BAB VI PENGARUH KINERJA PELAYANAN PUBLIK TERHADAP KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA Dalam mekanisme pemerintahan suatu negara atau wilayah, pemerintah memiliki kewenangan sekaligus kewajiban untuk memberikan pelayanan publik kepada seluruh masyarakat yang ada dalam lingkup negara atau wilayahnya. Untuk konteks negara Indonesia, pemerintah melalui UU No. 34 Tahun 2004 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya secara otonomi, dalam hal ini lebih familiar dikenal dengan otonomi daerah. Hipotesa utama dengan pemberlakuan undang-undang ini bertujuan untuk mempercepat proses pemerataan pembangunan. Melalui desentraliasasi tersebut, Pemerintah daerah dianggap mampu untuk mengelola daerahnya dan memberikan pelayanan publik yang lebih baik ketimbang saat pemerintahan masih menggunakan sisitem sentralisasi. Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas masyarakatnya. Pelayanan publik yang prima dan memenuhi aturan standar pelayanan minimal selanjutnya harus mampu dinikmati secara nyata oleh masyarakat. Dalam pembahasan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lebak ini, secara spesifik akan dibahas bagaimana pelayanan publik memberikan pengaruh terhadap kualitas masyarakat atau sumberdaya manusia. Dugaan yang dibangun adalah adalah hubungan yang tegak lurus antara kinerja pelayanan publik dengan kualitas sumberdaya manusia suatu wilayah. Pelayanan publik yang prima akan memberikan dampak positif terhadap kualitas sumberdaya manusia, sedangkan pelayanan publik yang jauh dari standar minimal akan berdampak kurang baik terhadap perkembangan kualitas sumberdaya manusia yang ada. Karena berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia, maka pelayanan publik yang dikupas akan condong dibatasi pada pelayanan di sektor pendidikan dan kesehatan. Dampak lanjutannya akan dapat dilihat bagaimana perkembangan indikator utama yang paling banyak digunakan
120
Embed
BAB VI PENGARUH KINERJA PELAYANAN PUBLIK … · dilihat bagaimana perkembangan indikator utama yang paling banyak digunakan . 83 ... 6.1.2 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat terhadap
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
82
BAB VI
PENGARUH KINERJA PELAYANAN PUBLIK TERHADAP
KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA
Dalam mekanisme pemerintahan suatu negara atau wilayah, pemerintah
memiliki kewenangan sekaligus kewajiban untuk memberikan pelayanan publik
kepada seluruh masyarakat yang ada dalam lingkup negara atau wilayahnya.
Untuk konteks negara Indonesia, pemerintah melalui UU No. 34 Tahun 2004
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola daerahnya
secara otonomi, dalam hal ini lebih familiar dikenal dengan otonomi daerah.
Hipotesa utama dengan pemberlakuan undang-undang ini bertujuan untuk
mempercepat proses pemerataan pembangunan. Melalui desentraliasasi tersebut,
Pemerintah daerah dianggap mampu untuk mengelola daerahnya dan memberikan
pelayanan publik yang lebih baik ketimbang saat pemerintahan masih
menggunakan sisitem sentralisasi.
Pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah pada dasarnya
ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas masyarakatnya. Pelayanan
publik yang prima dan memenuhi aturan standar pelayanan minimal selanjutnya
harus mampu dinikmati secara nyata oleh masyarakat. Dalam pembahasan
penelitian yang dilakukan di Kabupaten Lebak ini, secara spesifik akan dibahas
bagaimana pelayanan publik memberikan pengaruh terhadap kualitas masyarakat
atau sumberdaya manusia. Dugaan yang dibangun adalah adalah hubungan yang
tegak lurus antara kinerja pelayanan publik dengan kualitas sumberdaya manusia
suatu wilayah.
Pelayanan publik yang prima akan memberikan dampak positif terhadap
kualitas sumberdaya manusia, sedangkan pelayanan publik yang jauh dari standar
minimal akan berdampak kurang baik terhadap perkembangan kualitas
sumberdaya manusia yang ada. Karena berhubungan dengan kualitas sumberdaya
manusia, maka pelayanan publik yang dikupas akan condong dibatasi pada
pelayanan di sektor pendidikan dan kesehatan. Dampak lanjutannya akan dapat
dilihat bagaimana perkembangan indikator utama yang paling banyak digunakan
83
dalam menilai kualitas sumberdaya manusia, yakni Indeks Pembangunan Manusia
atau dapat disingkat dengan IPM.
6.1 Kinerja Pelayanan Publik Sektor Pendidikan
Dalam proses pembangunan yang integral, pendidikan merupakan salah
satu bagian yang tidak terpisahkan. Karena pendidikan adalah salah satu penentu
kualias sumberdaya manusia atau human resources suatu wilayah atau daerah.
Tingkat pendidikan akan menunjukan bagaimana tingkat kualitas sumberdaya
manusia. Pemerintah daerah sebagai stabilisator pembangunan daerah tentu saja
berkewajiban memberikan pelayanan prima pendidikan demi meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia daerahnya.
Kinerja pelayanan publik sektor pendidikan dapat ditunjukan sejauh mana
pemerintah daerah dalam hal ini Kabupaten Lebak memenuhi pelayanannya
sesuai dengan standar pelayanan minimal yang telah ditentukan oleh Kementrian
Pendidikan Nasional. Dengan adanya aturan berupa standar pelayanan minimal
pendidikan, diharapkan tiap pemerintah daerah mampu melaksanakan
kewajibannya dalam rangka pelaksanaan pendidikan nasional untuk masyarakat
yang berada dalam lingkup kepemerintahannya. Pelayanan dasar yang harus
diberikan pemerintah daerah secara umum dibagi menjadi dua bagian, yakni
fasilitas dan tenaga pendidikan. Fasilitas pendidikan yang diberikan berupa
ketersediaan gedung sekolah tiap satuan pendidikan, sedangkan tenaga
kependidikan adalah jumlah guru yang tersedia di Kabupaten Lebak.
6.1.1 Fasilitas dan Tenaga Pendidikan
Tingkat pelayanan publik di sektor pendidikan dapat terlihat dari kondisi
bangunan sekolah dan juga perbandingan jumlah tenaga pengajar dengan siswa
tiap satuan pendidikan yang ada di Kabupaten Lebak. Kondisi bangunan ini
mencitrakan bagaimana pelayanan infrastruktur publik bidang pendidikan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Jumlah tenaga pengajar juga akan menjelaskan
bagaimana pemenuhan pelayanan ketersediaan sumberdaya pengajar. Karena guru
ini adalah faktor pertama dalam proses transfer materi pengajaran kepada siswa
untuk tiap satuan pendidikan di Kabupaten Lebak. Kondisi bangunan tiap satuan
84
pendidikan hingga tahun 2009 secara umum dapat diperlihatkan pada tabel di
bawah sebagai berikut.
Tabel 21 Keadaan kondisi ruang belajar tingkat SD, SMP, dan SMA di Kabupaten Lebak tahun 2009
memiliki rasio sangat rendah adalah Kecamatan Sobang, Kalang Anyar, Cirinten,
Cigemblong dan Cihara.
Kondisi rasio perbandingan antara jumlah bangunan dan penduduk, serta
jumlah guru dengan murid memiliki kesamaan kondisi. Sebagian besar kecamatan
yang memiliki kondisi rasio cukup tinggi adalah kecamatan yang secara
transportasi darat lebih mudah diakses seperti Rangkasbitung, Cibeber,
Panggarangan, Warunggunung dan Banjarsari. Lain halnya dengan kecamatan
yang relatif lebih sulit diakses, kecamatan tersebut memiliki rasio yang lebih
rendah, contohnya seperti Cigemblong, Lebak Gedong, Maja, Sobang, Cirinten
dan Cihara.
6.1.2 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat terhadap Kinerja Pelayanan
Publik Sektor Pendidikan
Hasil analisis penilaian sikap masyarakat terhadap kinerja pelayanan
publik pendidikan Pemkab Lebak pada wilayah tertinggal dapat dilihat pada Tabel
29. Berdasarkan Tabel 29 terlihat bahwa penilaian sikap masyarakat terhadap
kinerja pelayanan publik bidang pendidikan Pemkab Lebak pada wilayah
tertinggal adalah buruk dengan nilai 2.667. Atribut standar pelayanan pendidikan
dasar dan menengah pada manajerial Pemkab Lebak dinilai masih buruk. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penilaian evaluasi dan kepercayaan responden terhadap
yang masih ada di bawah rata-rata dan menilai biasa atau sedang.
Atribut-atribut produk pelayanan publik pendidikan Pemkab Lebak akan
dibagi ke dalam empat kuadran yang mencerminkan kondisi kepentingan dan
kinerja dari masing-masing atribut tersebut. Empat kuadran tersebut terdiri dari :
Pertama, kuadran I (prioritas utama) dengan tingkat kepentingan tinggi dan
kinerja atribut rendah. Kedua, kuadran II (pertahankan prestasi) dengan tingkat
kepentingan dan kinerja atribut tinggi. Ketiga, kuadran III (prioritas rendah)
dengan tingkat kepentingan dan kinerja rendah. Keempat, kuadran IV (berlebihan)
dengan tingkat kepentingan rendah tetapi kinerja tinggi.
88
Tabel 22 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Pendidikan Pemkab Lebak pada Wilayah Tertinggal
Atribut bi e(Y)
i b(X) i - e i Interpretasi Kuadran
1. Ketersediaan jumlah satuan pendidikan 2. Standar jumlah rombongan belajar dan ketersediaan ruang kelas 3. Ketersediaan ruang laboratorium IPA dan peralatan eksperimen 4. Ketersesiaan ruang guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah 5. Ketersediaan kuantitas rasio guru dengan murid/peserta didik 6. Katersediaan guru per mata pelajaran 7. Guru berkualifikasi S1 8. Guru bersertifikat 9. Sertifikasi guru untuk masing-masing mata pelajaran 10. Kepala Sekolah bersertifikat dan S1 untuk sekolah dasar 11. Kepala Sekolah bersertifikat dan S1 untuk sekolah menengah 12. Pengawas bersertifikat dan kualifikasi S1 13. Rencana pengembangan kurikulum pembelajaran efektif 14. Kunjungan pengawas ke sekolah tiap bulan selama 3 jam 15. Buku teks bersertifikat 16. Pemenuhan buku teks sesuai jumlah SPM per jumlah sekolah 17. Penyediaan satu set peraga IPA 18. Ketersediaan buku pengayaan dan referensi 19. Guru mengajar 35 jam per minggu 20. Proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun 21. Penerapan kurikulum sesuai tingkat satuan pendidikan 22. Penerapan rencana pelaksanaan pembelajaran pada guru 23. penerapan program penilaian pembelajaran 24. Supervisi kepala sekolah ke dalam kelas 25. penyampaian oleh guru laporan evaluasi prestasi belajar 26. Penyampaian laporan hasil ujian oleh kepala sekolah 27. Penerapan pronsip manajemen berbasis sekolah
Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Buruk Buruk Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Buruk Buruk Buruk Buruk Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Biasa Buruk Buruk Buruk
II I II I I
III I II II IV IV II II I
III III I I
III III IV IV IV IV III III III
4,53 2,47
Total Skor ∑ ei 2.667 (40 x 27) Interpretasi Penilaian Buruk
Sumber: Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Kuadran-kuadran ini dipisahkan oleh garis pembagi yang merupakan nilai
total rata-rata dari tingkat kepentingan (Y) dan nilai total rata-rata dari tingkat
menggambarkan skor rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja pelayanan publik
bidang pendidikan di wilayah khusus atau tertinggal secara keseluruhan.
Pada Gambar 31 dapat dilihat posisi penempatan masing-masing atribut di
dalam diagram kartesius. Diagram kartesius dibagi ke dalam empat kuadran
dengan garis tengah pembagi berdasarkan nilai total rata-rata tingkat kepentingan
(Y) yaitu sebesar 4,53 dan nilai total rata-rata tingkat kinerja (X) yaitu sebesar
2,47. Hasil ringkasan matriks posisi kuadran IPA, terdapat tujuh atribut yang
menjadi prioritas utama yakni standar jumlah rombongan belajar dengan ruangan,
ketersediaan ruang tenaga kependidikan, rasio guru dengan peserta didik, guru
berkualifikasi S1, kunjungan pengawas sekolah, penyediaan peraga IPA serta
ketersediaan buku pengayaan dan referensi. Terdapat enam atribut yang perlu
dipertahankan prestasinya atau berada di kuadran II yakni ketersediaan jumlah
89
satuan pendidikan, ruang lab dan peralatan eksperimen, guru bersertifikat,
sertifikasi guru masing-masing mata pelajaran, pengawas berkualifikasi S1 dan
bersertifikat dan kurikulum pembelajaran efektif.
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Gambar 13 Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Kabupaten lebak Di Wilayah Tertinggal
Kuadran III atau prioritas rendah terdiri dari delapan atribut yakni
ketersediaan guru per mata pelajaran, buku teks bersertifikat, pemenuhan
kuantitas jumlah buku tiap sekolah, guru mengajar 35 jam per minggu, proses
pembelajaran 34 minggu per tahun, laporan evaluasi prestasi belajar oleh guru,
laporan hasil ujian oleh kepala sekolah, penerapan manajemen berbasis sekolah.
Sedangkan terdapat enam atribut yang masuk ke dalam kuadran IV yakni kepala
sekolah kualifikasi S1 dan bersertifikat untuk sekolah dasar, kepala sekolah
kualifikasi S1 dan bersertifikat untuk sekolah menengah, kurikulum sesuai tingkat
satuan pendidikan, rencana pelaksanaan pembelajaran oleh guru, program
penialain pembelajaran, supervisi kepala sekolah ke dalam kelas.
0
1
2
3
4
5
6
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Ting
kat K
epen
ting
an
Kinerja Pelayana Publik
90
Tabel 23 Ringkasan Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Kabupaten lebak Di Wilayah Tertinggal
Kuadran I (Prioritas Utama) 1. Standar jumlah rombongan belajar dengan ruangan 2. Ketersediaan ruang tenaga kependidikan 3. Rasio guru dengan peserta didik 4. Guru berkualifikasi S1 5. Kunjungan pengawas sekolah 6. Penyediaan peraga IPA 7. Ketersediaan buku pengayaan dan referensi
Kuadran II (Pertahankan Prestasi) 1. Ketersediaan jumlah satuan pendidikan 2. Ruang Lab dan peralatan eksperimen 3. Guru bersertifikat 4. Sertifikasi guru masing-masing mata pelajaran 5. Pengawas berkualifikasi S1 dan bersertifikat 6. Kurikulum pembelajaran efektif
Kuadran III (Prioritas Rendah) 1. Ketersediaan guru per mata pelajaran 2. Buku teks bersertifikat 3. Pemenuhan kuantitas jumlah buku tiap sekolah 4. Guru mengajar 35 jam per minggu 5. Proses pembelajaran 34 minggu per tahun 6. Laporan evaluasi prestasi belajar oleh guru 7. Laporan hasil ujian oleh kepala sekolah 8. Penerapan manajemen berbasis sekolah
Kuadran IV (Berlebihan) 1. Kepala sekolah kualifikasi S1 dan bersertifikat untuk
sekolah dasar 2. Kepala sekolah kualifikasi S1 dan bersertifikat untuk
sekolah menengah 3. Kurikulum sesuai tingkat satuan pendidikan 4. Rencana pelaksanaan pembelajaran oleh guru 5. Program penilaian pembelajaran 6. Supervisi kepala sekolah ke dalam kelas
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
6.1.2.1 Kuadran I (Prioritas Utama)
Kuadran I diagram kartesius Important Performance Analysis (IPA)
berarti tingkat kepentingan dari suatu atribut pelayanan publik dianggap oleh
masyarakat adalah sangat penting, tetapi kinerja dari atribut ini biasa saja. Dengan
demikian atribut ini harus menjadi prioritas utama bagi Pemkab Lebak untuk
meningkatkan kepuasan masyarakat.
6.1.2.1.1 Standar Jumlah Rombongan Belajar dengan Ruangan
Atribut standar jumlah rombongan belajar dengan ruangan mendapat skor
evaluasi kurang memuaskan dengan nilai 2,28. Sedangkan skor kepercayaan
sebesar 4,78 dengan selisih cukup besar yakni 2,20. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat masih menilai kinerja pelayanan publik pendidikan Pemkab Lebak di
wilayah tertinggal lebih buruk atau di bawah standar dibandingkan dengan
harapan yang masyarakat inginkan.
Masih terdapat banyak sekolah yang perserta didiknya belum memenuhi
syarat maksimal 32 untuk sekolah dasar dan maksimal 36 orang untuk sekolah
menengah. Selain itu, sebagian besar sekolah di wilayah tertinggal masih
kekurangan ruangan, sehingga perlu pergiliran penggunaan ruangan untuk belajar.
Oleh karena itu, pemerintah daerah harus meningkatkan kinerja karena standar
jumlah rombongan belajar dan ketersediaan ruangan merupakan prioritas utama
pilihan masyarakat di wilayah khusus.
91
6.1.2.1.2 Ketersediaan Ruang Tenaga Kependidikan
Atribut ketersediaan ruang tenaga kependidikan mendapat skor evaluasi
kurang memuaskan dengan nilai 2,33. Sedangkan skor kepercayaan sebesar 4,85
dengan selisih cukup besar yakni 2,53. Kondisi ketersediaan ruang tenaga
kependidikan pada beberapa sekolah khususnya sekolah dasar di daerah atau
wilayah tertinggal masih belum memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan.
Dimana belum tersedia satu ruangan guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi
untuk setiap guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya. Sedangkan
penyediaan ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru pada sekolah
menengah belum terpenuhi semua.
6.1.2.1.3 Rasio Guru dengan Peserta Didik
Atribut rasio guru dengan peserta didik mendapat skor evaluasi kinerja
kurang memuaskan dengan nilai 2,20. Sedangkan skor kepercayaan atau tingkat
kepentingan sebesar 4,85 dengan selisih cukup besar yakni 2,65. Rasio guru
dengan peserta didik pada beberapa sekolah baik pada sekolah dasar maupun
menengah di daerah atau wilayah tertinggal masih belum memenuhi standar
pelayanan minimal pendidikan. Belum seluruh SD/MI menyediakan satu orang
guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 orang guru untuk setiap satuan
pendidikan. Rasio guru dengan murid ini tentu saja menjadi salah satu faktor yang
sangat mempengaruhi pelayanan pendidikan dan juga perkembangan pendidikan
anak didik. Karena guru adalah fasilitator utama dalam penyampaian materi-
materi pembelajaran di sekolah.
6.1.2.1.4 Guru Berkualifikasi S1 (Sarjana)
Atribut guru berkualifikasi S1 (Sarjana) mendapat skor evaluasi kinerja
kurang memuaskan dengan nilai 2,20. Sedangkan skor kepercayaan atau tingkat
kepentingan sebesar 4,55 dengan selisih 2,35. Ketersediaan guru yang
berkualifikasi S1 atau sarjana pada beberapa sekolah baik pada sekolah dasar
maupun menengah di daerah atau wilayah tertinggal masih belum memenuhi
standar pelayanan minimal pendidikan. SD/MI dan SMP/SMA seharusnya
mampu menyediakan dua orang guru yang memenuhi kualifikasi standar
92
akademik S1 atau sarjana. Standar pelayanan minimal berupa sarjana S1 ini
mengacu pada standar pelayanan pendidikan yang mengharuskan seluruh tenaga
pengajar memiliki kemampuan terhadap keilmuannya.
6.1.2.1.5 Kunjungan Pengawas Sekolah
Atribut kunjungan pengawas sekolah mendapat skor evaluasi kinerja
kurang memuaskan dengan nilai 2,65. Sedangkan skor kepercayaan atau tingkat
kepentingan sebesar 4,73 dengan selisih 2,08. Kunjungan pengawas ke seluruh
satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan
selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan. Supervisi dan
pembinaan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan memberikan evaluasi
program pendidikan sehingga dapat dilakukan perbaikan demi kemajuan proses
pembelajaran peserta didik.
6.1.2.1.6 Penyediaan Peraga IPA
Atribut penyediaan peraga IPA mendapat skor evaluasi kinerja kurang
memuaskan dengan nilai 2,03. Sedangkan skor kepercayaan atau tingkat
kepentingan sebesar 4,80 dengan selisih 2,78. Penyediaan peraga IPA yang
dimaksud adalah satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari kerangka
manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit
IPA untuk eksperimen dasar dan poster IPA. Peraga IPA ini tentu saja sangat
substansial untuk menyokong pelajaran teks dengan praktek langsung.
6.1.2.1.7 Ketersediaan Buku Pengayaan dan Referensi
Atribut ketersediaan buku pengayaan dan referensi mendapat skor evaluasi
kinerja kurang memuaskan dengan nilai 2,13. Sedangkan skor kepercayaan atau
tingkat kepentingan sebesar 4,63 dengan selisih 2,13. Untuk tingkat sekolah dasar,
SD/MI minimal harus memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi.
Sedangkan pada tingkat sekolah menengah harus memiliki 200 judul buku
pengayaan dan 20 buku referensi. Buku pengayaan tersebut merupakan salah satu
gerbang dalam membuka khasanah ilmu pengetahun. Sehingga peserta didik
dalam hal ini pelajar akan memiliki tambahan pengetahuan yang mungkin tidak
93
didapat di dalam kelas. Sama halnya dengan buku referensi yang juga menjadi alat
pendukung dalam proses belajar.
6.1.2.2 Kuadran II (Pertahankan Prestasi)
Kuadran II diagram kartesius Important Performance Analysis (IPA)
berarti tingkat kepentingan suatu atribut produk kebijakan publik dianggap oleh
masyarakat adalah sangat penting dan kinerja atribut ini dianggap sudah baik.
Dengan demikian atribut tersebut harus dipertahankan oleh Pemkab Lebak dalam
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa
puas dan loyal kepada pemerintah. Tingkat kepuasan dan loyalitas masyarakat ini
secara langsung tentu akan mendukung program pembangunan baik dalam tingkat
lokal atau daerah maupun nasional.
6.1.2.2.1 Ketersediaan Jumlah Satuan Pendidikan
Atribut ketersediaan jumlah satuan pendidikan mendapatkan skor evaluasi
yang cukup baik dengan skor 3,00. Sedangkan skor kepercayaan adalah 4,90
dengan selisih sebesar 1,90. Masyarakat telah menilai bahwa ketersediaan jumlah
satuan pendidikan sudah cukup memenuhi kebutuhan dasar dalam melayani
masyarakat. Ketersediaan ini berupa tersedianya satuan pendidikan pada
pemukiman padat penduduk di atas 1.000 orang. Untuk sekolah dasar, jarak
maksimal yang mampu diakses penduduk adalah 3 km, sekolah menengah
pertama jarak maksimalnya adalah 6 km, dan sekolah menengah atas adalah 10
km.
6.1.2.2.2 Ruang Lab dan Peralatan Eksperimen
Atribut ruang laboratorium dan peralatan eksperimen mendapatkan skor
evaluasi yang cukup baik di atas rata-rata dengan skor 2,75. Sedangkan skor
kepercayaan adalah 4,83 dengan selisih sebesar 2,55. Ketersediaan laboratorium
ini berupa adanya satu ruangan khusus yang digunakan untuk laboratorium IPA
yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk 36 peserta didik. Selain itu juga,
perlu disediakannya satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan
eksperimen. Laboratorium dan peralatan eksperimen ini akan menjadi wahana
94
bagi peserta didik dalam memacu kreativitas dan inovasi dalam bidang ilmu alam
serta menstimulus rasa keingintahuan.
6.1.2.2.3 Guru Bersertifikat
Atribut guru bersertifikat mendapatkan skor evaluasi yang cukup baik di
atas rata-rata dengan skor 3,08. Sedangkan skor kepercayaan adalah 4,75 dengan
selisih sebesar 1,68. Pada tingkat sekolah dasar, minimal tersedia dua orang guru
yang telah memiliki sertifikat pendidik. Sedangkan untuk tingkat sekolah
menengah, minimal telah tersedia 20 persen dari keseluruhan jumlah guru.
Sertifikasi ini merupakan salah satu program departemen pendidikan nasional
dalam meningkatkan kualitas tenaga pengajar secara menyeluruh untuk seluruh
daerah. Kualitas tenaga pengajar harus memenuhi empat kriteria utama berupa
kemampuan pedagogik, kepribadian, profesional dan juga sosial.
6.1.2.2.4 Sertifikasi Guru Masing-masing Mata Pelajaran
Atribut sertifikasi guru pada masing-masing mata pelajaran mendapatkan
skor evaluasi yang cukup baik di atas rata-rata dengan skor 2,63. Sedangkan skor
kepercayaan adalah 4,65 dengan selisih sebesar 2,03. Sertifikasi guru ini berupa
adalanya masing-masing satu orang untuk mata pelajaran matematika, IPA,
Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sertifikasi guru pada masing-masing mata
pelajaran ini tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan mutu tenaga pengajar
dan juga meningkatkan prestasi akademik peserta didik. Masyarakat menilai
bahwa pelayanan pemerintah dalam hal ketersediaan sertifikasi guru masing-
masing mata pelajaran ini sudah cukup baik sehingga minimal perlu
dipertahankan performansinya.
6.1.2.2.5 Pengawas berkualifikasi S1 dan bersertifikat
Atribut pengawas berkualifikasi S1 dan juga bersertifikat mendapatkan
skor evaluasi yang cukup baik di atas rata-rata dengan skor 2,48. Sedangkan skor
kepercayaan adalah 4,73 dengan selisih sebesar 2,25. Kabupaten minimal harus
memiliki pengawas sekolah yang telah berkualifikasi S1 dan juga telah memiliki
sertifikat pendidik. Sertifikasi ini telah menjadi hal yang mutlak dilaksanakan
95
karena terkait dengan profesionalitas seorang pengawas dalam menjalankan
tugasnya untuk pengawasan sekolah.
6.1.2.2.6 Kurikulum Pembelajaran Efektif
Atribut kurikulum pembelajaran yang efektif mendapatkan skor evaluasi
yang cukup baik di atas rata-rata dengan skor 2,98. Sedangkan skor kepercayaan
adalah 4,70 dengan selisih sebesar 1,73. Pemerintah kabupaten perlu memiliki
rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif. Pembelajaran
yang efektif ini erat hubungannya dengan sistem pembelajaran yang interaktif,
inspiratif, partisipatif, prakarsa, kreatif, mengembangkan bakat, minat, fisik dan
psikis peserta didik dalam proses pembelajaran.
6.1.2.3 Kuadran III (Prioritas Rendah)
Kuadran III diagram kartesius Important Performance Analysis (IPA)
berarti tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dari suatu atribut produk dianggap
rendah oleh masyarakat. Sehingga atribut ini harus diperbaiki kinerjanya setelah
pihak Pemkab Lebak memperbaiki kinerja atribut yang terdapat pada kuadran I
dan mampu mempertahankan kinerja yang baik pada kuadran II.
6.1.2.3.1 Ketersediaan Guru per Mata Pelajaran
Atribut guru per mata pelajaran mendapatkan skor evaluasi yang kurang
memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,15. Sedangkan skor kepercayaan
adalah 4,33 dengan selisih sebesar 2,18. Ketersediaan guru pada tiap mata
pelajaran pada sekolah menengah ini ditunjukkan dengan menyediakan satu orang
guru untuk setiap mata pelajaran. Karena biar bagaimanapun, spesifikasi tenaga
pendidikan ini sangat menentukan dalam proses pembelajaran dalam sekolah
menengah. Proses pembelajaran yang efektif perlu ditunjang oleh ketersediaan
guru yang sesuai dengan tiap mata pelajaran sekolah tingkat menengah.
96
6.1.2.3.2 Buku Teks Bersertifikat
Atribut buku teks bersertifikat mendapatkan skor evaluasi yang kurang
memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,30. Sedangkan skor kepercayaan
adalah 4,53 dengan selisih sebesar 2,23. SD/MI harus mampu menyediakan buku
teks yang sudah disertifikasi oleh pemerintah, mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika, IPA dan IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap
peserta didik. Sedangkan untuk sekolah menengah, mampu menyediakan buku
teks yang sudah disertifikasi oleh pemerintah mencakup semua mata pelajaran
dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik.
6.1.2.3.3 Pemenuhan Kuantitas Jumlah Buku Tiap Sekolah
Atribut pemenuhan kuantitas jumlah buku tiap sekolah mendapatkan skor
evaluasi yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,00. Sedangkan
skor kepercayaan adalah 4,15 dengan selisih sebesar 2,15. Pemenuhan kuantitas
ini terkait dengan sudah terpenuhinya sesuai dengan standar pelayanan minimum
per jumlah sekolah di wilayah kabupaten atau kota. Kurang puasnya masyarakat
ini disebabkan oleh belum teredianya buku teks sesuai standar pelayanan minimal
di tiap sekolah. Sehingga pemerintah harus segera melakukan langkah strategis
dengan memenuhi kuantitas minimal jumlah buku teks tiap sekolah di Kabupaten
Lebak.
6.1.2.3.4 Guru Mengajar 35 Jam per Minggu
Atribut guru mengajar selama 35 jam per minggu mendapatkan skor
evaluasi yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,40. Sedangkan
skor kepercayaan adalah 4,45 dengan selisih sebesar 2,05. Standar pelayanan
minimal ini mendeskripsikan bahwa setiap guru tetap bekerja selama 35 jam per
minggu di setiap satuan pendidikan. Rincian mengajar ini termasuk melakukan
tatap muka dikelas, merencanakan pembelajaran, membimbing peserta didik dan
melaksanakan tugas tambahan lainnya.
97
6.1.2.3.5 Proses Pembelajaran 34 Minggu per Tahun
Atribut proses pembelajaran 34 minggu per tahun mendapatkan skor
evaluasi yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,40. Sedangkan
skor kepercayaan adalah 4,45 dengan selisih sebesar 2,05. Standar pelayanan
minimal pendidikan menjelaskan bahwa setiap satuan pendidikan wajib
menyelenggarakan proses pembelajaran selama 24 minggu per tahun. Kegiatan
tatap muka terdiri dari kela I-II selama 18 jam per minggu, kelas III selama 24
jam per minggu, IV-VI selama 27 jam per minggu dan kelas VII-IX selama 27
jam per minggu.
6.1.2.3.6 Laporan evaluasi prestasi belajar oleh guru
Atribut laporan evaluasi prestasi belajar oleh guru mendapatkan skor
evaluasi yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,13. Sedangkan
skor kepercayaan adalah 4,05 dengan selisih sebesar 1,93. Dalam proses belajar
mengajar, setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta
hasil evaluasi peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester. Laporan
tersebut dalam bentuk laporan prestasi belajar peserta didik.
6.1.2.3.7 Laporan Hasil Ujian oleh Kepala Sekolah
Atribut laporan hasil ujian oleh kepala sekolah mendapatkan skor evaluasi
yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,03. Sedangkan skor
kepercayaan adalah 4,30 dengan selisih sebesar 2,38. Setiap kepala sekolah dalam
satuan pendidikan wajib menyampaikan laporan akhir ulangan akhir semester
(UAS) dan ulangan kenaikan kelas (UKK) serta yang terakhir adalah ujian akhir
sekolah atau ujian nasional (UN) kepada orang tua/wali peserta didik pada setiap
akhir semester.
6.1.2.3.8 Penerapan manajemen berbasis sekolah
Atribut penerapan manajeman berbasis sekolah mendapatkan skor evaluasi
yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,38. Sedangkan skor
kepercayaan adalah 4,15 dengan selisih sebesar 1,78. Berdasarkan undang-undang
sistem pendidikan nasional dan standar pelayanan pendidikan, maka setiap satuan
98
pendidikan wajib menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah
(MBS). Manajemen berbasis sekolah tersebut meliputi rencana kerja tahunan,
laporan tahunan dan komite sekolah yang berfungsi dengan baik.
6.1.2.4 Kuadran IV (Berlebihan)
Kuadran IV diagram kartesius Important Performance Analysis (IPA)
berarti tingkat kepentingan rendah dan tingkat kinerja dari suatu atribut produk
dianggap tinggi oleh masyarakat. Dengan demikian terjadi kesalahan prioritas
dalam pengalokasian sumber daya. Sehingga pemerintah perlu melakukan
perbaikan strategi kebijakan dan program pembangunan yang akan
diimplementasikan pada periode selanjutnya. Dengan perbaikan kebijakan
tersebut diharapkan mampu meningkatkan efektifitas penyerapan dan disiplin
penggunaan anggaran belanja daerah yang tepat guna.
6.1.2.4.1 Kepala Sekolah Kualifikasi S1 dan Bersertifikat Untuk Sekolah
Dasar
Atribut kepala sekolah berkualifikasi S1 dan bersertifikat pendidik untuk
sekolah dasar mendapatkan skor evaluasi yang cukup memuaskan di bawah rata-
rata dengan skor 2,65. Namun tingkat kepercayaan dan harapan masyarakat di atas
rata-rata dengan skor kepercayaannya adalah 4,28 dengan selisih sebesar 1,63.
Standar pelayanan minimal ini menunjukkan agar kabupaten atau kota telah
memiliki kepala SD/MI berkualifikasi akademik S1 dan juga telah memiliki
sertifikat pendidik. Pelayanan atribut ini dinilai telah cukup baik oleh masyarakat,
akan tetapi tingkat kepercayaan masyarakat di bawah rata-rata. Artinya
masyarakat lebih menghendaki atribut lain sebagai prioritas pembangunan di
sektor pendidikan.
6.1.2.4.2 Kepala Sekolah Kualifikasi S1 dan Bersertifikat Untuk Sekolah
Menengah
Atribut kepala sekolah berkualifikasi S1 dan bersertifikat pendidik untuk
sekolah menengah mendapatkan skor evaluasi yang cukup memuaskan di atas
rata-rata dengan skor 2,95. Namun tingkat kepercayaan dan harapan masyarakat
99
di bawah rata-rata dengan skor kepercayaannya adalah 4,30 dengan selisih sebesar
1,35. Standar pelayanan minimal ini menunjuk agar kabupaten atau kota telah
memiliki kepala SMP/SMA berkualifikasi akademik S1 dan juga telah memiliki
sertifikat pendidik. Pelayanan atribut ini dinilai telah cukup baik oleh masyarakat,
akan tetapi tingkat kepercayaan masyarakat di bawah rata-rata dimana masyarakat
lebih menginginkan atribut lain sebagai prioritas pembangunan dalam sektor
pendidikan.
6.1.2.4.3 Kurikulum Sesuai Tingkat Satuan Pendidikan
Atribut kurikulum sesuai dengan tingkat satuan pendidikan mendapatkan
skor evaluasi yang cukup memuaskan di atas rata-rata dengan skor 2,78. Namun
tingkat kepercayaan dan harapan masyarakat di bawah rata-rata dengan skor
kepercayaanya adalah 4,25 dengan selisih sebesar 1,48. Untuk penerapan standar
pelayanan minimal ini, setiap satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dalam hal ini
standar pelayanan pendidikan nasional yang mengatur kurikulum sesuai dengan
tingkat satuan pendidikan.
6.1.2.4.4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Oleh Guru
Atribut rencana pelaksanaan pembelajaran oleh guru mendapatkan skor
evaluasi yang cukup memuaskan di atas rata-rata dengan skor 2,83. Namun
tingkat kepercayaan dan harapan masyarakat di bawah rata-rata dengan skor
kepercayaannya adalah 4,38 dengan selisih sebesar 1,55. Setiap guru harus
menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan
silabus untuk setiap mata pelajaran yang dipegangnya. Rencana pelaksanaan
pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan efektifitas temu tatap muka di
kelas dan juga sistem penugasan di rumah.
6.1.2.4.5 Program Penilaian Pembelajaran
Atribut program penilaian pembelajaran mendapatkan skor evaluasi yang
cukup memuaskan di atas rata-rata dengan skor 2,55. Namun tingkat kepercayaan
dan harapan masyarakat di bawah rata-rata dengan skor kepercayaanya adalah
100
4,25 dengan selisih sebesar 1,70. Setiap guru harus mengembangkan dan
menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan
belajar peserta didik. Penilaian pembelajaran ini juga menjadi salah satu tolak
ukur yang dilakukan untuk melihat perkembangan belajar peserta didik dalam satu
masa belajar semester.
6.1.2.4.6 Supervisi Kepala Sekolah Ke Dalam Kelas
Atribut supervisi kepala sekolah ke dalam kelas mendapatkan skor
evaluasi yang cukup memuaskan di atas rata-rata dengan skor 2,63. Namun
tingkat kepercayaan dan harapan masyarakat di bawah rata-rata dengan skor
kepercayaannya adalah 4,30 dengan selisih sebesar 1,68. Setiap kepala sekolah
untuk seluruh satuan pendidikan harus memenuhi syarat melakukan supervisi
kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester.
Supervisi kepala sekolah juga diharapkan memberikan inspirasi kepada peserta
untuk mampu belajar dengan baik dan juga menemukan cara belajar yang kreatif,
menyenangkan, menantang, partisipatif dan juga mampu menumbuhkembangkan
bakat-bakat serta minat belajar di dalam maupun luar kelas.
6.2 Kinerja Pelayanan Publik Sektor Kesehatan
Kesehatan merupakan kunci kedua dalam pembangunan modal manusia
baik pada tingkat negara maupun pada level daerah dalam hal ini kabupaten.
Kesehatan dan pendidikan menjadi dua kunci utama dalam pembangunan modal
manusia yang kelak akan mempengaruhi tingkat ekonomi atau kesejahteraan
masyarakat. Karena kesehatan, pendidikan dan ekonomi merupan tiga pilar yang
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam membentuk kualitas penduduk
atau sumberdaya manusia. Tanpa kesehatan yang baik, pendidikan sulit untuk
berjalan dengan baik, dan bila kesehatan dan pendidikan tidak baik, maka
mustahil ekonomi keluarga/masyarakat dapat ikut membaik.
Sama halnya dengan pelayanan sektor pendidikan yang telah dibahas
sebelumnya, maka indikator kinerja pelayanan kesehatan di Kabupaten Lebak
akan dilihat dari dua perspektif, yakni dari segi ketersediaan fasilitas dan dari hal
tenaga kesehatan serta persebarannya di tiap kecamatan. Fasilitas kesehatan yang
101
ditinjau adalah ketersediaan fasilitas dasar pelayanan kesehatan seperti Puskesmas
dan Puskesmas Pembantu (Pustu). Tenaga kesehatan yang coba diteliti adalah
dokter, bidan dan perawat. Kedua hal tersebut akan dilihat rasio perbandingannya
dengan masing-masing jumlah penduduk kecamatan.
6.2.1 Fasilitas dan Tenaga Kesehatan
Harapan utama pembangunan infrastruktur yang selama ini dilaksanakan
adalah mampu mempengaruhi tingkat ekonomi. Selain itu juga lambat laun akan
mempengaruhi tingkat kesehatan dan pendidikan di Kabupaten Lebak terutama
terkait dengan aksesibilitas ke fasilitas kesehatan dan pendidikan. Berikut ini
disajikan bagaimana kondisi umum fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten
Lebak pada tahun 2009.
Tabel 24 Jumlah Fasilitas Kesehatan yang Tersedia Tiap Kecamatan tahun 2009 No. Kecamatan PUSKESMAS PUSTU/
Jumlah bidan di Kabupaten Lebak tidak jauh berbeda kondisinya dengan
perawat. Dimana rasio bidan dengan penduduk dianggap sudah cukup tersebar
walau dengan jumlah yang masih jauh dari memadai. Terdapat empat kecamatan
yang memiliki jumlah rasio cukup tinggi, yakni Rangkasbitung, Sajira, Muncang
dan Cijaku. Namun masih terdapat beberapa kecamatan dengan jumlah bidang
sangat sedikit yang terlihat dari rendahnya rasio bidan dengan penduduk seperti
Kecamatan Cikulur, Bojongmanik, Cijaku dan Lebak Gedong. Posisi bidan ini
sangat vital perannya dalam kehidupan bermasyarakat dan proses peningkatan
kualitas kesehatan. Karena bidan adalah palang pintu proses persalinan penduduk
perempuan yang menghadapi proses kelahiran anaknya.
6.2.2 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat terhadap Kinerja Pelayanan
Publik Sektor Kesehatan
Hasil analisis penilaian sikap masyarakat terhadap kinerja pelayanan
publik kesehatan Pemkab Lebak pada wilayah tertinggal dapat dilihat pada Tabel
32. Berdasarkan data pada Tabel 32 terlihat bahwa interpretasi penilaian sikap
masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik bidang kesehatan Pemkab Lebak
pada wilayah tertinggal adalah sangat buruk dengan nilai total 1.631.
Tabel 25 Analisis Penilaian Sikap Masyarakat Terhadap Kinerja Pelayanan Publik Kesehatan Pemkab Lebak pada Wilayah Tertinggal
Atribut bi e(Y)
i b(X)
i - e i Interpretasi Kuadran
1. Pelayanan kunjungan ibu hamil k4 2. Pelayanan komplikasi kebidanan 3. Pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kebidanan 4. Pelayanan nifas 5. Penanganan neonatus dengan komplikasi 6. Pelayanan kunjungan bayi 7. Pelayanan imunisasi anak tingkat desa/kelurahan 8. Pelayanan anak balita 9. Makanan pendamping asi anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 10. Pelayanan perawatan balita gizi buruk 11. Pelayanan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 12. Pelayanan peserta KB 13. Pelayanan penemuan dan penanganan penderita penyakit 14. Pelayanan dasar kesehatana masyarakat miskin 15. Pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 16. Pelayanan gawat darurat level 1 sarana kesehatan (rumah sakit) 17. Pelayanan penyelidikan epidemiologi 18. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat desa siaga
Biasa Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Biasa Biasa Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk Buruk
II IV III III III III II II I II IV II I I I I
III III
Rata-rata 4,37 2,27 Total Skor ∑ ei 1.631 (40 x 27)
Interpretasi Penilaian Sangat Buruk
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
106
Atribut-atribut standar pelayanan minimal kesehatan yang terdapat dalam
sistem manajerial Pemkab Lebak dinilai masih buruk oleh masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah yang cenderung tertinggal. Hal ini dapat dilihat dari
hasil penilaian evaluasi dan kepercayaan responden terhadap masing-masing
atribut yang sebagian besar di bawah rata-rata dengan penilaian buruk dan
beberapa atribut saja yang dinilai biasa atau sedang.
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010 Gambar 16 Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang Kesehatan
Kabupaten lebak Di Wilayah Tertinggal
Pada Gambar 17 dapat dilihat posisi penempatan masing-masing atribut
pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan minimal kesehatan di dalam
diagram kartesius. Diagram kartesius dibagi ke dalam empat kuadran dengan garis
tengah pembagi berdasarkan nilai total rata-rata tingkat kepentingan (Y) yaitu
sebesar 4,37 dan nilai total rata-rata tingkat kinerja (X) yaitu sebesar 2,27. Hasil
ringkasan matriks posisi kuadran IPA, terdapat lima atribut yang menjadi prioritas
utama yakni makanan pendamping asi keluarga miskin, pelayanan
penemuan/penanganan penderita penyakit, pelayanan dasar kesehatan masyarakat
miskin, pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin dan pelayanan
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Ting
kat K
epen
ting
an
Kinerja Pelayanan Publik
107
darurat level 1 rumah sakit. Terdapat lima atribut yang perlu dipertahankan
prestasinya atau berada di kuadran II yakni pelayanan kunjungan ibu hamil,
pelayanan imunisasi anak tingkat desa/kelurahan, pelayanan anak balita,
pelayanan perawatan balita gizi buruk dan pelayanan peserta KB.
Tabel 26 Ringkasan Matriks Posisi Kuadran IPA Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Kabupaten Lebak Di Wilayah Tertinggal
Kuadran I (Prioritas Utama) 1. Makanan pendamping asi keluarga miskin 2. Pelayanan penemuan/penanganan penderita penyakit 3. Pelayanan dasar kesehatan masyarakat miskin 4. Pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 5. Pelayanan darurat level 1 rumah sakit
Kuadran II (Pertahankan Prestasi) 1. Pelayanan kunjungan ibu hamil 2. Pelayanan imunisasi anak tingkat desa/kelurahan 3. Pelayanan anak balita 4. Pelayanan perawatan balita gizi buruk 5. Pelayanan peserta KB
Kuadran III (Prioritas Rendah) 1. Pelayanan pertolongan oleh nakes kebidanan 2. Pelayanan nifas 3. Penanganan neonatus dengan komplikasi 4. Pelayanan kunjungan bayi 5. Pelayanan penyelidikan epidemiologi 6. Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyaraka desa
siaga
Kuadran IV (Berlebihan) 1. Pelayanan komplikasi kebidanan 2. Pelayanan penjaringan kesehatan siswa Sekolah dasar
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Kuadran III atau prioritas rendah terdiri dari enam atribut yakni pelayanan
pertolongan oleh nakes kebidanan, pelayanan nifas, penanganan neonatus dengan
komplikasi, pelayanan kunjungan bayi, pelayanan penyelidikan epidemiologi serta
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat desa siaga. Sedangkan terdapat
dua atribut yang masuk ke dalam kuadran IV yakni pelayanan komplikasi
kebidanan dan pelayanan penjaringan kesehatan sisiwa sekolah dasar.
6.2.2.1 Kuadran I (Prioritas Utama)
6.2.2.1.1 Makanan Pendamping Asi Keluarga Miskin
Atribut makanan pendamping asi keluarga miskin mendapat skor evaluasi
kurang memuaskan dengan nilai 2,05. Sedangkan skor kepercayaan sebesar 4,65
dengan selisih cukup besar yakni 2,60. Makanan pendamping asi ini khusus untuk
diberikan kepada anak usis 6-24 bulan. Masyarakat menilai jika makanan
pendaming asi sangat penting untuk diperhatikan oleh Pemkab Lebak. Karena
tidak bisa dipungkiri hingga tahun 2009 angka kemiskinan di Kabupaten Lebak
masih sangat tinggi. Permasalahan utama keluarga miskin dari tahun ke tahun
adalah kurang diperhatikannya kesehatan bayi-bayi keluarga miskin. Oleh karena
itu tidak sedikit ditemukan kasus bayi kekurangan gizi atau gizi buruk. Oleh
karena itu, kebijakan publik di bidang kesehatan yang harus menjadi prioritas
108
Pemkab lebak adalah meningkatkan kinerja dalam pelayanan makanan
pendamping asi keluarga miskin.
6.2.2.1.2 Pelayanan Penemuan/Penanganan Penderita Penyakit
Atribut pelayanan penemuan atau penanganan penderita penyakit
mendapat skor evaluasi kurang memuaskan dengan nilai 1,93. Sedangkan skor
kepercayaan sebesar 4,45 dengan selisih cukup besar yakni 2,53. Pelayanan dalam
penemuan dan penanganan berbagai macam penyakit ini tentu menjadi prioritas
utama oleh masyarakat baik penyakit menular atau tidak menular. Hal itu menjadi
begitu penting saat makin maraknya penyebaran penyakit yang disebabkan oleh
virus hewan. Penanganan dini terhadap suatu penyakit akan menjadi faktor
penentu tingkat kesehatan suatu wilayah.
6.2.2.1.3 Pelayanan Dasar Kesehatan Masyarakat Miskin
Atribut pelayanan dasar kesehatan masyarakat miskin mendapat skor
evaluasi kurang memuaskan dengan nilai 1,85. Sedangkan skor kepercayaan
sebesar 4,68 dengan selisih cukup besar yakni 2,83. Pelayanan dasar kesehatan
masyarakat miskin ini telah dijamin dengan asuransi kesehatan masyarakat miskin
(Askeskin). Dengan Askeskin ini masyarakat miskin memiliki jaminan untuk
mendapatkan pelayanan dasar kesehatan baik untuk level Puskesmas maupun
tingkat rumah sakit sekalipun. Namun yang terjadi sat ini, walaupun masyarakat
miskin tersebut mendapatkan pelayanan, tetapi tidak mendapatkan pelayanan yang
prima, bahkan ada sebagian yang ditelantarkan.
6.2.2.1.4 Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien Masyarakat Miskin
Atribut pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin mendapat
skor evaluasi kurang memuaskan dengan nilai 1,98. Sedangkan skor kepercayaan
sebesar 4,58 dengan selisih cukup besar yakni 2,60. Sesuai dengan petunjuk teknis
standar pelayanan minimal kesehatan, maka setiap pasien masyarakat miskin
berhak pelayanan kesehatan rujukan pasien. Pelayanan ini dikhususkan pasien
masyarakat miskin yang mendapatkan rujukan pasien di rumah sakit. Diharapkan
109
melalui kebijakan pelayanan minimal tersebut, tingkat kesehatan masyarakat
miskin mampu ditingkatkan.
6.2.2.1.5 Pelayanan Darurat Level 1 Rumah Sakit
Atribut pelayanan darurat level satu rumah sakit mendapat skor evaluasi
kurang memuaskan dengan nilai 2,15. Sedangkan skor kepercayaan sebesar 4,48
dengan selisih cukup besar yakni 2,15. Kebijakan pelayanan minimum ini
memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat umum untuk mendapatkan
pelayanan darurat level satu pada rumah sakit. Karena sebelumnya sebagian besar
rumah sakit memerlukan dana awal untuk mengurus pasien yang memerlukan
pelayanan darurat level 1. Sehingga masyarakat pun memberikan harapan yang
lebih terhadap kebijakan salah satu pelayanan dasar di rumah sakit.
6.2.2.2 Kuadran II (Pertahankan Prestasi)
6.2.2.2.1 Pelayanan Kunjungan Ibu Hamil
Atribut pelayanan kunjungan ibu hamil mendapatkan skor evaluasi yang
cukup baik di atas rata-rata dengan skor 2,60. Sedangkan skor kepercayaan adalah
4,38 dengan selisih sebesar 1,78. Masyarakat di wilayah tertinggal sudah cukup
puas dengan pelayanan kunjungan pemeriksaan ibu hamil. Tingkat kepuasan ini
juga mendekati harapan yang menjadi ekspektasi masyarakat. Selain itu,
pelayanan kunjungan ibu hamil ini secara tidak langsung akan sangat menentukan
proses persalinan dan tingkat kesehatan ibu melahirkan dengan bayi.
6.2.2.2.2 Pelayanan Imunisasi Anak Tingkat Desa/Kelurahan
Atribut pelayanan imunikasi anak tingkat desa/kelurahan mendapatkan
skor evaluasi yang cukup baik di atas rata-rata dengan skor 3,28. Sedangkan skor
kepercayaan adalah 4,50 dengan selisih sebesar 1,23. Pelayanan imunisasi anak
tingkat desa atau kelurahan ini menjadi salah satu program yang cukup baik
kinerjanya. Imunisasi ini menjadi hal yang sangat wajib dilaksanakan demi
kesehatan secara jangka panjang anak-anak di Kabupaten Lebak. Program
110
imunisasi ini dilakukan pada dua tempat, yakni di puskesmas dan juga pada
kegiatan tingkat RW yakni Posyandu.
6.2.2.2.3 Pelayanan Anak Balita
Atribut pelayanan anak balita mendapatkan skor evaluasi yang cukup baik
di atas rata-rata dengan skor 3,03. Sedangkan skor kepercayaan adalah 4,60
dengan selisih sebesar 1,58. Pelayanan yang telah diberikan Pemerintah Daerah
Kabupaten Lebak terhadap anak balita dianggap cukup baik kinerjanya. Pelayanan
ini dapat berupa pemeriksaan kesehatan, gigi, berat badan, kondisi gizi dan juga
kelengkapan imunisasi. Masyarakat menilai kinerja pelayanan pemerintah
terhadap anak balita sudah cukup baik sehingga perlu dipertahankan atau bahkan
dapat juga ditingkatkan kualitasnya.
6.2.2.2.4 Pelayanan Perawatan Balita Gizi Buruk
Atribut pelayanan perawatan balita gizi buruk mendapatkan skor evaluasi
yang cukup baik di atas rata-rata dengan skor 2,58. Sedangkan skor kepercayaan
adalah 4,73 dengan selisih sebesar 2,15. Pelayanan perawatan gizi buruk ini
diberikan kepada anak-anak yang termasuk ke dalam gizi buruk. Anak-anak yang
termasuk gizi buruk akan mendapatkan pelayanan perawatan dan juga suplemen
serta makanan tambahan agar beratnya kembali normal.
6.2.2.2.5 Pelayanan Peserta Keluarga Berencana
Atribut pelayanan peserta Keluarga Berencana (KB) mendapatkan skor
evaluasi yang cukup baik di atas rata-rata dengan skor 2,75. Sedangkan skor
kepercayaan adalah 4,75 dengan selisih sebesar 1,00. Peserta Keluarga Berencana
akan mendapatkan layanan berupa penyediaan alat kontrasepsi kepada keluarga
untuk merencanakan jumlah anak. Kebijakan pelayanan ini kembali menjadi
prioritas utama pemerintah dalam menekan pertumbuhan jumlah penduduk yang
sempat meningkat cukup tajam selama sepuluh tahun terakhir. Dengan adanya
111
program keluarga berencana ini diharapkan pertumbuhan penduduk dapat ditekan
dan keluarga yang dibentuk pun menjadi keluarga sejahtera.
6.2.2.3 Kuadran III (Prioritas Rendah)
6.2.2.3.1 Pelayanan Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan Kebidanan
Atribut pelayanan pertolongan oleh tenaga kesehatan kebidanan
mendapatkan skor evaluasi yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan
skor 2,10. Sama halnya dengan skor kepercayaan yang juga di bawah rata-rata
yakni 4,30 dengan selisih sebesar 2,20. Rendahnya pelayanan pertolongan oleh
tenaga kesehatan kebidanan ini disebabkan oleh minimnya tenaga kesehatan di
wilayah tertinggal. Sehingga masyarakat masih kesulitan untuk bisa mengakses
pelayanan bidan. Selain itu, ditambah dengan perilaku masyarakat yang lebih
memilih pelayanan paraji atau dukun beranak dalam proses pra dan pasca
kelahiran bayi.
6.2.2.3.2 Pelayanan Nifas
Atribut pelayanan nifas mendapatkan skor evaluasi yang kurang
memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 1,93. Sama halnya dengan skor
kepercayaan yang juga di bawah rata-rata yakni 4,05 dengan selisih sebesar 2,13.
Pelayanan ini didapatkan untuk ibu melahirkan yang masih menjalani masa nifas
selama 40 hari. Masyarakat belum menganggap atribut ini penting untuk dijadikan
prioritas. Kinerja pelayanan yang telah diberikan pun masih dianggap belum
memuaskan dan memenuhi harapan masyarakat.
6.2.2.3.3 Penanganan Neonatus dengan Komplikasi
Atribut penanganan neonatus dengan komplikasi mendapatkan skor
evaluasi yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 1,85. Sama
halnya dengan skor kepercayaan yang juga di bawah rata-rata yakni 4,30 dengan
selisih sebesar 2,45. Penanganan neonatus ini adalah penanganan kelahiran yang
112
terdapat komplikasi dimana proses persalinan tidak berjalan dengan lancar.
Komplikasi neonatus ini cukup beragam penyebabnya, ada yang berupa kasus
bayi sungsang, pendarahan, jalan lahir terhalang ari-ari, tidak ada kontraksi dan
lain sebagainya. Tidak sedikit dari kasus ini menjadi salah satu penyebab
kematian ibu dan bayi saat persalinan.
6.2.2.3.4 Pelayanan Kunjungan Bayi
Atribut pelayanan kunjungan bayi mendapatkan skor evaluasi yang kurang
memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,25. Sama halnya dengan skor
kepercayaan yang juga di bawah rata-rata yakni 4,15 dengan selisih sebesar 1,90.
Pelayanan kunjungan bayi merupakan salah satu pelayanan dasar kesehatan yang
perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah. Pelayanan kunjungan bayi ini terdiri
dari berbagai macam, diantaranya adalah pelayanan imunisasi, konsultasi
perkembangan anak, konsultasi gizi dan konsultasi kesehatan anak. Pelayanan
bayi ini bisa jadi sebagai faktor penentu dalam menurunkan angka kematian bayi.
Karena dengan optimalnya pelayanan bayi, maka orang tua yang tengah
mengasuh bayi akan lebih antispatif dalam mengurus dan membesarkan dan
menjaga kesehatan bayinya.
6.2.2.3.5 Pelayanan Penyelidikan Epidemiologi
Atribut pelayanan penyelidkan epidemiologi mendapatkan skor evaluasi
yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,00. Sama halnya
dengan skor kepercayaan yang juga di bawah rata-rata yakni 4,23 dengan selisih
sebesar 2,48. Pelayanan penyelidikan epidemiologi adalah penyelidikan terhadap
frekuensi, distribusi dan determinasi penyakit. Penyelidikan epidemiologi ini
dilakukan pada desa atau kelurahan yang mengalami kasus penyakit luar biasa.
Dengan adanya penyelidikan epidemiologi ini, maka pihak pemerintah dalam hal
ini dinas kesehatan akan mampu memberikan kebijakan yang tepat dalam
menangani penyakit.
6.2.2.3.6 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Siaga
113
Atribut promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat desa siaga
mendapatkan skor evaluasi yang kurang memuaskan di bawah rata-rata dengan
skor 1,88. Sama halnya dengan skor kepercayaan yang juga di bawah rata-rata
yakni 4,35 dengan selisih sebesar 2,48. Masyarakat menilai jika kinerja
pemerintah daerah dalam memberikan promosi kesehatan dan pemberdayaan
belum berjalan sesuai dengan harapan. Seharusnya, apabila promosi kesehatan
dapat berjalan dengan baik, maka kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
kesehatan akan meningkat. Promosi kesehatan ini akan berjalan beriringan dengan
pemberdayaan masyarakat dalam membentuk desa siaga. Dimana desa siaga ini
adalah desa yang mampu memberdayakan masyarakatnya bahu-membahu dalam
mensukseskan berbagai macam program-program pemerintah terkait dengan
kesehatan.
6.2.2.4 Kuadran IV (Berlebihan)
6.2.2.4.1 Pelayanan Komplikasi Kebidanan
Atribut pelayanan komplikasi kebidanan mendapatkan skor evaluasi yang
cukup memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,60. Namun tingkat
kepercayaan dan harapan masyarakat di atas rata-rata dengan skor
kepercayaannya adalah 4,38 dengan selisih sebesar 1,78. Pelayanan komplikasi
kebidanan ini terjadi cukup banyak di berbagai wilayah di Kabupaten Lebak.
Sehingga pelayanan komplikasi kebidanan merupakan salah satu program yang
menjadi fokus utama dalam meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Namun,
yang terjadi pada wilayah tertinggal adalah bahwa masyarakat masih belum
mengerti dan sadar untuk memanfaatkan keberadaan bidan desa dalam menangani
komplikasi kebidanan. Karena sebagian besar masih memegang teguh budaya
tradisional dalam proses persalinan dan lebih percaya kepada dukun beranak atau
paraji.
6.2.2.4.2 Pelayanan Penjaringan Kesehatan Siswa Sekolah Dasar
Atribut pelayanan penjaringan kesehatan siswa sekolah dasar mendapatkan
skor evaluasi yang cukup memuaskan di bawah rata-rata dengan skor 2,33.
Namun tingkat kepercayaan dan harapan masyarakat di atas rata-rata dengan skor
114
kepercayaanya adalah 4,33 dengan selisih sebesar 2,00. Pendidikan tingkat
sekolah dasar merupakan tingkat pendidikan yang mencoba untuk menanamkan
perilaku dan kebiasaan. Oleh karena itu, penjaringan kesehatan kepada siswa
sekolah dasar untuk membiasakan diri hidup sehat tentu saja sangat penting.
Ketika kebiasaan hidup sehat dan bersih sudah tertanam, maka pembentukan
konsep masyarakat peduli kesehatan dan kebersihan akan terbentuk lebih mudah
dan dalam jangka waktu relatif lebih singkat.
Pelayanan publik pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Lebak dinilai
buruk oleh masyarakat di wilayah tertinggal. Hal tersebut dapat ditunjukan dengan
belum terpenuhinya berbagai indikator yang menjadi standar pelayanan minimum
baik dalam hal kesehatan dan pendidikan. Rendahnya rasio belanja publik
infrastruktur untuk bidang pendidikan memberikan pengaruh kurang baik
terhadap pelayanan pendidikan. Banyak sekolah-sekolah yang berada dalam
kondisi rusak, sehingga murid tidak mendapatkan kenyamanan dalam belajar.
Sama halnya dengan kesehatan, rendahny rasio belanja infrastruktur kesehatan
berimplikasi negatif terhadapa pelayanan kesehatan. Masyarakat menilai bahwa,
tingkat pelayanan kesehatan, baik pada tataran puskesmas, puskesmas pembantu
maupun rumah sakit masih jauh dari memuaskan. Sehingga, hal tersebut harus
segera menjadi bahan pekerjaan rumah untuk Pemerintah Daerah Kabupaten
Lebak agar bisa meningkatkan kinerja pelayanan sesuai dengan juknis standar
pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
6.3 Disparitas Pembangunan SDM antara Wilayah Utara dengan Selatan
Penilaian sikap masyarakat terhadap buruknya kinerja pelayanan publik di
wilayah tertinggal memberikan indikasi terjadinya disparitas pembangunan antara
wilayah utara dengan selatan. Kriteria pembagian wilayah ini berdasarkan
karakteristik geografis dan kondisi infrastuktur khususnya jalan. Wilayah
pembangunan di bagian utara adalah wilayah yang secara geografis berada di
Lebak bagian utara dan disokong oleh infrastruktur yang cukup baik. Infrastruktur
tersebut berupa sekolah, puskesmas, rumah sakit dan jalan darat. Akses antara
satu kecamatan dengan kecamatan lain relatif lebih mudah untuk dijangkau. Pada
sisi lainnya, wilayah pembangunan di bagian selatan adalah wilayah
115
pembangunan yang menggabungkan tiga wilayah pembangunan yakni tengah,
barat dan timur. Penggabungan tersebut sengaja dilakukan untuk mempermudah
analisis dan ketiga wilayah tersebut memiliki karakateristik infrastruktur yang
tidak jauh berbeda. Karakteristik dari wilayah selatan ini memiliki kondisi
infrastruktur yang kurang baik dan belum mencukupi standar pelayanan minimal.
Akses antara satu kecamatan dengan lainnya cukup sulit ditempuh karena kondisi
jalan yang sebagian besar masih rusak. Pembagian wilayah pembangunan antara
utara dengan selatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 27 Pembagian Wilayah Pembangunan Utara dan Selatan Pembagian Wilayah Pembangunan (Kecamatan)
No. Wilayah Utara Jumlah Penduduk No. Wilayah selatan Jumlah
22 Cihara 32.618 Sumber : Bappada Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Berdasarkan informasi yang ditunjukan pada Tabel 36 di atas dapat
diketahui bahwa telah terjadi disparitas pengembangan infrastruktur dan
sumberdaya aparatur untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Disparitas ini terjadi
antara dua wilayah, yakni wilayah bagian utara dengan wilayah di bagian selatan.
Secara rasio, wilayah bagian utara memiliki rasio infrastruktur dan aparatur
116
sumberdaya yang telah mencapai angka standar pelayanan minimal, bahkan bisa
dikatakan di atas rata-rata atau lebih dari cukup. Akan tetapi hal tersebut bertolak
belakang dengan kondisi infrastruktur di wilayah selatan yang masih jauh di
bawah standar pelayanan minimal.
Tabel 28 Perbandingan Pembangunan Fisik dan Tenaga Sektor Pendidikan dan Kesehatan antara Wilayah Utara dan Selatan Tahun 2009
No Indikator Pembangunan Wilayah Pembangunan Rasio ideal Utara Selatan
1 Penduduk Usia SD - Bangunan SD 287 377 250 2 Penduduk Usia SMP - Bangunan SMP 1.287 1390 800 3 Penduduk Usia SMA - Bangunan SMA 1.552 3111 1.200 4 Penduduk Usia SD - Guru SD 24 42 32 5 Penduduk Usia SMP - Guru SMP 58 91 36 6 Penduduk Usia SMA - Guru SMA 59 140 36 7 Penduduk - Puskesmas 10.128 40.790 30.000 8 Penduduk - Puskesmas Pembantu 15.315 26.346 15.000 9 Penduduk - Dokter Umum 4.260 27.857 5.000 10 Penduduk - Perawat 1.219 4.140 833 11 Penduduk - Bidan 1.807 8.899 1.000
Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak masih memberikan porsi yang lebih
besar pembangunan pada wilayah utara, hal tersebut terlihat dalam pengembangan
infrastruktur. Ketimpangan pembangunan antara wilayah utara dan selatan ini
secara tidak langsung menjadi jurang pemisah ketimpangan kualitas sumberdaya
manusia. Selain itu, wilayah-wilayah yang cenderung memiliki rasio mendekati
ideal adalah wilayah yang secara geografis merupakan wilayah yang mudah
diakses, sebagian besar adalah wilayah di bagian utara, walaupun tidak sedikit
wilayah selatan yang maju dengan catatan kondisi aksesibilitas transportasi cukup
baik. Beberapa wilayah selatan yang cukup baik di antaranya adalah Kecamatan
Banjarsari, Malingping, Bayah, Wanasalam dan Cipanas. Kelima kecamatan
tersebut merupakan kecamatan yang memiliki infrastruktur transportasi darat yang
cukup baik dan relatif lebih mudah untuk di akses, walaupun secara jarak bisa
dianggap sangat jauh. Jadi jarak tempuh bukan faktor utama penyebab
ketimpangan, namun lebih besar disebabkan oleh kualitas dari jalan itu sendiri.
117
Kerusakan infrastruktur utama jalan, baik jalan nasional, provinsi maupun
kabupaten disebabkan oleh dua faktor. Pertama adalah faktor alam, dimana
sebagian besar jalan rusak karena intensitas air yang sangat tinggi mengguyur
jalan di saat musim penghujan jalan. Kedua, faktor teknis, dimana proses
pembangunan jalan tidak sesuai dengan standar pembuatan jalan yang baik. Hal
tersebut terlihat dari buruknya drainase jalan, dimana ketika hujan besar turun, air
tidak mengalir ke drainase namun tergenang, sehingga menyebabkan percepatan
kerusakan jalan. Penyebab lainnya adalah tidak seimbangnya kapasitas jalan
dengan kendaraan yang melewatinya. Saat ini Lebak Selatan merupakan pemasok
utama bahan-bahan galian C di Provinsi Banten. Kendaraan-kendaraan yang
membawa bahan galian tersebut merupakan kendaraan dengan beban yang sangat
tinggi di atas 20 ton. Pada sisi lain, kapasitas sebagain besar jalan berkisat antara
5-10 ton, sehingga kerusakan jalan yang sangat parah akan semakin sulit
dihindari. Proses penggalian-penggalian di wilayah selatan sebetulnya telah lama
menjadi industri yang kontraproduktif atau menghadapi sebuah paradoks.
Menurut penuturan salah satu ahli perencanaan wilayah di Bappeda Lebak, pajak
yang diterima dari hasil-hasil penggalian tersebut ternyata tidak sebanding dengan
kerusakan-kerusakan yang didapatkan, diantaranya adalah kerusakan jalan akibat
ketidak seimbangan beban dengan kapasitas jalan.
6.4 Kualitas Sumberdaya Manusia
Kualitas sumberdaya manusia secara implisit akan terlihat dari tingkat
pendidikan dan juga kesehatannya. Oleh karena itu, sebagain besar negara-negara,
baik maju maupun berkembang banyak menggunakan Human Development
Indeks (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator untuk
menilai kualitas sumberdaya manusia di suatu wilayah. IPM menjadi begitu
populer di kalangan ekonomi sumberdaya karena kemampuannya dalam melihat
kualitas manusia dari sisi pendidikan, kesehatan dan juga ekonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator gabungan dari
beberapa indikator (komposit), yaitu indikator kesehatan (Indeks Lama Hidup),
Indikator Pendidikan (Indeks Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah), dan
indikator ekonomi yang ditunjukan dengan Tingkat Daya Beli Penduduk
118
(Purchasing Power Parity). Gabungan ketiga indikator tersebut diharapkan mampu
mengukur tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pembangunan manusia di suatu
wilayah.
Dibandingkan dengan indeks komposit lain, IPM dinilai sebagai indikator
yang cukup baik karena mencakup tiga sektor pembangunan yang dominan dan
memiliki sumbangan yang cukup besar dalam membentuk kualitas sumberdaya
manusia. Jika ketiga sektor tersebut mengalami peningkatan yang cukup berarti,
maka secara langsung sumberdaya manusia yang dihasilkan akan menjadi lebih
berkualitas. Namun hal tersebut bukanlah perkara yang mudah begitu saja dicapai,
perlu kerja keras dari berbagai pihak untuk bisa merealisasikannya. Sama halnya
dengan Kabupaten Lebak yang masih menjadi juru kunci IPM di Provinsi Banten,
peningkatan IPM terbentur oleh berbagai macam faktor, mulai dari kendala
anggaran, faktor akses transportasi, hingga etos budaya masyarakat itu sendiri
yang pada akhirnya menjadi palang pintu terakhir peningkatan pembangunan
manusia
6.4.1 Indeks Kelangsungan Hidup
Angka Harapan Hidup (AHH) menggambarkan tingkat kesehatan rata-rata
yang telah dicapai suatu kelompok masyarakat. Angka harapan hidup berkaitan
erat dengan derajat kesehatan masyarakat. Semakin tinggi angka harapan hidup,
maka dapat diasosiasikan dengan tingginya derajat kesehatan masyarakat. Angka
harapan hidup penduduk Kabupaten Lebak pada tahun 2008 adalah 63,1 tahun,
yang dapat diartikan bahwa rata-rata masa hidup penduduk Kabupaten Lebak
mulai dari lahir hingga meninggal adalah sekitar 63 tahun 1 bulan. AHH tahun
2008 tidak mengalami perubahan dibandingkan AHH tahun 2007.
Angka Kelangsungan Hidup yang tidak berubah dari tahun sebelumnya
dapat juga berarti bahwa perbaikan kualitas kesehatan penduduk sebagai implikasi
dari program pembangunan kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan.
Pembangunan yang dilakukan sepanjang tahun 2007-2008 tidak memberikan
dampak yang cukup berarti terhadap kualitas sumberdaya manusia, karena AHH
penduduk di Kabupaten Lebak jalan di tempat, atau dengan kata lain tidak
mengalami peningkatan. Seharusnya banyak hal yang dapat dilakukan untuk
119
perbaikan kesehatan, diantaranya adalah mempermudah penduduk untuk
mengakses fasilitas kesehatan. Semua itu dapat dilakukan dengan meningkatkan
jumlah dan penyebaran tenaga paramedis dan dokter, dalam hal ini lebih sering
disebut dengan tenaga kesehatan, sehingga rasio antara jumlah penduduk dengan
tenaga kesehatan akan semakin mengecil. Selain itu, optimalisasi peran posyandu
sebagai ujung tombak keberhasilan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat di
wilayah-wilayah yang sulit terjangkau, terutama untuk peningkatan kualitas
kesehatan penduduk usia muda. Peningkatan kualitas Paraji (dukun beranak)
diharapkan cukup signifikan menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan.
Sumber : Bappeda Kab Lebak, Tahun 2009
Gambar 17 Tren Angka Harapan Hidup Lebak dan Rata-rata Provinsi Banten Periode Tahun 2000-2008
Bercermin dari daerah lain, jika dilihat perbandingan rata-rata angka
harapan hidup, terlihat bahwa Kabupaten Lebak masih di bawah rata-rata
provinsi. Gambar di atas menunjukan gap yang semakin lebar dari tahun ke tahun
selama sembilan tahun terakhir (2000-2008). Hal tersebut menunjukan bahwa
daerah lain mengalami percepatan angka harapan hidup yang lebih tinggi. Pada
tahun 2003 perbandingan antara harapan hidup Kabupaten Lebak dengan Provinsi
Banten masih 62,3 tahun berbanding 62,6 tahun, kemudian di tahun 2008
62,50
63,10
61,90
62,30 62,40 62,60
63,00 63,11 63,1262,4062,85
62,4062,60
63,8064,00
64,3064,45
64,60
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
AHH Kab. Lebak AHH Prov. Banten
120
perbandingannya semakin menjauh, dimana 63,1 tahun untuk Kabupaten Lebak
berbanding 64,60 untuk Provinsi banten.
Indeks Kelangsungan Hidup merupakan konversi Angka Harapan Hidup
dalam persen terhadap rentang angka harapan hidup yang dapat dicapai di
Indonsia. Tahun 2008, angka harapan hidup sebesar 63,1 tahun setara dengan
63,60 persen pencapaian indeks. Hal ini mengindikasikan bahwa Angka Harapan
Hidup Kabupaten Lebak masih terbuka lebar untuk dapat ditingkatkan. Namun
meningkatkan angka harapan hidup bukanlah program yang dapat secara langsung
dirasakan hasilnya, tetapi program peningkatan AHH adalah program yang
membutuhkan investasi yang sangat besar khususnya dalam hal pembiayaan
program dan waktu yang juga cukup panjang. Karena angka harapan hidup
berhubungan dengan komposisi dan struktur umur penduduk serta jumlah
penduduk yang menjadi sasaran program kesehatan.
Tabel 29 Perkembangan Angka Harapan Hidup dan Indeks Kelangsungan Hidup Kabupaten Lebak dan Rata-Rata Provinsi Banten, Tahun 2000-2008
Tahun Angka Harapan Hidup Indeks Kelangsungan Hidup
Keterangan : IPMit = Variabel dependent, yaitu Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Pada Tahun ke-t) β0 = Konstanta β1,… β9 = Koefisien variabel independent RBSDit = Rasio bangunan SD dengan penduduk usia SD Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t RBSMPit = Rasio bangunan SMP dengan penduduk usia SMP Kabupaten Lebak
di Kecamatan ke-i Tahun ke-t RBSMAit = Rasio bangunan SMA dengan penduduk usia SMA Kabupaten Lebak
di Kecamatan ke-i Tahun ke-t RGSDit = Rasio guru SD dengan penduduk usia SD Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t RGSMPit = Rasio guru SD dengan penduduk usia SMP Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t RGSMAit = Rasio guru SD dengan penduduk usia SMA Kabupaten Lebak di
Keterangan : IPMit = Variabel dependent, yaitu Tingkat Kualitas Sumberdaya Manusia (Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lebak di Kecamatan ke-i Pada Tahun ke-t) β0 = Konstanta β1,… β9 = Koefisien variabel independent RPUSit = Rasio puskesmas dengan penduduk Kabupaten Lebak di Kecamatan
ke-i Tahun ke-t RPSTit = Rasio puskesmas pembantu dengan penduduk Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t RRSit = Rasio rumah sakit dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t RDOKit = Rasio dokter dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t RPERit = Rasio perawat dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t RBIDit = Rasio bidan Pembantu dengan jumlah penduduk Kabupaten Lebak di
Kecamatan ke-i Tahun ke-t eit
Variabel
= Error
Tabel 35 Analisis Ekonometrik Regresi Berganda Pengaruh Pelayanan Publik
Kesehatan terhadap IPM di Kabupaten Lebak Koefisien t-stat Prob (t-stat)
pembantu (-0,43). Pada pemodela ekonometrika terdapat satu variabel yang
bernilai negatif yakni rasio puskesmas pembantu yang bernilai -0,43, artinya
bahwa jika terjadi peningkatan sebesar 1 persen pada rasio puskesmas pembantu
maka IPM akan menurun sebesar 0,43. Hal tersebut menandakan bahwa
Pemerintah Kabupaten Lebak tidak memerlukan usaha lebih untuk meningkatkan
kuantitas jumlah puskesmas pembantu, namun lebih kepada peningkatan kualitas
pelayanan dari puskesmas pembantu.
Analisis Pengaruh Pelayanan Publik Kesehatan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia (IPM)
135
Kabupaten Lebak. Rasio infrastruktur yang paling berpengaruh adalah rasio
rumah sakit dan puskesmas. Untuk konteks rumah sakit, pelayanan rumah sakit di
Kabupaten Lebak selama satu dekade terakhir menjadi sorotan utama masyarakat.
Secara kuantitatif, ketersediaan rumah sakit di Lebak masih jauh dari harapan,
apalagi melihat posisi letak rumah sakit yang hanya ada di wilayah utara. Namun
di tahun 2008 Lebak telah berhasil mendirikan satu rumah sakit di wilayah selatan
tepatnya di Kecamatan Malingping. Hal tersebut cukup menggembirkan
masyarakat di wilayah Lebak selatan. Namun hal tersebut dianggap masih belum
cukup, karena di wilayah tengah sama sekali belum tersedia rumah sakit, sehingga
penambahan satu rumah sakit untuk melayani masyarakat di Lebak tengah
merupakah satu hal yang perlu menjadi prioritas Pemkab lebak. Dengan adanya
ketersediaan rumah sakit tersebut, maka akan mampu memotong jauhnya akses
masyarakat Lebak tengah terhadap rumah sakit.
Rasio infrastruktur puskesmas juga telah menjadi faktor yang sangat
penting dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada suatu wilayah.
Karena puskesmas akan menjadi ujung tombak terdepan dalam pelayanan
kesehatan. Terjadi ketimpangan jumlah puskesmas antara wilayah utara dengan
selatan. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah untuk menyeimbangkan jumlah
puskesmas dengan kapasitas pelayanan khususnya di wilayah selatan (tertinggal)
merupakan hal yang sangat wajar dilakukan. Terlebih angka harapan hidup di
Lebak masih cukup rendah, yakni 63,6 pada tahun 2008. Penemuan kasus-kasus
gizi buruk dan penyakit-penyakit menular seperti kaki gajah, malaria dan TBC
pun lebih banyak ditemukan pada wilayah-wilayah Lebak bagian selatan.
Selanjutnya puskesmas ini akan menjadi pendeteksi dini segala macam penemuan
kasus gangguan kesehatan, sehingga ke depannya puskesmas ini akan menjadi
penyangga utama peningkatan kualitas hidup masyarakat. Karena bukan tidak
mungkin jika Kabupaten Lebak akan memiliki pelayanan puskesmas yang
dilengkapi oleh layanan-layanan prima seperti darurat level 1 atau setingkat
dengan rumah sakit dilengkapi perangkat yang dibutuhkan.
Pelayanan insfrastruktur lainnya adalah puskesmas pembantu (pustu) yang
berfungsi membantu puskesmas utama apabila secara geografis masih belum bisa
didirikan puskesmas baru untuk melayani masyarakat. Puskesmas pembantu
136
adalah unit sederhana yang membantu melaksanakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan puskesmas dalam wilayah kerja yang lebih kecil. Meski
penyelenggaraan pelayanan di puskesmas pembantu menjadi kunci dalam
memperluas jangkauan pelayanan dasar, jarang mendapat perhatian kebijakan di
tingkat lokal maupun kabupaten. Koordinasi menjadi kunci keberhasilan upaya
kesehatan antara pemerintah dan masyarakat, sehingga puskesmas pembantu ini
menjadi salah satu kunci kesuksesan pelayanan kesehatan di suatu wilayah tak
terkecuali di Kabupaten Lebak, sehingga dengan peningkatan jumlah bangunan
puskesmas pembantu secara jangka panjang akan ikut meningkatkan kualitas
hidup yang selanjutnya meningkatkan IPM Kabupaten Lebak. Akan tetapi dalam
pemodelan, penambahan jumlah puskesmas pembantu justru akan menurunkan
angka IPM, hal tersebut disebabkan oleh preferensi masyarakat yang lebih
memilih puskesmas utama dan rumah sakit dalam hal pelayanan publik karena
puskesmas utama dan rumah sakit memiliki kelengkapan fasilitas yang lebih baik.
Rasio pelayanan publik tenaga kesehatan juga memberikan sumbangan
cukup besar terhadap perkembangan IPM di Lebak, khususnya peran dokter.
Seperti telah diketahui bahwa dokter merupakan salah satu instrumen utama
tenaga kesehatan. Dokter bertugas memeriksa kesehatan dokter, memberikan
stimulan-stimulan agar pasien memiliki harapan untuk kembali pulih, dan
memberikan resep obat apabila diperlukan. Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan
dokter ini menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan kualitas hidup manusia
di Kabupaten Lebak. Seharusnya tiap puskesmas minimal memiliki satu orang
dokter yang membuka praktek, tetapi pada kenyataannya ada beberapa kecamatan
yang sama sekali tidak tersedia dokter umum. Kebijakan peningkatan penyebaran
jumlah dokter merupakan salah satu hal mutlak yang perlu dilakukan agar mampu
meningkatkan kualitas hidup. Salah satu cara yang telah ditempuh adalah dengan
memberikan beasiswa khusus putra daerah yang berhasil kuliah menjadi
mahasiswa kedokteran di universitas negeri.
Perawat memiliki peranan yang cukup penting dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Rasio perawat untuk wilayah utara terlihat sudah
cukup ideal, namun wilayah selatan masih kekurangan cukup banyak. Menurut
hasil dari analisis pemodelan ekonometrika, penambahan jumlah perawat akan
137
meningkatkan angka IPM, sehinga jumlah perawat secara perlahan harus tetap
diseimbangkan sesuai dengan rasio ideal, khususnya untuk wilayah selatan yang
masih kekurangan banyak perawat di Puskesmas.
Bidan memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Secara sederhana, bidan dapat dikatakan sebagai
perpanjang dari dokter, karena memiliki wewenang yang hampir sama dengan
dokter seperti memberikan resep pengobatan, pengecekan kesehatan dasar dan
membantu persalinan. Peran bidan yang sangat sentral adalah dalam hal
membantu proses persalinan dan memantau perkembangan kesehatan balita.
Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang memiliki angka
kematian ibu dan bayi saat melahirkan. Sebagian besar disebabkan oleh salah
penanganan oleh paraji atau dukun beranak. Proses persalinan kurang steril dan
bersih, peralatan yang digunakan pun masih tradisional dan sangat memungkinkan
terjadinya resiko kematian ibu dan bayi. Untuk meminimalisir hal tersebut,
kebijakan yang diambil adalah dengan menambah bidan desa yang bertugas untuk
menemani proses persalinan oleh paraji dan memberikan pelatihan khusus kepada
paraji tradisional. Karena walau bagaimanapun, tradisi orang di persdesaan tentu
lebih memilih dukun beranak daripada bidan. Alasannya cukup banyak, mulai dari
tradisi yang turun temurun, hingga ongkos ekonomi yang lebih murah dimana
paraji bisa dibayar tanpa dengan uang melainkan bisa juga dengan bahan makanan
sebagai upahnya.
Analisis Keterkaitan Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan terhadap IPM
Dalam pemodelan ekonometrika terkait pengaruh kinerja pelayanan publik
bidang pendidikan terhadap kualitas sumberdaya manusia yang ditunjukan oleh
IPM terdapat beberapa kesimpulan. Pertama, variabel yang berpengaruh positif
ikut meningkatkan IPM adalah rasio gedung SD, rasio gedung SMP, rasio gedung
SMA dan rasio guru SMP dan rasio guru SMA. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa apabila Pemkab Lebak memfokuskan alokasi dana pembangunan kepada
gedung SD, SMP dan SMA serta kuantitas guru SMP dan guru SMA, maka secara
signifikan akan meningkatkan IPM pada tingkat kecamatan yang selanjutnya
meningkatkan IPM kabuipaten. Secara spesifik alokasi pengembangan akan
138
memberikan hasil lebih baiak apabila diberikan kepada kecamatan-kecamatan
yang memang secara infrastruktur dan tenaga pendidikan cenderung rendah.
Hingga tahun 2008, IPM Kabupaten Lebak memang masih berkutat pada
juru kunci di Provinsi Banten yakni 67,1 dan rata-rata lama sekolah hanya 6,2
tahun atau setingkat dengan lulusan sekolah dasar. Kondisi bangunan SD dan
SMP atau yang setingkat di Kabupaten Lebak sekitar 30 persen mengalami
kerusakan yang cukup berat. Selain itu, menurut penuturan Kepala Bidang
Perencanaan Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak, hingga tahun 2010 Lebak
secara keseluruhan masih kekurangan 5.000 guru sekolah dasar. Oleh karena itu,
optimalisasi, perbaikan juga penambahan bangunan SD dan SMP serta
sumberdaya pengajar guru SD dalam fokus pembangunan manusia di Kabupaten
Lebak akan menjadi salah satu faktor penentu dalam peningkatan kualitas
sumberdaya manusia secara simultan dan berkelanjutan selama lima tahun ke
depan.
Kesimpulan kedua, terdapat satu faktor yang menurunkan IPM Kabupaten
Lebak, yakni rasio guru SD. Dampak dari hasil pemodelan ekonometrika tersebut
bukan berarti mengesampingkan faktor tersebut dalam pembangunan bidang
pendidikan. Namun yang perlu diperhatikan bahwa hingga saat ini rata-rata lama
sekolah di Lebak baru 6,2 tahun, sehingga perlu memfokuskan diri dalam
pembangunan pendidikan dasar setingkat SD dan SMP. Selain itu juga, rasio SD
di kecamatan-kecamatan Kabupaten Lebak masih dianggap cukup untuk bisa
memberikan pelayanan terhadap jumlah penduduk di masing-masing kecamatan,
sehingga kebijakan penting yang perlu dipertimbangkan adalah kebijakan
peningkatan kapasitas guru SD.
Terdapat kendala yang cukup memberatkan proses pembangunan
khususnya di daerah-daerah terpencil dan sulit diakses yakni terkait dengan
budaya dan kebiasan masyarakat lokal. Sebagian besar masyarakat lokal belum
sepenuhnya sadar akan pentingnya pendidikan bagi generasi muda. Masyarakat
masih menganggap pendidikan hanya untuk belajar membaca, menulis dan
berhitung saja. Jadi apabila seorang anak sudah bisa membaca, menulis dan
berhitung maka hal itu sudah dianggap cukup. Karena pekerjaan di ladang dan
sawah tidak membutuhkan ijazah sekolah tinggi. Apabila memiliki anak
139
perempuan, maka para orang tua lebih bersedia mengeluarkan uang besar untuk
segera menikahkan putrinya daripada menyekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Akibatnya, pertumbuhan tingkat IPM di Kabupaten Lebak khususnya dalam hal
lama sekolah berjalan lambat dan cukup sulit untuk ditingkatkan.
Pemodelan ekonometrika terkait dengan pengaruh pelayanan publik
kesehatan terhadap kualitas sumberdaya manusia (IPM) memiliki beberapa
indikasi. Pertama, terdapat lima faktor yang berpengaruh signifikan dan
berdampak positif meningkatkan IPM khususnya dalam hal rata-rata lama hidup.
Variabel yang berpengaruh positif tersebut adalah rasio jumlah puskesmas, rasio
rumah sakit, rasio dokter, rasio perawat dan rasio bidan. Di tahun 2008, rata-rata
lama hidup Kabupaten Lebak masih cukup rendah dan di bawah rata-rata, yakni
63,12 tahun. Kondisi ini menjelaskan bahwa kondisi kesehatan masyarakat Lebak
masih rendah karena rendahnya rata-rata lama hidup. Bahkan jumlah gizi buruk di
tahun 2009 hampir menginjak angka 5.000 anak.
Rasio Puskesmas memiliki dampak positif yang cukup besar karena
Puskesmas memiliki peran yang sangat strategis dalam pelayanan kesehatan dasar
di kecamatan. Secara kuantitas, sebenarnya Lebak masih kekurangan Puskesmas.
Dinas Kesehatan Kab. Lebak mengalami kesulitan dalam penambahan jumlah
puskesmas karena penyebaran penduduk yang masih belum merata khususnya di
daerah terpencil, selain itu juga terkendala dengan pegawai tenaga kesehatan yang
memang masih juga kekurangan. Namun Puskesmas yang ada cukup memberikan
hasil yang positif dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, khususnya
dalam hal pelayanan kesehatan ibu dan anak.
Selain puskesmas, faktor pelayanan kesehatan yang sangat menentukan
lainnya adalah rasio jumlah rumah sakit. Pembangunan rumah sakit di Kecamatan
Malingping di tahun 2008 berdampak sangat besar terhadap tingkat kesehatan
masyarakat. Masyarakat wilayah Lebak Selatan yang membutuhkan pelayanan
gawat darurat dan rawat inap tidak lagi harus menempuh jarak hingga lebih dari
100 km menuju rumah sakit umum daerah di Rangkasbitung.
Faktor ketiga dan keempat yang juga berpengaruh positif lainnya adalah
rasio dokter, perawat dan bidan. Posisi dokter jelas sangat diperlukan oleh
masyarakat di Lebak, khususnya wilayah di luar Rangkasbitung. Jumlah dokter di
140
daerah-daerah yang ada masih sangat minim dan perlu tamban yang tidak sedikit.
Padahal praktek dokter umum sangat diperlukan dalam hal peningkatan kesehatan
dan pelayanan penduduk yang menderita penyakit. Selain itu, hal yang cukup
mengagetkan adalaah ternyata di Lebak sama sekali tidak ada dokter spesialis.
Sebagian dokter spesialis yang mengisi praktek di rumah sakit Lebak bukan
berasal dari Lebak, namun daerah luar seperti Serang, Cilegon dan Tangerang.
Selain dokter, faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas
keesehatan masyarakat adalah kedudukan bidan. Posisi bidan sangat sentral
perannya dalam proses persalinan dan pasca persalinan. Program anak sehat pun
kini lebih banyak dipegang oleh bidan, mulai dari imunisasi hingga
pendampingan kesehatan serta gizi balita, sehingga bidan memegang peran yang
sangat penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten
Lebak.
Variabel yang berpengaruh menurunkan kualitas sumberdaya manusia di
Lebak adalah keberadaan Puskesmas Pembantu (Pustu). Saat ini masyarakat lebih
memilih pelayanan puskesmas dibandingkan puskesmas pembantu. Hal ini
disebabkan oleh kelangkapan peralatan dan tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas. Oleh karena itu, inti dari kesimpulan dalam hal pengembangan
kualitas kesehatan, pemerintah sebaiknya mampu memberikan fokus
pembangunan dalam hal ketersediaan dan juga kualitas pelayanan puskesmas dan
rumah sakit. Dalam hal tenaga kesehatan pemerintah perlu memberikan perhatian
khusus pada posisi dokter, perawat dan bidan yang akan memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat.
Apabila sesuai dengan pemodelan ekonometrika, maka kebijakan yang
cukup efektif dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (IPM) adalah
dengan cara meningkatkan rasio belanja untuk dialokasikan pada pembangunan
insfrastruktur pendidikan dan kesehatan. Selain itu, faktor lain yang juga sangat
menentukan adalah peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga pendidikan dan
kesehatan. Agar pembangunan dan pelayanan publik berjalan secara adil dan
pertumbuhan menjadi lebih merata, maka alokasi pembangunan sebaikanya
diberikan kepada kecamatan-kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas dan tenaga
pendidikan –kesehatan rendah, sehingga peningkatan IPM akan dimulai dengan
141
peningkatan kualitas sumberdaya manusia dari pemerataan IPM kecamatan-
kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak.
142
BAB VII
PENGARUH KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA TERHADAP
STRUKTUR EKONOMI DAN DISPARITAS WILAYAH
Kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak menjadi sorotan utama
dalam pembangunan wilayah di era otonomi daerah. Apabila ditinjau
menggunakan indikator IPM, maka kualitas sumberdaya manusia di Lebak masih
tergolong rendah dan di bawah rata-rata Provinsi Banten. Kualitas sumberdaya
manusia ini akan menjadi faktor yang cukup mempengaruhi struktur ekonomi
wilayah di Lebak. Selain struktur ekonomi, pengaruh yang bisa dicoba untuk
diteliti adalah dampaknya terhadap tingkat disparitas wilayah Lebak.
Pengaruh kualitas SDM terhadap struktur ekonomi akan dilihat dari sejauh
mana perkembangan PDRB Kabupaten, pendapatan per kapita dan laju
pertumbuhan ekonomi. Untuk bisa melihat struktur ekonomi secara detail,
khususnya melihat sektor yang menjadi basis ekonomi, maka akan dilakukan
analisis location quotient (LQ), sehingga akan bisa ditemukan sektor mana yang
menjadi basis dan non-basis. Selain itu, penelitian ini juga akan mencoba
menganalisis sejauh mana perkembangan wilayah menggunakan Tipologi
Klassen. Melalui Tipologi Klassen ini akan dilihat perkembangan ekonomi tiap
kecamatan, nantinya akan diketahui kecamatan mana yang memiliki pertumbuhan
cepat atau lambat dan penghasilan tinggi atau rendah.
Setelah dilihat bagaimana kondisi umum struktur ekonomi di Kabupaten
Lebak hingga tingkat kecamatan, maka selanjutnya akan coba dilihat tingkat
disparitas pembangunan. Disparitas ini akan ditinjau dari indeks kemiskinan, yaitu
bertujuan untuk melihat disparitas dari jumlah penduduk miskin. Analisis
disparitas kedua akan menggunakan Indeks Williamson yang dapat
memperlihatkan tingkat disparitas wilayah dari penyebaran PDRB di Lebak.
Selanjutnya akan dianalisis faktor-faktor mana saja yang menyebabkan atau
menjadi sumber disparitas pembangunan di Kabupaten Lebak. Beberapa faktor
yang diestimasi menjadi faktor penyebab disparitas adalah laju pertumbuhan
PDRB, indeks pembangunan manusia, rasio belanja infrastruktur umum, rasio
belanja infrastruktur pendidikan dan rasio belanja infrastruktur kesehatan.
143
7.1 Struktur Ekonomi
Dengan melihat struktur ekonomi suatu wilayah, maka secara eksplisit
akan terlihat keragaan umum perkembangan penduduk secara ekonomi. Melalui
strukutur ekonomi ini juga akan terlihat secara deskriptif struktur pencarian
nafkan penduduk dan juga kondisi maju atau tertinggalnya wilayah berdasarkan
PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi di Lebak juga
seyogyanya mampu meningkatkan mobilitas serta penggerakan potensi dan
sumberdaya domestik atau lokal. Selain itu, pembangunan ekonomi yang ada
harus memberikan ruang yang cukup bagi partisipasi masyarakat luas sehingga
lebih familiar disebut dengan perencanaan pembangunan yang partisipatif untuk
membangun kapasitas sosial dan juga kelembagaan masyarakat. Hal tersebut
diperlukan agar mampu meningkatkan standar hidup minimum masyarakat
Kabupaten Lebak dan demi mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan.
Pembahasan struktur ekonomi dalam penelitian tesis ini akan
menggunakan beberapa indikator yakni PDRB tingkat Kabupaten Lebak,
pendapatan per kapita, laju pertumbuhan ekonomi. PDRB akan menjelaskan
bagaimana ukuran produktivitas wilayah yang merupakan total produksi kotor
dari suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang
diproduksi oleh Kabupaten Lebak dalam periode satu tahun. Indikator kedua
pembangunan yang dibahas adalah pendapatan per kapita. Pendapatan ini akan
menerangkan pendapatan rata-rata yang didapat tiap penduduk per tahunnya. Nilai
pendapatan per kapita ini didapat dengan membagi PDRB Kabupaten Lebak
dengan jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Lebak pada periode satu tahun.
Indikator pertumbuhan ekonomi umumnya didasarkan atas dasar pertumbuhan
PDRB untuk melihat perubahan perekonomian.
Untuk melihat sektor basis dan non basis akan digunakan analisis Location
Quotient (LQ). Selain itu, agar pembahasan lebih komprehensif terkait
ketertinggalan wilayah, maka akan digunakan analisis Tipologi Klassen. Dimana
dengan Tipologi Klassen ini selanjutnya akan ditemukan struktur perekonomian
tingkat kecamatan, sehingga status maju dan tertinggalnya suatu kecamatan akan
ditemukan dari perspektif pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita.
144
7.1.1 PDRB Kabupaten Lebak Tingkat pendapatan (local income) dan jumlah produksi (product accounts) adalah
metode penghitungan yang digunakan untuk menentukan aktivitas perekonomian secara
keseluruhan. Untuk menentukan banyaknya produksi secara keseluruhan (aggregate
output) dalam penghitungan pendapatan di daerah dapat menggunakan metode
perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara garis besar, pertumbuhan PDRB Kabupaten Lebak Tahun 2005- 2009
menunjukan pertumbuhan positif. Pertumbuhan tersebut cukup menggembirakan bagi
Lebak yang tengah berbenah agar segera keluar dari statusnya sebagai kabupaten
tertinggal di Indonesia. Secara lebih jelas, kondisi PDRB Kabupaten Lebak atas harga
berlaku dapat dilihat pada Gambar 21 berikut ini.
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010 Gambar 20 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Lebak Tahun 2005 –
2009 (Jutaan Rupiah)
Perekonomian di Kabupaten Lebak dalam kurun waktu 2005-2009
mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini didorong oleh peningkatan
produktivitas sektor pertanian sebagai sektor dominan dalam perekonomian di
Kabupaten Lebak. Kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran serta
sektor jasa-jasa.
1.869.235 2.001.375 2.192.697 2.381.827 2.506.145
66.44270.314
86.12190.149
95.169
460.063522.676
589.329644.493
673.476
26.96932.755
35.67138.311
41.005
188.336217.252
253.696282.803
294.639
1.105.975
1.239.495
1.398.841
1.630.5221.844.291
397.987
505.813
546.891
645.434
721.927
227.499
252.721
280.442
304.388
326.403
526.671
592.672
645.698
732.009
770.885
4.869.177
5.437.900
6.029.385
6.749.934
7.273.939
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Kontruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan jasa PerusahaanJasa-jasa
Jumlah Total PDRB
145
Untuk melihat struktur perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari
distribusi persentase Nilai Tambah Bruto (NTB) sektoral terhadap PDRB atas
dasar harga berlaku. Dalam kurun waktu 2005-2009 struktur perekonomian
Kabupaten Lebak masih didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusinya
yang berkisar 34%-35%, sedangkan peranan terkecil dipegang oleh sektor listrik,
gas dan air bersih dengan kontribusinya yang hanya berkisar 0,56%-0,57%. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 22.
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010 Gambar 21 Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Lebak Tahun
2005-2009 (Persentase) Dari tabel di atas terlihat bahwa struktur perokonomian Kabupaten Lebak
pada kurun waktu 2005-2009 tidak banyak mengalami pergeseran, masih
didominasi oleh tiga sektor utama yaitu dimulai dari sektor pertanian,
perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa-jasa. Dari ketiga sektor utama
tersebut, sektor pertanian terus mengalami penurunan kontribusi terhadap total
PDRB yang mengindikasikan bahwa di Kabupaten Lebak perlahan namun pasti
telah terjadi pergeseran struktur ekonomi, dimana peran sektor primer mulai
diambil oleh sektor tersier. Hal ini dibuktikan oleh sektor perdagangan, hotel dan
38,39 36,8 36,58 35,29 34,45
1,36 1,35 1,49 1,34 1,31
9,45 9,61 9,76 9,55 9,26
0,55 0,6 0,65 0,57 0,56
3,87 4 4,2 4,19 4,05
22,71 22,79 23,13 24,16 25,35
8,17 9,3 8,89 9,56 9,924,67 4,65 4,6 4,51 4,49
10,82 10,9 10,7 10,84 10,6
0
50
100
150
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Kontruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan
Jasa-jasa
146
restoran, pengangkutan dan komunikasi, serta jasa-jasa yang mengalami trend
kenaikan kontribusi terhadap total PDRB dalam lima tahun terakhir.
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Gambar 22 PDRB Kecamatan atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (Jutaan Rupiah)
Kondisi yang cukup berbeda ditunjukan oleh PDRB Kecamatan pada
rentang tahun 2005-2009. Sebagian besar kecamatan atau sekitar 27 kecamatan
memiliki PDRB berkisar pada angka yang merata antara Rp 100.000.000.000 –
Rp. 300.000.000.000. Akan tetapi terjadi anomali pada satu kecamatan, yakni
Kecamatan Rangkasbitung yang berbeda sendiri dengan memiliki PDRB selama
lima tahun terakhir sebesar Rp. 800.000.000.000 – Rp. 1000.000.000.000.
Perbedaan tingkat PDRB tersebut menunjukan adanya disparitas yang
sangat mencolok antara satu wilayah yang menjadi pusat atau kutub pertumbuhan
dengan wilayah lain dalam satu kabupaten. Walau terjadi disparitas, secara umum
pertumbuhan angka PDRB menunjukan angka yang positif dan terus menaik
dengan sekali mengalami penurunan pada tahun 2008. Penyebab disparitas ini
sebagian besar terjadi penyedotan sumberdaya dari kecamatan-kecamatan
penghasil produk pertanian primer kepada kecamatan yang menjadi tempat
pengolahan atau penjualan. Sehingga nilai tambah dari penjualan produk banyak
terjadi di Kecamatan Rangkasbitung. Pada sisi lainnya, kecamatan penghasil
justru tidak mendapatkan nilai tambah yang besar dalam meningkatkan PDRB
pada level kecamatan.
0,00
200.000,00
400.000,00
600.000,00
800.000,00
1.000.000,00
1.200.000,00
2005 2006 2007 2008 2009
Malingping
Wanasalam
Panggarangan
Bayah
Cilograng
Cibeber
Cijaku
Banjarsari
Cileles
Gunung Kencana
Bojongmanik
Leuwidamar
Muncang
Sobang
Cipanas
Sajira
Cimarga
Cikulur
Warunggunung
Cibadak
Rangkasbitung
Maja
Curugbitung
147
7.1.2 Tenaga Kerja
Pada tahun 2009, jumlah total penduduk di atas 10 tahun yang telah
bekerja adalah sebanyak 473.846 jiwa. Angka ini adalah sepertiga dari jumlah
penduduk total Kabupaten Lebak. Jumlah pengangguran terbuka di tahun 2009
masih cukup tinggi, yakni berkisar pada angka 15 persen. Pengangguran ini lebih
banyak disebabkan oleh pekerjaan tak tetap masyarakat yang tinggal di perdesaan.
Sebagian besar bekerja sebagai buruh tani tak tetap yang menunggu musim tanam
dan panen.
Secara umum, sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak adalah sektor
pertanian. Hal ini sangatlah wajar karena lebih dari 70 persen penduduk masih
tinggal di wilayah perdesaan yang lapangan kerja utama penduduknya berada
pada sektor pertanian dan perikanan. Persentase ini dari tahun ke tahun semakin
menurun proporsinya seiring dengan makin berkembangnya sektor-sektor lain di
luar pertanian.
Sektor utama lainnya yang memberikan kontribusi cukup besar adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran yakni sebesar 16,08. Komoditas yang
mayoritas menjadi bahan dagangan adalah bahan-bahan primer pertanian,
perkebunan dan perikanan. Karena sebagian bahan tersebut masih primer dan
belum mampu diolah semuanya, maka nilai tambah yang diterima pun cenderung
tidak terlalu tinggi, sehingga cukup sulit untuk meningkatkan pendapatan secara
signifikan.
Tabel 36 Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009
Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah Total Persentase Pertanian 254.880 53,68 Pertambangan dan Penggalian 12.518 2,64 Industri Pengolahan 26.147 5,51 Listrik, gas dan air minum 1.339 0,28 Bangunan/konstruksi 21.473 4,52 Perdagangan, hotel dan restoran 76.376 16.08 Angkutan dan Komunikasi 34.697 7,31 Bank dan lembaga keuangan 2.577 0,54 Jasa-jasa 44.839 9,44 Lainnya - - Jumlah Total 473.846 100
Sumber : BPS Kab. Lebak, Tahun 2010
148
7.1.3 Pendapatan per Kapita
Secara garis besar pertumbuhan PDRB Kabupaten Lebak tahun 2005-2009
menunjukan pertumbuhan positif, PDRB perkapita penduduk Lebak pada tahun
2008 mencapai angka 3,01 juta (ADHK) dan 5,78 juta (ADHB), dimana angka ini
terus mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan adanya
perubahan peningkatan kesejahteraan penduduk. Idealnya peningkatan PDRB
perkapita selalu di atas nilai inflasi. Adapun nilai PDRB perkapita selama kurun
waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010 Gambar 23 PDRB Per Kapita atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Lebak Tahun
2005 – 2009
Sama halnya dengan pendapatan per kapita kecamatan yang berada di
Kabupaten Lebak, dalam kurun lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Pada kecamatan yang berada di level bawah di tahun 2005
masih memiliki pendapatan per kapita sekitar Rp. 3.000.000 namun lima tahun
kemudian telah meningkat menjadi hampir menyentuh angka Rp 4.000.000.
Pada level kecamatan tingkat menengah, pendapatan perkapita meningkat
dari Rp. 4.000.000 di tahun 2005 menjadi Rp. 6.000.000 pada tahun 2009.
Peningkatan ini dapat dikatakan cukup baik karena tingkat kesejahteraan
masyarakat pun mengalami peningkatan tajam. Sedangkan untuk kecamatan
dengan tingkat ekonomi tinggi juga mengalami peningkatan yang tidak jauh
berbeda. Dimana pada tahun 2005 sebesar Rp. 6.000.000 menjadi Rp. 8.000.000
lima tahun kemudian (tahun 2009).
4.151.754 4.543.3204.987.323
5.467.9305.778.044
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
2005 2006 2007 2008 2009
149
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Gambar 24 PDRB per Kapita Kecamatan atas Dasar Harga Berlaku 2005-2009 (Rupiah)
7.1.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi
Secara terminologis, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu
ukuran kuantitatif yang menggambarkan suatu perekonomian dalam tahun tertentu
apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mengingat kondisi
perekonomian pasca krisis global yang memicu kondisi perekonomian baik
perekonomian regional, nasional maupun internasional, Pemerintah Kabupaten
Lebak berupaya untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang secara mapan (steady economic growth).
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Lebak Tahun 2005-2009
berada pada kondisi yang fluktuatif akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh
krisis global pada pertengahan tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Lebak mengalami fluktuasi yang ternyata mengarah secara negatif. Selama lima
tahun terakhir, kenaikkan laju pertumbuhan tidak sebanding dengan penurunan
yang terjadi pada tahun sebelumnya. Artinya bahwa kenaikan laju pertumbuhan
ekonomi lebih rendah daripada penurunan laju.
Dari beberapa lapangan usaha, terdapat tiga sektor yang mengalami
penurunan laju selama lima tahun terakhir, yakni sektor listrik, gas dan air bersih,
sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
8.000.000
9.000.000
1 2 3 4 5
Malingping
Wanasalam
Panggarangan
Bayah
Cilograng
Cibeber
Cijaku
Banjarsari
Cileles
Gunung Kencana
Bojongmanik
Leuwidamar
Muncang
Sobang
Cipanas
Sajira
Cimarga
Cikulur
Warunggunung
Cibadak
Rangkasbitung
Maja
Curugbitung
150
Penurunan ini memiliki beberapa alasan yang cukup mendasar yakni imbas dari
krisis global sehingga mayoritas masyarakat menurunkan daya beli dan konsumsi.
Sedangkan dari sisi pengusaha pun ikut menurunkan kapasitas produksinya.
Secara lebih lengkap perkembangan LPE Kabupaten Lebak periode Tahun 2005 –
2009 dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini.
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Gambar 25 Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Harga Berlaku Kabupaten Lebak Tahun 2005-2009 (Persentase)
Pada tingkat kecamatan, laju pertumbuhan ekonomi pun mengalami
perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2005, terdapat beberapa kecamatan
yang mengalami laju pertumbuhan negatif, kecamatan tersebut sebagian besar
adalah kecamatan yang berada di wilayah selatan dan utara Kabupaten Lebak
seperti Panggarangan, Cibeber, Cijaku, Banjarsari, Sajira dan Maja. Di tahun
2006, laju pertumbuhan perekonomian pun masih ada yang negatif yakni Bayah,
Cibeber, Banjarsari, Gunung Kencana, Sajira, Cikulur dan Warunggunung.
Pertumbuhan ekonomi tiap kecamatan secara umum mengalami
pertumbuhan yang konstan, yakni berkisar pada angka 3-5 persen. Namun terjadi
penurunan yang sangat besar di tahun 2008 pada beberapa Kecamatan, yakni
Bojongmanik, Panggarangan, Cijaku, Cipanas dan Rangkasbitung. Keempat
kecamatan di luar Rangkasbitung tersebut mengalami penurunan yang cukup
tinggi karena kecamatan tersebut hanya mengandalkan pertanian primer sebagai
0
5
10
15
20
25
30
35
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan dan Kontruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan
Jasa-jasa
LPE Kabupaten Lebak
151
sumber PDRB-nya, sehingga pada saat ada imbas ekonomi global, pertumbuhan
kecamatan-kecamatan tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis.
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Gambar 26 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (Persentase)
Penurunan pertumbuhan ekonomi karena krisis global ini memang
sangatlah wajar. Karena sangat terkait dengan perdagangan internasional, baik
ekpor maupun impor. Terlebih cukup banyak bahan-bahan baik mentah maupun
jadi yang ada di Indonesia termasuk Lebak berasal dari impor kepada negara luar.
Sedangkan untuk penurunan Kecamatan Rangkasbitung, disebabkan oleh
penurunan kecamatan-kecamatan lain yang menyuplai berbagai sumberdaya
ekonomi. Selain itu juga, karena kondisi politik yang di tahun 2008 tengah terjadi
pergulatan politik pemilihan kepala daerah, sehingga kegiatan perekonomian dan
pembangunan banyak yang tertunda akibat terkonsentrasi pada pesta demokrasi
lokal di Kabupaten Lebak.
7.1.5 Analisis Location Quotient (LQ)
Location Quotient (LQ) adalah suatu metode untuk menghitung
perbandingan relatif sumbangan nilai tambah sebuah sektor di Kabupaten Lebak
terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala Provinsi
Banten. Dengan kata lain, melalui LQ dapat menghitung perbandingan antara
share output sektor-i di kota/kabupaten dan share output sektor-i di provinsi.
Analisis Location Quotient (LQ) di Kabupaten Lebak akan menggunakan data
PDRB Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten tiap sektor atas dasar harga berlaku
tahun 2009. Sehingga akan membandingkan jumlah tenaga kerja per sektor pada
kabupaten dengan provinsi. Secara terperinci, tabulasi data dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 37 Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Lebak Tahun 2009 Berdasarkan PDRB atas Dasar Harga Berlaku per Sektor (Miliar)
No. Jenis Lapangan Usaha Kab Lebak Prov. Banten LQ Peringkat 1 Pertanian 2,506.14 2,553.99 4.73 1 2 Pertambangan dan Penggalian 95.16 438.40 1.04 6 3 Industri Pengolahan 673.47 15,031.25 0.21 8 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 41.00 1,371.85 0.14 9 5 Bangunan dan Kontruksi 294.63 1,232.64 1.15 4 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,844.29 7,316.08 1.21 3 7 Pengangkutan dan Komunikasi 721.92 3,544.35 0.98 7
8 Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan 326.40 1,464.15 1.07 5
9 Jasa-jasa 770.88 2,161.15 1.72 2 Jumlah Total PDRB 7,273.93 35,113.86
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010 7.1.5.1 Analisis Sektor Basis
Berdasarkan hasil perhitungan LQ, maka di Kabupaten Lebak terdapat
enam sektor yang menjadi unggulan atau menjadi sektor basis karena angka LQ
lebih besar dari satu (LQ>1). Hal tersebut menunjukan bahwa Kabupaten Lebak
sebetulnya memiliki potensi besar untuk bisa menjadi kabupaten yang mandiri
secara ekonomi dan finansial, secara spesifik sektor tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Pertanian
Berdasarkan hasil perhitungan LQ PDRB tahun 2009, Kabupaten Lebak
memiliki enam sektor yang menjadi sektor basis. Terlihat bahwa Kabupaten
Lebak masih bergantung banyak pada sektor primer pertanian. Hingga tahun
2009, pertanian merupakan sektor yang paling banyak memberikan kontribusi
terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dilihat dari struktur
perekonomian Kabupaten Lebak, persentase nilai sektor ini sebesar 38 persen,
153
sebagian besar disumbangkan oleh subsektor bahan makanan yang terdiri dari
komoditas padi, palwija dan hortikulura.
Komoditas sektor pertanian terdiri dari tanaman bahan utama atau pangan,
tanaman perkebunan, peternakan dan kehutanan dan perikanan. Tanaman pangan
utama banyak tersebar di hampir seluruh kecamatan di Lebak, hampir 70 persen
sawah yang ada telah dialiri oleh irigasi teknis dan mampu menghasilkan panen
tiga kali dalam setahun. Pada tahun 2009, jumlah produksi padi di Kabupaten
Lebak sebesar 428.524 ton, yang terbagi atas padi sawah sebanyak 401.524 ton
dan padi gogo sebanyak 27.278 ton. Total produksi padi sebanyak 428.524 ton
tersebut setara dengan beras sebanyak 231.402,96 ton, cukup memenuhi
kebutuhan pangan untuk 1.233.905 penduduk Kabupaten Lebak selama 20 bulan
dengan asumsi beras tidak dijual ke luar daerah.
Sedangkan untuk komoditas palawija, yang terdiri dari jagung kedelai
kacang tanah, kacang hijau dan ubi kayu serta ubi jalar, produksi yang tertinggi
ada pada ubi kayu dengan total produksi sebanyak 30.749 Ton. Jagung merupakan
komoditas palawija dengan hasil produksi terbesar kedua dengan total produksi
sebesar 12.286 Ton. Untuk komoditas hortikultura, tiga hasil produksi tertinggi
ada pada tanaman pisang sebesar 112.545,8 Ton, disusul oleh rambutan sebesar
5.276,765 Ton dan durian sebesar 3.319,596 Ton.
Pada tahun 2009 produksi ayam ras pedaging sebanyak 3.476.499 Kg, atau
55% dari total produksi daging Kabupaten Lebak. Produksi tertinggi kedua adalah
ayam buras yaitu sebesar 1.508.408 kg. Untuk produksi telur, pada tahun 2004-
2009 mengalami rata-rata pertumbuhan sebesar 5,7%. Telur ayam buras
memberikan konstribusi terbesar pada tahun 2009 yaitu sebanyak 1.453.715 Kg.
Potensi perikanan di Kabupaten Lebak terdiri atas Perikanan Tangkap dan
Perikanan Budidaya. Perikanan tangkap terbagi atas perikanan tangkap laut dan
perairan umum. Untuk perikanan budidaya dikelompokan menjadi budidaya air
tawar dan budidaya air payau. Pada Tahun 2009 produksi jenis ikan tangkap laut
sebagian besar jenis ikan Cakalang dan Tongkol dengan masing-masing produksi
sebesar 305.455 kg dan 284.810 Kg. Untuk ikan tangkap diperairan umum
produksi terbesar pada jenis ikan tawes sebanyak 10.900 Kg. Sedangkan produksi
154
budidaya ikan pada tahun 2009 produksi terbesar pada jenis ikan mas sebanyak
1.118.436 Kg.
Luas kawasan hutan di Kabupaten Lebak adalah 95.922 Ha atau 31,55 %
dari luas wilayah Kabupaten Lebak. Adapun luas lahan kritis yang masih harus
ditangani seluas 22.206,88 ha. Komoditas kehutanan yang memiliki prospek pasar
yang baik adalah bambu. Luas tanaman bambu pada tahun 2009 tercatat sebesar
2.046,00 ha atau setara dengan 197.858 rumpun/11.169.665 batang. Sedangkan
produksinya sebesar 2.139.800 btg/tahun. Sentra areal bambu terutama terdapat di
kecamatan Cimarga, Sajira dan Cikulur.
Untuk bidang perkebunan, luas areal perkebunan yang ada di wilayah
Kabupaten Lebak adalah 66.783,10 Ha atau 22. 09 % dari luas Kabupaten Lebak,
terdiri dari perkebunan rakyat seluas 51.117,55 ha, perkebunan besar negar seluas
8.879,50 ha dan perkebunan besar swasta seluas 6.786,05 ha. Komoditas
perkebunan yang diusahakan di Kabupaten Lebak sebanyak 15 jenis tanaman,
diantaranya 10 komoditas unggulan utama yaitu : kelapa (12.651,30 ton), karet
8. Anyaman Bambu 2.746 Sajira, Cibeber, Rangkasbitung dan Cibadak
9. Emping Melinjo 281 Warunggunung, Cikulur dan Gunungkencana
10. Sale/Keripik Pisang 2.786 Bayah Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, Tahun 2010
c. Listrik, gas dan air bersih
Sektor listrik, gas dan air bersih terdiri dari tiga sub sektor, yakni sub
sektor listrik, gas kota dan air bersih. Pada tahun 2009, sektor ini memberikan
distribus terhadap PDRB sebesar 41 miliar rupiah. Angka tersebut relatif rendah
apabila dibandingkan dengan kedelapan sektor lainnya yang menjadi sektor utama
pembangunan.
Kondisi terbaru di tahun 2009 tercatat bahwa masih terdapat 45 persen
wilayah yang belum dialiri oleh ketenagalistikan, dengan kata lain baru 55 persen
wilayah yang mampu dialiri listrik. Untuk gas kota, saat ini Lebak belum
menerapkan hal tersebut, karena masih terkendala permasalan teknis dan
penduduk lebih memilih enegi minyak tanah dan kayu bakar. Pelayanan untuk air
bersih masih terbatas wilayah yang berada pada lingkaran Rangkasbitung, baru
ada lima kecamatan yang mampu dilayani oleh PDAM yakni Rangkasbitung,
Cimarga, Cibadak, Kalanganyar dan Warunggunung.
160
7.1.6 Analisis Tipologi Klassen
Tipologi Klassen adalah suatu cara untuk mengetahui gambaran mengenai
pola dan struktur pertumbuhan ekonomi dari masing-masing daerah. Tipologi
Klassen menggunakan data terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per
kapita, sehingga dapat dijelaskan struktur ekonomi suatu wilayah berdasarkan
daerah referensinya.
Tabel 39 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lebak Tahun 2005-2009
Indikator Pembangunan Jumlah LPE Kabupaten Tahun 2005 15,97 % PDRB Kabupaten Tahun 2005 Rp. 4.869.177.000.000 LPE Kabupaten Tahun 2009 7,77 % PDRB Kabupaten Tahun 2009 Rp. 7.273.939.000.000 LPE Rata-rata Kabupaten Tahun 2005-2009 11,672 % PDRB rata-rata Kabupaten Tahun 2005-2009 Rp. 6.072.067.000.000
Sumber : BPS Kabupaten Lebak, Tahun 2010
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Tabel 47, laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Lebak cukup tinggi pada tahun 2005, yakni 15.97 persen,
kemudian turun menjadi 7.77 persen di tahun 2009. Secara rata-rata selama lima
tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi berada pada angka 11.672 persen.
Angka ini menunjukan trend pertumbuhan ekonomi ke arah negatif. Untuk tingkat
kecamatan, secara umum seluruh kecamatan mengalami pertumbuhan ekonomi
yang sangat fluktuatif.
Pada tahun 2005, terdapat dua kecamatan yang laju pertumbuhan ekonomi
dan PDRB-nya di atas rata-rata kabupaten (daerah cepat maju dan cepat tumbuh)
yakni Kecamatan Bayah dan Kecamatan Cileles. Kemudian, Kecamatan Cikulur
adalah kecamatan yang berkembang pesat. Terdapat dua kecamatan maju tapi
tertekan yakni Rangkasbitung dan Wanasalam. Sedangkan 23 kecamatan lainnya
adalah kecamatan yang relatif tertinggal karena memiliki angka laju pertumbuhan
ekonomi dan PDRB kecamatan di bawah rata-rata Kabupaten Lebak. Ilustrasi
persebaran Matriks Klassen kecamatan di Kabupaten Lebak secara jelas dapat
dilihat pada Gambar 28.
161
Tabel 40 PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Lebak tahun 2005-2009
Kondisi ketertinggalan tersebut menunjukan bahwa pembangunan selama
lima tahun terakhir pasca pemberlakuan otonomi daerah di Kabupaten Lebak
belum berjalan dengan baik. Konsep desentralisasi ini tanpa disadari telah menjadi
konsep yang kontraproduktif. Pada satu sisi, demokratisasi memberikan ruang
yang cukup lapang dalam mengembangkan pembangunan yang aspiratif. Namun,
menjadi kontraproduktif terhadap pembangunan wilayah di perdesaan, karena
terbukti selama lima tahun berjalannya pemerintahan, pembangunan cenderung
lamban dan sebagian besar kecamatan berada pada titik ktitis ketertinggalan.
Seharusnya realita ini mampu memberikan dorongan kepada pemerintah untuk
bisa menyelesaikan permasalahan dengan strategi dan kebijakan pembangunan
wilayah yang tepat guna tanpa mengurangi pembangunan yang aspiratif.
Berdasarkan data PDRB kabupaten, maka Kabupaten Lebak masih
didominasi oleh sektor-sektor primer, yakni pertanian. Dimana terlihat bahwa
hingga tahun 2009 sektor pertanian masih memberikan sumbangan terbesar dalam
perekoniman yakni sebesar 34,45 persen dari total PDRB. Sama halnya dengan
analisis LQ, pertanian hingga tahun 2009 masih menjadi sektor basis atau
unggulan, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa-
jasa serta listrik, gas dan air bersih.
166
Namun dominasi sektor pertanian tersebut tidak diikuti oleh
perkembangan perekonomian kecamatan-kecamatan yang sebagian besar atau
sekitar 90 persen berada pada kuadran wilayah tertinggal sesuai dengan Tipologi
Klassen. Ketertinggalan tersebut bisa jadi disebabkan oleh ketergantungan
wilayah terhadap distribusi sektor pertanian primer seperti pertanian. Karena
seperti telah diketahui bahwa sektor primer pertanian tersebut memiliki nilai
tambah yang rendah, sehingga perekonomian cenderung lambat berkembang dan
akhirnya pendapatan masyarakat secara umum pun menjadi rendah. Oleh karena
itu, pembangunan ke depan seharusnya berorientasi pada pembangunan industri
berbasis padat karya. Secara pendapatan mampu meningkatkan penghasilan
daerah, namun tetapi mampu menyerap banyak tenaga kerja.
7.2 Disparitas Pembangunan Wilayah
Disparitas pembangunan adalah tingkat ketimpangan pembangunan suatu
wilayah. Angka disparitas ini akan menggambarkan kondisi keberimbangan suatu
wilayah. Semakin tinggi disparitas, maka semakin tidak berimbangan
pembangunan suatu wilayah, artinya ada satu wilayah yang maju namun ada
wilayah lain yang tertinggal. Salah satu ciri penting dalam pembangunan wilayah
itu sendiri adalah upaya untuk mencapai keberimbangan. Pembangunan yang
berimbang yang dimaksudkan ini adalah terpenuhinya potensi-potensi
pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah/daerah yang
jelas-jelas beragam. Dalam penelitian ini, diambil dua indikator yang diasumsikan
mampu menggambarkan tingkat disparitas pembangunan wilayah, yakni Indeks
Kemiskinan Manusia dan Indeks Williamson.
7.2.1 Indeks Kemiskinan Manusia
Untuk mengukur tingkat kemiskinan di daerah, maka dapat digunakan
suatu garis yang disebut sebagai garis kemiskinan. Garis kemiskinan ini terdiri
dari garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan non-makanan
(GKMN). Tabel 51 akan menunjukan bagaimana perkembangan jumlah,
persentase penduduk miskin dan juga angka garis kemiskinan Kabupaten Lebak
dalam rentang tahun 2005-2008.
167
Tabel 43 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin serta Garis Kemiskinan Tahun 2005-2008
Tahun Jumlah Persen (%) Garis Kemiskinan (Rp.) 2005 141.000 12,29 119,757 2006 172.440 14,55 125,277 2007 181.070 14,43 129,911 2008 156.940 12,05 160,190
Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009
Pada Tabel 51, diperlihatkan bagaimana garis kemiskinan penduduk
Kabupaten Lebak pada tahun 2008 sebesar Rp. 160.190 per kapita per bulan.
Angka ini menunjukan suatu peningkatan yang cukup signifikan dari tahun
sebelumnya yang hanya Rp. 129.911. Sejak tahun 2005, garis kemiskinan di
Kabupaten Lebak cenderung mengalami kenaikan, sama halnya dengan angka
jumlah penduduk miskin yang juga menurun di tahun 2008, walaupun ada
kenaikan dari tahun 2005 hingga 2007. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar
30, 31 dan 32.
Terjadinya peningkatan garis kemiskinan tersebut disebabkan oleh
melonjaknya harga komoditi kebutuhan dasar di tingkat produsen yang relatif
cukup tinggi. Hal itu terlihat dengan meningkatnya angka inflasi Kabupaten
Lebak di tahun 2008 menjadi sebesar 7,58 persen dari tahun sebelumnya yang
hanya 5,70 persen.
Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009
Gambar 29 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008
Inflasi tertinggi terjadi pada sektor angkutan dan telekomunikasi sebesar
12,63 pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2007 yang hanya sebesar 2,48 persen.
141.000 172.440 181.070 156.940
0
50000
100000
150000
200000
2005 2006 2007 2008
168
Setelah itu, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 11,50 persen
dibandingkan pada tahu sebelumnya (2007) yang hanya 7,27 persen.
Tingginya inflasi ini tidak terlepas oleh pengaruh dari kenaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM), baik yang bersubsidi maupun tidak bersubsidi.
Kenaikkan harga BBM tentu saja diikuti oleh sektor yang sebagian besar
menggunakan BBM dalam proses produksinya. Sehingga dampak turunan tidak
langsung tersebut menjadi pemicu meningkatnya angka inflasi di tahun 2008.
Selain itu, penyebab inflasi ini juga bisa saja disebabkan oleh dampak dari krisis
ekonomi global terutama berkaitan dengan harga barang-barang impor atau
barang yang bahan dasar atau suku cadangnya berasal dari impor.
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, Tahun 2009 Gambar 30 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008
Setelah mengetahui besarnya perkiraan batas garis kemiskinan, maka
langkah selanjutnya adalah dapat menghitung jumlah dan persentase penduduk
miskin di Kabupaten lebak, hal tersebut dapat ditunjukkan pada tabel 31. Tabel
tersebut bagaimana menjelaskan perkembangan jumlah penduduk dan persentase
penduduk miskin di Kabupaten Lebak pada rentang tahun 2005-2008.
Pada jangka waktu tahun 2006-2008, penduduk miskin di Kabupaten
Lebak menunjukan penurunan, baik dalam jumlah maupun persentasenya. Bahkan
di tahun 2008 jumlah penduduk miskin mendekati jumlah pada tahun 2005 yang
kemudian kembali mengalami peningkatan pada tahun 2006 karena kenaikan
harga bahan bakar minyak yang cukup tinggi.
12,29
14,55 14,4312,05
02468
10121416
2005 2006 2007 2008
169
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, Tahun 2009
Gambar 31 Angka Garis Kemiskinan Manusia Kabupaten Lebak Tahun 2005-2008
Berbagai usaha pembangunan telah dilakukan oleh Kabupaten Lebak
dalam empat tahun terakhir baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sehingga angka kemiskinan telah menunjukan angka yang semakin menurun. Hal
tersebut terlihat pada tahun 2008 penduduk miskin telah berkurang sebanyak
13,33 persen, dari sebanyak 181.070 menjadi 156.940 penduduk.
Namun demikian, hal yang kini menjadi sorotan utama Kabupaten Lebak
adalah kondisi seluruh kecamatan yang masih berada pada kuadran daerah
tertinggal jika berdasarkan Tipologi Klassen. Menurunnya angka kemiskinan ini
belum tentu menjadi indikator utama meningkatnya kinerja pelayanan publik
pemerintah daerah, tetapi bisa menjadi bumerang bagi pemerintah daerah,
khususnya pembangunan modal manusia yakni pendidikan dan kesehatan. Karena
modal manusia ini adalah suatu pembangunan yang bersifat jangka panjang,
investasi yang baru akan terasa dampaknya setelah 10-20 tahun diberlakukannya
kebijakan.
UNDP (United Nations Development Programme) membentuk Indeks
Kemiskinan Manusia (Human Poverty Index) sebagai tanggapan atas
ketidakpuasan ukuran kemiskinan dengan pendekatan besarnya pendapatan per
hari. Menurut pandangan UNDP, kemiskinan manusia harus diukur dalam satuan
hilangnya tiga hal utama, yakni kehidupan (lebih dari 30 persen penduduk negara-
negara yang paling miskin cenderung hidup kurang dari 40 tahun), pendidikan
dasar (diukur oleh persentase penduduk dewasa yang buta huruf) dan keseluruhan
ketetapan ekonomi (diukur oleh persentase penduduk yang tidak memiliki akses
119.757 125.277 129.911160.190
0
50.000
100.000
150.000
200.000
2005 2006 2007 2008
170
terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih ditambah persentase anak-anak
dibawah umur 5 tahun yang kekurangan berat badan).
Angka IKM menunjukan proporsi penduduk yang secara luas dipengaruhi
oleh hilangnya tiga hal utama yakni daya hidup, ilmu pengetahuan dan ketetapan
ekonomi. Angka IKM yang rendah berarti menunjukan hal yang baik. Rendahnya
IKM, berarti hal itu menunjukan sedikitnya persentase penduduk yang mengalami
kehilangan tiga hal mendasar dalam kehidupan. Sementara sebaliknya, IKM yang
tinggi menunjukan keadaan sebaliknya karena proporsi kehilangan lebih besar.
Indeks ini berlandaskan pada konsep derivasi, dimana kemiskinan dipandang
sebagai akibat tidak tersedianya kesempatan dan pilihan dalam kehidupan.
Pengukuran kemiskinan dari sudut pandang IKM seringkali lebih relevan
dibandingkan dengan kemiskinan dari sudut pandang pendapatan. Sehingga
mampu memberikan perhatian yang lebih fokus pada penyebab kemiskinan dan
secara langsung terkait dengan strategi pemberdayaan dan upaya-upaya lainnya
untuk meningkatkan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kemiskinan dari sudut pandang pendapatan yang dinyatakan dengan
dalam bentuk proporsi penduduk yang hidup di bwah garis kemiskinan (angka
kemiskinan) mengukur derivasi relatif pada standar kehidupan yang sudah
tercapai. Sedangkan IKM mengukur derivasi-derivasi yang dapat menghambat
kesempatan yang dimiliki penduduk untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Oleh karena itu, penggabungan antara kedua ukuran ini akan menghasilkan
gambaran menarik tentang kondisi kemiskinan.
Tabel 52 telah menyajikan komponen IKM Kabupaten Lebak tahun 2002
dan 2008 serta hasil perhitungannya. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa
IKM Kabupaten Lebak tahun 2008 mengalami penurunan dari tahun 2002, yaitu
32,43 persen pada tahun 2002 menjadi 27,09 persen pada tahun 2008. Penurunan
angka IKM ini mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan penduduk
Kabupaten Lebak pada beberapa tahun terakhir.
171
Tabel 44 IKM dan Komponennya Kabupaten lebak Tahun 2002 dan 2008 No. Komponen Ikm Tahun
2002 2008 1 % penduduk < 40 tahun 22.8 20.1 2 Angka Harapan Hidup 61.9 63.1 3 % Buta Huruf Dewasa 9.8 5.9 4 % Penduduk tanpa akses ke air bersih 65.2 54.9 5 % Penduduk tanpa akses ke Fasilitas Kesehatan 52.5 45.6 6 Balita Kurang Gizi 16.5 11
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) 32.43 27.09 Sumber : Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009
Apabila diperhatikan masing-masing indikator pembentuk indeks
komposit IKM, tampak bahwa standar hidup layak masyarakat yang diukur
melalui tiga jenis variabel masih relatif rendah. Hal tersebut ditunjukan dengan
masih tingginya persentase penduduk yang berusia pendek yang meninggal
sebelum usia 40 tahun sebesar 20,1 persen, banyaknya penduduk yang belum
memiliki akses ke fasilitas air bersih sebesar lebih dari setengah penduduk
Kabupaten Lebak (54,9 persen) dan persentase penduduk yang jarak ke fasilitas
kesehatan lebih dari 5 kilometer (km) sebesar 45,6 persen. Namun trend
perkembangan tiap komponen pembentuk IKM dari tahun 2002 dan 2008
memperlihatkan perkembangan yang cukup baik dan menggembirakan, dimana
menandakan pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Lebak
berpengaruh terhadap tingkat kesejahteran penduduknya.
7.2.2 Indeks Williamson
Melalui pengunaan nilai PDRB per kapita, maka dapat diketahui kondisi
ketimpangan atau disparitas dalam suatu wilayah. Nilai PDRB per kapita dapat
digunakan untuk mendeskripsikan ketimpangan wilayah melalui alat berupa
Indeks Williamson. Kriteria pengukuran adalah : semakin besar nilai indeks yang
menunjukan variasi produksi antar wilayah, semakin besar pula tingkat perbedaan
ekonomi dari masing-masing wilayah dengan rata-ratanya, sebaliknya semakin
kecil nilai ini maka menunjukan kemerataan antar wilayah yang baik.
172
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010 Gambar 32 Perkembangan Indeks Williamson Kabupaten Lebak
Tahun 2005-2009
Berdasarkan perhitungan Indeks Williamson, disparitas pembangunan di
Kabupaten Lebak hingga tahun 2009 masih relatif tinggi. Saat terjadi krisis di
tahun 2008, angka disparitas di Kabupaten meningkat sangat tajam, yakni 0,711.
Hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan kondisi wialayah dalam hal ini kecamatan
dalam menanggapi terjadinya krisis akibat dari ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap sektor primer pertanian.
Tingginya angka disparitas Indeks Williamson ini konsisten dengan
kondisi umum wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten lebak. Dimana
pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita kecamatan-kecamatan sebagian besar
jauh di bawah rata-rata kecamatan. Hal itu mengindikasikan terjadinya disparitas
antar wilayah yang cukup mencolok, dimana satu kecamatan jauh tinggi
sedangkan kecamatan lainnya tetap tertinggal di belakang.
Angka disparitas yang tinggi ini dapat dikatakan sangat wajar bagi
kabupaten seperti Kabupaten Lebak. Karena secara geografis, Lebak memiliki
wilayah luas dengan tingkat keragaman wilayah yang sangat variatif. Setiap
wilayah kecamatan dikaruniai sumberdaya berbeda satu dengan lainnya, ada yang
berlimpah sumberdaya baik sumberdaya alami maupun buatan, sedangkan ada
wilayah lainnya yang kekurangan sumberdaya. Luasnya wilayah Lebak menjadi
kendala utama dalam proses pemerataan pembangunan. Kendala ini juga
ditambah dengan rendahnya aksesibilitas, sehingga mesin-mesin pertumbuhan
0,683 0,686
0,695
0,771
0,690
0,62
0,64
0,66
0,68
0,7
0,72
0,74
0,76
0,78
1 2 3 4 52009 2008 2007 2006 2005
173
seperti pemberdayaan masyarakat dalam mengolah sumberdaya pertanian yang
menjadi potensi utama terhambat karena sulitnya transportasi. Akibatnya, biaya
ekonomi dalam proses produksi menjadi sangat tinggi dan mengurangi
keuntungan. Kendala aksesibilitas dan luasnya wilayah ini juga menyebabkan
terbengkalainya wilayah-wilayah yang jaraknya sangat jauh dari ibukota
kabupaten sehingga beberapa wilayah di selatan kurang diperhatikan dan
pertumbuhan pun berjalan lambat.
Faktor lain penyebab disparitas adalah terjadinya pemusatan aktivitas
ekonomi di Rangkasbitung sebagai pusat pemerintahan dimana sektor industri dan
jasa berkembang pesat. Akibatnya terjadi mobilisasi sumberdaya alam maupun
sumberdaya manusia secara besar-besaran dari luar Rangkasbitung menuju
Rangkasbitung.
Penyebab disparitas pembangunan wilayah di Kabupaten Lebak tidak
terlepas oleh pengaruh yang besar dari faktor sosial ekonomi. Faktor sosial seperti
keterampilan, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat yang rendah di luar
Kecamatan Rangkasbitung mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan.
Kemudian rendahnya pendapatan ini menurunkan kualitas kesejahteraan
masyarakat. Pada akhirnya ketiga hal tersebut selamanya menjadi lingkaran setan
yang membuat sebagian besar wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Lebak
semakin tertinggal dan terbelakang.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini menjadi perhatian yang
sangat khusus, baik sebagai objek utama penelitian maupun fokus kebijakan
Pemkab Lebak. Dari sisi kualitas kesehatan, di tahun 2008, angka harapan hidup
sebesar 63,12 tahun, masih di bawah rata-rata Banten yang telah mencapai 64,60
tahun. Indeks kelangsungan hidup pun masuh di bawah rata-rata Banten yang
telah mencapai 66,60, Kabupaten Lebak baru mencapai 63,60.
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia atau human resources
Kabupaten Lebak ini pun dilengkapi dengan rendahnya kualitas pendidikan
masyarakat yang diindikasikan dengan angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah. Angka melek huruf Kabupaten Lebak tahun 2008 adalah 94,10,
sedangkan pada tingkat Provinsi Banten sudah mencapai 95,60. Untuk rata-rata
lama sekolah, Kabupaten Lebak masih jauh di bawah rata-rata yakni 6,20 tahun,
174
sedangkan Provinsin Banten sudah mencapai 8,10 tahun. Tingginya angka rata-
rata lama sekolah Provinsi Banten ini tidak terlepas dari masukan angka yang
tinggi dari kabupaten dan kota yang telah maju seperti Kabupaten dan Kota
Tangerang serta Kota Serang dan Kota Cilegon.
Akibat dari rendahnya tingkat kelangsungan hidup, angka melek huruf dan
rata-rata lama sekolah yang di bawah rata-rata, maka IPM Kabupaten Lebak pun
masih di bahwa banten yakni 67,10 sedangkan Banten itu sendiri sebesar 69,70.
Ketertinggalan IPM pada tingkat kabupaten pun diturunkan pada tingkat
kecamatan, dimana tingkat kualitas kesehatan dan pendidikan kecamatan di luar
Rangkasbitung masih di bawah rata-rata. Pada akhirnya, tingkat sumberdaya
manusia ini kembali mempengaruhi pendapatan per kapita tiap kecamatan dan
tentu saja angka disparitas wilayah di Kabupaten Lebak yang ditunjukan dengan
Indeks Williamson yang tinggi selama lima tahun terakhir (2005-2009).
Tingginya angka Indeks Williamson juga dilengkapi dengan masih
tingginya indeks kemiskinan manusia. Jumlah penduduk miskin suatu wilayah
secara sederhana dapat menjelaskan terjadinya disparitas pada wilayah tersebut.
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lebak Tahun 2009 sebesar 12 persen,
kemudian angka disparitas sesuai dengan Indeks Williamson adalah 0,69.
7.2.3 Analisis Sumber Disparitas
Analisis sumber disparitas di Kabupaten Lebak memiliki beberapa faktor
yang diduga berpengaruh. Pertama adalah pertumbuhan PDRB yang merupakan
indikator tumbuh kembangnya suatu perekonomian. Kedua adalah IPM, dimana
IPM ini menjadi indikator tinggi atau rendahnya kualitas sumberdaya manusia.
Ketiga adalah rasio belanja infrastruktur umum, rasio ini menunjukan bagaimana
sikap pemerintah dalam mengalokasikan dananya untuk pembangunan
infrastruktur umum seperti jalan, jembatan, irigasi, sumberdaya air dan listrik.
Keempat adalah rasio belanja infrastruktur pendidikan yang menunjukan tingkat
belanja pemerintah dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur di bidang
pendidikan seperti gedung-gedung sekolah dan sarana pendukung infrastruktur
pendidikan lainnya. Kelima adalah rasio belanja infrastruktur kesehatan berupa
belanja pembangunan puskesmas, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
175
7.2.3.1 Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan PDRB diduga menjadi salah satu sumber disparitas
pembangunan wilayah di Kabupaten Lebak. Selama kurun waktu tujuh tahun,
pertumbuhan PDRB mengalami angka yang cukup flusktuatif. Angka
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2005, yakni mencapai angka 15,97,
sedangkan angka paling rendah didapat pada tahun 2009, yakni hanya mencapai
77,7 persen. Secara terperinci perkembangan dari tahun ke tahun dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Gambar 33 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Lebak Tahun 2003-2009 (Persentase)
7.2.4 Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat untuk mengukur
pencapaian keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah. Indeks
Pembangunan Manusia adalah indeks komposit yang merupakan rata-rata
gabungan tiga komponen penilai kualitas sumber daya manusia. Jika ketiga
komponen tersebut memiliki kualitas yang baik, maka secara otomatis sumber
daya manusianya memiliki kualitas yang baik pula. Masing-masing indeks dari
komponen IPM memperlihatkan seberapa besar tingkat pencapaian yang telah
dilakukan selama ini di bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Indeks
Pembangunan Manusia dianggap menjadi salah satu penyebab disparitas karena
dianggap mencerminkan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Lebak.
11,61
9,51
15,97
11,61
10,95
11,957,77
02468
1012141618
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
176
Sumberdaya manusia itu sendiri secara jangka panjang menjadi faktor yang
mempengaruhi tingkat kesejahteraan manusia di suatu wilayah.
IPM Kabupaten Lebak pada tahun 2008 mencapai 67,10 yang merupakan
rata-rata dari pencapaian indeks kelangsungan hidup/kesehatan (63,60), indeks
pengetahuan (76,51) dan indeks daya beli (61,30). Hal tersebut berarti pencapaian
pembangunan manusia di Kabupaten Lebak saat ini telah mencapai 67,10 persen
dari nilai maksimal. Dari tiga komponen penyusun IPM, terlihat jelas bahwa
pencapaian tertinggi didapat dari indeks pengetahuan. Indeks daya beli yang
merefleksikan kemampuan ekonomi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
konsumsinya memiliki pencapaian yang paling rendah. Namun rendahnya nilai
indeks daya beli ini memang secara umum juga terjadi di Provinsi Banten.
Dibandingkan pencapaian daerah-daerah lain di Provinsi Banten, IPM
Kabupaten Lebak dapat dikatakan masih tertinggal. IPM Provinsi Banten berada
pada level 69,70 yang berarti kabupaten/kota lain ada yang mencapai IPM di atas
angka 70%. Oleh karena itu masih banyak hal yang perlu dilakukan agar
pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Lebak dapat setara dengan
daerah lain di Provinsi Banten.
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, Tahun 2010
Gambar 34 Grafik Pertumbuhan IPM Kabupaten Lebak Tahun 2002-2008
Bidang pendidikan atau pengetahuan yang terdiri dari angka melek huruf
dan rata-rata lama sekolah mempunyai nilai sebesar 76,51 yang berarti pencapaian
pembangunan bidang pendidikan pada tahun 2008 mencapai 76,51 persen dari
pencapaian yang diharapkan. Sumbangan terbesar indeks komponen pendidikan
0,12
-1,3
0,64 0,660,34
0,090,36
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
177
berasal dari AMH yang mencapai 94,10 sedangkan indeks RLS hanya sebesar
41,33. Untuk sektor kesehatan yang diwakili indeks kelangsungan hidup,
Kabupaten Lebak baru mampu mencapai angka 63,60.
Selama kurun waktu tujuh tahun, perkembangan IPM di Kabupaten Lebak
mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Angka terendah didapat pada tahun 2004
yakni turun sebesar -1,3 poin dari tahun sebelumnya. Namun meningkat kembali
pada tahun 2005 sebesar 0,64. Pada tahun-tahun berikutnya yakni tahun 2005
hingga 2008 IPM Lebak mengalami peningkatan yang cukup baik yakni berturut-
turut sebesar 0,66, 0,34, 0.09 dan 0,36.
7.2.5 Rasio Belanja Infrastruktur Umum
Rasio belanja insfrastruktur umum selama enam tahun terakhir cukup
fluktuatif, namun persentasenya beskisar tidak jauh dari angka 10 persen atau
rasio sebesar 0,1. Jumlah belanja infrastruktur umum pada tahun 2009 yang
tercantum dalam APBD adalah sejumlah Rp. 12.407.069.640 dari total APBD
sebesar Rp. 891.424.808.045. Sehingga rasio belanja infrastruktur umum tahun
2009 sebesar 0,113. Secara terperinci, perkembangan rasio belanja infrastruktur
umum Kabupaten Lebak selama kurun waktu 2003-2009 dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Gambar 35 Grafik Perkembangan Rasio Belanja Infrastruktur Umum Kabupaten Lebak Tahun 2003-2009 (Persentase)
12,412,3
11,2
12,3
11,2
11,411,3
10,5
11,0
11,5
12,0
12,5
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
178
7.2.6 Rasio Belanja Infrastuktur Pendidikan
Rasio belanja infrastruktur pendidikan Pemerintah Kabupaten Lebak
masih belum memberikan belanja yang cukup dalam memenuhi kebutuhan
bangunan pendidikan, dimana pada tahun 2009 saja pemerintah hanya
memberikan 0,4 persen untuk keperluan belanja infrastruktur pendidikan. Hal
tersebut secara terperinci ditunjukan pada gambar di bawah ini yang menerangkan
perkembangan rasio belanja bidang pendidikan Kabupaten Lebak selama kurun
tahun 2003 sampai 2009.
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Gambar 36 Grafik Perkembangan Rasio Belanja Infrastruktur Pendidikan Kabupaten Lebak Tahun 2003-2009 (Persentase)
7.2.7 Rasio Belanja Infrastruktur Kesehatan
Fasilitas kesehatan di Kabupaten Lebak dapat terbilang masih belum
mencukupi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Karena secara
ideal jarak terjauh masyarakat dalam menempuh fasilitas kesehatan adalah 5 km.
selain itu juga ditambah dengan rasio fasilitas kesehatan dan penduduk yang
belum mencapai titik minimum atau memenuhi standar pelayanan minimum.
0,25
0,28 0,31
0,22
0,3
0,38
0,49
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
179
Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
Gambar 37 Grafik Perkembangan Rasio Belanja Infrastruktur Kesehatan Kabupaten Lebak Tahun 2003-2009 (Persentase)
Belum mencukupinya pelayanan tersebut tentu saja berkorelasi positif
dengan jumlah belanja yang dianggarkan pemerintah daerah. Dimana pada tahun
2009 saja rasio belanja untuk infrastruktur pelayanan kesehatan hanya 0,6 persen
dari tital APBD. Perkembangan rasio belanja infrastruktur kesehatan dalam tujuh
tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 38.
7.2.8 Estimasi Sumber-sumber Disparitas Pembangunan wilayah
Dalam pemodelan ekonometrika, terdapat beberapa faktor yang dianggap
menjadi sumber disparitas. Variabel-variabel yang diduga menjadi sumber
disparitas pembangunan wilayah adalah pertumbuhan PDRB (Y), pertumbuhan
IPM, rasio belanja insfrastuktur umum (RBIU), rasio belanja infrastruktur umum,
rasio belanja infrastuktur pendidikan (RBIP) dan rasio belanja infrastuktur
kesehatan (RBIK). Disparitas pembangunan wilayah akan menggunakan indikator
Indeks Williamson yang menunjukan disparitas atau ketimpangan dari sisi
pendapatan penduduk tiap kecamatan di Kabupaten Lebak. Adapun estimasi
pemodelan secara matematis dapat dilihat di bawah ini.
Keterangan : IWt : Indeks Williamson di Kabupaten Lebak pada Tahun ke-t Yt : Pertumbuhan PDRB di Kabupaten Lebak pada Tahun ke-t IPMt : Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Lebak pada Tahun ke-t RBIUt : Rasio Belanja Infrastruktur Umum di Kab. Lebak pada Tahun ke-t RBIPt : Rasio Belanja Infrastruktur Pendidikan di Lebak pada Tahun ke-t RBIKt
Variabel
: Rasio Belanja Infrastruktur Kesehatan di Kab. Lebak pada Tahun ke-t Tabel 45 Analisis Ekonometrik Regresi Berganda Sumber Disparitas
Pembangunan Wilayah di Kabupaten Lebak Koefisien t-stat Prob (t-stat)
Analisis matriks IFE dan EFE dilakukan untuk mengkuantifikasi secara
subjektif faktor-faktor strategis internal dan eksternal. Faktor-faktor strategis
tersebut kemudian diberi rating dan bobot oleh responden yang dianggap memiliki
banyak pengetahuan tentang kondisi pelayanan publik pendidikan dan kesehatan
di Kabupaten Lebak, sehingga alternatif kebijakan diharapkan akan lebih tajam
dan mengenai terhadap permasalahan utama di Kabupaten Lebak.
188
Total skor IFE menurut perhitungan adalah sebesar 2,079. Angka ini
menunjukan bahwa Kabupaten Lebak memiliki kondisi dan kemampuan internal
yang rata-rata dalam memanfaatkan kekuatan dan mengatasi kelemahan. Dengan
kondisi ini Lebak sebetulnya mempunyai potensi yang cukup besar untuk bisa
mengatasi segala kendala yang ada baik dalam hal pengembangan sumberdaya
manusia sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.
Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner dan wawancara yang dilakukan
terhadap stakeholder, maka dapat diketahui beberapa faktor-faktor strategis
internal utama yang berpengaruh di Kabupaten Lebak. Tiga kekuatan utama yang
memiliki nilai tertinggi adalah Kabupaten Lebak memiliki potensi yang cukup
besar dalam sektor pertanian, perikanan dan perkebunan (0,243), terdapat enam
sektor utama yang menjadi sektor basis di Kabupaten Lebak (0,238) dan industri
pengolahan dan perdagangan mulai meningkat aktivitas dan distribusinya
terhadap PDRB (0,191). Pada sisi lainnya, terdapat tiga faktor kelamahan utama
yakni baru terpenuhinya 60 persen wilayah yang telah tersedia energi listrik PLN
(0,148) lalu kemudian disusul oleh tingginya angak disparitas pembangunan
wilayah yang ditunjukan oleh Indeks Wiliamson dan hampir 90 persen wilayah
termasuk ke dalam daerah yang relatif tertinggal (0,137), dan aksesibilitas
transportasi terkendala dengan rusaknya jalan utama (0,122).
Kekuatan internal mengenai Kabupaten Lebak memiliki potensi yang
cukup besar dalam sektor pertanian, perikanan dan perkebunan mendapatkan skor
yang cukup besar sangatlah wajar. Karena hingga tahun 2009, distribusi sektor
pertanian terhadap PDRB masih sangat tinggi, yakni 38 persen. Secara geografis,
kondisi tanah Lebak sangat cocok untuk berbagai pengembangan komoditas
pertanian unggulan, mulai dari tanaman utama, hortikultura hingga tanaman
perkebunan. Selain itu, dalam RPJMD Lebak, pertanian memang telah dijadikan
sebagai salah satu platform pembangunan.
189
Tabel 46 Matriks IFE Pembangunan Wilayah Sumberdaya Manusia Kabupaten Lebak Tahun 2010
No Faktor Strategis Internal
Bobot (A)
Rating (B)
Skor (AxB)
Kekuatan
1 Kabupaten lebak memiliki potensi yang cukup besar dalam sektor pertanian, perikanan dan perkebunan
0.064 3.8 0.2432
2 Adanya beasiswa khusus bagi mahasiswa berprestasi, khususnya mahasiswa kedokteran di universitas negeri
0.069 2.4 0.1656
3 Industri pengolahan dan perdagangan mulai meningkat aktivitas dan distribusinya terhadap PDRB
0.053 3.6 0.1908
4
Terdapat enam sektor utama yang menjadi sektor basis di kabupaten lebak, yakni pertanian, jasa-jasa, perdagangan, bangunan/konstruksi, keuangan, dan pertambangan/penggalian
0.068 3.5 0.238
5 Fokus utama Pemerintah daerah Kabupaten Lebak dalam bidang pendidikan dan kesehatan tercantum dalam RPJMD
0.058 2.3 0.1334
Kelemahan
1 IPM Kabupaten Lebak masih di bawah rata-rata Provinsi Banten 0.052 2 0.104
2
Kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan dan kesehatan yang belum memenuhi standar pelayanan minimal seperti guru, dokter, bidan dan perawat
0.057 1.8 0.1026
3 Fasilitas Bangunan sektor pendidikan dan kesehatan belum memberikan pelayanan yang optimal
0.064 1.6 0.1024
4 Belum terpenuhinya sarana-prasarana pendukung kegiatan belajar dan pelayanan kesehatan
0.078 1.3 0.1014
5 Aksesibilitas transportasi terkendala dengan rusaknya jalan utama 0.061 2 0.122
6 Baru 60 persen wilayah yang telah tersedia energi listrik (PLN) 0.087 1.7 0.1479
7
Tingginya angka disparitas Pembangunan wilayah yang ditunjukan oleh Indeks Williamson dan 90 persen wilayah termasuk ke dalam daerah yang relatif tertinggal
0.076 1.8 0.1368
8 Tingginya angka kemiskinan yang ditunjukan oleh Indeks Kemiskinan Manusia 0.065 1.2 0.078
9 Rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap performance pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan
0.063 1.9 0.1197
10 Rendahnya pendapatan per kapita penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi 0.085 1.1 0.0935
Total Keseluruhan 1 2.0793 Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2010
190
Dalam perhitungan IFE ini, Lebak memiliki paling banyak kelemahan,
dimana yang sebetulnya menjadi dalah satu permasalah yang cukup pelik adalah
rendahnya angka IPM Lebak. Dari tahun ke tahun IPM Lebak selalu tertinggal
dan hampir dipastikan menempati posisi juru kunci apabila dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya di Provinsi Banten. Rendahnya IPM ini pun menempati
posisi kelima dalam perhitungan matriks IFE, hal tersebut menunjukan bahwa
pembangunan sumberdaya manusia di Lebak memang belum berjalan
sebagaimana mestinya. Pelayanan baik dari sisi fasilitas bangunan maupun
aparatur publik yang memberikan pelayanan masih belum memberikan pelayanan
yang optimal, sehingga kualitas sumberdaya manusia di Lebak cenderung
tertinggal dari wilayah lain.
Kondisi yang cukup memprihatinkan tentu saja tingginya angka
kemiskinan yang ditunjukan oleh Indeks Kemiskinan Manusia. Hingga tahun
2008, jumlah penduduk miskin masih di atas 10 persen. Penilaian kuesioner pun
menempatkan faktor ini sebagai kelemahan yang menempati posisi terakhir. Hal
ini menunjukan bahwa pemerintah masih belum serius dalam menangani
permasalahan penduduk miskin. Selain itu, kondisi ini juga mencitrakan bahwa
pendapatan masyarakat masih cukup rendah dan belum tersedianya lapangan
pekerjaan baru yang mampu menyerap banyak tenaga kerja, sehingga pada
akhirnya akan mampu menekan jumlah penduduk miskin.
Kekuatan internal yang memiliki skor terkecil menurut matriks IFE adalah
fokus utama Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dalam bidang pendidikan dan
kesehatan. Kekuatan internal ini pada dasarnya merupakan kekuatan utama karena
terkait dengan kebijakan pemerintah yang mendukung program peningkatan
kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu pemerintah daerah seharusnya
kembali mefokuskan diri dalam mengembangkan sumberdaya manusia agar
secara jangka panjang akan meningkatkan tingkat kesejahteraan. Implemetasi
kebijakan dalam RPJMD tentu saja akan menjadi solusi konstruktif dalam
peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang terlihat dalam IPM Kabupaten