41 Bab V Hasil dan Pembahasan Studi lapangan mengenai analisis risiko kesehatan terhadap pajanan debu telah dilakukan mulai Januari sampai dengan Februari 2008 di PT. X. Penelitian ini dilakukan di PT. X, karena berdasarkan hasil survei, perusahaan ini memiliki sumber bahaya debu yang berpotensi menurunkan tingkat kesehatan paru-paru pekerja. Subjek yang diteliti dibagi menjadi 2 bagian yaitu kelompok terpajan yang terdiri dari pekerja bengkel Cor 1 dan Cor 2, serta pekerja di bagian Perkakas tempa yang masing-masing berjumlah 30 orang. Penentuan sampel sebanyak masing- masing 30 orang, dikarenakan berbagai keterbatasan dalam penelitian ini. Sampel yang dimasukan dalam penelitian adalah laki-laki berusia 20-55 tahun yang merupakan usia kerja dengan masa kerja minimal 2 tahun di bagian bengkel yang sama (khusus kelompok terpajan), serta mampu melakukan uji paru-paru. Tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini jika terdapat pekerja dengan riwayat pekerjaan yang mengandung bahaya debu silika di tempat kerjanya terdahulu, seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang dapat mempengaruhi uji fungsi paru-paru yang akan dinilai (Yunus, 1996). Karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian didapatkan berdasarkan kuesioner. Hasil kuesioner untuk setiap pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Karakteristik Pekerja PT. X yang Disertakan dalam Penelitian Kelompok Pekerja Atribut Jawaban Terpajan Tidak Terpajan I. Data Umum Responden Jenis Kelamin Laki-laki 100% 100% Kebangsaan Indonesia 100% 100% Pendidikan Terakhir STM 96,67% 80% D1 3,33% 0% D2 0% 3,33% D3 0% 10% S1 0% 6,67% II. Perilaku Responden Kebiasaan Merokok / Hari Tidak Merokok 23,33% 23,33% < 6 Batang 16,67% 20%
35
Embed
Bab V Hasil dan Pembahasan - digilib.itb.ac.id · seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang ... Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
41
Bab V Hasil dan Pembahasan
Studi lapangan mengenai analisis risiko kesehatan terhadap pajanan debu telah
dilakukan mulai Januari sampai dengan Februari 2008 di PT. X. Penelitian ini
dilakukan di PT. X, karena berdasarkan hasil survei, perusahaan ini memiliki
sumber bahaya debu yang berpotensi menurunkan tingkat kesehatan paru-paru
pekerja.
Subjek yang diteliti dibagi menjadi 2 bagian yaitu kelompok terpajan yang terdiri
dari pekerja bengkel Cor 1 dan Cor 2, serta pekerja di bagian Perkakas tempa
yang masing-masing berjumlah 30 orang. Penentuan sampel sebanyak masing-
masing 30 orang, dikarenakan berbagai keterbatasan dalam penelitian ini. Sampel
yang dimasukan dalam penelitian adalah laki-laki berusia 20-55 tahun yang
merupakan usia kerja dengan masa kerja minimal 2 tahun di bagian bengkel yang
sama (khusus kelompok terpajan), serta mampu melakukan uji paru-paru. Tidak
dimasukkan ke dalam penelitian ini jika terdapat pekerja dengan riwayat
pekerjaan yang mengandung bahaya debu silika di tempat kerjanya terdahulu,
seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang
dapat mempengaruhi uji fungsi paru-paru yang akan dinilai (Yunus, 1996).
Karakteristik responden yang terlibat dalam penelitian didapatkan berdasarkan
kuesioner. Hasil kuesioner untuk setiap pekerja dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik Pekerja PT. X yang Disertakan dalam Penelitian
Kelompok Pekerja Atribut Jawaban Terpajan Tidak
Terpajan I. Data Umum Responden
Jenis Kelamin Laki-laki 100% 100% Kebangsaan Indonesia 100% 100% Pendidikan Terakhir STM 96,67% 80% D1 3,33% 0% D2 0% 3,33% D3 0% 10% S1 0% 6,67%
II. Perilaku Responden Kebiasaan Merokok / Hari Tidak Merokok 23,33% 23,33% < 6 Batang 16,67% 20%
42
Kelompok Pekerja Atribut Jawaban Terpajan Tidak
Terpajan 6 - 12 Batang 40% 30% > 12 Batang 20% 26,67% Kebiasaan Minum Susu Ya 93,33% 90% Tidak 6,67% 10% Kebiasaan Olah Raga / Bulan Tidak Berolah-raga 30% 23,33% 1 kali 10% 20% 2 kali 6,67% 10% 3 kali 3,33% 6,67% 4 kali 40% 36,66% 5 kali 3,33% 0% 8 kali 6,66% 3,33% Kebiasaan Makan / Hari 1 kali 0% 0% 2 kali 13,33% 23,33% 3 kali 76,67% 70% > 3 kali 10% 6,67% Penggunaan Masker Selama Bekerja Tidak 56,67% 100% Selalu 0% 0% Sesekali 26,66% 0% Saat Banyak Debu 16,67% 0%
III. Atribut Responden Pernah Bekerja di Perusahaan Lain Tidak 83,33% 83,33% Buruh 3,33% 0% Operator Mesin 6,67% 0% Sales 3,33% 0% Office Boy 3,33% 0% Maintenance 0% 6,67% Pengembangan Prod. 0% 3,33% Tekstil (Dyeing) 0% 6,67% Jarak Antara Rumah-Tempat Kerja < 5 Km 70,00% 63,33% 5 - 10 Km 16,67% 10,00% > 10 Km 13,33% 26,67% Cara Pergi ke Tempat Kerja Jalan Kaki 0% 3,33% Naik Angkutan Umum 16,67% 6,67% Naik Sepeda 3,33% Naik Sepeda Motor 80% 90% Naik Mobil 0% 0% Pernah Mengalami Keluhan Kesehatan Tidak 70% 100%
Sesak 3,33% 0% Batuk 26,67% 0% Gangguan Kesehatan Tersebut Ya 25% 0% Masih Diderita Tidak 75% 0%
Berdasarkan Tabel 5.1, terlihat bahwa secara umum karakteristik pekerja
kelompok terpajan dan tidak terpajan debu, memiliki kesamaan satu sama lain,
Tabel 5.1 (lanjutan)
43
dan memenuhi kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa semua pekerja tersebut layak untuk diikutsertakan dalam penelitian.
Analisis risiko kesehatan yang dilakukan di perusahaan ini meliputi beberapa
tahap antara lain:
• Identifikasi bahaya
• Evaluasi pajanan
• Evaluasi dosis-respon
• Karakterisasi risiko
5.1 Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana sumber bahaya
dapat membahayakan kesehatan pekerja. Proses identifikasi bahaya dalam
penelitian ini dibagi beberapa tahap, yaitu:
• Analisis bahaya SiO2 terhadap kesehatan
• Menghitung kesepadanan antara kedua kelompok terpajan dan tidak
terpajan debu
• Menentukan nilai indeks bahaya
5.1.1 Bahaya SiO2 Terhadap Kesehatan
Seperti telah disebutkan dalam tinjauan pustaka bahwa SiO2 (kristalin silika)
sangat berbahaya terhadap kesehatan paru-paru. SiO2 dapat masuk ke saluran
pernapasan sehingga dapat menyebabkan fibrosis jaringan paru-paru dan dapat
mempengaruhi volume paru-paru (Yunus, 1997). Beberapa hasil penelitian
menduga bahwa dalam jangka panjang silika dapat menyebabkan kanker, namun
penelitian tersebut masih terus dikembangkan sehingga kristalin silika tidak
termasuk ke dalam tabel tentang daftar bahan yang karsinogenik (NIOSH, 2002).
Dengan demikian kristalin silika merupakan material yang tidak bersifat
karsinogenik sehingga dapat digolongkan ke dalam treshold substances (OSHA,
1997).
44
Nilai ambang batas (NAB) kristalin silika (quartz) di tempat kerja menurut
ACGIH adalah sebesar 0,05 mg/m3 (NIOSH, 2002). Banyak penelitian yang
menunjukkan bahwa NAB kristalin silika sangat tergantung dari persentase SiO2
dalam debu, sehingga NAB silika berkisar antara 0,1-5 mg/m3 (Sheehy, 1996).
Perhitungan untuk NAB silika dapat diperoleh berdasarkan Persamaan 2.2.
Sehingga berdasarkan persamaan tersebut, untuk mengetahui NAB silika
diperlukan metode X-ray diffraction (XRD) untuk mengetahui persentase SiO2
dalam debu.
5.1.2 Menghitung Kesepadanan Antar Kedua Kelompok
Seperti telah disebutkan dalam tinjauan pustaka, bahwa nilai FEV1.0 seseorang
sangat dipengaruhi oleh banyak faktor (Pringadi, 1992). Untuk membandingkan
nilai FEV1.0 dari kedua kelompok pekerja, maka harus dipastikan bahwa kedua
kelompok pekerja tersebut memiliki karakteristik yang serupa. Penghitungan nilai
kesepadanan antara kedua kelompok dilakukan dengan menggunakan ANOVA
dengan α = 0,05, meliputi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi volume paru-
paru seseorang, yaitu: kebiasaan merokok, tinggi badan, berat badan, lamanya
pajanan (lama kerja) dan usia (Koo et al., 2000). Berdasarkan hal tersebut dapat
ditentukan hipotesis yaitu:
Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata parameter untuk kelompok pekerja
terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.
Ha = Terdapat perbedaan nilai rata-rata parameter untuk kelompok pekerja
terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.
Sehingga dari hipotesis di atas dapat dibuat kriteria keputusan yaitu:
• Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima, dan
• Jika F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak
Hasil ANOVA untuk setiap atribut pekerja selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
5.2.
45
Tabel 5.2 ANOVA Karakteristik Pekerja
Nilai Rata-rata Parameter
Terpajan n=30
Tidak Terpajan
n=30
F hitung
F tabel
P Keterangan
Tinggi Badan (cm) 167,10 165,20 3,468 4,007 0,067 Tidak berbeda
nyata Kebiasaan Merokok 1,57 1,60 0,014 4,007 0,907 Tidak berbeda
nyata Berat Badan (kg) 58,17 62,00 3,371 4,007 0,071 Tidak berbeda
nyata Lama Kerja (thn) 10,10 10,22 0,004 4,007 0,950 Tidak berbeda
nyata Usia (thn) 32,53 33,13 0,072 4,007 0,789 Tidak berbeda
nyata Keterangan : α = 0,05
Berdasarkan Tabel 5.2 terlihat bahwa nilai F hitung untuk parameter tinggi badan,
kebiasaan merokok, berat badan, lamanya pajanan (lama kerja) dan usia lebih
kecil dari F tabel. Dengan demikian Ho diterima, yang artinya tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara nilai rata-rata seluruh parameter tersebut untuk
kelompok pekerja terpajan dibandingkan dengan kelompok pekerja tidak terpajan.
Nilai rata-rata FEV1.0 untuk kelompok tidak terpajan dan kelompok terpajan
masing-masing 3,70 dan 3,26 liter. Nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan
menggunakan ANOVA (α=0,05), sehingga didapatkan hipotesis sebagai berikut:
Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata FEV1.0 untuk kelompok pekerja
terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.
Ha = Terdapat perbedaan nilai rata-rata FEV1.0 untuk kelompok pekerja
terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.
Sehingga dari hipotesis di atas dapat dibuat kriteria keputusan yaitu:
• Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima, dan
• Jika F hitung ≥ F tabel, maka Ho ditolak
Perbandingan nilai FEV1.0 antara kedua kelompok tersebut dapat dilihat pada
Tabel 5.3.
46
Tabel 5.3 Rata-rata FEV1.0 Kelompok Tidak Terpajan dan Kelompok Terpajan
Nilai Rata-rata Parameter
Terpajan n=30
Tidak Terpajan
n=30
F hitung
F tabel P Keterangan
FEV1.0 (liter) 3,26 3,70 8,853 4,007 0,004 Berbeda nyata
Keterangan : α = 0,05
Dari Tabel 5.3 diperoleh nilai F hitung sebesar 8,853, sehingga jika dibandingkan
dengan F tabel sebesar 4,007, maka nilai F hitung > dari F tabel. Dengan
demikian Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata FEV1.0 untuk
kelompok pekerja terpajan dibandingkan dengan kelompok tidak terpajan.
Menurut Dirgawati (2007), semakin besar nilai FEV1.0 seseorang, maka semakin
baik tingkat kesehatan paru-parunya, sebaliknya semakin kecil nilai FEV1.0, maka
semakin buruk tingkat kesehatan paru-parunya.
Berdasarkan Tabel 5.2 dan 5.3, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai
FEV1.0 yang signifikan antara kedua kelompok pekerja terpajan dan tidak terpajan
debu silika, yang keduanya memiliki karakteristik yang serupa. Untuk mengetahui
sejauh mana bahaya debu terhadap tingkat kesehatan pekerja, maka dilakukan
analisis risiko kesehatan secara kuantitatif yaitu dengan menghitung indeks
bahaya.
5.1.3 Indeks Bahaya
Penentuan indeks bahaya dilakukan dengan mencari nilai HQ (hazard quotient)
terlebih dahulu dengan menggunakan Persamaan 3.1. Berdasarkan persamaan
tersebut, terlihat bahwa HQ merupakan hasil bagi antara ADD (average daily
dose) dengan RfD (reference dose) atau dikenal dengan NAB. Dalam penelitian
ini ADD dapat diketahui dengan menggunakan persamaan intake partikulat
(Persamaan 4.2).
47
Sedangkan NAB silika didapatkan dengan menggunakan Persamaan 2.2. Karena
berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka pemeriksaan kandungan debu
hanya dilakukan terhadap 3 sampel yang berasal dari 3 tempat yang berbeda yaitu
gedung Cor 1, gedung Cor 2 dari kelompok terpajan, dan gedung Perkakas tempa
dari kelompok tidak terpajan. Pengukuran kandungan silika dalam debu,
dilakukan di Pusat Survei Geologi dengan metode XRD. Hasil pengukuran silika
dengan XRD untuk ketiga tempat tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil Analisis SiO2 dengan Metode XRD
Tempat Jenis Silika Persentase Kristalin Silika dalam Debu
Sampel Gedung Cor 1 Quartz 43,8 %
Sampel Gedung Cor 2 Quartz 80,7 %
Sampel Gedung Perkakas tempa Low Quartz 55,8 %
Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa kandungan SiO2 di Cor 2 memiliki persentase
tertinggi yaitu 80,7 % diikuti oleh bagian Perkakas tempa dan Cor 1 masing-
masing 55,8 % dan 43,8 %. Dari Tabel terlihat juga bahwa persentase SiO2 untuk
bagian Cor 1 (kelompok terpajan) lebih kecil dibandingkan dengan persentase
SiO2 di bagian Perkakas tempa (kelompok tidak terpajan). Hal ini kemungkinan
disebabkan hasil metode XRD kurang akurat terutama untuk jumlah debu yang
sedikit (NIOSH, 2002).
Dengan menggunakan Persamaan 2.2, maka didapatkan NAB untuk masing-
masing tempat (Tabel 5.5).
Tabel 5.5 NAB Silika untuk Ketiga Tempat Penelitian
Tempat NAB (mg/m3)
Sampel Gedung Cor 1 0,218
Sampel Gedung Cor 2 0,120
Sampel Gedung Perkakas tempa 0,173
Berdasarkan Tabel 5.5, terlihat bahwa NAB silika di gedung Cor 2 memiliki
konsentrasi terendah, yaitu 0,120 mg/m3, diikuti oleh NAB silika di gedung
48
Perkakas tempa dan Cor 1, masing-masing 0,173 dan 0,218 mg/m3. Dengan
demikian, dapat diasumsikan bahwa kandungan debu silika pada pekerja Cor 2
lebih berbahaya dibandingkan dengan kandungan debu silika di Perkakas tempa
dan Cor 1.
Untuk mendapatkan nilai NAB dalam satuan (mg/kg.hari), maka dilakukan
pendekatan dengan menggunakan rumus intake dari Persamaan 3.2. Hasil lengkap
hubungan antara ADD, RfD, HQ dan HI untuk masing-masing sampel pada kedua
kelompok dapat dilihat pada Lampiran B, sedangkan grafik rata-rata HI untuk
setiap kelompok terpajan dan tidak terpajan dapat dilihat pada Gambar 5.1.
30,74
0,380,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
Inde
ks B
ahay
a
TerpajanTidak Terpajan
Gambar 5.1 Perbandingan Nilai Indeks Bahaya Untuk
Kelompok Terpajan dan Tidak Terpajan
Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa rata-rata nilai HI untuk kelompok terpajan yaitu
sebesar 30,74. Karena nilai HI lebih besar dari 1, maka pekerjaan yang dilakukan
oleh pekerja kelompok terpajan termasuk ke dalam pekerjaan yang
membahayakan kesehatan paru-paru. Sedangkan nilai HI untuk kelompok tidak
terpajan yaitu 0,38, sehingga dapat asumsikan bahwa aktivitas yang dilakukan di
kelompok tersebut tidak membahayakan kesehatan paru-paru pekerja (Gratt,
1996).
49
5.2 Evaluasi Pajanan
Evaluasi pajanan dilakukan dengan cara menganalisis proses kerja yang dapat
menimbulkan sumber bahaya debu terhadap pekerja. Analisis dilakukan secara
deskriptif terhadap proses yang terdapat dalam tempat kerja yang dianggap
berbahaya, berdasarkan nilai indeks bahaya (HI > 1). Dengan demikian, evaluasi
pajanan hanya dilakukan terhadap pekerja dari bagian Cor 1 dan Cor 2.
5.2.1 Evaluasi Pajanan Cor 1
Cor 1 merupakan tempat pengecoran logam terutama logam berukuran besar.
Secara umum proses yang terjadi di Cor 1 antara lain: melting (proses pelelehan
logam), pencetakan logam, dan finishing. Proses pencetakan logam di tempat ini
terdiri atas dua bagian utama, yaitu disamatic line (dise line) dan furan line.
Denah ruangan Cor 1 secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.2.
1'-2 1/4"
Disamatic Line
Furan Line
Melting Finishing
Shake Out
Shake Out
Gambar 5.2 Denah Ruangan Cor 1
Berdasarkan Gambar 5.2, terlihat bahwa bagian pencetakan logam terletak
diantara bagian melting dan finishing. Dari hasil pengamatan, terlihat bahwa
50
bagian pencetakan logam berpotensi memajani pekerja terhadap debu, sehingga
pada bagian ini terdapat 2 buah sistem ventilasi lokal (LEV) yang masing-masing
ditempatkan di bagian shake out disamatic dan furan line. Gedung ini memiliki
luas kurang lebih 5700 m2, dengan jumlah pekerja sekitar 76 orang. Hasil
pengukuran terhadap faktor fisik lingkungan kerja selama penelitian di Cor 1
dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Faktor Fisik Lingkungan Kerja Cor 1 Selama Penelitian
Faktor Fisik Lingkungan Kerja Min. Max.
Kecepatan Angin (m/detik) 0 1,3
Temperatur Ruangan (oC) 30 34
Kelembaban (%) 51 82
Tekanan Udara (mmHg) 638 640
Dari Tabel 5.6 terlihat bahwa kecepatan angin tergolong cukup rendah yaitu
berkisar 0 sampai 1,3 m/detik. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa
sumber bahaya debu lebih terpusat pada proses yang menghasilkan debu, yaitu di
bagian disamatic line dan furan line.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, penggunaan APD masker oleh pekerja yang
berada di tempat ini tidak dilakukan secara konsisten. Hasil wawancara
berdasarkan kuesioner terhadap 15 orang pekerja, menyatakan bahwa 67%
pekerja selama bekerjanya tidak menggunakan masker, 20% menyatakan sesekali
memakai masker, sedangkan 13% lainnya menyatakan memakai masker jika
diperlukan (Gambar 5.3).
51
n=15
Tidak menggunakan
masker67%
Sesekali20%
Selalu menggunakan
masker0%
Saat banyak debu13%
Gambar 5.3 Hasil Kuesioner Penggunaan Masker pada Pekerja Cor 1
Berdasarkan Gambar 5.3, sebagian besar pekerja di Cor 1 tidak menggunakan
APD masker selama bekerja. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah
satu sumber bahaya dominan yang berada di tempat ini adalah debu. Debu
dihasilkan oleh proses pencetakan logam, terutama berasal dari pasir kuarsa dan
bentonit yang digunakan sebagai bahan cetakan logam (Labaik, 2008). Debu
silika dapat masuk ke tubuh pekerja melalui inhalasi. Menurut Pudjiastuti tahun
2002, debu respirabel akan masuk melalui inhalasi ke saluran pernapasan pekerja,
dan akan mengendap di alveoli. Dengan demikian, pekerja yang tidak
menggunakan APD masker akan sangat berpotensi terpajan debu silika yang
berasal dari proses produksi.
Berdasarkan hal tersebut, maka pengukuran lebih difokuskan terhadap 15 orang
pekerja yang tidak menggunakan APD dan tersebar di bagian disamatic line dan
furan line. Hal ini sesuai dengan konsep maximum risk employees tentang strategi
pengukuran pajanan, dimana pekerja yang diukur adalah pekerja yang
diasumsikan memiliki pajanan debu terbanyak (OSHA, 2008).
52
5.2.1.1 Disamatic Line
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa disamatic line merupakan salah satu
unit dalam pencetakan logam di Cor 1. Proses pengecoran logam di disamatic line
dilakukan secara semi otomatis dengan menggunakan mesin disamatic. Secara
umum, proses ini dikendalikan oleh pekerja yang berada di ruang kontrol utama.
Sejumlah pekerja lainnya berada di luar ruang kontrol utama bertugas mengawasi
proses kerja, mengoperasikan mesin di luar ruang kontrol, serta secara langsung
terlibat dalam proses pencetakan logam. Hasil pengamatan terhadap proses kerja
yang terjadi di bagian disamatic line dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Selama pengamatan, pekerja yang dijadikan subjek penelitian adalah pekerja yang
selama bekerja tidak menggunakan APD masker. Konsentrasi debu respirabel
untuk pekerja di bagian disamatic line dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian
Disamatic Line
Kode Pekerja
Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/m3) Jenis Kerja
Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/m3) D1 0,124 D2 0,129 D3 0,146
Shake out 0,133
D4 0,104 D5 0,115 D6 0,105
Operator mesin 0,108
Pada Tabel 5.7 terlihat bahwa terdapat 6 orang pekerja yang dijadikan sebagai
sampel di bagian disamatic line. Pekerja dengan kode D1, D2, D3 terlibat
langsung dalam proses shake out, sedangkan pekerja dengan kode D4, D5, D6
tidak terlibat langsung dalam proses shake out (bekerja sebagai operator mesin).
Berdasarkan Tabel 5.7, terlihat pula bahwa konsentrasi debu silika respirabel
tertinggi ditemukan pada pekerja D3 yang bekerja di bagian shake out, yaitu 0,146
mg/m3. Rata-rata konsentrasi debu silika respirabel untuk pekerja di bagian ini
menunjukkan nilai lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi rata-rata debu
53
silika respirabel untuk pekerja di bagian operator mesin, masing-masing 0,133 dan
0,108 mg/m3. Proses shake out dilakukan dengan cara vibrasi terhadap cetakan
dan logam secara bersamaan dengan menggunakan mesin. Para pekerja yang
bekerja di tempat ini bertugas untuk membantu memisahkan antara barang
setengah jadi dengan cetakan pasir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
proses ini merupakan proses utama yang berpotensi memajani pekerja bagian
disamatic line dengan sumber bahaya debu silika.
Intake (ADD) debu silika respirabel dihitung untuk memperkirakan konsentrasi
yang masuk melalui inhalasi ke dalam tubuh pekerja di bagian disamatic line.
Nilai ADD pada setiap pekerja dapat dilihat di Tabel 5.8.
Tabel 5.8 ADD Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian
Disamatic Line
Kode Pekerja
ADD Debu Silika Respirabel
(mg/kg.hari) Jenis Kerja
Rata-rata ADD Debu Silika Respirabel
(mg/m3) D1 0,018 D2 0,022 D3 0,019
Shake out 0,020
D4 0,012 D5 0,016 D6 0,014
Operator mesin 0,014
Berdasarkan Tabel 5.8 terlihat bahwa pekerja dengan kode D2 memiliki nilai
intake tertinggi, yaitu 0,022 mg/kg.hari. Berbeda dengan hasil sebelumnya,
konsentrasi debu silika respirabel tertinggi diperoleh oleh pekerja dengan kode
D3. Hal ini disebabkan berdasarkan Persamaan 4.2 nilai ADD dipengaruhi oleh
beberapa hal, salah satunya berat badan dan lama kerja. Berdasarkan Lampiran B
diketahui bahwa lama kerja untuk kedua pekerja tersebut sama, yaitu 7 tahun,
sedangkan berat badan pekerja dengan kode D2 lebih kecil dibandingkan dengan
berat badan pekerja D3. Karena hal tersebut nilai intake pekerja D2 lebih besar
dibandingkan dengan nilai intake debu untuk pekerja D3.
Secara umum rata-rata intake debu silika pekerja di bagian shake out adalah 0,02
mg/kg.hari. Hal ini menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai
54
rata-rata intake debu silika untuk pekerja yang tidak terlibat shake out, yaitu 0,014
mg/kg.hari. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa kelompok pekerja
yang terlibat proses shake out akan memiliki nilai FEV1.0 yang lebih kecil
dibandingkan dengan pekerja yang tidak terlibat langsung proses shake out. Hal
ini sesuai dengan pendapat Koo et.al (2000), bahwa semakin besar intake terhadap
debu, maka nilai FEV1.0 akan semakin kecil.
5.2.1.2 Furan Line
Furan line merupakan unit lain di Cor 1 yang berfungsi dalam proses pencetakan
logam. Bagian ini terdiri atas 20 orang pekerja yang memiliki tugas spesifik untuk
masing-masing proses kerja. Pengamatan dilakukan terhadap 9 orang pekerja
yang selama pekerjaannya tidak menggunakan APD masker. Proses kerja yang
terjadi di bagian furan line dilakukan secara semi otomatis. Secara umum proses
kerja di bagian furan line dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Berbeda dengan proses di disamatic line, proses pencetakan logam yang terjadi di
furan line disebut juga dengan teknik kering. Hal ini disebabkan pada proses
pembuatan cetakan tidak digunakan air dan bentonit, tetapi digunakan binder yang
berasal dari senyawa alkohol. Konsentrasi debu silika respirabel untuk masing-
masing pekerja di bagian furan line dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Furan Line
Kode Pekerja
Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/m3) Jenis Kerja
Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/m3) F1 0,573 F2 0,346 Shake out 0,460
F3 0,383 F4 0,155 F5 0,193
Membuka cetakan &
Persiapan pola
0,244
F6 0,050 F7 0,139 Pengisian pasir 0,094
F8 0,038 F9 0,092 Setting cetakan 0,065
55
Berdasarkan Tabel 5.9 terlihat bahwa terdapat 9 orang pekerja yang dijadikan
sebagai sampel di bagian furan line. Dari Tabel 5.9, terlihat pula bahwa
konsentrasi debu silika respirabel untuk pekerja di bagian ini cukup beragam. Hal
tersebut disebabkan pekerja di bagian ini memiliki jenis pekerjaan yang spesifik
untuk setiap pekerjanya. Pekerja dengan kode F1 dan F2 bekerja di bagian shake
out, pekerja F3, F4 dan F5 bekerja membuka cetakan dan persiapan pola, pekerja
F6 dan F7 bekerja mengisi pasir (bahan cetakan) dari mixer sedangkan pekerja F8
dan F9 bertugas mengatur (setting) cetakan.
Sama halnya dengan proses disamatic line, pekerja yang paling berpotensi
terpajan debu di furan line adalah pekerja yang melakukan proses shake out. Hal
ini ditunjukkan oleh konsentrasi debu silika respirabel pekerja F1 yang bekerja di
bagian ini yaitu 0,573 mg/m3. Sedangkan rata-rata konsentrasi debu silika
respirabel pada pekerja yang melakukan aktivitas ini, yaitu 0,46 mg/m3.
Proses lain yang berpotensi memajani pekerja dengan debu adalah proses
membuka cetakan dan persiapan pola. Pada proses ini terlihat sejumlah debu
mengumpul pada zona pernapasan pekerja. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata
konsentrasi debu silika respirabel di tempat ini yaitu 0,244 mg/m3. Sedangkan
konsentrasi rata-rata debu silika respirabel pada pekerja dengan jenis kerja
pengisian pasir dan setting cetakan masing-masing menunjukkan konsentrasi
0,094 dan 0,065 mg/m3.
Intake (ADD) debu silika respirabel dihitung untuk memperkirakan konsentrasi
yang masuk melalui inhalasi ke dalam tubuh pekerja di bagian furan line. Nilai
ADD pada setiap pekerja dapat dilihat di Tabel 5.10.
56
Tabel 5.10 ADD Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Furan Line
Kode Pekerja
ADD Debu Silika Respirabel
(mg/kg.hari) Jenis Kerja
ADD Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/kg.hari) F1 0,106 F2 0,055 Shake out 0,080
F3 0,066 F4 0,023 F5 0,035
Membuka cetakan & Persiapan pola
0,041
F6 0,010 F7 0,025 Pengisian pasir 0,018
F8 0,006 F9 0,012 Setting cetakan 0,009
Sama halnya dengan konsentrasi debu silika respirabel, berdasarkan Tabel 5.10
nilai intake untuk pekerja yang bekerja di bagian shake out (F1), tetap
menunjukkan nilai tertinggi, yaitu 0,106 mg/kg.hari. Secara keseluruhan urutan
rata-rata konsentrasi debu silika respirabel menunjukkan urutan yang sama dengan
rata-rata intake untuk setiap kelompok kerja. Nilai rata-rata intake untuk setiap
jenis kerja yaitu 0,080, 0,041, 0,018, dan 0,009 mg/kg.hari, masing-masing untuk
pekerja di bagian shake out, persiapan pola, pengisian pasir, dan setting cetakan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pekerja dengan jenis kerja shake out
memiliki kecenderungan tertinggi untuk terkena penyakit pernapasan akibat kerja
di bagian disamatic line. Pajanan debu silika secara terus menerus akan
menimbulkan fibrosis paru-paru yang akan menimbulkan silikosis (NIOSH,
2002).
5.2.2 Evaluasi Pajanan Cor 2
Cor 2 merupakan salah satu tempat pengecoran yang terdapat di PT. X. Gedung
Cor 2 terletak di sebelah barat dari Cor 1, dan merupakan gedung yang pertama
didirikan. Denah Cor 2 secara umum dapat dilihat pada Gambar 5.4.
57
Gambar 5.4 Denah Ruangan Cor 2
Berdasarkan Gambar 5.4 terlihat bahwa proses pencetakan logam terletak diantara
bagian finishing dan melting. Berbeda dengan kondisi ruang kerja di Cor 1, pada
gedung Cor 2 tidak dilengkapi dengan sistem ventilasi lokal (LEV), namun
gedung ini memiliki banyak jendela di sepanjang salah satu sisinya yang selalu
dibiarkan terbuka selama proses kerja berlangsung. Gedung ini memiliki luas
kurang lebih 2800 m2 dengan jumlah pekerja 52 orang. Hasil pengukuran terhadap
faktor fisik di lingkungan kerja selama penelitian di Cor 2 dapat dilihat pada Tabel
5.11.
Tabel 5.11 Faktor Fisik Lingkungan Kerja Cor 2 Selama Penelitian
Faktor Fisik Lingkungan Kerja Min. Max.
Kecepatan Angin (m/detik) 0 1,1
Temperatur Ruangan (oC) 24 32
Kelembaban (%) 40 81
Tekanan Udara (mmHg) 638,04 639,31
Dari Tabel 5.11 terlihat bahwa kecepatan angin di tempat tersebut berkisar antara
0 sampai dengan 1,1 m/detik. Dengan demikian sama seperti di Cor 1 bahwa
tempat ini memiliki kecepatan angin yang rendah, sehingga sumber bahaya debu
yang dihasilkan oleh suatu proses cenderung berkumpul dekat dengan sumber
58
bahaya. Hasil kuesioner penggunaan APD pada pekerja Cor 2 selengkapnya dapat
dilihat pada Gambar 5.5.
n=15
Tidak menggunakan
masker47%
Sesekali33%
Selalu menggunakan
masker0%Saat banyak
debu20%
Gambar 5.5 Hasil Kuesioner Penggunaan Masker pada Pekerja Cor 2
Berdasarkan kuesioner pada pekerja Cor 2, masker yang disediakan oleh
perusahaan sebagian besar tidak digunakan. Sebanyak 47% pekerja menyatakan
bahwa selama bekerja tidak menggunakan masker, 33% menyatakan sesekali
memakai masker, sedangkan 20% lainnya menyatakan memakai masker jika
diperlukan. Berdasarkan hasil kuesioner tersebut dapat diasumsikan bahwa
pekerja di bagian proses pencetakan logam di Cor 2 berpotensi terpajan debu
silika dari proses produksi.
Sama halnya dengan Cor 1, di tempat ini juga terdapat 3 proses utama dalam
proses pengecoran logam, yaitu: melting (proses pelelehan logam), pencetakan
logam, dan finishing. Perbedaannya adalah pengecoran di Cor 2 dilakukan dalam
skala yang lebih kecil dibandingkan dengan Cor 1, selain itu proses pencetakan
logam yang dilakukan di bagian ini sebagian besar dilakukan secara manual.
59
Proses kerja yang berpotensi menghasilkan debu di tempat ini berasal dari proses
pencetakan logam. Berdasarkan jenis kerjanya, proses pencetakan logam dibagi
menjadi 2 kelompok kerja, yaitu: kelompok olah pasir dan kelompok cetak pasir.
Proses kerja secara keseluruhan dalam pencetakan logam di Cor 2 dapat dilihat
pada Gambar 3.3.
Proses kerja di Cor 2 termasuk ke dalam proses basah, karena menggunakan air
dan bentonit sebagai bahan dasar cetakan. Dengan demikian, proses ini memiliki
kesamaan dengan proses kerja yang dilakukan di bagian disamatic line Cor 1.
5.2.2.1 Olah Pasir
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa bagian olah pasir terdiri atas 4
orang dan masing-masing memiliki jenis pekerjaan yang relatif sama. Seperti
telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses pencetakan logam di Cor 2 secara
umum masih dilakukan secara manual.
Dari Gambar 3.3, tampak bahwa aktivitas utama yang dilakukan oleh bagian ini
antara lain: proses pencampuran antara pasir baru dan pasir bekas ke conveyor,
penambahan bahan cetakan secara manual ke dalam mixer, dan penurunan bahan
cetakan ke mesin cetak. Konsentrasi debu respirabel untuk pekerja di bagian olah
pasir dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Olah Pasir
Kode Pekerja
Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/m3) Jenis Kerja
Rata-rata Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/m3) O1 1,921 O2 2,188 O3 2,052 O4 1,804
Pencampuran, penambahan pasir,
serta penurunan bahan cetakan.
1,991
Berdasarkan Tabel 5.12, terlihat bahwa konsentrasi debu silika respirabel untuk
aktivitas olah pasir berkisar antara 1,804 sampai dengan 2,188 mg/m3, dengan
rata-rata.1,991 mg/m3. Dari konsentrasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
60
kegiatan olah pasir merupakan kegiatan yang lebih berbahaya dibandingkan
dengan dengan kegiatan pengecoran di bagian disamatic line maupun furan line
yang memiliki konsentrasi masing-masing 0,120 dan 0,219 mg/m3. Seperti telah
disebutkan sebelumnya bahwa setiap pekerja yang bertugas di bagian olah pasir
memiliki jenis kerja yang sama, yaitu pencampuran pasir baru dan pasir bekas,
penambahan bahan cetakan ke dalam mixer, penurunan bahan cetakan ke roda,
serta bersama-sama dengan bagian cetak pasir melakukan pembongkaran cetakan
pasir (shake out manual). Hal ini terlihat dari Tabel 5.12 bahwa konsentrasi debu
silika respirabel untuk masing-masing pekerja menunjukkan nilai yang hampir
sama.
Tingginya rata-rata konsentrasi debu di bagian ini kemungkinan disebabkan ketiga
aktivitas yang dilakukan oleh para pekerja sangat berpotensi menimbulkan bahaya
debu. Proses pemindahan pasir baru dan bekas ke conveyor dilakukan secara
manual dengan menggunakan sekop sehingga terlihat sejumlah debu berkumpul
pada proses ini. Sama halnya dengan proses pemindahan pasir, proses
penambahan bahan ke mixer juga sangat berpotensi menghasilkan debu. Aktivitas
ini dilakukan dengan cara memasukan bahan (bentonit) menggunakan sekop kecil
ke dalam mixer yang sedang beroperasi, sehingga debu yang dihasilkan sangat
dekat dengan zona pernapasan pekerja. Sedangkan aktivitas pengambilan pasir
dari mixer dilakukan dengan menggunakan roda.
Intake (ADD) debu silika respirabel dihitung untuk memperkirakan konsentrasi
yang masuk melalui inhalasi ke dalam tubuh pekerja di kelompok olah pasir. Nilai
ADD pada setiap pekerja dapat dilihat di Tabel 5.13.
Tabel 5.13 ADD Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Olah Pasir
Kode Pekerja
ADD Debu Silika Respirabel
(mg/kg.hari) Jenis Kerja
ADD Konsentrasi Debu Silika Respirabel
(mg/kg.hari) O1 0,345 O2 0,355 O3 0,425 O4 0,256
Pencampuran, penambahan pasir,
dan penurunan bahan cetakan.
0,345
61
Berdasarkan Tabel 5.13 terlihat bahwa pekerja dengan kode O3 memiliki intake
tertinggi, yaitu 0,425 mg/kg.hari. Berbeda dengan hasil sebelumnya, konsentrasi
debu silika respirabel tertinggi diperoleh oleh pekerja dengan kode O2. Perbedaan
ini disebabkan oleh perbedaan berat badan antara kedua pekerja tersebut
(Lampiran B), di mana berat badan pekerja dengan kode O2 lebih besar
dibandingkan dengan berat badan O3, masing-masing 55 dan 46 kg.
Secara umum nilai intake rata-rata debu silika respirabel untuk kelompok ini
adalah 0,345 mg/kg.hari. Nilai ini lebih tinggi dari rata-rata intake debu silika
respirabel di bagian disamatic line dan furan line, yaitu 0,017 dan 0,038
mg/kg.hari. Dengan demikian, pekerja yang bertugas di bagian ini lebih
berpotensi terkena penyakit paru-paru akibat kerja, dibandingkan dengan
kelompok pekerja di Cor 1.
5.2.2.2 Cetak Pasir
Proses cetak pasir merupakan lanjutan dari proses olah pasir (Gambar 5.12).
Pekerja di kelompok ini berjumlah kurang lebih 20 orang. Berdasarkan Gambar
5.12, aktivitas utama pekerja di bagian ini antara lain: membuat cetakan logam di
mesin Jolt-quis (mesin cetak), penghalusan dan setting cetakan dan proses
pengecoran logam. Proses pembuatan dan penghalusan cetakan dilakukan oleh
pekerja tertentu, sedangkan proses pengecoran logam dilakukan dengan
menggunakan crane secara bersama-sama oleh semua pekerja yang ada di bagian
ini. Hasil debu silika respirabel untuk kelompok ini dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14 Konsentrasi Debu Silika Respirabel pada Pekerja Bagian Cetak Pasir