BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor C, dan faktor tindakan pengendalian erosi. Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). Tujuan yang hendak dicapai (TIK) pada bab ini adalah mahasiswa akan dapat : a. Menjelaskan pengertian erosi dan faktor – faktor penyebab erosi dan sedimentasi dengan benar. b. Menjelaskan pengaruh tanah, tanaman dan curah hujan terhadap besar kecilnya erosi. c. Menjelaskan konservasi lahan dengan baik agar dapat menanggulangi pengaruh bahaya erosi terhadap bangunan air. d. Menganalisis besarnya nilai erosi dan sedimentasi berdasarkan contoh soal dengan benar. B. Penyajian 7.1. EROSIVITAS DAERAH ALIRAN SUNGAI Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1965, 1978) yang dikenal dengan the Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) termasuk di dalamnya erosi alur (gully erosion) pada suatu keadaan tertentu. Dengan menggunakan persamaan USLE dapat diprediksi laju rata-rata erosi dari suatu bidang tanah tertentu, pada suatu kecuraman lereng dan dengan pola hujan tertentu, untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang sedang atau yang mungkin dapat dilakukan. Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik (dan pengelolaan) yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam parameter utama. Persamaan USLE yang diusulkan adalah sebagai berikut :
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Suatu model parametrik untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1965, 1978) yang dikenal dengan the Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) termasuk di dalamnya erosi alur (gully erosion) pada suatu keadaan tertentu.
Dengan menggunakan persamaan USLE dapat diprediksi laju rata-rata erosi dari suatu bidang tanah tertentu, pada suatu kecuraman lereng dan dengan pola hujan tertentu, untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang sedang atau yang mungkin dapat dilakukan. Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik (dan pengelolaan) yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam parameter utama. Persamaan USLE yang diusulkan adalah sebagai berikut :
A = R K L S C P Dengan:
A = adalah banyaknya tanah yang tererosi dalam [ton per hektar per tahun]
R = adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan (erosivitas hujan), yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan
K = adalah faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 72,6 ft (22,1 m) dan terletak pada lereng 9 % tanpa tanaman.
L = adalah faktor Panjang lereng, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 ft (22,1 m) di bawah keadaan yang identik.
S = adalah faktor kecuraman lereng yaitu perbandingan antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu bidang tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik
C = adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari suatu bidang tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman
P = adalah tindakan-tindakan khusus konservasi tanah, yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakukan tindakan konservasi khusus (seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam stripping atau terras), terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik.
7.1.1. Nilai Indeks Erosivitas Hujan
Pada persamaan USLE, nilai R yang merupakan daya perusak hujan atau erosivitas hujan tahunan dapat dihitung dari data curah hujan yang didapat dari penakar hujan otomatis, atau dari data hujan biasa R adalah faktor fisik hujan yang menyebabkan timbulnya prosses erosi baik erosi permukaan, erosi alur atau erosi tebing. Faktor fisik hujan yang dapat menimbulkan erosi disebut erosivitas hujan. Erosivitas hujan besarnya merupakan fungsi dari energi kinetik total hujan dengan intensitas hujan maksimal selama 30 menit dengan satuan [ton/ha/cm hujan]. Dalam satu kejadian hujan, energi kinetiknya dapat dihitung sebagai berikut :
E = 14,374 R1,075
Dimana : E = energi kinetik dalam [ton/ha/cm hujan] R = intensitas hujan dalam [cm/jam] Menurut Wischmeier erosivitas hujan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
EI30 = (E.I30)/100
Satuan EI30 tergantung dari satuan E dan I30 bila digunakan sistem satuan metrik digunakan [ton-m ha-1 cm jam-1 ]. Dengan demikian satuan I30 mengikuti satuan dari energi kinetiknya.
R
RI×+
=01.1178,7730
Hasil perhitungan erosivitas dapat dilihat pada Tabel 7.1. Tabel 7.1. Perhitungan Erosivitas Hujan (EI30)
Faktor erodibilitas tanah, K, adalah nilai kuantitatif yang dapat diperoleh dari percobaan lapangan. Jika tidak terdapat data lapangan, maka nilai K dapat dihitung dengan menggunakan nomogram seperti tercantum pada Gambar 7.1.
Gambar 7.1. Nomogram untuk penentuan nilai K.
Nilai K untuk beberapa jenis tanah di Indonesia yang dikeluarkan Dinas RLKT, Departemen Kehutanan, diberikan pada Tabel 4.2. di bawah ini.
Tabel 7.2. Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas (K)
Sumber : Anonimous III, 2000
Dalam menentukan nilai erodibilitas tanah di daerah aliran sungai Waduk Batujai diperoleh dari peta tanah pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dodokan Moyo Sari, Dinas Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Timur
7.1.3. Nilai Faktor Lereng LS (Panjang dan Kemiringan)
Panjang lereng, L, diukur dari suatu tempat pada permukaan tanah dimana erosi mulai terjadi sampai dengan tempat dimana terjadi pengendapan (yang bisa disebabkan oleh karena berkurangnya kecuraman lereng), atau sampai pada suatu tempat dimana aliran air di permukaan tanah masuk ke dalam saluran. Data percobaan lapangan menunjukkan bahwa besarnya erosi per satuan luas berbanding dengan pangkat panjang lereng. Oleh karena nilai L adalah perbandingan besarnya erosi dari suatu lereng terhadap besarnya erosi dari lereng dengan panjang 22,1 meter, maka nilai L dapat dinyatakan sebagai berikut :
L = (X/22,1)m
Dimana :
L = adalah faktor panjang kemiringan lereng tanah dalam [m] X = adalah panjang lereng dalam [m] M = adalah tetapan tergantung dari kemiringan lereng tanah, dengan :
m = 0.2 untuk kemiringan lereng ≤ 1% m = 0.3 untuk kemiringan lereng > 1 % sampai dengan ≤ 3 % m = 0.4 untuk kemiringan lereng > 3 % sampai dengan ≤ 5 % m = 0.5 untuk kemiringan lereng > 5 %
Sebagaimana disampaikan di depan bahwa panjang lereng kemiringan pada petak uji standar adalah 72.6 [ft] atau sama dengan 22.1 [m], sehingga untuk panjang kemiringan lereng sembarang perlu dibagi dengan nilai 72.6 [ft] atau 22.1 [m] sebagaimana ditunjukkan pada persamaan diatas. Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa nilai eksponen panjang lereng yang didapat dari data percobaan lapangan mungkin akan memberikan angka laju erosi yang terlalu tinggi jika dipergunakan untuk lereng yang panjangnya lebih dari 400 m. Besarnya erosi meningkat lebih besar dibandingkan dengan aliran permukaan jika kecuraman lereng, S, bertambah. Kecuraman lereng dinyatakan dengan derajat sudut lereng atau persen. Lereng 100% berarti bersudut 45 derajat. Nilai faktor S dalam persamaan USLE dihitung dengan persamaan :
S = 65,41 SIN 2Θ + 4,56 Sin2Θ + 0,065
Dimana Θ adalah sudut lereng dalam [derajat]. Jika dipergunakan kecuraman lereng dalam [persen], maka persamaan faktor S menjadi :
0,43 + 0,30 s + 0,043 s2 S = 6,613
atau S = 0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2
dimana s adalah kecuraman lereng dalam [persen]. Persamaan diatas dikembangkan dari data percobaan pada lereng-lereng kurang dari 20 %. Untuk lereng lebih dari 20 % beberapa besar penyimpangannya masih belum banyak diteliti. Dalam prakteknya nilai L dan S sering dihitung sekaligus berupa faktor LS. LS adalah perbandingan antara besarnya erosi dari sebidang tanah dengan panjang lereng dan kecuraman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang terletak pada lereng dengan panjang 22,1 meter dan kecuraman 9 persen. Nilai LS untuk suatu bidang tanah dapat dihitung dengan persamaan:
LS =(X/22,1)m (0,065 + 4.56 sin Θ + 65,41 sin2Θ)
Atau
LS =(X/22,1)m (0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2)
dimana : m = tetapan seperti telah tercantum dalam rumusan terdahulu Θ = sudut kemiringan lereng tanah dalam [derajat] s = kemiringan lereng tanah dalam [persen]
Untuk nilai s = 9 persen, digunakan nilai m = 0.5, sehingga diperoleh persamaan :
LS = √ X (0,0138 + 0,00965 s + 0,00138 s2)
Dimana X adalah panjang lereng dalam [m] dan s adalah kecuraman lereng dalam [persen]. Nilai LS dapat juga diperoleh dengan menggunakan nomograf pada Gambar 7.2.
Gambar 7.2. Faktor Topografis LS
Nilai faktor kemiringan lereng dikeluarkan Departemen Kehutanan diberikan pada Tabel 7.3. yang ditetapkan berdasarkan kelas lereng.
Tabel 7.3. Penilaian kelas lereng dan faktor LS
Sumber : Anonimous III, 2000
Dari Peta Bakosurtanal kemiringan lereng di daerah aliran sungai ke dua embung dianalisa dari peta rupa bumi skala 1 : 25.000. Penilaian kelas lereng berdasarkan pada tabel 4.3.
7.1.4. Nilai Faktor Tanaman atau Faktor C Faktor C dalam persamaan USLE adalah perbandingan antara besarnya erosi dari tanah yang bertanaman dengan pengelolaan tertentu, terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan tanpa pengelolaan. Faktor ini mengukur pengaruh jenis tanaman dan sistem pengelolaannya. Untuk mendapatkan nilai C dapat diperoleh berdasarkan percobaan di lapangan pada petak-petak standar. Nilai faktor C dipengaruhi oleh banyak parameter yang dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu parameter alami dan parameter yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaannya. Parameter
Kelas Lereng Kemiringan Lereng LS I 0 – 8 0,4 II 8 – 15 1,4 III 15 – 25 3,1 IV 25 – 40 6,8 V > 40 9,5
alami misalnya adalah iklim dan fase pertumbuhan tanaman, sedangkan parameter pengelolaan tergantung dari sistem pengelolaan yang diterapkan (misalnya pengelohan tanah menurut kontur, atau penanaman dalam stripping atau teras). Berbagai hasil penelitian nilai faktor C untuk berbagai tanaman dan pengelolaan tanaman dapat dilihat pada Tabel 7.4. Nilai C yang terdapat dalam pustaka umumnya merupakan nilai rata-rata dalam kurun waktu tanaman sampai berproduksi untuk tanaman pangan. Dengan demikian belum didapatkan nilai C misalnya pada saat periode tanam, vegetatif atau periode lainnya. Hal ini penting untuk dikemukakan dalam menentukan nilai C karena berkaitan dengan karakteristik penutupan tanah dan masa pengelolaan tanaman, dan usia (pertumbuhan) tanaman.
Tabel 7.4. Nilai Faktor C (Pengelolaan Tanaman)
No. Macam penggunaan Nilai Faktor 1 Tanah terbuka/tanpa tanaman 1.0 2 Sawah 0.01 3 Tegalan 0.7 4 Ubikayu 0.8 5 Jangung 0.7 6 Kedelai 0.399 7 Kentang 0.4 8 Kacang Tanah 0.2 9 Padi 0.561 10 Tebu 0.2 11 Pisang 0.6 12 Akar wangi (sereh wangi) 0.4 13 Rumput Bede (tahun pertama) 0.287 14 Rumput Bede (tahun kedua) 0.002 15 Kopi dengan penutup tanah buruk 0.2 16 Talas 0.85 17 Kebun campuran : - Kerapatan tinggi
- Kerapatan sedang - Kerapatan rendah
0.1 0.2 0.5
18 Perladangan 0.4 19 Hutan alam : - Serasah banyak
30 Kacang tanah + Mulsa jagung 4 ton/ha 0.128 31 Kacang tanah + Mulsa kacang tunggak 0.259 32 Kacang tanah + Mulsa jerami 2 ton/ha 0.377 33 Pola tanam tumpang gilir*) + Mulsa
jerami 0.079
34 Pola tanam berurutan **) + Mulsa sisa tanaman
0.357
35 Alang-alang murni subur 0.001 Sumber : Anonimous III, 2000 *) jagung + padi + ubikayu, setelah panen padi ditanam kacang
tanah **) jagung – jagung – kacang tanah
7.1.5. Nilai Faktor Tindakan Pengawetan Tanah (P)
Nilai faktor P adalah faktor praktek pengendalian laju erosi (pengelolaan) secara mekanis, seperti misalnya penanaman mengikuti kontour, strip cropping, dan pembuatan teras. Penentuan nilai P dapat dilakukan seperti halnya pada penentuan nilai C. Faktor P didefenisikan sebagai perbandingan antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu tindakan konservasi tertentu (pada petak standar) terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah menurut arah lereng. Termasuk dalam tindakan konservasi adalah penanaman dalam strip, pengolahan tanah menurut kontour, dan pembuatan teras. Nilai P untuk beberapa tindakan konservasi diberikan pada Tabel 7.5. Tabel 7.5. Nilai – nilai P
No. Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P 1 Terras bangku : - Konstruksi baik 0.04 - Konstruksi sedang 0.15 - Konstruksi kurang baik 0.35 - Teras tradisional baik 0.40 2 Strip tanaman rumput (padang rumput) 0.40 3 Pengolahan tanah dan penanaman menurut
garis kontour
- Kemiringan 0 – 8 % 0.50 - Kemiringan 9 – 20 % 0.75 - Kemiringan lebih 20 % 0.90 4 Tanpa tindakan konservasi 1.00
Sumber : Anonimous III, 2000 Hasil perhitungan prakiraan erosi dapat dilihat pada tabel 7.6. dan 7.7.
Tabel 7.6 Estimasi Laju Sedimen pada DAS Kurukodi
Curah Hujan Bulanan ( R ) : 201.02 mmIndeks Erodibilitas Tanah (K) : 0.20Energi Kinetik Curah Hujan (E : 4420.14 ton.m/ha.cmIndeks Erosivitas Hujan (EI 30: 410.48 ton.cm/ha.jam
Elevasi Epot Erosi aktual SDR Sedimentasi(m) jenis luas (km2) luas (ha) CP (ton/thn) (ton/thn) (ton/thn) Keterangan
Total 1.879266 187.9266 178.77 (ton/th)0.95 (ton/ha/th)0.51 (m3/ha/th)
96.63 (m3/th)
LS Penutupan lahan
7.2. Umur Layanan Embung 7.2.1. Sedimentasi Pada Embung
Sedimen yang terangkut melalui alur sungai sebagian besar akan mengendap di dalam waduk, sementara hanya sebagian kecil yang keluar melewati waduk. Setelah seluruh volume sedimen yang masuk ke dalam waduk dapat ditentukan, langkah selanjutkan yang dapat dilakukan adalah menentukan volume sedimen yang akan mengendap atau tertahan di dalam waduk. Beberapa hal yang berhubungan dengan pengendapan sedimen di waduk adalah :
a. Trap efficiency dari waduk, b. Berat jenis spesifik dari endapan sedimen, dan c. Volume sedimen yang mengendap di dalam waduk
7.2.2 Trap Efficiency Trap efficiency dari waduk didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya sedimen yang mengendap di dalam waduk dengan aliran sedimen yang masuk ke dalam waduk. Trap efficiency sangat dipengaruhi terutama oleh ukuran dan bentuk dari partikel sedimen, disamping dipengaruhi oleh besar aliran yang masuk ke dalam waduk.
Metode yang biasa digunakan untuk mengestimasi Trap efficiency suatu waduk adalah metode yang diusulkan oleh Brune. Metode Brune, secara empirik, didasarkan pada data pengukuran sejumlah waduk yang ada di banyak negara. Dari data lapangan tersebut, Brune memperoleh suatu set kurva untuk menentukan besarnya sedimen yang mengendap di dalam waduk, yaitu dengan menggunakan data masukan berupa perbandingan antara kapasitas waduk dengan aliran air rata-rata yang masuk ke dalam waduk tiap tahun. Secara teoritis, trap efficiency dari suatu waduk, dari tahun ke tahun akan berkurang secara kontinu dengan berkurangnya kapasitas waduk karena bertambahnya endapan sedimen.
Trap efficiency dapat dihitung menggunakan persamaan
5.1
1001
11100⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
+−=
IC
Te
Dimana
C = Kapasitas tampungan mati
I = Inflow tahunan
Berdasarkan analisis pada Tabel 7.8. dan 7.9., maka umur layanan masing-masing embung adalah sebagai berikut