26 BAB IV Sejarah dan perkembangan pengelolaan perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea (PNG) 4.1 Deskripsi perbatasan RI-PNG Indonesia berbatasan darat secara langsung dengan tiga negara yakni Malaysia dengan kalimantan di Wilayah Indonesia Tengah, Timor Leste dengan Nusa Tenggara Timur di Indonesia Timur, dan PNG dengan Papua juga di Indonesia bagian timur. Di wilayah Indonesia Timur pada bab ini penulis akan menjabarkan secara umum letak dan keberadaan perbatasan RI-PNG tepatnya di Distrik Muara Tami, Desa Mosso, Kota Jayapura, Provinsi Papua. Berikut gambaran umum perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea. Kondisi Geografis Papua adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Nugini Bagian Barat atau West New Guinea. Papua juga sering disebut sebagai Papua Barat karena Papua bisa merujuk kepada seluruh pulau Nugini termasuk belahan timur negara tetangga, East New Guinea atau Papua Nugini. Papua Barat adalah sebutan yang lebih disukai para nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Provinsi ini dulu dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini diganti menjadi Papua sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua (OTSUS). Pada masa era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea). Kota Jayapura merupakan Ibu Kota Provinsi Papua yang memiliki luas adalah 940 Km2 atau 940.000 Ha Kota Jayapura terdiri dari 5 Distrik, terbagi habis menjadi 25 Kelurahan dan 14 Kampung. Sedangkan untuk letak astronomis, Kota Jayapura terletak pada 1°28”17,26”LS - 3°58’082”LS dan 137°34’10,6”BT - 141°0’8’22”BT. Letak geografis Kota Jayapura secara administratif,sebelah Utara berbatasan dengan Lautan Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kerom, sebelah Timur berbatasan dengan Negara Papua New Gunea, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jayapura. Penduduk asli Kota Jayapura adalah dari masyarakat Kampung Kayu Batu, Kayu Pulo, Tobati, Enggros, Nafri, Waena, Yoka, Skouw Yambe, Skouw Mabo,dan Skouw Sae dan Masyarkat Kampung Moso.
24
Embed
BAB IV Sejarah dan perkembangan pengelolaan perbatasan ... · Papua adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Nugini Bagian Barat atau West New Guinea. Papua juga
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
26
BAB IV
Sejarah dan perkembangan pengelolaan perbatasan Indonesia dan Papua
New Guinea (PNG)
4.1 Deskripsi perbatasan RI-PNG
Indonesia berbatasan darat secara langsung dengan tiga negara yakni Malaysia dengan
kalimantan di Wilayah Indonesia Tengah, Timor Leste dengan Nusa Tenggara Timur di
Indonesia Timur, dan PNG dengan Papua juga di Indonesia bagian timur. Di wilayah
Indonesia Timur pada bab ini penulis akan menjabarkan secara umum letak dan keberadaan
perbatasan RI-PNG tepatnya di Distrik Muara Tami, Desa Mosso, Kota Jayapura, Provinsi
Papua. Berikut gambaran umum perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea.
Kondisi Geografis
Papua adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Nugini Bagian Barat
atau West New Guinea. Papua juga sering disebut sebagai Papua Barat karena Papua bisa
merujuk kepada seluruh pulau Nugini termasuk belahan timur negara tetangga, East New
Guinea atau Papua Nugini. Papua Barat adalah sebutan yang lebih disukai para nasionalis
yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Provinsi ini dulu
dikenal dengan panggilan Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian
diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas
Freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002. Nama provinsi ini
diganti menjadi Papua sesuai UU No 21/2001 Otonomi Khusus Papua (OTSUS). Pada masa
era kolonial Belanda, daerah ini disebut Nugini Belanda (Dutch New Guinea).
Kota Jayapura merupakan Ibu Kota Provinsi Papua yang memiliki luas adalah 940 Km2
atau 940.000 Ha Kota Jayapura terdiri dari 5 Distrik, terbagi habis menjadi 25 Kelurahan dan
14 Kampung. Sedangkan untuk letak astronomis, Kota Jayapura terletak pada 1°28”17,26”LS
- 3°58’082”LS dan 137°34’10,6”BT - 141°0’8’22”BT.
Letak geografis Kota Jayapura secara administratif,sebelah Utara berbatasan dengan
Lautan Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kerom, sebelah Timur
berbatasan dengan Negara Papua New Gunea, dan sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Jayapura. Penduduk asli Kota Jayapura adalah dari masyarakat Kampung Kayu
keterangan (garis batas negara) dan fokus daerah penelitian penulis dari panjang garis batas
yang mencapai 770 km ini, hanya sekitar 70 km kilometer saja yang berada di Kota Jayapura.
4.1.1 Perbatasan Darat
Gambar 2: Gerbang perbatasan RI-PNG atau pintu perbatasan Skouw Kota Jayapura
Provinsi Papua merupakan gerbang perbatasan utama antara Indonesia dengan
Papua New Guinea.
sumber : data primer. (Merauje, 2016)
Batas darat perbatasan Indonesia dan PNG kurang lebih 770 kilometer. Di mulai dari
kampung Skouw Kota Jayapura bagian utara dan terakir di Sungai Bensbech, Kabupaten
Merauke bagian selatan. Garis perbatasan darat ini di beberapa tempat seperti Skouw,
Wembi, Waris dan Senggi oleh pemerintah daerah Kota Jayapura juga Kabupaten Kerom
bekerja sama membangun pos-pos lintas batas guna pelayanan terpadu bagi masyarakat yang
bermukim di daerah perbatasan sering melakukan lintas batas dari dan ke Indonesia-PNG.
Batas darat Indonesia-PNG di sepakati tanggal 12 februari 1973 di Jakarta. Dari pihak
PNG di wakili oleh Australia selaku negara protektorat. Perjanjian kedua negara ini di
ratifikasi oleh Indonesia yang di berlakukan aturan melalui UU NO. 6 Tahun 1973.
Perbatasan darat Indonesia-PNG menjadi pilihan bagi pelanggar hukum di kedua
negara untuk menyembunyikan diri. Akses yang masih kurang begitu lancar membuat sangat
kondusif bagi pelanggar hukum untuk mendiamkan keberadaannya dari kejaran aparat TNI
dan Polri. Para kelompok separatis papua merdeka dari Indonesia memilih PNG sebagai
tempat pelarian untuk dapat melakukan aksi gerakan papua merdeka (OPM). (Arifin, 2004)
13-14).
30
4.1.2 Perbatasan Laut
Menurut (Arsana, 2007) “batas maritim antar negara adalah masalah yang sangat
penting bagi negara pantai seperti Indonesia”. bagi penulis mengingat juga bahwa Indonesia
merupakan negara maritim yang memiliki 17.000 ribu pulau yang memiliki keberagaman
hayati biota laut, menjadi perhatian apabila kurang diperhatikan secara aman oleh Indonesia
karena akan berpotensi terjadi penyelundupan dan pencurian akan sumber daya alam laut
Indonesia, oleh sebab itu pentingnya menjaga perbatasan maritim atau laut Indonesia dengan
negara tetangga terutama yang jaraknya tidak jauh seperti PNG,Filiphina,Malaysia, Timor
Leste,Australia dan Singapura.
Indonesia-PNG menyepakati perjanjian batas maritim pada tanggal 13 November
1980. Perjanjian batas maritim dari PNG di wakilkan oleh Australia yang merupakan negara
protektorat PNG. Kesepakatan perjanjian antara Indonesia-Australia ini tertuang dalam
keputusan presiden (kepres) No. 21 tahun 1982 sebagai batas maritim ZEE bagi Indonesia-
PNG, jadi pada sekitaran tahun 70-an sampai 80-an PNG dalam kontrol oleh negara Australia
bahkan hingga saat ini masih bergantung sama Australia meskipun sudah merdeka secara
penuh. (Arsana, 2007:145)
4.1.3 Perjanjian antar Negara RI-PNG
Batas darat antara Indonesia dan Papua New Guinea (PNG) mengacu pada perjanjian
antara Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu antara Indonesia dan
Papua Nugini tanggal 12 Februari 1973, yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1993. Dasar hukum bagi penegasan RI-PNG adalah sebagai berikut.
1. Deklarasi Raja Prusia tanggal 22 Mei 1885 tentang perbatasan antara wilayah Jerman
dan Belanda dan antara Jerman dan Inggris di Irian.
2. Konvensi antara Inggris dan Belanda tanggal 16 Mei 1895 tentang penentuan garis
batas antara Irian dan Papua New Guinea.
3. Persetujuan ketelitian hasil observasi dan traverse kegiatan lapangan antara RI-
Australia tanggal 4 agustus 1964 guna melaksanakan kegiatan tahunan 1966/1967.
4. Persetujuan antara pemerintah RI dan pemerintah Commonwealth Australia tentang
penetapan batas-batas dasar laut tertentu, yang di tanda tangani di Camberra tanggal
18 Mei 1971 dan di sahkan dengan kepres No. 42 Tahun 1971.
5. Persetujuan antara RI dan pemerintah Commonwealth Australia tentang penetapan
batas dasar laut tertentu di daerah laut timur dan laut arafuru, sebagai tambahan pada
31
persetujuan tanggal 18 Mei 1971 yang di tandatangani di Jakarta tanggal 9 Oktober
1972 dan di sahkan dengan kepres No. 66 tahun 1972.
6. Perjanjian antara RI-Australia mengenai garis-garis batas tertentu antara RI dan Papua
New Guinea yang di tandatangani di Jakarta pada tanggal 12 Februari 1973.
Perjanjian ini masing-masing di tandatangani oleh menteri luar negeri RI Adam Malik
dan dari Papua New Guinea Mr. Michael T. Samore atas nama Australia, karena pada
saat itu PNG belum berpemerintahan sendiri. perjanjian ini telah di ratifikasi oleh
Indonesia dengan UU No. 6 tahun 1973 tanggal 8 Desember 1973.
7. Persetujuan antara pemerintah RI-pemerintah Australia (bertindak atas nama sendiri
dan atas nama pemerintah Papua New Guinea) tentang pengaturan-pengaturan
Administratif mengenai perbatasan antara RI-PNG yang di tandatangani di Port
Moresby pada tanggal 13 November 1973 dan disahkan dengan kepres No. 27 tahun
1974 dan di ganti dengan persetujuan dasar antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Papua New Guinea tentang pengaturan –pengaturan perbatasan yang
ditandatangani di Jakarta pada tangal 17 Desember 1979 yang di sahkan dengan
kepres No. 6 Tahun 1980, yang di perbaharui di Port Moresby pada tanggal 29
Oktober 1984 yang di sahkan dengan kepres No 66 tahun 1984, yang kemudian di
perbaharui di Port Moresby pada tanggal 11 April 1990 dan disahkan dengan kepres
No. 39 tahun 1990.
8. Dasar perjanjian kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Papua New Guinea mengenai batas maritim pada tanggal 13 Desember 1980.
9. Keputusan presiden nomor 2 tahun 1982 tentang panitia penyelesaian masalah
wilayah perbatasan RI-PNG, yang di rubah dengan kepres No. 10 tahun 1985 dan
terakir di rubah dengan keppres NO. 57 tahun 1985.
10. Dasar perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New
Guinea mengenai pengaturan survei, demarkasi batas, dan pemetaan wilayah antar
kedua negara, yang di tandatangani di Port Moresby pada tanggal 4 Agustus 1982 dan
di perbaharui kembali di Rabaul pada tanggal 26 November 1985 , yang di perbaharui
di Port Moresby pada tanggal 11 April 1990.
11. MOU antara Indonesia dan Papua New Guinea yang baru mengenai pengaturan
survei, demarkasi batas, dan pemetaan wilayah perbatasan antar kedua negara 4
Agustus 1982 ,yang di perbaharui di Rabaul 26 September 1985, di perbaharui
kembali di Rabaul pada tanggal, 15 November 1993.
32
12. Perjanjian saling menghormati, persahabatan, dan kerjasama antara Indonesia dan
Papua New Guinea di portmoresby pada tanggal 27 Oktober 1986.
13. Laporan-laporan komite bersama perbatasan ke-1 s.d. XV and sub komite teknis
survei perbatasan,demarkasi,dan pemetaan ke I s.d. ke-XVI.
14. Surat keputusan menteri dalam negeri selaku panitia penyelesaian masalah wilayah
perbatasan RI-PNG Nomor 185.505-904 tanggal 8 Juli 1985 tentang pengangkatan
ketua bakosurtanal sebagai ketua sub panitia teknis penetapan batas wilayah antara
RI-PNG.
15. Surat keputusan menteri dalam negeri selaku panitian penyelesaian masalah wilayah
perbatasan RI-PNG No. 185.05-604 tanggal 1 September 1994 tentang perubahan sub
panitia teknis penetapan batas wilayah antara RI-PNG.
16. Surat keputusan menteri dalam negeri selaku panitia penyelesaian masalah wilayah
perbatasan RI-PNG No. 126.05-446 tanggal 23 Agustus 1995 tentang pengangkatan
kepala pusat survei dan pemetaan ABRI sebagai sub panitia teknis penetapan batas
wilayah antara RI-PNG. (Arifin,2014:108-111)
Perjanjian antara Indonesia-PNG pada tanggal 12 Februari tahun 1973 memiliki
landasan hukum yang memang sebelum itu sudah dilakukan oleh beberapa negara
kolonial seperti Belanda, Jerman dan Inggris pada saat menjejakan kaki di tanah New
Guinea. Ini merupakan suatu pengantar awal mulanya sejarah terbentuknya kesepakatan
mengenai batas wilayah negara antara Indonesia-PNG, jadi tidak serta-merta penetapan
tapal batas itu sudah di tetapkan oleh Indonesia dan PNG tetapi sudah dilakukan oleh
negara koloni sehingga kesannya antara negara Indonesia dan PNG hanya mengikuti
ketetapan yang sudah ada dan di perbaharui perjanjiannya menjadi dasar hukum Republik
Indonesia melalui Undang-Undang No. 6 tanggal 8 Desember Tahun 1973.
Sekilas sejarah mengenai awal mula penetapan tapal batas wilayah atau perbatasan
antara Indonesia dan Papua New Guinea yang telah penulis jabarkan di atas. Selanjutnya
mengenai aktifitas lintas batas orang dan barang serta ketetapan aturan lintas batas yang
pergerakannya diatur melalui implementasi aturan yang di tetapkan oleh Pos Pemeriksaan
Lintas batas (PPLB) Skouw.
33
4.2 Pengaturan Khusus Kegiatan Lintas Batas dan Kebiasaan antara RI-
PNG
Gambar 3: Pos Pemeriksaan Lintas Batas RI-PNG
Sumber: Data primer. (Merauje, 2016)
Kegiatan lintas batas anatara RI-PNG yang di muat oleh penulis dalam bab ini tentu
berada pada wilayah perbatasan yang terletak di Distrik Muara Tami, Kampung Skouw Kota
Jayapura. Mengapa demikian, sebab mengingat fokus penelitian oleh penulis hanya pada
wilayah Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLBN) Skouw. Berikut beberapa penjelasan
mengenai kegiatan lintas batas manusia dan barang bawaan.
Aktifitas lintas barang dan manusia di perbatasan RI-PNG diatur dalam perjanjian
antar kedua negara yang di adopsi oleh instansi terkait kususnya di Indonesia lewat BPKLN
yang memangku tugas dan tanggung jawab untuk mengelola kawasan perbatasan. Ibu Susan
Wanggai selaku kepala Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri provinsi Papua
mengatakan “Provinsi Papua ada di antara perbatasan dua negara yang mempunyai satu
kesepakatan yaitu special aransment on traditional an customer reborder crossing atau
Pengaturan khusus tentang lintas batas tradisional dan kebiasaan”.2 (Bpkln, 2015) Aturan ini
diberlakukan bukan hanya kepada masyarakat tradisonal yang hendak melintas tetapi juga
sekaligus dengan barang bawaan masyarakat tradisional. Ada beberapa barang bawaan yang
2 BPKLN melakukan kunjungan guna melakukan sosialisasi ke salah satu kampung di kabupaten boven digul wilayah merauke papua. http://www.papuabangkit.com/2017/08/08/sosialisasi-lintas-batas-bpkln-papua-kunjungi-warga-kampung-kombut/. (Di akses pada tanggal 5 september 2017, jam 14.30 Wita)
Setelah penulis paparkan aturan mengenai hasil pertanian yang boleh di impor,
rupanya ada juga aturan mengenai barang yang boleh dibawa oleh pelintas batas tradisional.
Berikut beberapa aturan mengenai barang yang boleh dibawa oleh pelintas batas tradisonal
seperti rincian barang mengenai barang-barang pribadi dan komersial milik pelintas batas
tradisional tetapi bukan termasuk barang baru dan termasuk kategori komersial.4
a. Pakaian berbagai jenis
b. Barang pribadi untuk kesehatan/kebersihan atau kosmetik asesoris.
c. Barang yang dipakai untuk keperluan sehari-hari baik di bawa atau di kenakan untuk
kebutuhan sehari-hari seperti pemancar besar/non portable, TV, pemancar TV,
kamera vidio. Barang-baru lainnya dengan nilai lebih dari US $ 300.
d. Kamera dengan total nilai tidak lebih dari US $ 300.
e. Barang-barang untuk keperluan olah raga termasuk perlengkapan kemah tetapi tidak
termasuk senjata laras pendek, senapan atau pistol dan segala jenis api lainnya. Segala
macam benda yang dapat di gunakan menembakkan peluru atau amonisi dan segala
macam amunisi.
f. Alat-alat pertukangan portable yang biasanya digunakan untuk membangun rumah
dan tetap menjadi milik pelintas batas.
g. Alat-alat berkebun yang umum yang dibawa dan digunakan di seberang perbatasan
dan akan dibawa kembali oleh pemakainya.
h. Pakaian seragam yang digunakan untuk pesta, upacara adat, perkawinan, dan
kematian.
i. Alat rumah tangga termasuk alat-alat masak alat pemotong yang pada saat itu sedang
digunakan atau diperlukan.
j. Bahan bangunan termasuk semua material yang diperlukan untuk pembangunan
rumah di daerah perbatasan
3 Data mengenai pelayanan impor, penulis peroleh dari PLBN Skouw bidang pelayanan Bea dan Cukai pada saat penulis melakukan observasi di pos lintas batas negara(PLBN) skouw wutung kota jayapura.( Di akses pada tanggal 21 juni,2016. Jam 11.09 Wit) 4 ibid
35
k. Perlengkapan rumah tangga seperti pesawat penerima radio dan pemancar, tape
recorder, mebel air yang terbuat dari kayu, batang tumbuhan, besi, dan bahan sintetis.
Perlengkapan rumah tangga lainnya yang belum di sebutkan.
l. Barang pribadi seperti perhiasan,jam,jam tangan, korek api, roll film baru, mainan (
biasanya di bawa) dan harus tidak dalam jumlahnya dan kondisinya yang dapat di
tolak karena di curigai sebagai barang dagangan.
m. Makanan baik yang sudah di masak maupun yang belum, yang di kemas di wadah
kedap udara atau kemasan lainnya, termasuk makanan siap saji ( waji melalui
karantina)
n. Binatang peliharaan yang biasanya merupakan milik pelintas batas ( wajib melalui
karantina).
Ada syarat-syarat juga yang dikeluarkan oleh petugas beacukai di perbatasan bahwa
nilai barang yang artinya barang tersebut tidak lebih dari US $ 300 untuk setiap pelintas
batas. Mengapa tidak lebih dari 300 dolar? Menurut Alif yang merupakan pegawai
Beacukai yang pada saat itu sedang bertugas di pos perbatasan mengatakan bahwa “ ketika
pelintas batas membawa barang lebih dari pada nilai yang sudah menjadi syarat atau ketentuan yang
sudah ditetapkan maka barang tersebut akan dikategorikan sebagai barang dagangan dan itu sudah pasti
di kenakan tarif sebagai kategori barang ekpor”.5 Syarat ini juga berlaku bagi para pelintas batas
tradisional yang dari Papua New Guinea hendak masuk ke wilayah Indonesia lewat Pos
Pemerikasaan Lintas Batas negara (PPLB) Skow.
Ketentuan-ketentuan administratif ini hanya berlaku bagi pemegang border crossers
card dalam wilayah perbatasan Papua New Guinea dan Republik Indonesia (provinsi
Irian Jaya sekarang Papua) dan tidak berlaku untuk pelintas batas Internasional lainya.
Mengapa karena penulis juga pernah mengalami sebagai pelintas batas tradisional dan
aturan ini benar dikeluarkan khusus bagi pelintas batas tradisional atau lokal yang rata-
rata bermukin di wilayah Papua tetapi lebih kusus di Kota Jayapura.
Pengaturan khusus kegiatan lintas batas tradisional dan kebiasaan antara RI-PNG
tahun 1990
Pada dasar pengaturan khusus tersebut adalah hubungan baik yang telah terjalin dilandasi
perjanjian saling menghormati persahabatan dan kerjasama kedua negara yang di
tandatangani tahun 1986. Daerah perbatasan RI, Desa-desa perbatasan dimana perbatasan RI-
5 Wawancara tanggal 21 juni 2016 di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Skow bidang Beacukai, Jayapura.
36
PNG yang merupakan bagian dari batas negara, seperti persetujuan pengaturan perbatasan
yang ditandatangani tahun 1990. Kepentingan tradisonal dan kebiasaan diatur berdasarkan
pengaturan petugas perbatasan kedua pihak yang telah diperluas dengan kegiatan sekolah,
pertukaran olahraga dan kebudayaan. Penduduk atau masyarakat perbatasan merupakan
seseorang yang karena kelahiran atau perkawinan memiliki hak tempat tinggal, hak
tradisonal dan kebiasaan dalam daerah perbatasan yang telah ditentukan, tetapi tidak
termasuk mereka yang mendapatkan hak penggunaan tanah atau hak lain yang dianggap
tradisional, berdasarkan UU Nasional atau melalui proses yang bersifat tradisional.
Perdagangan perbatasan tradisional dan kebiasaan adalah perdagangan yang telah di
laksanakan oleh penduduk perbatasan dalam daerah perbatasan sejak dahulu kala dan
berkembang dalam beberapa tahun terakir ini untuk memenuhi kebutuhan primer maupun
sekunder daerah perbatasan. Petugas perbatasan itu petugas yang di angkat untuk
menjalankan tugas administrasi perbatasan dan tugas pembangunan dan di tempatkan di pos
perbatasan yang di tunjuk seperti kesepakatan. 6 (Buletin Perbatasan, 2015)10)
Pengaturan lintas batas tradisonal dan kebiasaan warga yang berdiam di masing-masing
perbatasan di bebaskan keluar masuk daerah perbatasan yang bersebrangan hanya untuk
keperluan tradisional dan kebiasaan yang di buktikan dengan mereka sebagai pemegang
kartu lintas batas (KLB) yang diterbitkan masing-masing pihak. Syarat pengajuan pembuatan
KLB antara lain:
Laki-laki atau wanita RI atau PNG yang lebih dari 18 tahun;
Adalah warga perbatasan yang berada di daerah perbatasan yang
berseberangan;
Masuk ke daerah perbatasan yang saling berbatasan untuk kepentingan
tradisional
Bukan terdakwa yang tinggal tunggu proses pengadilan.
KLB langsung mencakup keseluruhan jadi mulai dari istri dan anak-anak yang di
bawa 18 tahun, juga anak laki-laki yang berumur 18 tahun atau sudah kawin. KLB berlaku
untuk berkali-kali, jangka waktu 3 tahun. KLB adalah gantinya paspor,visa, dan kartu
vaksinasi.
6 Data di akses dari buletin perbatasan, badan perbatasan kota jayapura, perjanjian antar negara RI-PNG, pada tanggal 27 september 2017, pukul 11.28 wita.
37
Kartu lintas batas (KLB) RI itu berwarna merah dan kartu lintas batas (KLB) PNG itu
berwarna kuning. (Buletin Perbatasan, 2017) 10-11)
Rancangan Sister City Antara Kota Jayapura dengan Vanimo.
Sister City (kota kembar) antara Kota Jayapura dengan Vanimo lahir dari hasil
pertemuan rapat kordinasi masalah-maslah perbatasan RI-PNG tanggal 14 Januari 2003.
Usulah adanya kota kembar Kota Jayapura (RI) – Vanimo (PNG) merupakan salah satu
agenda pembahasan dalam rapat tersebut. dasar usulan kota kembar ini diantaranya
adalah untuk mempersiapkan diri Kota Jayapura dan Vanimo menghadapi era AFTA di
Asia Tenggara, dimana nantinya diramalkan masalah-masalah yang dihadapi semakin
berkembang dan kompleks. Kerjasama yang rencananya dijalin adalah kerjasama di
bidang pendidikan menengah, bidang pariwisata, bidang pemberdayaan perempuan,dan
perdagangan.
Diharapkan nantinya, langkah mewujudkan kota kembar ini sebagai wujud
persahabatan internasional dan promosi tentang otonomi lokal yang merupakan isu pokok
kota jayapura terkait penataan administrasi. Melalui (Memorandum Of Understanding)
MoU Sister City, Kota Jayapura dan Kota Vanimo hendak menentukan rambu-rambu
pengelolaan kerjasama, guna pemberdayaan warga lokal kedepan. Konsep sister City
antara Kota Jayapura – Kota Vanimo saat ini tahap pertama (Letter of Intent) sudah
terealisasi dan tinggal menunggu penandatanganan MoU.
Ini merupakan bentuk kerjasama yang sudah terjalin hingga saat ini untuk menanggulangi
masalah-masalah yang makin berkembang dan kompleks justru terjadi di perbatasan
terutama masalah Transnasional Crime yang rata-rata dilakukan oleh anak-anak remaja
juga orang dewasa di perbatasan RI-PNG.
38
4.3 Badan Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Nasional pengelola Perbatasan (BNPP) di Indonesia.
Tugas dan fungsi dari Badan Nasional Penanggulangan Perbatasan secara umum di
gagas melalui program percepatan pembangunan dari presiden Jokowi menegaskan agar
dapat secara cepat lewat kementerian terkait untuk dapat dengan cepat merespon. Terkait
dengan situasi kondisi yang terjadi di perbatasan RI-PNG, kurang obtimalnya pengawasan
secara menyerlurh dari beberapa instansi yang memang memangku tugas dan tanggung jawab
untuk dapat mengelola perbatasan.
Diterbitkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 mengenai Wilayah Negara
menjadi harapan baru bagi pusat maupun daerah agar bisa lebih obtimal dalam memberikan
perhatian yang serius kepada daerah kawasan perbatasan. Lewat Undang-undang Nomor 43
tahun 2008, pasal 9 pusat dan daerah yang berhak penuh mengatur pembangunan wilayah
negara dan kawasan perbatasan. Kewenangan mengenai pengelolaan kawasan perbatasan
kepada pemerintah dari pusat juga daerah ada pada pasal 10, pasal 11, dan pasal 12. (Arifiin,
2014) 123)
4.3.1 Wewenang Pemerintah Pusat.
Pemerintah pusat memiliki delapan wewenang mengenai pengelolaan dan
pemanfaatan wilayah kawasan perbatasan. Pertama, menetapkan kebijakan pengelolaan dan
pemanfaatan wilayah negara dan kawasan perbatasan. Kedua, mengadakan perundingan
dengan negara lain mengenai penetapan batas wilayah negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan dan hukum internasional. Ketiga, membangun atau membuat
tanda batas wilayah negara. Keempat, melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan
kepulauan serta unsur geografis lainnya. Kelima, memberikan ijin kepada penerbangan
internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah di tentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Keenam, memberikan ijin lintas damai kepada kapal-kapal
asing untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-udangan. Ketujuh, melaksanakan pengawasan di zona tambahan
yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan
perundang-undangan di bidang beacukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah
negara atau laut teritorial. Kedelapan, menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh
penerbangan internasional untuk pertahanan dan keamanan. Kesembilan, membuat dan
memperbaharui peta wilayah negara dan menyampaikan nya kepada Dewan Perwakilan
39
Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali. Kesepuluh, menjaga keutuhan dan
keutuhan serta keamanan wilayah negara serta kawasan perbatasan.
Hal ini memang menjadi wewenang dari pemerintah pusat dalam mengelolah wilayah
negara dan kawasan perbatasan, namun pada nyatanya aturan-aturan tersebut ada yang sudah
di jalan sepenuhnya oleh pemerintah pusat tetapi ada juga yang belum betul-betul obtimal
mengingat luasnya wilayah kawasan perbatasan Indonesia yang sampai saat ini masih saja
sulit dijangkau.
4.3.2 Wewenang Pemerintah Provinsi
Pada tingkat provinsi juga memiliki 4 (empat) wewenang pengelolaan wilayah
perbatasan. Pertama, melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya
dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan. Kedua, melakukan kordinasi
pembangunan di kawasan perbatasan. Ketiga, melakukan pembagnunan kawasan perbatasan
antar pemerintah daerah dengan pihak ketiga dan melakukan pengawasan pelaksanaan
pembangun. Keempat, kawasanan perbatasan yang dilaksanakan pemerintah kabupaten/ kota.
4.3.3 Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota
Di daerah tingkat II atau yang kita tahu kabupaten dan kota ada 4 (empat) wewenang
pengelolaan wilayah perbatasan. Pertama, melaksanakan kebijakan pemerintah dan
menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daearah dan tugas pembantuan. Kedua,
menjaga dan memelihara tanda batas. Ketiga, melakukan kordinasi dalam rangka pelaksanaan
tugas pembangunan di kawasan perbatasan di wilayahnya. Keempat, melakukan
pembangunan kawasan perbatasan antar pemeritnah daerah atau pemetintah daerah dengan
pihak ketiga. (Arifin, 2014 : 124)
Sentralisasi kekuasaan pemerintahan yang mengharuskan semua daerah baik provinsi
kabupaten kota menindaklanjuti program pemerintah pusat, hal ini membuat seluruh
kebijakan berasal dari pusat. Tugas dan fungsi dari BNPP mengkordinasikan program
pengelolaan perbatasan kepada seluruh badan pengelola perbatasan yang di bentuk oleh
daerah sesuai dengan undang-undang yang di implementasikan lewat peraturan daerah
(Perda) di setiap daerah masing-masing.
4.3.4 Profil Tentang BPKLN
40
Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri Provinsi Papua (BPKLN)
berdiri berdasarkan dasar hukum peraturan daerah Provinsi Papua Nonor 13 Tahun 2013
tentang organisasi dan tata kerja inspektorat bapeda, lembaga teknis daerah dan satuan polisi
pamong praja provinsi papua.7
4.3.4.1 Visi Dan Misi BPKLN
V I S I
Terwujudnya Kawasan Perbatasan Yang Aman, Tertib, Sejahtera dan Terciptanya Hubungan
Yang Harmonis dengan Negara Sahabat
M I S I
Meningkatkan Keamanan dan Ketertiban Kawasan Perbatasan.
Mewujudkan Kawasan Perbatasan Sebagai Wilayah Yang Berdaya Saing, Maju, Mandiri dan
Sejahtera.
Meningkatkan Sarana, Prasarana dan Aksesibilitas Kawasan Perbatasan.
Meningkatkan Kerjasama Luar Negeri
7 http://bppkln.papua.go.id/agenda.htm, di akses pada 15 september 2017 jam 13.07 Wita