BAB v KEDEWASAAN BERISLAM I. tujuan instruksional II. URAIAN A. PERMASALAHAN KRISIS KEDEWASAAN BERISLAM Setiap mengawali kuliah Agama Islam dan berdiskusi untuk mengidentivikasi motivasi apa yang menggerakkan para mahasiswa kuliah. Jawaban yang muncul adalah hampir sama; untuk mencari ilmu, agar dapat bekal untuk bekerja. Ada yang karena terpaksa, ada yang karena orang tua, karena teman dsb. Satupun tidak ada yang berucap, “untuk ibadah, mencari keridlaan Allah SWT. Ketika bicara tentang pengalaman beragama (berislam), saya bertanya, “Sejak kapan anda dengan sengaja, atas dasar pemikiran sendiri, dengan sadar memilih menjalani Islam?” jawabnya pun tidak ada yang jelas. Padahal mereka sudah dewasa. Ketikan ditanya, “Kapan hari , tanggal bulan , 52 1. Mampu menjelaskan definisi dewasa menurut ajaran Islam. 2. Mampu menunjukkan indikator-indikator kedewasaan, fisik dan psikis. 3. Mampu mengidentifikasi kedewasaan seseorang dalam hidup berislam. 4. Mampu mengilustrasikan kedewasaan Nabi Muhammad saw. 5. Mampu menyebutkan tahap-tahap perkembangan kedewasaan Nabi Muhammad saw.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB v
KEDEWASAAN BERISLAM
I. tujuan instruksional
II. URAIAN
A. PERMASALAHAN KRISIS KEDEWASAAN BERISLAM
Setiap mengawali kuliah Agama Islam dan berdiskusi untuk mengidentivikasi
motivasi apa yang menggerakkan para mahasiswa kuliah. Jawaban yang muncul adalah
hampir sama; untuk mencari ilmu, agar dapat bekal untuk bekerja. Ada yang karena
terpaksa, ada yang karena orang tua, karena teman dsb. Satupun tidak ada yang
berucap, “untuk ibadah, mencari keridlaan Allah SWT.
Ketika bicara tentang pengalaman beragama (berislam), saya bertanya, “Sejak
kapan anda dengan sengaja, atas dasar pemikiran sendiri, dengan sadar memilih
menjalani Islam?” jawabnya pun tidak ada yang jelas. Padahal mereka sudah dewasa.
Ketikan ditanya, “Kapan hari , tanggal bulan , lahirnya Nabi kita Muhammad?”.
Jawabnya sama , “Tahun gajah!”. Ketika di test baca al-Qur’an, tidak ada 1 % yang
membaca dengan benar. Ketika ditanya, “Sudah bisa shalat ?” jawabnya sudah! Tetapi
ketika ditanya, tahu artinya masing-masing bacaan shalat, sebagai syarat khusu’,
jawabnya : nihil. Ketika diuji tidak ada yang lulus! Padahal anak-anak kelas TKA pun
juga sudah hafal bacaan shalat. Mereka juga belum tahu kalau bersentuhan,
berpegangan, dengan lain jenis kawan mereka adalah dosa; belum tahu kalau membuka
auratnya, terutama para mahasiswi, tidak berjilbab itu berdosa. Kalaupun jika ada yang
52
1. Mampu menjelaskan definisi dewasa menurut ajaran Islam.2. Mampu menunjukkan indikator-indikator kedewasaan, fisik dan psikis.3. Mampu mengidentifikasi kedewasaan seseorang dalam hidup berislam. 4. Mampu mengilustrasikan kedewasaan Nabi Muhammad saw.5. Mampu menyebutkan tahap-tahap perkembangan kedewasaan Nabi
Muhammad saw. 6. Mampu mengilustrasikan penampilan/sosok fisik Nabi Muhamad saw
berdasarkan kesaksian para sahabat7. Mampu menguraikan akhlak fundamental Nabi Muhammad saw.8. Mampu menguraikan akhlaq Nabi dalam membangun keluarga.
berkerudung namun mereka hampir tidak berbeda mereka yang memakai kerudung dan
yang belum, dalam hal pergaulan, dan seterusnya. Nama-nama mereka mayoritas
nama-nama Islam, bahasa Arab. Fenomena kemahasiswaan ini menunjukkan adanya
krisis kedewasaan dalam berislam.
B. ARTI DEWASA (MUKALLAF)
1. Dewasa secara fisik
Dalam Islam kedawasaan secara fisik ditandai oleh munculnya tanda-
tanda kematangan fisik yakni mulai berfungsinya alat-alat reproduksi, dan masa
pubertas (pubescere= bahasa latin) yang berarti menjadi berbulu. Yang disebut
pertama, sebagai tanda kedewasaan fisik, sejalan dengan konsep dalam al-
qur'an. Bahwa usia pubertas, juga digambarkan dalam al-Qur'an sebagai usia
yang mencukupi untuk menikah, sebagaimana berikut ini:
Dan ujilah[2691] anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka Telah cerdas (pandai
memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan
janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan
(janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka
dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia
menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang
miskin, Maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian
apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah
Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (Q.S.: An-Nisa':6)
Sedang yang disebut terakhir oleh Nabi Muhammad saw digunakan
sebagai konsep untuk membedakan anak-anak dan orang dewasa, sebagaimana
terlihat ketika beliau memisahkan antara orang dewasa dan anak-anak pada
perang Bani Quraidlah, dengan cara berikut:
Diriwayatkan dari ath-Tiyah al-Qurazhi, dia berkata, "Kami telah dihadapkan kepada Nabi saw,
pada hari perang Bani Quraidlsh. Barang siapa yang telah tumbuh (rambut kemaluannya), maka
1 Yakni: mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan,
usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak
itu dapat dipercayai.
53
dia dibunuh. Dan barang siapa yang belum tumbuh (bulu kemaluannya), maka dia akan tetap
hidup. Dan aku merupakan salah seorang dari mereka yang dibiarkan hidup. (HR.At-Tirmidzi
dan An-Nasa'i).
Secara umur kalender, batas masa usia pubertas adalah 15 tahun,
sebagaimana Sabda Nabi saw:
Dari Ibnu Umar ra, dia berkata: "Aku menghadap Rasulullah saw, untuk
ikut serta dalam pasukan perang. Ketika itu aku masih berusia empat belas
tahun. Namun Rasulullah saw menolak aku. Pada tahun berikutnya, aku
kembali mengajukan diri untuk ikut dalam pasukan perang. Ketika itu aku
sudah berusia lima belas tahun, maka beliaupun menerimaku." (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, at-Turmudzi, dan an-Nasa'i)
2. Kedewasaan dalam konsep Psikologi-Islami
Dewasa, dalam tinjauan psikologi Barat (psikoanalisa) dikenal dengan
istilah adult berasal dari bahasa latin adultus berarti telah tumbuh menjadi
kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa (Hurluck,1992).
Oleh karena itu orang yang disebut dewasa adalah individu yang telah siap
menerima kedudukan dalam masyarakat.
Dalam hukum Islam lebih kedewasaan secara psikologis dapat
didentifikasi melalui kajian maqasyidu al syar'i (latar belakang, maksud, dan
sasaran hukum) istilah mukallaf. Secara etimologi mukallaf merupakan derivasi
dari kata kallafa yang maknanya adalah membebankan. Menurut ushul fiqh
mukallaf ialah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang
berhubungan dangan perintah Allah maupun larangan-Nya. Mukallaf berarti
orang yang berlaku hukum padanya (mahkum alaih).
Mukallaf merupakan subyek hukum syar'i. Semua yang berkaitan dengan
aktivitas mukallaf memiliki implikasi hukum dan karenanya harus
dipertanggung jawabkan, baik di dunia maupun di akhirat. Pembebanan ini tentu
memiliki dasar taklif (pembebanan) sebagai syarat berlakunya taklif pada
seseorang muslim. Secara prinsip, hukum Islam menyaratkan pentaklifan
(pembebanan) pada dua syarat, yaitu: Pertama, seseorang harus dapat
memahami dalil taklif (pembebanan). Artinya ia harus memahami nash-nash
hukum yang dibebankan al-Qur'an dan as-Sunnah baik yang langsung maupun
54
melalui perantara; guru, buku, dst. Sebab orang yang tidak dapat memahami
dalil-dalil taklif (langsung atau tidak langsung) maka pasti tidak akan mampu
melaksanakan tuntutan (kewajiban) dan tujuan pembebanan tidak akan tercapai.
Sementara kemampuan untuk memahami dalil itu hanya diperoleh melalui akal,
sehingga pembebanan dapat diterima oleh akal mereka. Sebab akal adalah alat
untuk mengetahui dan memahami sesuatu. Jadi syarat pertama taklif adalah
haruslah berakal dan paham.
Kedua, harus cakap bertindak (ahli) dengan sesuatu yang dibebankan
kepadanya. Anak kecil dan orang gila berarti tidak kena delik hukum, sebab dia
belum memiliki kecakapan.
Sebagai contoh:
Seorang anak kelas IV SD, belum mampu memahami dan belum cakap
menjalankan terhadap apa-apa yang diajarkan oleh Al-Qur'an (baik lansung
maupun melalui perantara (gurunya) sehingga dia tidak tahu kalau al-Qur'an
melarang pacaran, lalu ia pacaran. Maka dia tidak dapat dibebani hukum itu dan
aktivitas pacarannya tidak layak dimintai pertanggungjawaban baik di dunia
maupun di akhirat.
Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat dirumuskan indikator-indikator
kedewasaan yaitu:
1. Secara psikis seseorang telah memiliki;
a. Akal sehat dan sempurna, sehingga ia dapat memahami nash-nash (dalil-
dalil) baik secara langsung maupun melalui perantara, tentang beban-
beban hukum (syar'i)
b. Kemandirian sikap dalam mengambil keputusan yang didadasar pada apa
yang dia pikirkan dan pahami. Tidak tergantung pada keputusan orang
lain (plinplan).
c. Rasa tanggung jawab terhadap resiko apapun dari apa yang telah ia
putuskan dan ia lakukan. Bukan pengecut.
2. Secara pisik telah memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan/perbuatan.
C. KEDEWASAAN NABI MUHAMMAD SAW
55
Sumber utama pembentukan kepribadian generasi muslim adalah
keteladanan Nabi Muhammad saw. Ukuran kedewasaan, baik dalam pemikiran
(fikrah), sikap, maupun tindakan atau perbuatan, harus berkiblat pada pribadi beliau.
Sebagai mana difirmankan Allah, Dzat Pendidikan Muhammad dan Pendidik alam
semesta;
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah (Muhammad saw) teladan yang terbaik bagimu, yaitu
bagi orang-orang yang mengharap (rahmat ) Allah dan kedatangan hari kiyamat dan dia banyak
menyebut Allah “. (Q.S Al-Ahzab (33) : 21 )
Pribadi paling utama ini merupakan hasil dari paradigma pendidikan paling
unggul yang dirancang oleh Allah, sangat menarik untuk dikaji. Hal ini diakui
sendiri oleh Rasulullah dalam haditsnya :
8ى6 :ن :د>ب @ي6 ا ب ن: ر: ح6س:: 8ب6ي ف:أ د8ي
6 :أ ) مسلم ( رواه ت
“Tuhanku telah mendidikku, maka menjadikan pendidikanku sebagai yang terbaik” (HR
Muslim)
Para ilmuwan dan pendidik bahkan tokoh besar dunia mengakui sebagai
pribadi paling utama dan paling dikagumi ummat manusia, baik kawan maupun
lawan.
56
2. TAHAP-TAHAP PENDEWASAAN NABI MUHAMMAD SAW
Tahap-tahap pendidikan menuju kedewasaan, menuju kerasulannya, menjadi
sangat penting untuk diketahui dalam kajian ini, walaupun seakan terlupakan oleh
para pengagumnya, karena hampir semua terfokus pada sepak terjang Nabi sejak
berumur 40 tahun, berkaitan dengan tugas-tugas kerasulannya. Secara garis besar
pengalaman hidup Muhammad dapat dibagi menjadi lima proses pendewasaan
melalui pengalaman hidupnya, yakni proses pendidikan dengan ber-yatim piyatu,
bergembala kambing, berdagang, dan ber-Khadijah, berkhalwat ; barulah dia
berdakwah.
Perjalanan hidup kenabian ini niscaya memiliki makna yang sangat dalam dan
penuh dengan muatan-muatan “kurikulum” bagi terbentuknya kedewasaan
pemikiran, sikap dan tindakan bagi hamba-Nya yang paling utama, demi suksesnya
tugas risalah yang dibebankan padanya. Namun seluruh rahasia itu, hanya Allah
SWT yang menguasainya, manusia hanya mampu meraba dengan ketajaman
rasionalnya. Hikmah di balik pengalaman hidup Nabi tersebut sebagai berikut :
mustadz’afin (kaum lemah) terutama anak yatim. Muhammad sejak bayi hingga
berumur 6 tahun (Ahmad) harus dapat merasakan betapa sedihnya, betapa rentannya
kondisi psikologis seorang anak yatim yang sangat merindukan kasih sayang dan
perlindungan Seorang Bapak. Nampaknya Allah bermaksud menanamkan jiwa mandiri
sekaligus rasa empati yang kuat pada diri Muhammad terhadap kaum dhu’afa’. Di sisi
lain Allah ingin memproteks anak pilihan ini dari berbagai pemikiran dan budaya
negatif (kejahiliyahan) yang sangat efektif pengaruhnya melalui bapak dan ibunya.
Yang tidak kalah pentingnya, betapa besarnya siatuasi keyatiman ini berpengaruh bagi
terbentuknya independensi dan kemandirian anak calon pemimpin besar. Hikmah dari
pengalaman ini adalah bahwa pendidikan harus bermuatan melatih kepekaan, empati,
kemandirian dan self konfident sejak dini.
57
Pertama, ber-yatim-piyatu
Sosok seorang bapak adalah laksana “sosok tuhan” bagi anak sebelum mengenalkan Tuhan yang sesungguhnya. Namun, nampaknya tidak demikian bagi calon seorang rasul yang nantinya harus berperan sebagai pelindung dan pembela kaum
Sebagai gambaran, terutama bagi yang tidak pernah menggembala kambing,
bahwa sifat-sifat negatif kambing memiliki kemiripan dengan karakteristik sifat
negatif manusia. Sedangkan setiap rasul bertugas “menggembala” ummatnya.
Menggembala kambing merupakan kurikulum pelatihan ketabahan dan kesabaran
serta kepemimpinan. Kesulitan umum setiap penggembala kambing adalah disebabkan
ia susah diarahkan. Sifat kambing jika berjalan walaupun berpuluh-puluh kali melewati
satu jalan ada di depan penggembala, ia tidak bisa berjalan lurus, cenderung untuk
menyimpang. Jika ia diikat dan ditarik, maka ia akan berhenti. Susah sekali untuk
hidup dengan bersih dari kotorannya sendiri. Ia suka membandel, dan tumpul
perasaanya. Muhammad berada di tengah-tengah padang pasir, bersama budak-budak
dan orang miskin dengan medan yang amat keras. Penggembala harus berlari,
melompat, menyatu dengan alam.
Hikmahnya adalah betapa pentingnya pendidikan memberikan kecakapan pada
anak dalam memimpin, keuletan dan kesabaran melalui latihan-latihan nyata dalam
peran-peran sosialnya, berorganisasi dan keterlibatan dalam urusan dakwah.
Pendidikan juga harus mematangkan fungsi-fungsi fisik dan ketahanannya(tahan
banting) dalam menghadapi kondisi medan dan cuaca yang buruk, panasnya terik
matahari, dan badai gurun yang menyesakkan dada. Selama hampir tiga tahun dia
bergembala kambing.
menikah dengan janda kaya.Terkesan Muhammad hanya dompleng kesuksesan
dagangnya seorang janda bernama Khadijah. Sungguh menyesatkan dan jauh dari
realita. Yang benar adalah, bahwa menjelang kedewasaanya Muhammad harus
membuatnya memiliki kemandirian dan kekuatan ekonomi (quwwatul maal). Umur 5-8
tahun sudah dapat pendapatan dati menggembala kambing, umur 12 tahun ia
melakukan perjalanan bisnis ke syiria dengan pamannya Abu Thalib, dengan jarak
58
Kedua, bergembala kambing.
Yang menarik, mengapa harus menggembala kambing?
Mengapa bukan binatang lain? Mengapa hampir setiap rasul
Allah pernah menggembala kambing?
Ketiga,
berdagang.
Banyak yang tidak membaca atau mengangkat prestasi
Muhammad dalam kesuksesan bisnisnya. Bahkan sebaliknya,
sesekali terdengar justru memberikan kesan negatif terhadap
beliau; Muhammad
ribuan km. Dengan modal kredibilitas yang tinggi, kejujuran, kommitment,
kepercayaan (trust), ketelitian dan kehandalan negosiasi, serta kerja keras,
Muhammad tumbuh dan berkembang pesat menjadi pengusaha muda yang dikenal
luas kalangan bisnis antara Mekkah hingga Syiria. Muhammad muda umur 25 tahun
sudah terhitung 18 kali perjalan bisnis antar negara. Muhammad terkenal sebagai
pengusaha yang sangat professional (Gymnastiyar, Abdullah, 2004) Sehingga Khadijah;
seorang pengusaha janda sukses dan kaya raya, investor tertarik dengan executif muda,
Muhammad dan akhirnya menikah dengannya. Yang lebih mengagumkan lagi, dengan
kesuksesannya Muhammad muda mampu memberikan mahar kepada Khadijah dengan
100 ekor unta, jika harga tiap 1 ekor unta @ Rp. 10.000.000,- maka setara dengan Rp.
1.000.000.000,00 .
Hikmah dari pengalaman Muhammad ini mengharuskan pendidikan untuk
bermuatan latihan-latihan untuk memiliki kemadirian ekonomi dan produktivitas,
sehingga mempercepat kesiapan mereka untuk membangun keluarga.
kekuatan atau dorongan negatif yang paling susah dikendalikan. Dalam keadaan single,
sementara kebutuhan biologis semakin memuncak akan membuat dalam konsisi psikis
yang labil. Dan hanya dengan nikah semau gejolak itu secara efektif dan positif dapat
diatasi. Oleh karenanya untuk kecepatan mencapai kematangan kepribadian dan stamina
keimanan, maka pernikahan tidak boleh ditunda-tunda. Kelurga adalah unsur terkecil
dan inti dari sebuah masyarakat. Seluruh aspek kehidupan terpancar dari fondasi
kehidupan keluarga; kepemimpinan, kesabaran, kasih sayang, ketaatan agama, dst.
Sebelum sukses membangun keluarga, mustahil akan sukses membangun masyarakat.
Pasangan Muhammad dengan khadijah telah terpilih sebagai suri tauladan dalam
dakwah yang paling mulia. Hikmahnya ialah, setiap proses pendidikan harus
memberikan pembekalan ketrampilan dan kesiapan mental untuk semakin ikhlas dan
tabah, serta sabar dalam mengemban kewajiban dakwah, yang bersifat fardlu
‘ain(Umar, Hussen 2001: 1)
59
Keempat, ber-Khadijah;
Menikah/ berkeluarga adalah sebuah fase kehidupan manusia
yang sarat dengan kurikulum pendewasaan batin dan emosi
yang sangat efektif. Sebab godaan nafsu syahwat, adalah
Kelima, berkhalwat
Berkhalwat adalah mengasingkan diri tipu daya kehidupan dunia
yang serba penuh ketidak pastian, untuk mencari pencerahan.
Ini menyangkut kebutuhan hidup yang paling hakiki, yang paling menentukan
kebahagiaan hakiki pula. Setelah mengalami “gemblengan” yang integral, yang
mengoptimalkan potensi fitrah jasmani (ketrampilan fisik), rasional (IQ) dan emosi
(EQ), masih ada satu lagi potensi fitrah Muhammad yang harus dioptimalkan demi
terciptanya Insan kamil (tauladan yang terbaik) yaitu kecerdasan spiritual (SQ) Atau apa
yang disebut oleh V.S Ramachandran dan Michael Papersinger, Ian Marchal, dengan
God Spot (Ginanjar agustian, Ary: xxxix)
Berangkat dari kegelisahan Muhammad terhadap keganjilan-keganjilan,
kebodohan, dan ketimpangan social, maka nuraninya menuntunnya untuk mencari
Tuhannya. Muhammad pun tidak tahu dengan kacamata apa ia harus membaca situasi
dan fenomena kehipuan masyarakatnya. Sehingga dia mencoba keluar dari kotak gelap
dan melihat dari luar (outbox) agar dapat melihat persolan lebih utuh dan obyektif.
Pada akhirnya dengan berkhalwat, ia mendapati hidayatuddin, yakni Wahyu Allah.
Muhammad dan ummatnya harus membaca atau melihat segala sesuatu dalam
memaknai tentang apa itu hidup, untuk apa hidup, dan ke mana akhirnya hidup ini
dengan kacamata (nama) Tuhan semata; dalam rangka ibadah.
Anak kecil itu menjawab, “Aku Adab (sopan santun) wahai Amirul
Mukminin!!”
Al-Ma’mun berkata, ”Ya keturunan” .
Anak kecil itu menyenandungkan sya’irnya :
Jadilah engkau putra yang engkau sukai
Dan peganglah sopan santun
Niscaya orang yang dipujinya
akan membuatmu tidak butuh kepada keturunan
Sesungguhnya pemuda itu adalah yang berkata ,
“Inilah aku!”
Bukanlah pemuda itu yang berkata,
“Itulah Ayahku!” .
7. Di masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik terjadi musim
kemarau di dusun-dusun. Kemudian datang orang-orang Arab
menghadap Hisyam , namun mereka takut berbicara. Diantara
mereka ada seorang anak kecil bernama Wirdas bin Habib. Mata
Hisyam melihat mata anak kecil itu lalu berkata kepada orang
yang menghalanginya, “Siapa saja yang ingin menghadapku,
kupersilakan untuk masuk, termasuk anak-anak kecil”.
73
Anak kecil itu berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, kami telah
tertimpa musibah selama tiga tahun : tahun pertama, lemak-lemak
mencair, tahun kedua daging-daging habis dimakan, dan tahun
berikutnya tulang-tulang dibersihkan dari sumsumnya. Jika harta-
harta itu milik Allah, maka bagikanlah kepada hamba-hamba-Nya.
Jika harta itu milik mereka maka atas dasar apa engkau
menahannya dari mereka? Dan jika harta itu milikmu, maka
sedekahkanlah kepada mereka, karena sesungguhnya Allah kan
memberikan balasan kepada orang-orang yang bersedekah, dan
tidak akan menyia-nyiakan pahala oring-orang yang berbuat
kebaikan”.
Hisyam mengatakan, “Tidak ada udzur yang ditinggalkan anak ini
bagi kita di dalam setiap tahun itu”. Kemudian Hisyam
memerintahkan untuk memberi orang-orang desa sebanyak
seratus dinar dan Wirdas sendiri mendapat seratus ribu dirham.
Anak kecil itu menjawab, “Kembalikanlah ia (bagianku) kepada
orang-orang Arab wahai Amirul mu’minin. Karena aku khawatir
bagian itu tidak mencukupi mereka”.
Hisyam bertanya, “Apakah engkau tidak membutuhkan? “
Anak kecil itu menjawab, “Aku tidak mempunyai kebutuhan khusus
untuk pribadiku selain kebutuhan untuk seluruh kaum muslimin”.
Kemudian anak kecil itu (Wirdas) keluar, dan ia termasuk orang yang paling diantara
kaum itu.
Berdasarkan contoh-contoh kasus tersebut di atas, dapat
diambil beberapa kesimpulan tentang kualitas anak-anak generasi
salaf, yang sekalipun belum dewasa, sebagai berikut :
74
1. Dalam hal kecerdasan rasional; berfikir logis analitis, dengan
pemahaman dan penghayatan agama yang dalam luas.
Disampaikan dengan bahasa yang halus santun dan jelas.
Bahkan disertai sindiran-sindiran yang menyentuh kesadaran
dan akal rasional, sehingga tidak membuat lawan bicara
tersulut emosi. (contoh pada Ibnu Abbas, Abdullah bin Zubair,
anak dari Hijas),
2. Dalam hal sikap, mandiri dan bertanggung jawab, memiliki
ketenangan dalam merespon aksi (masalah), disertai
keberanian mengungkapkan isi hati dan ide. Kehalusan
perasaan, kepekaan sosial, adab yang tinggi. (Sebagaimana
ditunjukkan oleh Putra Umar bin Abdul Aziz, Wirdas bin Habib ,
anak kecil yang berdialog dengan Khalifah Al-Ma’mun.
3. Dalam hal bertindak, cepat, mantap tanpa ragu-ragu dan
tanggung jawab atas resiko apapun. Sebagaimana pada Wirdas,
Zubair, dan batapa banyak anak-nak zaman itu yang sekualitas
bahkan diatas kualitas mereka; Imam Syafi’I waktu kecil,
Bukhari waktu kecil, dsb.
Tidaklah berlebihan jika semua ini dinyatakan sebagai indikasi
kualitas pendidikan yang berlaku secara umum demikian sangat
tinggi dalam membentuk kepribadian anak. Sosok-sosok
kepribadian mereka yang demikian matang tidak akan terlahir
dari sistem-sistem pendidikan dengan kurikulum manapun di abad
modern saat ini. Hal ini karena mereka dibiasakan untuk bersikap
berani, menmani orang tua mereka untuk menghadiri majlis-majlis
umum, berkunjung ke rumah-rumah teman; terdorong untuk
berbicara di depan orang-orang besar, orang-orang cerdas dan
fasih, didorong untuk berbicara dengan khalifah dan pemimpin
(amir-amir) mereka; diasamping mereka diajak bermusyawarah
untuk memecahkan masalah umum dan masalah-masalah ilmiah,
di lembaga ahli pikir dan ulama. Waktu mereka tidak habis untuk
duduk di ruang-ruang kelas dan bertemu hanya dengan orang-
75
orang yang sejenis, jauh dari kehidupan riil, sebagaimana sistem
pendidikan saat ini.
Seluruh keberanian dan sopan santun (adab) ini, termasuk hal-
hal yang menanamkan dan menumbuhkan makna-makna
pemahaman dan kesadaran yang sangat terpuji di dalam jiwa
anak-anak, serta mendorong mereka untuk menaiki tangga-tangga
kesempurnaan dan membentuk kepribadian, kematangan
bersikap, berfikir dan bertindak.
Sekaligus mengingatkan para pendidik Muslimin, “Mengapa anda
merendahkan diri dengan jalan meniru-menjiplak paradigma
kedewasaan serta metode pendewasaan Barat tanpa seleksi terlebih
dahulu?”
Pesan Iqbal dalam syairnya :
Jangan kau gadaikan dirimu
Ke berbagai paberi gelas di belahan Barat!
Buatlan sendiri cawan dan gendimu
Walau dari tanah liat ( Saiyidan, 1986: 37)
Kembalilah kepada keaslian pemikiran, sikap dan tindakan suri
tauladanmu yang mulia dan menggumkan; Rasulullah dan generasi
salaf :
Apakah hakekat fikiran murni, sikap dan tindakan asli?
Ia adalah penggerak revolusi!
76
Kembali pada keaslian konsep kedewasaan
Dengan menampilkan dua teladan, teladan perkembangan kedewasaan Muhammad pra-kerasulan dan anak-anak generasi salaf, maka telah membuka mata para pendidik akan
Apakah hakekat pikiran, sikap dan tindakan murni?
Ia adalah kelahiran kembali kehidupan bangsa!
Ia adalah sumber mu’jizat hidup!
Yang mampu mengubah batuan granit menjadi pualam!
III. INTISARI
iv. evaluasi
77
1. Realitas menunjukkan bahwa saat ini terjadi krisis kedewasaan dikalangan generasi muda dalam berislam sebagai akibat system pendewasaan yang berstandar rendah.
2. Indikator kedewasaan seseorang tidak ditentukan oleh umur kalender, akan tetapi lebih pada karakter psikis yakni: akal (kemampuan dan kemauan berpikir), kamandirian sikap, dan rasa tanggung jawab. Dengan demikian bisa saja seseorang telah berumur 50 tahun yang masih kekanak-kanakan. Indikator ini dapat "disorotkan" pada keberislaman seseorang.
3. Rasulullah adalah pribadi yang paling dewasa di dunia ini. Sebab kurikulumnya dirancang dan dikontrol oleh Allah SWT secara langsung. Oleh karenanya paling layak menjadi teladan paradigma dalam proses pendewasaan genarasi saat ini.
4. Contoh-cotoh kepribadian generasi awal Islam bukti keberhadilan paradigma pendidikan karakter yang dicontohkan oleh Rasulallah saw.
1. Rumuskan permasalahan yang dihadapi generasi mahasiswa dalam hal krisis kedewasaan umumnya dan kedewasaan keberislaman khususnya.
2. Jelaskan defini dewasa menurut psikoanalisa Barat. 3. Jelaskan makna dewasa dalam tinjauan syar'i yang diidentifikasi dari kajian
maqasidus syar'i (maksud atau latar belakang hukum)!4. Sebutkan 4 indikator kedewasaan dan aplikasikan pada keberislaman anda
(mahasiswa, masyarakat). 5. Diskusikan: identifikasi perilaku-perilaku yang kekanak-kanakan di
keluarga, lingkungan kerja, kuliah dan masyarakat. 6. Sebutkan indikator kedewasaan utama pada diri Rasulullah saw!7. Berikan contoh-contoh kekaguman anda pada akhlaq Rasulullah saw; dalam
hubungan dengan keluarga, sahabat, masyarakat, dan sebagai pemimpin Negara.
8. Sebutkan fase-fase pendewasaan pada diri Ahmad/Muhammad menuju kerasulannya.
9. Berikan contoh-contoh prestasi kedewasaan yang terbentuk pada generasi sahabat sebagai hasil keunggulan pendidikan pendewasaan yang diterapkan Rasulullah saw!
REFERENSI
1. Al-Qur’anul Karim
2. Al-Badits (kutubusssittah)
3. Muhammad Ahmad Jad al-Maula Bik, 2004, "Muhammad saw Insan Teladan,