BAB VIMATERIALITAS, RISIKO, DAN STRATEGI AUDIT AWAL
Pada bab 5 telah di jelaskan tentang dua laban pertama dalam
perancanaan audit, yaitu (I) mendapatkan pemabaman mengeai bisnis
klien dan industry, dan (2) melakukan prosedur analitis, dalam bab
ini akan di babas tiga labapan perencanaan audit berikutnya,
pertama-tama akan dibabas tentang konsep materialitas dalam
auditing dan factor-faktor yang perlu di pertimbangkan oleh auditor
dalam melakukan pertimbangan awal tentang variabel yang penting
ini. Selanjutnya akan dibabas tentang risiko audit beserta ulasan
tentang tiga komponen risiko. Pada bagian akhir bab ini akan kita
babas pula tentang alternative strategi audit yang bias digunakan
dalam perencanaan audit atas asersi-asersi spesifik laporan
keuangan.
TUJUAN PENGAJARAN
Setelah selesai mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu untuk
:1. Menyebutkan definisi konsep materialitas yang digunakan dalam
auditing.2. Menerangkan bagaimana auditor membiat penetapan awal
tentang materialitas pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat
saldo rekening.3. Menjelasakan hubungan antara materialitas denga
bukti audit.4. Menjelaskan arti penting konsep risiko serta ketiga
komponennya.5. Menjelaskan hubungan antara risiko audit dengan
bukti audit. 6. Menjelaskan hubungan antara materialitas. Risiko
audit, dan bukti audit7. Membedakan dua alternative strategi audit
awal yang bias digunakan untuk perancanaan audit.
MATERIALITASMaterialitas mendasari penerapan standar uditing,
terutama yang berkaitan dengan penerapan standar pekerjaan lapangan
dan standar pelaporan. Oleh karena itu materialitas merupakan
factor yang sangat penting dalam suatu audit atas laporan keuangan.
PSA No. 25, risiko audit dan meterialitas dalam melaksanakan audit
(SA 312. 08) menyatakan bahwa auditor harus mempertimbangkan
materialitas dalam (a) merencanakan audit dan merancang prosedur
audit, dan (b) mengevakuasi apakah laporan keuangan secara
keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
sesuai dengan prinsip akutansi yang berlaku umum. Arti konsep ini
dan relevansinya terhadap perencanaan audit akan dibahas di bawah
ini.
KONSEP MATERIALITAS Financial Accounting Standard Board (FASB)
mendefinasiakan materialitas sebagai :Besarnya suatu pembilangan
atau salah saji informasi akutansi yang, dipandang dari
keadaan-keadaan yang melengkapinya, memungkinkan pertimbangan yang
dilakukan oleh orang yang mengandalkan pada informasi menjadi
berubah atau dipengaruhi oleh pembilangan atau salah saji
tersebut.Definisi diatas mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan (1) keadaan-keadaan yang berhubungan dengan satuan
usaha (perusahan klien), dan (2) informasi yang diperlukan oleh
mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah
diaudit. Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan
keuangan suatu perusahan tertentu, mungkin tidak material bagi
laproran keuangan perusaham lain yang berbeda ukuran atau sufatnya.
Selain itu, apa yang material bagi laporan keuangan suatu perusahan
, bias beruba dari period eke periode. Oleh karena itu, auditor
misalnya dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas untuk
rekening-rekening modal kerja (working capital account) pada sebuah
perusahan yang hanmpir bangkrut harus lebih rendah bila
dibandingkan dengan materialitas yang memiliki risiko lancar 4 : 1.
Dalam pertimbangan informasi yang diperlukan bagi pemakai laporan
keuangan, hendaknya dilandasi dengan asumi yang tepat, misalnya
bahwa pemakai laporan keuangan adalah investor-investor yang
memahami informasi keuangan.PERTIMBANGAN AWAL MATERIALITAS Auditor
membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan audit. Pertimbangan ini, sering disebut materialitas
yang direncanakan, pada akhirnya mungkin bias menjadi berbeda
dengan tingkat materialitas yang digunakan dalam pengambilan
keputusan audit ketika auditor mengevaluasi hasil temuan. Karena
(1) keadaan-keadaan yang melengkapi mungkin berubah, dan (2)
tambahan informasi tentang klien yang diperoleh selama audit
berlansung. Sebagai contoh, klien kita mendapat tambahan dana yang
diperlukan untuk mampu melangsungkan kegiatan usahanya yang
diragukan auditor ketika dulu audit direncanakan , dan hasil audit
member penegasan bahwa kemampuan perusahaan untuk melunasi
hutang-hutang jangka pendeknya telah berubah secara sugnifikan
selama audit berlansung. Dalam keadaan semacam itu, tingkat
materialitas yang digunakan untuk mengevluasi temuan-temuan audit
bias menjadi lebih tinggi dari pada materialitas yang
direncanakan.Dalam melaksanakan suatu audit, auditor harus
mempertimbangkan materialitas pada dua tingkatan, yaitu: Tingkat
laporan keuangan karena pendapat auditor mengenai kewajaran
mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan. Tingkat saldo
rekening karena auditor melakuka ferivikasi atas saldo-saldo
rekening untuk dapat memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai
kewajaran laporan keuangan.Factor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam membuat pertimbangan awal tentang materialitas pada setiap
tingkatan akan dijelaskan pada bagian berikut.MATERIALITAS PADA
TINGKAT LAPORAN KEUANGAN Materialitas laporan keuangan adalah
besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu laporan
keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan
menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip
akutansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji
diakibatkan oleh prinsip akutansi secara keliru, tidak sesuai
dengan fakta, atau karena hilangnya informasi penting.Dalam
merencanakan audit, auditor bias menggunakan lebih dari satu
tingkatan materialitas terhadap laporan keuangan, dan setiap jenis
laporan keuangan bias memiliki beberapa tingkatan materialitas.
Untuk laporan rugi-laba, materialitas bias dihubungkan dengan total
pendapatan, laba kotor operasi, laba sebelum pajak, atau laba
bersih. Untuk neraca, materialitas bisa didasarkan pada total
aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau ekuitas pemegang
saham.Dalam membuat pertimbangan awal tentang materialitas, auditor
menentukan tingkat materialitas awal keseluruhan untuk setiap jenis
laporan keuangan. Sebagai contoh, auditor menaksirbahwa kekeliruan
sebesar Rp1.000.000.00 untuk laporan rugi-laba dan Rp.2.000.000.00
untuk neraca dipandang material,dalam hal ini tidaklah tepat
apabila auditor menggunakan materialitas neraca dalam perencanaan
audit karena apabila salah saji neraca sebesar Rp2.000.000.00
mempengaruhi rugi laba, maka laporan rugi-laba akan salah saji
material. Untuk tujuan perencanaan, auditor harus menggunakan
perkembangan awal mengenai tingkat material denga suatu cara yang
diharapkan, dalam keterbatasan yang melekat pada proses audit,
dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan
yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material.
Audit biasanya menggunakan salah saji terkecil yang dapat dianggap
material untuk salah satu laporan keuangan. Aturan pengambilan
keputusan ini dilakukan karena (1) laporan keuangan saling
berhubungan, dan (2) seagian besar prosedur audit berhubungan
dengan lebih dari satu jenis laporan keuangan. Sebagai contoh,
prosedur auditing untuk menentukan apakah penjualan kredit yang
terjadi pada akhir tahun telah dicatat pada periode yang tepat,
akan memberikan bukti baik bagi piutang dagang (neraca) maupun
untuk penjualan (laporan rugi-laba).Pertimbangan awal editor
tentang materialitas sering dibuat antara enam sampai senbilan
bulan sebelum tanggal neraca. Oleh karena itu pertimbangan awal
sering dibuat berdasarkan data interim yang kemudian ditaksir untuk
data setahun. Alternative lain, pertimbangan awal bias juga
berdasarkan laporan keuangan dari tahun atau tahun-tahun Yang lalu
yang disesuaikan dengan perubahan-perubahan pada tahun tahun
berjalan, seperti miasalnya kondisi umum perekonomian dan
industry.Pertimbangan materialitas menyangkut baik pertimbangan
kuantitatif maupun kualitatif.Pedoman kuantitatifPada saat ini
tidak ada standar akuntansi ataupun standar auditing yang berisi
pedoman tentang pengukuran materialitas secara kuantitatif. Contoh
berikut ini adalah pedoman yang sering digunakan oleh kantor-kantor
akuntansi dalam praktik: 5% sampai 10% dari labah bersih (10% untuk
labah bersih kecil, dan 5% untuk yang lebih besar) 1/2% sampai 1%
dari total aktiva. 1% dari modal. 1/2% sampai 1% dari pendapatan
kantor Presentase yang berbeda beda berdasarkan total aktiva atau
pendapatan, mana yang lebih besar.
Pertimbangan kualitatifPertimbangan kualitatif berhubungan
dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara
kuantitatif tidak material, bias menjadi material secara
kualitatif. Hal ini terjadi, misalnya apabila suatu salah saji
berhubungan dengan ketidak besaran atau tindakan melawan hokum oleh
klien. Ditemukannya hal demikian dalam audit, akan berakibat
auditor menarik kesimpulan bahwa terdapat risiko signifikan sebagai
tanbahan atas risiko untuk salah saji yang sama tetapi tidak
berhubungan dengan ketidak besaran atau tindakan melawan hukum. SA
312.13 menyatakan bahwa walau editor harus waspad terhadap salah
saji yang mungkin maerial secara kualitatif, pada umumnya tidaklah
parktis untuk merangsang prosedur pendeteksinya.MATERIALITAS PADA
TINGKAT SALDO REKENINGMaterialitas saldo rekening adalah minimum
salah saji yang bias ada pada suatu saldo rekening yang dipandang
sebagai salah saji material. Salah saji sampai tingkat tersebut
disebut salah saji bias diterima. Konsep materialitas pada tingkat
saldo rekening hendaknya tidak dicampuradukan dengan istilah saldo
rekening yang material. Perlu dipahami bahwa saldo rekening yang
material menunjukan besarnya saldo sebuah rekening yang tercatat
dalam pembukuan, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan
jumlah salah saji yang bias berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan oleh pemakai laporan keuangan. Saldo rekening yang
tercatat pada pembukuan disebut material bila saldo tersebut
menggambarkan batas atas waktu jumlah dan diatas jumlah itu
rekening tersebut bisa terlalu tinggi (overstated). Namun demikian,
tidak ada batasa mengenai jumlah suatu rekening bersaldo sangat
kecil untuk bias menjadi terlalu rendah (understated). Oleh karena
itu perlu dipahami bahwa bias terjadi suatu rekening yang
keliatannya memiliki saldo tidak material, sebenarnya telah
dilaporkan terlalu rendah yang melebihi materialitas. Dalam membuat
pertimbangan tentang materialitas pada tingkat saldo rekening,
auditor harus mempertimbangkan hubungannya dengan materialitas
laporan keuangan. Pertimbanga ini akan membantu auditor dalam
merencanakan audit untuk mendeteksi salah saji yang secara
individual tidak material, tetapi sebagai kumpulan dengan salah
saji dalam rekening yang lain, bias menjadi material ditinjau dari
laporan keuangan sebagai keseluruhan.
PENGALOKASIAN MATERIALITAS LAPORAN KEUANGAN KE REKENING-REKENING
Apabila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan
keuangan dikuantifikasi, maka taksiran awal materialitas ntuk
setiap rekening bias diperoleh dengan mengalokasikan materialitas
laporan keuangan ke masing-masing rekening. Pengelokasian bisa
dilakukan baik pada rekening-rekening niraca maupun
rekening-rekening rugi-laba. Namun, mengingat bahwa sebagian besar
salah saji pada rekening rugi-laba juga berpengaruh pada neraca,
dank area rekening neraca biasanya lebih sedikit, maka auditor
umumnya melakukan alokasih berdasarkan rekening-rekening
neraca.Dalam melakukan pengalokaisian, auditor harus
mempertimbangkan (1) kemungkinan salah saji dalam rekeng, dan (2)
biaya yang mungkn diperlukan untuk memriksa suatu rekening. Sabagai
contoh, salah saji lebih mungkin terjadi pada persediaan
dibandingkan dengan aktiva tetap, dan biasanya audit persediaan
lebih memakai biaya dari pada audit terhadap aktiva tetap.
RekeningSaldo%
KasPiutang dagangPersediaanAktiva tetapRp
500.0001.500.0003.000.0005.000.000Rp. 10.000.0005153050100
Aditor menduka terdapat sedikit salah saji dalam kas dan aktiva
tetap dan semua salah saji dalam piutang dagang dan persediaan.
Berdasarkan pengalaman di masa lalu dengan klien, auditor
memperkirakan bahwa kas dan aktiva tetap hanya sedikit memakan
biaya untuk pemeriksaannya di banbingkan dengan rekening lainnya.
Dengan asumsi bahwa taksiran awal materialitas laporan keuangan
adalah 1% dari total aktiva Rp 1.000.000.00, maka auditor bisa
membuat dua rencana pengalokasian sebagai berikut
Pengalokasian materialitas
RekeningRencana A%Rencana B%
KasRp 5.000.005Rp 2.000.002
Piutang dagang15.000.001518.000.0018
Persediaan 30.000.003050.000.0050
Aktiva tetap50.000.005030.000.0030
TotalRp 1.000.000.00100Rp 100.000.00100
Dalam rencana A, materialitas telah di alokasikan secara
proporsional kie tiap rekening tanpa mempertimbangkan salah saji
yang di perkirakan ataupun biaya pemeriksaannya. Dalam rencana B,
pengalokasian materialitas lebih besar diberikan pada piutang dan
persediaan karena di perkirakan memiliki salah saji lebih besar dan
biaya pendeteksinyta juga besar. Oleh karena itu, jumlah bukti yang
diperlukan untuk rekening- rekening ini juga lebih sedikit
(bandingkan dengan rencana A) karena terdapat hubungan terbalik
antara materialitas saldo rekening dengan bukti. Sebagai akibatnya,
auditor menetapkan proporsi lebih besar dari total salah saji yang
di perkirakan pada rekening- rekening tersebut yangbiaya
pendeteksian salah sajinya lebih mahal. Meskipun pengalokasian
materialitas untuk kas dan aktiva tetap yang lebih kecil
menyebabkan bertambahnya jumlah bukti yang di perlukan untuk
rekening- rekening tersebut ( bandingkan rencana A), namun karena
biaya pendeteksiannnya rendah, maka secara keseluruhan tetap akan
lebih hemat.Pengalokasian taksiran awal materialitas bisa direvisi
sejalan dengan perkembangan pekerjaan lapangan. Sebagai contoh,
dalam rencana B, jika setelah dilakukan audit atas piutang,
maksimum salah saji dalam rekening tersebut diperkirakan Rp
8000.00, maka kelebihannya yang tidak terpakai sebesar Rp 10.000.00
dari rekening tersebut dapat direalokasi ke persediaan.Meskipun
dalam contoh di atas pengalokasian materialitas laporan keuangan
kerekening-rekening terkesan dilakukan dengan perhitungan yang
pasti,namun dalam praktik analisis terakhir dari proses ini sangat
tergantung pada pertimbangan subyektif Si auditor.HUBUNGAN ANTARA
MATERIAREALITAS DENGAN BUKTI AUDITSeperti telah di sebutkan pada
bab 4,materialitas adlah salah satu factor yang berpengaruh
terhadap pertimbangan auditor tentang kecukupan ( jumlah yang di
butuhkan ) bukti audit. Dalam melakukan generalisasi tentang
hubungan ini,perbedaan antara pengertian matrerialitas dengan saldo
rekening materialI harus selalu diperhatikan. sebagai contoh,
memang benar di katakana bahwa semakin rendah tingkat
materialitas,semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan ( hubungan
terbalik ). Hal ini sama saja mengatakan bahwa kita harus mengambil
bukti lebih banya untuk mendapatkan keyakinan memadai bahwa setiap
salah Sali dalam saldo persediaantidak lebih dari Rp 100.000,00,
dibandingkan dengan bila kita ingin mendapat keyakinan bahwasalah
sajinya tidak lebih dari Rp 200.000,00. Selain itu, benar pula
untuk dikatakan bahwa semakin besar ataw lebih signifikan saldo
suatu rekening, akan lebih banyak juga jumlah bukti yang diperlukan
( berhubungan langsung). Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa
bukti untuk persediaan dibutuhkan lebih banyak bila rekening
tersebutmencerminkan 30% dari total aktiva, di bandingkan dengan
jika hanya 10%.RISIKO AUDITDalam merencanakan audit, auditor harus
juga mempertimbangkan risiko audit. SA312.02 merumuskan risiko
audit sebagai berikut: Risiko audit adalah risiko yang terjadi
dalam hal auditor tanpa disadari tidak memodifikasikan pendapatnya
sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung
salah saji material. Semkain besar keinginan auditor untuk
menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang
akan bisa ia terima. Apabila keyakinan 99% benar ia inginkan, maka
hanya 1% risiko audit yang akan ia terima. Demkan pula, jika 95%,
benar ia pandang memuaskan, maka risisko auditnya adalah 5%.
Auditor sebaiknya memilih untuk menetapkan risiko audit pada
tingkat yang rendah, apabila ia mengaudit perusahaan publik yang
banyak pemakai laporan keuangan dan laporan auditnya, dibandingkan
denga perusahaan privat yang sedikit pemakai laprannya. Selain itu,
auditor sebaiknya juga menetapkan risiko audit yang rendah, jika ia
mengaudit perusahaaan yang diperkirakan buruk keadaan keuangannya,
dibandingkan dengan perusahaan yang sehat keuangannya. Auditor
memberikan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan atas
dasr bukti yang ia peroleh melalui pemeriksaan atas asersi-asersi
yang berhubungan dengan setiap ssaldo rekening atau kelompok
transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo rekening sehingga pada waktu menyimpulkan hasil
audit, risiko audit dalam menyatakan pe4ndapat tentang laporan
keuangan sebagai keseluruhan akan memililki risiko pada tingkat
yang rendah. KOMPONEN-KOMPONEN RISDIKO AUDITRisiko audit terdiri
dari tiga komponen, yaitu risiko bawahan( inherent risk), risiko
pengendalian ( control risk), dan risiko deteksi ( detection risk).
Berikut ini akan dibahas masing-masing risiko tersebut.
Risiko bawaan Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo
rekening atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji yang
material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian intern yang terkait.Perhitungan tentang
risiko bawaan membutuhkan pertimbangan tetang berbagai hal yang
bisa berpengaruh terhadap asersi- asersi dari semua atau banyak
rekening dan hal-hal yang berhubungan hanya dengan asersi-asersi
untuk rekening tertentu. Contoh hal-hal yang bisa berpengaruh pada
berbagai rekening adalah: Profitabilitas perusahaan klien
dibandingkan dengan industry. Sensitive tidaknya hasil operasi
terhadap factor- factor ekonomi. Masalah-masalah yang berkaitan
dengan kemampuan melanjutkan usaha, seperti misalnya kecukupan
modal kerja. Sifat, penyebab, dan jumlah salah saji yang diketahui
atau mungkin terjadi, yang terdeteksi pada audit tahun lalu.
Perputaran (turnover) manajemen, reputasi, dan kemampuan akutansi.
Pengaruh perkembangan tehnologi tehadap operasi perusahaan dan
kemampuan bersaing. Contoh hal-hal ynag hanya berpengaruh pada
rekening tertentu: Tingkat kesulitan dalam mengaudit rekening atau
transaksi. Keterkaitan dengan persoalan akuntansi yang rumit dan
menjadi bahan perdebatan. Ketentuan terhadap kemungkinan terjadinya
kesalahan. Kompleksitas perhitungan. Kebutuhan akan pertimbangan
yang berhubungan dengan asersi-asersi. Sensitivitas penilaian
terhadap factor-faktor ekonomi. Sifat penyebab, dan jumlah salah
saji yang diketahui atau mungkin terjadi yang terdeteksi pada audit
tahun lalu.
Risiko bawaan bisa lebih besar untuk beberapa asersi
dibandingkan dengan untuk aseri lainnya. Contoh, asersi keberadaan
atau keterjadian untuk kas lebih rentan terhadap salah saji melalui
penyelahgunaan atau penyelewengan, dibandikan dengan sersi yang
sama untuk aktiva tetap. Demikian pula, asersi penilaian atau
pengalokasian untuk aktiva sawa guan (leased asset) lebih rentan
terhadap salah saji berhubung dengan perhitungan-perhitungannya
cukup kompleks. Dibandingkan dengan asersi yang sama untuk
akumulasi sepresiasi yang dilakukan dengan metode garis lurus yang
sederhana.Risiko bawaan merupakan factor independen terhadap audit
laporan keuangan. Ini berarti bahwa auditor tidak dapat mengubah
tingkat sesungguhnya (actual level) dari risiko bawaan pada tingkat
yang sesuai dengan memilih tinggkat maksimum. Hal ini dilakukan
auditor apabila ia berkesimpulan bahwa yang diperlukan untuk
mengefaluasi risiko bawaan untuk sesuatu asersi, lebih besar dari
pengurangn prosedur audit potensial yang bisa diperoleh dari
penggunaan tingkat risiko yang lebih rendah.Auditor biasanya
melakukan risiko bawaan terutama pada tahap perencanaan audit.
Risiko pengendalianRisiko pengendalian adalah risiko bahwa salah
satu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi
tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur
pengendalian intern suatu usaha.Risiko pengen dalian adalah fungsi
dari keefektifan kebijakan dan prosedur struktur pengendalian
tntern klien. Keefektifan pengendalian intern atas suatu asersi
akan mengurangi risiko pengendalian , sebeliknya kertidakefektifan
pengendalian intern akan meningkat risiko pengendalian. Risiko
pengendalian tidak akan pernah mencapai nol, karena pengendalian
intern tidak bisa menjamin sepenuhnya bahwa semua salah saji
material akan dapat dicegah atau dideteksi. Sebagai contoh,
pengendalian bisa menjadi tidak efektif pada saat-saat tertentu
karena kesalahan.Seperti halnya risiko bawaan, tingkat risiko
pengendalian sesungguhnya tidak bisa diubah olleh auditor. Namun
demikia, auditor bisa mengubah tingkat risiko pengendalian yang
ditetapkan dengan modifikasi (1) prosedur-prosedur yang digunakan
untuk mendapat pemahaman mengenai struktur pengendalian intern yang
berhubungan dengan asersi-asersi, dan (2) prosedur-prosedur yang
digunakan untuk melakukan pengujian pengendalian. Prosedur-prosedur
ini aka dibahas secara mendalam pada bab 7 dan bab 8. Pada umumnya
kedua prosedur tersebut digunakan secara ebih ekstensif, apabila
auditor ingin mendapat pendukung untuk tingkat risiko pengendalian
yang lebih randah.Biasanya auditor menetapkan perhitungan tingkat
risiko pengendalian direncanakan untuk setiap asesri laporan
keuangan pada tahap perencanaan audit. Tingkat risiko direncenakan
didasarkan pada asumsi tentang keefektifan rncangan dan operasi
bagian yang relevan dari struktur pengendalian intern klien. Dalam
penugasan ulangan, tingkat risiko direncanakan biasanya didasarkan
pada informasi yang diperoleh dalam kertas kerja tahun
lalu.penrhitungan tingkat risiko pengendalian sesungguhnya.
Ditentukan kemudian untuk setiap asersi berdasarkan bukti yang
diperoleh dari studi dan evaluasi ekstruktur pengendalian intern
klien selama pekerjaan interim dalam tahap pengujian audit tahun
pelajaran. Risiko deteksiRisikodeteksi adalah risiko bahwa auditor
tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam
suatu asersi.Risiko deteksi adalah suatu fungsi dari keefektifan
prosedur auditing dan penerapannya oleh auditor. Berbeda dengan
risiko bawaan dan risiko pengendalian tingkat risiko deteksi
sesungguhnya. Bisa diubah oleh auditor dengan memodifikasi sifat,
saat, dan luas pengujian substansif yang dilakukan untuk setiap
asersi. Sebagai contoh, penggunaan prosedur yang lebih efektif akan
mengahasilkan tingkat risiko dieteksi yang lebih randah
dibandingkan dengan pemakaian prosedur yang kurang efektif.
Demikian pula, pengujian subtantif yang dilakukan pada tanggal atau
mendekati tanggal neraca, akan menghasilkan risiko deteksi lebih
rendah dibandingkan dengan pengujian subtantif yang dilakukan pada
periode interim. Contoh lain, penggunaan sampel yang lebih besar
akan mengakibatkan risiko deteksi lebih rendah, dibandingkan dengan
sampel yang lebih kecil.Dalam menentukan risiko deteksi, auditor
juga harus memperhitungkan kemungkinan bahwa ia melakukan
kesalahan, seperti misalnya salah menerapkan prosedur akuntansi
atau salah dalam mengiterpresikan bukti yang diperoleh. Aspek
risiko deteksi ini dapat dikurang melalui perencanaan yang memadai
dan supervisi yang tepat serta melalui penerapan stadar
pengendalian mutu. Dalam tahap perencanaan audit, tingkat risiko
deteksi direncanakan yang dapat diterima ditentukan untuk setiap
bagian sigfnifikan dengan menerapkan model risiko audit yang
menghubungkan kompenen-kompenen risiko audit seperti diterangkan
dalam bagian berikut. Tingkat risiko deteksi yang direncanakan
apabila diperlukan bisa diubah kemudian, berdasarkan bukti yang
dikumpulkan tentang efektifitas pengendalian intern.Ringkasan
tentang kompoen-komponen risiko audit dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Saah saji material dalam laporan keuangan dengan pendapatan
wajar tanpa pengecualian dalam laporan auditor
RISIKO AUDIT
Salah saji material yang tetap tak terdeksi dalam asersi-asersi
individual
RISIKO DETEKSISalah saji bisa dideteksi oleh produseer audit
yang digunakan auditor
Prosedur-prosedur auditor untuk memeriksa asersi-asersi
RISIKO PENGENDALIANSalah saji material tidak dapat dicegah atau
didetaksi oleh struktur pengendalian intern klien
Salah saji bisa dicegah atau dideteksi oleh struktur
pengendalian intern klien
Struktur pengendalian intern klien
Kerentanan asersi-asersi individual terhadap salah saji
material
RISIKO BAWAAN
HUBUGAN ANTARA KOMPONEN-KOMPONEN RISIKOUntuk suatu tingkat
risiko audit tertentu, terhadap hubangan terbalik antara tingkat
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan untuk
suatu asersi, dengan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima
auditor untuk asersi tersebut. Artinya, semakin rendah risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan, semakin tinggi
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Risiko bawaa dan risiko
pengendalian berhubungan erat dengan keadaan klien, sedangkan
risiko deteksi dapat dikendalikan (controllable) oleh auditor,
seperti telah di terangkan diatas oleh karena itu, auditor akan
mengandalikan risiko audit dengan cara menyesuaikan risiko deteksi
sesuai dengan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang
diperhitungkan. Didalam menghubungkan komponen-komponen risiko
audit, auditor bisa menyatakan setiap komponen dalam bentuk
kuantitatif (misalnya dalam bentuk presentase) atau non-kantitatif
(sangat rendah, moderat, tinggi, dan sangat tinggi). Dalam hal ini,
pemahaman tentang hubungan yang dinyatakan dalam model risiko audit
sangat penting dalam menentukan tingkat risiko deteksi direncanakan
yang dapat diterima. Model risiko auditModel risiko audit
menyatakan hubungan antara komponen-komponen risiko audit sebagai
berikut :RA = RB x RDDalam model diatas symbol-simbol berarti
sebagai berikut :RA = Risiko auditRB = Risiko bawaanRP = Risiko
pengendalian Rd = Risiko deteksiUntuk menggambarkan penggunaan
model diatas, misalkan auditor telah membuat perhitungan risiko
berikut untuk suatu asersi tertentu, seperti misalnya asersi
penilaian atau pengalokasian atas persediaan:RB = 50%RP=
50%Misalkan auditor telah menetapkan risiko audit (RA) keseluruhan
sebesar 5% risiko deteksi dapat ditentukan dengan menggunakan model
untuk RD sebagai berikut :RD = RA/(RB x RP)`= 0,05/(0,5 x 0,5)=
20%Apabila auditor memutuskan bahwa RB tidak dapat dikuantifikasi,
atau bila usaha melakukan untuk melakukan itu akan melebihi manfaat
tercapainya perhitungan risiko yang lebih rendah, maka auditor
biasanya akan mengambil sikap konservatif yaitu dengan menetapkan
risiko bawaan pada tingkat maksimum (100%). Dalam situasi demikian,
dengan asumsi factor-faktor lain dalam contoh yang lalu tetap, maka
model akan menghasilkan RD sebesar 10% [yaitu: 0,05/(1,0 x 0,5)].
Apabila auditor juga memperhitungkan RP pada tingkat maksimum, maka
RD akan menjadi 5% [yaitu: 0,5/(1,0 x 1,0)].Jika model risiko audit
digunakan dalam tahap perencanaan untuk menentukan risiko deteksi
direncanakan untuk suatu asersi, RP didasarkan pada perhitungan
tingkat risiko pengendalian direncanakan. Apabila kemidian
ditentukan bahwa perhitungan tingkat risiko pengendalian
sesungguhnya berbeda dari tingkat risiko direncanakan, maka model
dapat diteraokan kembali dengan menggunakan perhitungan tingkat
risiko sesungguhnya untuk RP risiko deteksi yang telah direvisi
selanjutnya digunakan untuk menyelasaikan rancangan pengujian
subtantif.Dalam praktik, banyak auditor tidak berusaha untuk
mengkuantifikasi setiap komponen risiko, sehingga tidak memunkinkan
untuk secara matematis menggunakan model risiko. Namun demikian,
walaupun tidak diselesaikan dengan cara matematis, pemahaman
tentang model tersebut akan membuat hubungan berikut menjadi jelas
yaitu:Pada suatu tingkat risiko pengendalian dipertimbangkan, akan
semakin rendah tingkat risiko pengendalian diperhitungkan, akan
semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.Matrix
komponen-komponen risikoPara auditor yang mengunakan pernyataan
risiko secara nonkuantitatif, biasanya menggunakan matrix komponen
risiko seperti Nampak pada gambar 6-2 untuk menghubungkan
komponen-komponen risiko. Dengan mempelajari matrix tersebut akan
Nampak kesamaan dengan model risiko yang dibicarakan di atas, yaitu
bahwa tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berhubungan
terbalik dengan perhitungan risiko bawaan dan risiko pengendalian.
Sebagai contoh, matrix menunjukan bahwa apabila risiko bawaan
diperhitungkan tinggi dan risiko pengendalian moderat, maka tingkat
risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah.Matrix ini
didasarkan pada asumi bahwa risiko audit dibatasi pada tingkat
rendah, matrix ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk menentukan
risiko deteksi pada tingkatan risiko audit yang lain.Perhitungan
risiko bawaanPerhitungan risiko pengendalian
MaksimumTinggiModeratRendah
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk mencapai risiko
audit rendah
MaksimumTinggiModeratRendahSangat RendahSangat
RendahRendahRendahSangat
RendahRendahRendahModeratRendahRendahModeratTinggiRendahModeratTinggi*
RISIKO AUDIT PADA TINGKAT LAPORAN KEUANGAN DAN SALDO
REKENINGAuditor merumuskan tingkat risiko audit keseluruhan bagi
laporan keuangan sebagai keseluruhan. Pada umumnya, tingkat risiko
yang sama diterapkan pula pada setiap saldo rekening dan semua
asersi yang berkaitan. Apabila auditor akan menggunakan tingkat
risiko yang berbeda untuk rekening dan asersi-asersinya, dewasa ini
belum ada cara yang berlaku umum untuk menggabungkan hasilnya guna
menentukan tingkat risiko audit keseluruhan yang dicapai untuk
laporan keuangan sebagai keseluruhan.Sebaliknya, tingkat risiko
bawaan dan risiko pengendalian yang diperhitungkan, dan tingkat
risiko deteksi yang bisa diterima, dapat ditentukan secara
berbeda-beda untuk setiap rekening dan asersi. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, auditor tidak dapat mengendalikan tingkat
risiko bawaan dan tingkat risiko deteksi, dan dengan sengaja
menetapkan secara berbeda tingkat risiko komponen-komponen lainya,
agar risiko auditnya tetap. Jadi, penetapan tingkat risiko bawaan,
pengendalian, dan deteksi menyangkut masing-masiang asersi pada
tingkat saldo rekening, bukan pada laporan keuangan sebagai
keseluruhan.
HUBUNGAN ANTARA RISIKO AUDIT DENGAN BUKTI AUDITSeperti halnya
materialitas, risiko yang juga disinggung pada bab 4, merupakan
salah satu factor yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang
kecukupan bukti. Untuk membuat generalisasi tentang hubungan ini,
kita harus hati-hati dalam merumuskan istilah risiko yang akan
dibuat generalisasinya. Terdapat hubungan terbalik antara risiko
audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat
pendapat auditor atas laporan keuangan. Artinya, untuk klien
tertentu , semakin rendah tingakat risiko audit yang ingin dicapai,
semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan untuk membatasi tingkat
risiko deteksi pada tingkat tersebut. Sebaliknya, risiko bawaan dan
risiko pengendalian mempunyai hubungan lansung dengan jumlah bukti
yang diperlukan. Bukti yang diperlukan semakin sedikit apabila
risikonya redah karena dalam situasi demikian risiko deteksinya
dapat menjadi tinggi.Namun demikian, perlu diingat bahwa menurut
standar audit, auditor tidak bisa dibenarkan untuk menetapkan
risiko bawaan dan risiko pengendalian sedemikian rendah sehingga
tidak diperlukan lagi untuk melakukan pengujian subtantif untuk
seluruh asersi yang berkenaan dengan suatu rekening. Betapapun
setidaknya, sejumlah bukti tetap harus di peroleh melalui pengujian
subtantif untuk setiap saldo rekening yang signifikan, meskipun
tidak harus untuk setiap asersi yang berhubungan dengan rekening
tersebut.
HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, DAN BUKTI
AUDITDiatas telah dijelaskan bahwa terdapat hubungan terbalik
antara materialitas dengan bukti audit, dan terdapat hubungan
terbalik antara risiko audit dengan bukti audit. Gambar 6-3
melukiskan hubungan antara ketiga konsep tersebut. Dalam gambar ini
kita akan mempertahakan agar risiko audit tetap, dan apabila kita
menurukan tingkat materialitas, sementara bukti audit tetap,
ataupun apabila kita ingin mengurangi risiko audit, maka kita bisa
melakukan salah satu dari hal-hal berikiut: (1) meningkatkan
tingkat materialitas, sementara bukti audit tetap, (2) menaikan
bukti audit, sementara tingkat materialitas tetap, atau (3)
melakukan sedikit kenaikan pada jumlah bukti audit dan pada tingkat
materialitas.
Hubungan antara materialitas, resiko audit, dan bukti audit
BUKTI AUDITRESIKO AUDITTINGKATMATERIALITAS
STRATEGI AUDIT AWALTujua akhir perencanaan dan pelaksanaan audit
adalah mengurangi risiko audit yang dilakukan auditor pada tingkat
rendah yang sesuai untuk mendukung suatu pendapat apakah laporan
keuangan disajikan secara wajar didalam segala hal yang material.
Hal ini dicapai dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti yang
berhubungan dengan asersi-asersi dalam laporan keuangan yang
disusun oleh manajemen.Mengingat adanya saling hubungan antara
bukti, materialitas, komponen-komponen risiko audit seperti telah
direncanakan diatas,maka auditor bisa memilih strategi audit awal
dalam perencanaan audit atau masing-masing asersi atau kelompok
asersi. Pada pembahasan berikut, akan diterangkan tentang
komponen-komponen strategi audit awal, dan dua alternative
strategi, serta penerapanya pada kelompok transaksi dan
siklus-siklus.
KOMPONEN-KOMPONEN STRATEGI AUDIT AWALDalam mengembangkan
strategi audit awal untuk asersi-asersi, auditor merumuskan empat
komponen sebagai berikut: Penetapan tingkat risiko pengendalian
direcanakan Luasnya pemahaman atas struktur pengendalian intern
yang harus dicapai. Pengujian pengendalian yang akan dilakuakan
dalam penetapan risiko pengandalian Tingkat pengujian subtantif
direncanakan yang akan dilakukan untuk mengurangi risiko audit pada
tingkat rendah yang sesuai.
Strategi Audit Awal Untuk Asersi-Asersi Material Laporan
Keuangan
PENDEKATANPENDEKATANRESIKO PENG-RESIKO PENG-ENDALIAN STRATEGI
AUDITENDALIAN DITETAPKANDITETAPKANMAKSIMUMLEBIH RENDAHTINGKAT
RESIKO PENGEDALIAN DIRENCANAKANMAX TINGGI MODERAT RENDAH1
LUAS PEMAHAMAN ATASSTRUKTUR PENGENDALIAN INTERNPENGUJIAN
PENDELAIANTINGKATPENGUJIAN SUBSTANSIDIRENCANAKAN324
BIAYA KESELURUHAN PROSEDUR
Suatu stragi audit awal tidak merinci spesivikasi prosedur audit
yang harus dilakukan dalam melakukan audit.stragi ini mencerminkan
pertimbangan awal auditor tentang pendekatan audit dan didasarkan
pada asumsi-asumsi tertentu mengenai pelaksanaan audit. Sabagai
contoh, dalam audit pertama kali komponen-komponen strategi audit
biasanya tidak mencakup pengujian pengendalian tertentu dan
pengujian substatif yang akan dilakukan, melainkan hanya kesimpulan
samantara tentang penekanan yang harus dilakukan terhadap dua
kelompok pengujian tersebut. Dalam audit ulangan, penentuan
kompone-kompoen ini mencakup kesimpulan sementara auditor bahwa
pengujian pengendalian dan pengujian subtantif yang digunakan pada
periode yang lalu akan dapat digunakan juga pada tahun ini.
Keputusan mengenai hal ini dilakukan sejalan dengan perkembangan
audit.Cara begaimana auditor merumuskan keempat komponen strartegi
audit akan diuraikan untuk dua alternatif strategi audit pada
bagian berikut. Kedua strategi tersebut adalah pendekatan tingkat
risiko pengandalian ditetapkan maksimum (primaliry substatif
approach) dan pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan
lebih rendah (lower assessed level of control risk approach).
Srategi-strategi tersebut merupakan dua kemungkinan strategi yang
masing-masing memiliki spesifikasi yang berbeda untuk setiap
komponen yang telah di sebutkan diatas. Gambar 6-4 melukiskan
tinjauan tentang spesifikasi yang berbeda untuk komponen pertama
dan berbagai tingkat penekanan yang diberikan pada ketiga komponen
lainya pada kedua strategi alternatif. Bagian paling bawa dari
gambar tersebut melukiskan tentang penghematan biaya potensial dari
kedua pendekata tersebut.
PENDEKATAN TINGKAT RISIKO PENGENDAIAN DITETAPKAN MAKSIMUMDalam
pendakatan ini, auditor menetapkan komponen-komponen strategi audit
sbagai berikut: Menggunakan perhitungan tingkat risiko pengendalian
direncanakan yang maksimum (atau sedikit dibawa maksimum).
Merencanakan untuk mendapatkan pemahaman minimum atas struktur
pengendalian intern yang relevan. Merencanakan untuk hanya sedikit
melakukan pengujian pengendalian (atau bahkan sama sekali tidak
melakukan pengujian pengendalian). Merencanakan untuk melakukan
pengujan substantif yang ekstensif berdasarkan tingkat risiko
deteksi direncanakan yang dapat diterima yang rendah. Auditor bisa
menggunakan pendekatan ini, apabila ia telah mengetahui dari awal,
mingkin dari pengalaman yang lalu dengan klien yang bersangkutan
atau dari tahap perencanaan sebelumnya, bahwa tidak ada
pengendalian yang berhubungan dengan asersi-asersi atau
pengendaliannya tidak efektif. Strategi ini juga dipilih, apabila
auditor menyimpulkan bahwa biaya untuk melaksanakan tambahan
prosedur untuk mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian
intern dan pengujian pengendalian untuk mendukung perhitungan
tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah akan lebih besar
dibandangkan dengan biaya yang perlukan untuk melakukan pengujian
substantif yangf lebih ekstensif. Keadaan tersebut bersangkutan
dengan esersi-esersi untuk rekening-rekening yang terutama
dipengaruhi oleh : (1) transaksi-transaksi yang jarang terjadi atau
(2) jurnal penyesuaian. Sebagai contoh, esersi yang berhubungan
dengan transaksi yang jarang terjadi, misalnya esersi-esersi yang
berhubungan dengan aktiva tetap, utang obligasi, dan modal saham.
Contoh aseri yang kedua, adalah asersi-asersi yang berhubungan
akumulasi depresias, utang biaya, atau pendapatan masih diterima.
Pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan maksimum ini
biasanya lebih tepat digunakan dalam audit pertama dibandingkan
dengan audit ulangan.
PENDEKATAN TINGKAT RISIKO PENGENDALIAN DITETAPKAN LEBIH
RENDAHDalam pendekatan ini, auditor menetapkan komponen-komponen
strategi audit sebagai berikut: Menggunakan perhitungan tingkat
risiko pengendalian direncanakan yang moderat atau rendah.
Merencanakan untuk mendapat pehaman yang mendalam tentang struktur
pengendalia intern yang relevan. Merencanakan untuk melakuan
pengujian dan pengendalian yang ekstesif. Merencanakan untuk
membatasi pengujian substantif berdasarkan tingkat risiko deteksi
direncanakan yang dapat diterima yang moderat atau tinggi.Auditor
bisa menggunakan strategi ini, apabila ia berkeyakinan bahwa
pengedalian yang berhubungan dengan asersi-asersi telah dirancang
dengan baik dan berjalan dengan efektif. Selain itu auditor yakin
bahwa biaya untuk melaksanakan prosedur yang lebih ekstensif untuk
mendapat pemahaman tentang struktur pengendalian intern dan
pengujian pengendalian masih lebih rendah dibandingkan dengan
penghematan biaya sebagai akibat adanya pengurangan dalam
pelaksanaan pengujian substantive. Hal ini terutama sering terjadi
pada asersi yang berhubungan dengan rekening-rekening yang
terpengaruh oleh transaksi rutin yang tinggi volumenya, sperti
misalnya penjualan, piutang dagang, persediaan, dan gaji pegawai.
Pendekatan ini juga baik digunakan untuklebih banyak asersi pada
audit ulangan bandingkan dengan audit pertama kali.
HUBUNGAN ANTARA STRATEGI DENGAN SIKLUS TRANSAKSI Strategi
seperti telah diuraikan diatas, tidak dimaksudkan untuk diterapkan
sebagai pendekatan pada keseluruhan audit, melainkan hanya sebagai
pendekatan alternatif untuk mengaudit asersi secara individual.
Dalam praktik, masing-masing pendekatan digunakan untuk s4ejumlah
asersi.Namun demikian sering kali strategi diterapkan pada
sekelompok asersi yang terpengaruh oleh suatu kelompok transaksi
dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah karena banyak
pengendalian intern difokuskan pada pengolahan satu tipe transaksi
dalam satu siklus. Meskipun kantor-kantor akuntan publik
menggunakan nama berbeda-beda untuk kelompok-kelompok transaksi dan
siklus dan bahkan kadang-kadang berbeda pula dalam mengelompokan
transaksi yang dimasukan kedalam suatu siklus, namun pengelompokan
berikut ini banyak digunakan dalam praktik :
SikluskelompokPendapatanpenjualan, penerimaan kas, dan
penyesuaian penjualan Pengeluaranpembelian dan pengeluaran kas Jasa
personilpenggajian Produksi manufakturInvestasiinvestasi jangka
pendek dan jangka panjang Keuanganutang jangka panjang dan modal
sahamContoh berikut ini melukiskan bagaimana kerangka
pengelompokkan transaksi ini di kerja dalam perencanaan dan
pengorganisasian audit. Dua rekening yang hamper selalu memiliki
pengaruh signifikan atas laporan keuangan adalah penjualan dalam
laporan rugi-laba dan piutang dagang dalam neraca. Kedua rekening
inilah yang antara lain biasanya diidentifikasi sebagai siklus
pendapatan. Saldo rekening penjualan dan piutang dagang brtambah
dengan adanya transaksi penjualan yang sering kali sangat banyak
jumlahnya. Oleh karena itu, asersi keberadaan atau ketrjadian pada
kedua rekening tersebut dipengaruhi oleh asersi keberadaan atau
keterjadian kelompok transaksi, yaitu penjualan. Oleh karena saldo
piuatang dagang juga dipengaruhi oleh transaksi-transaksi
penerimaan kas dan penyesuaian penjualan, selain oleh transaksi
penjualan maka ekspektasi auditor tentan efektifitas pengendalian
atas ketiga kelompok transaksi harus sipertimbangkan dalam
mengembangkan stragi awal audit untuk asersi-asersi piutang
dagang.Dalam tiga beb berikut, akan dibahas secara lebih rinci
tentang bagaimana auditor menerapkan pendakatan tingkat risiko
pengendalian ditetapkan maksimum dan pendekatan tingkat risiko
pengendalian ditetapkan lebih redah untuk perencanaan dan
pengorganisasian audit dalam kerangka siklus transaksi. Bab 7 akan
membahas tentang bagaimana auditor mendapatkan pemahaman tentang
struktur pengendalian intern pada masing-masing pendekatan yang
telah dibahas diatas. Bab 8 menguraikan tentang metodologi untuk
pengujian pengendalian dan memperhitungkan risiko pengendalian pada
masing-masing pendekatan. Kedua bab tersebut menekankan pada
pengumpulan informasi da perhitungan risiko pengendalian untuk
kelompok-kelompok transaksi. Bab 8 juga menerangkan bagaiman
informasi yang diperoleh untuk kelompok transaksi digunakan dalam
penetapan risiko pengendalian untuk asersi-asersi saldo rekening.
Bab 9 menjelaskan bagaimana pada akhirnya penetapan tersebut
mempengaruhi penentuan risiko deteksi dan merancang pengujian
substantif.
RINGKASANTiga komponen penting dalam perencanaan audit adalah
membuat pertimbangan awal tentang tingkat materialitas,
mempertimbangkan risiko audit, dan menetapkan strategi audit.
Materialitas harus dipertimbangkan baik untuk tingkat laporan
keuangan maupun pada tingkat saldo rekening dan bisa dinyatakan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Tingkat materialitas
mempunyai hubungan terbalik dengan sejumlah bukti yang
diperlukan.Risiko audit terdiri dari tiga komponen. Risiko bawaan
dan risiko pengendalian berada diluar control auditor dan hanya
ditetapkan oleh auditor. Risiko deteksi berhubungan terbalik dengan
komponen risiko audit lainya. Auditor menetapkan risiko audit pada
tingkat rendah yang sesuai dengan mengendalikan risiko deteksi
seperti halnya materialitas, risiko audit bisa dinyatakan baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, dan mempunyai hubungan
terbalik dengan sejumlah bukti yang diperlukan.Untuk asersi-asersi
laporan keuangan yang signifikan bisa ditetapkan strategi audit
yang berbeda. ada dua strategi audit yang dikenal dalam literature
auditing yaitu pendekatan tingkat risiko pengendalian ditetapkan
maksimum (primaliry subtantive approach) dan pendekatan tingkat
risiko pengendalian ditetapkan lebih rendah (the lower assessed
level of control risk approach).