digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 70 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI JUAL BELI SISTEM CAWUKAN DI DESA GEMPOLMANIS KECAMATAN SAMBENG KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis terhadap proses jual beli di Desa Gempolmanis Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan Berbagai jenis ilmu pengetahuan telah dijelaskan di dalam al-Quran, yang demikian itu menjadi salah satu bukti kesempurnaan agama Islam. Mengatur segala bentuk interaksi, baik hubungan dengan sesama makhluk maupun dengan Tuhan. Manusia yang notabenenya makhluk sosial dalam menjalani hidup memerlukan campur tangan orang lain. Mereka membutuhkan segala bentuk transaksi ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya. Islam memberikan keleluasaan kepada manusia untuk melakukan inovasi dalam hal muamalah dengan syarat tidak ada dalil yang melarangnya. Salah satu transaksi ekonomi yang dianjurkan dalam muamalah adalah jual beli. Jual beli merupakan salah satu jenis transaksi yang sering dijumpai dan dipakai dalam masyarakat. Dasar dibolehkannya transaksi jual belipun telah termaktub di dalam al-Qur’an. Selain itu, telah dijelaskan di dalam al- Qur’an mengenai larangan yang harus dihindari dari transaksi ini. Sehingga jelas batasan-batasan yang harus dijaga dalam menjamin kehalalannya. Jika dilihat dari rukun dan syarat jual beli, praktik jual beli di Desa Gempolmanis Kecamatan Sambeng Kabupaten Lamongan telah memenuhi syarat, hal ini sebagaimana pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa
20
Embed
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI JUAL BELI ...digilib.uinsby.ac.id/11964/7/Bab 4.pdfSalah satu transaksi ekonomi yang dianjurkan dalam muamalah adalah jual beli. Jual beli
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
sekitar tahun 1970-an. Tradisi tersebut sampai saat ini masih dilakukan oleh
masyarakat Desa Gempolmanis.
c. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam
suatu transaksi. Artinya dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak
telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan.
d. ‘Urf itu tidak bertentangan dengan na>s {, sehingga menyebabkan hukum
yang dikandung na>s { itu tidak bisa diterapkan. Tradisi jual beli menggunakan
sistem cawukan ini belum ada aturan yang secara jelas dijelaskan di dalam
al-Quran, tetapi terdapat beberapa ayat yang berhubungan dengan
timbangan atau takaran sebagaimana berikut ini:
1) Q.S al-Isra>’ (17) : 35
Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S al-Isra>’ : 35)142
Ayat di atas menyeru dengan kalimat “dan sempurnakan secara
sungguh-sungguh takaran apabila kamu menakar” untuk pihak lain
“dan timbanglah dengan neraca yang lurus” yakni benar dan adil.
“Itulah yang baik bagi kamu dan orang lain” karena dengan demikian
orang akan percaya kepada kamu sehingga semakin banyak yang
berinteraksi dengan kamu dan melakukan hal itu juga “lebih bagus
akibatnya” bagi kamu di akhirat nanti dan bagi seluruh masyarakat
kehidupan dunia ini.
142
Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahnya...,285.
Contoh lain, jika terdapat pembeli yang menginginkan
timbangan ¼ kg maka penjual akan membagi ukuran yang 1/2 kg
menjadi 2 bagian, hal ini diterapkan karena penjual dalam menjajakkan
barang dagangannya tidak membawa timbangan dengan alasan
timbangan sangat berat jika dibawa. Selain itu, pembeli juga jarang
membeli dengan mengucapkan jumlah barangnnya dalam ukuran
timbangan. Dan setelah melalui observasi hasil dari cawukan yang
diterapkan oleh lijo sesuai dengan timbangan pada umumnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sistem tersebut dapat diterapkan karena dilakukan
oleh orang yang ahli yakni lijo yang mayoritas sudah menekuni dunianya
lebih dari 10 tahun.
2) Q.S al-An’a>m (6) : 152
....
Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil, kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”. (Q.S al-An’a>m: 152)144
Dalam ayat di atas menjelaskan lima wasiat Allah yang
merupakan larangan mutlak, dan ayat ini melanjutkan dengan larangan
yang berkaitan dengan harta setelah sebelumnya pada larangan keempat
disebutkan tentang nyawa. Ini, karena harta adalah sesuatu yang nilainya
144
Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahnya..., 149.
timbangan jika ada atau jika pembeli memintanya dan juga sebagai upaya
untuk menarik pelanggan.
Contohnya lijo menjual ikan ketika pembeli hanya
menginginkan setengah darinya sedangkan ikan tidak dapat dijamin
kadar keadilan satu diantara keduannya, maka lijo harus pandai
membagi dengan tidak melakukan pilih kasih, dengan menambahkan
barang seperti daun bawang, tomat atau lainnya pada bagian ikan yang
dianggap kecil. Dalam bahasan ini Allah menyeru untuk melakukan
takaran sekedar kesanggupannya. Sedang dalam praktiknya inilah yang
dapat dilakukan lijo untk memenuhi kebutuhan pembeli.
3) Q.S al-Mut {affifi>n (83) : 1-6
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”.(Q.S al-Mut {affifi >n: 1-6)146
Para lijo tidak bermaksud untuk mengurangi timbangan, karena
mereka berfikir bahwa menerapkan sistem cawukan tersebut sebagai cara
yang paling tepat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Desa
Gempolmanis. Selain itu, mereka menerapkan sistem timbangan karena
146
Departemen Agama, Al-Quran dan terjemahnya..., 587.
keinginan pembeli yang sama-sama ingin segera dilayani karena
kebutuhan keluarga yang harus segera dilayani.
Untuk menjadikan jual beli di atas sah dan benar menurut Islam,
maka transaksi tersebut harus memenuhi syarat dan rukun dalam jual
beli. Salah satu syarat dalam objek jual beli adalah kejelasan kadar dari
barang yang diperjual belikan. Tetapi Islam sebagai agama yang
memberi kemudahan dalam segala urusan, maka Islam memberikan
hukum pengecualian, dalam hal ini dikenal sebagai jual beli jiza >f yaitu
jual beli sesuatu tanpa harus ditimbang, ditakar ataupun dihitung. Akan
tetapi jual beli dilakukan dengan cara menaksir jumlah objek transaksi
setelah melihat dan menyaksikannya secara cermat.147
Jual beli ini hukumnya boleh, hal ini berdasarkan hadith Nabi
Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ja>bir r.a ia
berkata:
لها بالكيل رة من التمر ال يـعلم كيـ �ى رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم عن البـيع الصبـ
مى من التمر المس
Artinya:“Rasulullah melarang menjual s {ubroh (kumpulan makanan tanpa ada timbangan dan takarannya) dari kurma yang tidak diketahui takarannya dengan kurma yang diketahui secara jelas takarannya.” (H.R. Muslim dan Nasa’i)148
Dalam hadith ini menjelaskan tentang bolehnya menjual kurma
tanpa ditimbang terlebih dahulu dengan catatan harga yang dibayarkan
147
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, cet III...,147. 148
Faishal bin Abdul Azi >z al-Muba >rrak, Busta>ul Ahba>r Mukhtasor Nailul Autha >r, juz II, (Kairo: darr Ishbiliya, 1998), 46.
atas kurma tersebut bukanlah barang yag sejenis, karena jika harga untuk
kurma tersebut berupa kurma yang sejenis, maka jual belinya menjadi
haram karena terdapat potensi perbedaan kuantitas diantara keduanya,
dan hal ini dekat dengan riba fadhl.
Jama’ah (imam hadith) kecuali at-Tirmidzi > dan Ibnu Ma >jah
meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a ia berkata:
م جزافا بأعلى السوق فـنـها هم الرسول صلى اهللا عليه وسلم أن كانـوا يـتبايـعون الطعا
قلوه يبيـع وا حىت يـنـ
Artinya: “Mereka (para sahabat) biasa melakukan jual beli makanan (gandum dan sebagainnya) ditengah-tengah pasar tanpa ditimbang atau ditakar terlebh dahulu, lalu rasulullah saw melarang mereka untuk menjual makanan tersebut sampai mereka memindahkannya (ketempat yang lain)”. ( H.R. Ibnu ‘Umar r.a)149
Dari hadith di atas, menunjukkan adanya persetujuan Nabi
Muhammad saw terhadap perbuatan sahabat yang melakukan trasaksi
secara jiza>f. Akan tetapi, beliau melarang mereka melakukan jual beli
sesuatu sebelum terjadi serah terima dan melunasi pembayarannya.150
Ulama’ empat madzhab sepakat atas keabsahan jual beli
shubroh secara jiza>f. Ibnu Qudamah berkata sebagaimana dikutip dari
buku yang ditulis oleh Dimyauddin Djuwaini , boleh melakukan jual beli
shubroh dengan syarat penjual dan pembeli tidak mengetahui kadarnya
secara pasti dan kami tidak mengetahui adanya khilaf (perbedaan
pendapat). Dalam transaksi ini ulama’ fiqh menyebutkan kaidah terkait
149
Imam Syukani, Nailul Autha >r,Vol V (tt:tp,tt) 179. 150
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (terj)...,291.