BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dari hasil penelitian yang dilakukan pada manajemen operasional PT. Ayam Merak, diketahui bahwa supply chain management yang ada belum dapat menciptakan kriteria optimal yang perusahaan harapkan agar proses aliran barang dari hulu ke hilir dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Berikut ini adalah kriteria optimal yang perusahaan inginkan: 1. Mengoptimalkan sistem supply chain management perusahaan saat ini 2. Memperluas jaringan distribusi Sistem supply chain management yang dimiliki perusahaan saat ini belum mencapai kriteria optimal yang perusahaan inginkan dikarenakan pendistribusian yang kurang efektif dan konsumen akhir yang kurang mendapatkan informasi 48
32
Embed
thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3Doc/2011-2-00755-MN Bab3001.doc · Web viewNilai daya tarik harus diberikan untuk masing-masung strategi untuk mengindikasikan daya tarik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 3
LANGKAH PEMECAHAN MASALAH
3.1 Penetapan Kriteria Optimasi
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada manajemen operasional PT. Ayam
Merak, diketahui bahwa supply chain management yang ada belum dapat
menciptakan kriteria optimal yang perusahaan harapkan agar proses aliran barang
dari hulu ke hilir dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Berikut ini adalah kriteria
optimal yang perusahaan inginkan:
1. Mengoptimalkan sistem supply chain management perusahaan saat ini
2. Memperluas jaringan distribusi
Sistem supply chain management yang dimiliki perusahaan saat ini belum
mencapai kriteria optimal yang perusahaan inginkan dikarenakan pendistribusian
yang kurang efektif dan konsumen akhir yang kurang mendapatkan informasi tentang
produk serta kesulitan mendapatkan produk di pasaran. Jika telah tercapainya kriteria
optimal yang diinginkan perusahaan, maka aliran barang dari hulu ke hilir dapat
berjalan dengan efektif dan efisien atau dengan kata lain bahwa supplier,
manufacturer dan retailer dapat memberikan hasil yang maksimal kepada customer.
Makah hal inilah yang menjadikan dasar dari evaluasi.
3.2 Pengembangan Alternatif Solusi
Untuk mencapai kriteria optimasi yang diinginkan oleh PT. Ayam Merak,
maka diusulkan untuk merancang sistem supply chain management yang dapat
48
49
memaksimalkan aliran barang dari hulu ke hilir. Adapun hal-hal yang berhubungan
dengan sistem supply chain management yang akan dirancang sebagai berikut:
1. Dengan metode analisis 3 tahapan menurut Fred R. David (analisis
SWOT) dan analisis Porter maka perusahaan dapat mengidentifikasikan
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta posisi persaingan dalam
perusahaan serta membantu perusahaan dalam menyiapkan rencana
strategi perusahaan.
2. Menggunakan distributor yang dapat mencakup seluruh pasar potensial di
Indonesia agar dapat mengoptimalkan aset, menghemat biaya transportasi
dan sumber daya manusia serta memperluas jaringan distribusi
3.3 Pengembangan Model Optimasi
3.3.1 Proses Formulasi
3.3.1.1 Input Stage
Dalam evaluasi faktor strategis pada tahap ini digunakan model Matriks
Evaluasi Faktor Eksternal, Matriks Evaluasi Faktor Internal, serta Matriks Profil
Kompetitif. Pembahasan mengenai tahap masukan ini dibagi 2, yakni mengenai:
Pembahasan Matriks EFE, IFE, CPM; serta cara menentukan Bobot, Rating, dan
Skor.
a. Pembahasan Matriks EFE, IFE, CP
(1) Matriks Evaluasi Faktor Eksternal
Matriks External Factor Evaluation (EFE) menghendaki agar para peneliti
50
strategi melakukan pengumpulan data dan menganalisis hal-hal yang menyangkut
persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan,
hukum, teknologi dan informasi tentang persaingan di pasar industri di mana
perusahaan berada. Ada lima tahap dalam mengembangkan matriks EFE:
i. Buatlah critical success factors seperti yang diidentifikasikan dalam proses
audit eksternal yang mencakup: opportunities (peluang) dan threats
(ancaman). Buatlah secara spesifik dengan menggunakan teknis statistik
seperti persentase, rasio, dan perbandingan jika memungkinkan.
ii. Tentukan bobot critical success factors tadi dengan skala mulai dari 0,0 (tidak
penting) sampai 1,0 (sangat penting). Ukuran bobot dapat ditetapkan dengan
beberapa cara, misalnya dengan konsensus kelompok. Total seluruh bobot
dari critical success factors harus sama dengan 1,0. Nilai bobot dihitung
berdasarkan rata-rata industrinya.
iii. Selanjutnya tentang rating. Setiap critical success factors diberi rating antara
1 sampai 4, di mana: 4 = respons sangat bagus, 3 = respons di atas rata-rata, 2
= respons rata-rata, 1 = respons di bawah rata-rata. Rating ini berdasar pada
efektivitas strategi perusahaan, dengan demikian nilainya berdasarkan pada
kondisi perusahaan.
iv. Kalikan masing-masing nilai bobot dengan nilai ratingnya untuk mendapatkan
skor untuk semua critical success factors.
v. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan nilai total skor untuk perusahaan.
51
Sudah tentu bahwa dalam matriks EFE, kemungkinan nilai terbesar total skor
adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0. Total skor 4,0 mengindikasikan bahwa
perusahaan merespons peluang yang ada dengan cara yang luar biasa dan
menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Total skor sebesar 1,0
menunjukkan strategi-strategi perusahaan tidak memanfaatkan peluang-
peluang atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal.
(2) Matriks Evaluasi Faktor Internal
Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu
tabel Evaluasi Faktor Internal disusun untuk merumuskan Strength (kekuatan)
and Weakness (Kelemahan) perusahaan. Alat perumusan strategi ini
menyimpulkan dan mengevaluasikan kekuatan dan kelemahan yang besar dalam
daerah-daerah fungsional perusahaan, dan juga untuk memberikan suatu basis
bagi pengidentifikasian dan pengevaluasian hubungan di antara daerah-daerah
tersebut. Sama dengan matriks EFE yang dijelaskan terdahulu, matriks IFE dapat
dikembangkan dalam lima tahap, yaitu :
i. Buatlah daftar critical success factors seperti yang diidentifikasikan pada
proses audit internal sekitar sepuluh sampai dua puluh faktor internal,
termasuk faktor kekuatan dan kelemahannya. Buat secara spesifik, gunakan
alat statistik seperti persentase, rasio, dan angka komparatif.
ii. Beri bobot nilai antara 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting) bagi
masing-masing faktor. Nilai bobot menunjukkan kepentingan relatif dari
52
faktor tersebut untuk menjadi sukses dalam industri perusahaannya. Faktor-
faktor yang dipertimbangkan untuk memiliki peran yang paling besar pada
prestasi organisasi diberi nilai tertinggi demikian pula sebaliknya. Jumlah
seluruh bobot harus 1,0.
iii. Beri rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor untuk
menunjukkan apakah faktor tersebut memiliki kelemahan yang besar (rating =
1), kelemahan yang kecil (rating = 2), kekuatan yang kecil (rating = 3) dan
kekuatan yang besar (rating = 4). Jadi sebenarnya, rating mengacu pada
perusahaan sedangkan bobot mengacu pada industri di mana perusahaan
berada.
iv. Kalikan bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan
skornya.
v. Jumlahkan total skor masing-masing variabel. Nilainya merupakan nilai bagi
organisasi tersebut dart sisi matriks IFE. Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika
nilainya di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah,
sedangkan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Seperti
halnya matriks EFE dan IFE terdiri atas sepuluh sampai dua puluh faktor
utama. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada jumlah bobot karena
selalu berjumlah 1,0.
(3) Matriks Competitive Profile (CPM)
53
CPM digunakan untuk mengidentifikasi para pesaing utama perusahaan
mengenai kekuatan dan kelemahan utama mereka dalam hubungannya dengan
posisi strategis perusahaan. Bobot, Rating, dan Skor baik pada CPM maupun
matriks IFE memiliki maksud yang sama. Kedua analisis tersebut berfokus pada
faktor internal. Akan tetapi, bagaimanapun juga ada beberapa perbedaan penting
antara IFE dan CPM. Pertama, critical success factors yang ada dalam CPM
lebih luas, akan tetapi tidak mencakup data yang spesifik dan aktual, bahkan
berfokus pada pengeluaran-pengeluaran internal yang berbeda dari pada IFE.
Critical success factors yang berada dalam CPM juga tidak dikelompokkan ke
dalam kekuatan dan kelemahan sererti yang berada dalam IFE. Dalam CPM,
rating dan skor bagi perusahaan-perusahaan saingan dapat dibandingkan dengan
perusahaan yang diteliti.
Gambar 3.1: Competitive Profile Matrix
Sumber: Ivan Christanto (2008)
54
b. Cara Menentukan Bobot, Rating, dan Skor
Setelah data dikelompok-kelompokkan dalam tabel; rating, bobot, dan skor
tertimbang dapat diperoleh dengan beberapa cara. Berikut ini adalah cara yang
digunakan oleh peneliti dalam menentukan rating, bobot, dan skor rata-rata
tertimbang.
Rating yang didapat dari semua responden pada masing-masing variabel,
dijumlahkan kemudian dibagi sesuai dengan banyaknya reponden, untuk
mendapatkan rating rata-rata. Dengan teknik ini, akan didapat rating rata-rata untuk
setiap variabel pada jenis matriks EFE, IFE, dan CP.
Bobot dicari dengan cara meminta responden untuk mengisi kolom tingkat
kepentingan pada matriks EFE, IFE, dan CP. Tingkat kepentingan yang didapat dari
semua responden pada masing-masing variabel, dijumlahkan kemudian dibagi sesuai
dengan banyaknya reponden, untuk mendapatkan tingkat kepentingan rata-rata.
Dengan teknik ini, akan didapat tingkat kepentingan rata-rata untuk setiap variabel
pada jenis matriks EFE, IFE, dan CP. Tingkat kepentingan rata-rata untuk setiap
variabel dalam sebuah jenis matriks, kemudian dibagi dengan penjumlahan tingkat
kepentingan rata-rata pada sebuah jenis matriks tersebut. Dari hasil pembagian
tersebut, akan didapat bobot rata-rata untuk setiap variabel.
Untuk mendapatkan skor rata-rata tertimbang untuk setiap variabel, kalikan
rating rata-rata untuk setiap variabel dengan bobot rata-rata untuk setiap variabel.
Kemudian jumlahkan skor rata-rata tertimbang untuk setiap variabel yang berada
55
pada sebuah jenis matriks yang sama, untuk mendapatkan total skor rata-rata untuk
sebuah jenis matriks. Sehingga akan didapat 3 buah total skor rata-rata untuk, yakni
untuk jenis matriks EFE, IFE, dan CP.
3.3.1.2 Matching Stage
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap
kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi
tersebut dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Berikut ini adalah
matriks – matriks yang digunakan:
a. Matriks SWOT
Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Strengths-Weaknesses-Opportunitie-Threats (SWOT)
Matrix merupakan matching tool yang penting untuk membantu para manajer
mengembangkan empat tipe strategi. Matriks ini dapat menghasilkan empat setiap
kemungkinan alternatif strategi seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut ini.
56
Gambar 3.2: Matriks SWOT
Sumber: Ivan Christanto (2008)
· SO Strategies (SO = Strength-Opportunity)
· WO Strategies (WO = Weakness-Opportunity)
· ST Strategies (ST = Strength-Threat)
· WT Strategies (WT = Weakness-Threat)
Memperhatikan faktor-faktor eksternal dan internal yang utama merupakan
bagian yang paling sulit dalam proses Matriks SWOT, karena dalam Matriks SWOT
dibutuhkan penilaian yang baik. Tabel di atas menjelaskan bahwa strategi pertama,
kedua, ketiga, serta keempat adalah masing-masing strategi SO, WO, ST, dan WT.
Matriks SWOT terdiri dari Sembilan set. Seperti yang terlihat, ada empat sel untuk
faktor kunci, empat untuk sel strategi dan satu sel yang selalu kosong (terletak di
57
sebelah kiri atas). Keempat sel strategi berlabelkan SO, WO, ST dan WT, yang
dikembangkan setelah melengkapi keempat sel untuk faktor kunci yang berlabelkan
S, W, O, dan T.
(a) Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan
memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya. Srategi SO menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan. Perusahaan berharap berada
pada posisi di mana kekuatan internal yang ada dapat digunakan untuk meraih
peluang-peluang dari kejadian maupun kecenderungan yang ada di luar. Pada
umumnya perusahaan berusaha untuk melaksanakan strategi WO, ST, atau WT
agar mereka dapat menerapkan strategi SO. Jika perusahaan memiliki banyak
kelemahan, maka mau tidak mau perusahaan akan berusaha agar ia dapat
mengatasinya dan membuatnya menjadi kuat. Jika menghadapi banyak ancaman,
perusahaan akan berusaha menghindarinya dan lebih berkonsentrasi pada
peluang-peluang.
(b) Strategi ST
Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk
mengatasi ancaman. Strategi ST berusaha agar perusahaan mampu menghindari
atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Hal ini bukan berarti
bahwa perusahaan yang tangguh harus selalu mendapatkan ancaman. Perusahaan-
58
perusahaan pesaing yang mengkopi ide, melakukan inovasi dan memproduksi
produk-produk perusahaan yang telah dipatenkan merupakan ancaman yang
besar.
(c) Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WO bertujuan untuk memperkecil
kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
Kadang-kadang perusahaan sulit memanfaatkan peluang-peluang yang ada,
karena dihalangi oleh kelemahan-kelemahan internal yang ada.
(d) Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi WT
merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-
kelemahan internal serta menghindar dari ancaman-ancaman lingkungan. Suatu
perusahaan yang dihadapkan pada sejumlah kelemahan internal dan ancaman
eksternal sesungguhnya berada dalam posisi yang berbahaya. Ia harus berjuang
untuk tetap dapat bertahan dengan melakukan strategi-strategi seperti merger,
bankrut dan likuidasi.
Delapan tahap dalam membentuk matriks SWOT:
i Buat daftar peluang kunci eksternal perusahaan
ii Buat daftar ancaman kunci eksternal perusahaan
59
iii Buat daftar kekuatan kunci internal perusahaan
iv Buat daftar kelemahan kunci internal perusahaan
v Cocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal dan
catat hasilnya dalam sel strategi SO.
vi Cocokkan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal dan
catat hasilnya dalam sel strategi wWO.
vii Cocokkan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman-ancaman eksternal dan
catat hasilnya di sel strategi ST.
viii Cocokkan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal
dan catat hasilnya di sel strategi WT.
b. Matriks Internal-Eksternal (IE)
Parameter yang digunakan dalam matriks internal-eksternal ini meliputi
parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi.
Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi bisnis di tingkat
korporat yang lebih detail.
60
Tabel 3.1: Matriks Internal-Eksternal (IE)
Total Rata-rata Tertimbang IFE
Tota
l Rat
a-ra
ta T
ertim
bang
EFE
Kuat Menengah Rendah3,00-4,00 2,00-2,99
1,00-1,99
4,00 3,00 2,00 1,00
Tinggi
3,00-4,00 I II III
3,00
Menengah
2,00-2,99 IV V VI
2,00
Rendah
1,00-1,99 VII VII IX
1,00
Sumber: Fred R. David (2009, p344)
Internal-External (IE) Matrix memposisikan divisi-divisi dalam perusahaan
ke dalam matriks yang terdiri atas 9 sel. IE Matriks terdiri atas dua dimensi, yaitu:
Skor total dari matriks IFE pada sumbu X dan skor total dari matriks EFE pada
sumbu Y. Perlu diingatkan kembali bahwa masing-masing divisi perusahaan harus
membentuk matriks IFE dan matriks EFE. Ukuran dari tiap lingkaran juga
61
memperlihatkan persentase kontribusi pendapatan (sales) dari tiap-tiap divisi, dan pie
slice memperlihatkan kontribusi keuntungan dalam persentase dari tiap-tiap divisi.
Pada sumbu X dari matriks IE, skor 1,0 - 1,99 menyatakan bahwa posisi internal
adalah lemah, skor 2,0 - 2,99 adalah rata-rata, dan skor 3,0 - 4,0 adalah kuat. Dengan
cara yang sama, pada sumbu Y, untuk skor bobot total matriks EFE, skor 1,0 - 1,99
adalah rendah, skor 2,0 - 2,99 adalah sedang, dan skor 3,0 - 4,0 adalah tinggi.
Ivan Christanto (2008) mengemukaan bahwa, menurut Freddy Rangkuti, pada
prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama,
yaitu:
• Pertama
Untuk divisi-divisi yang berada pada sel I, II atau IV dapat digambarkan sebagai
"Grow" dan "Build". Strategi-strategi yang cocok bagi divisi-divisi yang berada
pada sel-sel ini adalah Intensive (market penetration, market development, dan
product development) atau Integration (backward integration, forward integration,
dan horizontal integration).
• Kedua
Untuk divisi-divisi yang berada pada sel-sel III, V, VII paling baik dikendalikan
dengan strategi-strategi "Hold" dan "Maintain". Strategi-strategi yang umum
dipakai yaitu strategi market penetration, dan product development.
• Ketiga
Untuk divisi-divisi yang berada pada sel VI, VIII, atau IX dapat menggunakan
62
strategi "Harvest" atau "Divestiture".
Perusahaan yang sukses adalah yang mampu menghasilkan portofolio bisnis
dan pada umumnya dapat diraih oleh divisi-divisi pada sel I.
c. Grand Strategy Matrix
Di samping matriks SWOT/SWOT, dan matriks IE; matriks Grand Strategy
telah menjadi alat yang populer bagi perumusan strategi alternatif. Semua perusahaan
yang diteliti dapat ditempatkan pada salah satu dari empat kuadran dari matriks
Grand Strategy.
Berikut ini adalah bentuk umum dari matriks Grand Strategy, yang terdiri atas
dua dimensi, yaitu: Posisi Persaingan dan Pertumbuhan Pasar, serta terdiri atas empat
kuadran yang masing-masing memiliki alternatif-alternatif strategi yang dapat
digunakan.
Kuadran 2 Kuadran 1
63
Kuadran 3 Kuadran 4
Gambar 3.3: Matriks Grand StrategySumber: David Christanto (2008)
Kuadran I, Perusahaan–perusahaan yang teretak pada kuadran I berada pada
posisi strategi yang sangat bagus. Perusahaan–perusahaan ini terus berkonsentrasi
pada pasa saat ini dengan melaksanakan strategi yang sesuai seperti market
penetration, market development, atau product development. Jika pada saat
perusahaan berada pada kuadran I dan memiliki Sumber Daya lebih, maka startegi–
strategi backward, forward, atau horizontal integration merupakan pilihan utama.
Perusahaan yang terletak pada kuadran II perlu mengevakuasi pendekatan
yang mereka lakukan ke pasar secara serius. Meskipun pasar industri dari bisnis
mereka sedang tumbuh, mereka sulit bersaing secara selektif. Mereka perlu mencari
tahu mengapa pendekatan memburuk dan bagaimana perusahaan dapat melakukan
perubahan terbaik agar dapat meningkatkan persaingannya. Bagaimanapun juga jika
64
perusahaan tidak mempunyai competitive advantage, maka horizontal integration
sering dijadikan alternatif pilihan strategi yang dianggap terbaik. Alternatif terakhir
yakni Divestiture atau Liquidation dapat dipertimbangkan. Divestiture dapat
memberikan dana yang diperlukan untuk mengakuisisi perusahaan lain atau untuk
membeli saham– saham.
Perusahaan pada kuadran III bersaing dalam pertumbuhan industri yang
lambat dan memiliki posisi persaingan yang lemah. Perusahaan harus mampu
membuat beberapa perubahan yang cukup drastis dan cepat untuk menghindari
kebangkrutan atau tindakan likuidasi. Mencegah terjadinya biaya atau perngeluaran
dana tunai yang besar dan penjualan aset adalah pekerjaan yang penting dilakukan.
Strategi alternatifnya adalah mengganti sumber daya dari bisnis yang sekarang ini ke
area bisnis lain yang berbeda. Jika dengan cara ini dan cara lain pun ternyata gagal,
maka pilihan terakhir bagi perusahaan pada Kuadran III adalah menjalankan strategi
divestiture atau liquidation.
Terakhir perusahaan–perusahaan pada Kuadran IV memiliki posisi persaingan
yang kuat tetapi berada dalam pertumbuhan industri yang lamban. Perusahaan –
perusahaan ini memiliki kekuatan untuk meluncurkan program–program diversifikasi
ke dalam area–area bisnis yang tumbuh dan menjanjikan. Perusahaan–perusahaan
pada Kuadran IV memiliki tingkat cash flow tinggi. Strategi yang dibutuhkan
perusahaan pada kuadran IV adalah concentric, horizontal atau conglomerate