-
69
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah anggota Kelompok Tani
“Karya Bakti”
Dusun Pakan Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang.
Jumlah
populasi keseluruhan dari anggota kelompok tani berjumalah 100
orang dengan
penentuan sampel menggunakan perhitungan metode solvin. Jumlah
sampel yang
didapat sejumlah 80 orang. Karakteristik responden didasarkan
pada jenis kelamin,
umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani dan luas lahan.
Berikut adalah
karakteristik responden berdasarkan karakteristik yang telah
disebutkan.
5.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Pengelompokkan responden yang dilakukan di Kelompok Tani “Karya
Bakti”
Dusun Pakan ini adalah berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki
dan perempuan.
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada Tabel 5.1.1
sebagai berikut:
Tabel 5.1 Pengelompokan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase(%)
Perempuan 8 10
Laki-Laki 72 90
Jumlah 80 100
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.1 penggolongan responden berdasarkan jenis
kelamin
mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Anggota Kelompok
Tani “Karya
-
70
Bakti” yang menjadi responden dengan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 72 orang
dengan prosentase 90%. Hal tersebut dianggap karena laki-laki
adalah kepala
keluarga yang seharusnya bekerja dan mencari nafkah. Badan Pusat
Statistika (2010)
menjelaskan bahwa Kepala rumah tangga (KRT) adalah salah seorang
dari ART yang
bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan sehari-hari di rumah
tangga atau orang
yang dituakan/ dianggap/ditunjuk sebagai KRT. Penduduk perempuan
di Dusun
Pakan diperbolehkan untuk mendaftar sebagai anggota Kalompok
Tani “Karya Bakti”
karena tidak ada batasan jenis kelamin untuk mendaftar, hanya
saja 1 Kepala
Keluarga hanya mendapatkan jatah 1 nama yang didaftarkan guna
menjaga
kesenjangan sesama penduduk Dusun Pakan.
5.1.2 Responden Berdasarkan Umur
Pengukuran responden penelitian yang dilakukan di Kelompok Tani
“Karya
Bakti” Dusun Pakan berdasarkan umur petani. Umur merupakan salah
satu faktor
yang mempengaruhi kinerja petani dalam berusahatani.
Karakteristik responden
berdasarkan umut dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Pengelompokan Responden Berdasarkan Umur
Penggolongan Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
20 – 30 1 1,25
30 – 40 8 10,00
41 – 50 40 50,00
51 – 60 24 30,00
> 61 7 8,75
Jumlah 80 100
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020
-
71
Berdasarkan tabel 5.2 rentang usia terkecil responden adalah 20
– 30 tahun
dengan jumlah 1 orang. Responden termuda berdasarkan hasil
kuisioner adalah 29
tahun. Mayoritas umur petani berdasarkan tabel 5.2 pada rentang
usia 41 – 50 tahun
sebanyak 40 orang dengan jumlah prosentase 50%. Hal tersebut
dianggap bahwa
umur produktif petani di Dusun Pakan sekaligus anggota Kelompok
Tani “Karya
Bakti” umur mulai 41 tahun sampai 50 tahun. Pernyataan tersebut
diperkuat dengan
penjelasan dari Badan Pusat Statistika (2010) bahwa Populasi
penduduk dengan nilai
median di bawah 20 dapat digambarkan sebagai “muda”, median
sebesar 30 atau
lebih sebagai “tua”, dan populasi penduduk dengan median 20
sampai 29 sebagai usia
“menengah”. Selanjutnya Umur responden di atas 51 tahun sampai
60 tahun
sebanyak 24 orang dengan prosentase 30%. Responden dengan umur
> 61 tahun
sebanyak 7 orang. Penjelasan mengenai pengelompokan rentang umur
yang berbeda-
beda sebagai bukti bahwa berbagai macam rentang usia penduduk
Dusun Pakan yang
bermata pencaharian sebagai petani. Susanti, Listiana, &
Widayat (2016)
menjelaskan bahwa petani umur 30-59 tahun memiliki fisik yang
potensial untuk
mendukung kegiatan usahatani, dinamis, kreatif, dan cepat dalam
menerima inovasi
teknologi baru. Petani berumur lebih dari 59 tahun memiliki
kelebihan dalam hal
pengalaman. Penduduk Dusun Pakan Desa Purworejo yang
bermatapencaharian
sebagai petani memilik umur yang berbeda-beda antar petani satu
dan yang lainnya.
Perbedaan umur setiap petani dapat memepengaruhi pola pikir dan
kinerja dalam
berusahatani.
-
72
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa kurangnya minat anak
muda untuk
terjun ke dunia pertanian. Hal tersebut dibuktikan dalam
kelompok rentang skala 20 –
30 tahun terdapat hanya 1 orang. Kurangnya minat anak muda dapat
berakibat
dikemudian hari pertanian akan semakin menipis. Petani dengan
rentang skala >61
tahun sebanyak 7 orang membuktikan bahwa masih adanya petani
berusia lanjut yang
bekerja sebagai petani. Pernyataan bahwa petani dengan usia
>61 tahun termasuk
dalam lanjut usia seperti penjelasan dari Badan Pusat Statistika
(2010) bahwa
pengelompokan usia penduduk dapat diklasifikasikan dalam tiga
kategori,yaitu muda
(0-14 tahun), menengah (15-64 tahun) dan tua (65 tahun ke atas).
Penduduk lanjut
usia adalah penduduk yang berumur 65 tahun ke atas. Selanjutnya
petani-petani yang
termasuk pada kelompok lanjut usia membutuhkan penerus atau
pengganti untuk
mengelolah usahatani tersebut yakni anak-anak muda, sehingga
diperlukannya
wawasan dan pengetahuan mengenai pertanian kepada anak-anak muda
supaya
mereka siap untuk terjun dalam dunia pertanian.
5.1.3 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Pengukuran responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
yang
ditempuh. Tinggi rendahnya pendidikan yang ditempuh mampu
mempengaruhi pola
pikir dan pengetahuan dalam berusahatani. Pengelompokan tingkat
pendidikan
terakhir yang ditempuh petani berdasarkan kuisioner penelitian
diantaranya SD,
SMP/SLTP, SMA/SMU/SLTA, selain tingkat pendidikan terakhir yang
telah
disebutkan terdapat beberapa petani yang merasakan bangku
sekolah tidak sampai
-
73
tamat SD, sehingga tidak memiliki ijazah sebagai bukti menempuh
pendidikan
Sekolah Dasar. Karakteristik responden berdasarkan tingkat
pendidikan terakhir
dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3 Pengelompokan Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terakhir
Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Tidak Tamat SD 9 11,25
SD 27 33,75
SMP / SLTP 24 30,00
SMA / SMU / SLTA 20 25,00
Jumlah 80 100
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.3 pengelompokan responden berdasarkan
tingkat
pendidikan terakhir petani Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun
Pakan terbagi
menjadi 3 kelompok yakni Sekolah Dasar (SD) sebanyak 27 orang
dengan prosentase
sebesar 33,75 % dari seluruh Responden, Sekolah Menengah Pertama
(SMP) atau
beberapa menyebutnya dengan SLTP sebanyak 24 orang dengan
prosentase 30% dari
seluruh responden, dan Sekolah Menengah Akhir (SMA) atau
beberapa menyebutnya
SLTA dan SMU sebanyak 20 orang dengan prosentase 25% dari
seluruh responden.
Berdasarkan jumlah prosentase yang diketahui dapat dilihat bahwa
jumlah responden
berdasarkan tingkat pendidikan akhir hampir rata, karena selisih
jumlah maupun
prosentase SD dengan SMP sebesar 3,75 sedangkan selisih
prosentase SMP dengan
SMA 5%. Responden yang tidak tamat SD berdasarkan hasil
kuisioner sebesar 9
orang dengan prosentase 11,25% dari seluruh responden.
Tingkat pendidikan terakhir responden dapat dikatakan pada
tingkat sedang
berdasarkan kriteria yang dijelaskan Susanti, Listiana, &
Widayat (2016) dibagi
-
74
menjadi 3 kriteria, diantaranya: (1) Rendah (9 tahun). Jumlah
prosentase tertinggi berdasarkan tabel 5.3 terdapat pada
kelompok tingkat pendidikan terakhir SD yang mana dalam menempuh
tingkat SD
dibutuhkan waktu kurang lebih 6 tahun. Selanjutnya responden
dalam menempuh
tingkat pendidikan SMP / Sederajat membutuhkan waktu 3 tahun,
sehingga dapat
disimpulkan bahwa pendidikan terakhir penduduk Dusun Pakan, Desa
Purworejo
termasuk dalam kategori sedang karena mayoritas penduduk
menyelesaikan
pendidikannya selama 7-9 tahun.
Perekonomian keluarga biasanya dipengaruhi oleh pendidikan
yarang dimiliki
oleh setiap keluarga (Wahyu Apriliyawati, 2017). Keterbatasan
pendidikan dan
perekonomian membuat beberapa petani harus mengorbankan
pendidikannya untuk
bekerja, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa
petani yang tidak
menyelesaikan bangku pendidikan termasuk petani yang kurang
wawasan dan
pengetahuan karena petani-petani di Dusun pakan dalam
berusahatani menggunkaan
pengetahuan bertani yang didapatkan dari hasil pengalamannya.
Petani Kelompok
Tani “Karya Bakti” lebih percaya dengan pengalaman yang pernah
dilakukannya
daripada informasi-informasi baru mengenai pertanian berupa
teori sebelum ada
praktek dan hasil yang nyata dari teori baru tersebut.
Petani-petani dengan rata-rata
usia di atas 45 tahun beranggapan bahwa tingginya pendidikan
tidak menjamin mahir
dalam berusahatani, melainkan seberapa banyak pengalaman yang
dimiliki petani
mampu mengubah pola pikir dalam berusahatani, inovasi dalam
berusahatani, dan
-
75
memecahkan permasalahan berusahatani menunjukkan bahwa petani
tersebut mahir
dalam berusahatani.
5.1.4 Responden Berdasarkan Lama Berusahatani
Lamanya berusahatani menunjukkan seberapa banyak ilmu, informasi
dan
pengalaman yang telah diperoleh dari berbagai pihak atau dari
hasil pengalaman
pribadi selama berusahatani. Pihak-pihak yang berwajib untuk
memberikan informasi
terkait pertanian kepada petani seperti penyuluh atau lembaga
pemerintahan lainnya.
Karakteristik responden berdasarkan pengalaman bertani dapat
dilihat dalam Tabel
5.4 berikut:
Tabel 5.4 Pengelompokan Responden Berdasarkan Lama
Berusahatani
Pengalaman Berusahatani
(Tahun)
Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 -10 6 7,50
11 – 20 28 35,00
21 – 30 18 22,50
31 – 40 17 21,25
41 – 50 8 10,00
51 – 60 3 3,75
Jumlah 80 100
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tebel 5.4 pengelompokan responden berdasarkan
lama
berusahatani mayoritas masuk dalam 3 kelompok rentang skala 11 –
20 tahun
sebanyak 28 orang dengan prosentase sebesar 35% dari seluruh
responden, 21 – 30
tahun sebanyak 18 orang dengan prosentase sebesar 22,5% dari
seluruh responden,
dan 31 – 40 tahun sebanyak 17 orang dengan prosentase sebesar
21,25% dari seluruh
responden. Berdasarkan pengelompokan tersebut dapat diketahui
bahwa petani
-
76
Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan sudah lama menekuni
usahatani. Alasan
setiap responden untuk mempertahankan usahataninya berbeda-beda,
namun sebagian
besar beralasan bahwa usahatani merupakan pekerjaan utamanya,
tidak terikat dengan
atasan sehingga petaninya sendiri yang menentukan dan
berwewenang atas lahan
yang dikelolahnya, petani juga beranggapan bahwa meskipun dalam
usahatani
terdapat kerugian namun berdasarkan pengalaman lebih sering
mengalami
keuntungan daripada kerugian, jadi tidak ada alasan untuk
meninggalkan usahatani
dan alasan petani tetap berusahatani yang terakhir yaiutu karena
sudah warisan turun
temurun keluarga sehingga penghasilan uatama keluarga berasal
dari usahatani
sebagaimana yang telah dipaparkan pada alasan pertama petani
tetap melanjutkan
usahataninya.
Pengelompokan responden berdasarkan lama usahataninya dengan
rentang
skala 1-10 tahun terdapat 6 orang dengan prosentase sebesar 7,5%
dari seluruh
responden. Rata-rata responden dengan lama berusahatani
-
77
yang baru juga besarnya sama dengan petani yang mendapatkan
pengalaman, hal ini
dimungkinkan daerah tersebut masih dalam tahap memunculkan lagi
semangat dalam
bertani padi sawah (Wahyu Apriliyawati, 2017).
5.1.5 Responden Berdasarkan Status Lahan
Status lahan yang dikelolah petani untuk berusahatani memiliki 2
status,
diantaranya milik sendiri dan sewa. Wahyu Apriliyawati (2017)
menjelaskan definisi
dari lahan milik sendiri dan lahan sewa. Lahan milik sendiri
ialah bentuk pengusaan
lahan secara kekal dan didapatkan dari turun-temurun dan dapat
diwariskan pada ahli
warisnya kelak. Sewa lahan ialah bentuk pengusaaan lahan untuk
budidaya dengan
menggunakan lahan milik orang lain yang kemudian membayar sewa
sesuai
kesepakatan. Karakteristik status lahan petani kelompok tani
“Karya Bakti” Dusun
Pakan dapat dilihat berdasarkan tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5 Pengelompokan Responden Berdasarkan Status Lahan
Status Lahan Jumlah (Orang) Persentase (%)
Milik Sendiri 41 51,25
Sewa 39 48,75
Jumlah 80 100
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.5 pengelompokan responden berdasarkan status
lahan
yang dikelolah petani terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu: sewa
dan milik sendiri.
Responden yang mengelolah lahan dengan status „Milik Sendiri‟
sebanyak 41 orang
dengan prosentase 51,25% dari seluruh responden penelitian.
Pemilik lahan dengan
status „sewa‟ sebanyak 39 responden dengan prosentase sebesar
48,75% dari seluruh
responden.Perbandingan kedua status lahan tersebut berdasarkan
besarnya prosentase
-
78
memiliki selisih 2,5% dengan selisih 2 responden. Lahan yang
dimiliki responden
yang mayoritas didapatkan dari hasil warisan keluarga, sedangkan
terdapat beberapa
responden dengan status kependudukan pendatang yang mana
responden tersebut
bukan penduduk asli Desa Purworejo sehingga untuk memulai
usahataninya
responden perlu untuk menyewa lahan. Perbedaan status
kepemilikan lahan
mempengaruhi biaya oprasional usahatani, seperti yang dijelaskan
oleh Wahyu
Apriliyawati (2017) bahwa lahan milik sendiri biasanya kurang
memperhitungkan
biaya operasional yang dikeluarkan karena tidak mengeluarka
biaya sewa lahan akan
tetapi membayar pajak atas tanah sawah. Petani yang menyewa
lahan garapan lebih
terpacu untuk lebih mengoptimalkan dalam mengelola lahan agar
memperoleh hasil
yang lebih tinggi. Beban biaya untuk sewa lahan oleh petani,
dibayarkan setahun
sekali untuk 3 kali tanam.
5.1.6 Responden Berdasarkan Luas Lahan
Pengukuran responden berdasarkan luas lahan yang dimiliki atau
dikelolah
petani Kelompok Tani “Karya Bakti” Dusun Pakan. Luas lahan yang
dikelolah
responden memiliki luas yang berbeda-beda sehingga dibutuhkan
pengelompokan
dengan rentang skala seperti tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6 Pengelompokan Responden Berdasarkan Luas Lahan
Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)
0,1 – 1 63 78,75
1,01 – 2 6 7,50
2,01 – 3 9 11,25
>3 2 2,50
-
79
Jumlah 80 100
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.6 mayoritas luas lahan petani berada pada
rentang skala
0,1 – 1 Ha sebanyak 63 orang dengan prosentase sebesar 78,75%.
Berbanding
terbalik dengan jumlah responden dengan luas lahan >3 Ha
berdasarkan kuisioner
berjumlah 2 orang dengan prosentase sebesar 2,50%. Pengisian
petani terhadap
kuisioner terkait luas lahan berdasarkan pemahaman pribadi
petani dengan
membandingkan luas lahan antar petani yang lain di
sekelilingnya. Petani
menggunakan angka bulat untuk memperkirakan luas lahan yang
dimilikinya.
Perhitungan yang banyak digunakan petani diantaranya: 0,25; 0,5;
0,75; 1; 1,25; 1,5;
2 dan 2,5. Luas lahan yang ditulis petani merupakan akumulasi
dari semua lahan yang
dikelolah petani baik ladang maupun sawah.
Luas lahan yang dikelolah petani mempengaruhi hasil produksi
usahatani.
Wahyu Apriliyawati (2017) Semakin luas lahan yang termanfaatkan
akan semakin
banyak produksi yang dihasilkan. Susanti, Listiana, &
Widayat (2016) Luas lahan
adalah salah satu faktor produksi yang sangat memengaruhi hasil
produksi
pertanaman. Lahan yang terlalu luas tidak berarti dapat
memberikan hasil produksi
tinggi, tetapi lahan yang terlalu sempit juga tidak efisien
dalam pengelolaan lahan.
Luas lahan yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian di Desa
Purworejo telah
dibagi menjadi petakan-petakan dengan luas yang berbeda-beda,
karena masyarakat
di Dusun Pakan Desa Purworejo masih menganut tradisi membagi
luas lahan yang
dimiliki untuk dibagikan kepada ahli warisnya sehingga luas
lahan yang diterima
-
80
semakin sempit. Penyempitan lahan tersebut tidak dapat dijadikan
kendala dalam
penurunan hasil produksi, seperti yang dijelaskan Manyamsari
(2014) Pengelolaan
usaha tani pada lahan sempit seharusnya tidak hanya berorientasi
pada peningkatan
hasil produksi dan produk yang dibutuhkan pasar, tetapi juga
harus mampu
menciptakan pasar, efisien, dan memiliki daya saing.
5.2 Uji Instrumen
5.2.1 Uji Validitas
Validitas adalah ketepatan atau kecermatan suatu instrument
dalam
pengukuran (Dewi, 2018). Uji validitas yang dilakukan pada
penelitian ini
menggunakan korelasi Bivariate Pearson pada program SPSS.
Analisis Bivariate
Person mengkorelasikan setiap skor item dengan skor total. Skor
total merupakan
jumlah dari seluruh skor item. Dewi, (2018) mengatakan bahwa
item-item pertanyaan
yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan
item-item tersebut
mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin
diungkap.
Pengujian validitas pada penelitian ini menggunakan perbandingan
nilai r
hitung dengan r tabel dimana nilai sig = 0,05. Rumus df (degree
of freedom) = (N-2),
jadi df = 80 – 2 = 78. Nilai r tabel pada df = 78 dengan sig
0,05 adalah 0,1852. Data
dikatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel. Terdapat
cara lain yaitu dengan
membandingkan nilai sig, jika nilai sig < 0,05 maka data
dikatakan valid. Terdapat 3
uji validitas yang dilakukan, diantaranya: atribut kepercayaan,
atribut evaluasi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap petani.
Rincian uji validitas
-
81
atribut kepercayaan dari hasil uji menggunakan program SPSS
dapat dilihat pada
Tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7 Hasil Uji Validitas Atribut Kepercayaan
No Variabel Item R hitung R tabel Sig. Ket.
1. Fluktuasi Harga B11 0,206 0,1852 0,067 Valid
B12 0,592 0,1852 0,000 Valid
2. Penyusutan berat
timbangan
B21 0,237 0,1852 0,035 Valid
B22 0,499 0,1852 0,000 Valid
3. Cuaca Tidak
Mnentu
B31 0,589 0,1852 0,000 Valid
B32 0,318 0,1852 0,004 Valid
4. Kesesuaian bibit B41 0,227 0,1852 0,043 Valid
B42 0,516 0,1852 0,000 Valid
B43 0,464 0,1852 0,000 Valid
Sumber: Data primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan Tabel 5.7 data dikatakan valid apabila:
Nilai r hitung > r tabel, atau
Sig < 0,05
Tabel 5.7 di atas menujukkan bahwa niai r tabel sebesar 0,1852
yang artinya
lebih kecil dari nilai r hitung untuk keseluruhan pertanyaan
pada variabel bebas
atribut kepercayaan. Nilai signifikansi pada pertanyaan
masing-masing variabel
hampir keseluruhan menunjukkan angka 0,00 yang berarti <
0,05. Melihat nilai r
hitung, r tabel dan signifikansi dari Tabel 5.7 dapat ditarik
kesimpulan bahwa setiap
pertanyaan pada kuisioner dikatakan valid. Responden juga
memberikan jawaban
yang konsisten sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis
selanjutnya.
-
82
Rincian uji validitas atribut evaluasi yang telah dilakukan
berdasarkan uji
validitas pada program SPSS seperti pada tabel 5.8 berikut:
-
83
Tabel 5.8 Hasil Uji Validitas Atribut Evaluasi
No Variabel Item R hitung R tabel Sig. Ket.
1. Fluktuasi Harga E11 0,318 0,1852 0,004 Valid
E12 0,553 0,1852 0,000 Valid
2. Penyusutan berat
timbangan
E21 0,662 0,1852 0,000 Valid
E22 0,731 0,1852 0,000 Valid
3. Cuaca Tidak
Mnentu
E31 0,378 0,1852 0,001 Valid
E32 0,493 0,1852 0,000 Valid
4. Kesesuaian bibit E41 0,345 0,1852 0,002 Valid
E42 0,635 0,1852 0,000 Valid
E43 0,329 0,1852 0,003 Valid
Sumber: Data primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan Tabel 5.8 data atribut evaluasi dikatakan valid
apabila:
Nilai r hitung > r tabel, atau
Sig < 0,05.
Tabel 5.8 di atas menujukkan bahwa niai r tabel sebesar 0,1852
yang artinya
lebih kecil dari nilai r hitung untuk keseluruhan pertanyaan
pada variabel bebas
atribut evaluasi. Nilai signifikansi pada pertanyaan
masing-masing variabel hampir
keseluruhan menunjukkan angka 0,00 yang berarti < 0,05.
Melihat nilai r hitung, r
tabel dan signifikansi dari Tabel 5.8 dapat ditarik kesimpulan
bahwa setiap
pertanyaan pada kuisioner dikatakan valid. Responden juga
memberikan jawaban
yang konsisten sehingga dapat dilanjutkan dengan analisis
selanjutnya.
5.2.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejuh mana suatu
alat pengukur
dapat dipercaya atau diandalkan (Widi, 2011). Uji reliabilitas
digunakan untuk
menguji tingkat konsistensi responden dalam menjawab pertanyaan
yang terdapat
-
84
pada kuisioner. Suatu variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach
Alpha > 0,60 (Hendayana, 2006). Hasil uji reliabilitas dapat
dilihat pada tabel 5.9.
berikut ini:
Tabel 5.9 Hasil Uji Reliabilitas
No Atribut Cronbach Alpha Keterangan
1 Kepercayaan 0,655 Reliabel
2 Evaluasi 0,713 Reliabel
Sumber: Data primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.9 hasil uji reliabilitas bahwa Atribut
Kepercayaan
mempunyai nilai Cronbach Alpha 0,655, Atribut Evaluasi mempunyai
nilai
Cronbach Alpha 0,713 dan Faktor Pembentuk Sikap memiliki nilai
Cronbach Alpha
0,723. Nilai Cronbach Alpha dari setiap atribut yang telah
dirinci seperti pada tabel di
atas > 0,60 yang dapat disimpulkan bahwa setiap jawaban yang
diberikan oleh
responden bersifat konsisten.
5.2.3 Analisis Atribut Fishbein
Pengukuran sikap menggunakan keseluruhan atribut fishbein, dapat
dihitung
menggunakan rumus di bawah ini:
∑
Rincian Urutan Prioritas Risiko berdasarkan Jumlah dan Rata-Rata
per-item
Atribut Fishbein dapat dilihat pada tabel 5.10 dan tabel 5.11
berikut ini:
-
85
Tabel 5.10 Urutan Prioritas Risiko Usahatani Bawang Merah
Berdasarkan Jumlah
Skor Responden
No Variabel
Nilai
kepercayaan
Nilai
Evaluasi Fishbein Urutan
1 fluktuasi harga 110 394 43340 4
2
Penyusutan Berat
Timbangan 108 458 49464 3
3
Cuaca Tidak
Menentu 212 276 58512 2
4
Kesesuaian
Pemilihan Bibit 161 598 96278 1
Sumber: Data Primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.10 petani di Kelompok Tani “Karya Bakti”
Dusun Pakan
sekaligus menjadi responden dalam penelitian ini beranggapan
bahwa kesesuaian
pemilihan bibit merupakan prioritas utama risiko usahatani
bawang merah.
Pernyataan tersebut berdasarkan hasil analisis Atribut Fishbein
menurut perhitungan
jumlah skor responden atribut kepercayaan kemudian dikalikan
dengan jumlah skor
atribut evaluasi. Risiko-risiko yang lain memiliki nilai urutan
masing-masing
berdasarkan hasil perhitungan analisis atribut fishbein seperti
pada tabel 5.10 di atas.
Analisis atribut fishbein juga membutuhkan perhitungan dari
hasil rata-rata seriap
variabel, yang mana dengan mengalikan rata-rata dari atribut
kepercayaan dengan
atribut evaluasi. Hasil perhitungan rata-rata beserta urutan
prioritas risiko usahatani
bawang merah dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini:
-
86
Tabel 5.11 Urutan Prioritas Risiko Usahatani Bawang Merah
Berdasarkan Rata-
Rata Skor Responden
No Variabel
Rata-Rata
Kepercayaan
Rata-Rata
Evaluasi Fishbein Urutan
1 fluktuasi harga 1.375 4.925 6.771875 4
2
Penyusutan Berat
Timbangan 1.35 5.725 7.72875 3
3
Cuaca Tidak
Menentu 2.65 3.45 9.1425 2
4
Kesesuaian
Pemilihan Bibit 2.0125 7.475
15.043437
5 1
Sumber: Data Primer, diolah Tahun 2020
Hasil analisis atribut fishbein berdasarkan tabel 5.11 menurut
rata-rata skor
responden risiko usahatani bawang merah yang dianggap sebagai
prioritas utama
yakni kesesuaian pemeilihan bibit. Kesamaan urutan prioritas
risiko kedua
perhitungan baik berdasarkan jumlah maupun rata-rata didapatkan
urutan prioritas
risiko usahatani sebagai berikut: (1) kesesuaian pemilihan
bibit, (2) Cuaca tidak
Menentu, (3) Penyusutan Berat Timbangan, dan (4) Fluktuasi
harga.
Berdasarkan hasil wawancara secara langsung dengan Responden
bahwa bibit
merupakan input yang paling penting untuk memulai berusahatani.
Pemilihan bibit
harus sesuai dengan jenis tanah, kadar air yang di butuhkan dan
disesuaikan dengan
cuaca daerah setempat. Cuaca merupakan penentu terbesar tumbuh
tidaknya bibit
yang ditanam, akan tetapi cuaca dapat dihitung dengan
perkiraan-perkiraan petani
atau petani biasa menyebutnya kalender tanam. Intensitas hujan
tinggi bukanlah
menjadi risiko dalam berusahatani, melainkan jika hujan yang
tidak teratur dan
bergantian dengan cuaca panas. Risiko dalam berusahatani
selanjutnya yakni
penyusutan berat timbangan. Penyusutan ini seringkali dijadikan
pertimbangan petani
-
87
apakah dijual dengan keadaan bawang merah sudah menyusut dan
kering atau tidak
dijual dengan alasan untuk dijadikan bibit selanjutnya. Menjual
dengan keadaan
bawang merah sudah menyusut tidak menjamin naiknya harga jual,
sehingga petani
akan dirugikan. Bawang merah yang sudah menyusut otomatis jika
dimasukkan ke
dalam timbangan akan lebih banyak jumlahnya yang masuk dengan
harga yang tidak
jauh berbeda dari harga jual sewaktu bawang merah masih segar.
Alasan petani tetap
menjual bawang merah dengan keadaan menyusut, karena petani
menunggu waktu
setelah musim panen dengan harapan harga jual akan jauh lebih
tinggi daripada
menjual pada musim panen raya. Perkiraan waktu menjual tersebut
berhubungan
dengan risiko usahatani bawang merah yang terakhir, yaitu
fluktuasi harga. Akibat
dari fluktuasi harga yakni pada pengembalian modal. Fluktuasi
harga pada usahatani
tidak dapat dihindari melainkan petani dapat meminimalisir
dengan memperkirakan
waktu tanam, waktu panen, dan waktu penjualan.
5.2.4 Analisis Faktor Pembentukan Sikap
5.2.4.1 Model Pengukuran (Outer Model)
Langkah selanjutnya yaitu evaluasi outer model dilakukan melalui
3 kriteria
yaitu convergent validity, discriminant validity dan composite
reliability. Berikut ini
adalah penjelasan detailnya.
a. Convergent Validity (Validitas Konvergen)
Convergent validity dari model pengukuran dapat dilihat dari
korelasi antara
skor indikator dengan skor konstruknya (loading factor) dengan
kriteria nilai loading
-
88
factor dari setiap indikator lebih besar dari 0,70 dapat
dikatakan valid. Selanjutnya
untuk nilai p-value apabila < 0,05 dianggap signifikan.
Dalam buku Machfud dan Dwi (2013: 66) dijelaskan bahwa dalam
beberapa
kasus, syarat loading di atas 0,70 sering tidak terpenuhi
khususnya untuk kuesioner
yang baru dikembangkan. Oleh karena itu, loading antara
0,40-0,70 harus tetap
dipertimbangkan untuk dipertahankan. Selanjutnya dijelaskan pula
bahwa, indikator
dengan loading < 0,40 dihapus dari model. Penghapusan
indikator dengan loading
antara 0,40-0,70 dilakukan apabila indikator tersebut dapat
meningkatkan AVE dan
composite reliability diatas nilai batasannya. Nilai batasan
untuk AVE 0,50 dan
composite reliability adalah 0,50.
-
89
Tabel 5.12 Pengukuran Outer Model dengan Loading Factor
Indikator Loading
Factor P-Value
Keterangan
A1.1 0.841
-
90
convergent validity. P-value juga telah memenuhi syarat yaitu
memiliki nilai sebesar
-
91
Lembaga Pendidikan Non-Formal dibentuk oleh 3 indikator.
Berdasarkan
tabel diatas, hasil dari pengolahan data menunjukkan ke 3
indikator dalam variabel
yaitu A6.1, A6.2, dan A6.3 memiliki nilai loading factor >
0,60 yang sudah
memenuhi kriteria convergent validity. P-value juga telah
memenuhi syarat yaitu
memiliki nilai sebesar 0,50 Valid
Media massa 0.634 >0,50 Valid
Lembaga pendidikan
Formal
0.698 >0,50 Valid
Lembaga Pendidikan
Non-Formal
0.695 >0,50 Valid
Sikap 1 >0,50 Valid
Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020
Berdasarkan hasil tabel diatas ke tujuh konstruk telah memenuhi
uji
convergent validity. Karena masing-masing variabel memiliki
nilai AVE lebih besar
dari 0,50.
-
92
b. Discriminant Validity Tabel 5.14 Pengujian Outer Model dengan
Discrimant Validity
Indikator A1 A2 A3 A4 A5 A6 Y
A1.1 0.757 0.067 -0.148 -0.068 0.286 -0.205 -0.101
A1.2 0.808 0.016 0.121 -0.037 -0.127 0.110 -0.088
A1.3 0.831 -0.078 -0.015 -0.082 -0.030 -0.020 0.057
A1.4 0.768 0.015 0.078 0.230 -0.171 0.163 0.124
A2.1 0.056 0.776 0.008 -0.038 0.118 0.029 0.002
A2.2 -0.106 0.792 -0.036 0.134 -0.103 0.044 0.043
A2.3 0.059 0.790 0.034 -0.115 -0.023 -0.090 -0.055
A3.1 0.046 -0.017 0.949 -0.115 -0.018 0.131 0.013
A3.2 0.201 0.253 0.726 -0.228 0.112 -0.480 -0.252
A3.3 -0.190 -0.148 0.897 0.292 -0.053 0.160 0.152
A4.1 0.547 -0.035 0.055 0.670 0.295 -0.200 -0.017
A4.2 -0.365 0.014 0.040 0.892 -0.213 0.125 -0.005
A4.3 0.032 0.010 -0.099 0.784 0.040 -0.001 0.021
A5.1 0.074 0.027 -0.245 0.110 0.875 -0.245 0.005
A5.2 0.032 0.019 0.133 -0.146 0.947 0.103 -0.070
A5.3 -0.102 -0.045 0.067 0.068 0.920 0.100 0.075
A6.1 -0.024 0.075 0.004 -0.024 -0.084 0.912 0.003
A6.2 -0.027 -0.152 -0.184 0.201 0.073 0.885 -0.034
A6.3 0.059 0.079 0.200 -0.195 0.020 0.938 0.034
Y 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000
Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020
Berdasarkan tabel 5.15 cross loading diatas dapat diketahui
bahwa untuk
setiap indikator dari masing-masing variabel laten sudah
memiliki nilai loading factor
yang paling besar dibanding loading factor variabel yang lain
jika dihubungkan
dengan variabel laten lainnya. Variabel-variabel laten tersebut
diantaranya: umur
(A1), pengalaman pribadi (A2), pengaruh orang lain yang dianggap
penting (A3),
media massa (A4), pendidikan formal (A5), dan pendidikan
non-formal (A6). Hal
ini berarti bahwa setiap variabel laten sudah memiliki
discriminant validity yang baik
dimana syarat discriminant validity pada penelitian ini sudah
terpenuhi.
-
93
c. Uji Reliabilitas
Tabel 5.15 Uji Reliabilitas pada Outer Model
Cronbach’s
Alpha
Composite
Reliability Keterangan
Umur 0.863 0.907 Reliabel
Pengalaman pribadi 0.881 0.928 Reliabel
Pengaruh orang lain yang
dianggap penting
0.702 0.836 Reliabel
Media massa 0.71 0.838 Reliabel
Lembaga pendidikan
Formal
0.782 0.874 Reliabel
Lembaga Pendidikan
Non-Formal
0.779 0.872 Reliabel
Sikap 1.00 1.00 Reliabel
Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020
Berdasarkan tabel 5.16 diatas, diketahui bahwa nilai Cronbach’s
Alpha dan
Composite Reliability masing-masing variabel lebih besar dari
0,70, maka dapat
disimpulkan bahwa ketujuh variabel telah reliabel untuk
digunakan sebagai model.
5.2.4.2 Model Pengukuran Inner Model
a.. Coefficient Determinant (R2)
Tab
el.
5.1
6 R-square dalam Pengukuran Inner Model 2
Sumber: Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020
Berdasarkan tabel 5.17 diatas dapat ditarik kesimpulan, R-square
variabel
sikap diperoleh sebesar 0,419. Hal ini menunjukkan bahwa
keragaman variabel umur,
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,
media massa,
Variabel R-square
Sikap 0.419
-
94
lembaga pendidikan Formal dan Lembaga pendidikan non-formal
sebesar 41,9%,
dengan nilai R-square tersebut, diketahui bahwa variabel umur,
pengalaman pribadi,
pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga
pendidikan
formal dan lembaga pendidikan non-formal memiliki kekuatan
prediksi yang sedang
terhadap atribut sikap yaitu sebesar 41,9%.Sedangkan 58,1%
lainnya dipengaruhi
oleh variable lain.
Q2 = 0,453
Berdasarkan perhitungan diatas, nilai Q2 untuk model analisis
SEM-PLS
dalam penelitian ini adalah 0,453 atau dengan kata lain nilai
kontribusi variabel umur,
pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,
media massa,
lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan non-formal
berpengaruh
terhadap atribut sikap sedangkan sisanya 54,7% merupakan
kontribusi dari variabel
lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini, karena nilai
tersebut lebih dari 0,35
maka dapat disimpulkan bahwa predictive relevance dalam
penelitian ini adalah kuat.
-
95
5.2.4.3 Uji Hipotesis
1 Gambar 5.1 Model Struktural SEM
Sumber : Output Wrap PLS 6.0, diolah 2020
Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan pada tabel dibawah
ini:
Tabel 5.17 Uji Hipotesis menggunakan P Value 3
Hipotesis Path Path
Coefficient
P Value Keterangan
H1 A1 Sikap -0.06 0.30 Signifikan
H2 A2 Sikap 0.13 0.11 Signifikan
H3 A3 Sikap -0.02 0.42 Signifikan
H4 A4 Sikap 0.06 0.30 Signifikan
H5 A5 Sikap 0.15 0.08 Signifikan
H6 A6 Sikap 0.21 0.02 Signifikan
Sumber: Data primer, diolah tahun 2020
Berdasarkan tabel 5.18 diatas dapat diketahui bahwa:
1. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Umur dibentuk oleh
4 indikator
yaitu A1.1, A1.2, A1.3, dan A1.4 memiliki pengaruh signifikan
yang lemah
terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,30 atau 30%.
-
96
2. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Pengalaman pribadi
dibentuk oleh 3
indikator .yaitu A2.1, A2.2, dan A2.3 memiliki pengaruh
signifikan yang
lemah terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,11 atau
11%.
3. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Pengaruh orang
lain yang dianggap
penting dibentuk oleh 3 indikator. yaitu A3.1, A3.2 dan A3.3
memiliki
pengaruh signifikan yang lemah terhadap sikap dengan nilai
signifikansi 0,42
atau 42%.
4. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Media massa
dibentuk oleh 3
indikator. A4.1, A4.2, dan A4.3 memiliki pengaruh signifikan
yang lemah
terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,30 atau 30%.
5. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Lembaga pendidikan
Formal
dibentuk oleh 3 indikator. yaitu A5.1, A5.2, dan A5. memiliki
pengaruh
signifikan terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,08 atau
8%.
6. Berdasarkan hasil analisis diatas variabel Lembaga Pendidikan
Non-Formal
dibentuk oleh 3 indikator. yaitu A6.1, A6.2, dan A6.3 memiliki
pengaruh
signifikan terhadap sikap dengan nilai signifikansi 0,02 atau
2%.
5.3 Hasil Tujuan I (Sikap Petani Bawang Merah)
Petani bawang merah di Dusun Pakan desa Purworejo yang tergabung
dalam
kelompok tani “Karya Bakti” memiliki sikap dan pola pikir yang
berbeda-beda.
Perbedaan sikap, pola pikir dan pengambilan keputusan ketika
terjadi masalah
dipengaruhi beberapa faktor diantaranya: umur, pengalaman
pribadi, pengaruh
orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga
pendidikan baik formal
-
97
maupun non-formal. Faktor-faktor yang lainnya, seperti petani
lebih percaya
dengan pengalaman pribadi dalam berusahatani dan insting yang
telah
dipertimbangkan berdasarkan pengetahuannya selama
berusahatani.
Kerugian dalam berusahatani yang dialami petani bawang merah
dianggap
sebagai sesuatu yang lumrah, sehingga petani bawang merah di
Dusun Pakan
Desa Purworejo pasrah ketika mengalami kerugian. Petani-petani
bawang merah
di Dusun Pakan belajar dari apa yang telah dialaminya atau
belajar dari
pengalaman yang pernah menimpa usahataninya. Petani lebih
percaya dengan
praktik yang langsung mendapatkan hasil daripada
informasi-informasi berupa
teori yang belum tentu juga pemberi informasi tersebut mampu
merealisasikan
teorinya tersebut. Pemikiran petani seperti inilah yang sering
kali menutup diri
dari informasi terbaru seputar usahatani yang dibawa oleh
penyuluh pertanian
atau PPL yang bertugas di tempat.
Usia petani bawang merah di Dusun Pakan Desa Purworejo mayoritas
>40
tahun dengan lama berusahatani >10 tahun, sehingga membuat
petani berfikir
bahwa petanilah yang lebih mahir dalam berusahatani jika
dibandingkan dengan
PPL atau petugas penyuluhan pertanian yang hanya membawa
informasi-
informasi usahatani berupa teori. Petani-petani bawang merah
yang
menggabungkan dirinya menjadi anggota kelompok tani semata
untuk
mendapatkan bantuan dari atasan pemerintah untuk menunjang
usahataninya.
Bantuan yang diterima petani di Kelompok Tani “Karya Bakti”
seringkali
-
98
mengalami keterlambatan dalam menerima bantuan dari pemerintah
sehingga
petani menganggap bahwa semua permasalahan yang dialami dalam
berusahatani
hanya petani sendiri yang mampu menyelesaikannya tanpa bantuan
dari
pemerintah, penyuluh maupun orang lain karena jika mengalami
kerugian, baik
pihak penyuluh maupun pemerintah tidak memberikan ganti rugi
yang telah
dialami petani bawang merah.
5.4 Hasil Tujuan II (Keputusan akhir petani)
Petani merupakan pekerjaan utama sebagian besar penduduk Dusun
Pakan
Desa Purworejo Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang yang
tergabung dalam
suatu Kelompok Tani “Karya Bakti”. Luas lahan di Dusun Pakan
sebagian besar
digunakan sebagai lahan pertanian baik persawahan maupun tegal
atau ladang.
Sumber pengairan di Dusun Pakan berasal dari sumber air terjun
yang mengalir di
sungai-sungai dan air hujan. Kondisi tanah di Dusun Pakan juga
subur, akan
tetapi mayoritas petani menanam tanaman sayuran. Hal tersebut
mendukung
banyaknya penduduk bermatapencaharian sebagai petani.
Petani di Dusun Pakan tidak selalu mengalami keuntungan,
melainkan sering
juga mengalami kegagalan. Kegagalan yang dialami petani
dijadikan sebagai
pelajaran dan pengalaman untuk meperbaiki ke depannya. Petani
lebih percaya
dengan pengalaman yang telah dialaminya daripada teori baru yang
diberikan
oleh penyuluh atau biasa disebut PPL oleh petani di Dusun Pakan.
Pihak-pihak
yang dianggap penting di masyarakat juga tidak dipercayainya
karena petani
-
99
beranggapan jika mengalai kegagalan petani sendiri yang akan
menanggungnya.
Kegagalan dalam bertani dianggap sebagai suatu risiko dalam
berusahatani.
Wahyu Apriliyawati (2017) menjelaskan bahwa pentingnya
mengamati
pengalaman petani karena merupakan cara yang dianggap lebih baik
untuk
pengambilan keputusan daripada melalukan tindakan sendiri.
Pengalaman bertani
didapatkan dari keikutsertaan petani dalam kelompok tani dan
kegiatan
penyuluhan yang dilakukan oleh instansi terkait.
Penyebab kegagagalan dalam berusahatani bawang merah berdasarkan
hasil
perhitungan Analisis Fishbein didapatkan urutan prioritas
seperti tabel 5.4 berikut
ini:
Tabel 5.18 Urutan Prioritas Risiko Usahatani Bawang Merah
berdasarkan Hasil
Analisis Fishbein
No Variabel Risiko Usahatani
1 Kesesuaian Pemilihan Bibit
2 Cuaca tidak menentu
3 Penyusutan Berat Timbangan
4 Fluktuasi Harga
Pengelompokan risiko usahatani bawang merah tersebut
didapatkan
berdasarkan hasil survey dan wawancara langsung dengan petani
bawang merah
yang ada di Dusun Pakan Desa Purworejo Kecamatan Ngantang
Kabupaten
Malang. Petani sekaligus responden dalam penelitian ini
beranggapan bahwa
masalah utama dalam berusahatani bawang merah yakni bagaimana
memilih jenis
bibit bawang merah yang cocok dengan jenis tanah yang akan
ditanaminya.
Petani di Dusun Pakan menanam dengan 2 tipe lahan yakni : sawah
dan lading.
-
100
Perbedaan 2 tipe lahan tersebut membuat petani lebih
berhati-hati dalam memilih
jenis bibit yang cocok karena selain jenis tanahnya yang
berbeda, kandungan air
didalamnya juga berbeda. Penyebab kegagalan usahatani bawang
merah juga
disebabkan oleh perubahan cuaca yang tidak menentu. Perubagan
cuaca tidak
dapat diperkirakan atau dihindari karena termasuk faktor alam.
Petani dalam
menghadapi perubahan cuaca yang tidak menentu hanya bisa
memperkirakan
waktu tanam, selanjutnya jika terjadi perubahan yang tidak
menentu setelah
dilakukan penanaman petani hanya bisa pasrah. Faktor yang dapat
menyebabkan
kegagalan selanjutnya yakni penyusutan berat timbangan yang mana
petani dapat
mempertimbangkan 2 hal, diantanya: menjual pada musim raya
dengan keadaan
bawang merah padat dan harga murah atau rendah, atau menjual
tidak pada
musim panen akantetapi kondisi bawang merah menyusut, sehingga
jumlah
bawang merah yang masuk ke dalam timbangan dengan jumlah yang
lebih
banyak daripada kondisi bawang merah dalam keadaan padat.
Selisih harga pada
saat musim panen raya dengan tidak musim panen raya diperkirakan
Rp. 5000
sampai Rp. 10.000 per kilogram. Pernyataan selisih harga
tersebut berdasarkan
hasil wawancara langsung dengan petani bawang merah di Dusun
Pakan. Faktor
penyebab kegagalan selanjutnya yakni fluktuasi harga. Naik
turunnya harga
bawang merah dianggap sebagai faktor penyebab kegagalan
usahatani bawang
merah yang terakhir berdasarkan urutan prioritas didapatkan dari
hasil
perhitungan analisis fishbein. Tinggi rendahnya harga jual
bawang merah
mempengaruhi pengembalian modal awal dan dapat dijadikan sebagai
modal
-
101
kembali untuk menanam bawang merah selanjutnya, jika terjadi
kekurangan
modal untuk panen selanjutnya atau terjadi kerugian petani
menganggap suatu hal
yang wajar dalam berusahatani. Petani tetap melanjutkan
berusahatani kembali
meskipun telah mengalami kerugian dan kegagalan dan berusahatani
selanjutnya.
Petani akan melakukan berbagai langkah dalam menghadapi
kegagalan dalam
berusahatani.
Langkah petani dalam menanggulangi kegagalan yang dialaminya
yaitu
dengan menanam kembali. Petani memiliki strategi lain dan
inovasi-inovasi baru
dalam menanam Strategi yang dilakukan petani biasanya menanam
dengan
metode tumpangsari. Pemilihan jenis tanaman juga diperkirakan
untuk
menunjang jenis tanaman satu dengan lainnya. Alasan petani
melakukan metode
tumpangsari yaitu jika terjadi kegagalan suatu komoditas dapat
ditutup dengan
hasil panen komoditas lain. Metode tumpangsari juga mampu
menghemat waktu
bertanam sehingga dibutuhkan jangka waktu yang singkat untuk
menanam
berbagai macam komoditas. Waktu yang dibutuhkan dalam menunggu
masa
panen juga relatif singkat, karena pemilihan komoditas dalam
tumpangsari juga
memperkirakan jangka waktu panennya. Contoh komoditas yang
sering dilakukan
petani untuk metode tumpangsari yakni jahe, selada, cabe, tomat
dan terong.
Langkah yang diambil petani bawang merah di Dusun Pakan
setelah
mengalami kerugian mengambil langkah meminjam modal ke Lembaga
keuangan
yang dapat dipercayai, misalnya: meminjam di Bank BRI. Kelompok
tani “Karya
-
102
Bakti” Dusun Pakan juga bekerja sama dengan Bank BNI, akan
tetapi jika petani
ingin meminjam ke Bank BNI harus melewati prosedur Kelompok
Tani,
sedangkan jika meminjam ke Bank BRI dapat dilakukan secara
perorangan atau
individu. Petani-petani yang mengalami kerugian juga tidak
sedikit yang
meminjam pada Lembaga Keuangan Non-Formal, misalnya: Rentenir.
Alasan
petani meminjam ke Rentenir karena prosedur dalam meminjam tidak
ribet dan
persyaratannya juga sedikit, hanya saja bunga pinjamannya yang
tinggi.
-
103