47 BAB V FAKTOR PENGARUH PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG TAHUN 2009-2013 4.3.Ledakan Harga Komoditas (Commodity Boom) Tahun 2000 Pada tahun 1999, lingkungan ekonomi internasional telah berubah secara fundamental. China memulai tingkat pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya karena pembukaan ekonominya ke pasar global. Ekspor manufaktur dalam industri padat karya sebagian besar didominasi oleh China dan Jepang. Pada awal tahun 2000 terjadi ledakan harga komoditas (resource boom) yang menyebabkan harga beberapa komoditas melonjak naik akibat dari permintaan pasar China dan Jepang, khususnya komoditas barang mentah seperti minyak mentah, gas alam dan batu bara. Produk pertanian juga ikut mengalami hal yang sama. Ledakan harga komoditas di Indonesia sendiri merupakan sebuah fenomena dimana terjadi tren peningkatan ekonomi yang dihasilkan dari surplus neraca perdagangan luar negeri Indonesia dari tahun 2001 hingga 2011 (terkecuali tahun 2008). Tabel 7.0: Sepuluh komoditas teratas berdasarkan pangsa ekspor (%), 2014/2000 Commodity groups % in 2014 Commodity groups % in 2000 Batu bara 11.82 Gas 10.66 Minyak kelapa sawit 9.91 Minyak mentah 9.80 Gas 9.75 Pakaian 7.62 Bahan kimia 6.84 Bahan kimia 4.53 Minyak mentah 5.40 Minyak mentah 4.28 Pakaian 4.40 Kayu lapis 3.74 Produk manufaktur 3.41 Komputer, proses data otomatis 3.71 Peralatan transportasi 3.06 Kertas dan produk kertas 3.64
20
Embed
BAB V FAKTOR PENGARUH PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
47
BAB V
FAKTOR PENGARUH PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG
TAHUN 2009-2013
4.3.Ledakan Harga Komoditas (Commodity Boom) Tahun 2000
Pada tahun 1999, lingkungan ekonomi internasional telah berubah secara
fundamental. China memulai tingkat pertumbuhan ekonomi yang belum pernah
terjadi sebelumnya karena pembukaan ekonominya ke pasar global. Ekspor
manufaktur dalam industri padat karya sebagian besar didominasi oleh China
dan Jepang. Pada awal tahun 2000 terjadi ledakan harga komoditas (resource
boom) yang menyebabkan harga beberapa komoditas melonjak naik akibat dari
permintaan pasar China dan Jepang, khususnya komoditas barang mentah
seperti minyak mentah, gas alam dan batu bara. Produk pertanian juga ikut
mengalami hal yang sama.
Ledakan harga komoditas di Indonesia sendiri merupakan sebuah
fenomena dimana terjadi tren peningkatan ekonomi yang dihasilkan dari
surplus neraca perdagangan luar negeri Indonesia dari tahun 2001 hingga 2011
(terkecuali tahun 2008).
Tabel 7.0: Sepuluh komoditas teratas berdasarkan pangsa ekspor (%),
2014/2000
Commodity groups % in
2014
Commodity groups % in
2000
Batu bara 11.82 Gas 10.66
Minyak kelapa sawit 9.91 Minyak mentah 9.80
Gas 9.75 Pakaian 7.62
Bahan kimia 6.84 Bahan kimia 4.53
Minyak mentah 5.40 Minyak mentah 4.28
Pakaian 4.40 Kayu lapis 3.74
Produk manufaktur 3.41 Komputer, proses data
otomatis
3.71
Peralatan transportasi 3.06 Kertas dan produk kertas 3.64
48
Karet 2.73 Perekam video dan audio 3.51
Peralatan elektronik 2.44 Kain tekstil 3.51
Total % 10 tertinggi 59.76 Total % 10 tertinggi 55.01
Sumber : National Bureau of Statistics and World Bank staff calculations
Produk-produk yang mengalami peningkatan harga adalah produk migas
seperti batu bara dan hasil pertanian seperti karet dan kelapa sawit (lihat Tabel
6.0). Dua komoditas mendapatkan perubahan harga paling drastis adalah batu
bara dan minyak bumi, yang kemudian disusul oleh minyak kelapa sawit.
Peningkatan harga komoditas ini diakibatkan karena tingginya permintaan
bahan baku industri dan sumber energi fosil oleh China dan Jepang. Batu bara
sendiri merupakan sumber energi dominan pembangkitan listrik. Sebanyak 27
persen dari total produksi energi dunia dan sebanyak 39 persen dari seluruh
listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batu bara. Hal ini
dikarenakan melimpahnya jumlah batu bara. Dengan melimpahnya jumlah batu
bara dan proses ekstrasinya yang relatif mudah dan murah, ditambah dengan
persyaratan-persyaratan infrastruktur yang relatif lebih murah dibandingkan
dengan sumberdaya energi lainnya, membuat batu bara lebih diminati sebagai
komoditas perdagangan dan juga investasi.39 Daya saing China dan Jepang di
sektor manufaktur kelas bawah dikombinasikan dengan meroketnya harga
komoditas kemudian membalikkan keunggulan kompetitif Indonesia dalam
perdagangan internasional kembali ke komoditas berbasis sumber daya
(Garnaut, 2015).40
Ledakan harga komoditas diperkuat dengan kebijakan desentralisasi yang
dilakukan pada era reformasi dimana pemerintah daerah memiliki otonomi
dalam mengatur daerahnya, dalam hal memberikan izin bagi perusahaan
tambang untuk mengambil hasil alam Indonesia. Berdasarkan data dari
Jaringan Tambang (JATAM) Kalimantan Timur tahun 2007 ada sebanyak 633
39 Indonesia Investment. 2018. Batu Bara. dikutip dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM). https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/batu-
bara/item236 diakses pada 20 September 2019 40 Garnaut, Ross 2015. Indonesia’s Resources Boom in International Perspective: Policy
Dilemmas and Options for Continued Strong Growth. Ninth Sadli Lecture. Jakarta.
daerah juga, gubernur berhak mengatur secara luas terkait pembangunan
ekonomi, perencanaan tata ruang, dan otoritas pemberian izin usaha.44
Aturan-aturan ini yang kemudian penjadi faktor pendorong peningkatan
industri perkebunan sawit tanah air. Selama 20 tahun (1990-2010) tarakhir,
industri perkebunan sawit berkembang dari sekitar 1,1 juta hektar menjadi 7,8
juta hektar dan angkanya terus bertambah.45 Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, alokasi daerah untuk lahan perkebunan sawit di Indonesia meningkat
dari 7,8 juta hektar tahun 2010 menjadi 10 juta hektar pada tahun 2013 atau
sebesar sebesar 35 persen. Nilainya setara dengan peningkatan sebesar 520.000
hektar per tahun.
44 Regnskogfondet (Rainforest Foundation Norway). 2015. Indonesia`s Evolving Governance
Framework for Palm Oil. Implication for No Deforestation, No Peat Palm Oil Sector.
Daemeter. Bogor. Hal. 16 45 Tandan Sawit. Edisi No.1 Januari 2015. Perkebunan Kelapa Sawit Memicu Pembalakan Liar di
Indonesia. Sawit Watch. Hal. 15.
51
Grafik 4.0 Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2008-2013
Tahun Nilai Ekspor (USD Thousand)
Nilai Impor (USD Thousand)
Selisih Neraca (USD Thousand)
2008 137,020,424 129,244,050 7,776,374
2009 116,509,992 96,829,163 19,680,829
2010 157,779,103 135,663,280 22,115,823
2011 203,496,619 177,435,550 26,061,069
2012 190,031,839 191,690,908 -1,659,069
2013 182,551,754 186,628,631 -4,076,877
Sumber : Trademap.org
Tabel 8.0 Nilai Kontribusi Komoditas Batu Bara dan Kelapa Sawit
Terhadap Ekspor Indonesia Tahun 2008-2013 (USD Thousand)
Tahun Total nilai ekspor Indonesia
Nilai ekspor batu bara
Nilai ekspor kelapa sawit
2008 137,020,424 10,488,911 12,375,570
2009 116,509,992 13,799,108 10,367,621
2010 157,779,103 18,169,654 13,468,966
2011 203,496,619 25,523,153 17,261,247
2012 190,031,839 24,293,180 16,602,168
2013 182,551,754 22,773,242 15,838,850
0
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nilai EksporPerdaganganInternasionalIndonesia (USDThousand)
Nilai ImporPerdaganganInternasionalIndonesia (USDThousand)
52
Sektor pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit memberikan
dampak positif bagi perekonomian Indonesia hal ini dapat dilihat pada tabel 7.0
dimana batu bara menyumbang 12,2% dan kelapa sawit menyumbang 8.64%
dari total akumulasi perdagangan Indonesia selam 5 tahun (2009-2013).
Industri pertambangan menyumbang 5-8% dari PDB Indonesia dalam 10 tahun
terakhir sejak 2008, yang sekitar 80%-nya berasal dari industri batu bara.46
Pertumbuhan kuat Indonesia selama ledakan harga komoditas, rata-rata adalah
sekitar 6%, sebagian besar didorong oleh konsumsi domestik yang kuat,
investasi, dan ekspor bersih. Harga-harga komoditas yang terus meningkat pada
tahun 2003 hingga 2007 dan 2009 sampai 2010 menjadi penentu utama
pertumbuhan ekspor Indonesia yang kuat, menghasilkan keuntungan
perusahaan yang lebih tinggi, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan
pemerintah, yang pada gilirannya mendorong konsumsi domestik bersama
dengan output dan impor domestik.47
Meskipun Indonesia menikmati masa pertumbuhan ekonomi saat terjadi
ledakan harga komoditas akibat dari surplus perdagangan bahan mentah di
pasar lnternasional, tetap ada dampak negatif yang mengancam. Dampak
negatif yang paling dirasakan adalah pangsa ekspor produk manufaktur
Indonesia yang menurun secara signifikan sebagai akibat dari pergeseran dari
ekonomi berbasis manufaktur ke ekonomi berbasis sumber daya selama
ledakan harga komoditas, terutama di pertambangan dan produk pertanian yang
didominasi oleh batu bara dan minyak kelapa sawit48. Pada tahun 2000, minyak
mentah, minyak bumi, dan gas menempati urutan teratas dalam daftar nilai
ekspor. Dengan adanya ledakan harga komoditas, relevansi sektor manufaktur
dan komoditas olahan dalam ekspor menurun sehubungan dengan komoditas
mentah; ekspor barang teknologi tinggi juga menurun setelah awal tahun
46 Arinaldo, Deon. Julius Christian Adiatma. 2019. Rangkuman untuk Para Pembuat Kebijakan :
Dinamika Batu Bara Indonesia: Menuju Transisi Energi yang Adil. Jakarta. Institute for
Essential Services Reform 47 Wihardja M.M. The Effect of the Commodity Boom on Indonesia’s Macroeconomic
Fundamentals and Industrial Development. Jakarta Bursa Efek Jakarta 48 Ibid
53
2000.49 Peralihan ekspor manufaktur kepada komoditas olahan menandakan
relevansi yang semakin berkurang dari sektor manufaktur, terutama produk
manufaktur komoditas yang tidak diproses, di pasar ekspor selama terjadinya
ledakan harga komoditas. Hal ini dapat mengarahkan Indonesia kembali kepada
krisis ekonomi tahun 1997 dimana peningkatan sektor finansial tidak diikuti
dengan peningkatan di sektor riil dapat memicu inflasi. Hal ini dikarenakan
cadangan devisa yang besar menyebabkan apresiasi nilai tukar yang artinya
produk domestik relatif lebih mahal di pasar global. Sehingga, daya saing
produk lain, termasuk komoditas manufaktur, akan menurun. Hanya orang-
orang tertentu yang terlibat dalam produksi komoditas yang mendapatkan
keuntungan paling besar dari ledakan komoditas.50 Hal ini yang kemudian
menyabkan ketimpangan pendapatan dan dapat menyebabkan inflasi. Selain itu
pasokan beberapa komoditas yang diandalkan Indonesia untuk ekspor,
misalnya seperti minyak kelapa sawit, tidak menjamin keuntungan Indonesia
yang akan terus berlanjut, meskipun pasokan berlimpah tetap dapat
menyebabkan pelemahan harga begitu permintaannya menurun.
Hal ini terbukti pada awal tahun 2012 dimana Indonesia mengalami defisit
perdagangan dan memburuknya kondisi fundamental ekonomi makro. Hal ini
disebabkan karena konsumsi yang terus meningkat dan permintaan terhadap
barang ekspor yang tinggi tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat. Hal
ini tidak lepas kaitannya dari kebijakan subsidi BBM oleh pemerintah sejak
tahun 2007 yang terus membebani ABPN negara.51 Subsidi BBM yang
diberikan diharapkan mampu mendorong sektor manufaktur tetapi sayang nya
hal tersebut salah sasaran karena masyarakat serta pengusaha masih melihat
kelapa sawit dan batu bara sebagai komoditas yang menjanjikan. Sehingga saat
ledakan harga komoditas berakhir pada tahun 2011, neraca perdagangan
49 World Bank. 2014. Revitalizing Productivity in the Manufacturing Sector in Indonesia.
Presentation at the second roundtable, Job Policy Forum, 50 Rahmawaty, Anna. 2017. Potential commodities boom: Harmful for income inequality. Jakarta.
The Jakarta Post. https://www.thejakartapost.com/academia/2017/06/06/potential-commodities-
boom-harmful-for-income-inequality.html diakses pada 4 September 2019 51 Haryanto, Joko Tri. 2015. Reformasi Kebijakan Subsidi BBM. Jakarta. Kementerian Keuangan. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/reformasi-kebijakan-subsidi-bbm/
Impact on Japan and the Rest of the World. The Balance. https://www.thebalance.com/japan-s-2011-earthquake-tsunami-and-nuclear-disaster-3305662 diakses pada 19 Agustus 2019