyak 303 penderita (27,9 %). Pada
tahun 2006, jumlah penderita kusta di Sulawesi Selatan masih tetap tinggi yaitu
mencapai 1. 650 orang, dan yang dinyatakan RFT sebesar 1.049 penderita (63,57
%). Data ini menunjukkan bahwa angka ketuntasan pasien kusta dalam berobat
mengalami pasang surut dan belum mencapai target yang ditetapkan.5
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid,
jumlah pasien masuk pada bulan Februari berjumlah 73 orang, sedangkan pada
bulan Maret berjumlah 70 orang, dan pada bulan April sebesar 85 orang. Hal
tersebut menunjukkan terjadi peningkatan kasus penderita kusta.5
Salah satu faktor yang dapat mempersulit tercapainya target eliminasi
kusta, menurunnya jumlah kasus baru, dan peningkatan angka ketuntasan berobat
yaitu faktor ketidakpatuhan pengobatan pada penderita kusta. Menurut Hardyanto
(2005), pengobatan yang adekuat dan teratur minum obat akan mengurangi
tingkat infeksi penderita yang menular, dan ketidakteraturan minum obat pada
penderita kusta akan berakibat buruk karena akan menimbulkan resistensi.6
Dalam penelitian Harjo (2000) di Kabupaten Majalengka ketidakteraturan
berobat penderita kusta sebesar 32,31% dan teratur berobat hanya sebesar 67,69%.
Dari jumlah responden yang diteliti sebanyak 208 penderita kusta, terlihat ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan, peran petugas kesehatan, dan
ketersediaan obat di puskesmas terhadap ketidakteraturan berobat penderita kusta.
Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Masduki (1993) di
Kabupaten Kuningan bahwa 83,5 % responden ternyata patuh berobat, dan
16,56% tidak patuh berobat. Ada hubungan faktor pendidikan, jenis kelamin, dan
pengetahuan mengenai penyakit kusta terhadap kepatuhan berobat.7
Skiner dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan determinan perilaku terdiri
Page 15
3
dari faktor internal yakni karakteristik orang yang bersangkutan seperti umur,
jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan faktor eksternal yakni
lingkungan baik lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Berdasarkan teori diatas bahwa angka kepatuhan pada penderita kusta
yang minum obat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal seperti
umur, jenis kelamin, dan tingkat pengetahuan, serta faktor eksternal seperti peran
keluarga, peran petugas, cacat kusta, dan reaksi kusta.7,8
Berangkat dari konsep dasar segitiga epidemiologi yang menyatakan
bahwa masalah kesehatan seperti ketidakpatuhan dalam pengobatan timbul
apabila terjadi ketidakseimbangan antara faktor Host, Agent, dan Environment.8
Faktor yang melibatkan Host merupakan karakteristik dari penderita
antara lain faktor umur, jenis kelamin, dan tingkat pengetahuan. Sedangkan faktor
yang melibatkan Agent berupa perjalanan penyakit kusta berupa akut, kronik,
atau relaps, reaksi kusta, dan cacat kusta. Adapun faktor yang melibatkan
Environment berupa dukungan keluarga dan petugas kesehatan.
Berdasarkan fenomena permasalahan yang diungkapkan di atas, maka
penulis merasa perlu untuk meneliti faktor- faktor apa saja yang berpengaruh
terhadap kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit
Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang pemikiran di atas, maka rumusan
masalah yang ingin diangkat oleh penulis adalah :
1. Adakah pengaruh faktor umur terhadap kepatuhan pengobatan pada
penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid
Makassar tahun 2013.
2. Adakah pengaruh faktor jenis kelamin terhadap kepatuhan pengobatan
pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid
Makassar tahun 2013.
3. Adakah pengaruh faktor tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan
pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr.
Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
Page 16
4
4. Adakah pengaruh faktor peran keluarga terhadap kepatuhan
pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr.
Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
5. Adakah pengaruh faktor peran petugas kesehatan terhadap kepatuhan
pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr.
Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
6. Adakah pengaruh faktor cacat kusta terhadap kepatuhan pengobatan
pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid
Makassar tahun 2013.
7. Adakah pengaruh faktor reaksi kusta terhadap kepatuhan pengobatan
pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid
Makassar tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang
berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor umur terhadap kepatuhan
pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah Sakit Dr.
Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
2. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor jenis kelamin terhadap
kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah
Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
3. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor tingkat pengetahuan
terhadap kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
4. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor peran keluarga terhadap
kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah
Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
Page 17
5
5. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor peran petugas kesehatan
terhadap kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
6. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor cacat kusta terhadap
kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah
Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
7. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor reaksi kusta terhadap
kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di Rumah
Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi instansi yang
berwenang agar dapat membantu meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita
kusta.
1.4.2. Manfaat Ilmiah
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan acuan
bagi peneliti lain selanjutnya.
1.4.3. Manfaat bagi Peneliti
Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga serta dapat menambah
wawasan ilmiah dan pengetahuan penulis tentang pendidikan kesehatan.
Page 18
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum tentang Penyakit Kusta
2.1.1. Defenisi
Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium. Saraf perifer merupakan afinitas pertama bakteri ini, lalu kulit,
dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat. Penyakit ini dikenal pula dengan sebutan Lepra atau
Morbus Hansen.1,2
2.1.2. Epidemiologi
Secara deskriptif, epidemiologi penyakit kusta digambarkan menurut
tempat, waktu, umur, dan jenis kelamin. Gambaran epidemiologis penyakit kusta
yaitu2:
1. Distribusi menurut tempat
Penyakit kusta tersebar di dunia dengan endemisitas berbeda. Dari 122
negara endemis tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta dengan
angka prevalensi < 1/10.000 penduduk. Faktor yang dapat berperan dalam
penyebaran kusta yaitu iklim tempat yang panas dan lembab.
2. Distribusi menurut waktu
Sejak tahun 2002, secara global terjadi penurunan penemuan kasus baru,
tetapi terdapat peningkatan kasus baru di beberapa negara seperti Republik
Demokrasi Kongo, Filipina, dan Indonesia. Selama tahun 2005 sebanyak 17
negara melaporkan 1.000 atau lebih kasus baru. Pada tahun yang sama, Indonesia
menempati urusan ketiga dalam jumlah kasus baru setelah Brazil dan India.
3. Distribusi menurut umur
Kusta diketahui dapat terjadi pada semua umur (3 minggu- 70 tahun),
terbanyak pada usia muda dan produktif. Angka kejadian kusta meningkat sesuai
umur dengan puncak pada umur 20- 30 tahun. Di Indonesia penderita kusta anak-
anak dibawah 14 tahun sebanyak 13% tetapi anak dibawah 1tahun jarang
ditemukan.
Page 19
7
4. Distribusi menurut jenis kelamin
Penyakit kusta dapat mengenai laki- laki maupun perempuan. Insidens pada
laki- laki lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan 2:1 . Menurut
laporan WHO tahun 2001 di Brazil, insidens pada wanita meningkat lebih banyak
sejak wanita mulai bekerja di luar rumah. Di Indonesia insidens laki- laki lebih
tinggi pada usia 15- 19 tahun, sebaliknya pada wanita menurun pada rentang usia
tersebut. Seperti penyakit menular lainnya, laki- laki lebih banyak terpapar dengan
faktor resiko sebagai gaya hidupnya.
2.1.3. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Mycobacterium leprae. Secara morfogik
M.leprae berbentuk plamorf lurus, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran
0,3-0,5x 1-8 mikron. M.leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang
terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah superfisial pada
dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Sel Schwann merupakan sel target
untuk pertumbuhan M.leprae.9
Gambar 1. Mikroskopik Mycobacterium leprae (dikutip dari kepustakaan no.9)
2.1.4. Cara Penularan
Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta.
Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang erat dan lama
dengan penderita. Teori lain mengatakan secara inhalasi, sebab M. leprae masih
dapat hidup beberapa hari dalam droplet. Kuman mencapai permukaan kulit
melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga juga melalui air susu ibu.9,10
Page 20
8
2.1.5. Manifestasi Klinis
Umumnya gejala dan tanda dari penyakit ini kelainan kulit dimulai dari
bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, namun semakin lama
semakin membesar dan meluas. Jika saraf sudah kena, penderita mengeluh
kesemutan pada bagian tertentu ataupun susah menggerakkan anggota badan yang
berlanjut dengan kekakuan sendi. 10,11
Pada stadium awal, umumnya pasien tidak merasa terganggu, hanya
terdapat keluhan berupa bercak putih atau eritema pada kulit. Bercak tersebut
tidak gatal dan tidak sakit.
Sedangkan manifestasi klinis pada stadium lanjut dapat terjadi pada mata
berupa lagopthalmus, pada tangan dan kaki berupa anestesi, jari- jari kiting,
lunglai, atau putus.11
2.1.6. Klasifikasi Kusta
Terdapat berbagai klasifikasi penyakit kusta sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan. Mulai dari klasifikasi Pre Manila, Manila, Madrid, Ridley &
Jopling serta klasifikasi menurut WHO. Sampai saat ini untuk klasifikasi yang
dipakai pada penelitian terbanyak adalah klasifikasi Ridley & Jopling. Klasifikasi
ini berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan mempunyai
korelasi dengan tingkat imunologis. Klasifikasi ini membagi penyakit kusta dalam
5 tipe,yaitu10,11
:
1. Tipe tuberkuloid (TT)
2. Tipe borderline tuberkuloid (BT)
3. Tipe borderline (BB)
4. Tipe borderline lepromatous (BL)
5. Tipe lepromatous (LL)
Dalam pemakaian obat kombinasi (Multi Drug Treatment) untuk
pemberantasan penyakit kusta dan agar lebih praktis pengobatan di lapangan,
maka WHO mengelompokkan penyakit kusta atas dua kelompok, yaitu8,9
:
1. Tipe Paucibacillary (PB) terdiri atas tipe indeterminate (I), tuberkuloid (TT),
borderline tuberkuloid (BT) dengan hasil pemeriksaan basil tahan asam (BTA)
negatif.
Page 21
9
2. Tipe Multibacillary (MB) terdiri atas tipe borderline (BB), borderline
lepromatous (BL), lepromatous (LL). Semua kasus tipe apapun dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
2.1.7. Diagnosa dan Pemeriksaan Kusta
Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan cardinal
sign (gejala- gejala utama) yaitu 2,12
:
1. Lesi kulit yang mati rasa
Kelainan kulit dapat berbentuk bercak hipopigmentasi atau eritematous. Mati
rasa dapat bersifat kurang rasa (hipestesi) atau tidak merasa sama sekali
(anestesi).
Gambar 2. Bercak eritematous pada daerah paha (dikutip dari kepustakaan no.9)
2. Penebalan saraf yang nyata disertai gangguan fungsi saraf
Hal ini diakibatkan dari peradangan saraf tepi (neuritis perifer). Neuritis kusta
dapat atau tanpa disertai dengan gangguan fungsi saraf, yaitu:
a. Gangguan fungsi sensoris: anestesi/ hipestesi
b. Gangguan fungsi motoris: parese atau plegia
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak
Neuritis pada kusta dapat disertai nyeri, namun kadang- kadang tidak (silent
neuritis).
3. Basil Tahan Asam (BTA) positif
Bahan pemeriksaaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) yang berasal
dari cuping telinga dan bagian aktif (tepi) suatu lesi kulit.
Untuk mendiagnosis penyakit kusta pada seseorang, paling sedikit
diperlukan satu cardinal sign. Tanpa menemukan satu cardinal sign, kita hanya
boleh mendiagnosis penyakit penderita sebagai tersangka (suspek) kusta.
Page 22
10
Penderita perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3- 6 bulan sampai diagnosis
kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.
2.1.8. Pengobatan Kusta
Tujuan utama program pemberantasan penyakit kusta adalah memutuskan
rantai penularan untuk menurunkan insidensi penyakit, mengobati, dan
menyembuhkan penderita serta mencegah timbulnya cacat.
Berdasarkan klasifikasi WHO, maka pengobatan penyakit kusta dengan
MDT adalah sebagai berikut 9,12
:
1. Paucibacillary (PB)
Pengobatan untuk kusta tipe PB yaitu DDS 100 mg/ hari yang diminum di
rumah dan Rifampicin 600 mg/ bulan yang diminum di depan petugas. Lamanya
pengobatan yaitu 6 bulan dan maksimal sekitar 9 bulan.
Penderita yang tidak cocok dengan DDS dapat diganti dengan
Clofazimine. Penderita yang telah mendapat 6 dosis MDT atau maksimal 9 bulan
(1 dosis = 1 blister DDS untuk 28 hari atau 1 Rifampicin 600 mg/ bulan) dapat
langsung dinyatakan RFT (Release From Treatment), asal tidak timbul lesi baru
atau lesi semula melebar.
Penderita yang telah dinyatakan RFT dikeluarkan dari daftar pengobatan
dan dimasukkan dalam kelompok pengamatan (Surveillance). Pemeriksaan
ulangan untuk pengamatan hanya dilakukan 1x setahun selama 2 tahun. Bila
penderita yang telah dinyatakan RFT ternyata timbul lesi baru atau perluasan lesi
lama, maka penderita tersebut dianggap relaps (kambuh) dan diklasifikasikan
kembali menjadi penderita MB. Pengobatan MDT diulangi dengan rejimen MB.
Bila setelah 2 tahun berturut- turut tidak timbul gejala aktif atau tidak
datang memeriksakan diri, maka penderita dinyatakan RFC (Release From
Control) atau sembuh.
2. Multibacillary (MB)
Pengobatan kusta tipe MB adalah DDS 100 mg/hari yang diminum di
rumah, Rifampicin 600 mg/ bulan yang diminum di depan petugas, lalu ditambah
Clofazimine (Lampren) 50 mg/ hari yang diminum di rumah dan 300mg/ bulan
yang diminum di depan petugas. Lama pengobatan untuk tipe ini adalah 12- 18
bulan.
Page 23
11
Bila ada kontraindikasi dapat diberikan kombinasi 600 mg Rifampicin,
400 mg Ofloxacin, dan 100 mg Minocycline selama 24 bulan. Penderita MB yang
telah mendapat MDT 12 dosis dalam waktu 24 bulan atau maksimum 18 bulan
dan BTA negatif (pemeriksaan tiap bulan) dapat dinyatakan RFT. Bila masih
BTA positif, pengobatan diteruskan sampai BTA negatif (pemeriksaan tiap 6
bulan).
Penderita yang tidak cocok dengan Rifampicin dapat diberikan Clofazimin
50 mg tiap hari, 400 mg Ofloxacin, dan 100 mg Minocyclin selama 6 bulan.
Kemudian dilanjutkan dengan Clofazimin 50 mg, Minocyclin 100 mg, atau 400
mg Ofloxacin selama kurang lebih 18 bulan.
Pemeriksaan dilakukan 1 kali setahun selama 5 tahun untuk pemeriksaan
klinis dan bakteriologis. Bila setelah 5 tahun tidak timbul lesi baru atau perluasan
lesi lama dan tidak menunjukkan lesi aktif, maka penderita dapat dinyatakan RFT
(sembuh).
Pengobatan kusta harus dilakukan sejak dini dan secara teratur. Bila
pengobatan tidak dilakukan sesuai rejimen yang ada, terlebih bila pederita kusta
mengalami gagal berobat, maka komplikasi yang paling ditakuti oleh penderita
yaitu terjadinya kecacatan fisik.12
2.2. Tinjauan Kepatuhan Pengobatan
2.2.1. Defenisi
Kepatuhan adalah perilaku yang sesuai dengan aturan dan berdisiplin atau
melaksanakan suatu cara dan perilaku yang disarankan oleh orang lain. Sarafino
(1990) mendefenisikan kepatuhan penderita terhadap pengobatan lanjutan sebagai
ketaatan penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan
oleh dokter atau petugas sesuai waktu yang ditentukan. Kepatuhan berobat adalah
perilaku individu penderita untuk meminum obat secara teratur sesuai dengan
petunjuk petugas kesehatan dan merubah kebiasaan- kebiasaan yang dapat
merugikan dirinya sendiri dan masyarakat luas. 13,14
Page 24
12
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan, antara
lain13
:
1. Memberikan informasi kepada pasien akan manfaat dan pentingnya
kepatuhan untuk mencapai keberhasilan pengobatan.
2. Mengingatkan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang harus
dilakukan demi keberhasilan pengobatan melalui telepon atau alat
komunikasi lain.
3. Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektivitas obat dalam
penyembuhan.
4. Memberikan informasi resiko ketidakpatuhan.
5. Memberikan layanan kefarmasian dengan observasi langsung,
mengunjungi rumah pasien dan memberikan konsultasi kesehatan.
6. Adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan orang-orang
sekitarnya untuk selalu mengingatkan pasien, agar teratur minum
obat demi keberhasilan pengobatan.
2.2.2. Konsep Motivasi
Menurut Mc Donal, motivasi dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari
dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas- aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan tertentu.14
Sedangkan menurut G.R. Terry mengemukakan bahwa motivasi adalah
keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk
melakukan tindakan- tindakan. Motivasi itu tampak sebagai usaha positif dalam
menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja,
agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Dengan kata lain, motivasi dapat menjadikan individu taat dan patuh.
Motivasi untuk sembuh dan terhindar dari kecacatan akan meningkatkan
kepatuhan pasien dalam pengobatan.
Page 25
13
2.2.3. Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Pengobatan
Berdasarkan teori Skiner dalam Notoatmodjo (2005) bahwa kepatuhan
penderita kusta dalam berobat merupakan tindakan nyata dalam bentuk kegiatan
yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal
meliputi umur, jenis kelamin, dan pengetahuan sedangkan faktor eksternal antara
lain peran keluarga, peran petugas, cacat kusta, dan reaksi kusta.
Dalam mengidentifikasi faktor- faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan
pengobatan pada penderita kusta ataupun masalah kesehatan lainnya, kita dapat
menggunakan konsep dasar segitiga epidemiologi. Segitiga epidemiologi
merupakan interaksi antara Host (penjamu), Agent (penyebab), dan Environment
(lingkungan). Masalah kesehatan seperti ketidakpatuhan dalam pengobatan
timbul apabila terjadi ketidakseimbangan antara Host, Agent, dan Environment.15
Faktor yang melibatkan Host merupakan karakteristik dari penderita
dikarenakan keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor
resiko timbulnya masalah kesehatan antara lain faktor umur, jenis kelamin, dan
tingkat pengetahuan. Sedangkan faktor yang melibatkan Agent yaitu karakteristik
dari penyakit kusta berupa perjalanan penyakit kusta, reaksi kusta, dan cacat
kusta. Adapun faktor yang melibatkan Environment yaitu faktor yang datangnya
dari luar (ekstrinsik) berupa dukungan keluarga dan petugas kesehatan.
Berikut penjelasan dari faktor- faktor yang melibatkan Host, Agent, dan
Environment dengan kepatuhan pengobatan penderita kusta.
1. Umur
Menurut La Greca dalam Smet (1994) anak-anak mempunyai tingkat
kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja, meskipun anak- anak
mendapatkan informasi yang kurang. Untuk penderita lanjut usia kepatuhan
minum obat dapat dipengaruhi oleh daya ingat yang berkurang, ditambah lagi
apabila penderita lanjut usia tinggal sendiri. Menurut Taylor dalam Smet (1994),
orang tua cenderung patuh minum obat karena mengikuti semua anjuran dokter.16
Page 26
14
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin dapat memengaruhi penderita untuk patuh minum obat.
Penderita wanita biasanya akan lebih patuh untuk minum obat karena sesuai
dengan kodrat wanita yang ingin tampak cantik dan tidak ingin cacat pada
tubuhnya, sehingga dalam penanggulangan penyakit kusta akan lebih patuh
minum obat dibandingkan dengan laki- laki. Menurut Smet (1994) di Amerika
Serikat kaum wanita cenderung mengikuti anjuran dokter, termasuk anjuran
minum obat demi kesembuhannya.16
3. Tingkat pengetahuan
Defenisi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah hasil
penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera
yang dimilikinya. Teori L.W. Green dalam Notoatmojo (2007), menyatakan
bahwa pengetahuan merupakan faktor awal dari suatu perilaku yang diharapkan
dan pada umumnya berkorelasi positif dengan perilaku. 17
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila penderita kusta
memiliki pengetahuan yang baik diharapkan akan mampu
mengimplementasikannya di dalam kehidupannya sehari-hari maka diharapkan
angka kesembuhan pada penderita kusta meningkat. Rendahnya pengetahuan
tentang kusta dan masih kuatnya stigma terhadap penyakit kusta sangat
berpengaruh terhadap ketaatan penderita untuk minum obat. 17,18
4. Faktor dukungan keluarga
Keluarga sebagai lembaga sosial mempunyai beberapa fungsi seperti
fungsi sosial, yang ditunjukkan dengan adanya pembentukan kerabat, keturunan
dan hubungan sosial melalui keluarga dan fungsi proses pendidikan termasuk di
dalamnya penanaman nilai dan ideologi kepada anggota keluarga. Oleh karena itu
penanganan yang baik terhadap persoalan-persoalan keluarga akan memberikan
kontribusi yang positif bagi upaya kesehatan para anggotanya.19,20
Orang-orang yang mendapat perhatian dan pertolongan dari keluarganya
cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis, karenanya peranan keluarga
Page 27
15
sangat besar bagi penderita dalam mendukung perilaku sesuai anjuran pelayan
kesehatan.
5. Faktor dukungan petugas kesehatan
Pelayanan yang baik dari petugas kesehatan dapat menyebabkan pasien
berperilaku positif. Perilaku petugas yang ramah dan segera mengobati pasien,
membuat penderita merasa dihargai datang ke puskesmas, penderita diberi
penjelasan tentang obat yang diberikan dan pentingnya makan obat yang teratur.
Kebanyakan orang jarang ke tenaga kesehatan, karena hampir semua orang
mempunyai keluhan yang menakutkan tentang kunjungan pada pusat pelayanan
kesehatan.20
Menurut Zulaicha dalam Smet (1994) di Indonesia kualitas interaksi antara
petugas kesehatan terutama dokter dan penderita berbeda-beda berdasarkan
tingkat pendidikannya, karena si petugas harus memberikan informasi dengan
kalimat atau kata-kata sesuai dengan tingkat pendidikan pasiennya. 16,20
Penderita sering terputus pengobatannya karena keterbatasan obat di
puskesmas, pelayanan puskesmas yang buruk, dan tidak ada petugas di puskesmas
ketika datang mengambil obat. 20,22
Dukungan dari petugas sangatlah penting bagi penderita sebab petugas
adalah pengelola penderita yang paling sering berinteraksi sehingga pemahaman
terhadap kondisi fisik maupun psikis menjadi lebih baik. Melalui proses interaksi
yang intens akan meningkatkan rasa percaya dan menerima kehadiran petugas
bagi dirinya. Apabila hal ini sudah tumbuh dalam diri penderita, maka anjuran dan
motivasi yang akan diberikan akan meningkatkan kepatuhan penderita dalam
berobat. 20,21
6. Cacat Kusta
Cacat kusta terjadi akibat gangguan saraf pada mata, tangan, dan kaki. WHO
membagi tingkat cacat kusta sebagai berikut: Jika mata, tangan, atau kaki tetap
utuh maka dinyatakan tingkat cacat 0. Jika ada cacat pada mata, tangan, atau kaki
akibat kerusakan saraf tetapi cacat itu tidak kelihatan seperti ada anestesi atau
kelemahan otot maka dinyatakan tingkat cacat 1 dan kalau ada cacat akibat
kerusakan saraf dan cacat itu kelihatan seperti ulkus dan jari kontraktur
dinyatakan tingkat cacat 2.9,10
Page 28
16
7. Reaksi Kusta
Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit
kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-
antibodi (respon humoral). Reaksi ini dapat terjadi pada penderita sebelum
mendapatkan pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah pengobatan,
namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan.
Reaksi kusta bukan akibat efek samping obat MDR, tetapi merupakan respon
tubuh terhadap penyakit kusta. Jenis reaksi kusta menurut proses terjadinya
dibedakan atas 2 tipe yaitu reaksi tipe I dan II.9,10
Gejala reaksi tipe I adalah perubahan bercak kulit, nyeri tekan pada saraf
tepi, kadang ada gangguan keadaan umum,dan gejala reaksi tipe II adalah nodul
yang nyeri tekan dan ada yang sampai pecah, dan gangguan fungsi saraf tepi, dan
bisa terjadi komplikasi pada organ tubuh. Reaksi tipe I terjadi pada penderita PB
dan MB pada 6 bulan pertama pengobatan dan dapat berlangsung selama 6– 12
minggu. Pada reaksi tipe II terjadi pada penderita MB, biasanya berlangsung
selama 3 minggu, kadang timbul berulang dan berlangsung lebih lama.
Page 29
17
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Dasar Pemikiran Variabel Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat diketahui bahwa penyakit kusta
adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman M.leprae dan sifatnya menahun.
Menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat merupakan tujuan
pengobatan kusta. Penderita kusta yang patuh berobat akan cepat sembuh tanpa
meninggalkan cacat, akan tetapi bila penderita kusta tidak patuh dalam berobat
maka penderita tidak akan sembuh bahkan kuman akan dapat aktif kembali
sehingga memperburuk keadaan. Kepatuhan menjalani pengobatan sangat
menentukan keteraturan minum obat dan meningkatkan angka kesembuhan.
Selain itu, patuh atau tidaknya seorang penderita dalam menjalani
pengobatannya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berdasarkan konsep segitiga
epidemiologi, bahwa masalah kesehatan seperti ketidakpatuhan dalam
pengobatan timbul apabila terjadi ketidakseimbangan antara Host, Agent, dan
Environment.
Faktor yang melibatkan Host merupakan karakteristik dari penderita
antara lain faktor umur, jenis kelamin, dan tingkat pengetahuan. Sedangkan faktor
yang melibatkan Agent merupakan karakteristik dari penyakit berupa perjalanan
penyakit kusta, reaksi kusta, dan cacat kusta. Adapun faktor yang melibatkan
Environment merupakan karakteristik dari lingkungan berupa dukungan keluarga
dan petugas kesehatan.
Berdasarkan hal inilah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor- faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan pada
penderita kusta.
3.2. Gambaran Hubungan Variabel yang Diteliti
3.2.1. Variabel Independen
Variabel independen dari penelitian ini ialah umur, jenis kelamin, tingkat
pengetahuan, peran keluarga, peran dari petugas kesehatan, cacat kusta, dan reaksi
kusta.
Page 30
18
3.2.2. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini ialah kepatuhan pengobatan penderita
kusta.
Berikut gambaran hubungan variabel yang diteliti:
Ket : : Variabel Independen
: Variabel Dependen
Gambar 3. Skema kerangka konsep
3.3. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
3.3.1. Variable Independen
1. Umur
Defenisi : Usia penderita kusta sesuai yang tertulis di status penderita
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Wawancara disesuaikan dengan melihat status penderita
Hasil ukur : Usia produktif : Jika penderita berumur 15-64 tahun
Usia non produktif : Jika penderita berumur < 15 dan > 64 tahun
2. Jenis kelamin
Defenisi : Jenis kelamin penderita sesuai dengan yang tertulis di status penderita
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Wawancara disesuaikan dengan melihat status penderita
Faktor Host:
Umur
Jenis Kelamin
Pengetahuan
Kepatuhan Pengobatan
Penderita Kusta
Faktor Agent:
Cacat Kusta
Reaksi Kusta
Faktor Environment:
Peran Keluarga
Peran Petugas
Page 31
19
Hasil ukur : Laki- laki
Perempuan
3. Tingkat pengetahuan
Defenisi : Pengertian penderita mengenai penyakit kusta yang meliputi
penyebab, tanda awal, cara penularan, cara pengobatan, cara
pencegahan dan bahayanya bila tidak patuh minum obat
Alat ukur : Kuesioner, yang berisikan 6 pertanyaan.
Cara ukur : Wawancara. Setiap pertanyaan jika menjawab a nilai 4, b nilai 3,
c nilai 2, d nilai 1, dan e nilai 0
Hasil ukur : Pengetahuan baik: nilai skor 15-24 ( 61%)
Pengetahuan kurang: nilai skor 0-14 (<61%)
4. Peran Keluarga
Defenisi : Pendapat responden tentang ada tidaknya dorongan moril dan
bantuan untuk minum obat dari keluarga .
Alat ukur : Kuesioner, yang berisikan 5 pertanyaan.
Cara ukur : Wawancara. Setiap pertanyaan jika menjawab a mendapat nilai 1,
menjawab b diberi nilai 0
Hasil ukur : Keluarga berperan : nilai skor 4-5 ( 61%)
Keluarga kurang berperan : nilai skor 0-3 (<61%)
5. Peran Petugas
Defenisi : Pendapat responden tentang ada tidaknya peran pertugas yang
diberikan selama penderita minum obat atau sakit
Alat ukur : Kuesioner, yang berisikan 5 pertanyaan.
Cara ukur : Wawancara. Setiap pertanyaan jika menjawab a mendapat nilai 1,
menjawab b diberi nilai 0
Hasil ukur : Petugas berperan : nilai skor 4-5 ( 61%)
Petugas kurang berperan : nilai skor 0-3 (<61%)
6. Cacat Kusta
Defenisi : Kecacatan akibat penyakit kusta diklasifikasikan menurut tingkat
kecacatan dari WHO
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Wawancara.
Page 32
20
Hasil ukur : Ada cacat kusta : Jika tingkat cacat grade 1 dan 2
Tidak ada cacat kusta : Jika tingkat cacat grade 0
7. Reaksi Kusta
Defenisi : Timbulnya gejala- gejala badan lemah, suhu badan naik, atau
timbulnya bintil merah di badan penderita selama pengobatan
Alat ukur : Kuesioner.
Cara ukur : Wawancara.
Hasil ukur : Ada reaksi kusta : Jika di badan penderita mengalami gejala
demam, lesu, benjolan kemerahan yang nyeri, dan bintil- bintil
merah
Tidak ada reaksi kusta : Jika tidak ada gejala
3.3.2. Variabel dependen
1. Kepatuhan Pengobatan
Defenisi : Kepatuhan dalam meminum obat
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Wawancara disesuaikan dengan melihat status penderita
Hasil ukur : Patuh minum obat: Jika penderita minum obat setiap hari sesuai
jadwal minum obat yang disesuaikan dengan melihat status
penderita dan blister obat.
Tidak patuh minum obat: Jika penderita minum obat tidak sesuai
dengan jadwal dan disesuaikan dengan melihat status penderita dan
blister obat.
3.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh faktor umur terhadap kepatuhan pengobatan pada penderita kusta
rawat inap di RS Dr. Tadjuddin Chalid tahun 2013.
2. Ada pengaruh faktor jenis kelamin terhadap kepatuhan pengobatan pada
penderita kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin Chalid tahun 2013.
3. Ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan pengobatan pada
penderita kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin Chalid tahun 2013.
4. Ada pengaruh peran keluarga terhadap kepatuhan pengobatan pada penderita
kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin Chalid tahun 2013
Page 33
21
5. Ada pengaruh peran petugas kesehatan terhadap kepatuhan pengobatan pada
penderita kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin Chalid tahun 2013.
6. Ada pengaruh faktor cacat kusta terhadap kepatuhan pengobatan pada penderita
kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin Chalid tahun 2013.
7. Ada pengaruh faktor reaksi kusta terhadap kepatuhan pengobatan pada
penderita kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin Chalid tahun 2013.
Page 34
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik dengan
rancangan penelitian cross sectional, yaitu penelusuran sesaat, artinya subyek
diamati hanya satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variabel dependen
dan variabel independen, maka pengukurannya dilakukan bersama- sama pada
saat penelitian dengan menggunakan kuesioner secara kuantitatif23
.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid , Makassar,
Propinsi Sulawesi Selatan.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15- 27 Juli 2013.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh pasien kusta rawat inap Rumah
Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013 yaitu sebanyak 56 responden.
4.3.2 Sampel
Sampel untuk kasus pada penelitian ini adalah pasien kusta rawat inap
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013 yang memenuhi kriteria
inklusi. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling, dimana
mencari jumlah sampel digunakan rumus Slovin sebagai berikut23,24
:
n = N/(1+Ne2)
n : Besar sampel
N : Populasi
e : Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang ditolerir. Pada penelitian ini digunakan e =5%
Dari rumus tersebut didapatkan: 56/[1+56(0,052)]= 50.
Page 35
23
Jadi, jumlah sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah sebanyak 50
responden.
4.4. Kriteria Seleksi
4.4.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien bersedia menjadi responden penelitian.
2. Pasien berada di lokasi penelitian saat pengambilan data.
4.4.2. Kriteria Eksklusi
Pasien tidak bersedia menjadi responden penelitian, dan tidak berada di
lokasi penelitian saat pengambilan data.
4.5. Jenis Data dan Instrumen Penelitian
4.5.1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan
melalui metode wawancara.
4.5.2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dipergunakan adalah alat tulis, kuesioner yang
berisi sejumlah pertanyaan.
4.6. Manajemen Penelitian
4.6.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
pemerintah dan Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan melakukan wawancara langsung terhadap responden
setelah mendapat persetujuan responden yaitu penderita kusta.
4.6.2. Pengolahan Data
Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program SPSS dan
microsoft Excel. Kegiatan proses pengolahan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Page 36
24
1. Editing (pemeriksaan data)
Data yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapan, dan relevansi datanya.
2.Coding (pemberian kode)
Data yang telah dikumpulkan diberi kode untuk mempermudah saat
analisa data dan mempercepat pada saat tabulating data.
3.Tabulating (penyusunan data)
Tabulasi adalah kegiatan untuk meringkas data yang diperoleh ke
dalam tabel- tabel yang telah dipersiapkan. Proses tabulasi meliputi
mempersiapkan tabel, menghitung banyaknya frekusensi untuk kategori
jawaban, menyusun tabel frekuensi agar tersusun rapi, dan mudah dianalisa.
4.6.3. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap- tiap variabel penelitian
untuk menampilkan gambaran distribusi frekuensi variabel dependen dan
independen.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan independen. Analisa dilakukan dengan menggunakan uji
statistik Chi-Square (X2) dengan komputerisasi SPSS.
4.7. Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait etika dengan penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan mengambil surat
pengantar dari bagian IKM-IKK kemudian meminta izin pada beberapa
instansi terkait, antara lain Sub BALITBANGDA Daerah TK. I SulSel,
Kepala Rumah Sakit Tajuddin Chalid Makassar, dan Bagian Diklat Rumah
Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada rekam
medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas
penelitian yang dilakukan.
Page 37
25
4.8. Alur Penelitian
Gambar 4. Skema alur penelitian
Pengumpulan data
Rumusan masalah
Identifikasi variabel dependen (tergantung)
dan variabel independen (bebas)
Penentuan subjek penelitian
(populasi dan sampel)
Kriteria eksklusi
Pengolahan dan analisis data
Hasil penelitian
Kriteria inklusi
Kesimpulan
Page 38
26
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Kota
Makassar. Desain penelitian yang digunakan adalah Studi Cross Sectional untuk
mengetahui faktor- faktor yang memengaruhi kepatuhan pengobatan penderita
kusta. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data primer melalui
pengisian kuesioner yang memuat identitas, 6 item pertanyaan mengenai
pengetahuan, 5 item pertanyaan mengenai dukungan keluarga, 5 item pertanyaan
mengenai dukungan petugas, 3 item pertanyaan mengenai cacat kusta, 3 item
pertanyaan mengenai reaksi kusta, dan 5 item pertanyaan mengenai kepatuhan
minum obat. Besar sampel pada penelitian ini adalah 50 responden. Pemilihan
sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling dengan waktu pengambilan
data dari tanggal 15-27 Juli 2013.
Data yang diperoleh kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi dan crosstab sesuai dengan tujuan penelitian dan disertai narasi sebagai
penjelasan tabel.
5.2. Analisa Univariat
Analisa univariat melihat distribusi frekuensi dari variabel independen
dan variabel dependen.
5.2.1. Distribusi responden berdasarkan umur
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Rumah Sakit
Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Umur (tahun) Frekuensi Presentase
15- 64 tahun
< 15 dan >64 tahun
Total
43
7
50
86,0
14,0
100,0
Page 39
27
Dari tabel 5.1 diketahui bahwa responden dengan umur 15- 64 tahun (86,0%)
lebih banyak daripada kelompok umur < 15 dan > 64 tahun (14,0 %)
5.2.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel 5.2.
Tabel 5.2: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Laki- Laki
Perempuan
Total
33
17
50
66,0
34,0
100,0
Dari tabel 5.2 diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin laki- laki (66,0%)
lebih banyak daripada perempuan (34,0%).
5.2.3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat
pada tabel 5.3.
Tabel 5.3: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Pengetahuan Frekuensi Presentase
Baik
Kurang
Total
28
22
50
56,0
44,0
100,0
Dari tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan baik
tentang kusta (56,0%) lebih banyak daripada yang memiliki pengetahuan kurang
(44,0%).
5.2.4. Distribusi responden berdasarkan peran keluarga
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan peran keluarga dapat dilihat pada
tabel 5.4.
Page 40
28
Tabel 5.4: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Keluarga di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Peran Keluarga Frekuensi Presentase
Berperan
Kurang Berperan
Total
37
13
50
74,0
26,0
100,0
Dari tabel 5.4 diketahui bahwa responden yang menyatakan keluarga berperan
(74,0%) lebih banyak daripada yang menyatakan keluarga kurang berperan
(26,0%).
5.2.5. Distribusi responden berdasarkan peran petugas
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan peran petugas dapat dilihat pada
tabel 5.5
Tabel 5.5: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Petugas di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Peran Petugas Frekuensi Presentase
Berperan
Kurang Berperan
Total
40
10
50
80,0
20,0
100,0
Dari tabel 5.5 diketahui bahwa responden yang menyatakan petugas berperan
(80,0%) lebih banyak daripada yang menyatakan petugas kurang berperan
(20,0%).
5.2.6. Distribusi responden berdasarkan cacat kusta
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan cacat kusta dapat dilihat pada tabel
5.6.
Tabel 5.6: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Cacat Kusta di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Cacat Kusta Frekuensi Presentase
Ada
Tidak ada
Total
31
19
50
62,0
38,0
100,0
Page 41
29
Dari tabel 5.6 diketahui bahwa responden yang mengalami cacat kusta (62,0%)
lebih banyak daripada yang tidak mengalami cacat (38,0%).
5.2.7. Distribusi responden berdasarkan reaksi kusta
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan reaksi kusta dapat dilihat pada
tabel 5.7
Tabel 5.7: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Reaksi Kusta di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Reaksi Kusta Frekuensi Presentase
Ada
Tidak ada
Total
25
25
50
50,0
50,0
100,0
Dari tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang mengalami reaksi kusta (50,0%)
sama banyak dengan yang tidak mengalami reaksi (50,0%).
5.2.8. Distribusi responden berdasarkan kepatuhan berobat
Hasil analisa distribusi responden berdasarkan kepatuhan berobat dapat dilihat
pada tabel 5.8.
Tabel 5.8: Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat di
Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Kepatuhan Berobat Frekuensi Presentase
Patuh
Tidak patuh
Total
33
17
50
66,0
34,0
100,0
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa responden yang patuh berobat (66,0%) lebih
banyak daripada yang tidak patuh (34,0%).
5.3. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mencari hubungan variabel independen
dengan variabel dependen. Pengujian ini menggunakan uji Chi-Square. Dikatakan
ada hubungan yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p < 0,05.
Page 42
30
5.3.1. Hubungan umur dengan kepatuhan pengobatan
Hasil analisa hubungan umur dengan kepatuhan pengobatan dapat dilihat pada
tabel 5.9.
Tabel 5.9: Distribusi responden menurut umur dan kepatuhan pengobatan di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Dari tabel 5.9 diketahui bahwa distribusi responden yang patuh berobat lebih
banyak pada kelompok 15 – 64 tahun (72,1%) daripada kelompok umur <15
tahun dan >64 tahun (28,6%) dan hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai
=0,024. Berarti ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara kepatuhan
responden dengan umur responden; responden yang berumur 15-64 tahun lebih
patuh daripada kelompok umur lainnya.
5.3.2. Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan
Hasil analisa hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan pengobatan dapat
dilihat pada tabel 5.10.
Tabel 5.10: Distribusi responden menurut umur dan kepatuhan pengobatan di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Umur
Kepatuhan Pengobatan Total p value
Patuh Tidak Patuh
n % N % N %
0,024 15 - 64 tahun 31 72,1 12 27,9 43 100,0
<15 dan >64
tahun
2 28,6 5 71,4 7 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Jenis Kelamin
Kepatuhan Pengobatan Total p value
Patuh Tidak Patuh
N % N % N %
0,017 Laki- Laki 18 54,5 15 45,5 33 100,0
Perempuan 15 88,2 5 11,8 17 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Page 43
31
Dari tabel 5.10 diketahui bahwa distribusi responden yang patuh berobat lebih
banyak pada kelompok perempuan (88,2%) daripada kelompok laki- laki
(54,5%) dan hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai =0,017. Berarti ada
hubungan yang bermakna (p<0,05) antara kepatuhan responden dengan jenis
kelamin responden; responden perempuan lebih patuh daripada kelompok laki-
laki.
5.3.3. Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan
Hasil analisa hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan dapat dilihat
pada tabel 5.11.
Tabel 5.11: Distribusi responden menurut pengetahuan dan kepatuhan
pengobatan di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Pengetahuan
Kepatuhan Pengobatan Total p value
Patuh Tidak Patuh
N % N % N %
0,007 Baik 23 82,1 5 17,9 28 100,0
Kurang 10 45,5 12 54,5 22 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Dari tabel 5.11 diketahui bahwa distribusi responden yang patuh berobat lebih
banyak pada kelompok dengan pengetahuan baik (82,1%) daripada kelompok
dengan pengetahuan kurang (45,5%) dan hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai
=0,007. Berarti ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara kepatuhan
responden dengan pengetahuan responden; responden dengan pengetahuan yang
baik lebih patuh daripada kelompok dengan pengetahuan kurang.
5.3.4. Hubungan peran keluarga dengan kepatuhan pengobatan
Hasil analisa hubungan peran keluarga dengan kepatuhan pengobatan dapat
dilihat pada tabel 5.12.
Page 44
32
Tabel 5.12: Distribusi responden menurut peran keluarga dan kepatuhan
pengobatan di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Peran Keluarga
Kepatuhan Pengobatan Total p value
Patuh Tidak Patuh
N % N % N %
0,015 Berperan 28 75,7 9 24,3 37 100,0
Kurang Berperan 5 38,5 8 61,5 13 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Dari tabel 5.12 diketahui bahwa distribusi responden yang patuh berobat lebih
banyak pada kelompok yang menyatakan keluarga berperan (75,7%) daripada
kelompok yang menyatakan keluarga kurang berperan (38,5%) dan hasil uji Chi-
Square menunjukkan nilai =0,015. Berarti ada hubungan yang bermakna
(p<0,05) antara kepatuhan responden dengan peran keluarga; responden yang
menyatakan keluarga berperan lebih patuh daripada kelompok yang menyatakan
keluarga kurang berperan.
5.3.5. Hubungan peran petugas dengan kepatuhan pengobatan
Hasil analisa hubungan peran petugas dengan kepatuhan berobat dapat dilihat
pada tabel 5.13.
Tabel 5.13: Distribusi responden menurut peran petugas dan kepatuhan
pengobatan di RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Peran Petugas
Kepatuhan Pengobatan Total p value
Patuh Tidak Patuh
N % n % N %
0,007 Berperan 30 75,0 10 25,0 40 100,0
Kurang berperan 3 30,0 7 70,0 10 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Dari tabel 5.13 diketahui bahwa distribusi responden yang patuh berobat lebih
banyak pada kelompok yang menyatakan petugas berperan (75,0%) daripada
kelompok yang menyatakan petugas kurang berperan (30,0%) dan hasil uji Chi-
Square menunjukkan nilai =0,007. Berarti ada hubungan yang bermakna (p<0,05)
Page 45
33
antara kepatuhan responden dengan peran petugas; responden yang menyatakan
petugas berperan lebih patuh daripada kelompok yang menyatakan petugas kurang
berperan.
5.3.6. Hubungan cacat kusta dengan kepatuhan pengobatan
Hasil analisa hubungan cacat kusta dengan kepatuhan berobat dapat dilihat pada
tabel 5.14.
Tabel 5.14: Distribusi responden cacat kusta dan kepatuhan pengobatan di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Cacat Kusta
Kepatuhan Pengobatan Total p value
Patuh Tidak Patuh
N % N % N %
0,005 Ada cacat 25 80,6 6 19,4 31 100,0
Tidak ada cacat 8 42,1 11 57,9 19 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Dari tabel 5.14 diketahui bahwa distribusi responden yang patuh berobat lebih
banyak pada kelompok yang mengalami cacat kusta (80,6%) daripada kelompok
yang tidak mengalami cacat (42,1%) dan hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai
=0,005. Berarti ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara kepatuhan
responden dengan cacat kusta; responden yang mengalami cacat lebih patuh
daripada kelompok yang tidak mengalami cacat .
5.3.7. Hubungan reaksi kusta dengan kepatuhan pengobatan
Hasil analisa hubungan reaksi kusta dengan kepatuhan pengobatan dapat dilihat
pada tabel 5.15.
Tabel 5.15: Distribusi responden reaksi kusta dan kepatuhan pengobatan di
RS. Dr. Tadjuddin Chalid Makassar tahun 2013
Reaksi Kusta
Kepatuhan Pengobatan Total p value
Patuh Tidak Patuh
N % N % N %
0,001 Ada reaksi 22 88,0 3 12,0 25 100,0
Tidak ada reaksi 11 44,0 14 56,0 25 100,0
Jumlah 33 66,0 17 34,0 50 100,0
Page 46
34
Dari tabel 5.15 diketahui bahwa distribusi responden yang patuh berobat lebih
banyak pada kelompok yang mengalami reaksi kusta (88,0%) daripada kelompok
yang tidak mengalami reaksi (44,0%) dan hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai
=0,001. Berarti ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara kepatuhan
responden dengan reaksi kusta; responden yang mengalami reaksi lebih patuh
daripada kelompok yang tidak mengalami reaksi .
5.3.8. Resume nilai variabel bebas yang diteliti terhadap kepatuhan
pengobatan
Resume nilai variabel bebas yang diteliti terhadap kepatuhan pengobatan dapat
dilihat pada tabel 5.16
Tabel 5.16: Resume nilai p variabel bebas yang diteliti terhadap kepatuhan
pengobatan
Variabel p value
Umur
Jenis Kelamin
Pengetahuan
Peran Keluarga
Peran Petugas
Cacat Kusta
Reaksi Kusta
0,024
0,017
0,007
0,015
0,007
0,005
0,001
Dari tabel 5.16 diketahui bahwa dari ketujuh variabel bebas yang diteliti memiliki
nilai < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel umur, jenis kelamin,
pengetahuan, peran keluarga, peran petugas, cacat kusta, dan reaksi kusta
bermakna atau berpengaruh terhadap kepatuhan pengobatan. Dimana variabel
reaksi kusta memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kepatuhan
pengobatan karena memiliki nilai terkecil dibandingkan nilai variabel bebas
lainnya.
Page 47
35
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Faktor Umur
Hasil uji Chi-Square menunjukkan dari 43 responden usia produktif
sebanyak 31 (72,1%) penderita patuh berobat dan dari 7 responden yang berusia
tidak produktif terdapat 2 (28,6%) patuh berobat. Secara statistik ada pengaruh
umur terhadap kepatuhan berobat karena nilai p= 0,024 < 0,05. Sama halnya
dengan penelitian Basaria (2008) bahwa ada hubungan yang bermakna antara
umur dengan kepatuhan berobat.
Hal ini sesuai juga dengan pendapat La Greca dalam Smet (1994) bahwa
usia remaja dan dewasa lebih patuh minum obat dibandingkan dengan lanjut usia,
karena pada usia lanjut dipengaruhi daya ingat yang berkurang dan sering tinggal
di rumah sendiri, sehingga tidak teratur minum obat.
6.2. Faktor Jenis Kelamin
Hasil uji Chi-Square menunjukkan dari 33 responden laki- laki sebanyak 18
(54,5%) penderita patuh berobat, sedangkan dari 17 responden perempuan
terdapat 15 (88,2%) patuh berobat. Secara statistik ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kepatuhan berobat karena nilai p= 0,017 < 0,05. Hasil penelitian ini
mendukung temuan penelitian Basaria (2008) bahwa penderita kusta lebih banyak
pada laki- laki dibandingkan perempuan. Berdasarkan data Depkes RI (2006)
distribusi epidemiologi kusta menurut jenis kelamin, kusta lebih banyak dialami
oleh laki-laki daripada perempuan.
Menurut pendapat Smet (1994), kaum perempuan cenderung lebih patuh
minum obat untuk kesembuhannya dibandingkan dengan laki- laki, karena setiap
penyakit yang berakibat buruk terhadap penampilannya diupayakan untuk tidak
terjadi dengan mematuhi anjuran untuk teratur minum obat.
6.3. Faktor Pengetahuan
Proporsi pengetahuan responden 28 responden berpengetahuan baik
sebanyak 23 (82,1%) penderita patuh berobat, sedangkan pada 22 responden
Page 48
36
pengetahuan kurang baik terdapat 10 (45,5%) yang patuh berobat. Terlihat bahwa
presentase responden yang berpengetahuan baik lebih patuh berobat dibanding
dengan responden yang pengetahuan kurang dan secara statistik ada pengaruh
pengetahuan terhadap kepatuhan berobat karena nilai p= 0,007 < 0,05. Hasil
penelitian yang sama ditunjukkan oleh Harjo (2000) bahwa secara statistik ada
hubungan antara pengetahuan penderita kusta dengan keteraturan berobat.
Pengetahuan responden adalah pengetahuan mengenai penyakit kusta yang
diterima secara langsung dari petugas kesehatan sewaktu mendapat pengobatan
maupun melalui media lainnya sebelum dan sewaktu berobat sehingga diharapkan
dapat merubah perilaku untuk teratur berobat maupun minum obat untuk
mencapai kesembuhan. Hal ini sejalan dengan teori L. Green dalam Notoatmodjo
(2005) yang menyatakan perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi berupa
pengetahuan. Dan juga sama dengan pendapat Notoatmodjo bahwa pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
6.4. Faktor Peran Keluarga
Proporsi responden dari 37 yang menyatakan keluarga berperan terdapat 28
(75,7%) yang patuh obat dan dari 13 responden yang menyatakan keluarga
kurang berperan 5 (38,5%) responden patuh berobat. Hal ini menunjukkan bahwa
presentase responden yang menyatakan keluarga berperan lebih banyak patuh
minum obat dibandingkan responden yang menyatakan keluarga kurang berperan.
Secara statistik dengan uji Chi-Square ada pengaruh peran keluarga terhadap
kepatuhan pengobatan karena nilai p= 0,015 < 0,05.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fajar (2002) bahwa peran
anggota keluarga membantu penderita kusta dalam kepatuhan pengobatan. Hasil
penelitian Komariah (2000) juga menyatakan mereka yang sakit dalam mencari
pelayanan kesehatan terlebih dahulu mendiskusikan sakitnya kepada seseorang
terutama keluarga dan saudaranya. Orang yang didukung keluarga dalam
melakukan suatu hal, cenderung akan melakukan peraturan yang telah ditentukan,
begitu juga dengan pengobatan, bila didukung oleh keluarga akan teratur dalam
pengobatan, karena selalu diingatkan.
Page 49
37
6.5. Faktor Peran Petugas
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa dari 40 responden yang menyatakan
petugas berperan 30 (75%) diantaranya patuh berobat sedangkan dari 10
responden yang menyatakan petugas kurang berperan ada 3 (30%) yang patuh
berobat. Secara statistik, ada pengaruh peran petugas terhadap kepatuhan
pengobatan karena nilai p= 0,007 < 0,05. Dalam buku Pedoman Nasional
Pengendalian Penyakit Kusta, disebutkan bahwa penderita sering terputus
pengobatannya karena tidak adanya petugas di puskesmas ketika datang
mengambil obat. keterbatasan obat di puskesmas, dan pelayanan puskesmas yang
buruk.
Hasil penelitian ini sama dengan yang diperlihatkan Basaria (2008) bahwa
ada pengaruh peran petugas terhadap kepatuhan pengobatan penderita. Menurut
Joenoes (1998), seorang petugas kesehatan yang tidak komunikatif terhadap
penderita akan menyebabkan penderita tidak mematuhi atau tidak menggunakan
obat yang diberikan padanya. Penyuluhan yang efektif diberikan petugas
kesehatan akan memberikan motivasi untuk patuh oleh penderita. Efektivitas
komunikasi petugas dengan penderita akan membuat penderita patuh
menggunakan obat. Joenoes juga menyatakan apabila penderita tidak dapat baca
tulis maka petugas kesehatan memberikan keterangan secara lisan dan berulang-
ulang sehingga penderita merasa yakin atau mengerti keterangan yang diberikan.
6.6. Faktor Cacat Kusta
Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa dari 31 responden yang
mengalami cacat 25 (80,6%) diantaranya patuh berobat sedangkan dari 19
responden yang tidak mengalami cacat ada 8 (42,1%) yang patuh berobat. Secara
statistik, ada pengaruh cacat kusta terhadap kepatuhan pengobatan karena nilai p =
0,005 < 0,05.
Penelitian Hasnani (2002) menunjukkan riwayat keteraturan berobat ada
hubungannya dengan kejadian cacat tingkat II. Adanya kecacatan yang
disebabkan oleh penyakit kusta, menyebabkan betapa takutnya seseorang
Page 50
38
kehilangan anggota geraknya, sehingga akan menyebabkan seseorang untuk patuh
berobat agar cacat yang terjadi tidak bertambah berat.
Dalam buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kusta, disebutkan
bahwa penyakit kusta dapat menyebabkan kecacatan, namun kerusakan pada
mata, tangan, dan kaki dapat dicegah dan diobati secara dini dengan pengobatan
Multi Drug Therapy untuk membunuh kuman kusta tetapi cacat yang terlanjur
terjadi tetap ada seumur hidup. Dengan perawatan diri yang teratur, cacat tidak
akan bertambah berat.
6.7. Faktor Reaksi Kusta
Presentase responden yang mengalami reaksi dan patuh berobat sebanyak 22
(88%) sedangkan yang tidak mengalami reaksi dan patuh berobat sebesar 11
(44%). Terlihat presentase responden yang mengalami reaksi lebih besar dalam
kepatuhan berobat dibandingkan yang tidak mengalami reaksi. Dari analisa
bivariat didapat bahwa reaksi kusta mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan
pengobatan karena nilai p= 0,001 < 0,05. Begitu juga dengan penelitian Pagolori
(2002) yang menunjukkan hasil yang sama bahwa ada hubungan antara
keteraturan berobat dengan kejadian reaksi kusta.
Hal ini sama dengan hasil penelitian Basaria (2008), ada pengaruh reaksi
kusta terhadap keteraturan berobat. Dalam buku Pedoman Nasional Pengendalian
Penyakit Kusta, disebutkan bahwa reaksi kusta dapat terjadi sebelum, selama, atau
setelah pengobatan. Untuk mengurangi reaksi kusta, setiap penderita diberikan
obat penanganan reaksi dan tetap mengonsumsi obat kusta.
Page 51
39
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab terdahulu, maka
dapat ditarik kesimpulan :
1. Ada pengaruh faktor umur, jenis kelamin, tingkat pengetahuan, peran keluarga,
peran petugas kesehatan, faktor cacat kusta, dan reaksi kusta terhadap
kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin
Chalid tahun 2013.
2. Faktor reaksi kusta memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap
kepatuhan pengobatan pada penderita kusta rawat inap di RS Dr. Tadjuddin
Chalid tahun 2013 dibandingkan faktor- faktor lainnya.
7.2. SARAN
1. Kepada petugas kusta agar tetap meningkatkan kinerjanya dalam memberikan
pelayanan yang lebih baik khususnya penanganan kepatuhan pengobatan
penderita kusta.
2. Kepada penderita kusta agar lebih meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan
dengan mengonsumsi obat secara teratur hingga dinyatakan Release From
Treatment dan melakukan perawatan diri yang baik agar mempermudah proses
penyembuhan.
3. Diperlukan program khusus untuk memotivasi dan meningkatkan pengetahuan
keluarga agar meningkatkan perannya, terutama bagi pasien kusta yang
berumur <15 tahun dan >64 tahun, berjenis kelamin laki- laki, dan tidak
mengalami cacat kusta, reaksi kusta serta berpengetahuan rendah.
Page 52
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Hunter J,Savin J, Dahl M. Leprosy.In: Clinical Dermatology,3rd
.ed.
Massachusetes: Blackwell Science;2003.p.197-200.
2. Departemen Kesehatan RI. Buku pedoman nasional pengendalian penyakit
kusta. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL; 2007
3. Fajar,N.A. Analisis faktor sosial budaya dalam keluarga yang
mempengaruhi pengobatan dini dan keteraturan berobat pada penderita
(studi pada keluarga penderita di kabupaten Gresik).Jakarta:2002
4. Fajar,NA. Dampak psikososial penderita kusta dalam proses
penyembuhannya. Jurnal Pembangunan Manusia.2010;10(1):1-12
5. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2011.Makassar: 2011
6. Saranani,SM. Pelaksanaan proyek Netherland Leprosy Relief (NLR) dan
cakupan program pemberantasan penyakit kusta di kota Kendari Sulawesi
Tenggara tahun 2004[tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas
Kesehatan Masyarakat UGM,2005.
7. Harjo. Faktor- faktor yang berhubungan dengan ketidakteraturan berobat
penderita kusta di kabupaten Majalengka tahun 1998-2000 [tesis]. Jakarta:
Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat UI,2002.
8. Notoatmodjo,S. Pengantar pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku
kesehatan.Yogyakarta: Andi Offset.2005
9. Smith DS, Cunha BA. 2010, Leprosy, [online].2013 7 May [ cited 2013 6
July]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/220455-
overview#showall.
10. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Leprosy.In: Dermatology, 2nd
ed.USA:
Mosby Elsevier;2008.Chap.74.
11. Burns T, Breathnac S,Cox N. Leprosy. In: Rook’s Textbook
Dermatology,7th
ed. Massachusetes: Blackwell Science;2004.p.1349-60.
12. McDougall AC, Yuasa Y. A new atlas of leprosy. Tokyo: Sasakawa
Memorial Health Foundation;2002.
13. Slamet B. Psikologi umum. Bandung : PT Remaja Rosdakarya;2007.
Page 53
41
14. Niven. Psikologi kesehatan. Jakarta:EGC;2008
15. Bustan. Pengantar epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta;2002
16. Degresi. Ilmu perilaku manusia. Jakarta : PT. Rineka Cipta;2005.
17. Smet, Bart.Psikologi kesehatan.Jakarta: Grasindo;1994.
18. Notoatmodjo. Promosi kesehatan ilmu dan seni. Jakarta : PT. Rineka
Cipta;2007.
19. Azwar. Sikap Mmanusia dan pengukurannya. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.;2007.
20. Effendy. Keperawatan keluarga. Jakarta : EGC;2005.
21. Notosoedirjo,L. Kesehatan mental, konsep, dan penerapan. Malang: UMM
Press;2005.
22. Departemen Kesehatan RI. Pedoman eliminasi kusta, mengatasi masalah
masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal PP & PL; 2000
23. Arikunto, Suharsini. Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta;2002
24. Sugiyono. Statistik nonparametris. Bandung: CV. Albeta;2004