BAB V UPAYA PENANGANAN KASUS PEOPLE SMUGGLING OLEH SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA DAN AUSTRALIAN FEDERAL POLICE PERIODE 2015-2017 Dalam bab V peneliti menjelaskan upaya penanganan kasus People Smuggling yang dilakukan oleh Sekretariat NCB-INTERPOL dan Australian Federal Police (AFP) periode 2015-2017 dan menganalisis upaya-upaya tersebut dengan menggunakan teori Neo-Fungsionalisme khususnya dalam konsep transnational cooperation dan konsep National Interest 5.1 Upaya-Upaya Penanganan People Smuggling Pada bab sebelumnya peneliti telah memaparkan kasus-kasus tindak kejahatan People Smuggling yang telah berhasil ditangani oleh kedua belah pihak meskipun masih ada pelaku yang dalam tahap pencarian pada periode 2015-2017 yaitu kasus tindak kejahatan People Smuggling yang dilakukan oleh jaringan Kapten Bram dan Jaringan Saleh. Adapun dengan berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti bersama salah satu pegawai Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia, beliau mengatakan penanganan kasus tindak kejahatan People Smuggling pada periode waktu 2015-2017 terlihat pada pertemuan Bali Process dan bilateral meeting 1 yang rutin dilakukan setiap tahunnya selain penanganan ini juga tak lepas dari bantuan pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling yang ikut memberikan informasi terkini terkait perkembangan kasus dan saran penanganan. Data-data penanganan tersebut juga peneliti dapatkan dari wawancara terhadap salah satu petugas AFP melalui WhatsApp yang mana menyampaikan bahwa data yang diberikan oleh Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling kurang lebih sama dengan data yang dimiliki 1 Dari bilateral meeting yang dilaksanakan, pihak Indonesia telah memberikan tugas kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Polri sebagai pimpinan delegasi Indonesia.
19
Embed
BAB V UPAYA PENANGANAN KASUS PEOPLE SMUGGLING OLEH ... · oleh pihak AFP karena dibentuk sesuai dengan kejadian di lapangan selama upaya penanganannya2 dan berikut peneliti akan paparkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB V
UPAYA PENANGANAN KASUS PEOPLE SMUGGLING OLEH
SEKRETARIAT NCB-INTERPOL INDONESIA DAN AUSTRALIAN
FEDERAL POLICE PERIODE 2015-2017
Dalam bab V peneliti menjelaskan upaya penanganan kasus People
Smuggling yang dilakukan oleh Sekretariat NCB-INTERPOL dan Australian
Federal Police (AFP) periode 2015-2017 dan menganalisis upaya-upaya tersebut
dengan menggunakan teori Neo-Fungsionalisme khususnya dalam konsep
transnational cooperation dan konsep National Interest
5.1 Upaya-Upaya Penanganan People Smuggling
Pada bab sebelumnya peneliti telah memaparkan kasus-kasus tindak
kejahatan People Smuggling yang telah berhasil ditangani oleh kedua belah pihak
meskipun masih ada pelaku yang dalam tahap pencarian pada periode 2015-2017
yaitu kasus tindak kejahatan People Smuggling yang dilakukan oleh jaringan
Kapten Bram dan Jaringan Saleh. Adapun dengan berdasarkan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti bersama salah satu pegawai Sekretariat NCB-INTERPOL
Indonesia, beliau mengatakan penanganan kasus tindak kejahatan People
Smuggling pada periode waktu 2015-2017 terlihat pada pertemuan Bali Process dan
bilateral meeting1 yang rutin dilakukan setiap tahunnya selain penanganan ini juga
tak lepas dari bantuan pihak Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak
Pidana Umum Sub Direktorat III Unit People Smuggling yang ikut memberikan
informasi terkini terkait perkembangan kasus dan saran penanganan. Data-data
penanganan tersebut juga peneliti dapatkan dari wawancara terhadap salah satu
petugas AFP melalui WhatsApp yang mana menyampaikan bahwa data yang
diberikan oleh Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Sub
Direktorat III Unit People Smuggling kurang lebih sama dengan data yang dimiliki
1Dari bilateral meeting yang dilaksanakan, pihak Indonesia telah memberikan tugas kepada
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri sebagai pimpinan delegasi Indonesia.
oleh pihak AFP karena dibentuk sesuai dengan kejadian di lapangan selama upaya
penanganannya2 dan berikut peneliti akan paparkan beberapa butir upaya-upaya
penanganan People Smuggling yang telah dilakukan oleh Sekretartiat NCB-
INTERPOL Indonesia dan Australian Federal Police.
5.1.1 Bali Process
Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related
Transnational Crime atau yang dikenal dengan Bali Process didirikan pada
tahun 2012 telah terbukti efektif dalam meningkatkan kesadaran negara dalam
satu regional terhadap dampak atau konsekuensi dari People Smuggling,
Trafficking in Persons and Related Transnational Crime. Bali Process
merupakan sebuah forum dialog untuk membicarakan dan membuat sebuah
kebijakan, sebagai wadah untuk berbagi informasi serta untuk bekerja sama
antar negara untuk menangani kasus-kasus yang terkait dengan
penyelundupan, perdagangan dan kejahatan transnasional. Dalam forum ini
terdapat sebuah strategi yang digunakan dalam kerjasama yang dikenal dengan
The Bali Process Strategy for Coorperation, dalam startegi tersebut
menerapkan prioritas-prioritas dari masing-masing negara anggota yang
dipimpin oleh seorang Menteri.
Indonesia dan Australia merupakan kedua negara yang menjadi pemimpin
dalam pertemuan Bali Process setiap tahunnya dan sampai pada saat ini jumlah
negara anggota adalah 48 anggota dimana United Nations High Commissioner
for Refugees (UNHCR), the International Organization for Migration (IOM)
dan the United Nations Office of Drugs and Crime (UNODC) termasuk
didalamnya. Sebagian negara anggota adalah negara-negara yang terkena
dampak dari tindak kejahatan tersebut. Bali Process memiliki kantor pusat
yaitu The Regional Support Office (RSO). RSO dibentuk untuk mendukung dan
2 Pihak AFP tidak memberikan ijin kepada peneliti untuk menyampaikan data dalam penelitian ini
karena data-data yang diberikan AFP bersifat confidential.
memperkuat kerja sama dan untuk melindungi para pegungsi dan international
migration, termasuk korban perdagangan manusia dan penyelundupan.
Pada bulan April tahun 2009 dalam Bali Ministerial Conference Menteri
meminta co-chairs dari Bali Process Sterring Group membuat sebuah
mekanisme Ad Hoc Group (AHG) yang mana nantinya akan berguna sebagai
pedoman untuk masing-masing negara anggota menangani kasus-kasus dan
untuk melaporkan perkembangan dalam keanggotaan Bali Process, selain itu
para menteri membuat sebuah kerangka acuan untuk AHG, kerangka tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil yang didapatkan dari setiap negara anggota akan dikembangkan
untuk membantu menangani pergerakan atau perpindahan masyarakat sipil
yang tidak teratur.
2. Berbagi informasi antara negara-negara yang terkena dampak.
3. Melaporkan kepada co-chairs melalui Sterring Group dengan
memberikan saran dan rekomendasi untuk menginformasikan kerjasama
regional kedepannya mengenai People Smuggling dan Trafficking in
Persons.
Dalam Fourth Ministerial Conference yang berlangsung di Bali pada bulan
Maret 2011 menyepakati AHG dipertahankan sebagai sebuah mekanisme yang
efektif unutk mengembangkan dan mengupayakan rekomendasi yang nyata
guna menginformasikan dalam kerjasama regional untuk masa mendatang,
selain itu konferensi tersebut juga menyepakati dan memperluas partisipasi
AHG tidak hanya pada negara-negara yang terkena dampak tetapi juga kepada
negar-negara yang memiliki kepentingan (Bali Process, 2002). Para penjabat
di AHG diberitugas untuk mengoperasionalkan Regional Cooperation
Framework bersama dengan UNHCR dan IOM3.
Pada bulan Maret tahun 2016 lalu telah dilangsungkan pertemuan Sixth Bali
Process Ministerial Conference dimana paara Menteri kembali bertemu dan
3 Kerjasama dengan UNHCR dan IOM harus sesuai dengan peraturan bilateral dan multilateral.
kembali menegaskan tujuan dari Bali process serta melihat adanya
peningkatkan terhadap beberapa kejahatan yang telah menjadi fokus utama
serta adanya tantangan yang harus segera ditanggapi dengan cermat mengenai
arus irregular migrant baik yang terjadi didalam ataupun diluar kawasan Asia
Pasifik, selain itu dalam pertemuan tersebut para negara anggota mendukung
langkah-langkah dan strategi jangka panjang dalam menangani kejahatan lintas
negara terutama People Smuggling dan Trafficking in Persons (Anonim,
2016:2).
Dalam pertemuan tersebut para negara akan tetap menghormati hak
kedaulatan dan kepentingan setiap negara terutama regulasi atau perundang-
undangan migrasi, selain itu pertemuan tersebut memberikan solusi untuk
penanganan kasus People Smuggling, Trafficking in Persons and Related
Transnational Crime dimana mengharapkan setiap negara anggota membentuk
sebuah pemerintahan yang baik, adanya supremasi hukum, menghormati Hak
Asasi Manusia dan kebebasan fundamental, memberikan rasa aman kepada
masyarakat sipil, adanya peluang mata pencaharian, akses yang mudah dalam
birokrasi, toleransi dan mencegah aksi diskriminasi dan upaya perpecahan.
Dalam hal pengelolaan sektor migrasi para negara sepakat untuk tidak hanya
berfokus dalam penjagaan wilayah darat, udara dan laut namun juga melihat
kondisi para korban dan membentuk strategi perlindungan karena pada
dasarnya para korban menurut hukum internasional harus dilindungi (ibid,
2016:3).
Dalam Bali Process terdapat sebuah kebijakan yang berguna untuk
mengkriminalisasikan para pelaku People Smuggling dan Trafficking in
Persons yaitu Bali Process Policy Guides on Criminalizing Migrant Smuggling
and Trafficking in Persons. Pada dasarnya kebijakan ini dikeluarkan karena
melihat negara-negara memerlukan undang-undang yang kuat selain undang-
undang yang berlaku dalam negeri untuk memberantas dan memerangi tindak
kejahatan People Smuggling dan melindungi para migran yang telah menjadi
korban yang diselundupkan. Meskipun demikian telah ada dua instrumen
internasional yang berkaitan dengan tindak kejahatan People Smuggling yaitu
Protocol against the Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air(Smuggling
of Migrants Protocol) yang dibuat untuk melengkapi United Nations