BAB VIII MANAJEMEN RANTAI PASOK (SUPPLY CHAIN MANAGEMENT-SCM) A. Latar Belakang Munculnya SCM Munculnya SCM dilatar belakangi oleh 2 hal pokok, yaitu: 1. Praktek manajemen logistik tradisional yang bersifat adversarial pada era modern ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak dapat menciptakan keunggulan kompetitif 2. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat dengan persaingan yang semakin ketat Perkembangan lingkungan industri yang dinamis pada era global seperti sekarang ini menjadi pemicu bagi banyak organisasi perusahaan untuk menggali potensi yang dimiliki, serta mengidentifikasi faktor kunci sukses untuk unggul dalam persaingan yang semakin kompetitif. Teknologi yang juga berkembang pesat menjadi sebuah kekuatan untuk diterapkan dalam iklim persaingan. Usaha-usaha yang dilakukan pada akhirnya diarahkan untuk memberikan produk terbaik kepada konsumen. Konteks produk yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen dalam pengertian manajemen produksi
Supply Chain Management (SCM) adalah suatu metode penciptaan produk untuk disampaikan pada pengguna akhir, dimana di dalamnya tercakup berbagai komponen, yaitu: the supplier of raw materials, the manufacturing units, warehouses, transporters, retailers, and finally selling..Manfaat penerapan konsep SCM dalam perusahaan yaitu: kepuasan pelanggan, meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset yang semakin tinggi, peningkatan laba, dan perusahaan semakin besar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB VIII
MANAJEMEN RANTAI PASOK
(SUPPLY CHAIN MANAGEMENT-SCM)
A. Latar Belakang Munculnya SCM
Munculnya SCM dilatar belakangi oleh 2 hal pokok, yaitu:
1. Praktek manajemen logistik tradisional yang bersifat adversarial pada era
modern ini sudah tidak relevan lagi, karena tidak dapat menciptakan
keunggulan kompetitif
2. Perubahan lingkungan bisnis yang semakin cepat dengan persaingan yang
semakin ketat
Perkembangan lingkungan industri yang dinamis pada era global
seperti sekarang ini menjadi pemicu bagi banyak organisasi perusahaan
untuk menggali potensi yang dimiliki, serta mengidentifikasi faktor kunci
sukses untuk unggul dalam persaingan yang semakin kompetitif. Teknologi
yang juga berkembang pesat menjadi sebuah kekuatan untuk diterapkan
dalam iklim persaingan. Usaha-usaha yang dilakukan pada akhirnya
diarahkan untuk memberikan produk terbaik kepada konsumen.
Konteks produk yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen
dalam pengertian manajemen produksi dan operasi adalah kombinasi produk
barang dan jasa. Industri manufaktur tidak akan dapat bersaing apabila
produk yang ditawarkan murni hanya barang, dan industri jasa juga tidak
memiliki daya tarik apabila yang ditawarkan kepada konsumen murni berupa
layanan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan produk terbaik kepada
konsumen meliputi kombinasi di antara keduanya, yaitu barang dan jasa
dalam porsi masing-masing yang ideal menurut perusahaan. Menyajikan
produk dalam arti luas tersebut merupakan tantangan sekaligus peluang bagi
sistem produksi operasi yang harus dijalankan perusahaan. Mulai dari
mengidentifikasi selera konsumen sampai dengan mengupayakan seluruh
kebutuhan input dari pemasok untuk memproduksi dan mendistribusikan
produk tersebut sesuai dengan selera konsumen yang dibidik.
Pada dasarnya konsumen mengharapkan dapat memperoleh produk
yang memiliki manfaat pada tingkat harga yang dapat diterima. Untuk
mewujudkan keinginan konsumen tersebut maka setiap perusahaan berusaha
secara optimal untuk menggunakan seluruh asset dan kemampuan yang
dimiliki untuk memberikan value terhadap harapan konsumen. Implementasi
upaya ini tentunya menimbulkan konsekuensi biaya yang berbeda di setiap
perusahaan termasuk para pesaingnya. Untuk dapat menawarkan produk
yang menarik dengan tingkat harga yang bersaing, setiap perusahaan harus
berusaha menekan atau mereduksi seluruh biaya tanpa mengurangi kualitas
produk maupun standar yang sudah ditetapkan.
Salah satu upaya untuk mereduksi biaya tersebut adalah melalui
optimalisasi distribusi material dari pemasok, aliran material dalam proses
produksi sampai dengan distribusi produk ke tangan konsumen. Distribusi
yang optimal dalam hal ini dapat dicapai melalui penerapan konsep Supply
Chain Management (SCM). SCM sesungguhnya bukan merupakan suatu
konsep yang baru. Menurut Jebarus (2001) SCM merupakan pengembangan
lebih lanjut dari manajemen distribusi produk untuk memenuhi permintaan
konsumen. Konsep ini menekankan pada pola terpadu yang menyangkut
proses aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga kepada
konsumen. Dari sini aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah
dalam satu kesatuan tanpa sekat pembatas yang besar, sehingga mekanisme
informasi antara berbagai elemen tersebut berlangsung secara transparan.
SCM merupakan suatu konsep menyangkut pola pendistribusian produk yang
mampu menggantikan pola-pola pendistribusian produk secara optimal. Pola
baru ini menyangkut aktivitas pendistribusian, jadual produksi, dan logistik
Gambar 8.1 memberikan ilustrasi sebuah Supply Chain (SC) yang
sederhana. Sebuah SC akan memiliki komponen-komponen yang biasanya
disebut channel. Semua chanel bekerja untuk memenuhi kebutuhan
konsumen akhir.
VIII-2
Gambar 8.1. Supply Chain yang disederhanakan
Pada kenyataannya struktur SC jauh lebih kompleks dari gambar 8.1.
Berbagai kemungkinan di lapangan bisa terjadi, antara lain:
1. Sebuah pemasok mungkin sekaligus adalah industri manufaktur, dengan
kata lain sebuah SC bisa saja melibatkan sejumlah industri manufaktur
dalam satu rantai hulu ke hilir
2. SC tidak selalu merupakan rantai lurus
3. Sebuah industri manufaktur bisa memiliki ratusan bahkan ribuan pemasok
4. Produk-produk yang dihasilkan oleh sebuah industri mungkin
didistribusikan oleh beberapa pusat distribusi yang melayani ratusan
bahkan ribuan distributor, retailer, pedagang kecil, dan sebagainya.
Setiap chanel dalam SC akan memiliki aktivitas-aktivitas yang saling
mendukung. Secara keseluruhan aktivitas-aktivitas tersebut meliputi
2. Fungsi kedua berkaitan dengan biaya-biaya survey pasar, perancangan
produk, serta biaya-biaya akibat terpenuhinya aspirasi konsumen oleh
produk yang disediakan oleh rantai supply chain. Ongkos-ongkos ini bisa
VIII-10
berupa ongkos markdown, yakni penurunan harga produk yang tidak laku
dengan harga normal, atau ongkos kekurangan supply yang dinamakan
dengan stockout cost.
F. Prinsip-prinsip SCM
Prinsip terpenting yang harus diperhatikan dalam sinkronisasi
aktivitas-aktivitas sebuah supply chain adalah menciptakan hasil yang lebih
besar, tidak hanya bagi tiap anggota rantai tetapi bagi keseluruhan sistem.
Kesuksesan implementasi dari prinsip ini membutuhkan perubahan-
perubahan pada tingkatan strategis maupun taktis. Sebaliknya kegagalan
biasanya ditandai oleh ketidakmampuan manajemen mendefinisikan
langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menggiring komponen-
komponen supply chain yang kompleks ke arah yang sama.
Anderson, Britt & Frave (1997) memberikan 7 prinsip SCM untuk
membantu para manajer dalam merumuskan strategi pelaksanaan SCM,
yaitu:
1. Segmentasi pelanggan berdasarkan kebutuhannya.
2. Sesuaikan jaringan logistik untuk melayani kebutuhan pelanggan yang
berbeda.
3. Dengarkan signal pasar dan jadikan signal tersebut sebagai dasar dalam
perencanaan kebutuhan (demand planning) sehingga bisa menghasilkan
ramalan yang konsisten dan alokasi sumber daya yang optimal.
4. Diferensiasi produk pada titik yang lebih dekat dengan konsumen dan
percepat konversinya di sepanjang rantai supply.
5. Kelola sumber-sumber supply secara strategis untuk mengurangi ongkos
kepemilikan dari material maupun jasa.
6. Kembangkan strategi teknologi untuk keseluruhan rantai supply yang
mendukung pengambilan keputusan berhirarki serta berikan gambaran
yang jelas dari aliran produk, jasa, maupun informasi.
VIII-11
7. Adopsi pengukuran kinerja untuk sebuah supply chain secara
keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan kepada
konsumen akhir.
G. Persyaratan Penerapan SCM
Sebagai suatu konsep yang melibatkan banyak pihak sebagai mata
rantai, SCM menuntut beberapa persyaratan yang tidak hanya terkait dengan
material, tetapi juga informasi. Syarat utama dari penerapan SCM tentunya
dukungan manajemen. Manajemen semua level dari strategis sampai
operasional harus memberikan dukungan mulai dari proses perencanaan,
pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian.
Selain dukungan manajemen, syarat lain merupakan syarat yang
melibatkan faktor eksternal yaitu pemasok dan distributor. Sebelum
membangun komitmen dan melaksanakan ‘kontrak kerja’ dengan para
pemasok, maka perusahaan terlebih dahulu harus melaksanakan evaluasi
pemasok. Sebagi catatan, melaksanakan evaluasi pemasok untuk pemasok
yang ‘bermain’ dalam pasar yang monopoli tentunya sulit dan tidak bisa
dilaksanakan, sehingga yang perlu dilakukan untuk kondisi ini adalah
membangun kemitraan dalam suatu kesepakatan.
Evaluasi pemasok dilakukan apabila untuk material yang sama dapat
diperoleh lebih dari satu alternatif pemasok. Setidaknya ada tiga kriteria
dalam melakukan evaluasi pemasok, yaitu: keadaan umum pemasok,
keadaan pelayanan, dan keadaan material. Beberapa contoh indikator dari
setiap kriteria evaluasi pemasok adalah sebagai berikut (Gaspersz, 2002):
1. Keadaan umum pemasok
a. Ukuran atau kapasitas produksi
b. Kondisi finansial
c. Kondisi operasional
d. Fasilitas riset dan desain
e. Lokasi geografis
f. Hubungan dagang antar industri
VIII-12
2. Keadaan pelayanan
a. Waktu penyerahan material
b. Kondisi kedatangan material
c. Kuantitas pemesanan yang ditolak
d. Penanganan keluhan dari pembeli
e. Bantuan teknik yang diberikan
f. Informasi harga yang diberikan
3. Keadaan material
a. Kualitas material
b. Keseragaman material
c. Jaminan dari pemasok
d. Keadaan pengepakan (pembungkusan)
Dari ketiga kriteria tersebut, bobot (berdasarkan tingkat kepentingan)
yang terbesar diberikan pada kriteria keadaan material, karena keadaan
material akan mempengaruhi kinerja fungsi produksi dan operasi khususnya
kualitas produk. Selanjutnya dilakukan penilaian untuk setiap indikator dan
dihitung total skor-nya.
Syarat berikutnya adalah pemilihan distributor sebagai perantara
produk perusahaan sampai ke tangan konsumen akhir. Intensitas saluran
distribusi yang ideal bagi suatu perusahaan adalah bagaimana menyajikan
jenis produk secara luas dalam pemuasan kebutuhan konsumen
(Sitaniapessy, 2001). Penggunaan distributor yang terlalu sedkit dapat
membatasi penyebaran jenis produk dalam aktivitas pemasaran. Sebaliknya,
penggunaan distributor yang terlalu banyak dapat mengganggu brand image
dalam posisinya berkompetisi. Satu kunci yang penting dalam mengelola
saluran distribusi adalah menentukan berapa banyak saluran distribusi yang
dikembangkan serta membentuk suatu pola kemitraan yang menunjang
pemasaran suatu produk dalam area pemasaran tertentu.
Model penghematan usaha oleh distributor dapat digambarkan
sebagai berikut (Kotler, 1997):
VIII-13
Error: Reference source not foundprodusen distributor konsumen
Gambar 8.2. Model penghematan usaha oleh distributor
Satu lagi persyaratan yang penting dalam penerapan SCM adalah
transparansi arus informasi. Untuk dapt mendukung arus informasi yang
transparan dari seluruh mata rantai yang terlibat dalam SCM diperlukan
komitmen (dapat dicapai melalui kemitraan dan kesepakatan) disertai dengan
ketersediaan database.
Konsep database yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya
kumpulan data yang dikelola dan dikendalikan secara terpusat, melainkan
data tersebut harus memenuhi lima kriteria sebagai berikut :
1. Ketersediaan, kapanpun diperlukan harus tersedia disertai dengan
kemudahan akses.
2. Kemampuan dipergunakan untuk berbagi kebutuhan terkait
3. Kemampuan data untuk selalu berkembang dalam konteks yang efektif
4. Jumlah data tidak tergantung kondisi fisik penyimpan data (penyimpan
data yang harus menyesuaikan jumlah data)
5. Konsistensi dan validitas data
H. Strategi Dasar SCM
Strategi yang paling mendasar dalam SCM berkaitan erat dengan
konfigurasi fisik maupun manajemennya. Dalam rancangan struktur supply
chain, mulai dari konfigurasi jaringan antar chanel sampai pada konfigurasi
fasilitas di dalam sebuah chanel tidak bisa dilepaskan dari karakteristik
produk maupun jasa yang dihasilkan oleh sebuah supply chain.
Dalam SCM karakteristik produk ini dibedakan ke dalam 2 jenis yang
didasarkan pada berbagai aspek antara lain, siklus hidupnya, jumlah
variasinya, stabilitas permintaannya, kesalahan ramalan, tingkat markdown,
dan sebagainya. Kedua jenis tersebut adalah sebagai berikut:
VIII-14
1. Produk fungsional, biasanya diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar, seperti garam, gula, sabun, minyak goreng, buku tulis,
ballpoint, dan sebagainya.
2. Produk inovatif, yaitu produk yang permintaannya biasanya sangat tidak
stabil dan sulit diramalkan. Produk inovatif ini biasanya muncul sebagai
respon atas perubahan pasar yang cepat atau sebagai akibat dari
kemampuan teknologi dan inovasi yang bagus. Contoh dari produk
inovatif ini adalah komputer yang perubahan rancangannya sudah dalam
hitungan minggu atau bahkan hari. Ini merupakan contoh produk inovatif
yang dipacu oleh kemampuan perusahaan melakukan inovasi (innovation
driven). Contoh lain adalah pakaian yang modelnya cepat berubah dan ini
lebih dipacu oleh kebutuhan pasar yang mengisyaratkan perubahan
model (market driven).
Untuk lebih jelasnya pembagian produk sesuai dengan
karakteristiknya dapat dilihat pada tabel 8.1.
Tabel 8.1. Produk fungsional vs invovatifKarakteristik Fungsional Inovatif
Siklus hidup > 2 tahun < 2 tahunVariasi produk 10 – 20 per kategori Jutaan per kategoriVariabilitas permintaan tinggi rendahKesalahan peramalan 10 % 40 % - 100 % Tingkat markdown 0 % 10 % - 25 %Margin keuntungan Rendah TinggiLead time 6 bln – 1 thn 1 hari – 2 mingguAspirasi konsumen Harga murah cepat
Pernyataan kedua produk berdasarkan karakteristik di atas mengindikasikan
kebutuhan akan penanganan yang berbeda, baik dalam aktivitas fisik maupun
VIII-15
dalam mediasi pasar sebuah supply chain sehingga diperlukan strategi yang
tepat untuk masing-masing produk, seperti ditunjukkan pada tabel 8.2.
Tabel 8.2. Strategi yang tepat berdasarkan jenis produkStrategi Produk
Fungsional InovatifLean Tepat Tidak tepatAgile Tidak tepat Tepat
Strategi Lean Supply Chain adalah strategi efisiensi yang
membutuhkan dukungan struktur supply chain yang ramping dan terintegrasi
dengan baik. Pada produk fungsional, fungsi mediasi pasar lebih jarang dan
lebih mudah dilakukan karena siklus hidup produknya panjang atau selera
konsumen yang tidak banyak berubah. Dengan demikian ongkos-ongkos
mediasi pasar akan merupakan fokus utama, sehingga strategi yang tepat
untuk produk-produk fungsional adalah efisiensi.
Fokus utama dalam mengelola Lean Supply Chain adalah menekan
ongkos-ongkos fisik disepanjang supply chain yang terdiri dari ongkos-
ongkos material, produksi, distribusi, penyimpanan dan sebagainya. Dalam
lean supply chain koordinasi yang baik antar chanel dalam rantai supply
sangat diperlukan, termasuk di dalamnya koordinasi untuk manangani
dampak variabilitas dan ketidakpastian permintaan maupun supply.
Untuk produk inovatif, keunggulan kompetitif produk terletak pada
kemampuan supply chain untuk merespon kebutuhan pasar yang cepat
berubah. Kunci keberhasilan di sini adalah yang dinamakan agility. Agility
untuk suatu supply chain harus mempunyai kemampuan kecepatan dalam
merespon kebutuhan pasar secara bersama-sama sebagai suatu team.
Kecepatan ini harus dimiliki semua pihak yang berada dalam suatu supply
chain.
Distributor yang handal tidak dapat menjamin keunggulan
berkompetisi apabila perusahaan yang mensuplai produk-produk yang
didistribusikannya tidak mampu secara cepat merespon perubahan yang
disyaratkan oleh pasar. Dengan demikian hubungan antar perusahaan
VIII-16
merupakan faktor kritis dalam menciptakan agility suatu supply chain.
Strategi supply chain yang menekankan pada agility tentunya memerlukan
pola pikir yang berbeda dengan pola pikir untuk strategi supply chain yang
mendasarkan pada efisiensi.
I. Tantangan Penerapan SCM
Meskipun SCM memiliki banyak manfaat dalam menjalankan sistem
produksi dan operasi di perusahaan, tetapi ada beberapa tantangan yang
harus dihadapi dan disikapi oleh perusahaan apabila akan menerapkannya.
Tantangan yang pertama berasal dari lingkungan makro dan juga lingkungan
eksternal. Misalnya saja trend perekonomian global yang menunjukkan
adanya kecenderungan inflasi, khususnya di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena persaingan di tingkat global memang sangat meningkat. Selain itu
juga kecenderungan perilaku konsumen yang menunjukkan sikap terlalu
rumit dan banyak menuntut. Faktor eksternal lain adalah perkembangan
teknologi. Perkembangan teknologi yang terkait dengan teknologi informasi
sedapat mungkin diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkan
SCM sehingga dapat mengelola informasi yang bergerak sangat cepat untuk
menanggapi perpindahan produk. Sehingga sangat perlu bagi perusahaan
yang menerapkan SCM untuk memiliki peralatan fungsional seperti
(Watanabe, 2001):
1. Demand management / forecasting
2. Advanced planning and scheduling
3. Transportation management
4. Distribution and deployment
5. Production planning
6. Available to promise
7. Supply Chain Modeler
8. Optimizer (Linier programming, non linier programming, heuristic, dan
genetic algorithm)
VIII-17
Selain tantangan-tantangan tersebut, tantangan yang juga sering
dihadapi khususnya negara berkembang adalah masalah infrastruktur
termasuk birokrasi yang rumit. Masalah ini akan memberikan dampak yang
signifikan terhadap tantangan SCM yang lain, yaitu teknologi informasi.
Di sisi lain, ada juga tantangan yang dapat digolongkan dalam
lingkungan mikro atau di lingkungan perusahaan itu termasuk
stakeholdernya. Mengingat sebuah rantai supply chain terdiri dari aktivitas-
aktivitas yang dilakukan oleh beberapa perusahaan, maka pengelolaannya
tidak mudah. Kompleksitas permasalahan meningkat dengan cepat begitu
pertimbangan-pertimbangan aliran produk dan informasi dilihat dalam
lingkungan keseluruhan supply chain dari ujung hulu ke ujung hilir. Karena
kompleksnya permasalahan pengelolaan tersebut, banyak sekali tantangan
yang bisa mengakibatkan kegagalan pengelolaan sebuah supply chain.
Lee & Bilington (1992) mendeskripsikan 14 tantangan yang harus
diperhatikan dalam SCM, yaitu:
1. Pengukuran kinerja yang tidak terdefinisikan dengan baik, setiap chanel
menentukan ukuran sendiri-sendiri, dan tidak ada perhatian untuk
membuat ‘joint matrics’ yang mengukur kinerja rantai secara
keseluruhan.
2. Customer service tidak didefinisikan dengan jelas, tidak ada pengukuran
terhadap kelambatan respon dalam pelayanan, dan sebagainya.
3. Status data pengiriman yang tidak akurat dan sering terlambat.
4. Sistem informasi tidak efisien.
5. Dampak ketidakpastian diabaikan.
6. Kebijakan inventori terlalu sederhana, faktor-faktor ketidakpastian tidak
diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan tersebut, kadang-
kadang terlalu statis dan generik.
7. Diskriminasi terhadap internal customer. Prioritasnya rendah, service
levelnya tidak terukur, sistem insentifnya tidak tepat.
8. Koordinasi antar aktivitas suplai, produksi, dan pengiriman tidak bagus.
VIII-18
9. Analisis metode-metode pengiriman tidak lengkap, tidak ada
pertimbangan efek persediaan dan waktu respon.
10. Definisi ongkos-ongkos persediaan tidak tepat.
11. Ada kendala komunikasi antar organisasi.
12. Perancangan produk maupun proses tidak memperhitungkan konsep
supply chain.
13. Perancangan dan operasional supply chain dibuat secara terpisah.
14. Supply chain tidak lengkap, fokusnya sering hanya pada operasi internal
saja, tidak bisa membedakan antara ‘immediate customers’ dengan ‘end
customers’.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, terlebih dahulu perusahaan harus
melakukan perbaikan dan membangun komitmen di lingkungan internal
perusahaan tersebut, baru kemudian membangun kemitraan dan komitmen
dengan mata rantai lain di lingkungan eksternal. Satu hal yang juga penting
dalam mengatasi tantangan untuk penerapan SCM adalah mengelola
informasi dalam sebuah sistem yang harus mendukung proses pengambilan
keputusan di wilayah penerapan SCM.
J. Perkembangan-perkembangan Terbaru dalam SCM
Agar perusahaan selalu dapat memimpin dalam berkompetisi di
pasaran, cara-cara baru yang lebih inovatif perlu ditemukan atau
dikembangkan. Seiring dengan menyebarnya konsep-konsep SCM di dunia
industri baik industri manufaktur atau jasa. Konsep-konsep yang lebih
canggih yang merupakan pengembangan dari SCM bermunculan. Konsep-
konsep tersebut antara lain:
1. Just In Time (JIT), prinsip ini menekankan pada kemitraan yang erat
antara perusahaan dengan pemasoknya, dan pemasok akan memiliki
wakil di perusahaan yang disuplainya. Wakil tersebut berfungsi
menggantikan peran bagian pembelian di perusahaan pembeli. Atas nama
perusahaan pembeli, wakil tersebut akan membuat order pembelian ke
perusahaannya berdasarkan rencana produksi yang telah ditetapkan oleh
VIII-19
perusahaan pembeli. Praktek ini memungkinkan kedua belah pihak untuk
merundingkan rencana-rencana produksi maupun pembelian sehingga
menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan pembeli akan lebih
mudah menegosiasikan jadwal pengiriman karena wakil tadi sewaktu-
waktu bisa ditemui di perusahaannya. Demikian pula wakil tadi akan
lebih banyak memberikan masukan tentang kemampuan perusahaannya
untuk memasok kebutuhan material atau bahan baku yang dibutuhkan
perusahaan pembeli.
2. Vendor Managed Inventory (VMI), adalah merupakan salah satu variasi
dari JIT II. Konsep ini banyak digunakan oleh para pemasok yang
mensuplai bisnis retail. Selama ini pihak retail yang berkewajiban
membuat order pembelian untuk menjaga kelangsungan persediaan dari
setiap item yang terjual. Pada VMI kebalikannya, justru pemasoklah
yang berkewajiban untuk menentukan kapan dan berapa jumlah suatu
item harus dikirim ke retailnya, berdasarkan informasi tingkat penjualan
dan ketersediaan stock yang ada di retail tersebut. Pada VMI pertukaran
informasi yang lancar sangat diperlukan. Pemasok akan mampu membuat
keputusan yang baik, apabila informasi tingkat kebutuhan maupun
tingkat persediaan yang dimiliki pihak retail bisa diakses dengan mudah.
3. Global Pipeline Management (GPM), konsep ini didasarkan pada teori
kontrol di mana aliran material atau produk akan optimal bila dikontrol
dari satu titik. Aliran material atau produk pada konsep GPM hendaknya
dikendalikan oleh satu pihak atau chanel dalam supply chain, yang lain
mengikuti dan mendukung dengan memberikan informasi yang
diperlukan.
K. Rangkuman
1. Supply Chain Management (SCM) adalah suatu konsep yang
menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan
pola-pola pendistribusian produk secara tradisional. Pola baru ini
menyangkut aktivitas pendistribusian, jadwal produksi, dan logistik.
VIII-20
2. Supply Chain Management (SCM) adalah suatu metode penciptaan
produk untuk disampaikan pada pengguna akhir, dimana di dalamnya
tercakup berbagai komponen, yaitu: the supplier of raw materials, the
manufacturing units, warehouses, transporters, retailers, and finally
selling.
3. Manfaat penerapan konsep SCM dalam perusahaan yaitu: kepuasan
pelanggan, meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan
asset yang semakin tinggi, peningkatan laba, dan perusahaan semakin
besar.
4. Strategi yang paling mendasar dalam SCM berkaitan erat dengan
konfigurasi fisik maupun manajemennya. Dalam rancangan struktur
supply chain, mulai dari konfigurasi jaringan antar chanel sampai pada
konfigurasi fasilitas di dalam sebuah chanel tidak bisa dilepaskan dari
karakteristik produk maupun jasa yang dihasilkan oleh sebuah supply
chain.
5. SCM membedakan karakteristik produk ke dalam 2 jenis yang
didasarkan pada berbagai aspek antara lain, siklus hidupnya, jumlah
variasinya, stabilitas permintaannya, kesalahan ramalan, tingkat
markdown, dan sebagainya.
L. Bahan Acuan
1. Gaspersz, Vincent, 2002, Production Planning and Inventory Control: Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21, edisi revisi, cetakan ketiga, Gramedia.
2. Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto, 2002, Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang, cetakan kedua, Grasindo.