53 PETA TOPOGRAFI DIGITAL BAKOSURTANAL CITRA SATELIT LANDSAT 7 ETM+ SKEMA PENGKELASAN ANBALAGAN (1992) (LANDSLIDE HAZARD EVALUATION FACTOR) PETA KEMIRINGAN LERENG PETA RELIEF RELATIF PETA TUTUPAN LAHAN PETA KEBASAHAN LAHAN PETA GEOLOGI PETA GEOLOGI PROSES HIRARKI ANALITIK SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PETA KERENTANAN LONGSORAN BAB IV PETA KERENTANAN LONGSORAN 4.1 Metodologi Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan mengidentifikasi tingkat kerentanan suatu tempat tertentu untuk mengalami kejadian longsoran, dengan mengklasifikasikannya berdasarkan faktor-faktor penyebab longsoran. Klasifikasi yang digunakan untuk pengkelasan masing-masing faktor penyebab longsoran, menggunakan klasifikasi Anbalagan (1992). Metode yang digunakan adalah metode proses hirarki analitik atau Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk pembobotan dan pengujian rasio konsistensi, dan sistem informasi geografis atau Geographic Information system (GIS) untuk pengolahan data (Gambar 4.1). Gambar 4.1. Diagram alir pengolahan data peta kerentanan longsoran.
19
Embed
BAB IV PETA KERENTANAN LONGSORAN - …digilib.itb.ac.id/files/disk1/453/jbptitbpp-gdl-andhikaeky-22646-6... · Nilai maksimum untuk masing faktor berbeda, tergantung seberapa besar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
53
PETA TOPOGRAFI DIGITAL
BAKOSURTANAL
CITRA SATELIT
LANDSAT 7 ETM+
SKEMA PENGKELASAN ANBALAGAN (1992)
(LANDSLIDE HAZARD EVALUATION FACTOR)
PETA
KEMIRINGAN
LERENG
PETA RELIEF
RELATIF
PETA
TUTUPAN
LAHAN
PETA
KEBASAHAN
LAHAN
PETA
GEOLOGI
PETA
GEOLOGI
PROSES HIRARKI ANALITIK
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
PETA KERENTANAN LONGSORAN
BAB IV
PETA KERENTANAN LONGSORAN
4.1 Metodologi
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan mengidentifikasi tingkat kerentanan
suatu tempat tertentu untuk mengalami kejadian longsoran, dengan mengklasifikasikannya
berdasarkan faktor-faktor penyebab longsoran. Klasifikasi yang digunakan untuk
pengkelasan masing-masing faktor penyebab longsoran, menggunakan klasifikasi Anbalagan
(1992). Metode yang digunakan adalah metode proses hirarki analitik atau Analytic
Hierarchy Process (AHP) untuk pembobotan dan pengujian rasio konsistensi, dan sistem
informasi geografis atau Geographic Information system (GIS) untuk pengolahan data
(Gambar 4.1).
Gambar 4.1. Diagram alir pengolahan data peta kerentanan longsoran.
54
4.2 Klasifikasi Anbalagan
Klasifikasi Anbalagan adalah klasifikasi untuk menentukan zonasi longsoran dengan
cara pengkelasan (rating) pada masing-masing faktor penyebab longsoran. Fakor-faktor yang
digunakan sebagai acuan pengkelasan adalah kemiringan lereng, litologi, relief relatif,
kebasahan lahan, dan tutupan lahan.
Klasifikasi ini cukup sistematis, sederhana, dan efektif sehingga sangat mudah
digunakan. Klasifikasi ini dapat berfungsi sebagai investigasi awal untuk mengetahui tingkat
kerentanan longsoran. Pendekatan yang dikembangkan untuk mengetahui tingkat kerentanan
longsoran pada metode ini adalah skema pengkelasan numerik yang disebut faktor evaluasi
bahaya longsoran atau Landslide Hazard Evaluation Factor (LHEF).
PETA KERENTANAN LONGSORANDAERAH SASAKSAAT DAN SEKITARNYA
KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT
KETERANGAN:
= Jalan Raya
= Jalan Kereta Api
= Jalan Perkebunan
= Sungai
= Garis Kontur (interval 12,5 m)
= Titik Ketinggian
= Jalan Tol
= Kerentanan Sangat Tinggi
= Kerentanan Tinggi
= Kerentanan Sedang
= Kerentanan Rendah
68
piroklasik, andesit, batulempung, dan tuf. Kemiringan lereng pada daerah ini juga
bervariasi mulai dari 15° hingga lebih dari 45° dan relief yang bergelombang.
Kondisi kebasahan relatif lembab hingga basah, serta kerapatan vegetasi yang
sedang hingga rapat.
3. Tingkat Kerentanan Tinggi.
Tingkat kerentanan ini memiliki luas sekitar 10, 8 km2 atau 33,2% daerah
penelitian. Daerah ini secara umum dikontrol oleh berbagai litologi seperti tuf,
batulempung, andesit, dan batupasir. Kemirngan lereng di daerah ini umumnya di
atas 25° dan dominan daerah terjal, serta relief yang kasar. Kondisi kebasahan
relatif basah hingga jenuh, bahkan di bagian timur laut sudah mulai area
merembes. Kerapatan vegetasi sedang, tetapi di beberapa tempat terdapat lahan
gundul karena terjadinya pembukaan lahan.
4. Tingkat kerentanan tinggi
Tingkat kerentanan ini memliki luas sekitar 1,05 km2 atau 3,2% daerah penelitian.
Daerah ini secara umum dikontrol oleh litologi batupasir, breksi, dan breksi
piroklastik. Kemiringan lereng pada daerah ini umumnya di atas 35° dan sangat
didominasi daerah terjal, serta relief yang kasar. Kondisi kebasahan di daerah ini
merupakan daerah yang basah hingga jenuh. Kerapatan vegetasi umumnya jarang
hingga sedang.
Dari hasil tingkat kerentanan longsoran yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa
kemiringan lereng merupakan pengontrol utama terjadinya suatu longsoran dan menentukan
tingkat kerentanan longsoran di suatu daerah. Lereng yang terjal serta relief yang kasar akan
memudahkan batuan atau tanah mengalami gelinciran, aliran, ataupun jatuhan akibat adanya
gaya gravitasi.
Litologi juga merupakan salah satu pengontrol yang menyebabkan terjadinya suatu
longsoran. Litologi yang lunak, mudah lapuk, dan rentan hancur akan menyebabkan suatu
daerah rentan mengalami kejadian longsoran. Akan tetapi, tidak semua litologi yang lunak
rentan terhadap longsoran apabila kemiringan lereng landai, dan kondisi keairan cukup
kering.
Kebasahan lahan akan membuat pengaruh yang cukup kuat terhadap kerentanan suatu
daerah untuk longsor. Daerah yang jenuh dan memiliki rembesan air akan rentan terhadap
longsoran, dan hal ini akan sangat mendukung terjadinya longsoran apabila berada pada
lereng yang terjal atau litologi lunak, karena air apabila sudah jenuh dan merembes akan
69
mendesak tanah atau batuan untuk bergerak. Akan tetapi, kondisi keairan ini dapat dapat
diimbangi dengan rapatnya vegetasi. Vegetasi yang rapat dengan tumbuhan yang keras akan
membuat air diserap oleh akar tanaman. Meskipun demikian, rapatnya vegetasi tidak mutlak
dapat menahan terjadinya longsoran apabila litologi yang ada dominan lunak , lereng terjal
dan kondisi keairan mulai jenuh, karena banyak kasus kejadian longsoran juga terjadi pada
daerah hutan.
4.6 Verifikasi Lapangan
Verifikasi lapangan pada penelitian ini dilakukan untuk melihat dan memvalidasikan
peta tingkat kerentanan longsoran yang telah dibuat dengan kondisi-kondisi yang ada di
lapangan. Hal ini dilakukan dengan meninjau dan melihat langsung ke lapangan. Lokasi yang
memilki tingkat kerentanan longsoran yang sangat tinggi berada di timurlaut daerah
penelitian (Gambar 4.8). Lokasi tersebut merupakan area persawahan, perkebunan, hutan,
dan sebagian pemukiman penduduk. Longsoran yang ditemukan pada daerah timurlaut cukup
banyak, dan umumnya berada di area perkebunan dan persawahan.
Secara umum, peta kerentanan longsoran yang telah dibuat menunjukkan hasil yang
hampir sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan, seperti yang ada di bagian barat laut
hingga utara daerah penelitian (Gambar 4.9). Daerah-daerah lain yang diidentifikasi memiliki
kerentanan tinggi dan sedang, terdapat lereng kritis dan tidak stabil yang memungkinkan
untuk longsor (Gambar 4.10). Sedangkan pada daerah yang diidentifikasi memilki kerentanan
rendah, umumnya memiliki lereng yang tidak terjal dan terlihat lereng yang stabil, serta
kejadian longsoran yang jarang terjadi (Gambar 4.11).
Gambar 4.8. Longsoran pada zonasi tingkat kerentanan tinggi di Kampung Tapos Girang yang berada di timur laut daerah penelitian. Longsoran yang terjadi sering mengakibatkan
rusaknya area persawahan masyarakat.
70
Gambar 4.9. Lereng yang menggantung dan rentan untuk terjadi longsoran pada zonasi tingkat kerentanan tinggi di kampung Cihuni (gambar kiri) yang berada di baratlaut daerah
penelitian, dan lereng kritis yang berada di Perkebunan Maswati yang berada di utara daerah penelitian.
Gambar 4.10. Lereng kritis pada zonasi tingkat kerentanan sedang yang berada di Kampung
Ciasri (gambar kiri) dan di Perkebunan Maswati (gambar kanan).
71
Gambar 4.11. Contoh lereng yang stabil pada bagian persawahan yang berada
pada zona tingkat kerentanan rendah di Kampung Cinangsi. Lereng yang tidak
terjal menjadi salah satu faktor area ini jarang mengalami longsoran.