88 BAB IV PERUBAHAN FUNGSI SYAIR GULONG DALAM BIDANG SOSIAL DAN SENI TAHUN 1970-1990 A. Perubahan Struktur Isi dan Pewarisan Syair Gulong Sebagaimana elemen kesenian dan budaya lokal pada umumnya, Syair Gulong memiliki perubahan-perubahan dalam fungsinya sebagai khasanah sosial dan juga seni. Dalam ranah sosial, perubahan yang dijadikan sudut pandang adalah dinamika yang muncul di kehidupan bermasyarakat Melayu Kalimantan Barat, sejauh mana Syair Gulong mempengaruhi komunitas Melayu di daerah hingga melahirkan elemen-elemen baru dalam sosialitas masyarakat. Sedangkan dalam konteks seni, perubahan Syair Gulong dilihat dengan sudut pandang artikulasi yang tercipta dari teks-teks atau naskah syair yang mengalami perubahan dari masa ke masa serta kaidah dan khasanah budaya yang muncul dari dinamika tersebut. Salah satu perubahan Syair Gulong terlihat dalam pewarisannya sebagai salah satu kesenian lokal masyarakat Melayu Kalimantan Barat warisan Kerajaan Tanjungpura. Hilangnya batasan lingkungan dalam pewarisan dan melestarikan kesenian Syair Gulong menjadi salah satu sudut pandang utama dari dinamika Syair Gulong. Dari beberapa hasil wawancara lisan, ada semacam keyakinan di alam bawah sadar narasumber bahwa Syair Gulong dahulunya hanya berkembang di lingkungan kerajaan-kerajaan seperti Kerajaan Tanjungpura saja. Dari empat hasil wawancara, meenyatakan bahwa kesenian Syair Gulong sudah ada sejak zaman Tanjungpura 93 , yang mana cukup menimbulkan bias karena periodisasi masa 93 Wawancara dengan Harun Das Putra. 28 Juli 2014.
99
Embed
BAB IV PERUBAHAN FUNGSI SYAIR GULONG DALAM BIDANG … · substansi mengalami metamorfosis kesusasteraan, meninggalkan wujud aslinya yang dahulu berawal dari kitab-kitab syair menuju
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
88
BAB IV
PERUBAHAN FUNGSI SYAIR GULONG DALAM BIDANG
SOSIAL DAN SENI TAHUN 1970-1990
A. Perubahan Struktur Isi dan Pewarisan Syair Gulong
Sebagaimana elemen kesenian dan budaya lokal pada umumnya, Syair
Gulong memiliki perubahan-perubahan dalam fungsinya sebagai khasanah sosial
dan juga seni. Dalam ranah sosial, perubahan yang dijadikan sudut pandang adalah
dinamika yang muncul di kehidupan bermasyarakat Melayu Kalimantan Barat,
sejauh mana Syair Gulong mempengaruhi komunitas Melayu di daerah hingga
melahirkan elemen-elemen baru dalam sosialitas masyarakat. Sedangkan dalam
konteks seni, perubahan Syair Gulong dilihat dengan sudut pandang artikulasi yang
tercipta dari teks-teks atau naskah syair yang mengalami perubahan dari masa ke
masa serta kaidah dan khasanah budaya yang muncul dari dinamika tersebut.
Salah satu perubahan Syair Gulong terlihat dalam pewarisannya sebagai
salah satu kesenian lokal masyarakat Melayu Kalimantan Barat warisan Kerajaan
Tanjungpura. Hilangnya batasan lingkungan dalam pewarisan dan melestarikan
kesenian Syair Gulong menjadi salah satu sudut pandang utama dari dinamika Syair
Gulong. Dari beberapa hasil wawancara lisan, ada semacam keyakinan di alam
bawah sadar narasumber bahwa Syair Gulong dahulunya hanya berkembang di
lingkungan kerajaan-kerajaan seperti Kerajaan Tanjungpura saja. Dari empat hasil
wawancara, meenyatakan bahwa kesenian Syair Gulong sudah ada sejak zaman
Tanjungpura93, yang mana cukup menimbulkan bias karena periodisasi masa
93 Wawancara dengan Harun Das Putra. 28 Juli 2014.
89
kerajaan Tanjungpura yang mana yang mereka maksudkan, tidak ada petunjuk atau
keterangan lisan yang konkrit seperti penyebutan tahun atau zaman pemerintahan
siapa. Tapi fakta di lapangan, pada masa-masa kerajaan sebelum Kolonialisme
Belanda dan pendudukan Jepang, dalem keraton memiliki juru tulis ataupun guru
yang mencatat semua aktivitas yang berkaitan dengan kerajaan tersebut.
Dari sudut pandang sebagai sebuah formalitas, Syair Gulong dibacakan
untuk menghibur tamu-tamu kerajaan. Menurut hasil wawancara lisan, pembacaan
syair di depan tamu kehormatan keraton sudah diwariskan sejak zaman kerajaan
Tanjungpura. Hanya saja tidak ada kejelasan periodisasi mengenai kapan Syair
Gulong berkembang sebagai bentuk penghormatan kepada tamu-tamu kerajaan
karena terbatasnya ingatan penutur lisan.
Dalam jenis informal, Syair Gulong dituturkan untuk acara yang bersifat
previlege atau interal keluarga saja semisal menunggu atau menimang bayi dalam
kegiatan tanggal pusat, atau berguru ngaji, hingga bahkan menemani tidur sang
raja, atau pangeran, atau putera mahkota. Syair Gulong, dituturkan pada setiap jenis
tersebut. Keluarga kerajaan akan memanggil penutur Syair Gulong terbaik di
kampung, kemudian dipersilahkan menuturkan syair terbaiknya dalam setiap
kegiatan kekeluargaan tersebut. Beberapa syair yang tercatat dalam perjalanan
sejarah kerajaan Tanjungpura adalah syair Awang Leman, syair Siti Zubaidah, syair
Dandan Setie, dan syair Abdul Muluk94.
94 Wawancara dengan Mahmud Mursalin, 1 Agustus 2014.
90
Gambar 2. Salinan teks warqat Kesultanan Kadriah Pontianak.
(Sumber : Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia)
Gambar tersebut merupakan salinan teks asli warqat kesultanan Kadriah
Pontianak kepada Thomas Stamford Raffles, bercap tahun 1819. Isi perkamen
tersebut kurang lebih adalah perwujudan terimakasih keraton terhadap
pemerintahan Raffles selama di Hindia-Belanda, dan beberapa keluhan akan
serangan lanun atau pembajak yang cukup mengganggu aktivitas perdagangan yang
dialami Pontianak pada masa itu95. Dari dokumen di akhir abad ke-19 tersebut,
muncul kemungkinan bahwa segala pengetahuan dan humaniora hingga
95 Hasanuddin, dkk. Pontianak dalam 1771-1900 : Suatu Tinjauan Sejarah Sosial Ekonomi.
adalah paruh dari burung Enggang Gading. Tidak ada pernyataan yang jelas
mengenai analisis tersebut, tetapi fakta secara lisan mengakui ada suatu saat mereka
mengalami kelupaan sehingga paruh yang digunakan untuk menyimpan Syair
Gulong tersebut lembab karena tertetes air hujan, menyebabkan kertas syair basah
dan lapuk. Di beberapa kesempatan berikutnya, mereka sudah menemukan
gulungan dalam paruh tersebut menjadi bubuk karena dimakan rayap116.
4. Penutur yang tidak selalu Imam Masjid
Sebelum hilangnya batasan perkembangan syair gulong. Imam masjid
adalah figur yang menggambarkan deskripsi alim ulama, orang yang memahami
agama dan hal-hal religiusitas lainnya di dalam Islam sehingga diyakini memiliki
kebijaksanaan tentang keilmuan dan lain sebagainya. Di lingkungan keraton, imam
masjid menjadi tokoh yang memiliki pengaruh terhadap sepak terjang ataupun
keputusan yang diambil oleh pihak Kerajaan.
Penutur syair yang mengajarkan Syair Gulong di masyarakat melayu
umumnya adalah seorang ulama atau imam masjid. Namun ketika tradisi lisan
tersebut berkembang di perkampungan, maka penutur syair di masyarakat luar
lingkungan kerajaan pun menjadi lebih variatif. Penutur syair, dalam hal ini Syair
Gulong, merambah ke kampung-kampung, adapula yang menjadi guru bagi santri-
santri dari pesantren, pemuda yang tangkas, kepala kampung117, dan lain
sebagainya yang memiliki kelebihan dalam suara yang merdu dan pandai membaca
Al-Quran dengan baik. Ketentuan ini kemudian menjadikan dasar pembaca dan
penutur Syair Gulong berdasarkan kepada kepandaian orang melagukan syair
116 Wawancara dengan Harun Das Putra. 28 juli 2014 117 Wawancara dengan Uti Saban. 3 Agustus 2014.
103
dengan kemampuan suara yang merdu.
Di era kontemporer, variasi penurunan kesenian Syair Gulong dalam
konteks pembelajaran ataupun pelestarian, semakin meluas. Dinamika yang terjadi
di masyarakat perkotaan adalah ajang-ajang perlombaan syair ataupun pentas adat
yang mengompetisikan Syair Gulong sebagai salah satu cabang yang dilombakan.
Perlombaan-perlombaan tersebut berlangsung berkala, seperti dua kali dalam
setahun, atau sekali dalam setahun. Ada juga yang kemudian menjadi mata
pelajaran atau muatan lokal di berbagai sekolah ataupun lembaga sejenisnya.
5. Penyair Gulong Laki-Laki
Secara umum penyair Syair Gulong adalah laki-laki. Walaupun tidak ada
dikotomi khusus mengenai adanya pembenaran bahwa Syair Gulong boleh
dilantunkan atau dilagukan oleh perempuan, tetapi pada tahun 1950-an, kesenian
ini muncul dan dilestarikan oleh pemuda-pemuda Melayu yang memiliki suara
yang indah serta mampu bersyair. Setidaknya ada penjelasan dari beberapa sumber
lisan bahwa pada masa pendudukan Jepang, kegiatan kebudayaan masyarakat
Melayu di Kalimantan Barat lumpuh total. Pelarangan menyanyikan lagu-lagu
Melayu, kegiatan adat, digantikan dengan lagu-lagu kebangsaan Jepang, atribut
berpakaian harus bergaya Nippon, dan sebagainya. Gadis atau perempuan—
perempuan Melayu yang cantik dan memiliki suara yang indah menghilang, dan
hampir sebagian besar dari populasi perempuan di Kalimantan Barat selama masa
pendudukan Jepang118.
Pendudukan tentara Jepang di Kalimantan Barat tidak berlangsung lama,
118 Wawancara dengan Harun Das Putra. 28 Juli 2014
104
tetapi dampak penderitaan yang dialami oleh masyarakat Kalimantan Barat pada
umumnya adalah sangat luar biasa. Masyarakat tidak saja kehilangan pimpinan
mereka yang sangat mereka agung-agungkan. Masyarakat Ketapang kehilangan
salah satu panembahannya yaitu Gusti Muhammad Saunan yang diculik dan
disungkup oleh tentara Jepang. Jasad beliau sampai sekarang tidak diketahui
rimbanya119.
Dengan menghilangnya sebagian besar kaum perempuan Melayu, sanak
saudara, serta juga raja sekaligus pewaris Kerajaan Tanjungpura yang ke-16,
endemik depresi kebudayaan dan kesusasteraan Melayu di Kalimantan Barat
mengalami depresi yang cukup serius sehingga pergerakan dari tahun 1942 hingga
pasca-kemerdekaan cenderung kearah politik dan kedaerahan. Bahkan setelah era
tersebut, tahun 1970-an, dimana kesenian dan kebudayaan di Kalimantan Barat
kembali dihidupkan lewat perlombaan-perlombaan, belum ditemukannya bukti
otentik bahwa penyair perempuan telah ada pada masa kebangkitan tersebut.
Kemunculan penyair gulong perempuan baru terjadi setelah memasuki
tahun 2000-an, dimana kriteria perlombaan baca Syair Gulong memasukkan
kategori untuk penyair perempuan120. Belum ada alasan yang cukup jelas apakah
penjajahan Jepang akhirnya menciptakan trauma terhadap kaum perempuan untuk
menjadi penyair gulong hingga awal millenium. Tetapi salah satu Festival Budaya
Bumi Khatulistiwa ke XI Kalimantan Barat 2013, adanya dokumen yang
mencantumkan nama penyair gulong wanita yang diikutkan dalam festival tersebut.
119 Poltak Johansen, op.cit., hlm 150. 120 Wawancara dengan Mahmud Mursalin, 1 Agustus 2014.
105
Berbicara soal batasan, mengenai penyair gulong yang harus laki-laki
sebenarnya tidak menunjukkan bahwa kesenian syair ini membatasi diri hanya
kepada pria yang memiliki talenta suara dan kecerdasan dalam melagukan syair
saja. Dan belum diketahuinya fakta dan otentitas mengenai keharusan tersebut.
Hanya saja, bukti-bukti selama penelitian menemukan penyair-penyair gulong yang
semuanya adalah laki-laki.
Syair Gulong selanjutnya berkembang dalam kegiatan-kegiatan adat
Melayu Kalimantan Barat di beberapa daerah seperti Ketapang, Sambas, dan
Pontianak. Kalimantan Barat memiliki setidaknya di daerah-daerah. Hasil warisan
pemerintahan kolonial Belanda. Namun kesenian ini secara umum hanya terjadi di
ketiga kabupaten besar tersebut. Untuk kesepuluh wilayah lainnya, seni bertutur
syair telah mengalami perkembangannya masing-masing secara terciptanya
karakteristik bertutur syair baru, dialek dan penggunaan bahasa, yang semakin
mencirikan lokalitas daerah masing-masing, yang keragamannya dan
karakteristiknya berbeda dari konseptualitas Syair Gulong.
6. Tema Syair Yang Berubah-Ubah
Meninjau secara sudut pandang penulisan syairnya, kitab-kitab syair
melayu klasik yang ditulis pada tahun 1920-an masih merepresentasikan kadar
kesusasteraan Melayu yang asli, dalam hal genre, masih membawa warna dan
karakteristik kesenian dan budaya yang kaya akan khasanah keagamaan, dalam hal
ini, agama Islam. Cakupan penceritaan, pengambilan majas, masih sangat sufi-
sentris. Cerita-cerita tentang kehambaan seorang manusia kepada Tuhannya, pasal-
pasal syukur kepada Tuhan, bentuk-bentuk shalawat kepada Nabi, semuanya masih
106
bersandarkan kepada kepercayaan religiusitas Islam.
Pada masa-masa selanjutnya, syair-syair yang mulai ditulis oleh masyarakat
lokal, di perdesaan maupun perkampungan, hanya mengutip sedikit khasanah-
khasanah melayu tersebut dan diimplementasikan kepada semangat lokalitas.
Tahun 1970-1990an, syair-syair yang muncul semakin menunjukkan lokalitasnya
yang membicarakan negeri Kayung, Kalimantan Barat, dan kerajaan-kerajaan
Tanjungpura, Keraton Kadriah Pontianak, dan lain sebagainya.
Berikut adalah contoh dari teks syair kontemporer yang menunjukkan tema-
tema kearifan lokal-nya :
Kepada Tuk Upui disampaikan kisah
Aturan masyarakat dan pemerintah
Tak boleh lagi kawin sedarah
Aturan lain banyak diubah121
Cikram adalah tanda ikatan pertunangan antara dua insan
Kalau sudah jazam dara pilihan
Diutus orang-orang yang dituakan
Untuk datang kepihak dara pilihan122
Dalam adat melayu, tidak boleh adanya perkawinan dalam satu keluarga,
atau dengan kata lain, saudara laki-laki dengan saudara perempuan, kakak dengan
adik, keponakan dengan sepupu, dan lain sebagainya. Pembagian secara hukum
atau norma adat Melayu yang berlaku akan sangat luas jika merujuk kepada
pelarangan menikah satu tali keluarga seperti makna yang tersirat dalam penggalan
bait syair Hikayat Tanjungpura tersebut. Namun, potongan tersebut cukup
memberikan informasi bahwa dalam masyarakat Melayu pernikahan satu darah
121 Dardi D. Has, Syair Hikayat Tanjungpura, 2006. 122 Cukilan Adat dan Budaya Sambas, 2009.
107
atau secara denotasi adalah masih dalam satu keluarga adalah hal yang tabu.
Sedangkan penggalan yang kedua berbicara tentang adat-adat sebelum
melaksanakan pernikahan yang hidup di masyarakat Melayu Sambas. Adanya
ikatan pertunangan sebelum menikah, memberikan informaasi bahwa proses
menikah secara adat Melayu khususnya di daerah Sambas sangat beragam. Kedua
teks tersebut menunjukkan begitu banyaknya kearifan lokal masyarakat Melayu
Kalimantan Barat yang dikemas dalam bentuk sastra syair.
7. Dokumentasi dan Media Pengabadian
Sebelum adanya media cetak, komputer, dan mesin fotografi, Syair Gulong
merupakan alternatif warga masyarakat Melayu yang digunakan untuk
mendokumentasikan dan mengabadikan peristiwa-peristiwa tertentu, secara
kesenian lisan maupun tulisan. Tampak dalam beberapa contoh teks syair seperti
berikut :
Sejarah mencatat disaat itu
Serta tahunnya bilanpun tentu
Saatnya 23 oktober tujuh belas tujuh satu
Selesai dikerjakan sepekan waktu123
Teks tersebut adalah contoh dokumentasi pengetahuan sejarah yang
dilakukan Harun Das Putra, penyair gulong di Pontianak, menceritakan kembali
periode dimana Kesultanan Kadriah Pontianak pertama kali berdiri.
Acara seperti peresmian pemekaran daerah, memperingati hari-hari
nasional, kejuaraan daerah dan sebagainya menjadi jenis-jenis kegiatan yang
didahulukan pentas kesenian adat secara umum, dan penuturan Syair Gulong secara
123 Harun Das Putra, Bumi Khatulistiwa Kote Pontianak Negeri Syair Melayu. (Pontianak,
Dinas Pariwisata, Kebudayaan dan Inkom Kota Pontianak, 2008), hlm. 1.
108
khusus124. Tahun 2008, Harun Das Putra diundang sebagai tamu walikota Pontianak
dan penggalan bait tersebut adalah salah satu bagian dimana ia menulis tentang
sejarah Hari Jadinya Kota Pontianak yang bertanggal 23 Oktober 1771.
Dalam konteks kesenian masyarakat, Syair Gulong tidak berdiri sendiri
sebagai kesenian yang mandiri. Ia membutuhkan wadah seperti kegiatan adat,
perkawinan, hajatan, pentas seni dan budaya, serta acara-acara budaya yang mampu
menyediakan pembukaan sebelum setiap acara dimulai. Maka dari itu hampir
disetiap kegiatan adat masyarakat Melayu di beberapa wilayah kebudayaan di
Kalimantan Barat dibuka dengan penuturan Syair Gulong. pembukaan
Mengucapkan terima kasih pelaksana kegiatan adat/orang yang dituakan/penutur
syair, dsb
Sebelum melanjutkan uraian sya’ir
Selamat datang ucapan terukir
Yth Bpk Mayjend TNI Marinir HM Suandi Thahir
Di kota Jakarta mengukir meniti karir
Juga kepade keluarge beserta rombongan
Ucapan selamat datang tiada ketinggalan
Untuk menghadiri acara pernikahan keponakan
Di Kota Ketapang tanah kelahiran penuh kenangan125
Jadi terpakse juge mengarang
Karene memenuhi permintaan orang
Kisah dahulu lame berselang
Begitu maksud lebih dan kurang
Oleh panitia meminta kami
Membuat sya’ir membuat puisi
Karene tak sanggup membuat sendiri
Kami tak bantu dengan pak Dardi126
124 Wawancara dengan Hermansyah., Ketapang 2 Agustus 2014 125 Syair Kayung Pernikahan Erlambang Ardiansyah dan Lisa Amalia oleh Mahmud
Mursalin, Ketapang, 8 Desember 2013. 126 Dardi D. Has, loc.cit.
109
Bait-bait dalam Syair Gulong kontemporer semakin menonjolkan elemen-
elemen sosial seperti penghormatan kepada tokoh masyarakat, lembaga
masyarakat, dan lain sebagainya. Adanya kaidah yang berubah dari sudut
kepenulisan secara tekstual, seperti kata-kata “Selamat datang ucapan teukir/Yth”
menunjukkan nilai-nilai retoris sebagaimana kata sambutan dalam pidato ataupun
upacara formal. Penggalan bait syair diatas menyampaikan sebuah bentuk
formalitas yang mengharuskan penyair gulong menyebutkan nama-nama keluarga,
atau tokoh, ataupun rombongan masyarakat dari beberapa kampung sebagai bentuk
penghormatan, dan dokumentasi secara tekstual bahwa mereka pernah menghadiri
acara tersebut.
8. Syair Gulong sebagai penyebaran nilai-nilai keislaman
Pasal Syukur Kepada Tuhan
Pasal syukur hamba sebutkan
Waijblah kita mesti kita syukurkan
Memberi syukur kepada nikmat
Banyakan syukur mereka selamat127
Selain hikayat dan cerita, Syair Gulong merupakan alat bantu menyiarkan
nilai-nilai agama Islam dan memiliki efektivitas tersendiri dalam penyampaiannya.
Nilai tambah tersebut terdapat dari kandungan isi syair yang berbobot hukum Islam
dan penuturannya yang disertai hiburan yang memudahkan masyarakat untuk
menangkap maksud dari apa yang disampaikan di dalam syair tersebut.
Sejarah syiar-syiar Islam dalam kesusasteraan Melayu terbentang panjang
dari abad ke-7 hingga akhir abad ke-19. Dari Hamzah Fansuri hingga penyair yang
tidak menyebutkan namanya dalam kepenulisan syair maupun hikayat yang
127 Syair Bulan Terbit 1922. (Pontianak : Koleksi Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Pontianak, 1923), hlm. 3.
110
dikarangnya. Dari periode kitab-kitab sastra klasik hingga naskah dan teks syair
kontemporer. Dan secara umum, syi’ar Islam mengajak masyarakat agar
menebarkan semangat amar ma’ruf nahi munkar, menyeru kepada kebaikan dan
mengingatkan keburukan, mentaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam syair Bulan Terbit dituliskan :
Beruntung kita menjadi umat
Dunia akhirat mereka selamat
Memberi syukur jangan lupakan
Apa larangan kita jauhkan
Hakekat takut kepada Tuhan
Mengerjakan sekalian apa perintahkan128
Dalam kitab syair klasik, kontekstual ajaran Islam disampaikan secara
gamblang, tanpa memilih konotasi yang dikatakan cukup berat atau menyulitkan
pemahaman bagi pembacanya. Penggalan bait seperti Hakekat takut kepada
Tuhan/Mengerjakan sekalian apa perintahkan adalah bentuk yang lugas dari prinsip
ketaqwaaan dan keimanan seorang muslim kepada Allah SWT.
9. Perubahan Kengkarangan menuju Syair Gulong
Perubahan kengkarangan menjadi Syair Gulong bukanlah evolusi secara
menyeluruh seperti dinamika kesusasteraan syair yang ditunjukkan dalam periode
sastra melayu klasik di abad 7-19. Secara umum, definisi serta maknawi
kengkarangan dan Syair Gulong adalah sama, sama-sama kesusasteraan syair yang
dibacakan di depan khalayak, dalam bait-bait puitikal ditulis dalam lembaran demi
lembaran yang panjang hingga bergulung-gulng, yang ketika dibacakan perlahan
gulungan kertas tersebut terurai hingga ke lantai.
128 Ibid.
111
Namun letak dinamikanya ada pada penamaan kesenian bertutur syair
tersebut. Bagi masyarakat di perkampungan seperti di Kampung Dare, Kampung
Jelai, mereka menyebut kesenian tersebut dengan istilah kengkarangan. Sedangkan
masyarakat yang bermukimnya bermuara ke arah kota, dalam hal ini ketapang,
mereka lebih mengenalnya dengan istilah Syair Gulong. Berikut adalah definisi
Kengkarangan dan Syair Gulong dalam Chairil Effendy :
“Salah satu genre sastra yang berkembang biak di tengah masyarakat
Ketapang, bahkan di tengah kaum mudanya, adalah syair. Masyarakat di
Kampung Jago, kampung Sempurna, kampung Penduhun Melayu,
kampung Bayur Rempangi, dan kampung Sawah menyebutnya
kengkarangan.
Dan sementara itu, masyarakat Melayu di kampung-kampung lain
dan di kota Ketapang sendiri menyebutnya syair gulung. ...Ketika
disenandungkan dalam posisi berdiri di depan khalayak pendengarnya,
gulungan kertas syair yang dapat dimasukkan ke dalam saku baju atau
celana itu dibuka sedikit demi sedikit. Kerap terjadi, bila teks syairnya
panjang, gulungan kertas yang telah dibuka itu berserakan di lantai129.”
Merujuk kepada penelitian Chairil dapat ditarik poin bahwa pengetahuan
masyarakat lokal diluar lingkaran pusat perkembangan budaya, dalam hal ini
Kabupaten Ketapang sebagai pusat persebaran kesenian ini, menyebut Syair
Gulong dengan sebutan kengkarangan. Fakta yang didapat dilapangan adalah
penutur sumber lisan memang menunjukkan penyebutan yang berbeda-beda ; Uti
Saban, penutur Syair Gulong Desa Padang, Kecamatan Benua Kayong
menyebutnya dengan kengkarangan, Mahmud Mursalin, penyair gulong era
kontemporer Desa Tuan-Tuan Kecamatan Benua Kayong menyebutnya dengan
Syair Gulong. Fakta lainnya adalah Harun Das Putra, penyair yang hidup di
Kelurahan Kota Baru, Pontianak, menyebutnya dengan bertutur.
129 Ibid.
112
Perubahan kengkarangan menjadi Syair Gulong adalah proses transformasi
sebuah nilai kesusasteraan Syair Melayu menjadi kesenian Syair Gulong. Jauh
sebelum kengkarangan berkembang syair-syair yang ditulis dalam kitab-kitab
berbahasa Melayu lebih dibacakan sebagaimana puisi Melayu klasik yang
mengedepankan gubahan cita dan rasa dalam intonasi dan tekanan nada yang
fluktuatif, sebagaimana perjalanan panjang sejarah kesusateraan melayu lama yang
tumbuh berkembang di kerajaan Aceh dan komunitas sufi di Sumatera. Kitab syair
muncul pada masa kerajaan Tanjungpura karena hubungan baik yang terjalin antara
pihak keraton dan Kesultanan Brunei Darussalam. Namun belum ada sumber yang
jelas bagaimana bentuk penuturan syair kitab pada masa aktif kerajaan di awal abad
ke-17 dan 18.
Pada tahun 1950, setelah melewati masa kemerdekaan, penuturan syair
muncul kembali, dengan warna yang berbeda. Syair dibacakan dengan suara yang
merdu, tidak stagnan, dan memiliki lelaguan yang berima disetiap baitnya,
membuat munculnya kemungkinan adanya pengaruh nyanyi sejarah kesusasteraan
Hamzah al-Fansuri yang bergejolak di Aceh abad ke 7 hingga 19, hidup di Negeri
Kayung. Tetapi, menyanyikan syair kitab hingga menciptakan lagu syair di
masyarakat Melayu Kalimantan Barat baru muncul diakhir abad ke-19, dimana
perhelatan konsep nyanyi di Aceh sudah tidak terlalu penting.
Jika kembali lagi kepada bagaimana kesenian ini diwariskan, syair gulong
di dalam lingkungan keraton adalah hanya berupa cerita atau hikayat yang
berbentuk syair dan dibacakan hanya untuk kalangan kerajaan kemudian berubah
menjadi sebuah kesenian lokal masyarakat yang hidup di setiap perkampungan
113
warga di luar lingkungan kerajaan. Bentuk perubahan muncul dari mulai adanya
kegiatan adat-istiadat yang menyertakan pembacaan syair di dalam acara tersebut.
Aktivitas kesenian dan kebudayaan sebenarnya tidak seluruhnya
menghilang dari Kalimantan Barat pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Ada
beberapa arsip dan dokumentasi menunjukkan adanya kegiatan kesastraan
Kalimantan Barat yang hidup selama masa kolonial. Tapi berbicara Syair Gulong
bahwa tidak diketemukannya teks-teks syair yang ditulis pada periode kolonial
selain Sjair Uit Sintang, yang kemudian ditulis kembali oleh Helius Sjamsuddin
sebagai Syair Kerajaan Sintang, tanpa merubah sedikitpun baik tekstual maupun
penulisannya.
Nampaknya, perubahan kengkarangan menjadi Syair Gulong adalah
terletak kepada cara penyebutan kesenian tersebut di kalangan masyarakat. Kutipan
tersebut menjelaskan ada beberapa kampung yang menyebutnya sebagai
kengkarangan, sedangkan masyarakat yang cenderung bermukim mendekati pusat
kota menyebutnya dengan Syair Gulung, atau dalam penelitian ini, Gulong, secara
penulisan aksen dan dialek melayu menyebutnya demikian.
B. Perubahan Fungsi Syair Gulong dalam Konteks Sosial
Salah satu bentuk perluasan dinamika Syair Gulong adalah dinamikanya
dalam konteks sosial. Sosial merupakan sesuatu yang dipahami sebagai sebuah
perbedaan, tetapi tetap inheren dan terintegrasi. Ia dimaknai sebagai perbedaan
yang ada dalam sebuah komunitas. Sebuah substansi dimana manusia dengan latar
belakang yang berbeda-beda melakukan kegiatan yang sama. Intinya, sosial
mengacu kepada sifat dasar manusia yang tidak bisa hidup sendiri. Syair Gulong
114
dalam fungsinya sebagai nilai sosial adalah sebagai media masyarakat dalam
berkomunikasi dan mengembangkan kebudayaan dan kesenian Melayu lokal. Syair
Gulong sebagai media komunikasi adalah bagian-bagian syair yang mengandung
kritik atau sentilan-sentilun yang menggambarkan kritik maupun opini masyarakat
dalam menyikapi sesuatu yang tengah terjadi di lingkungan baik dalam kerajaan
maupun luar kerajaan.
Dengan adanya penutur-penutur syair untuk kerajaan yang hidup di
perkampungan warga, pewarisan serta khasanah sosial yang diciptakan oleh
kesenian Syair Gulong menjadi luas. Hal-hal seperti kegiatan-kegiatan adat yang
hidup di kampung menjadi lebih menarik dengan masuknya syair gulong ke
beberapa elemen adat yang hidup di masyarakat tersebut.
1. Media Kampanye Politik
Syair Gulong menjadi salah satu media kampanye politik di era
kontemporer. Beberapa nilai-nilai bernafaskan kampanye ataupun agenda
demokrasi menjadi salah satu tema yang kemudian diangkat dalam penulisan teks
syair. Ada pola keharusan menyebutkan elemen-elemen politis yang dijejalkan
dalam beberapa bait syair seperti berikut :
Tahun 2005, dan bulan Muharram telah tiba
Kita sebagai masyarakat Kab Ketapang siap sedia
Kerna tinggal menunggu waktunya tiba
Akan diadakan PILKADA
Kita sebagai masyarakat, jangan sampai gelisah
Menghadapi pemilihan kepala daerah
Kalau ada yang keliru kita bermusyawarah
Yang penting aman, Pa’ Haji Morkes menang, jangan sampai kalah
Sekarang harus kita amati
Atas perjuangan Pa’ Bupati Kiyai Mangku Negeri, Haji Morkes Effendi
115
Bukan hanya janji tapi memberi bukti
Sebahagian, desa sudah dapat menikmati
Nama pa’ camat kami Benua Kayong M.Run. Prawijaya
Beliau tetap mengusulkan kepada Pemda
Kerna masyarakat maish tetap setia
Untuk memenangkan Pa’ Haji Morkes dalam PILKADA130
Era kontemporer memberikan kebebasan terhadap masyarakat untuk
mengembangkan kesenian Syair Gulong, termasuk di dalamnya memberikan suara
atau aspirasi terhadap kondisi demokrasi yang terjadi di tanah air.
Berbicara kondisi sosial masyarakat Melayu Kalimantan Barat di era
kontemporer, salah satu daerah yaitu Kabupaten Ketapang diresahkan dengan
industri kelapa sawit yang makin marak. Figur tokoh dibelakang mewabahnya
kelapa sawit tersebut adalah Morkes Effendi. Ia adalah Bupati Daerah Ketapang
yang didapuk selama periode 2000-2005131. Tahun 2005 suhu pilitik di Ketapang
mulai memanas. Pesta demokraasi lima tahunan yang dihelat pada 20 Juni 2005 ini
menjadi momentum bersejarah dimana rakyat diberi kesempatan untuk memilih
pemimpin secara langsung.
Berbagai kegiatan politik dan kampanye kemenangan mulai berkembang di
smester awal 2005. Dan Morkes adalah salah satunya yang mencalonkan dirinya
kembali untuk mempertahankan jabatannya sebagai Bupati Ketapang untuk periode
selanjutnya yaitu 2005-2010. Salah satu bentuk kampanye yang ia lakukan adalah
peresmian madrasah di Kecamatan Benua Kayong, Ketapang, sebagaimana naskah
Syair Gulong tersebut ditulis.
130 Syair Peresmian Madrasah Benua Kayung 18 Februari 2005. 131 Fokus Liputan : Kelapa Sawit,Antara Kepentingan Politik dan Tata Guna Lahan (Bagian
I), mongabay.co.id/tag/tata-guna-lahan/, diakses pada 22 Juli 2016.
116
Penggalan bait Syair Gulong tersebut mengandung pesan-pesan yang sangat
menonjol. Kata-kata atau kalimat seperti ”Kita sebagai masyarakat/jangan sampai
gelisah/Menghadapi pemilihan kepala daerah/Yang penting aman/Pa’ Haji
Morkes menang/jangan sampai kalah ataupun Kerna masyarakat maish tetap setia/
Untuk memenangkan Pa’ Haji Morkes dalam PILKADA” semakin menunjukkan
maksudnya secara jelas bahwa adanya pengaruh politik yang sangat kuat dalam
penulisan naskah tersebut. Dan secara tidak langsung, menghilangkan kaidah
kesenian syair gulong tersebut. Pelanggaran-pelanggaran seperti kata-kata yang
dipaksakan, ataupun masuknya nama tokoh dan persuasi-persuasi kampanye. Ada
semacam budaya menghormati tokoh masyarakat yang kemudian
diimplementasikan dalam penulisan naskah syair, dan dibacakan ketika tokoh
tersebut mendatangi acara, dan dibacakan syair gulong dalam rangka memberikan
sambutan hangat kepadanya.
2. Hajatan
Tiadelah saye bepanjang madah
Mengarang sya’ir menulis risalah
Sekedar nyampaikan hajat si tuan rumah
Semoga mendapatkan keredaan Allah132
Hajatan secara umum adalah kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan
sesuatu yang di-nadzar-kan atau diniatkan. Dalam budaya Islam, hajat atau nadzar
dapat diimplementasikan sebagai sebuah janji yang mengharuskan seseorang yang
melakukannya untuk mengerjakan apa yang telah diniatkan sebelumnya. Ambil
contoh seorang ayah ber-nadzar untuk berpuasa senin dan kamis jika istrinya
132 Syair Kayung Pernikahan Erlambang Ardiansyah dan Lisa Amalia, 8 Desember 2013.
117
melahirkan anak keduanya. Pilihan yang dihadapi ayah tersebut adalah berpuasa
pada hari senin dan kamis ketika istrinya melahirkan, atau membayar fidyah,
memberi makan fakir miskin, jika ia tidak mampu berpuasa atas kelahiran anaknya
sebagai hukuman atas tidak mampu-nya dia melaksanakan janji yang telah
diniatkan sebelumnya.
Dalam kacamata kebudayaan, hajatan sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan pesta perkawinan ataupun khitanan (sunatan) karena platform dasar dari
kegiatan adat tersebut adalah sama tapi output-nya berbeda. Di masyarakat Melayu
Kalimantan Barat, hajatan lebih dipahami dengan pengadaan acara keadatan atau
kegiatan yang bersifat mengundang pementasan elemen adat Melayu yang
berdampak kepada masyarakat atau lingkungan dimana acara tersebut digelar.
Hajatan mempunyai cakupan penyelenggaran yang sangat universal.
Karena hajatan bisa berupa peresmian masjid di kampung, syukuran khitanan,
syukuran khataman Al-Quran, peringatan hari-hari nasional, dan bahkan
perkawinan sekalipun secara substansi berbeda.
Kasus teks syair pada pernikahan Erlambang dan Lisa sebagai contoh,
terdapat bait “mengarang syair menulis risalah/sekedar menyampaikan hajat si
tuan rumah”. Perbedaan hajatan dan perkawinan terletak pada unsur tekad ataupun
janji. Dalam perkawinan, tidak ada ikatan yang mengharuskan pihak yang menikah
melakukan pesta perkawinan, jika ada kendala lain seperti kesulitan finansial dan
lain sebagainya. Sedangkan hajat, adalah sebuah keniscayaan mewujudkan janji
yang telah disepakati oleh yang menyelenggarakan acara untuk melaksanakan event
tersebut. Bahkan perkawinan dapat dikategorikan sebagai hajatan jika pihak
118
keluarga yang menikah berjanji kepada diri sendiri untuk melaksanakan pesta
perkawinan jika anaknya menikah. Demi memeriahkan pelaksanaan acara dalam
sebuah hajatan, Syair Gulong dipentaskan demi menghibur dan memeriahkan
warga masyarakat yang terlibat atau diundang dalam acara tersebut.
3. Perkawinan
Perkawinan sudah jadi merupakan kegiatan adat masyarakat Melayu
Kalimantan Barat yang didalamnya dilaksanakan kesenian penuturan Syair Gulong.
Perkawinan juga merupakan kegiatan adat Melayu yang pertama kali
memperkenalkan Syair Gulong sebagai kesenian dan pendahuluan ketika acara
tersebut berlangsung. Berikut adalah cuplikan teks syair yang digunakan dalam
perkawinan adat melayu :
Mempelai laki-laki saya sebutkan
Idwantoro anak Po’Rajali, Sukaharja dekat makan Pahlawan
Dapat jodoh di Bintang Musik, kelurahan Tuan-tuan
Mungkin sebelum lahir, Tuhan sudah jodohkan
Toro anak Pa’Rajali, Suami Ibu Marliti
Segala urusan ibuk sangat teliti
4 orang anaknya bersatu lagi
Apalagi Toro, satu-satunya anak laki-laki
Memepelai perempuan sama halipah
Anak rahimin alias hasan suani aisah
Sebelum pelaksanaan ini hati terasa goyah
Sekarang kami ucapkan alhamdulillah
...Dalam kesempatan ini usak mok doakan
Semoga kedua mempelai di Ridoi Tuhan
Dapat anak laki-laki dan perempuan
Kehidupan sukses tak ade gangguan133
Teks diatas adalah Syair Gulong era kontemporer yang bertemakan
133 Syair Pernikahan Idwantoro dan Halifah, tanpa tahun.
119
perkawinan. Uti Saban, penyair gulong yang menulis naskah tersebut tidak
mencantumkan tanggal pasti pernikahan Idwantoro dan Halifah tersebut sehingga
menjadi contoh bahwa adanya kelemahan penyair gulong dalam
mendokumentasikan waktu atau kapan acara tersebut berlangsung.
Pola-pola teks syair perkawinan yang terbentuk setelah tahun 1999-an
adalah selalu mencantumkan bait-bait syair yang menceritakan tentang asal-usul
kedua mempelai, laki-laki maupun perempuan. Ada semacam adjustment yang
mengahruskan penyair gulong membubuhkan beberapa nama anggota keluarga dari
laki-laki ataupun perempuan sebagai bentuk penghormatan telah
diberikannya kesempatan baginya membacakan Syair Gulong di pernikahan
tersebut.
4. Peresmian
Gambar 4. Dokumentasi penuturan syair gulong dalam acara pentas adat.
(Sumber : Catatan Warisan Budaya (Cultural Heritage) di Kerajaan Tanjungpura,
2010, hlm. 127)
Di akhir 1990-an, peresmian secara adat Melayu mengalami perubahan
dengan menampilkan pertunjukkan pertunjukkan seni dan budaya Melayu. Segala
120
tari-tarian, berbalas pantun, lagu-lagu melayu, dirangkum dalam babakan-babakan
yang menjadi sajian untuk menyambut sesuatu yang baru akan hidup di lingkaran
masyarakat Melayu di daerah tersebut.
Syair Gulong, dalam hal ini dibacakan sebagai tanda syukur atas nikmat
Tuhan Yang Maha Kuasa dan mampu menjadi epilog yang baik memadukan antara
humor yang mengundang tawa penonton serta menunduk khidmat atas karunia
Tuhan telah menghadirkan lingkaran masyarakat yang baru, kampung yang baru,
sekolah yang baru, apapun yang baru muncul di kehidupan masyarakat sebagai
tanda kemurahan Hati-Nya kepada hamba-Nya.
Konsep peresmian secara adat melayu dikerucutkan dengan mengambil
kampung adat sebagai sampel, tetapi definisi peresmian ini meluas hingga kepada
setiap pembangunan yang telah dilaksanakan dalam suatu daerah, kabupaten,
kecamatan hingga di perdesaan. Selesainya pembangunan seperti masjid ataupun
sekolah di salah satu daerah terpencil akan menjadi ajang pementasan kesenian
budaya Melayu.
Hasil penelitian dokumen dan wawancara lisan menyimpulkan perluasan
makna peresmian dalam elaborasi atau sudut pandang yang dilihat dari kesenian
syair gulong. Peresmian tidak hanya tentang meresmikan perkampungan baru saja.
Tetapi sudah membicarakan eleme-elemen yang menyentuh lingkungan sosial
seperti pendidikan, politik, budaya, dan lain sebagainya134. Sebagai contoh, berikut
adalah cuplikan teks Syair Gulong tentang peresmian sekolah di Kecamatan Benua
Kayong, Ketapang, 26 Juni 2005 :
134 Wawancara dengan Rijal, 3 Agustus 2014.
121
Mohon kepada bapak, ibu, sdra,sdri
Serta para undangan yang datang kemari
Mohon maaf saya numpang berdiri
Membacakan sya’ir gulung sekedar informasi
Selamat malam kepada Bapak Bupati dan Pak Camat Benua Kayong
Serta muspida dan muspika siap bergabung
Izinkalah saya turut mendukung
Dalam oretan sya’ir bergulung
Saya sebagai sekdes merangkap komdes kuning, di Negeri Baru
Ketua pelaksana Pa’ Muridan mohon saya untuk memacu
Kerna th 2004 sudah berlalu
Tahun 2005, ini kite harus bersatu
Adanya persatuan sangat berarti
Dalam bidang apapun hanya Allah menjadi
Masjid siap, madrasah berdiri.
Malam ini diresmikan Bapak Bupati
Yang kita cari ridanya Allah
Kita berusaha mencari berkah
Seksi dana pak Nasir dan Pak Abdullah
Dalam sidang pembangunan beliau tak mau kalah
Pak Muridan sebagai ketua
Pak Zulkifli sekretari/wakil ketua
Ibuk Roslinam sebagai bendahara
Dana dikeluarkan sudah sekian juta
Beginilah keadaan
Bangunan Madrasyah kami dirikan
Mana yang kurang mohon cukupkan
Kepada Bapak Bupati, dan juga Bapak Dinas Pendidikan135
Dalam Tahun 2005, Pembangunan di Kecamatan Benua Kayong Ketapang
teralihkan kepada isu industri kelapa sawit yang semakin marak di tahun tersebut.
Sektor pembangunan Kabupaten Ketapang di dominasi pembukaan lahan oleh
industri-industri sawit karena mudahnya perizinan membuka lahan oleh pihak
135Syair Peresmian Madrasah Benua Kayung 18 Februari 2005.
122
administrasi daerah.
Pendidikan adalah salah satu aspek yang tertelan maraknya industri kelapa
sawit di Ketapang. Termasuk di Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang,
dari data statistik kecamatan tahun 2008 mendapatkan setidaknya hanya 35 unit
bangunan madrasah atau sekolah dari semua jenjang pendidikan136.
Dengan meningginya isu kelapa sawit, dan dekatnya PILKADA tahun 2005,
bentuk kampanye-kampanye politik semakin mengerucut kepada adjustment yang
dilakukan oleh tokoh yang maju sebagai calon bupati salah satunya menyentuh
elemen-elemen kecil seperti pendidikan dan kesehatan. Morkes Effendi, adalah
Bupati Kabupaten Ketapang periode 2000-2005 yang kembali mencalonkan dirinya
di PILKADA 2005. Seperti telah dibahas di subbah sebelumnya, naskah syair
peresmian madrasah tahun 2005 Kecamatan Benua Kayong, Ketapang ini sangat
kental dengan nuansa politik. Dan dari penggalan naskah syair tersebut, ada pesan
yang semakin mengerucut kepada pentingnya masyarakat Benua Kayong untuk
bersatu. Adanya ajakan yang tersirat dibalik peresmian madrasah untuk kembali
memenangkan Morkes sebagai Bupati Ketapang di periode selanjutnya.
C. Perubahan Syair Gulong Dalam Konteks Kesenian
1. Hiburan
Syair Gulong yang telah berubah bentuk juga berfungsi sebagai sarana
menghibur masyarakat kampung ketika mereka mendatangi atau berkumpul dalam
sebuah acara atau kegiatan adat. Jauh sebelum itu, kitab-kitab syair seperti Syair
Bulan Terbit menulis ;
136Profil Kecamatan Benua Kayong Kabupaten Ketapang 2016. (Benua-
kayong.blogspot.co.id), diakses pada 22 Juli 2016.
123
Karna hiburkan hati yang susah
Makanya hamba menjadi bisa137
Penggalan sajak dalam kitab syair tersebut menyebutkan hiburan dalam arti
sebagai pelipur lara. Dan menjadi platform atau karakteristik seni dalam
melukiskan hiburan dalam bentuk tulisan.
Perubahan kontekstual hiburan dalam syair gulong secara kacamata seni
adalah mengonsep hiburan yang mengundang gelak tawa penonton atau yang
menyaksikannya138. Berikut adalah contoh hiburan syair gulong kontemporer :
Sunnah rasul perintah agame
Jadi pegangan kite bersame
Tuntutan dan sunnah jadikan yang utame
Wahai pengantin jangan lupa do’e di malam pertame139
Dalam beberapa kesempatan, hal-hal yang berhubungan dengan mahligai
rumah tangga adalah hiburan yang dapat diterima masyarakat Melayu. Khususnya
ketika pesta pernikahan, dan dalam penggalan syair ini, Mahmud Mursalin
mengemas konsep hiburan tersebut.
Penggalan bait syair tersebut menunjukkan syi’ar Islam tidak memiliki
perubahan yang signifikan dari yang hidup pada masa periode melayu Klasik
ataupun kitab-kitab syair di tahun 1920-an. Nampaknya kontekstual adalah elemen
yang terus mengalami penyempurnaan sebagaimana kesenian Syair Gulong ini
akhirnya selamat hingga era 2000-an hingga saat ini. Dan pada baris terakhir,
terlihat bagaimana penyair gulong ingin menyampaikan indah dan nikmatnya
pernikahan hingga ke hal-hal kecil seperti membaca doa sebelum malam pertama.
137 Syair Bulan Terbit, loc.cit. 138 Wawancara dengan Mahmud Mursalin. Ketapang 1 Agustus 2014 139 Syair Kayung Pernikahan Erlambang Ardiansyah dan Lisa Amalia, 8 Desember 2013.
124
Lagi, elemen-elemen kecil tersebut menjadi kearifan lokal yang menggelitik
masyarakat Melayu dan bagi kesenian syair ini terus menyesuaikan jiwa zamannya.
2. Pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa
Bismiallah itu suatu firman
Fardulah kita kepadanya iman
Muttasil pula dengan rahman
Hasil maksudnya pada yang budiman
Bismillah ayat mula dikata
Alhamdulillah puji yang nyata
Bersholawat kepada Nabi yang Mulia
Ikatan Sekalian Ulama Auliya140
Dengan Bismillah permulaan kalam
Allah pencipta semesta alam
Nabi Muhammad penghulu Islam
17 rakaat dalam sehari semalam141
Dengan Bismillah awalnye kalam
Allah pencipte semeste alam
Tidak lupa salawat dan salam
Pada Nabi Muhammad penghulu Islam
Bismillah itu permulaan Qalam
Atas name Allah Khaliqul Alam
Memberi syafaat siang dan malam
Kepade makhluk seisi alam
Assalamualaikum warahmatullah
Waalaikumsalam jawab terjumlah
Di dalam kertas ditulis gisah
Mulai di baca dengan bismillah
Pendahuluan kata saya tuliskan
Para pembaca sangat dimuliakan
Pemaparan sastra telah disyairkan
Pemusatan pikiran dalam penyusunan
Assalamualaikum saya ucapkan
Ayah dan bunda saudara sekalian
Ayolah bersama kita renungkan
140 Syair Peresmian Madrasah Benua Kayung 18 Februari 2005. 141 Syair Kayung Pernikahan Erlambang Ardiansyah dan Lisa Amalia, 8 Desember 2013.
125
Agar disimak setiap dibentangkan142
Bismillah itu permulaan kalam
Dengan nama Allah haliqul’alam
Memberi rahmat siang dan malam
Kepada mahluk seisi alam143
Ada semacam keyakinan dalam penyair-penyair menuliskan syairnya
bahwa setiap syair yang mereka tuliskan harus dimulai daengan memanjatkan puji
syukur kepada Allah SWT. Hampir semua teks syair tersebut diawali dengan
Bismillah, kosa kata bahasa Arab yang berarti “dengan nama Allah”. Kasus Syair
Bulan Terbit memberikan pondasi dasar terhadap pembukaan teks-teks syair
kontemporer di akhir 90-an dan era 2000-an. Dengan Islam dan religiusitasnya, ada
elaborasi yang terjadi pada kesenian kesusasteraan melayu yang mengharuskan
membuka segala sesuatu dengan ucapan bismillah, dan memanjatkan syukur, puji-
pujian kepada Allah SWT.
Teks-teks Syair Gulong sangat kaya dengan pengetahuan, apalagi kadar dan
batasan untuk bercerita dan melagukan syair tidak memiliki pagar yang baku karena
komposisi syair adalah bergantung kepada pengetahuan penyair itu sendiri. Salah
satu dinamika Syair Gulong dalam konteks pengetahuan adalah teks-teks syairnya
mampu menceritakan kisah atau peristiwa sejarah atau mitos serta legenda yang
hidup turun-temurun. Berikut adalah kutipan teks-teks syair yang didalamnya
menceritakan kisah dan sebagainya :
mulutnya manis bijak laksana
barang lakunya semuanya kena
putih kuning unsur sederhana
memberi hati gundah gulana
142 Harun Das Putra., loc.cit. 143 Dardi D. Has, loc.cit.
126
dapatlah nama puteri zubaidah
awal dan akhir tidak sudah
sebarang lakunya memberi faedah
menundukkan orang terlalu mudah
semuanya sudah dibawah perintahnya
tunduk dan kasih akan ianya
terkena di dalam lemah lembutnya
lemahlah hati segala seterunya
itulah akal orang sempurna
bijak bestari arif laksana
ditanggung dahulu bina dan dina
kemudian kebesaran juga tersedia
isi mana kita dapat mencari
seperti akal, zubaidah puteri
takut dan tunduk segala puteri
patutlah jadi mahkota negeri144
(Syair Siti Zubaidah, awal abad ke-19)
Raja berani sangatlah bertuah
Hukumannya ‘adil kalbunya murah
Segenap tahun zakat dan fitrah
Fakir dan miskin sekalian limpah
Sultan di Goa raja yang sabar
Berbuat ‘ibadat terlalu gemar
Menjauhi nabi mendekatkan amar
Kepada pendeta baginda belajar
Baginda raja yang amat elok
Serasi dengan adinda di telo’
Seperti embun yang sangat sejuk
Cahayanya limpah pada segala makhluk
Tiadalah habis gharib kata
Sempurnalah baginda menjadi sultan
Dengan saudaranya yang sangat berpatutan
Seperti emas mengikat intan
144 Syair Perang Makassar 1670. Syair Perang Mengkasar (dahulu bernama Syair
Sipelman), berisi tentang perang antara orang-orang Makassar dengan Belanda,