BAGIAN I PENGANTAR DAN SEJARAH FILSAFAT PENDIDIKAN BAB I HAKEKAT FILSAFAT 1.1. Filsafat Timbul dari Dorongan Untuk Mengetahui Disadari atau tidak, setiap manusia selalu berfilsafat. Karena manusia yang normal selalu bertanya dan mencari jawaban tentang segala sesuatu yaitu Tuhan, dunia dan dirinya termasuk apa yang dilakukannya. Menurut Aristoteles (384-322) dari kodratnya semua manusia memiliki hasrat ingin tahu.[1] Dalam diri manusia ada dorongan untuk mengetahui (desiderium sciendi) lebih banyak tentang kenyataan yang mengitarinya dan tentang dirinya sendiri. Manusia memiliki akal budi yang haus akan pengetahuan batu (an inquistive mind), yang terbuka untuk menyelidiki segala kejadian dan gejala.[2] Filsafat bertolak dari keinginan mendasar ini. Manusia selalu mempertanyakan segala sesuatu. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki akal budi yang memungkinkan dia untuk berpikir. Dengan ini manusia memiliki kemampuan yang melebihi makhluk-makhluk infra-human seperti tumbuhan dan hewan. Sesekor hewan, misalnya tidak memiliki kesadaran diri, dia tidak sadar bahwa ia tahu, tidak tidak tahu bahwa ia menginginkan sesuatu. Manusia sebaliknya, tidak hanya menangkap peristiwa-peristiwa khusus yang terjadi dengan indera-indera seperti makhluk-makhluk lain. Dengan akal budinya dia mampu membentuk pengertian-pengertian dan merumuskan putusan-putusan logis. Dia tidak hanya puas mengenal fakta-fakta, tetapi juga ingin mengetahui ”alasan, sebab” dari fakta-fakta itu. Pengetahuan yang diperoleh dengan akal budi menyata dalam dua bentuk utama. Yang satu bersifat rasional atau logis, yang bekerja dengan konsep-konsep umum. Bentuk ini bersifat spekulatif, abstrak dan refleksif. Aristoteles menjelaskan manusia sebagai makhluk berakal budi (animal rationale). Tetapi ada bentuk lain yang juga penting, yaitu pengetahuan yang bersifat simbolis atau figuratif yang bekerja dengan gambar-gambar, simbol-simbol, mitos-mitos dan perbandingan (kiasan). Ernst
38
Embed
BAGIAN I PENGANTAR DAN SEJARAH FILSAFAT PENDIDIKAN BAB I HAKEKAT FILSAFAT 1.1. Filsafat Timbul dari Dorongan Untuk Mengetahui
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAGIAN IPENGANTAR DAN SEJARAH FILSAFAT PENDIDIKAN
BAB IHAKEKAT FILSAFAT
1.1. Filsafat Timbul dari Dorongan Untuk Mengetahui
Disadari atau tidak, setiap manusia selalu berfilsafat.Karena manusia yang normal selalu bertanya dan mencari jawaban tentang segala sesuatu yaitu Tuhan, dunia dan dirinya termasukapa yang dilakukannya. Menurut Aristoteles (384-322) darikodratnya semua manusia memiliki hasrat ingin tahu.[1] Dalamdiri manusia ada dorongan untuk mengetahui (desiderium sciendi)lebih banyak tentang kenyataan yang mengitarinya dan tentangdirinya sendiri. Manusia memiliki akal budi yang haus akanpengetahuan batu (an inquistive mind), yang terbuka untukmenyelidiki segala kejadian dan gejala.[2]
Filsafat bertolak dari keinginan mendasar ini. Manusiaselalu mempertanyakan segala sesuatu. Hal ini disebabkan karenamanusia memiliki akal budi yang memungkinkan dia untukberpikir. Dengan ini manusia memiliki kemampuan yang melebihimakhluk-makhluk infra-human seperti tumbuhan dan hewan. Sesekor hewan, misalnya tidak memiliki kesadaran diri, diatidak sadar bahwa ia tahu, tidak tidak tahu bahwa iamenginginkan sesuatu. Manusia sebaliknya, tidak hanya menangkapperistiwa-peristiwa khusus yang terjadi dengan indera-inderaseperti makhluk-makhluk lain. Dengan akal budinya dia mampumembentuk pengertian-pengertian dan merumuskan putusan-putusan logis. Dia tidak hanya puas mengenal fakta-fakta, tetapi jugaingin mengetahui ”alasan, sebab” dari fakta-fakta itu.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal budi menyatadalam dua bentuk utama. Yang satu bersifat rasional atau logis,yang bekerja dengan konsep-konsep umum. Bentuk ini bersifat spekulatif, abstrak dan refleksif. Aristoteles menjelaskan manusia sebagai makhluk berakal budi (animal rationale). Tetapi adabentuk lain yang juga penting, yaitu pengetahuan yang bersifat simbolis atau figuratif yang bekerja dengan gambar-gambar,simbol-simbol, mitos-mitos dan perbandingan (kiasan). Ernst
Cassirer, seorang filsuf terkemuka aliran Neokantian abad ini mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang menggunakan simbol-simbol (animal symbolicum). Jadi ada dua hal yang salingmelengkapi.
1.2. Jenis-Jenis Filsafat
Manusia pada hakekatnya adalah fisuf. Sejauh sebagaimakhluk berakal budi, dia terdorong untuk bertanya dan mencarijawaban tentang semua yang ada dan tentang semua yang terjadi.Pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan bukanlah monopoli orang-orang terpelajar melulu, tetapi menyangkut semua orang. Padaumumnya dibedakan dua jenis filsafat[3], yaitu:
1. Filsafat elementer (alamiah) yang ada pada semua bangsa danmenjadi milik semua orang. Filsafat alamiah ini pada umumnya bersifat naratif (dalam bentuk cerita-cerita) dan bukanargumentatif dan sistematis. Filsafat jenis ini diungkapkandalam bentuk mitos-mitos, disajikan dalam kisah-kisah,diabadikan dalam syair-syair dan dipadatkan dalam kata-katabijaksana. Dalam arti ini filsafat terdapat pada semua sukubangsa dan peradaban pada segala momen sejarah dan bukanmonopoli suku bangsa tertentu.
2. Filsafat ilmiah yang bersifat sistematis dan metodis. Secarahistoris, filsafat ini dimulai dan dikembangkan pertama kali diDunia Barat sama seperti ilmu pengetahuan dan teknologi. BangsaYunani, leluhur peradaban manusia Barat, pertama kali berhasil menemukan dan menetapkan sarana-sarana seperti logika, yaitu aturan-aturan untuk penalaran logis yang perlu untuk mengangkat filsafat dari tingkat alamiah ke tingkat ilmiah. Pada bangsa-bangsa asli Timur sezaman Yunani Kuno ketika filsafat lahir,unsur-unsur filsafat selalu berhubungan dengan kehidupanreligius dan karena itu tidak dapat disebut sebagai filsafat dalam arti yang sesungguhnya. Parmenides, Herakleitos,Pythagoras, Sokrates, Plato dan Aristoteles adalah pemikir-pemikir besar pertama yang mengembangkan tehnik-tehnik baruuntuk menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan mendasarmenyangkut kehidupan dengan bertumpu pada penalaran murni(penalaran yang dikontrol secara ketat oleh hukum-hukum logika).Tokoh-tokoh ini mengembangkan filsafat sebagai ilmu yangsistematis dan metodis. Filsafat sistematis adalah hasiltemuan manusia Yunani.
Dalam pembicaran selanjutnya, kita akan menggunakan filsafat dalam pengertian kedua ini.
1.3. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari kata bahasa Yunaniphilosophia. Kata ini terbentuk dari dua kata dasar, yakni philia(kata benda) berarti cinta atau philein (kata kerja) berartimencintai dan sophia (kata benda) yang berarti kebijaksanaan,kebenaran. Menurut tradisi filsafat, orang yang pertama kalimemakai kata philosophos atau filsuf orang yang mencintaikebijaksanaan) adalah Phytagoras.
Dari tinjauan etimologis ini menjadi jelas bahwa filsafat secara harafiah berarti cinta akan kebijaksanaan dan filsufberarti orang yang mencintai kebijaksanaan. Dengan demikian,segera tampak bahwa filsafat adalah suatu aktivitas intelektualyang bersifat dinamis dan bukan suatu pengertian yang statis.Cinta (philia) atau hasrat menunjuk kepada suatu aspirasi,keterarahan seluruh diri kepada sesuatu yang dicita-citakan, yangbelum dimiliki sepenuhnya. Kebijaksanaan dan kebenaran (sophia)menunjuk kepada sasaran yang dituju oleh aspirasi itu.[4]Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa unsur hakiki yang perludigarisbawahi, yaitu:
1. Sebagai aktivitas intelektual, filsafat selalu terarahkepada kebenaran (objek intelek adalah kebenaran). Filsafat tidak pernah berhenti pada suatu pendapat yang sudah mapan danditerima umum; ia tidak pernah berhenti mempertanyakan. Iaselalu mempertanyakan secara kritis semua pendapat dan pandangandan tidak menerima begitu secara buta.[5]
2. Filsafat mau mencari sampai ke akar (memikirkan secararadikal, radix; akar), mau mencari sampai kepada sesuatu yang paling mendalam yang mendasari kenyataan. Dengan kata lain,filsafat mau menggapai syarat-syarat yang memungkinkan adanya atau terjadinya sesuatu. Inilah yang dalam filsafat dikenalsebagai metode transendental (to transcend; melampaui dan mengatasifakta-fakta dan gejala-gejala yang tampak).
3. Ketulusan dan kejujuran untuk selalu memihak kepadakebenaran, kerendahan hati untuk terus menerus mencari. Dalamhal ini orang perlu membuat suatu pertobatan terus menerus.
Ada tiga jenis pertobatan yang perlu untuk mencapai kebenaran,yaitu:
a. Pertobatan intelektual. Orang harus terus menerusmenjernihkan pandangannya tentang realitas yaitu bahwakebenaran ada dan harus ditemukan.
b. Pertobatan moral. Orang harus selalu mengarahkan diri kepadanilai yang akan membantu perwujudan dirinya dalam penggunaankebebasan yang memihak kepada nilai.
c. Pertobatan religius. Orang harus membuka diri kepadarealitas yang lebih tinggi.
1.4. Filsafat dan Ilmu-ilmu Empiris
Secara singkat filsafat yang dimaksudkan di sini selainsebagai ilmu adalah juga sikap hidup. Sikap hidup yang dituntutoleh filsafat adalah kepekaan dan keterbukaan untuk senantiasa membuat refleksi kritis rasional yang tak berkesudahan tentangpenghayatan hidup sendiri, tentang tindakan dan tentangrealitas secara keseluruhan. Plato pernah mengatakan bahwa hidupyang tidak direflesikan tidak layak untuk dibanggakan. Sebagaiilmu, sebenarnya filsafat merupakan suatu bentuk pengetahuan yang bersifat metodis, sistematis, dan kritis tentang seluruhkenyataan yang dibahas menurut aspek kedalamannya, sampai keakar-akarnya. Filsafat dengan ini berupaya mencari sebab-sebab terdalam dan prinsip-prinsip[6] dasar dari kenyataan. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu mengenai prinsip-prinsipdasar.[7]
Adapun yang menjadi persamaan antara ilmu-ilmu danfilsafat, yakni filsafat dan ilmu-ilmu timbul dari dorongan untuk mengetahui dan keinginan dasar untuk mengerti. Filsafatdan ilmu-ilmu timbul dari manusia sebagai mahkluk rasional, yangbertanya dan mencari jawaban. Semuanya terarah kepadakepentingan manusia. Tidak ada filsafat untuk filsafat, sepertijuga tidak ada ilmu untuk ilmu. Karena apa yang dilakukan manusia dengan sadar dan sengaja selalu bersifat intensionaldalam arti memiliki tujuan tertentu. Demikian juga filsafat danilmu selalu merupakan abdi manusia, demi kepentingan manusia.
Sementara yang menjadi perbedaan antara ilmu-ilmu danfilsafat terletak pada objek kajian (obyek material) dan sudutpandang dari mana suatu segi dari realitas dibahas (objekformal). Objek material dari filsafat adalah seluruh kenyataan;
tak ada aspek yang diabaikan. Maka objek filsafat adalah yangpaling luas. Objek formal adalah sebab-sebab pertama danterdalam (first and ultimate causes) dari kenyataan. Sementara ilmu-ilmu lain membatasi diri pada bagian tertentu dari kenyataan.Misalnya, objek kajian biologi terbatas pada makhluk-makhlukhidup; objek kajian geografi adalah letak tempat-tempat dipermukaan bumi, iklim, fauna, flora, dan populasi suatu daerah;ilmu kedokteran mempelajari perlbagai hal tentang kesehatan danpenyakit-penyakit. Ilmu-ilmu lain bekerja mulai dengan kata-kata dan gejala-gejala yang dapat diamati diobservasi dandikuantifikasi. Ilmu-ilmu lain menyelidiki sebab-sebab sejauh dapat diamati dan dapat diukur, bukan sebab terdalam, yaitukenyataan sebagaimana adanya. Boleh dikatakan bahwa ilmu-ilmu membahas sebab-sebab kedua dan terdekat (secondary and immediate causes). 1.5. Filsafat dan Ideologi
Ditilik dari segi kata, Ideologi berarti ilmutentang ide-ide; ilmu yang mengambil ide-ide sebagai objekkajiannya. Pada umumnya ideologi diartikan sebagai berikut: [8]
1. Teori tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan padakepentingan fisik pihak yang memperjuangkannya. Dalam hal ini ideologi menjadi sarana untuk membenarkan dan mengabadikan kekuasaan dan kepentingan sebuah kelompok sosial;
2. Keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai dan sikap-sikapdasar rohani suatu kelompok sosial. Di sini pengertian ideologibersifat netral. Baik buruknya suatu ideologi tergantung padaisinya;
3. Segala penilaian etis, anggapan-anggapan normatif, teori-teori serta paham-paham keagamaan, yang tidak dapat diuji secaramatematis-logis atau empiris (tuntutan positivisme). Dalam artiini ideologi tidak bersifat rasional, karena bersifat subyektifdan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara objektif.
Filsafat berbeda dari ideologi. Perbedaankeduanya dapat dijelaskan sebagai berikut : [9]
1. Filsafat bersifat refleksif dan spekulatif, sedangkan ideologi bersifat instrumental dan pragmatis digunakan sebagaisarana untuk mencapai tujuan tertentu yang dianggap bergunasecara praktis;
2. Filsafat bersifat revelatif, dalam arti bertujuan menyingkapkan kebenaran, sedangkan ideologi menetapkan ide-ide dasar yang berguna untuk menunjang sukses praktis;
3. Filsafat akan tetap bertahan selama sifat refleksifkritis dan spekulatifnya ada dan akan mati kalau ia berubahmenjadu ideologi yang digunakan sebagai alat untuk mencapaisuatu tujuan praktis dan langsung.
1.6. Tujuan Belajar Filsafat1.6.1. Tujuan Umum[10]
Pada umumnya studi filsafat menjadikan orangmampu menangani pertanyaan-pertanyaan dasar manusia yang tidakterletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu lain, tapi tentang kenyataan dan tanggung jawab manusia. Dalam hal ini filsafatmemberikan:
1. Pengertian lebih mendalam tentang manusia dan dunia.Dengan mempelajari pendekatan-pendekatan pokok terhadappertanyaaan-pertanyaan dasar manusia serta mendalami jawaban-jawaban yang pernah diberikan oleh pemikir-pemikir besarsepanjang sejarah, wawasan seseorang diperluas;
2. Kepekaan kritis dan kemampuan untuk menganalisis secaratepat argumentasi; pendapat dan tuntutan pelbagai ideologi yangselalu muncul dan membujuk orang untuk mempercayakan diri secarabuta. Filsafat di sini berperan sebagai kritik ideologi;
3. Pendasaran metodis dan sistematis dalam menjalani studi dalam ilmu-ilmu lain;
4. Filsafat dapat membantu orang untuk melihat kenyataansecara keseluruhan yang utuh dan menangkap bagian-bagian dalamdimensi kedalamannya.
1.6.2. Fungsi Filsafat untuk Indonesia
Pada zaman sekarang, filsafat memiliki banyak fungsi.Berkaitan dengan situasi dan kondisi Indonesia, maka filsafatmemiliki beberapa fungsi, yakni :
1. Filsafat merupakan sarana untuk mengambil sikap kritisterhadap tantangan mordenisasi dan globalisasi yang sedang membawa perubahan dalam pandangan hidup, nilai-nilai dannorma-norma yang baku dari bangsa kita;
2. Filsafat merupakan sarana yang tepat untuk menggalikekayaan kebudayaan, tradisi dan pandangan hidup bangsa kitaserta mengaktualisasikannya kembali sesuai dengan derapperkembangan bangsa. Warisan rohani yang direfleksikan daptmenjadi modal bagi pembentukan terus menerus jati diri bangsa;
3. Filsafat merupakan alat bantu untuk membuka kedok-kedokideologis pelbagai bentuk penyelewengan seperti ketidakadilansosial, pelecehan terhadap martabat manusia, pemerkosaan hak-hakasasi manusia yang masih sering terjadi;
4. Filsafat memberikan sarana dan dasar bagi dialog antarumat beragama. 1.6.3. Fungsi Filsafat untuk Pendidikan Keagamaan
Filsafat hadir bukan untuk menentang eksistensi agama yangmapan. Filsafat memiliki fungsi untuk agama, khususnya berkaitandengan pendidikan keagamaan. Fungsi filsafat untuk PendidikanKeagamaan adalah :
1. Studi filsafat membimbing orang untuk memahami secaramendalam martabat, kebebasan dan hubungan manusia dengan Tuhandan dunia. Filsafat yang sehat akan membantu untuk membinakesadaran yang semakin mendalam tentang hubungan antara rohmanusia dan kebenaran yang diwahyukan secara penuh dalam diriYesus Kristus;
2. Filsafat membantu pembentukan intelektual seorang yangberiman dan beragama dalam usahanya untuk mencintai danmenghormati kebenaran (loving veneration of truth) dan membimbing diauntuk mengakui bahwa kebenaran tidak diciptakan oleh manusia,tetapi diterima sebagai hadiah dari Allah, kebenaran Tertinggi;
3. Filsafat membuat orang sadar bahwa budi manusia mencapaikebenaran objektif dan universal, bahkan kebenaran tentang Allahdan arti terakhir hidup manusia meskipun dalam bentuk terbatasdan sering kali sulit;
4. Pentingnya filsafat bagi orang yang beriman dan beragamamemperlihatkan kebenaran bahwa iman tidak dapat bertahan tanpadaya nalar. Karena itu usaha yang tidak berkesudahan untukmemikirkan untuk memikirkan secara mendalam iman merupakan seuatuyang sangat manusiawi.
1.7. Metode Filsafat
Istilah metode berasal dari kata bahasa Yunani Meta yangberarti sesudah atau di belakang atau bersama dengan dan odosyang berarti perjalanan. Berdasarkan arti etimologis ini, metodebisa menunjuk kepada apa yang ingin dicapai pada akhir suatupencarian. Jadi, suatu metode selalu mengandaikan dua unsur itu,yaitu:
1. Apa yang hendak dicapai atau tujuan;2. Cara kerja macam mana yang memungkinkan pencapaian tujuan
yang dimaksud secara paling efektif dan memberikan hasil palingmemuaskan.[11]
Perlu dibedakan dua cara memandang metode dalam uraianfilosofis, yaitu metode umum dan khusus.[12]
1.7.1. Metode Umum
Pada umumnya dalam filsafat, seperti juga dalam karyailmiah umumnya, dikenal dua metode sejak lama.
1. Metode deduksi. Metode ini selalu bertolak dari hukum-hukum umum untuk menilai dan menguji kasus-kasus khusus. Carayang lazim untuk metode ini adalah silogisme di mana ada satupremis mayor dan satu premis minor, dan kesimpulan akanditarik dari hubungan antara kedua premis itu;
2. Metode deduksi. Metode yang bertolak dari kasus-kasuskhusus, sambil melihat unsur umum yang ada pada banyak kasuskhusus, menetapkan hukum-hukum umum.
1.7.2. Metode Khusus
1.7.2.1.Metode Fenomenologi
Metode ini kembangkan oleh Edmund Husserl sebagai metodeuntuk menjelaskan arti dari sesuatu sejauh sesuatu itu munculdari kesadaran. Kesadaran menurut Husserl memiliki dua kurub,yaitu kutub subjektif dan kutub objektif. Penjelasanfenomenologis harus memperhatikan kedua aspek dari kesadaran(pengalaman). Dalam filsafat pendidikan, metode ini inginmenjelaskan pendidikan sebagai suatu fenomen (gejala-gejala)dalam kehidupan manusia.
Ada tiga tahap dalam metode fenomenologi yang secarasingkat dapat dilukiskan sebagai berikut:
1. Mengurungkan semua pengetahuan yang sudah ada, yaitupendapat orang dan memusatkan perhatian pada fenomen, yaitubagaimana sesuatu itu menampakkan diri dalam kesadaran;
2. Reduksi eidetis, yaitu dengan mengurungkan semua aspektambahan yang tidak perlu sehingga yang tinggal hanya aspek yangpaling inti, hakiki, yang universal dan yang mengatasi ruang danwaktu, yang disebut eidos (hakikat);
3. Reduksi transendental, yaitu setelah menyisihkan pelbagai pendapat dan unsur-unsur tambahan, maka orang mencapai subjekmurni, aku murni yang mengatasi semua pengalaman. Yangdiperlukan dalam penjelasan tentang fenomen pendidikan adalahreduksi eidetis.
1.7.2.2.Metode Kritis
Metode ini penting dalam membicarakan aliran-aliranfilsafat pendidikan nanti. Metode ini menyelidiki paham-pahamtentang pendidikan, meneliti sistem-sistem dan teori-teori yangsudah ada. Yang diteliti secara kritis adalah anggapan dasarnya,entah diterima atau tidak. Juga diteliti ketetapan (konsistensi)dan hubungan logis (koherensi) teori-teori atau sistem-sistemitu. Konsistensi berarti sesuai dengan asas atau prinsip-prinsipyang dianut. Koherensi berarti keselarasan atau persesuaian satubagian dengan bagian lain, yang membuat sistem itu menjadi satukesatuan yang utuh.
1.7.2.3.Metode Transendental
Metode transendental bertitik tolak dari fenomenamanusiawi yang paling sentral, yaitu fakta kegiatannya(berpikir, berbicara, memilih). Tidak dianalisis arti dan nilaiyang diungkapkan sebagai isi eksplisit dalam kegiatan itu,melainkan dicari pengandaian-pengandaian yang tersirat atausyarat-syarat mutlak yang memungkinkan pelaksanaan faktakegiatan tersebut. Pengandaian-pengandaian yang tersirat atausyarat-syarat mutlak yang memungkinkan pelaksanaan fakta kegiatantersebut. Pengandaian-pengandaian itu ditemukan baik pada phaksubjek sendiri yang bertindak, maupun pada pihak objek yangdilibatkan. Setiap kali dibentangkan lagi konsekuensi syaratatau pengandaian yang ditemukan. Dengan demikian secarasistematis disingkapkan struktur-struktur hakiki dalam manusia
dan dunianya yang merupakan dasar konstitutif bagi kegiatannyayang faktual.
1.8. Pembagian Filsafat
Setiap filsuf biasanya memilih bidangtertentu dari kenyataan sebagai objek pokok refleksinya.Berdasarkan pemilihan ini maka dapat dilihat persoalan-persoalan yang selalu muncul dalam sejarah filsafat, seperti:
1. Logika, membahas aturan-aturan penalaran yang baik dantertib;
2. Epistemologi mempersoalkan tentang asal-usul pengetahuan danbagaiamana orang mencapai kebenaran;
3. Kritik ilmu-ilmu (filsafat ilmu pengetahuan); 4. Bahasa (filsafat bahasa); 5. Kosmologi, yaitu filsafat alam dunia; alam dunia tersusun
dari pelbagai unsur yang bersama-sama membentuk suatukeseluruhan yang teratur atau kosmos;
6. Mmetafisika umum atau ontologi: membahas tentang dasar darisegala yang ada sejauh ada;
7. Agama, yaitu filsafat tentang hubungan manusia dengan suatupribadi yang memperlihatkan manusia sebagai manusia;
8. Eestetika (filsafat keindahan; sejauh mana sesuatu dikatakanindah);
9. Pedagogi (filsafat pendidikan) 10. Politik (filsafat tentang dimensi sosial dan politis manusia); 11. Sejarah (filsafat sejarah);12. Kebudayaan (filsafat kebudayaan);13. Aksiologi (filsafat tentang nilai)
Tetapi persoalan-persoalan itu dapatdikembalikan kepada 9 (sembilan) cabang filsafat dan kesembilancabang ini dapat dikelompokkan lagi ke dalam tiga bagianutama. Pembagian ini dikenal sebagai pembagian filsafat yangklasik.[13]
1.8.1. Filsafat tentang Pengetahuan
1. Logika, menyelidiki dan menetapkan aturan-aturan yangharus diperhatikan supaya cara berpikir manusia lurus dan tidaksesat.
2. Epistemologi, merupakan pengetahuan tentang pengetahuan
3. Kritik ilmu-ilmu menyelidiki titik pangkal, metode danobjek ilmu-ilmu
1.8.2. Filsafat tentang Keseluruhan Kenyataan
1. Ontologi, merupakan pengetahuan tentang ’semua yang adasejauh ada’
2. Teologi Metafisik (filsafat ketuhanan) membahas tentang apakah Tuhan ada dan tentang nama-nama Allah
3. Antropologi (filsafat manusia) berbicara tentang manusia4. Kosmologi (filsafat alam dunia) membahas tentang alam dunia
sebagai suatu susunan yang teratur (kosmos). Ontologi disebut juga metafisika umum, sedangkan teologi
metafisik, antropologi metafisik dan kosmologi filosofismerupakan bagian-bagian dari metafisika khusus.
1.8.3. Filsafat tentang Tindakan Manusia
1. Etika (filsafat moral) membahas tentang tindakan manusiayang dilakukan secara sadar dan segaja.
2. Estetika (filsafat keindahan) berusaha menyelidiki ,mengapasesuatu dialami sebagai yang indah.
BAB IIHAKEKAT FILSAFAT PENDIDIKAN
2.1. Pengertian Pendidikan
2.1.1. Pendidikan Sebagai Aktivitas Eksistensial dan Fundamental
Fenomena pendidikan merupaka sesuatu yang hakiki daneksistensial bagi kehidupan manusia.[14] Pendidikan merupakan fenomen bukan hanya karena tampak bagi mata sebagai data dangejala, melainkan tampak bagi kesadaran manusia: pikiran, jiwadan pribadinya. Fenomen itu disebut hakiki karena di mana pun manusia ada bersama selalu ada pendidikan. Pendidikan diartikansebagai aktivitas eksistensial dan fundamental. Pengertian inimengandung 3 unsur penting, yaitu :
1. Pendidikan disebut eksistensial karena menyangkut eksistensi manusia. Eksistensi berarti cara manusia berada yangkhas di dunia. Aliran yang berakaitan dengan eksistensi adalahEksistensi. Eksistensialisme adalah suatu aliran filsafat abad ke-20 yang merasakan misinya sebagai pemberantas dua pandangan yang berat sebelah tentang manusia, yakni materialisme dan idealisme.Materialisme adalah paham yang melihat manusia hanya sebagai bagian dari alam jasmani (materi) yang tidak berbeda daribenda-benda jasmani lain. Sedangkan idealisme adalah paham yang berpendapat bahwa manusia itu hanya subyek, di mana subyek itudisamakan dengan pikirannya sendiri. Dunia di luar pikiranmanusia tidak ada, kalaupun ada, tidak mungkin dimengerti;[15]
2. Pendidikan menyangkut cara orang berelasi dengan oranglain. Manusia tidak bisa berkembang dan menjadi diri sendiritanpa hubungan dengan manusia-manusia lain. Dunia manusiaadalah dunia arti-arti, dan arti-arti itu juga berlaku untukmanusia-manusia lain sebagai subjek. Jelas bahwa manusia hanyadapat hidup sebagai manusia kalau ia hidup bersama denganmanusia lain. L. Binswanger menegaskan bahwa cara berada manusia adalah ada bersama dengan subjek-subjek, dalam cintakasih, yang saling membangun dan menyempurnakan. Cita-cita dariindividu diarahkan kepada cinta tanpa pamrih sebagai
pemenuhannya. Cinta menciptakan persekutuan. Karena itu,persekutuan, ada bersama bersifat hakiki bagi manusia;
3. Fenomena pendidikan begitu nyata dalam hubunganantarmanusia. Dalam hal ini, hubungan bersifat saling memberiarti, hubungan membangun dan menyempurnakan dalam cinta kasih. Suatu perbuatan disebut fenomen mendidik karena hasilnyaapakah baik atau buruk. Pendidikan adalah suatu aktivitas fundamental karena pendidikan itu menyentuh akar-akar hidupmanusia sehingga mengubah dan menentukan hidup itu.
2.1.2. Pendidikan Sebagai Proses Pemanusiaan
Pendidikan adalah proses pemanusiaan manusiamuda.[16] Dalam proses pendidikan, dua pribadi (aku) bertemu,yaitu aku dari pendidik dan aku dari yang dididik, sehingga yangdididik diangkat ke tingkat aku pendidik. Pengangkat itu yangdisebut pemanusiaan. Pemanusiaan itu dibedakan atas dua,yakni :
1. Proses hominisasi (homo; manusia), yaitu perkembanganmenjadi manusia. Pendidikan disebut hominisasi bukan karenaproses bertumbuh dan berkembang yang diharapkan dari pendidikan secara lambat laun membawa kepada kesempurnaan dirisebagai manusia, baik dari aspek biologis maupun dari aspekpsikologis. Homonisasi itu mengarah kepada menjadi seorangpribadi, seorang subjek yang mengerti diri dan tahu menempatkan diri dalam situasi;
2. Proses humanisasi (humanus; manusiawi, humanisme; kehidupanmanusia dan masyarakat yang sempurna karena cocok dengantuntutan dan cita-cita manusia), yaitu proses perkembanganmanusia yang lebih tinggi dari tingkat yang minimal(hominisasi) kepada perkembangan ke tingkat yang lebih sempurna.Tingkat lebih tinggi itu adalah kebudayaan yang lebih tinggi. Kebudayaan adalah hasil pengangkatan alam (kodrat) ke tingkatlebih tinggi dengan kekuatan akal budi manusia.
Tujuan pendidikan adalah membantu manusia yang muda,sehingga bisa bergerak, bertindak dan bersikap sebagai manusia.
Pendidikan tidak hanya bermaksud memimpin manusia menjadi homotetapi menjadi homo yang human (homo humanus). Jadi, pendidikan sebenarnya bertujuan untuk membantu seorang manusia muda untukmenjadi pribadi atau subjek yang human. 2.2. Aktivitas Pendidikan Sebagai Persoalan Filsafat
2.2.1. Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan sering disebut dengan istilah Pedagogi.Istilah Pedagogi yang merupakan bahasa Yunani,yang berarti ”senimembimbing seorang anak”. Pada umumnya, istilah ini sinonimdengan ”ilmu pendidikan.[17]
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasarmanusia yang lahir dengan kemampuan yang hampir tidak terbatasuntuk bertindak , tetapi tanpa kecakapan untuk menerjemahkan kemampuan itu ke dalam perbuatan nyata. Manusia terlebih dahulu harus belajar dari orang lain tentang bagaimana mengungkapkan kemampuan-kemampuan itu seperti berjalan, merawat danmemelihara diri, berbicara, membaca dan menulis, menghargaidan mencintai. Seekor hewan, sebaliknya, sudah ’mahir’ dan’terspesialisasi’ sejak lahir; ia memiliki kecakapan dankepandaian secara instingtif. Manusia pada saat kelahirannyahanya memiliki kemampuan untuk berkembang. Kecakapan dankepandaian serta penghalusan budi dicapai lewat pendidikan dan proses belajar. Lewat proses belajar dan pendidikan diaserentak menspesialisasikan diri, menjadi pribadi yang matang danberbudaya.
2.2.2. Subyek Pendidikan
Pedagogi modern telah membalikan hubungan tradisional antara guru dan murid. Dalam proses pendidikan, peranan yang dididik ditegaskan di depan pendidik. Dewasaini, telah terjadi revolusi dalam bidang pendidikan yang dikenaldengan nama ”revolusi Kopernikus”. Yang dimaksudkan denganrevolusi ini adalah seperti Kopernikus dalam bidang astronomitelah mengubah secara radikal pandangan lama yang menganggapbumi sebagai pusat alam semesta (geosentrisme), dengan menegaskan bahwa matahari adalah pusat alam semesta (heliosentrisme).
Demikian juga dalam pendidikan, pendidik tidak lagi menjadi pusat kegiatan edukatif, tetapi yang dididik atau pesertadidik. Maka, tugas pendidik adalah menemukan kebutuhan yangdididik dan menciptakan situasi yang tepat agar yang dididik dapat mengembangkan dan menyempurnakan diri.
Dalam perspektif ini, subjek dalam prosespendidikan adalah yang dididik. Konsep pendidikan seperti inidikenal sebagai pedosentrisme (paidos; anak). Anak adalah seorangpribadi yang aktif dan orisinal. Yang dididik ini tidak hanya sianak, si remaja, kaum muda melainkan manusia. Karena pendidikantidak mengenal batas umur, tetapi berlangsung seumur hidup, makasubjek pendidikan itu adalah manusia. Dia adalah pribadi yangharus memwujudkan diri. Ia harus menjadi seorang pribadi. Kepribadian merupakan hasil perpaduan antara unsur-unsur yangdibawa sejak lahir, unsur yang diwariskan dari lingkungan danunsur yang diperoleh dari belajar. Akan tetapi unsur-unsur ituselalu bersifat dinamis dan karena itu kepribadian manusia merupakan kenyataan yang bersifat plastis karena ditentukanmenurut sikap yang berbeda-beda, berdasarkan situasi-situasiyang dihadapi dan dihayati individu secara konkret. Manusiatidak dapat dideterminasi (ditentukan lebih dahulu). Dia selaludapat berubah menjadi lebih baik, atau lebih buruk. Dan kalau adakemungkinan untuk selalu berubah, maka benar apa yang sudahdikatakan ”pendidikan berlangsung seumur hidup” (long lifeeducation).
2.2.3. Tiga Dimensi Dasar Pendidikan
Pendidikan memiliki beberapa dimensi. Pada umumnya,terdapat 3 dimensi dasar pendidikan, yakni :
1. Personal. Pendidikan berlangsung di antara pribadi-pribadi. Peserta didik bukanlah objek atau benda melainkan subjek denganberbagai kemampuan dan kreativitas yang khas. Aktivitaspendidikan harus mampu memajukan pribadi dan membuat iamengembangkan diri;
2. Sosial. Pendidikan adalah suatu aktivitas antar-subjektif dan bersifat sosial. Pendidikan mampu membantu orang untuk salingmengenal, untuk hidup bersama dan menjamin harmoni sosial danpeka terhadap kepentingan umum suatu kelompok sosial di mana iahidup, dan ikut memberikan sumbanganya untuk kesejahteraan umum;
3. Kultural. Pendidikan mengalihkan nilai-nilai dari generasi yang lebih dahulu kepada generasi berikutnya dalam bentukpengetahuan, nilai sosial, moral dan agama, yang telah diolahdengan tujuan membuat individu yang menerima menjadi pribadi yang memberikan sumbangannya bagi perkembangan peradaban lebihlanjut. Dalam hal ini, perlu diingat tiga unsur penting dalamperkembangan manusia, yaitu :
a. Unsur kemampuan dasar, bakat (nature; alam yang dibawa sejaklahir);
b. Unsur pemberdayaan, bantuan (nurture; secara harafiah berartigizi, tetapi dapat diperluas dengan semua bantuan yangmemudahkan perkembangan seorang pribadi termasuk pendidikan);
c. Pengolahan sendiri oleh pribadi yang bersangkutan (culture;secara harafiah berarti kebudayaan, tetapi dapat dialihkan kepada hasil olah budidaya sendiri). Di sini pendidikanbertujuan supaya seseorang dapat mengolah sendiri entah itu dirinya sendiri atau juga dunianya untuk pada gilirannya memberikan sumbangan bagi peradaban. 2.2.4. Autoedukasi dan Heteroedukasi
Dalam dunia pendidikan dikenal istilah autoedukasi danheteroedukasi. Autoedukasi bermaksud menjamin perkembanganharmonis berbagai daya dan kemampuan yang ada dalam diripeserta didik tanpa merujuk pada ideal-ideal yang ada di luarindividu. Secara negatif, autoedukasi menolak campur tangan dari luar yang bersifat otoriter. Secara positif, autoedukasi memajukan spontanitas dan melindungi yang dididik terhadap dikte-dikte manipulasi dari luar. Sedangkan heteroedukasi bermaksud menyesuaikan subjek yang dididik dengan tuntutanstruktur-struktur sosial, ekonomis, moral, agama dan politik.Proses pendidikan mencapai sasarannya kalau yang dididikmenyesuaikan diri, juga tahu bersikap dan bertindak sesuaidengan tatanan yang ada.
Ketiga, kedua hal ini tidak saling bertentangan dalamkonteks pendidikan yang integral. Proses pendidikan di sinimendasari tuntutan akan kebebasan, orisinalitas setiap pribadi tanpa mengabaikan kehadiran kondisi-kondisi sosial dan tuntutan lingkungan. Autoedukasi akan memajukan kematangan dankedewasaan integral dan menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab personal, sedangkan heteroedukasi akan menumbuhkan dalam
diri yang dididik kesadaran akan keterlibatan sosial dan tanggung jawab pribadi di tengah-tengah lingkungan sosial ataureligius. 2.3. Filsafat Pendidikan
2.3.1. Filsafat dan Pendidikan
Setiap praksis pendidikan selalumencerminkan suatu pandangan tentang manusia, dunia dan Tuhan.[18] Seringkali pandangan itu tidak bersifat refleksif, kritisdan sistematis. Seringkali pandangan itu diandaikan saja dan dihayati secara praktis. Tetapi pandangan itu diberi bentuk yanglebih ilmiah dalam ilmu mendidik, yang memiliki objek yang jelasdan dilengkapi dengan metode yang khusus. Pada langkah terakhirada suatu pandangan yang diberi bentuk yang sistematis dengandiberi dasar-dasar mengenai hakikat manusia, dunia dan Tuhan,dan melihat implikasinya bagi praksis pendidikan. Pada tahap inidisusunlah suatu filsafat yang menguraikan tentang latarbelakang dan menjelaskan fenomen dan praksis pendidikan secarakristis.
Pengertian tentang pendidikan selalu berkaitan erat dengan pengertian tentang manusia dan tujuanhidup manusia. Maka jelas ada hubungan antara filsafat dan ilmupendidikan. Ilmu pendidikan merupakan mahkota logis dari antropologi filsafat dan etika. Sesudah memahami pertanyaan tentang siapakah manusia dan apa tujuan akhir hidupnya, harusdiajukan pertanyaan tentang bagaimana menjadi manusia yangsesungguhnya dan bagaimana mencapai tujuan akhir manusia itu.Maka ilmu pendidikan harus dibangun di atas dasar filsafatmanusia yang sehat dan juga atas dasar etika yang seimbang.
Setiap filsafat yang sistematis akan menyusunsuatu konsepsi mengenai pendidikan, entah dalam garis besaratau juga secara lengkap dan filsafat itu dapat memberikan pengarahan kepada ilmu pendidikan dan praksis mendidik(misalnya; komunisme, nasionalisme, eksistensialisme,personalisme, pragmatisme, dan sebagainya). Maka selalu adahubungan timbal balik antara filsafat (pendidikan), ilmupendidikan dan praksis pendidikan.
Terutama seorang pendidik yang memilikikeahlian harus menyadari latar belakang ini. Juga seorang gurudengan bidang spesialisasinya pertama-tama menjadi pendidik. Baik kepada spesialisasi itu, maupun kepada unsur-unsur pedagogi,sosiologi, psikologi dan didaktik, perlu memiliki perspektif yanglebih luas. Filsafat pendidikan berusaha untuk memberikankerangka (frame) lebih luas itu.
Secara singkat, filsafat pendidikan adalah cabang filsafat yang memberikan landasan teoritis dan kritis tentang data-data, gejala-gejala dan teori-teori pendidikan. Data-data, gejala-gejala, dan teori-teori itu tidak diterima sajatetapi diterima dan dianalisis secara kritis untuk melihat sejauh mana data, gejala dan teori itu mencerminkan suatupandangan tentang manusia yang utuh. Karena bagaimanapun,seperti yang sudah dikatakan di atas, subjek pendidikan adalahmanusia, dan praksis pendidikan itu berlangsung di antarapribadi-pribadi. 2.3.2. Kaitan antara Filsafat dan Ilmu Pendidikan
Filsafat pendidikan dan Ilmu Pendidikan menyelidiki data-data dan gejala-gejala yang sama, tetapi dengan metode yang berbeda dan pada taraf berbeda. Merekamemakai istilah yang sama tetapi dengan memakai arti yangberbeda. Masing-masing memiliki keuntungan dan kelemahan.
Filsafat merumuskan prinsip-prinsip dan asas yangmendasari pelaksanaan pendidikan. Ia tidak memperhatikan detail-detail seperti susunan ruang sekolah, metode ilmu-ilmusosial, isi kebudayaan nasional, juga tidak membahas tentang bagaimana memberi motivasi belajar. Gayanya adalah lebih luasdan tidak langsung bersifat praktis. Maka walaupun hal-hal yangkonkret lekas berubah, filsafat tidak berkembang dengan pesat. Bahayanya, filsafat kurang mengindahkan fakta. Akibatnya, baikilmu pendidikan dan praksis pendidikan yang diinspirasikannya,mengabaikan banyak segi.
Ilmu Pendidikan sebaliknya berdasarkan fakta-fakta dan gejala-gejala konret. Hal-hal umum muncul darikenyataan objektif, dan langsung dihubungkan dengan pengalaman. Namun bahayanya, ilmu pendidikan sering terlaludangkal dan kurang terbuka bagi unsur-unsur yang hakiki.
Sering kali ilmu pendidikan yang dangkal memberikan interpretasi yang keliru tentang kenyataan.
Maka, filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan salingmelengkapi. Mereka tidak mengambil alih hasil ilmu lainnyasehingga todak terjadi pinjaman logis. Masing-masing merekamemakai metodenya sendiri dan mencapai pemahamannya sendiri. Tetapi mereka saling memperkaya secara psikologis dan salingmemberikan inspirasi. Filsafat harus mengujoi90
2.3.3. Objek Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan memiliki obyek kajiannya. Padaumumnya, ada 2 obyek filsafat pendidikan, yakni :
1. Objek material. Objek material filsafat pendidikan adalah: a. Segala gejala (fenomen) pendidikan sebagai fakta dan
peristiwa;b. Segala sistematisasi ilmiah; teori, data, eksperimen
(psikologi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya);c. Segala bentuk refleksi kritis filsafat dalam sejarah
mengenai pendidikan. Segala bahan itu merupakan pertanyaan,dorongan dan tantangan. Tetapi, filsafat pendidikan terutamatertarik dengan struktur dan arah dasar. Misalnya, relasipendidikan, perkembangan ekspresi, segi intelektual dankebebasan.
2. Obyek Formal. Objek formal filsafat pendidikan ialah menghubungkan segala gejala dan teori itu dengan hakikat manusia.Filsafat pendidikan mencoba mengakarkan kembali semua unsur dalam struktur-struktur dasar, seperti berlaku bagi manusiadengan mutlak. Misalnya, proses belajar, mata pelajaran ilmueksata, kebudayaan dan sejarah. 2.3.4. Fungsi Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan memiliki beberapa fungsi. Pada umumnyadibedakan 5 macam fungsi filsafat pendidikan, yakni: [19]
1. Fungsi spekulatif. Filsafat pendidikan berusaha mengertisecara menyeluruh persoalan-persoalan mengenai pendidikan dan
hubungan persoalan itu dengan faktor-faktor yang mempengaruhipendidikan;
2. Fungsi normatif. Filsafat pendidikan memberikan arah danpedoman bagi praksis pendidikan. Arah dan pedoman ini biasanya ditentukan berdasarkan tujuan pendidikan, norma-norma moral danagama yang dianut dan cita-cita yang ingin dicapai;
3. Fungsi kritis. Filsafat pendidikan memberikan kerangkauntuk menguji dan menafsirkan data-data ilmiah dan praksispendidikan. Dalam hubungan dengan teori-teori filsafat pendidikan menilai secara kritis anggapan-anggapan dasar yangmenjadi penopang pelbagai teori dan berusaha melihat konsistensidari teori-teori itu sert a kesesuaiannya dengan pandangantentang manusia yang dianut;
4. Fungsi teoritis. Filsafat pendidikan dapat memberikankonsepsi, ide-ide dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat menjadidasar pijakan bagi praksis pendidikan;
5. Fungsi integratif. Filsafat pendidikan dapat memberikansuatu gambaran yang dapat menyatukan berbagai bidang keilmuanyang masing-masing berdiri sendiri dengan metode sendiri-sendiri, sehingga membuka pintu bagi dialog antara berbagai ilmuitu.
2.3.5. Metode Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan memiliki metode pembahasan. Padaumumnya, dapat dibedakan dua cara sesuai dengan metode filsafatumumnya, yaitu:
1. Bertolak dari data-data dan teori-teori ilmu pendidikan.Dianalisis oleh filsafat, dan dicari dasar-dasar hakiki yangtersembunyi di dalamnya dengan memakai metode kritis danfenomenologi. Lama kelamaan muncullah pemahaman lebih luas,mendalam dan menyeluruh. Bahaya dari metode ini, yaitu bahwaorang terlalu terikat pada konsep-konsep empiris;
2. Bertitik tolak dari suatu filsafat sistematik yang cukuplengkap. Dari situ ditarik kesimpulan mengenai fenomenpendidikan. Misalnya, pandangan umum mengenai sosialitas manusia,
dikhususkan dalam hubungan dengan pendidikan. Namun ada bahayabahwa filsafat ini terlalu teoritis dan jauh dari praksis;
Dalam kuliah ini, titik tolak pertama (metode kritik danfenomenologi) khusus dalam pembahasan bagian pertama dan titiktolak kedua (pendekatan sistematis) khusus dalam bagian kedua.
BAB III
FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM LINTASAN SEJARAH
3.1. Filsafat Yunani – Abad Pertengahan[20]
3.1.1. Kebudayaan-Kebudayaan Kuno
Dalam masyarakat primitif hampir tidak adarefleksi kritis dan sadar tentang proses pendidikan. Di situ pendidikan bertujuan melestarikan masa lampau danmengamankan diri terhadap lingkungan hidup yang mengancam.Asumsi dasar pendidikan di dalam kebudayaan itu adalah apayang ada, sudah benar. Karena kebiasaan dan adat berubahsangat perlahan, maka mudah disimpulkan bahwa apa yang ada,selalu sudah ada. Dan karena sudah selalu ada, maka itu sudahmerupakan hakikat dari kenyataan. Dalam kebudayaan ini, fungsi pendidikan demikian jelas sehingga tidak diperlukan lagi suatu filsafat pendidikan untuk mengarahkan proses pendidikan.
Pada awal abad 5 SM, orang Yunani mulaimemberikan perhatian istimewa pada persoalan-persoalanmengenai pendidikan. Kondisi-kondisi sosial yang sebelumnyaterikat dengan kebiasaan-kebiasaan yang kaku mulaidipertanyakan dan cara hidup yang lama dianggap tidak lagimemadai. Sukses dalam perang-perang dengan Persia dan kemakmuran ekonomi yang mencolok dibandingkan dengan keadaan sebelumnyamenuntut adaptasi sosial baru. Semakin orang menjadi sadarbahwa kebiasaan-kebiasaan lama tidak lagi cocok dengan keadaan-keadaan baru, persoalan-persoalan mengenai pendidikan semakin tajam mendesak. Bagaimana manusia muda harus dididik bilakebiasaan-kebiasaan lama tidak lagi memadai, sedangkan carahidup yang baru belum mendapat pengakuan umum? Di sini situasimenuntut pemikiran kritis dan sadar dari filsafat. 3.1.2. Sofisme
Para sofis Yunanilah yang pertama kali mengabdikan diri terhadap persoalan-persoalan mengenaipendidikan yang ditimbulkan oleh keresahan-keresahan sosialzamannya. Mereka mulai menyadari bahwa tatanan lama tidakmemadai lagi dan memberikan kritik-kritik yang tajam. Merekamenggunakan penalaran rasional untuk mengkritik pola-pola pendidikan tradisional, yang sebagian bersifat transmitif(mengalihkan) dan berusaha melestarikan bentuk-bentuk kehidupansosial yang sudah mapan. Dalam melawan pelestarian kebiasaan-kebiasaan lama tanpa sikap kritis, mereka menetapkan kurikulumberdasarkan penalaran rasional dan kebutuhan-kebutuhan orang
yang mereka ajar. Mereka tidak menggunakan kebiasaan-kebiasaansosial lama sebagai ukuran penilaian. Mereka menegaskan bahwa”manusia adalah ukuran dari segala sesuatu” (homo mensura).
Prinsip homo mensura ini berasal dari Protagoras. Manusiadi sini adalah individu. Kaum sofis mengajarkan bahwa tentangsesuatu orang bisa mengatakan apa saja. Segala sesuatu bersifatrelatif. Kaum sofis juga menuntut pembayaran atas pengajaranmereka (komersialisasi), maka yang mereka ajarkan adalah yangindividu butuhkan, bukan apa yang benar.
Keinginan para sofis untuk mengajarkan sisiapa saja, dengan tidak terikat oleh kebenaran dan norma tertentu,tujuannya adalah untuk mendapatkan bayaran. Hal ini jelasmenimbulkan keraguan mengenai kemungkinan mengajarkan prinsip-prinsip moral yang stabil, yang menyebabkan mereka dituduh tidaktulus.
Mengenai teori pendidikan, para Protagonismembuat kritik terhadap aliran sofisme dengan menggunakan metode-metode rasional seperti bahasa dan dialektika yang pernahdiajarkan oleh para sofis. Menurut mereka, dengan cara dan metodepengajaran yang dilakukan oleh para sofis, jelas menimbulkanrasa skeptis bahwa orang dapat memiliki keutamaan (arete).Menurut tradisi lama, norma keutamaan adalah contoh dan teladankaum ningrat atau bangsawan. Keutamaan diwariskan dan bukandiajarkan. Keutamaan dimiliki dengan melatih diri dalamtindakan melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur dan bukanmelalui latihan akal atau intelek. Karena itu usaha para sofis yang bersifat demokratis dan populer untuk mengajarkan keutamaan kepada kaum muda dari kelompok sosial rendah dengansendirinya ditolak.
Persoalan yang muncul antara kaum sofis dankelompok konservatif adalah persoalan pendidikan yang ditambahkan pada perjuangan yang berbasis politis untukmenggantikan sistem aristokratis lama dengan sistem demokratis dalam masyarakat Yunani. Dengan para sofis mulailah suatuproses emansipasi dan demokratisasi dalam bidang pendidikan dandalam masyarakat secara keseluruhan. Hubungan erat ini pentingkarena ia memberikan kepada persoalan pendidikan suatuprioritas tingkat tinggi dalam pikiran guru-guru terbaik zamanitu.
3.1.3. Sokrates (469-399 SM)
Sokrates memberikan perhatian sangat besar terhadap implikasi-implikasi pengetahuan teoritis. Ia mengambilsisi demokratis dan sejalan dengan kaum sofis menegaskan bahwakeutamaan dapat diajarkan. Ia menegaskan bahwa tidak adatindakan yang kayak disebut baik kalau tidak dilakukan denganpengetahuan tentang hal yang baik itu. Dengan kata lain,untuk melakukan yang baik, mula-mula orang harus memilikipengetahuan tentang apa yang baik. Tetapi, pengetahuan teoritisdapat diajarkan. Karena itu, sejauh suatu tindakan bergantung pada pengetahuan teoritis, keutamaan tentu saja dapat diajarkan. Tetapi, apakah pengetahuan semata-mata tentang keutamaanmenjamin tindakan yang keutamaan? Karena Sokrates berpendapatbahwa tak seorangpun dengan kesadaran melakukan hal yang buruk, maka dalam bahasa Sokrates, ”Mengetahui yang baik adalahmelakukannya”, berarti ”keutamaan adalah pengetahuan”.
Sokrates mengkritik para sofis yangmenyangkal adanya pengetahuan yang bersifat umum dan norma-norma yang bersifat mutlak. Ia juga menilai mereka tidak tuluskarena menggunakan pengetahuan untuk memperoleh keuntungan praktis, yaitu untuk memperkaya diri. Bagi Sokrates dan keyakianorang Yunani sezaman, pengetahuan yang sejati selalu tanpapamrih.
”Metode Sokrates” adalah metode dialog(pertemuan antara dua logos, dua pihak yang memiliki akal budi dengan kesadaran kritis). Ada dua tahap dari metodenya, yakni :
1. Metode sangkalan atau ironi. Dengan metode ini, Sokratestidak bermaksud untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi terutamamenggali dan mencapai pengetahuan yang sahih secara bersama-sama. Usaha bersama dalam dialog (memberi dan menerima), dipanduSokrates dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan dijawab olehmitra bicara. Jawaban atas pertanyaan itu dipertanyakanseterusnya sampai mencapai jawaban yang tidak dapat dipertanyakanlagi. Dalam dialog itu, Sokrates tidak pernah memperlihatkanbahwa ia telah mengetahui jawaban atas segala persoalan. Dialog merupakan pergumulan bersama untuk menemukan kebenaran bersama-sama dan untuk memperlihatkan bahwa tentang banyak hal orangtidak tahu. Ia tidak menyebut diri sophos seperti para sofis. Ia
hanyalah seorang philosophos, orang yang mencintai danmencarikebijaksanaan;
2. Tehnik kebidanan (Tehnik Maieutik). Sokrates tidakberpretensi telah memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan yangutuh tentang sesuatu persoalan ketika memulai suatu dialog.Sokrates yakin bahwa dalam diri orang lain ada juga unsur-unsurkebijaksanaan. Maka tugasnya sebagai guru adalah membantu oranglain mengungkapkan dan menyadari pengetahuan dan kebenaran yangsudah terkandung dalam dirinya. Sokrates melihat diri hanyasebagai bidan intelektual. Seperti seorang ibu yang akanmelahirkan sudah memiliki bayi dalam kandungannya dan seorangbidan hanya membantu ibu itu untuk melahirkan bayinya, demikianjuga seorang guru tidak memiliki kebenaran untuk diberikankepada para murid.[21] Seorang guru hanya membantu agar seorangmurid dengan mudah mengungkapkan pengetahuan yang sudah dimilikitanpa disadari.
Relevansi metode Sokrates untuk pendidikandewasa ini, antara lain diperlihatkan oleh pemikir-pemikirradikal dalam pendidikan seperti Paulo Freire dari Brazil.Freire mengkritik ”pendidikan gaya bank” di mana guru memberikanbahan (aktif) dan murid tinggal menerima (reseptif) tanpakesempatan mempersoalkan. Ia menegaskan peranan dialog dalampendidikan sebagai cara paling baik, karena menghargai anakdidik sebagai pribadi. Dialog yang benar harus dilandasi cintadan pengharapan terhadap sesama. Pendidikan dialogal inilahyang akan membawa pembebasan dari situasi masyarakat yangmenindas.[22]3.1.4. Plato (427-347 SM)
Sumbangan Plato dalam filsafat pendidikan terdapat dalam buku The Republic (judul asli; Politeia). Pandangannya tentang pendidikan didasarkan atas analisis-analisisnyamengenai beberapa hal berikut:
1. Mengenai manusia. Menurutnya, manusia terdiri atas tigabagian, yaitu: [23]
a. Bagian keinginan yang terikat dengan indera-indera dandorongan badani. Keinginan ini berkaitan dengan hawa nafsu.Keutamaan yang berkaitan dengan keinginan adalah pengendaliandiri.
b. Bagian keberanian atau semangat yang berkaitan dengankecenderungan ke arah sikap suka menonjolkan diri. Bagian iniberkaitan dengan kehendak. Keutamaan yang cocok dengan keberanian adalah kegagahan (keperkasaan).
c. Bagian bagian akal budi, intelek yang berfungsi untukmengerti dan mengarahkan bagian-bagian lain. Keutamaan dari akalbudi adalah kebijaksanaan. Keanekaan fungsi dalam diri manusiaini akan diselaraskan oleh prinsip harmoni, yaitu suatuhierarki yang adil di mana akal budi dengam bantuan keberanianmengatur keinginan.
2. Mengenai masyarakat. Menurutnya, ada tiga kelompok sosialyang menjamin kesatuan masyarakat, yakni :
a. Kelompok para petani, para tukang dan pengrajin, yaitukelompok yang menjamin pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia:kecenderungan dominan kelompok ini adalah keinginan. Keutamaanyang cocok adalah pengendalian diri;
b. Kelompok para serdadu, yaitu kelompok yang bertugas menjaga keamanan negara terhadap serangan dari luar dan dari dalam; padamereka yang dominan adalah keberanian. Keutamaan yang cocokadalah kegagahan.
c. Kelompok para filsuf adalah kelompok yang berwewenang untukmemimpin negara. Dalam kelompok ini yang dominan adalah kemampuanintelektual. Keutamaan yang perlu adalah kebijaksanaan. Keutamaankeadilan adalah prinsip yang mengatur dan menyelaraskan ketigakelompok dalam masyarakat.
3. Mengenai praksis pendidikan. Plato menegaskan bahwakelompok pertama tidak memerlukan pendidikan lama, karenaketerampilan yang diperlukan oleh profesi mereka dapatdipelajari dengan mengerjakannya. Kelompok kedua memerlukanpendidikan yang intensif dalam musik dan olah raga. Kelompokketiga memerlukan pendidikan yang jauh lebih intensif danlama karena pada mereka tergantung masa depan negara. Mereka inilah calon-calon pemimpin negara yang harus mengetahui denganbaik konsep tentang ”yang baik” yang perlu untuk menjamin kesejahteraan negara.
Menurut Plato pengetahuan adalah produk dari kodratmanusia dan pendidikan. Pengetahuan adalah mengingat kembali
(anamnesis). Ini disebabkan karena jiwa manusia sebelum bersatudengan tubuh sudah ada lebih dahulu dalam dunia ide-ide. Dalamkeadaan itu ia mengenal segala hal. Tepai dengan bersatu dengantubuh ia diasingkan dari pengetahuan itu. Maka pendidikan membantu untuk mengingat kembali apa yang sudah ada lebihdahulu. Pendidikan adalah latihan terhadap naluri-naluri dalamdiri anak untuk mencapai keutamaan yang sesuai. Maka pendidikanyang tepat bagi individu dan setiap kelompok dalam masyarakatadalah melatih naluri-naluri atau fungsi-fungsi khas untukmemiliki keutamaan-keutamaan yang sesuai. Lebih dari itu,pendidikan yang tepat adalah pendidikan di mana individudididik dalam kelasnya; di situ ia belajar menghayati suatu kehidupan di mana keinginan dikontrol oleh akal. 3.1.5. Aristoteles (384-322 SM)
Gagasan Aristoteles tentang pendidikan disajikan dalam dua bukunya, yaitu Etika Nikomachea dan Politika.Dalam hal pendidikan, ia memusatkan perhatian pada bagaimanamengajarkan keutamaan, yang merupakan suatu tema etika. Iatidak menerima bahwa pengetahuan adalah keutamaan. Ada tigahal yang membuat manusia baik dan berkeutamaan, yaitu kodrat,kebiasaan, dan akal budi.
1. Mengenai kodrat ditegaskan bahwa anak didik adalah manusia.Tidak ada gunanya mendidik makhluk bukan manusia dalam kebaikan dan kebajikan. Yang membedakan manusia dari makhluk-makhluklain adalah jiwanya. Sifat khas jiwa adalah aktivitasnya. Adatiga jenis aktivitas, yaitu:
a. Yang paling sederhana adalah tingkat vegetatif yangdiperlihatkan dalam pertumbuhan, reproduksi dan kebinasaan.
b. Tingkat yang mengantarai adalah tingkat hewani yang dihadirkan dalam sensasi, keinginan dan gerak lokal.
c. Tingkat rasional (akal budi) mengatur dan mengarahkan keduatingkat lain. Akal budi adalah unsur yang khas pada manusiayang menentukan manusia sebagai manusia.
2. Kebiasaan. Menurut Aristoteles seperti juga untuk Plato,anak-anak kecil lebih dekat dengan hewan dalam arti tindakan-tindakan awal mereka lebih dimotivasi oleh keinginan. Dalamtindakan-tindakan awal mereka, belum ada bukti tentang adanyakeutamaan moral yang muncul dari bakat alam mereka. Sebaliknya,keutamaan adalah kebiasaan yang harus dipelajari. Katanya,
”karena hal-hal yang harus kita pelajari sebelum kita lakukan,kita pelajari dengan melakukannya.” Karena itu keutamaan harusdipelajari, yaitu dengan membiasakan akal budi menguasaikeinginan. Orang menjadi baik karena terbiasa melakukan hal yangbaik dan menjadi buruk karena berulang kali melakukan hal yangburuk.
3. Aristoteles membedakan antara akal budi praktis dan akalbudi teoritis. Akal budi praktis berkaitan dengan keduaaktivitas jiwa yang lebih rendah. Ia mengekang dan mengarahkankedua aktivitas jiwa itu agar dapat diungkapkan secara tepat. Bidang khasnya adalah moral dan politik. Akal budi teoritisberkaitan dengan aktivitas yang murni teoritis. Dalam hal ini,peranan akal sepenuhnya bersifat kognitif dan asyik dalamspekulasi mengenai hakikat kebenaran universal.
Norma bagi pendidik untuk menilai aktivitas-aktivitas ini adalah kebahagiaan. Kebahagiaan dicapai denganmelaksanakan keutamaan khas manusia. Karena kekhasan manusiaadalah akal budi maka kebahagiaan manusia akan tercapai dalamaktivitas terluhur akal budi, yaitu pemikiran murni. Makapengolahan intelek adalah keutamaan utama karena mengantarkepada kebahagiaan. 3.1.6. Tomisme
Pendiri Tomisme adalah Thomas Aquinas (1224-1274), yang diberi gelar Doctor Angelicus. Filsafat pendidikannyayang disajikan dalam karya berjudul De Magistero, untuk waktu yangagak lama mempengaruhi ajaran Gereja Katolik mengenai pendidikan. Thomas Aquinas hidup pada zaman yang dikenal sebagaizaman Skolastik. Ada 8 pemikiran Thomas Aquinas, yakni :
1. Mengenai kodrat manusia yang dididik, Thomas Aquinas sependapat dengan Aristoteles mengenai jiwa sebagai prinsipaktivitas. Maka, pendidikan melibatkan aktivitas dari anakdidik. Thomas Aquinas membandingkan cara kerja seorang dokter.Dokter tidak dapat menyembuhkan tubuh orang sakit, tetapi denganterapinya ia hanya membantu tubuh untuk menyembuhkan dirinya. Tubuh memiliki potensi alamiah untuk dapat mempertahankan keseimbangan kesehatan, dan hal-hal ini perlu dirangsang olehdokter. Seorang guru tidak ”mengajar” seorang anak. Guru hanya
membantu seorang anak untuk menyadari dan mengaktualisasikanpotensi-potensi alamiah yang sudah ia miliki untuk belajar;
2. Thomas Aquinas menjelaskan proses belajar denganmenggunakan pembedaan Aristoteles atas materi dan forma, potensidan aktualitas. Ide-ide, pengertian-pengertian merupakan hasilaktualisasi dari beberapa potensi. Dan aktualisasi itu dicapaimelalui proses belajar. Potensi utama yang dimiliki pelajaradalah kemampuan untuk membentuk pengertian-pengertian umum.Akan tetapi, potensi ini hanya efektif bila dikembangkan sejalandengan kontak dengan objek khusus tertentu yang merupakan contoh dari hal-hal yang umum. Bila indera-indera melaporkanobjek-objek, esensinya dilepaskan dari kualitas-kualitasaksidental dan disajikan kepada intelek. Intelek lalu, berkatpotensi yang dimiliki untuk membuat konsep-konsep, membuat objekyang diinderai menjadi dimengerti. Jadi, proses belajar sebagaiaktualisasi potensi adalah menghubungkan hal yang umum denganhal yang khusus, yang universal dengan yang partikular,menghubungkan materi dan forma. Dari segi logika, belajar adalahmengidentifikasi objek dan memberikan kepada mereka klasifikasi yang tepat dan khas;
3. Menempatkan Allah sebagai pusat filsafat Kristen memilikikonsekuensi yang menentukan bagi pendidikan. Hal ini membuat filsafat pendidikan Skolastik sangat berwibawa. Karena Yesus”mengajar sebagai seorang yang berwibawa” (Injil Matius. 7;29),dalam semangat yang sama Gereja perdana dan abad pertengahanmelaksanakan perintas Gurunya; ”Pergilah dan ajarilah segalabangsa.., Ajarilah mereka mentaati semua yang kuperintahkankepada kamu.”(Injil Matius 28:19-20). Maka pengajaran Skolastik tidak hanya berwibawa tetapi juga bersifat dogmatis. Tetapiakan sangat baik kalau doktrin dimaklumkan bukan hanyaberdasarkan akal yang benar, tetapi berdasarkan wibawa wahyuilahi yang tidak diragukan lagi;
4. Filsafat pendidikan Kristen bersifat teosentris dengan tujuanjauh dan dekat. Tujuan akhir pendidikan Kristen berkaitan dengan tujuan akhir manusia. Untuk menemukan itu manusia harus kembalike asalnya untuk mengenal penciptanya, yaitu Allah yang telahmenciptakan manusia menurut gambarannya untuk mengabdi danmencintai Dia dan sesudah kematian menikmati kebahagiaankekal, menjadi orang kudus. Tujuan dekat pendidikan bersifat
langsung, karena berhubungan dengan soal kehidupan sebagai warganegara (masyarakat) tertentu, panggilan dan akhirnya untukkesejahteraan diri dan nasionalisme. Walaupun tujuan dekatfilsafat Kristen berkaitan dengan kehidupan di sini dan kini,tidak boleh dilupakan bahwa tujuan itu selalu harus dinilai dalamperspektif sasaran terakhir yang bersifat teosentris;
5. Sumbangan lain dari kekristenan kepada filsafat pendidikanadalah pandangan tentang dosa asal. Sofisme mengajarkan tentangmanusia sebagai ukuran. Jadi ada optimisme tentang kodratmanusia. Dalam kekristenan, optimisme ini harus diwaspadai.Menurut tradisi Yahudi-Kristen kodrat manusia telah dirusakkanoleh dosa asal. Maka dalam dirinya selain ada kecenderungan yangteratur dan dipuji, juga ada beberapa yang tidak baik dan harusdijauhi. Kecenderungan terakhir ini terutama terikat dengantubuh yang dipertentangkan dengan jiwa. Pertentangan initerutama dipengaruhi dualisme Plato tentang jiwa dan badan,yang masuk dalam pandangan Kristen sejak lama. Filsafatpendidikan Kristen, cenderung tidak percaya pada praksispendidikan yang didasarkan hanya pada kodrat manusia.Kendatipun demikian, ada unsur yang memberikan harapan. Kodratmanusia walaupun terpengaruh dosa asal, tidak sepenuhnya rusak.Kodrat manusia diselamatkan oleh rahmat Allah dan teladan YesusKristus. Dalam pengertian Thomas Aquinas, dengan aktivitas diridan dengan bantuan ajaran Gereja yang didasarkan atas wahyu,orang punya harapan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yangada dalam hakikatnya yang terluka dosa;
3.2. Masa Modern – Masa Kini
3.2.1. Reformasi Protestan
Protestanisme menegaskan peranan individusebagai pelaku tindakan yang bebas dan pemikir yang mandiri.Karena itu, pemikiran yang mandiri dan keputusan yang bebas selalu didorong. Tokoh dari reformasi Protestan adalah MarthinLuther King (1483-1546) yang sukses melepaskan diri dariotoritas Gereja di Roma, mencari otoritas lain yang memiliki wibawa untuk memecahkan semua konflik yang muncul, yaitu KitabSuci. Tokoh lain adalah J. Calvin (1509-1564) memberikan beberapamodifikasi atas doktrin Tomistik tentang kodrat manusia yang
rusak. Menurut dia, kodrat manusia sama sekali rusak karenadosa asal. Hanya Allah saja yang dapat menyelamatkan manusia.
Protestanisme mengambil alih beberapa aspekdari pandangan Aristoteles-Tomistik mengenai tujuan pendidikan. Tujuan akhir pendidikan ditentukan oleh hakikat manusia yangtidak binasa. Tujuan dekat pendidikan menyiapkan orang untukbekerja dan menyumbang bagi kepentingan orang lain. 3.2.2. Naturalisme dan Empirisme
Pemacu naturalisme adalah perkembangan barudan cepat dalam ilmu pengetahuan pada abad 17 dan 18. Peloporgerakan baru ini adalah Francis Bacon (1561-1623), penulis karyaberjudul Advancement of Learning dan Novum Organum. Perlahan-lahandan melalui beberapa penulis, unsur-unsur baru dari pemahamanbaru tentang dunia menjadi jelas pengaruhnya dalam filsafatpendidikan. Berkaitan dengan pendidikan, Naturalisme mengemukakanbeberapa dimensi, yaitu :
1. Pendidikan harus dilaksanakan sesuai dengan tuntutan alam dan kodrat(natura). Orang pertama yang memberikan pendasaran teoritis bagiorientasi pendidikan ini adalah Johann Amos Comenius.[24]Sebagai seorang pendeta, ia menegaskan bahwa kodrat manusiamenjadi rusak karena dosa. Tetapi ia tidak merendahkan kodratmanusia. Dalam Didactica Magna ia menegaskan bahwa ”jika kita inginmencari penyembuhan atas cacat celah kodrat, maka itu harusdicari dalam kodrat itu sendiri. Ia mengusahakan suatu sistem pendidikan yang bekerjasama dengan alam dan bukan memperkosaalam. Dari kodratnya segala sesuatu berkembang dari alam.Perkembangan alam selalu teratur, tahap demi tahap. Manusia harusdididik menjadi makhluk yang saleh, berbudi pekerti danbijaksana;
2. Tekanan pada peran sentral indera-indera dalam proses belajar. Comeniusmenegaskan pentingnya pengalaman mengenai indera-indera.Landasan teoritis bagi penekanan pendidikan pada indera-inderaberasal dari pietisme. Pietisme adalah suatu reaksi darirasionalisme dalam agama yang melihat agama sebagai suatupengalaman vital batin. Pembenaran agama oleh rasa puas batiniahdiungkapkan di bidang pendidikan dalam proses belajar, jugadibenarkan dalam pengalaman inderawi.
Dimensi inderawi filsafat pendidikannaturalistik lebih jauh ditegaskan dalam empirisme (empeiria;pengalaman inderawi) John Locke (1632-1704). Dalam karyanya yangberjudul Essay Concerning Human Understanding, Locke menegaskan bahwasemua pengetahuan dalam akal budi berasal dari pengamatan atas fakta-fakta yang disampaikan oleh pengalaman inderawi. Iamenegaskan bahwa pada saat kelahiran, akal budi seseorangibarat suatu papan bersih (tabula rasa). Anggapan dasarnyaberbunyi: ”Tidak ada sesuatu dalam jiwa yang sebelumnya tidak adadalam indera-indera.” Hal ini berarti bahwa tidak ada pengertian dalam pikiran yang masuk tanpa melaluipenginderaan. Locke membedakan dua jenis pengetahuan, yaitu :
1. Pengetahuan yang dibentuk oleh kesan langsung mengenaiobjek-objek empiris oleh indera-indera, yang disebut sensation,sebagai hasil penginderaan dunia luar;
2. Pengetahuan yang dibentuk oleh gagasan yang berasal darireflexion, yaitu pengalaman dalam jiwa sebagai hasil pengolahandari sensation. Akal budi memiliki kemampuan untuk membedakan,membandingkan dan membuat generalisasi atas kesan-kesan yangdisampaikan oleh indera-indera.
Dalam pendidikan, Locke menekankan harmoni antara unsur rohani dan unsur jasmani. Prinsip yang dipegangteguh adalah ungkapan tua yang berbunyi : mens sana in copore sano;jiwa yang sehat berada dalam tubuh yang sehat. Pendidikanbertujuan membantu anak menjadi orang yang sehat jasmani dan berkepribadian yang utuh. 3.2.3. Rasionalisme
Abad 18 boleh disebut zaman akal budi. (the age ofreason). Yang baru dari zaman ini adalah keyakinan tak terbatasyang diberikan kepada akal budi, terlepas dari pengaruh otoritas karya-karya klasik dan juga dari wahyu Kristen.Kemampuan manusia untuk bertumpu hanya pada akal budinya, membawapandangan baru tentang dirinya. Manusia adalah hasil ciptaan alamsemata. Manusia sebagai hasil ciptaan alam, harus diperintah olehhukum-hukum yang seragam, seperti aspek-aspek lain dari alam.Dengan mengembalikan manusia kepada alam, martabat dan harkat manusia justru ditinggikan.
Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1927) dari Swiss adalahpendidik pertama yang sukses memaklumkan teori dan praksispendidikan berdasarkan observasi atas hukum-hukum seragamtentang kodrat manusia. Menurut dia, jalannya kodrat itu tidakmenyimpang. Maka, hanya ada satu metode pendidikan, yaitu mengikuti tuntutan kodrat. Ia sering menggunakan frasa-frasaseperti ”keharusan psikologis”, ”mekanisme kodrat manusia”, atau”bentuk mekanis dari semua pengajaran”. Frasa-frasa ini bersama-sama dengan metode pendidikannya memperlihatkan bahwa Pestalozziberusaha membawa pendidikan ke arah harmoni dengan naturalismezamannya.
Tujuan pendidikan adalah memimpin anakmenjadi orang yang baik dengan jalan mengembangkan daya-dayaalamiah yang ada padanya. Proses pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan perkembangan kodrat anak, sebab pendidikan padahakikatnya adalah pemberian pertolongan agar anak kemudianmenolong diri sendiri. Pendidikan adalah Hilfe zur Selbsthilfe:menolong untuk menolong diri sendiri. Dalam pengajaran iamenganjurkan agar orang mengamati alam, sebab asal semuapengetahuan adalah pengamatan. Pengamatan menimbulkan pengertian, bahkan pengertian tanpa pengamatan adalah kosong.
Akibat rasionalisme juga jelas dalam teorisosial tentang pendidikan. Ini jelas dalam pemikiran Helvetius(1715-1771), seorang filsuf Perancis. Jika manusia diperintaholeh hukum-hukum alam, maka penemuan hukum-hukum alam akan memampukan dia untuk menyesuaikan pendidikan dengan kondisi-kondisi sosial yang selalu berkembang maju. Helvetius berpikirbahwa ia menemukan itu dalam empirisme Locke. Dengan bergeraklebih maju dari Locke ia mengatakan bahwa tidak ada pengetahuandalam budi, juga tidak ada kemampuan-kemampuan untuk membuat perbandingan dan generalisasi, kecuali kalau diterima budi olehindera-indera. Dari sini harus disimpulkan bahwa manusiahanyalah produk dari pendidikan. Perbedaan antara manusiadiakibatkan oleh hukum-hukum yang tidak adil dan ketidaksamaankesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Imaginasi, lembaga-lembaga sosial juga harus takluk kepada metode-metode kritisrasionalisme dan empirisme. Maka lembaga-lembaga harus dinilaisecara rasional berdasarkan pengaruhnya atas manusia dan bukanoleh otoritas ilahi atau manusia. Untuk mencapai perkembangan
pendidikan maksimal bagi manusia, lembaga-lembaga sosial harusfleksibel dan progresif.
Apa yang menjadi norma kemajuan pendidikanbagi seorang naturalis? Condore (1743-1794), seorang pemikirrevolusioner Perancis mengemukakan kepercayaan akan kemampuanmanusia untuk menjadi sempurna secara tak terbatas. Dengan kata lain,kemajuan tidak punya akhir kecuali kemajuan lebih besar lagi. 3.2.4. Idealisme
Kebanyakan filsuf sebelumnya melihat proses belajarkurang lebih sebagai suatu proses fotografis yang rumit. Dalamproses mengenal, budi memuat rekaman atas realitas. Semua inirupanya harus diganti. Dalam proses pengenalan itu, akal budiyang sedang belajar harus membangun dalam dirinya sendiri ide-idenya sendiri tentang dunia. Maka, filsafat pendidikan inidikenal sebagai idealisme. Tekanannya adalah pada keadaan internbudi atau perasaan individu.
Perkembangan terbesar idealisme dalamfilsafat pendidikan terjadi di Jerman. Tema sentral kuliah-kuliah Kant mengenai pendidikan bersifat moral. Anak-anak harusdilatih untuk bertindak, bukan seperti mereka mau, tetapisebagaimana seharusnya. Rasa wajib adalah produk struktur darikehendak dan bukan dari pengalaman. Meskipun pada dasarnyakehendak ini terarah dari hal yang benar dan baik, ia dihalangidalam mewujudkan dirinya oleh keinginan-keinginan. Karena itu,pendidikan merupakan suatu fase untuk melatih kehendak yangbaik untuk mewujudkan dirinya sendiri.
Akan tetapi, memiliki kehendak baik saja tidakcukup. Kehendak harus juga diberi beberapa petunjuk tentang arahperwujudan dirinya. Petunjuk ini ditempatkan Kant dalam suatu imperatif praktis. ”Bertindaklah sedemikian, dalam memperlakukan kemanusiaan, entah itu dalam diri Anda sendiri atau dalam diripribadi lain, dalam segala hal sebagai tujuan dan tidak pernahhanya sebagai sarana.” [25] ”Hormat terhadap kemanusiaan” denganini menjadi suatu imperatif kategoris (perintah tak bersyarat)dalam filsafat pendidikan yang demokratis.
Idealisme berasal dari kata bahasa Latin idea yang berartigagasan, ide. Idealisme menekankan gagasan, ide, isi pikiran.Tokoh-tokohnya adalah Kant, Hegel, Bradley, J. D. Butler. Pokok-pokok pembahasan Filsafat Pendidikan menurut Idealisme adalah :
1. Realitas paling obyektif dan mendasar adalah sesuatu yangspiritual (konsep-konsep abstrak);
2. Unsur spiritual dan material bertentangan;3. Dunia yang tampak bersifat material dan tergantung dari
konsep yang ada dalam pikiran. Realitas adalah bayangan darirealitas sesungguhnya, yaitu konsep atau ide;
4. Tujuan Pendidikan adalah: a. memelihara nilai-nilai luhur dalam kehidupan kultural, sosial
dan spiritual;b. mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan hidup spiritual
(kemampuan intelektual).5. Unsur personal dalam pendidikan lebih penting dari fakta
atau data pendidikan. Pengenalan diri lebih penting dari ilmupengetahuan yang dimiliki;
6. Kebenaran obyektif selalu dicari, tetapi kebenaran obyektifitu terletak dlm (1) koherensi gagasan/konsep dan (2) dalammemahami dan mengerti segala sesuatu dengan bantuan Ide Kebaikan(Plato) atau Allah (St. Agustinus).
3.2.5 Realisme
Realisme berasal dari kata bahasa Latin realis yang berartisungguh-sungguh, nyata, benar.
Menurut Realisme, obyek persepsi inderawi dan pengertiansungguh-sungguh ada. Obyek itu dapat diselidiki, dianalisis,dipelajari. Tokoh-tokohnya adalah Th. Aquinas, Descartes, BaruchSpinoza, John Locke, J. Rousseau, Th. Hobbes, Alfref NorthWhitehead, Adler.
Menurut aliran Realisme, realitas paling mendasar dannyata tidak tergantung dari konsep akal budi atau pikiranmanusia, tetapi dapat diketahui oleh budi manusia. BagiDescartes, ide atau pikiran dan materi adalah ciptaan Allah yangadalah substansi (ada dari dirinya sendiri dan keberadaannyatidak tergantung dari sesuatu yang lain). Bagi Spinoza, akal budidan materi adalah aspek-aspek dari Allah yang adalah substansi.Bagi Whitehead, budi dan materi adalah kedua aspek dari proses.Dalam proses itu, Allah menjadikan pikiran dan materi itu menjadikonkret.
Berkaitan dengan pendidikan, menurut Realisme tujuanaktivitas pendidikan adalah transmisi atau pengalihan ataupenerusan dari :
1. kebenaran-kebenaran universal yang tidak tergantung daribudi. Di sini pengetahuan intelektual sangat ditekankan;
2. pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan ttg manusia dandunia ciptaan lain;
3. nilai-nilai kultural yang luhur.
Karena itu, pendidikan harus membuat orang sadar akan dunia nyatatermasuk berbagai nilai dan kemungkinan hidup. Kebenaran adalahsesuatu yang obyektif dan dapat ditemui oleh manusia. Manusiayang rasional adalah penemu kebenaran obyektif.3.2.6. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata bahasa Yunanipragmatikos (Latin : pragmaticus). Arti pragmatikos adalah cakapdan berpengalaman dalam urusan hukum, perkara negara dan dagang.Bahasa Inggris pragmatic berarti berkaitan dengan hal-hal praktis.Pragmatisme adalah pendekatan terhadap masalah hidup apa adanyadan secara praktis, bukan teoretis/ideal. Berhubungan dengantindakan, bukan abstraksi. Menurut Pragmatisme, pengetahuandicari bukan sekedar untuk tahu demi tahu, melainkan untukmengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme sudah ada sejak zamanPytagoras. Tokoh utamanya adalah John Dewey dan Brameld.
Berkaitan dengan pendidikan, ada beberapa pandangan yangdiberikan oleh Pragmatisme, yaitu :
1. Realitas paling mendasar adalah proses pengalaman padaumumnya. Subyek (budi manusia) dan obyek (materi) dibedakan;
2. Tujuan pendidikan adalah:a. mengorganisasikan dan merekonstruksi berbagai pengalaman
sebagai proses adaptasi pada hidup atau tujuan akhir pendidikanadalah memiliki pengetahuan;
b. memajukan dan menumbuhkan suatu kehidupan yang sukses dansignifican;
c. memenuhi proses transformasi sosial yang dibutuhkan;3. Pengetahuan bersifat relatif dan instrumental. 4. Pendidikan berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah
(solving problem) berdasarkan pengalaman;5. Kebenaran adalah sesuatu yang dilakukan dan berfungsi
untuk menjalankan nilai tertentu. Nilai itu diwujudkan dandilaksanakan.
Brameld kemudian mengembangkan aliran ini menjadiRekonstruksionisme. Menurutnya, pendidikan mempunyai beberapacirri, yaitu :
1. Esensialis. Pendidikan dilihat sbg jalan untuk mentransfernilai-nilai esensial dalam kebudayaan (sama dengan idealisme danrealisme);
2. Perennialis. Pendidikan adalah proses transmisi kebenaran-kebenaran universal secara berkelanjutan tanpa henti;
3. Progresif. Pendidikan dilihat sbg proses memecahkan masalahsecara metodologis;
4. Rekonstruksionis. Pendidikan dilihat sebagai sumber danimplementasi rekonstruksi tujuan-tujuan sosial dalam masyarakat.Karena itu, sangat ditekankan metode dan tujuan pendidikan. 3.2.7. Eksistensialisme
Eksistensialisme[26] adalah aliran pemikiranfilsafat yang timbul setelah Perang Dunia yang serentakmerupakan reaksi terhadap materialisme dan idealisme.Eksistensialisme juga merupakan reaksi terhadapidealisme.
Menurut Eksistensialisme, manusia adalah eksistensi.Eksistensi berarti cara berada manusia yang khas di dunia. Tokoh-tokohnya adalah Kierkegaard, Nietsche, Sartre, Heidegger,Jaspers, Merleau Ponty, Gabriel Marcel, Martin Buber.
Berkaitan dengan pendidikan, Eksistensialisme mengemukakanbeberapa pandangannya, yaitu :
1. Pendidikan adalah suatu realitas dasar di mana perspektifatau tujuannya dipilih oleh manusia;
2. Dunia dalam arti sesungguhnya adalah sesuatu yang netral,tak bermakna, sia-sia (absurd). Dunia akan menjadi arti ketikamanusia memberinya arti untuk kepentingannya;
3. Eksistensi manusia itu khas dan unik;4. Tujuan Pendidikan adalah : a. menjadikan hidup manusia bermakna dan penuh tanggung jawab; b. mendorong manusia agar bertindak bebas; c. membantu manusia agar terbuka pada keasliannya sebagai
manusia/menjadi dirinya sendiri; d. membantu manusia mengalami kebenaran tentang dirinya sendiri; e. mencapai makna diri lewat aktivitas, bukan lewat refleksi
intelektual;
f. memajukan proses humanisasi dan hominisasi;
5. Kebenaran itu diciptakan dan bukan ditemukan;6. Pendidik harus mendorong peserta didik agar yakin dan
komit pada apa yang dianggapnya benar;7. Masalah-masalah hidup manusia lebih penting dari
pengetahuan tentang sikap-sikap manusia. 3.2.8. Marxisme
Marxisme adalah suatu kumpulan ajaran yang menjadi dasarsosialisme dan komunisme pada abad ke-19 dan ke-20. Perumusnyaadalah Karl Marx dan Friedrich Engels. Tujuan utama marxismeadalah menghapuskan kapitalisme yang sangat merugikan kaumproletar. Marxisme mengemukakan prinsip-prindip pendidikan, yaitu
1. Realitas paling mendasar adalah proses perubahan alam dankultur yang bersifat dinamis. Dalam proses ini, pikiran adalahungkapan kesadaran kelas atau kelompok masyarakat;
2. Tujuan pendidikan adalah membuka peluang bagi pesertadidik untuk bertindak dan berpartisipasi dalam perubahan sosialdan kultural yang tak terelak dalam mencapai masyarakat idealtanpa kelas;
3. Kebenaran bersifat relatif dalam kaitan dengan kebutuhan-kebutuhan revolusi. Kebenaran adalah produk atau hasil darikesadaran sosial dan tak terikat oleh waktu;
4. Sosialisme dan kemudian komunisme adalah cita-cita yangharus dicapai oleh pendidikan.