44 BAB V SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA 5.1 Kebijakan Dinas Perhubungan dan Peran UPT Perparkiran Menurut pakar ilmu kebijakan publik Edward III tahap penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi hanya dianggap berupa pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, seolah olah tahap ini tidak begitu penting. Namun pada kenyataannya jika melihat tahap yang dipaparkan oleh William Dunn implementasi berfungsi sebagai “Pemantauan hasil dan dampak yang diperoleh dari kebijakan”. Apabila meninggalkan dan tidak menganggap penting tahap implementasi maka suatu tujuan atau kebijakan tidak dapat dilihat prosesnya dan dampak akhir kebijakan tersebut. Pada tahap ini harusnya kebijakan dilaksanakan secara maksimal sehingga tujuan dan dampak akhir akan terlihat memuaskan sesuai harapan. Pada kota Salatiga, pemerintah daerah mengeluarkan produk kebijakan yang mengatur bab perparkiran dalam peraturan daerah No 12 Tentang Retribusi Jasa umum. Peraturan tersebut berlaku sejak tanggal 1 Januari 2012. Maka kebijakan ini yang harus menjadi dasar untuk mencapai sebuah tujuan. Penulis menggunakan teori Edward III dalam melihat implementasi Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor: 12 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran Kota Salatiga. Berikut penulis akan memaparkan uraian mengenai pengimplementasian Peraturan Daerah Retribusi Jasa Umum khususnya Bab Perparkiran : 1. Undang – undang No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran di bahas pada pasal 33 bab VII 2. Undang – undang tersebut hanya membahas besaran retribusi, dan cara penghitungan restribusi Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir di kota Salatiga adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak boleh asal, tetapi melihat pertimbangan pertimbangan yang ada. Perencanaan dalam pengelolaan
38
Embed
BAB V SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14729/5/T1_352013022_BAB V.pdfsiklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
44
BAB V
SISTEM PENGELOLAAN PARKIR DI KOTA SALATIGA
5.1 Kebijakan Dinas Perhubungan dan Peran UPT Perparkiran
Menurut pakar ilmu kebijakan publik Edward III tahap penting dalam
siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi hanya
dianggap berupa pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif
atau para pengambil keputusan, seolah olah tahap ini tidak begitu penting.
Namun pada kenyataannya jika melihat tahap yang dipaparkan oleh William
Dunn implementasi berfungsi sebagai “Pemantauan hasil dan dampak yang
diperoleh dari kebijakan”. Apabila meninggalkan dan tidak menganggap
penting tahap implementasi maka suatu tujuan atau kebijakan tidak dapat
dilihat prosesnya dan dampak akhir kebijakan tersebut. Pada tahap ini
harusnya kebijakan dilaksanakan secara maksimal sehingga tujuan dan
dampak akhir akan terlihat memuaskan sesuai harapan.
Pada kota Salatiga, pemerintah daerah mengeluarkan produk kebijakan
yang mengatur bab perparkiran dalam peraturan daerah No 12 Tentang
Retribusi Jasa umum. Peraturan tersebut berlaku sejak tanggal 1 Januari 2012.
Maka kebijakan ini yang harus menjadi dasar untuk mencapai sebuah tujuan.
Penulis menggunakan teori Edward III dalam melihat implementasi Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor: 12 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum
Bab Perparkiran Kota Salatiga. Berikut penulis akan memaparkan uraian
mengenai pengimplementasian Peraturan Daerah Retribusi Jasa Umum
khususnya Bab Perparkiran :
1. Undang – undang No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum
Bab Perparkiran di bahas pada pasal 33 bab VII
2. Undang – undang tersebut hanya membahas besaran retribusi, dan cara
penghitungan restribusi
Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir di kota Salatiga
adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak boleh asal, tetapi
melihat pertimbangan pertimbangan yang ada. Perencanaan dalam pengelolaan
45
parkir meliputi penyelenggaraan parkir, target retribusi harian, sistem
penyelenggaraan parkir dan juga kewajiban pengelola dan juru parkir dalam
melaksanakan tugasnya1.
Pelaksanaan parkir dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan kota Salatiga
melalui perpanjangan UPT Perparkiran yang khusus bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan di lapangan. Pengelolaan parkir diserahkan kepada
paguyuban atau koordinator lapangan ditentukan oleh Dinas Perhubungan.
Dalam perencanaan pengelolaan parkir di tepi jalan umum, sistem yang
digunakan adalah Sistem Langsung yang dilakukan pemerintah daerah.
Petugas parkir dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada
petugas UPT Perparkiran terhadap setoran parkir, kelancaran lalu lintas
kendaraan, keamanan dan kenyamanan. Hal tersebut juga diharapkan
memberikan kenyaman dan keamanan bagi pengguna jasa parkir selama
berada di tempat parkir. Kemudian juru parkir menerima uang retribusi dari
pengguna jasa parkir sesuai dengan tarif yang ditentukan. Dalam pengaturan
kendaraan, setiap parkir dituntut untuk mengatur kendaraan agar tidak
mengganggu lalu lintas jalan.
Lokasi-lokasi parkir resmi sudah ditentukan oleh UPT Perparkiran kurang
lebih sebanyak 107 titik parkir2. Lokasi tersebut tentunya mendapatkan
persetujuan dari pengaju lokasi dan tindak lanjut dari UPT Perparkiran.
5.1.1 Kebijakan Tentang Parkir Dan Juru Parkir
Setiap kota atau daerah memiliki produk kebijakan yang mengatur
perparkiran. Kota Salatiga mengeluarkan kebijakan tentang parkir diatur
dalam peraturan daerah No 12 Tahun 2011 Bab VII pasal 33 Tentang
Retribusi Jasa Umum Bab Perparkiran yang bertuliskan :
Dengan nama retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum dipungut retribusi atas pelayanan parkir di
tepi jalan umum yang disediakan pemerintah
1 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
2 Bab IV, poin 4.5.1 Perparkiran Berizin
46
Kebijakan ini hanya mengatur bahwa adanya biaya untuk
masyarakat yang menggunakan pelayanan parkir tepi jalan umum.
Sedangkan, kebijakan juru parkir dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan
melalui UPT Perparkiran dalam bentuk lembaran Surat Izin Juru Parkir.
Kewenangan UPT Perparkiran adalah melegitimasi mereka dengan
Surat Izin Juru Parkir. Produk yang dikeluarkan adalah selebaran Surat
Izin Juru Parkir. Isi surat izin juru parkir (lampiran) adalah mengatur
bagaimana tugas dan fungsi menjadi juru parkir berizin. Surat tersebut
dibuat oleh UPT Perparkiran dengan berbagai rujukan peraturan daerah
lainnya seperti :
1. UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
2. Peraturan Daerah Kota Salatiga No : 8 Tahun 2011 Tentang
Organisasi daan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga
3. Peraturan Walikota Salatiga No 55 Tahun 2011 Tentang Tugas
Pokok dan Fungsi Dinas Daerah Kota Salatiga
4. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 11 Tahun 2011 Tahun 2012
Tentang Pajak Retribusi
5. Peraturan Daerah Kota Salatiga No 12 Tahun 2011 Tentang
Retribusi Jasa Umum dan,
6. Surat permohonan menjadi Juru Parkir
Sifat dari surat izin tersebut tidak berlaku lama, hanya berlaku 1
tahun dari tanggal permohonan. Apabila juru parkir masih ingin bekerja,
maka para juru parkir harus memperpanjang surat izin tersebut3. Surat
izin tersebut dikeluarkan ketika seseorang mengajukan menjadi petugas
parkir. Menjadi juru parkir tidak begitu sulit. Persyaratan tidak jauh
berbeda ketika membuat lamaran pekerjaan lainnya4. Proses – proses
3 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
4 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
47
yang mudah seperti inilah menjadikan salah satu faktor banyaknya
jumlah juru parkir di kota Salatiga.
5.1.2 Pelaksanaan Peran UPT Perparkiran Dalam Implementasi
Kebijakan Perparkirn
Pelaksanaan peran UPT Perparkiran dalam mengelola parkir
menggunakan dasar UU No 12 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa
Umum Bab Perparkiran. Peran tersebut dapat dijelaskan dengan
komunikasi yang dibangun antara UPT Perparkiran dengan juru parkir
dan juru parkir dengan masyarakat. Komunikasi yang dibangun
merupakan hal penting dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan
seperti apa yang dikatakan oleh Edwards III.
Hal utama dalam menjelaskan implementasi adalah komunikasi
sang implementator. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi
kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus
ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi. Dijelaskan oleh Edwards III bahwa
komunikasi merupakan hal terpenting dalam mengimplentasikan
peraturan daerah. Komunikasi sendiri memiliki tiga aspek yang
berkaitan, dimensi transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sebenarnya
analisis implementasi yang berkaitan dengan komunikasi tidak lepas dari
sumber daya manusianya. Berbicara mengenai komunikasi, berbicara
juga mengenai sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang
berkualitas dan kompeten dalam bidangnya akan memperlancar proses
implementasi peraturan daerah. Sifat – sifat implementator tidak jauh
dari komitmen, kejujuran dan sifat demokratis.
Beberapa aspek didalamnya. Pertama, implementasi berkaitan
dengan komunikasi, impelementator diharuskan memiliki komitmen
yang baik. Kedua, implementasi berkaitan dengan kejujuran sang
implementator, kejujuran yang dimaksudkan adalah sikap individu atau
48
lembaga yang diharuskan jujur pada suatu apapun, baik itu anggaran
untuk mengimplementasikan peraturan daerah atau non anggaran seperti
kejujuran dalam bertanggung jawab ketika mengaplikasikan peraturan
daerah. Ketiga, memiliki sikap demokratis, biasanya sikap demokratis ini
terlihat ketika sang implementator menghadapi permasalahan dan
mengambil keputusan ketika di lapangan.
Dalam hal komunikasi, informasi merupakan hal yang paling
utama. Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan baik perancangan
peraturan masyarakat. Agar pemerintah dan masyarakat mampu
bersinergi pada sebuah tujuan kebijakan. Pada kasus tentang peraturan
daerah ini Dinas Perhubungan melakukan sosialisasi peraturan daerah
terkait perparkiran hanya melalui tingkat RW5 dan situs online
salatiga.go.id. Melihat realita dilapangan, pemberitahuan informasi
tentang peraturan daerah ini dirasa tidak memberikan efek yang berlebih
dikarenakan pada dasarnya masyarakat sudah mengetahui bahwa ketika
mereka menggunakan fasilitas parkir akan dikenakan biaya retribusi. Hal
ini didapat oleh penulis dari petikan wawancara dengan salah satu
informan6 :
“wah kalo peraturan parkir tepi jalan umum itu
ya memang kewajiban kita sebagai pengguna
parkir. Ga diberi karcis sama juru parkir pun
kita udah tau kewajiban membayar. Itukan juga
bisa buat pendapatan kota”
Dari pernyataan diatas beberapa pengguna fasilitas parkir
menyadari tentang peraturan daerah ini. Mereka menyadari bahwa
retribusi yang dibayarkan merupakan pendapatan kota. Tetapi pada sisi
lainnya Dinas Perhubungan kota Salatiga terutama UPT Perparkiran
kurang memberikan informasi dan pengertian lebih kepada masyarakat
5 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
6 Petikan obrolan dengan Mas Agus salah satu pengguna fasilitas parkir di titik Ada Baru pada
tanggal 29 Mei 2017
49
bagaimana seharusnya sikap masyarakat tentang perparkiran. Dalam
realitanya masyarakat hanya mengetahui kewajiban membayar tanpa
mengetahui dasar peraturan daerah bab perpakiran yang digunakan.
5.1.2.1 Kesiapan Staf Dalam Mengimplementasikan Kebijakan
Perparkiran
Ketersedian jumlah staf yang cukup menjadi faktor penentu
suatu kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam
implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena
staff yang tidak mencukupi, tidak memadai, ataupun tidak
kompeten di bidangnya. Namun jumlah staff yang memadai
belum menjami keberhasilan implementasi suatu kebijakan, staff
harus mempunyai ketrampilan dan kompetensi dibidangnya
masing – masing.
Jumlah pegawai Dinas Perhubungan Kota Salatiga
terkhusus pada UPT Perparkiran adalah 4 orang7. Dengan
jumlah pegawai yang terbatas, para pegawai seluruhnya terlibat
dalam mengimplementasikan peraturan daerah tersebut karena
UPT Perparkiran terfokus di pengelolaan parkir baik dari proses
pengadaan juru parkir hingga bab retribusi. Hal ini dijelaskan
oleh Bapak Agus Nur sebagai berikut8 :
“Kita memang hanya berjumlah 4 orang saja. Ini
membuat kita semakin bekerja keras. Kerja keras
dalam masalah penarikan retribusi kepada juru
parkir dan juga biasanya dalam pembinaan juru
parkir. Kita tidak pernah lupa untuk mengambil
setoran mas, cuaca seperti apapun kita pasti
tarik’i.”
Dari pernyataan yang diberikan, menjelaskan bahwa dengan
kuantitas yang terbatas UPT Perparkiran masih melakukan
7 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
8 Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
50
pekerjaan sesuai tanggung jawab mereka. Dengan pernyataan
bahwa mereka bekerja keras mengindikasikan para staff
memiliki komitmen yang tinggi terhadap aturan pada bidang
pekerjaan mereka. Kerja keras yang dimaksud adalah sikap dan
tanggung jawab yang ditunjukan lewat dengan aksi – aksi ketika
bertugas menarik retribusi pada cuaca apapun.
Dalam proses kegiatan parkir tentunya ada beberapa
permaslahan yang selalu datang. Permasalahan seperti laporan
laporan yang datang dari masyarakat akan melihatkan kinerja
struktur birokasi. Kesiapan staf UPT Perparkiran dalam
menanggapi permasalahan dapat dilihat dari pernyataan yang di
utarakan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai berikut :
“Kalo ada masalah tentang parkir, baik parkir liar
atau jukir tidak bekerja secara enak masyarakat
kita tunggu untuk melapor, kalo ga lapor kita mau
gimana, bisa lapor ke kami. Kita bakalan tindak
tegas apabila ada jukir yang masih ngawur. Tapi
harus berdasar bukti dan laporan.”
Struktur birokasi dalam menerima laporan dan
menindaklanjuti laporannya dirasa bagus dikarenakan masih
saja banyaknya keluhan-keluhan tentang parkir oleh masyarakat
lewat media sosial yang tidak ditindaklanjuti. Seharusnya,
proses pengawasan berjalan terus menerus, dan tidak semata-
mata memikirkan masalah setoran retribusi saja. Pengawasan
bisa saja lewat sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh juru
parkir kepada pengguna parkir.
5.1.2.2 Kerja Sama Antara UPT Perparkiran Dengan Dinas Lain
Kerja sama disini adalah kerja sama antar dinas yang telah
diminta bantuan oleh UPT Perparkiran. Kerja sama yang dijalin
berupa dua aspek yaitu penegakan peraturan daerah dan
51
pemberdayaan juru parkir. Untuk penegakan peraturan pastinya
bekerja sama dengan Satpol PP. Sedangkan untuk
pemberdayaan atau pembinaan biasanya dari pihak kepolisian
tentang tatacara mengendalikan lalu lintas.
Minimnya jumlah personil yang dimiliki UPT Perparkiran
tidak menjadi halangan dalam mengelola perparkiran di kota
Salatiga. Pengelolaan parkir bukan hanya masalah retribusi saja
melainkan penertiban terhadap parkir liar dan pembinaan
maupun sosialisasi kepada juru parkir. Dengan minimnya
jumlah personil yang dimiliki, UPT Perparkiran bekerja sama
dengan dinas – dinas lainnya, seperti Satpol PP dan Polres kota
Salatiga ikut terlibat sebagai pelaksana lapangan (razia titik
parkir liar). Bukan hanya razia saja tetapi juga ini sesuai
cuplikan wawancara dengan salah satu staff UPT Perparkiran
Bapak Ludi sebagai berikut9 :
“Untuk masalah penegakan tidak kita saja mas,
terkadang kita dibantu sama polres atau satpol pp,
kalo sekarang ada pkl pasti ada parkir. Kita juga
bekerja sama dengan polres untuk sosialisasi
dalam penegakan perda dan peraturan bekerja”
Pernyataan diatas juga diperkuat oleh Mas Handa juru
parkir resmi yang bekerja di titik cungkup Jalan Yos Sudarso
sebagai berikut10
:
“Kadang kadang didatangkan semua, jadi satu
memberi pembinaan kepada juru parkir
bagaimana cara yang benar. Orang – orang
terpilih diberi pelatihan tersendiri. Khususnya
yang muda muda yang baru baru, kalo dulu kita
pertama kali pelatihan itu di Poltas dikarenakan
hubungannya langsung sama lalu lintas. Itu cuma
sekali.“
9 Wawancara dengan Bapak Ludi pada tanggal 10 Mei 2017
10 Wawancara dengan Mas Handa pada tanggal 28 April 2017
52
Dimensi transmisi menghendaki agar informasi tidak hanya
disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada
kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Kita ketahui dalam
pembuatan peraturan daerah ini melalui banyak fase, baik dari
fase perumusan hingga fase pengesahan. Melalui penjelasan ini
kita dapat menyimpulkan bahwa suatu peraturan daerah dari
proses penyusunan sampai pada tahap pengesahan melalui
beberapa tahap yang panjang sehingga tidak ada alasan lagi bagi
instansi terkait untuk tidak mengetahui dan memahami maksud
dan tujuan Peraturan Daerah No 12 Tahun 2011 ini dibuat. Hal
tersebut lebih dijelaskan oleh Kepala UPT Perparkiran sebagai
berikut11
.
“Berkaitan dengan kerja sama dengan instansi
lain untuk menunjang pekerjaan kita, kita
dibantu oleh Satpol PP dan Polres Salatiga.
Dinas dinas tersebut sudah tahu dan mengerti
waktu kita ada public hearing.
Menurut penuturan dari kepala UPT Perparkiran dalam
mengelola parparkiran di Salatiga memang bekerja sama dengan
pihak – pihak lainnya. Pengelolaan bukan hanya soal retribusi,
tetapi pengelolaan sumber daya manusia atau juru parkirnya
juga harus diperhatikan. Dengan jumlah personil yang hanya 4
orang memang kesulitan dalam menjangkau semua. Contoh
parkir liar biasanya UPT diberitahu oleh Satpol PP dan Polres.
Pada tahun ini juga UPT Perparkiran mendapat info dari Satpol
PP dan Polres tentang lokasi yang dijadikan parkir12
. Sehingga
dengan bantuan dari dinas lain membantu UPT Perparkiran
menemukan lokasi baru yang berpotensi menjadi pendapatan
kota.
11
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 12
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
53
Gambar 4
Pembekalan dan pengarahan dari Polisi Lalu lintas
5.2 Model Pengelolaan Parkir Berizin di Kota Salatiga
Parkir berizin merupakan parkir paling kuat dalam hal legitimasi,
dikarenakan langsung dibawah kendali pemerintah kota atau UPT Perparkiran.
Parkir berizin ini berada pada 256 titik yang tersebar di berbagai lokasi.
Biasanya, lokasi parkir ini berada di pusat kota. Hal ini penulis mengambil
contoh di sepanjang jalan Jendral Sudirman dan Jalan Sukowati. Pada
dasarnya parkir merupakan sebuah sumber pendapatan asli daerah. Apabila
parkir ingin dijadikan sumber utama pendapatan kota Salatiga, maka dari itu
parkir harus beroperasi pada lingkup kota. Pernyataan tersebut yang
diungkapkan oleh bapak Agus Nur sebagai kepala UPT Perparkiran bahwa
parkir yang harus dikelola berada di jalan milik kota, bukan jalan provinsi. Hal
tersebut dijelaskan sebagai berikut13 :
“Kalau parkir itu, disemua wilayah kota Salatiga,
bahkan jalan kecil pun bisa buat jadi pemasukan jika
melaporkan. Kecuali jalan provinsi dan jalan
nasional karna jalan provinsi dan jalan nasional itu
dilarang untuk parkir karena untuk kelancaran lalu
lintas.”
13
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
54
Pernyataan diatas menyatakan bahwa parkir dapat dijadikan sumber
pendapatan kota apabila lokasi tersebut melapor ke UPT Perparkiran.
Kemudian jika lokasi dan juru parkir terdaftar di UPT Perparkiran sudah
dipastikan bahwa memiliki status yang berizin dan resmi. Salah satu tanda atau
bukti bahwa parkir tersebut berizin atau tidak bisa dilihat dari atribut juru
parkirnya dengan memakai id card atau tanda pengenal14
.
Gambar 5
Juru parkir resmi kumpul di Dinas Perhubungan Kota Salatiga
5.2.1 Legitimasi Juru Parkir Berizin Oleh Struktur Birokrasi dan
Masyarakat Kota Salatiga
Legitimasi parkir berizin ini bermula dari laporan-laporan lokasi
dan pengajuan juru parkir baru. Laporan – laporan tersebut dalam bentuk
surat lamaran pekerjaan dan pemberitahuan tentang lokasi. Kemudian
pihak UPT Perparkiran melegitimasi mereka dengan Surat Izin Parkir.
Dalam proses mendapatkan legitimasi dari struktur birokrasi tidak begitu
sulit. Juru parkir diwajibkan mengirim lamaran atau proposal ke UPT
Parkir seperti yang dijelaskan mas Handa sebagai berikut :
14
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017
55
“Kita harus punya lahan dulu, yang mau
diparkiri itu yang mana, trus kita membikin
proposal atau seperti lamaran kerja ke dinas
perhubungan. Dengan syarat syarat, fotocopy
KTP surat lamaran kerja sama SKCK. Kalo
sudah dibikin kartu anggota sama SK itu baru
kita bisa kerja dititikyang kita tuju15
”
Persyaratan-persyaratan diatas sangat mudah untuk mendapatkan
legitimasi dari pemerintah daerah. Persyaratan tersebut memudahkan para
juru parkir baru yang ingin mendapatkan perlindungan hukum dari
pemerintah daerah. Proses legitimasi berlanjut pada pembuatan Surat Izin
Juru Parkir yang dikeluarkan oleh UPT Perparkiran. Dari pernyataan
diatas, surat tersebut berlaku kurang lebih selama 1 tahun dari waktu
yang ditetapkan. Struktur birokasi tersebut sangat memudahkan bagi juru
parkir yang ingin membantu mengimplementasikan peraturan daerah.
Mengingat bentuk legitimasi yang dikeluarkan oleh UPT
Perparkiran adalah dengan Surat Izin Juru Parkir tentunya bentuk
legitimasi lain berasal dari masyarakat atau pengguna jasa dan fasilitas
umum tersebut. Bentuk - bentuk legitimasi tersebut bisa berupa anggapan
masyarakat terhadap lokasi yang digunakan aktivitas parkir. Bukan hanya
lokasi yang digunakan tetapi wujud legitimasi yang muncul adalah
anggapan pada penggunaan atribut – atribut yang digunakan oleh juru
parkir. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa konsumen diberbagai
lokasi parkir sebagai berikut :
“Pengertian saya ketika melihat bapak juru
parkir tersebut memakai rompi dishub ya saya
pikir dia resmi. Paling gampang kan kalo tidak
terdaftar resmi ga mungkin dapat rompi itu.
Lagipula lokasinya juga di tepi jalan umum.
Oh iya, itu dia juga ada idcard. Kalau untuk
masalah karcis yaa....mungkin kebiasaan
15
Wawancara dengan Mas Handa pada tanggal 26 April 2017
56
semua juru parkir yae tidak memberikan karcis
ke pengguna parkir. Tapi menurut saya ya
tidak papa lah tidak memakai karcis paling –
paling formalitas. Kadang saya ditawari tapi ya
saya tolak juga hehehe...16
”
Dari pernyataan diatas menjelaskan bahwa adanya pengakuan dari
masyarakat bahwa juru parkir yang menggunakan atribut seperti
memakai rompi dan karcis merupakan parkir resmi yang dikelola oleh
Dinas Perhubungan. Pengakuan pengguna parkir merupakan legitimasi
yang tidak begitu kuat seperti legitimasi yang diberikan UPT
Perparkiran. Namun legitimasi seperti itu dibutuhkan untuk menguatkan
keberadaan juru parkir ketika bekerja. Penggunaan atribut seperti rompi
dan Idcard untuk menghilangkan anggapan masyarakat yang
menganggap parkir tersebut adalah parkir ilegal.
5.2.2 Mekanisme Pengelolaan Parkir Berizin
Pengelolaan parkir berizin ini tentunya dilakukan oleh UPT
Perparkiran. Perencanaan yang matang dalam eksekusinya sebenarnya
juga menjadi hal penting dalam mengimplementasikan peraturan daerah
No 12 Tahun 2011. Sebagaimana dituliskan diawal, perencanaan
merupakan langkah awal setelah keluarnya peraturan daerah. Dalam
peraturan daerah kota Salatiga tidak menyebutkan bagaimana
seharusnya dalam mengelola parkir dan juru parkirnya, tetapi hanya
membahas besaran retribusi.
Kegiatan awal yang dilakukan dalam manajemen parkir berizin di
kota Salatiga adalah perencanaan. Dalam merencanakan sesuatu tidak
boleh asal, tetapi melihat pertimbangan – pertimbangan yang ditakutkan
nanti memunculkan hambatan dalam implementasi. Perencanaan dalam
pengelolaan parkir meliputi penyelenggaraan parkir, target retribusi
16
Wawancara dengan Achmad Nur Wahid sebagai pengguna parkir lokasi Cungkup pada tanggal 29 April 2017
57
harian, sistem penyelenggaraan parkir dan juga kewajiban pengelola
dan juru parkir dalam melaksanakan tugasnya.
Juru parkir merupakan implementator kebijakan selain
staf/pegawai UPT Perparkiran. Tanpa juru parkir implementasi
kebijakan ini tidak akan berjalan sesuai harapan. Para juru parkir
diharapkan memiliki kualitas bekerja pada bidangnya. Untuk segi
kuantitas, mengalami peningkatan dari tahun ketahun dikarenakan
mudahnya dari segi mendaftar menjadi juru parkir resmi17
.
Dalam hasil wawancara yang diperoleh dari Kepala UPT
Perparkiran maupun beberapa juru parkir, untuk segi kualitas dalam
bekerja Kepala UPT Perparkiran mengakui bahwa sumber daya yang
dimiliki juru parkir masih kurang dalam mengimplementasikan
kebijakan. Salah satu cuplikan dari wawancara tersebut sebagai
berikut18
:
“Jadi jukir itu gini, SDM nya cara berpikirnya
gini, kalo kita lupa untuk menarik retribusi hari
ini, ndak ditariki, dan dia pulang, ga ada ganti.
Klo ditanya pagi hari, udah ilang dompet kosong.
Itu bukan sering, tapi kebiasaan hehe... karena
kan gini, pulang digagapi bojone ge blonjo sedino
entek”
Bukan hanya masalah setoran atau retribusi, para juru parkir juga
melalaikan keselamatan bekerja diri sendiri dan orang lain. Seperti
halnya ungkapan dari mas Heri yang bekerja di Ramayana. Hasil
wawancara tersebut sebagai berikut19
:
“Ga ada, ya cuma berbekal naluri aja, tinggal
kerja udah itu tok. Kerja kan gampang, kalo
motor kurang rapi tinggal angkat sama geser,
beda kalo mobil jawane itu pakulinan (terbiasa)”
17
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 18
Wawancara dengan Kepala UPT Perparkiran pada tanggal 25 April 2017 19
Wawancara dengan Bapak Heri pada tanggal 28 April 2017w
58
Tak hanya itu, fakta yang sama ditemukan penulis dari berita
online yang diterbitkan oleh www.harian7.com. Dalam berita tersebut
menuliskan20
:
“Tujuan kegiatan ini, untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan juru parkir dalam
bertugas di jalan demi keselamtan bersama.
Harapan kami, para jukir ikut berperan dalam
menjaga kelancaran arus lalu lintas dan ketertiban
jalan – AKP Edy Sutrisno”
Pernyataan diatas dipertegas oleh Kepala Dinas Perhubungan
Komunikasi Kebudayaan dan Pariwisata dalam berita yang diposting
oleh salatigakota.go.id. Cuplikan berita tersebut sebagai berikut21
:
“Kepala Dishubkombudpar mengingatkan supaya
juru parkir mengarahkan pengguna parkir mulai
sebelum sampai meninggalkan tempat parkir.
“Parkir terutama di Jl Jendral Sudirman sering
dikeluhkan oleh masyarakat lewat media sosial.
Oleh karena itu saya menghimbau supaya juru
parkir benar benar melaksanakan tugas dengan
baik, yaitu mengarahkan tke tempat parkir sampai
meninggalkan tempat parkir, jangan hanya
menarik retribusi terus ditinggal.”
Pada proses implementasi baik keselamatan atau kelancaran
bekerja yang dilakukan oleh juru parkir, masih saja ada kelalaian. Sikap
bekerja tersebut melenceng dari apa yang sudah dihimbaukan dan yang
sudah diatur dinas UPT Perparkiran maupun langsung dari kepala Dinas
Perhubungan.
Pengorganisasian merupakan kegiatan mendasar dari manajemen.
Dilaksanakan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki termasuk unsur
manusia. Pengorganisasian merupakan suatu fungsi untuk mempermudah
20
www.harian7.com/2016/04/sebanyak-45-juru-parkir-di-salatiga.html diakses pada tanggal 30 April 2017 pukul 16.00 WIB 21
www.salatigakota.go.id/InfoBerita.php/id=1592& diakses pada tanggal 30 April 2017 pukul 1 5.00 WIB