Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB V – Analisis Pengembangan V-1 BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN RAMAH LINGKUNGAN DAN HEMAT ENERGI A. Pemilihan Konsep Sistem Angkutan Umum Massal Perkotaan Pilihan terhadap suatu bentuk sistem angkutan massal akan menentukan masa depan sebuah kota. Oleh karenanya diperlukan suatu pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar apa yang dicita-citakan oleh masyarakat dari suatu kota terhadap sistem transportasinya bisa tercapai dengan baik. Mengacu ke Encyclopedia Britanica, angkutan massal (mass transit atau mass transportation atau public transportation) didefinisikan sebagai pergerakkan banyak orang didalam kawasan perkotaan dengan menggunakan suatu moda (teknologi) perjalanan berkelompok seperti bus atau kereta atau kendaraan yang bisa mengangkut banyak orang dalam waktu yang bersamaan dengan lebih efisien dan ekonomis. Sementara beberapa kamus mendefinsikan angkutan massal sebagai angkutan yang mampu mengangkut dan memindahkan banyak orang dalam waktu yang bersamaan. Lebih spesifik lagi beberapa kamus mendefinisikan angkutan massal cepat (mass rapid transit) sebagai angkutan umum perkotaan yang menggunakan kereta dibawah tanah atau layang. Sementara UNFCCC mendefinisikan sistem angkutan massal cepat sebagai angkutan penumpang kolektif perkotaan (urban) atau pinggiran kota (suburban) yang dioperasikan dengan standar layanan yang tinggi yang terkait dengan waktu perjalanan dan kapasitas angkut penumpang. Baik dengan moda berbasis jalan ataupun berbasis rel diatas, permukaan dan dibawah tanah. Mengacu kepada berbagai kota besar & metropolitan terjadi kecenderungan bahwa sistem yang dipilih pada teknologi angkutan massal berbasis rel (MRT atau LRT). Namun akhir-akhir ini, karena berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh sebagian besar kota-kota metropolitan, ada kecenderungan untuk memilih sistem angkutan massal berbasis jalan, atau lebih khususnya adalah bentuk sistem Bus Rapid Transit (BRT). Oleh karenanya langkah awal yang dibutuhkan oleh pembuat kebijakan suatu kota adalah menyesuaikan sistem yang akan dipilih berdasarkan karakteristik kota tersebut dengan menggunakan parameter-parameter umum seperti yang ditunjukan dalamError! Reference source not found.Tabel 5. 1.
23
Embed
BAB V ANALISIS PENGEMBANGAN ANGKUTAN MASSAL …elibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000135... · lebih ramah lingkungan karena mempunyai kadar emisi yang lebih
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-1
BAB V
ANALISIS PENGEMBANGAN ANGKUTAN MASSAL
BERBASIS JALAN RAMAH LINGKUNGAN DAN HEMAT
ENERGI
A. Pemilihan Konsep Sistem Angkutan Umum Massal Perkotaan
Pilihan terhadap suatu bentuk sistem angkutan massal akan menentukan
masa depan sebuah kota. Oleh karenanya diperlukan suatu
pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar apa yang dicita-citakan
oleh masyarakat dari suatu kota terhadap sistem transportasinya bisa
tercapai dengan baik.
Mengacu ke Encyclopedia Britanica, angkutan massal (mass transit
atau mass transportation atau public transportation) didefinisikan
sebagai pergerakkan banyak orang didalam kawasan perkotaan dengan
menggunakan suatu moda (teknologi) perjalanan berkelompok seperti
bus atau kereta atau kendaraan yang bisa mengangkut banyak orang
dalam waktu yang bersamaan dengan lebih efisien dan ekonomis.
Sementara beberapa kamus mendefinsikan angkutan massal sebagai
angkutan yang mampu mengangkut dan memindahkan banyak orang
dalam waktu yang bersamaan. Lebih spesifik lagi beberapa kamus
mendefinisikan angkutan massal cepat (mass rapid transit) sebagai
angkutan umum perkotaan yang menggunakan kereta dibawah tanah
atau layang.
Sementara UNFCCC mendefinisikan sistem angkutan massal cepat
sebagai angkutan penumpang kolektif perkotaan (urban) atau pinggiran
kota (suburban) yang dioperasikan dengan standar layanan yang tinggi
yang terkait dengan waktu perjalanan dan kapasitas angkut penumpang.
Baik dengan moda berbasis jalan ataupun berbasis rel diatas,
permukaan dan dibawah tanah.
Mengacu kepada berbagai kota besar & metropolitan terjadi
kecenderungan bahwa sistem yang dipilih pada teknologi angkutan
massal berbasis rel (MRT atau LRT). Namun akhir-akhir ini, karena
berbagai keterbatasan yang dihadapi oleh sebagian besar kota-kota
metropolitan, ada kecenderungan untuk memilih sistem angkutan
massal berbasis jalan, atau lebih khususnya adalah bentuk sistem Bus
Rapid Transit (BRT). Oleh karenanya langkah awal yang dibutuhkan
oleh pembuat kebijakan suatu kota adalah menyesuaikan sistem yang
akan dipilih berdasarkan karakteristik kota tersebut dengan
menggunakan parameter-parameter umum seperti yang ditunjukan
dalamError! Reference source not found.Tabel 5. 1.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-2
Tabel 5. 1. Kriteria untuk Pemilihan Sistem Angkutan Massal
Kriteria
Nilai Ambang
Kereta
(disyaratkan)
Kereta
(minimum)
atau BRT
Busway/BRT
(minimum)
Populasi Kawasan
Perkotaan
2,000,000 1,000,000 750,000
Populasi Pusat Kota 700,000 500,000 400,000
Kepadatan Populasi
Pusat Kota (org/km2)
5,500 3,900 1,950
Luas Lantai di CBD
(km2)
4,500,000 2,2500,000 1,800,000
Jumlah Pekerjaan 100,000 70,000 50,000
Tujuan perjalanan
harian di CBD/km2
120,000 60,000 40,000
Tujuan perjalanan
harian di
CBD/koridor
70,000 40,000 30,000
Pergerakkan keluar
CBD di garis cordon
di jam sibuk
75,000-100,000 50,000-70,000 35,000
Sumber:Deen, T.B. and Pratt, R.H. (1992)
Mengacu kepada kriteria didalam Tabel 5. 1, maka berdasarkan
ketersediaan data (dalam hal ini jumlah populasi kota) dari masing-
masing kota yang dijadikan sampel dalam studi ini, sistem angkutan
massal yang sesuai dengan karakteristik kota ditunjukan dalam
Tabel 5. 2.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-3
Tabel 5. 2. Sistem Angkutan Massal Kota-kota Sampel
KOTA
TEKNOLOGI SAUM KOTA
Kereta Kereta atau BRT Busway/BRT
DKI JAKARTA
SURABAYA
MEDAN
PALEMBANG
BANDUNG
SEMARANG
MAKASAR
Interpretasi dari sistem angkutan massal untuk kota-kota seperti yang
ditunjukan dalam Tabel 5. 2 adalah bahwa untuk kota dengan jumlah
populasi tertentu sudah harus dilayani oleh bentuk angkutan massal
tertentu, seperti DKI Jakarta dan Surabaya sudah harus dilayani oleh
angkutan massal berbasis rel. Namun ini tetap disesuaikan dengan
karakteristik dari koridor yang ada atau direncanakan, sehingga untuk
koridor-koridor yang belum sesuai tetap bisa dilayani oleh sistem
angkutan umum lainnya. Contoh lainnya adalah seperti kota Bandung
dan Medan yang masih bisa memiliki opsi antara angkutan masssal
berbasis rel dan jalan. Hal penting lainnya adalah juga
mempertimbangkan rencana kota dimasa datang terutama dari prediksi
jumlah penduduk yang akan ditampung. Sehingga tentunya pilihan
sistem angkutan massal ini selayaknya menggunakan ukuran angka
prediksi tersebut dan rekomendasi yang ditunjukan dalam Tabel 5. 2
(mis. kota Semarang& Makasar) bisa digunakan sebagai kebijakan
antara sampai kondisi dan kesiapan kota sudah tercapai.
B. Sistem dan Teknologi Ramah Lingkungan
Hasil pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor menghasilkan
sejumlah besar emisi (gas buang) seperti karbon monoksida,
hidrokarbon, nitrogen oksida dan sejumlah zat beracun seperti partikel
halus dan timbal, dimana masing-masing gas dan zat tersebut
bersamaan dengan hasil sekunder seperti ozon, dapat menyebabkan
dampak buruk bagi kesehatan maupun lingkungan.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-4
Berdasarkan hal tersebut, bahan bakar kendaraan merupakan aspek
penting dari strategi untuk menciptakan kualitas udara yang bersih.
Selain polusi udara, kendaraan bermotor juga dapat menghasilkan
kebisingan suara yang dapat berbahaya bagi kesehatan, dimana suara
kendaraan yang keras selain dapat berbahaya untuk pendengaran, juga
memberikan citra kendaraan yang buruk bagi masyarakat.Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat emisi kendaraan adalah:
1) Faktor-faktor yang terkait dengan perjalanan, seperti:Jumlah
perjalanan, jarak perjalanan, dan cara/gaya mengemudi;
2) Faktor-faktor yang terkait dengan jaringan jalan, seperti:Desain
geometris jalan;
3) Faktor-faktor yang terkait dengan kendaraan, seperti:Ukuran mesin,
horsepower, berat kendaraan.
Modatransportasi yang ramah lingkungan dapat didefinisikan sebagai
moda yang dapat memberikan manfaat bagi lingkungan, yaitu
kendaraan dengan konsumsi bahan bakar yang rendah (efisien),
menghasilkan emisi polutan dan suara yang rendah, manufaktur yang
ramah lingkungan, menggunakan bahan-bahanpembentuk kendaraan
yang optimum dan dapat di daur ulang, serta mempunyai kelebihan lain
yang relevan dengan lingkungan.Secara khusus, kendaraan yang ramah
lingkungan adalah suatu kendaraan yang memenuhi standar kualitas
lingkungan yang ditinjau berdasarkan tingkat emisi dan kebisingan
yang dihasilkan.Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengukur
kualitas lingkungan dari suatu kendaraan, yaitu:
1) Tingkat emisi;
2) Standar kualitas udara di sekitar;
3) Kualitas bahan bakar;
4) Jenis bahan bakar dan sistem penggerak;
5) Tingkat kebisingan di dalam dan di luar kendaraan;
6) Standar ventilasi dan temperatur di kendaraan.
Sementara itu, untuk mencapai standar emisi tertentu, beberapa
komponen yang perlu diperhatikan dalam program pengendalian emisi
yaitu:
1) Kualitas bahan bakar;
2) Teknologi mesin;
3) Teknologi pengendali emisi;
4) Program pemeriksaan dan perawatan kendaraan;
5) Pelatihan pengemudi.
Sedangkan untuk tingkat kebisingan, ditentukan oleh beberapa faktor
berikut, yaitu:
1) Teknologi bahan bakar dan penggerak;
2) Rancangan sistem penggerak;
3) Ukuran kendaraan (relatif terhadap ukuran mesin);
4) Teknologi peredam suara dan “knalpot” yang digunakan;
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-5
5) Kualitas permukaan jalan;
6) Proses perawatan/pemeliharaan.
C. Jenis dan Tingkat Emisi Bahan Bakar
Keputusan tentang jenis bahan bakar dan sistem penggerak(propulsion)
moda angkutan umum memiliki dampak terhadap kesehatan
masyarakat, efisiensi operasional dan biaya operasi. Pemilihan bahan
bakar dan teknologi mesin yang terbaik dibuat dengan pertimbangan
kelayakan ekonomi, keuangan, sosial dan lingkungan. Kebijakan dari
pemerintah juga penting untuk diperhitungkan karena mungkin terkait
dengan pertimbangan strategis yang lebih luas. Karakteristik polutan
dari berbagai jenis bahan bakar untuk modatransportasi dijelaskan
sebagai berikut;
1. Bensin (Gasoline)
Polutan yang menjadi perhatian terbesar dari kendaraan
berbahan bakar bensin adalah karbon monoksida (CO),
hydrocarbon (HC), nitrogen oksida (NOx), timbal, dan
hydrocarbon beracun seperti bensol. Zat-zat tersebut dapat
dipengaruhi oleh komposisi dari bensin yang digunakan oleh
kendaraan.
Karakteristik yang paling penting dari bensin terkait dengan
dampaknya pada emisi, yaitu kandungan timbal dan konsentrasi
belerang, volatilitas dan tingkatan bensol.
2. Solar Standar (Diesel)
Kendaraan diesel menghasilkan sejumlah besar NOx dan bahan
partikel (PM). Karena emisi PM sangat berbahaya, terutama
emisi PM dari kendaraan diesel, yang dapat menyebabkan
kanker, maka pengurangan emisi PM dari kendaraan diesel
merupakan prioritas yang utama.
Untuk mengurangi emisi PM dan NOx dari kendaraan diesel,
kandungan yang paling penting untuk diperhatikan yaitu kadar
belerang (sulfur), karena kadar belerang secara langsung
berkontribusi pada tingkat emisi PM.Sehingga penggunaan
teknologi untuk mengendalikan emisi PM dan NOx tidak akan
efektif bila menggunakan bahan bakar dengan kandungan
belerang yang tinggi.
3. Solar Bersih (Clean Diesel)
Bahan bakar diesel bersih merupakan bahan bakar diesel yang
lebih ramah lingkungan karena mempunyai kadar emisi yang
lebih rendah. Dengan adanya standar emisi untuk diesel dengan
kadar sulfur rendah/diesel bersih, maka pengurangan emisi
untuk Euro II dan III masing-masing sebesar 60% untuk kadar
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-6
PM dibandingkan dengan standar diesel sebelumnya, sementara
Euro IV mempunyai 80% emisi PM lebih rendah dari Euro III
dan dapat mengurangi 97% emisi PM dibandingkan dengan
Euro I.Bagaimanapun, terlepas dari upaya dalam aspek
lingkungan, bahan bakar diesel adalah sumber daya yang tidak
dapat terbarukan, dan akan menjadi semakin mahal. Risiko
harga energi dan keamanan di masa depan adalah risiko besar
yang dihadapi setiap perusahaan angkutan dalam konteks
penggunaan bahan bakar diesel. Oleh karena itu pertimbangan
teknologi alternatif untuk investasi transportasi sangat layak
untuk dipertimbangkan.
4. Gas Alam (Natural Gas/NG)
Gas alam (NG) adalah campuran dari hidrokarbon, terutama gas
metana (CH4). Gas ini disimpan pada tanki kendaraan dalam
keadaan terkompresi (CNG). CNG dipromosikan sebagai bahan
bakar alternatif yang baik untuk armada transportasi perkotaan
dan direpresentasikan sebagai “bahan bakar hijau”. Gas alam
(yang mengandung 85-99% senyawa metana) merupakan bahan
bakar yang menghasilkan tingkat emisi yang relatif lebih rendah
untuk beberapa jenis polutan, relatif lebih murah dan relatif
banyak tersedia.
Karena gas alam kebanyakan berupa senyawa metana, maka gas
alam mempunyai emisi hidrokarbon-non metana yang lebih
rendah dari kendaraan berbahan bakar bensin, tetapi
menghasilkan emisi senyawa metana yang lebih tinggi. Emisi
cold-start dari kendaraan BBG juga rendah, karena tidak
memerlukan pengayaan cold-start. Sebagai tambahan, hal ini
akan mereduksi emisi VOC dan CO. Sementara itu tingkat emisi
NOx dari kendaraan BBG dapat lebih tinggi atau lebih rendah
dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar bensin,
tergantung dari teknologi mesin yang digunakan. Tetapi
biasanya sedikit lebih rendah daripada kendaraan berbahan
bakar bensin.
Namun demikian, meskipun CNG adalah pilihan yang
bermanfaatsecara ekonomis untuk menggantimesin diesel yang
selama ini digunakan, atau sebagai sumber alternatif bahan
bakar ekonomis di mana gas alam dapat diperoleh dari sumber
lokal ketimbang minyak impor, BBG memiliki beberapa kendala
yang harus dipertimbangkan:
a) Mesin CNG menggunakan mesin percikan pengapian yang
menuntut perawatan yang lebih untuk menjaga kondisi
mesin tetap terjaga pada tingkat efisiensi yang tinggi.
b) Kualitas CNG dapat bervariasi tergantung pada sumbernya.
Kandungan dari gas alam dapat bervariasiyang juga
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-7
menghasilkan tingkat emisi yang bervariasi pula. Proporsi
berbagai metana dalam gas alam harus diperhitungkan
berkaitan dengan proses konversi gas, untuk menjamin
ketercapaian standar produk.
c) Pertimbangan teknis harus diperhitungkan, seperti
penerapan standar yang lebih tinggi untuk dukungan teknis
(seperti teknisi gas yang diperlukan untuk pemeliharaan)
dan pasokan sertapembuangan gas yang membutuhkan
investasi besar.
d) Adanya beberapa inefisiensi seperti beban ekstra
karenaharus membawa tabung silinder besar untuk
menyimpan gas, yang mengkonsumsi tenaga kendaraan
sehingga mengakibatkan kendaraan menjadi lebih berat.
Bahan bakar CNG juga memiliki efisiensi bahan bakar
yang lebih rendah karena mengandung lebih sedikit energi
pada tingkat yang setara dengan jumlah diesel (15-20%
lebih sedikit).
Sebuah studi yang membandingkanpenggunaan solar standar,
solar “bersih” berkadar sulfur rendah (penerapan saringan solar
khusus) dan CNG menunjukkan bahwa:
a) Solar dengan kadar sulfur rendah mampu mengurangi
tingkat emisi secara signifikan (PM, HC, NOx & CO);
b) Solar “bersih” (vs CNG) menunjukkan hasil penurunan
emisi yang signifikan dan lebih baik kecuali pada unsur
NOx;
c) Tingkat emisiyang lebih buruk dari CNG untuk emisi
beracun yang tidak diatur standarnya (seperti Benzene,
Karbonil, PAH) kecuali untuk unsur NO2PAH yang
kandungannya lebih buruk untuksolar.
d) Konsentrasi partikel PM yang serupabaik pada Diesel
maupun CNG dengan konsentrasi tinggi partikel ultra halus
untuk keduanya.
Faktor biaya untuk penggunaan CNG dibandingkan solar adalah
faktor yang sangat signifikan dengan pertimbangan bahwa biaya
modal dari CNG lebih tinggi karena mencakup pembelian bus,
stasiun pengisian bahan bakar, modifikasi keamanan depo dan
biaya operasional yang lebih tinggi. Selain itu lebih tingginya
biaya bahan bakar (dengan kondisi lebih rendah nilai ekonomi
bahan bakar & biaya kompresinya), meningkatkan biaya
pemeliharaan bus dan stasiun bahan bakar yang berdampak pada
tambahan biaya keseluruhan untuk pilihan teknologi berbahan
bakar CNG.
Aspek pertimbangan lain yang perlu dievaluasi dengan lebih
cermat adalah ketersediaan teknologi modern “diesel
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-8
bersih/Clean Diesel” (mesin berstandar Euro dan menggunakan
solar berkadar belerang rendah) yang teknologinya jauh lebih
maju, serta lebih ramah lingkungan dibandingkan CNG sebagai
bahan bakar. Sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih jenis bahan bakar CNG antara lain:
a) Baik CNG maupun Solar adalah bahan bakar fosil yang
mengeluarkan gas rumah kaca.
b) Bahan bakar alternatif (seperti biofuel) dapat memiliki
konsekuensi yang tidak diinginkan bagi masyarakat atau
lingkungan, karena potensi pengalihan dari bahan untuk
panganmenjadi bahan dasar untuk industri pembuatan
bahan bakar, atau hutan hujan dirusak untuk kepentingan
tanaman penghasil minyak.
c) Semua mesin pembakaran internal memancarkan gas
beracun (baik Diesel dan CNG). Penelitian yang dilakukan
oleh California Air Research menyimpulkan bahwa
meskipun CNG sedikit lebih baik dalam banyak kasus,
namun pada berbagai jenis layanan bus yang dioperasikan
dengan menggunakan CNG menunjukkan hasil yang
kurang konsisten atau terlalu variatif.
d) Ada kekhawatiran bahwa CNG mengandung bahan kimia
beracun, yang tidak terdapat dalam solar, dan untuk CNG
dan solar pada partikel ultra halus (PM2.5) yang merupakan
campuran yang kompleks dari partikel padat yang sangat
kecil dan tetesan cairan 2,5 mikron pada diameter yang
lebih kecil menyebabkan masalah kesehatan seperti asma,
bronkitis, dan serangan jantung.
5. Biodiesel
Biodiesel diproduksi dari hasil reaksi antara tumbuhan/lemak
hewan dengan methanol/etanol untuk menghasilkan bahan bakar
dengan viskositas rendah, yang serupa dengan karakteristik dari
bahan bakar diesel dan dapat digunakan langsung ataupun
dicampur dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi.
Biodiesel merupakan bahan bakar diesel yang tidak mengandung
sulfur, sehingga dapat mengurangi emisi CO, asap kendaraan,
dan emisi HC. Akan tetapi hasil dari beberapa kajian
menunjukkan emisi NOx biodiesel lebih tinggi dibandingkan
dengan bahan bakar diesel pada kondisi mesin normal. Selain itu
juga menghasilkan emisi bahan partikel (PM) yang lebih tinggi.
Tingginya biaya dari biodiesel merupakan salah satu sebab
utama biodiesel kurang diminati sebagai bahan bakar pengganti
diesel.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-9
6. Hidrogen (H2)
Hidrogen yang biasa digunakan sebagai bahan bakar adalah
jenis compressed hydrogen (CH2) dengan 200 bar atau liquefied
hydrogen (LH2) suhu -252°C (422°F). Hidrogen merupakan
suatu sumber energi sekunder, yang dihasilkan oleh sumber
energi fosil atau non-fosil.
Pengunaan hidrogen sebagai bahan bakar karena tingkat emisi
CO2 nya lebih rendah dari bahan bakar yang mengandung kadar
karbon. Penggunaan hidrogen akan memberikan keuntungan
yang lebih bila dihasilkan oleh sumber daya yang dapat
diperbaharui seperti dari listrik yang berasal dari energi yang
dapat diperbaharui atau dari biomass.
Hidrogen dapat digunakan dalam mesin pembakaran internal
(ICE) ataupun berbahan bakar sel, dimana pada saat hidrogen
digunakan pada kendaraan dengan mesin ICE, tingkat emisi
NOx nya setara dengan yang dihasilkan oleh mesin berbahan
bakar CNG.Selain itu juga menghasilkan tingkat emisi PM yang
lebih rendah.
Salah satu kelemahan dari bakar hidrogen adalah adanya biaya
tambahan untuk menghasilkan bahan bakar tersebut.
7. Bahan Bakar Sel (Fuel Cell)
Kendaraan berbahan bakar sel saat ini dianggap sebagai
teknologi kendaraan yang paling menjanjikan untuk masa depan.
Efisiensi dan biaya dari bahan bakar sel merupakan salah satu
masalah utama untuk menjadikan kendaraan berbahan bakar sel
sebagai kendaraan masa depan.
Keuntungan utama dari bahan bakar sel yaitu menghasilkan
tingkat emisi yang sangat rendah.
Sementara kelemahan dari bakar sel adalah faktor efisiensi
penggunaan bahan bakar dan biaya yang tinggi.Selain itu
besarnya beban dari sistem penyimpanan maupun komponen
penggerak untuk bahan bakar sel, 2 sampai 3 kali lebih tinggi
dari kendaraan berbahan bakar bensin.
8. Liquefied Petroleum Gas (LPG)
Teknologi mesin untuk kendaraan LPG sangat serupa dengan
kendaraan CNG. Sebagai bahan bakar, LPG memiliki banyak
keuntungan yang sama dengan CNG, selain itu terdapat
tambahan keuntungan yaitu lebih mudah dibawa di dalam
kendaraan.
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-10
Tingkat emisi dari kendaraan berbahan bakar LPG memiliki
banyak kesamaan dengan emisi kendaraan berbahan bakar
CNG. Dilain sisi komposisi utama pembentuk LPG yang berupa
campuran propan/butan mempengaruhi komposisi dari emisi
Volatile Organic Compund (VOC), reaktifitas fotokimia, dan
juga potensi pemanasan global.
Dengan menggunakan sistem bahan bakar yang lebih canggih,
(seperti injeksi bahan bakar dengan kendali elektronik)
berpotensi terhadap pengurangan emisi yang lebih tinggi.
Biaya untuk konversi dari bensin ke LPG lebih murah sedikit
dibandingkan dengan konversi ke (CNG) gas alam, karena biaya
untuk tanki bahan bakar yang lebih rendah.
9. Listrik-hibrida (Hybrid Electric)
Bus Listrik Hibrida (Hybrid Electric Bus, HEB) merupakan
kendaraan yang menggabungkan kekuatan dari auxiliary power
unit (APU), biasanya suatu mesin pembakaran dalam/ICE,
dengan suatu alat penyimpanan energi dan suatu motor listrik
untuk mengoptimalkan efisiensi berkendaraan. Beberapa
keuntungan dari HEB yaitu:
a) Mengurangi emisi hingga 90%;
b) 20-50% lebih hemat bahan bakar;
c) Kemampuan berkendara yang lebih baik, suara lebih
tenang;
d) Kinerja yang lebih baik;
e) Mengurangi perawatan ( rem, transmisi);
f) Menggunakan bahan bakar standar;
g) Serupa dengan kendaraan saat ini.
D. Perbandingan Emisi Bahan Bakar
1. Bus CNG dan Bensin (Gasoline)
Pengurangan emisi untuk kendaraan berbahan bakar CNG
dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar bensin adalah:
a) Karbon monoksida (CO) : 60-80%;
b) Gas organic non metana (NMOG) : 87%;
c) Nitrogen oksida (NOx) : 50-80%;
d) Karbon dioksida (CO2) : sekitar 20%;
e) Reaktifitas produksi ozon: 80-90%.
2. Bus CNG vs Solar
Sedangkan, pengurangan emisi dari kendaraan berbahan bakar
CNG (khususnya untuk kendaraan berat) dibandingkan dengan
kendaraan berbahan bakar diesel,:
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-11
a) CO : 70-90%;
b) Gas organic non metana (NMOG): 40-60%;
c) NOx : 80-90%;
d) Particulate Matter (PM 10): 90-95% (Catatan: sebagian
besar PM dipancarkan dari mesin berminyak pelumas yang
menembus di dalam kepala piston, dan bukan merupakan
hasil langsung dari CNG).
3. Bus CNG dan Bus listrik (Grid Connected /Catenary
Overhead Wires) vs Solar
Jika dilihat dari emisi gas rumah kaca (Green House Gas,
GHH), PM dan NOx yang dihasilkan oleh bus CNG dan listrik
maka terjadi pengurangan yang cukup signifikan bila
dibandingan dengan bus diesel, seperti yang ditunjukkan dalam
Tabel 5. 3.
Tabel 5. 3. Persentase perubahan pengurangan emisi saluran
pembuangan
JENIS
BAHAN
BAKAR
GHG PM NOx Tambahan Biaya
CNG -21 - 90 -30
Harga Kendaraan: $30K-40K
Bahan bakar: -30%
Biaya operasional: + 20%
Grid
Connected
(Catenary
Overhead
Wires)
-100 -100 -100
Harga Kendaraan: 1,5-1,8 kali
Biaya perawatan:bertambah
secara signifikan (karena
catenary system)
Sumber: WestStart-Calstart (2004)
4. Bus listrik hibrida/HEB vs Diesel
Perubahan emisi bus listrik hibrida/HEB-diesel dan HEB-bensin
terhadap bus diesel standar ditunjukan dalam Tabel 5. 4.
Tabel 5. 4. Persentase Perubahan Emisi terhadap Bus Diesel
JENIS
BAHAN
BAKAR
GHG PM NOx CO
Keuntungan
efisiensi
bahan bakar
Tambahan
Biaya
(x1,000)
Diesel
Hybrid
Electric
-35 -99 -44 -70 30-65 $100-200
Gasoline -25 >- >-95 -25 >20 $100-200
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-12
Hybrid
Electric
90
Sumber: WestStart-CALSTART (2004)
5. Bus CNG & HEB vs Diesel
California Air Research Board melakukan pengujian emisi
terhadap bus berbahan bakar diesel standar, CNG dan beberapa
bus listrik hibrida/HEB, dimana HEB-Diesel yang dilengkapi
dengan DPF dan HEB-Bensin dilengkapi dengan catalytic
converter. Hasil pengujian menunjukkan bahwa emisi PM dari
HEB-LPG cukup tinggi dibandingkan dengan emisi PM dari bus
CNG, maupun HEB-Diesel, akan tetapi masih lebih rendah bila
dibandingkan dengan busDiesel. Sementara emisi NOx dari
HEB (kecuali HEB-Diesel tahun 1998) lebih rendah
dibandingkan dengan emisi NOx dari bus CNG maupun
busDiesel.
6. Solar Euro V, CNG/LPG dan HEB-Diesel vs Solar
Dari hasil suatu studi yang dilakukan di Hongkong
menunjukkan bahwa terdapat pengurangan emisi yang cukup
besar untuk penggunaan bahan bakar diesel standar Euro-V,
CNG/LPG atau HEB-diesel dibandingkan dengan diesel standar.
7. Bahan bakar alternatif dan teknologi pengurang emisi vs
Solar.
Sementara itu dari hasil kajian yang dilakukan oleh WestStart-
Calstart (2004) terhadap pilihan bahan bakar dan sistem
penggerak untuk kendaraan BRT, menunjukkan besarnya
pengurangan emisi seperti yang ditunjukan dalamTabel 5. 5.
Tabel 5. 5. Persentase Perubahan Emisi terhadap Diesel Standar
Jenis Perlakuan/Modifikasi PM NOx
Diesel particulate filter (DPF) -90 +5
Exhaust Gas Recirculation <+5 -50
Diesel Oxidation Catalyst -20 sampai -50 0
Lean Nox Catalyst 0 -25
Lean Nox Catalyst&DPF >-85 -25
Selective Catalytic Reduction(SCR) -25 -70
Jenis Bahan Bakar PM NOx
Bio Diesel (B20) -10 +2
Diesel w/ Water emulsion (PuriNox) -63 -14
Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan
yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi
BAB V – Analisis Pengembangan V-13
Sumber: WestStart-CALSTART(2004)
E. Sistem dan Teknologi Hemat Energi
Secara umum, kendaraan yang hemat energi adalah kendaraan dengan
konsumsi bahan bakar paling efisien atau ekonomis, dimana efisiensi
pengunaan bahan bakar diukur berdasarkan rasio jarak tempuh
perjalanan per unit bahan bakar yang dikonsumsi, biasanya dalam km/
liter.
Beberapa parameter yang mempengaruhi efisiensi penggunaan bahan