62 BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data 1. Pendidikan (Variabel Dependen/X 1 ) Pendidikan merupakan berbagai usaha formal maupun informal untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan dari suatu bidang. Semakin terdidik seseorang maka semakin banyak ilmu yang dimilikinya. Melalui pendidikan, pengetahuan dan pemahaman seseorang dalam bidang tertentu menjadi semakin baik, sehingga kemampuan untuk memecahkan suatu permasalahan juga akan semakin baik maupun kemampuan untuk menghasilkan barang ataupun jasa akan semakin tinggi. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu kunci utama bagi percepatan dan pertumbuhan ekonomi negara pada umumnya dan kesejahteraan penduduk pada khususnya. Kemajuan ekonomi suatu negara berarti terjadinya penyediaan lahan pekerjaan dan sumber utama pemdapatan rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi berarti makin mempercepat penambahan kebutuhan tenaga kerja dan juga menaikkan pendapatan negara Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki seseorang merupakan salah satu indikator yang dijadikan ukuran pokok kualitas pendidikan formalnya. Semakin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu negara seharusnya berdampak pada semakin tingginya taraf intelektualitas negara tersebut. Disadari bahwa upaya pembangunan khususnya di daerah
30
Embed
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data IV.pdf · 2018. 8. 15. · 62 BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Penyajian Data 1. Pendidikan (Variabel Dependen/X
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
62
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
A. Penyajian Data
1. Pendidikan (Variabel Dependen/X1)
Pendidikan merupakan berbagai usaha formal maupun informal untuk
mendapatkan ilmu dan pengetahuan dari suatu bidang. Semakin terdidik
seseorang maka semakin banyak ilmu yang dimilikinya. Melalui pendidikan,
pengetahuan dan pemahaman seseorang dalam bidang tertentu menjadi
semakin baik, sehingga kemampuan untuk memecahkan suatu permasalahan
juga akan semakin baik maupun kemampuan untuk menghasilkan barang
ataupun jasa akan semakin tinggi. Pembangunan pendidikan merupakan salah
satu kunci utama bagi percepatan dan pertumbuhan ekonomi negara pada
umumnya dan kesejahteraan penduduk pada khususnya. Kemajuan ekonomi
suatu negara berarti terjadinya penyediaan lahan pekerjaan dan sumber utama
pemdapatan rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi berarti makin
mempercepat penambahan kebutuhan tenaga kerja dan juga menaikkan
pendapatan negara
Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki seseorang merupakan salah satu
indikator yang dijadikan ukuran pokok kualitas pendidikan formalnya.
Semakin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu
negara seharusnya berdampak pada semakin tingginya taraf intelektualitas
negara tersebut. Disadari bahwa upaya pembangunan khususnya di daerah
63
dapat dipacu dengan mengutamakan pembangunan manusia melalui
pendidikan. semakin tinggi pendidikan tingkat pendidikan maka semakin
besar akses dan peluang untuk berkembang dalam era globalisasi yang
semakin nyata. Berikut data pendidikan berdasarkan ijazah/STTB tertinggi
yang dimiliki (SLTA ke atas) masyarakat kota Banjarmasin :
Tabel 4.1. Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas dan Ijazah/STTB Tertinggi
Yang Dimiliki Kota Banjarmasin
Tahun SLTA ke atas (%)
2007 40,00
2008 44,80
2009 45,70
2010 40,20
2011 39,20
2012 46,50
2013 44,6
2014 41,5
2015 49,14
2016 47,34
Sumber : BPS Provinsi Kalsel Tahun 2018
2. Upah Minimum Provinsi (Variabel Dependen/X2)
Untuk melindungi para buruh, pemerintah menentukan dengan Undang-
undang suatu tingkat upah minimum yang harus dibayar oleh pengusaha
kepada buruhnya. Pengusaha tidak boleh membayar upah buruh lebih rendah
daripada tingkat upah minimu regional tersebut. Tingkat Upah Minimum
Regional (UMR) atau sekarang lebih dikenal dengan Upah Minimum
Provinsi (UMP) berbeda antar daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Upah Minimum Provinsi dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak
(KHL) dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
adapun komponen KHL yang digunakan adalah 60 komponen meliputi
64
Makanan dan minuman,sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan,
transportasi dan rekreasi dan tabungan. Adapun perkembangan mengenai
upah minimum provinsi Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Data Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Selatan
Tahun UMP
2007 Rp 745.000,00
2008 Rp 825.000,00
2009 Rp 930.000,00
2010 Rp 1.024.500,00
2011 Rp 1.126.000,00
2012 Rp 1.225.000,00
2013 Rp 1.337.500,00
2014 Rp 1.620.000,00
2015 Rp 1.870.000,00
2016 Rp 2.085.050,00
Sumber : BPS Kalsel Tahun 2018
3. Pertumbuhan Ekonomi (Variabel Dependen/X3)
Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi
yang berlaku dari tahun ke tahun. Suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih
tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya.
Secara teoritis, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menciptakan
sebuah skema pengurangan angka pengangguran. Pertumbuhan yang tinggi
diharapkan akan menciptakan pertumbuhan output sehingga dibutuhkan
banyak tenaga kerja untuk mengejar kapasitas output yang meningkat itu.
Adapun data perkembangan mengenai pertumbuhan ekonomi kota
Banjarmasin adalah sebagai berikut :
65
Tabel 4.3. Data Pertumbuhan Ekonomi Kota Banjarmasin
Tahun Pertumbuhan Ekonomi (%)
2007 6,40
2008 6,01
2009 6,71
2010 6,47
2011 5,15
2012 6,18
2013 6,93
2014 6,11
2015 5,79
2016 6,28
Sumber : BPS Kalsel dan BPS Banjarmasin Tahun 2018
4. Pengangguran
Data pengangguran merupakan data ketenagakerjaan yang diperoleh dari
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilaksanakan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Konsep definisi ketenagakerjaan yang digunakan BPS
merujuk pada rekomendasi ILO dalam buku “Surveys of Economically
Active Populastion, Employment, Unemployment, and Under Employment:
An ILO Manualon Concepts and Methods”, ILO, 1992. Dalam mengukur
pengangguran BPS menggunakan pendekatan teori ketenagakerjaan yang
digunakan dalam Sakernas adalah Konsep Dasar Angkatan Kerja (Standard
Labor Force Concept). 1
1 BPS Provinsi Kalimantan Sleatan, Indikator Pasar Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan
Selatan, tahun 2016, hlm. 11.
66
Penduduk
Bukan Usia Kerja Usia Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Lainnya Mengurus
Rumah Tangga Sekolah
Angkatan Kerja
Pengangguran
Sudah punya Pekerjaan tetapi
belum mulai bekerja
Putus Asa :
Merasa Tidak Mungkin
Mendapatkan Pekerjaan
Mempersiapkan Usaha
Mencari Pekerjaan
Bekerja
Sementara Tidak Bekerja
Sedang Bekerja
Gambar 4.1. Konsep Dasar Angkatan Kerja
Sumber : BPS Kalsel, Indikator Pasar Tenaga Kerja
Kalimantan Selatan, tahun 2016, hlm.11
67
Adapun penjelasan dari konsep yang digunakan BPS adalah sebagai
berikut :
1. Penduduk Usia Kerja adalah penduduk berumur 15 tahun keatas
2. Penduduk Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja, sementara tidak
bekerja dan pengangguran. Sedangkan bukan angkatan kerja terdiri dari
penduduk yang pada periode rujukan tidak mempunyai/melakukan aktivitas
ekonomi, baik karena sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya (olahraga,
kursus, piknik dan kegiatan sosial (berorganisasi, kerja bakti).
3. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh
atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan, paling sedikit
selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Penghasilan atau keuntungan
mencakup upah/gaji/pendapatan, termasuk semua tunjangan dan bonus bagi
buruh/ karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa, bunga, atau
keuntungan, baik berupa uang atau barang bagi pengusaha. Bekerja selama
satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Kegiatan
tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam
suatu usaha/kegiatan ekonomi.
4. Punya pekerjaan tetapi sedang tidak bekerja adalah keadaan dari seseorang
yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja
dengan alasan seperti: sakit, cuti, menunggu panenan, mogok dan sebagainya.
Tidak termasuk mereka yang sudah diterima bekerja tapi belum mulai bekerja
(sesuai konsep ILO, hal 97 “An ILO Manual on Concepts and Methods”).
Contoh:
68
a. Pegawai pemerintah/swasta yang sedang tidak masuk bekerja karena cuti,
sakit, mogok, mangkir, mesin/peralatan perusahaan mengalami kerusakan,
dan sebagainya.
b. Petani yang mengusahakan tanah pertanian dan sedang tidak bekerja karena
alasan sakit, atau menunggu pekerjaan berikutnya (menunggu panenan atau
menunggu hujan untuk menggarap sawah).
c. Orang-orang yang bekerja atas tanggungan/resikonya sendiri dalam suatu
bidang keahlian, yang sedang tidak bekerja karena sakit, menunggu
pesanan dan sebagainya, Misalnya: dalang, tukang cukur, tukang pijat, dan
sebagainya.
5. Pengangguran terdiri dari :
a. Mereka yang sedang mencari pekerjaan.
b. Mereka yang sedang mempersiapkan usaha.
c. Mereka yang tidak mencari pekerjaan, karena alasan merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan.
d. Mereka yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
6. Pekerja dengan jumlah jam kerja di bawah jam kerja normal adalah mereka
yang bekerja dengan jumlah jam kerja di bawah jam kerja normal (kurang 35
jam seminggu) terdiri dari:
a. Setengah Pengangguran adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja
normal (kurang dari 35 jam seminggu) dan masih mencari pekerjaan atau
sedang mempersiapkan usaha atau masih bersedia menerima pekerjaan.
69
b. Pekerja Paruh Waktu (part time worker) adalah mereka yang bekerja di
bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu) tetapi tidak
mencari pekerjaan atau sedang tidak mempersiapkan usaha atau tidak lagi
bersedia menerima pekerjaan lain.
6. Periode Referensi
Periode referensi merupakan periode waktu yang ditetapkan untuk
membatasi keterangan responden.Standar internasional untuk periode referensi
yang pendek adalah satu hari atau satu minggu. BPS menggunakan periode
referensi satu minggu yang lalu karena paling banyak diterapkan di negara-negara
yang melaksanakan survei angkatan kerja nasional, termasuk Indonesia.
Kriteria satu jam secara berturut-turut juga digunakan dengan
pertimbangan untuk mencakup semua jenis pekerjaan, termasuk di dalamnya
pekerjaan dengan waktu singkat (short-time work), pekerja bebas, stand-by work,
dan pekerjaan yang tak beraturan lainnya. BPS menggunakan konsep/definisi
“bekerja paling sedikit 1 jam secara berturut-turut dalam seminggu yang lalu”
untuk mengkategorikan seseorang sebagai bekerja (currently economically active
population), tanpa melihat lapangan usaha, jabatan, maupun status pekerjaannya.2
7. Pengangguran Terdidik (Variabel Dependen/Y)
Tingginya pengangguran terdidik merupakan rasio jumlah pencari kerja
yang tamat pendidikan diploma ke atas (sebagai kelompok terdidik) terhadap
besarnya angkatan kerja pada kelompok tersebut. Sehingga berdasarkan subjek
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
2BPS Provinsi Kalimantan Selatan
70
Tingkat Pengangguran Terdidik =
x 100%
Berikut ini adalah data yang menggambarkan Tingkat Pengangguran Terdidik di
kota Banjarmasin :
Tabel 4.4. Tingkat Pengangguran Tedidik Kota Banjarmasin
Tahun Tingkat Pengangguran
Terddidik (%)
2007 12,81
2008 13,06
2009 10,08
2010 8,07
2011 13,70
2012 7,78
2013 4,77
2014 5,91
2015 8,76
2016 7,34*
Sumber : BPS Kalsel Tahun 2018, data diolah
*data sementara menggunakan trend parabola
Berdasarkan wawancara dengan ibu Nordiana data untuk data
pengangguran tahun 2016 menggunakan data ramalan dikarenakan BPS tidak
melakukan survei angkatan kerja nasional (sakernas) dikarenakan terbatasnya
biaya dari pusat sehingga untuk estimasi sakernas hanya dilakukan pada tingkat
provinsi Kalimantan Selatan sehingga untuk estimasi tingkat kabupaten/kota tidak
dilakukan. Namun untuk keperluan penelitian maka diperbolehkan melakukan
trend (peramalan) dengan syarat diberi keterangan (tanda bintang) pada data
bersangkutan bahwa data tersebut bukan bersumber dari BPS.3 Dengan kata lain
data berasal dari ramalan menggunakan trend non linier atau parabolik. Untuk
perhitungan trend lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran.
3Nordiana Kurniawati,Kepala Diseminasi dan Layanan Statistik, Wawancara Pribadi
Banjarbaru, 27 April 2018.
71
B. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis regresi
berganda yang merupakan persamaan regresi dengan 2 atau lebih variabel untuk
mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan analisis regresi linier berganda, data terlebih dahulu
melewati persyaratan kelayakan data dengan menggunakan uji asumsi klasik,
yaitu sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal maka disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.
Gambar 4.2. Histogram
72
Gambar 4.3. Plot Normal Distribution
Sumber :Data diolah tahun 2018
Berdasarkan hasil output SPSS, pada Plot Normal Distribution data
menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka
disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal sehingga asumsi
normalitas terpenuhi.
b. Uji Multikolineritas
Untuk menguji adanya kasus multikolineritas adalah patokan nilai VIF
(Variance inflastion factor) dan koefisien antarvariabel bebas dengan
ketentuan :
Apabila VIF > 10 dan Tolerance < 0,1, maka tergejala Multikolineritas.
Apabila VIF < 10 dan Tolerance > 0,1, maka tidak tergejala
Multikolineritas
73
Tabel 4.5. Nilai Tolerance Dan VIF
Model Collinearity
Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Tingkat Pendidikan .637 1.569
Upah Minimum .645 1.549
Pertumbuhan Ekonomi .894 1.119
Sumber : Data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan hasil SPSS yang menunjukkan bahwa nilai tolerance lebih
besar dari 0,1 ( 0,637;0,645;0,894 > 0,1) dan nilai VIF yang kurang dari 10
(1,569;1,549;1,119 <10) sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini tidak
tergejala multikolineritas.
c. Uji Autokorelasi
Adapun uji autokorelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
durbin watson. Pengambilan keputusan pada uji Durbin-Watson sebagai
berikut :
DU < DW < 4 –DU maka H0 diterima, artinya tidak terjadi autokorelasi.
DW < DL atau DW > 4-DL, maka H0 ditolak, artinya terjadi autokorelasi.
DL < DW < DU atau 4 – DU < DW < 4 – DL , artinya tidak ada kepastian
atau kesimpulan yang pasti.
Tabel 4.6. Nilai Durbin Watson (DW)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .878a .770 .656 1.81757 1.020
a. Predictors: (Constant), Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum,
Tingkat Pendidikan
74
b. Dependent Variable: Pengangguran Terdidik
Sumber : Data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan hasil output SPSS pada kolom durbin watson angka yang
diperoleh ialah 1,020. Angka DL dan DU yang diperoleh dari tabel durbin
watson. Untuk penelitian ini k= 3 dan n = 10 sehingga diperoleh angka DL =
0,5253 dan DU = 2,0163.
Berdasarkan dasar pengambilan keputusan diperoleh DL < DW <DU
(0,5253 < 1,020 < 2,0163) sehingga tidak ada kesimpulan yang pasti. Untuk
memperbaiki dan memastikan model regresi ini bebas dari gejala autokorelasi
maka digunakan uji yang lain yakni uji run test.
Tabel 4.7. Nilai Statistik Run Test
Runs Test
Unstandardiz
ed Residual
Test Valuea .04127
Cases < Test Value 5
Cases >= Test
Value
5
Total Cases 10
Number of Runs 3
Z -1.677
Asymp. Sig. (2-
tailed)
.094
a. Median
Sumber: data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan output di atas yang menunjukkan bahwa nilai siginifikansi
(Asymp.Sig.) lebih dari 0,05 (0,094 > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tidak
terjadi autokorelasi.
75
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen
dengan nilai absolut residualnya. dengan ketentuan jika nilai signifikansi
antara variabel indpenden dengan nilai absolut residual lebih dari 0,05 (>0,05)
maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Tabel 4.8. Nilai Statistik Uji Glejser
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -3.116 5.253 -.593 .575
Tingkat
Pendidikan
-.050 .115 -.191 -.431 .681
Upah Minimum 5.967E-
007
.000 .301 .681 .521
Pertumbuhan
Ekonomi
.911 .673 .507 1.353 .225
a. Dependent Variable: ABS_RES
Sumber: Data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan hasil output SPSS dengan uji glejser menunjukkan bahwa
nilai signifikansi ketiga variabel bebas/ independen dengan melihat kolom Sig.
lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas pada model regresi.
76
2. Analisis Regresi Linier Berganda
a. Persamaan Regresi
Dalam penelitian terdapat 3 variabel bebas yakni tingkat pendidikan (SLTA
ke atas), upah minimum, dan pertumbuhan ekonomi serta 1 variabel terikat,
yaitu pengangguran terdidik.
Tabel 4.9. Nilai Koefisien Regresi Untuk Pendidikan, Upah Minimum Dan
Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Pengangguran Terdidik
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 14,916 3,256 4,581 ,004
Ln_X1 1,332 ,930 ,301 1,432 ,202
Ln_X2 -,878 ,211 -,864 -4,165 ,006
Ln_X3 -3,006 ,768 -,713 -3,912 ,008
a. Dependent Variable: Ln_Y
Sumber :Data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan data di atas, maka persamaan regresi adalah sebagai berikut :
Ln Y = 14,916 + 1,332 Ln X1 – 0,878 Ln X2 – 3,006 Ln X3 + e
Adapun keterangan dari persamaan di atas dapat dipahami sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar 14,916 menunjukkan apabila tidak ada variabel
independen, maka pengangguran terdidik sebesar 14,916.
2) β1 sebesar 1,332 menunjukkan bahwa setiap kenaikan tingkat
pendidikan (lulusan SLTA ke atas) sebesar 1% maka akan diikuti
kenaikan pengangguran terdidik sebesar 1,332% dengan asumsi
variabel lain tetap. Sebaliknya setiap penurunan tingkat pendidikan
sebesar 1% maka akan diikuti penurunan pengangguran terdidik sebesar
1,332%.
77
3) β2 sebesar – 0,878 menunjukkan bahwa setiap kenaikan upah minimum
provinsi sebesar 1% maka akan diikuti dengan penurunan jumlah
pengangguran terdidik sebesar 0,878% dan sebaliknya setiap penurunan
upah minimum provinsi sebesar 1% maka akan diikuti dengan kenaikan
jumlah pengangguran terdidik sebesar 0,878%. Dengan asumsi variabel
lain tetap.
4) β3 sebesar – 3,006 menunjukkan bahwa setiap kenaikan pertumbuhan
ekonomi sebesar 1% maka akan diikuti dengan penurunan jumlah
pengangguran terdidik sebesar 3,006% dan sebaliknya ketika
pertumbuhan ekonomi turun sebesar 1% maka akan diikuti dengan
kenaikan jumlah pengangguran terdidik sebesar 3,006% dengan asumsi
variabel lain tetap.
b. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 4.10. Koefisien Korelasi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,908a ,825 ,738 ,17900
a. Predictors: (Constant), Ln_X3, Ln_X2, Ln_X1
Sumber : data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan hasil output SPSS kolom R Square menunjukkan angka
sebesar 0,825 atau sebesar 82,5% yang berarti bahwa variabel independen
yang terdiri dari tingkat pendidikan, upah minimum dan pertumbuhan
ekonomi dapat menjelaskan variabel dependen yakni tingkat
pengangguran terdidik (SLTA +) sebesar 82,5% sedangkan sisanya
sebesar 17,5% dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi.
78
3. Uji Hipotesis
a. Uji F (Simultan)
Uji F dalam analisis regresi linier berganda bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variabel independen secara simultan, yang
ditunjukkan dalam tabel anova. Dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika Fhitung > Ftabel dan nilai sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima.
Jika Fhitung < Ftabel dan nilai sig. > 0,05 maka H0 diterima dan Ha
ditolak.
Tabel 4.11. Nilai F Hitung Terhadap Tingkat Pengangguran Terdidik
ANOVAa
Model Sum of
Squares
Df Mean
Square
F Sig.
1
Regression .908 3 .303 9.444 .011b
Residual .192 6 .032
Total 1.100 9
a. Dependent Variable: Ln_Y
b. Predictors: (Constant), Ln_X3, Ln_X2, Ln_X1
Sumber :Data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan hasil SPSS pada kolom F yang menunjukkan F hitung
sebesar 9,444 dan F tabel diperoleh dengan df1 = 2 dan df2 = 6 (n-k-1= 10-
3-1=6) dan α = 5% sebesar 5,14.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa F hitung > F tabel
sehingga menolak H0. Dan nilai signifikansi sebesar 0,011 < 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat pendidikan, upah minimum dan
pertumbuhan ekonomi secara simultan atau bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengangguran terdidik.
79
b. Uji T (Parsial)
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen secara parsial, ditunjukkan oleh tabel coefficients. Dengan
ketentuan sebagai berikut :
Jika t hitung > t tabel dan nilai sig. < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima.
Jika t hitung < t tabel dan nilai sig. > 0,05 maka H0 diterima dan Ha
ditolak.
Tabel 4.12. Nilai T Hitung Terhadap Tingkat Pengangguran Terdidik
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 14,916 3,256 4,581 ,004
Ln_X1 1,332 ,930 ,301 1,432 ,202
Ln_X2 -,878 ,211 -,864 -4,165 ,006
Ln_X3 -3,006 ,768 -,713 -3,912 ,008
a. Dependent Variable: Ln_Y
Sumber :Data yang diolah tahun 2018
Berdasarkan tabel di atas secara individual dapat diketahui hubungan
setiap variabel independen terhadap variabel dependen sebagai berikut:
1) Variabel Tingkat Pendidikan (SLTA+)
Pada kolom t yang menunjukkan angka t hitung sebesar 1,432 dan
angka dari t tabel dengan rumus df = 6 ( n-k-1 = 10-3-1 =6 ) dan α = 5%
(0,05/2 = 0,025) diperoleh angka sebesar 2,447. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa t hitung < t tabel sehingga gagal menolak H0.
Selanjutnya untuk nilai signifikansi sebesar 0,202 > 0,05 sehingga dapat
80
disimpulkan bahwa variabel pendidikan secara parsial atau individu tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran terdidik.
2) Variabel Upah (Upah Minimum Provinsi)
Pada kolom t yang menunjukkan angka t hitung sebesar -4,165 dan
angka dari t tabel dengan rumus df = 6 ( n-k-1 = 10-3-1 =6 ) dan α = 5%
(0,05/2 = 0,025) diperoleh angka sebesar 2,447. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa t hitung > t tabel sehingga H0ditolak. Selanjutnya
untuk nilai signifikansi sebesar 0,006 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel upah minimum provinsi secara parsial atau individu
berpengaruh dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terdidik.
3) Variabel Pertumbuhan Ekonomi
Pada kolom t yang menunjukkan angka t hitung sebesar -3,912 dan
angka dari t tabel dengan rumus df = 6 ( n-k-1 = 10-3-1 =6 ) dan α = 5%
(0,05/2 = 0,025) diperoleh angka sebesar 2,447. Berdasarkan hasil tersebut
dapat dikatakan bahwa t hitung > t tabel sehingga H0 ditolak. Selanjutnya
untuk nilai signifikansi sebesar 0,008 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel pertumbuhan ekonomi secara parsial atau individu
berpengaruh dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terdidik.
81
Adapun intisari atau penjelasan mengenai hasil regresi adalah sebagai
berikut berdasarkan penjabaran teori adalah sebagai berikut :
Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pengangguran Terdidik di Kota
Banjarmasin
Untuk variabel tingkat pendidikan (lulusan SLTA ke atas), didapatkan
hasil besarnya nilai probabilitasnya (0,202 > 0,05), yang artinya
pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terdidik
di kota Banjarmasin. Dan untuk nilai β sebesar 1,332, artinya ketika
pendidikan naik 1% maka jumlah pengangguran terdidik lulusan
universitas akan mengalami peningkatan sebesar 1,332%. Nilai positif dari
koefisien tingkat pendidikan menunjukan hubungan yang searah dengan
pengangguran terdidik, apabila lulusan pendidikan SLTA ke atas
mengalami kenaikan maka semakin tinggi jumlah pengangguran terdidik
dan sebaliknya walaupun pengaruhnya tidak signifikan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Desi Ajeng
Rahayu (2017) Pengaruh Tingkat Pendidikan,Upah Minimum Provinsi
(UMP), dan Penanaman Modal Asing (PMA) Terhadap Pengangguran
Terdidik Di Pulau Sumatera Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi Islam.
Hasil penelitian ini bahwa tingkat pendidikan (Diploma dan Universitas)
tidah berpengaruh signifikan dan positif terhadap pengangguran terdidik di
pulau Sumatera.
Hal ini sesuai dengan alasan yang dikemukakan oleh Elwin Tobing
bahwa pengangguran terdidik cenderung disebabkan oleh ketidakcocokan
82
antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi
penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi
permintaan tenaga kerja. Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis,
jenis pekerjaan, orientasi status, dan masalah keahlian khusus. Selain itu,
kesempatan kerja bagi lulusan perguruan tinggi secara teoritis seharusnya
cenderung lebih terbuka, sehingga tingkat pengangguran dari kelompok ini
cenderung lebih kecil daripada kelompok yang berpendidikan lebih
rendah. Namun demikian, kesempatan kerja itu akan menyempit seiring
dengan meningkatnya jumlah lulusan dari tingkat pendidikan yang lebih
tinggi.
Lebih lanjut fakta yang terjadi adalah semakin terdidik seseorang,
semakin besar harapannya pada jenis pekerjaan yang aman, sehingga
angkatan kerja terdidik lebih suka memilih mengannggur daripada
mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap Pengangguran
Terdidik
Untuk variabel Upah Minimum Provinsi (UMP), didapatkan hasil
besarnya nilai probabilitasnya (0,006 <0,05), yang artinya UMP
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terdidik di kota
Banjarmasin. Dan untuk nilai β sebesar -0,878, artinya ketika UMP naik
1% maka jumlah pengangguran terdidik akan mengalami penurunan
sebesar 0,878%. Nilai negatif dari koefisien UMP menunjukan hubungan
yang terbalik dengan pengangguran terdidik, artinya apabila UMP
83
mengalami kenaikan maka semakin rendah atau berkurang jumlah
pengangguran terdidik dan sebaliknya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rosdiana
(2017)Analisis Pengaruh Upah Minimum (UMP) Dan Mutu Sumber Daya
Manusia Terhadap Penurunan Jumlah Pengangguran Terdidik Di Provinsi
Sulawesi Selatan Tahun 2006-2015, Hasil penelitian ini telah
menggunakan hipotesis bahwa upah minimum berpengaruh negatif
terhadap tingkat pengangguran terdidik di Sulawesi Selatan. Apabila
tingkat UMP naik maka akan menurunkan jumlah pengangguran terdidik.
Penelitian yang serupa juga oleh Nila Ayu Islamia (2017) Analisis
Pengangguran Terdidik Lulusan Universitas di Pulau Jawa Tahun 2008-
2016, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Upah Minimum Provinsi
(UMP) memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terdidik
lulusan universitas. Artinya ketika besarnya UMP semakin meningkat
maka jumlah pengangguran terdidik lulusan universitas akan mengalami
penurunan.
Adapun teori yang menjelaskan adanya hubungan terbalik antara upah
dan pengangguran adalah A.W. Phillips (Kurva Phillips) mengatakan
bahwa Upah mempunyai hubungan yang terbalik dengan tingkat
pengangguran (negatif). Jika tingkat upah naik maka pengangguran akan
turun dan sebaliknya jika tingkat upah turun pengangguran akan naik.
Menurut Keynes, penurunan tingkat upah akan menurunkan daya beli
masyarakat. Turunnya daya beli masyarakat akan menurunkan tingkat
84
pengeluaran dan berakibat pada turunnya tingkat harga barang dan jasa.
Turunnya tingkat permintaan akan berakibat pada penurunan kapasitas
produksi yang artinya pengurangan jumlah tenaga kerja. Dengan demikian
tingkat upah tidak dapat menciptakan penggunaan tenaga kerja penuh
(Full Employment).
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran Terdidik di
kota Banjarmasin
Variabel pertumbuhan ekonomi didapatkan hasil besarnya nilai
probabilitasnya (0,008 < 0,05), yang artinya pertumbuhan ekonomi
berpengaruh signifikan terhadap pengangguran terdidik di kota
Banjarmasin. Dan untuk nilai β sebesar -3,006, artinya ketika
pertumbuhan ekonomi naik 1% maka jumlah pengangguran terdidik akan
mengalami penurunan sebesar 3,006%. Nilai negatif dari koefisien
pertumbuhan ekonomi menunjukkan hubungan yang terbalik dengan
pengangguran terdidik, artinya apabila pertumbuhan ekonomi mengalami
kenaikan maka semakin rendah atau berkurang jumlah pengangguran
terdidik dan sebaliknya.
Penelitian yang serupa juga oleh Nila Ayu Islamia (2017) Analisis
Pengangguran Terdidik Lulusan Universitas di Pulau Jawa Tahun 2008-
2016, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat pengangguran terdidik lulusan
universitas. Artinya ketika pertumbuhan ekonomi semakin meningkat
85
maka jumlah pengangguran terdidik lulusan universitas akan mengalami
penurunan.
Hal ini sejalan dengan teori yang digunakan pada landasan teori yakni
hukum Okun yang mengatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara
pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Menurut teori ekonomi, terapi
untuk mengatasi persoalan pengangguran dan kemiskinan adalah dengan
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang “berkualitas” dan
berkesinambungan. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang mampu menyediakan
kesempatan kerja yang besar yaitu pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh
banyaknya investasi yang bersifat padat tenaga kerja, bukan yang bersifat
padat modal.Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti dengan terciptanya
lapangan pekerjaan yang baru. Ketika ekonomi tumbuh, maka terdapat
pertumbuhan produksi barang dan jasa. Ketika hal ini terjadi maka
kebutuhan akan tenaga kerja untuk memproduksi barang dan jasa pun akan
ikut tumbuh.
4. Tinjauan Ekonomi Syariah terhadap pengangguran terdidik
Dalam Islam, pengangguran merupakan hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Karena pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimumkan
kesejahteraan yang mungkin dicapainya. Islam sebagai agama yang
mengajarkan manusia untuk bekerja sehingga memperoleh penghasilan agar
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, keluarganya dan menolong sesama
86
manusia. Bekerja dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik dan
mencapai karunia Allah. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S.al-
Jumu‟ah/62:10.4
“Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung”
Dalam Islam ketika seseorang tidak mau mempergunakan potensinya
maka itulah pengangguran yang amat membahayakan diri dan
masyarakatnya. Secara moral Islam orang yang demikian adalah menganggur
yang memikul dosa. Sedangkan yang terus memfungsikan potensinya baik
modal, tenaga maupun pikirannya tidak termasuk kategori menganggur yang
menyalahi ajaran Islam. Ketika seseorang tidak bekerja namun ia masih terus
berfikir keras bagaimana bisa memproduktivitaskan dirinya sehingga bisa
menghasilkan kerja yang produktif maka ia secara moral Islam memenuhi
kewajiban kerja dalam Islam dan tidak menanggung dosa pengangguran.5
Berdasarkan penjabaran di atas, jelaslah bahwa kita selaku Muslim dan
jika sudah masuk ke dalam golongan angkatan kerja (berumur 15 tahun ke
atas dan bukan termasuk ibu rumah tangga, sekolah) dan dianugerahi dengan
fisik dan akal yang sehat haruslah wajib bekerja sekurang-kurangnya untuk
4Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam,Daurul Qiyam wal Akhlaq fil